stroke

72
Nama Peserta : Priscilia Nama Wahana : RSUD Kab.Pacitan Topik : Seorang Wanita Usia 61 Tahun dengan Stroke Iskemik Tanggal Kasus : 16 April 2015 Nama Pasien : Ny.S No. RM : 22.48.80 Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. M Wildan Tempat Presentasi : Obyektif Presentasi : Keilmuan Keterampila n Penyegaran Tinjauan Pustaka Diagnosti k Manajemen Masalah Istimewa Ne onatus Ba yi A nak Rem aja Dewasa Lansia Deskripsi : Wanita Usia 61 tahun dengan krisis stroke iskemik Tujuan : mengenali gejala dan tanda, penegakan diagnosis, dan menentukan tatalaksana yang tepat bagi penderita stroke iskemik Bahan- Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit Cara Membahas: Dis kusi Presentasi dan Diskusi Em ail Pos Data Utama untuk Bahan Diskusi : Diagnosis/ Gambaran Klinis: Pasien datang ke IGD dengan keluhan 1

Upload: priscilia-chandra

Post on 12-Dec-2015

15 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Stroke case

TRANSCRIPT

Nama Peserta : Priscilia

Nama Wahana : RSUD Kab.Pacitan

Topik : Seorang Wanita Usia 61 Tahun dengan Stroke Iskemik

Tanggal Kasus : 16 April 2015

Nama Pasien : Ny.S No. RM : 22.48.80

Tanggal Presentasi : Nama Pendamping : dr. M Wildan

Tempat Presentasi :

Obyektif Presentasi :

√ Keilmuan √ Keterampilan √ Penyegaran √ Tinjauan Pustaka

√ Diagnostik √ Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja √ Dewasa Lansia

Deskripsi : Wanita Usia 61 tahun dengan krisis stroke iskemik

Tujuan : mengenali gejala dan tanda, penegakan diagnosis, dan menentukan tatalaksana

yang tepat bagi penderita stroke iskemik

Bahan-Bahasan: Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas: Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Utama untuk Bahan Diskusi :

Diagnosis/ Gambaran Klinis: Pasien datang ke IGD dengan keluhan kaki dan tangan mendadak

lemas. Pada waktu itu pasien sedang bekerja tiba-tiba pasien jatuh karena secara tiba-tiba

merasa lemas pada tangan dan kaki bagian kanan, pada waktu terjatuh pasien sadar dan

kepalanya tidak terbentur. Pasien tidak kuat untuk berdiri sendiri dikarenakan lemas pada

tangan dan kaki kanan namun masih dapat diangkat sehingga pasien harus dipapah untuk

berjalan. Keluarga pasien mengatakan setelah kejadian tersebut, pasien muntah sebanyak 3x,

keluhan pusing sebelumnya disangkal. Pasien mengaku bahwa beliau tidak pernah mengalami

kejadian seperti ini sebelumnya. Adanya baal dan kesemutan pada anggota tangan dan kaki

kanan pasien disangkal. Gangguan buang air kecil dan buang air besar disangkal oleh pasien

dan keluarganya.

1. Riwayat penyakit dahulu :

a. Riwayat penyakit hipertensi : ada

b. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

c. Riwayat penyakit DM : disangkal

1

d. Riwayat alergi : disangkal.

2. Riwayat penyakit keluarga :

a. Riwayat penyakit Hipertensi : ada

b. Riwayat penyakit ginjal : disangkal

c. Riwayat penyakit DM : disangkal

d. Riwayat alergi : disangkal

3. Riwayat sosial ekonomi

Pekerjaan: Pasien bekerja sebagai tani.

A. PEMERIKSAAN FISIK

Kesadaran : Composmentis

Vital Sign : TD : 190/100 mmHg

N : 88 x/menit ;

RR : 20 x/menit ;

S : 36,3o C

Status Generalis

1. Pemeriksaan Kepala

Bentuk kepala : normocephal, simetris,

Rambut : warna rambut hitam, tidak mudah dicabut, distribusi merata

Mata : simetris, edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik

(-/-), refleks pupil (+/+) normal isokor 3 mm

Hidung : discharge (-/-), deformitas (-), nafas cuping hidung (-)

Mulut : bibir kering (-), bibir pucat (-), sianosis (-), lidah kotor (-) atrofi papil

lidah (-)

2. Pemeriksaaan Leher

Kaku Kuduk (-)

3. Pemeriksaan Toraks

Paru

Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-), ronki basah kasar (-/-),

Wheezing-/-

Jantung

S1 S2, regular-regular, murmur (-), gallop (-)

4. Pemeriksaan Abdomen

2

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) normal

Perkusi : timpani

Palpasi : supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hipokondriaka dekstra

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

5. Pemeriksaan Ekstremitas

edema (-/ -), sianosis (-/-), akral dingin (-/-)

Status Neurologis

Kesadaran                 : Compos mentis GCS  E4M6V5 =15

Orientasi : Baik

Jalan Pikiran : Baik

Kecerdasan : Baik

Daya Ingat : Baik

1.  Tanda-tanda perangsangan meningen

Kaku kuduk          : -

Kernig                   : -

Brudzinski I          : -

Brudzinksi II          : -

2.   Nervus Kranial

N. I (olfaktorius): -         Penciuman           : Tidak dilakukan

N. II (optikus) : Kanan Kiri

Tajam penglihatan 1/60 (bedside) 1/60 (bedside)

Pengenalan Warna dbn(bedside) dbn(bedside)

Lapang pandang dbn(bedside) dbn(bedside)

Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

3

N. III (Okulomotorius ) Kanan Kiri

i)Kelopak mata :

Ptosis Tidak ada Tidak ada

ii)Gerakan bola mata :

Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Medial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Endoftalmus Tidak ada Tidak ada

Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

iii)Pupil :

Diameter 3mm 3mm

Bentuk Bulat; isokor Bulat; isokor

Posisi Ditengah Ditengah

Refleks cahaya langsung + +

Refleks cahaya tak langsung

+ +

Strabismus - -

Nistagmus - -

N. IV (Trochlearis )Kanan Kiri

Gerak mata ke bawah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Strabismus - -

Diplopia - -

4

N.V ( Trigeminus )Kanan Kiri

Membuka mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sensibilitas atas Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sensibilitas tengah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sensibilitas bawah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Reflek kornea Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Reflek masseter Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Trismus Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VI (Abdusen) Kanan Kiri

Gerakan mata ke samping Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Strabismus divergen - -

Diplopia - -

N. VII (fasialis) Kanan Kiri

Mengerutkan dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelaianan

Kerutan kulit dahi Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Menutup mata Tidak ada kelaianan Tidak ada kelaianan

Lipatan nasolabial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Sudut mulut Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Memperlihatkan gigi

Mencembungkan pipi

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

Tidak ada kelainan

N. VIII (Vestibulokokhlearis)

Kanan Kiri

Mendengar suara berbisik + +

Test Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5

Test Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Test Scwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. IX (Glosofaringeus) Arkus farings : (simetris)

Daya kecap lidah 1/3 belakang: Tidak dilakukan

Reflek muntah : Tidak dilakukan

Sengau : Tidak ada

Tersedak : Tidak ada

N. X ( Vagus ) Arkus farings : simetris

Menelan : baik

N. XI (Asesorius) Menoleh (kanan, kiri, bawah) : normal

Angkat bahu                         : normal

Tropi otot bahu : Tidak ada

N. XII (Hipoglosus) Sikap lidah dalam mulut : Tidak ada kelainan

Julur lidah : Tidak ada kelainan

Tremor : Tidak ada

Fasikulasi : Tidak ada

Atrofi : Tidak ada

3.   Motorik

Ekstrimitas atas Kanan kiri

Simetris Simetris Simetris

Trofik Eutrofik Eutrofik

Tonus Normotonus Normotonus

Tenaga 3333 5555

R. Bisep ++ ++

6

R. Trisep ++ ++

R. Hoffman Trommer - -

Sensibilitas

- Raba + +

- Nyeri + +

- Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan

        -Vibrasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

          - Sterognosisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Badan

R. Abdomen atas                   +                                              +

R. Abdomen bawah              +                                               +

R. Anus                              Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Ekstremitas bawah Kanan Kiri

Bentuk Simetris                                   Simetris

Trofik                              Eutrofik                                   Eutrofik

Tonus                            Normotonus                              Normotonus

Tenaga                                3333                                     5555

R. Patela                                +                                            +

R. Achilles                             +                                            +

R. Patologis                          

Babinski + -

Chaddock - -

Oppenheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

7

Sensibilitas

- Raba                                   +                                             +

- Nyeri                                     +                                              +

- Suhu                              Tidak dilakukan Tidak dilakukan

             - Vibrasi                          Tidak dilakukan      Tidak dilakukan                

             - Grafestesia                       Tidak dilakukan Tidak dilakukan

             - Topognosis                       Tidak dilakukan Tidak dilakukan

B. DIAGNOSIS KERJA

Stroke Iskemik

C. PENATALAKSANAAN

Terapi IGD

1. Non Farmakologis

a. Tirah baring

b. Fisioterapi

2. Farmakologis

IVFD RL 16 tpm

Injeksi citicolin 1000 mg/12 jam

Injeksi thiamin 1 ampul/8 jam

Injeksi piracetam 3 gr 1 ampul/12 jam

Injeksi ondancentron 1 ampul/8 jam

B. MONITORING

Keadaan umum dan vital sign

C. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad bonam

Hasil pembelajaran:

Mengetahui cara mendiagnosis stroke iskemik dan penatalaksanaan awal pada pasien stroke

iskemik

8

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio

Subjektif:

Pasien datang ke IGD dengan keluhan kaki dan tangan mendadak lemas. Pada waktu itu

pasien sedang bekerja tiba-tiba pasien jatuh karena secara tiba-tiba merasa lemas pada tangan

dan kaki bagian kanan, pada waktu terjatuh pasien sadar dan kepalanya tidak terbentur. Pasien

tidak kuat untuk berdiri sendiri dikarenakan lemas pada tangan dan kaki kanan namun masih

dapat diangkat sehingga pasien harus dipapah untuk berjalan. Keluarga pasien mengatakan

setelah kejadian tersebut, pasien muntah sebanyak 3x, keluhan pusing sebelumnya disangkal.

Pasien mengaku bahwa beliau tidak pernah mengalami kejadian seperti ini sebelumnya. Adanya

baal dan kesemutan pada anggota tangan dan kaki kanan pasien disangkal. Gangguan buang air

kecil dan buang air besar disangkal oleh pasien dan keluarganya.

Objektif:

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan, didapatkan TD 190/100 mmHg, hemiparesis

dextra, dan kekuatan motorik ekstremitas kanan menurun.

Assessment:

Dari keluhan utama, anamnesis, dan pemeriksaan fisik maka pasien dapat di diagnosis

menderita stroke iskemik. Stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral akibat

gangguan serebrovaskular, baik secara fokal maupun menyeluruh yang berlangsung dengan

cepat, selama lebih dari 24 jam, yang dapat berakhir dengan kematian. Stroke menyerang segala

usia, namun seiring bertambahnya usia faktor resiko terkena stroke juga meningkat, stroke juga

menyerang semua ras dan jenis kelamin, namun insidennya lebih tinggi pada ras kulit berwarna

dan pada jenis kelamin laki-laki.

Plan:

Penatalaksanaan pada stroke iskemik adalah setelah penderita tiba di ruang gawat darurat

(UGD), pertama kali yang harus diperiksa komplikasi potensial yang akan mengancam nyawa,

dengan titik berat pemeriksaan pada keadaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.

Observasi klinik yang teratur untuk memonitoring gangguan pernafasan, fungsi sirkulasi dan

komplikasi akibat efek desak ruang. Status neurologi penderita sebaiknya dimonitor

menggunakan skala neurologi yang sudah divalidasi, misalnya NIH stroke scale.

9

Tekanan darah sering meningkat setelah serangan stroke. Tekanan darah tetap

dipertahankan tinggi pada infark iskemik untuk menjaga perfusi dari kolateral, sumbatan

pembuluh darah, dan untuk memberikan aliran darah yang cukup adekuat bagi daerah

penumbara yang kritis karena autoregulasi CBF yang terganggu.

Fungsi pernafasan dan jalan nafas atau O2 darah jika memungkinkan dimonitor dengan

alat pulse oxymetri terutama untuk pasien-pasien dengan stroke batang otak, infark, MCA luas

yang mempunyai risiko insuffisiensi pernafasan karena hipoventilasi, obstruksi jalan nafas dan

aspirasi. Oksigenisasi adekuat mungkin sangat diperlukan untuk memperbaiki metabolisme di

daerah penumbra.

10

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE

Definisi Stroke

Definisi WHO, stroke adalah menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal

maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, selama lebih dari 24 jam atau

berakhir dengan maut, tanpa ditemukannya penyebab lain selain gangguan vaskuler. Istilah

stroke memiliki nama lain seperti apopleksia serebri, Cerebrovascular Accidents/Attacks

(CVA).1,2

Pada dasarnya stroke itu mempunyai 2 tipe yaitu Stroke Perdarahan (Stroke

Hemorrhagic) dan Stroke Sumbatan (Stroke Ischemic/Stroke non Hemorrhagic). 1,2

Stroke dan Tanda Klinis

Pemeriksaan Fisik neurologi adalah penting untuk penderita stroke, karena untuk

membuktikan terjadinya gangguan fungsi motorik, gangguan saraf otak dan penurunan

kesadaran atau koma. Tanda dan Gejala klinis ini sangatlah gampang dikenali.

Hilangnya fungsi otak sebagian (deficit neurology fokal) misalnya lumpuh separo badan

(hemiparesis/hemiplegi), mulut mencong (parese N VII), bicara pelo (dysartia/ gangguan saraf

kranialis XII), gangguan menelan (dysfagia/ gangguan saraf kranialis IX dan X), kehilangan rasa

peka sesisi tubuh (hemihipestesi), gangguan buang air besar dan buang air kecil, gangguan

bicara/ komunikasi, gangguan mengontrol emosi, gangguan daya ingat, dll. Sedangkan gangguan

fungsi otak menyeluruh adalah pasien mengalami penurunan kesadaran.

Pada keadaan sadar, pemeriksaan hemidefisit motorik mudah dilakukan dengan meminta

atau memerintah mengangkat kedua tangan atau tungkai penderita. Apabila terjadi hemidefisit

motorik akan terlihat lengan dan tungkai yang lumpuh (paresis) tidak dapt mengangkat dengan

baik.

Untuk pemeriksaan pasien stroke dengan tidak sadar, pemeriksaan bisa dilakukan dengan

secara observasi (kesadaran) dibagi menjadi somnolen, sopr, sopor koma, koma dalam.

Stroke bisa mengenai seluruh jaras susunan saraf pusat dari korteks sampai medula

spinalis. Umumnya pada pemeriksaan klinis didapat tanda UMN.

Jaras UMN dimulai dari area 4a Brodman (area motorik primer) lobus frontalis, berupa

homonculus motorik, dari medial hemisfer sampai lateral, kemudian jaras turun melalui

subkorteks ke kapsula interna (serabut menjadi padat untuk wilayah kaki dan tangan). Kalau

daerah ini terkena maka arteri yang terkena adalah arteri lenticulo striata cabang arteri cerebri

11

media, gejala yang didapat adalah kelumpuhan kaki dan tungkai yang sama beratnya. Dari

kapsula interna jaras menuju batang otak, mulai dari mesensepalon, pons, medula oblongata,

perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis (disebut decusatio pyramidalis) jaras

menyilang garis tengah kemudian berakhir di kornu anterior medulla spinalis. Dengan

menyilangnya jaras motorik ini maka gejala defisit motorik untuk lengan dan tungkai berlawanan

dengan daerah hemisfer otak yang terkena. Untuk wilayah lengan jaras bersinaps di kornu

anterior cervicalis dan untuk tungkai bersinap dikornu anterior lumbosacral medulaspinalis.

Saraf otak yang bersifat motorik pusatnya sama dengan pusat motorik lobus frontalis

kemudian ke kapsula interna dan berakhir di inti masing-masing di batang otak. Untuk saraf ke

III, IV di mesencephalon, saraf V,VI,VII di pons, dan saraf IX,X,XI,XII di medulla oblongata.

Untuk mengetahui kelainan motorik (hemidefisit motorik) pada pasien stroke kita harus

memeriksa motorik secara keseluruhan yaitu :

1. Pemeriksaan motorik secara observasi; sikap pasien baik keadaan diam, berdiri, berjalan

serta dilihat keadaan/bentuk otot, ukuran dan adanya pergerakan abnormal yaitu tremor,

fasikulasi, balismus, mioklonik, korea, atetosa, distonia, spasme, tic.

2. Palpasi: pemeriksaan secara kasar untuk menentukan adanya tanda spastik dari otot penderita

stroke. Dirasakan adanya otot yang lebih keras pada ekstremitas yang lumpuh dibanding otot

yang normal.

3. Pemeriksaan gerakan pasif yaitu kita melakukan gerakan otot secara aktif yaitu kita

melakukan gerakan otot secara aktif pada pasien dengan ekstensi dan fleksi ekstremitas, bila

dirasakannya adanya tahanan pada awal gerakan dan kemudian tahanan berkurang maka otot

bersifat spastik (fenomena psau lipat) dan bila tahanan yang ada terasa hilang timbul maka

kita katakan otot mengalami rigiditas (disebut fenomena roda gigi). Untuk pemeriksaan

spesifik kita menggerakan otot ekstremitas secara cepat dan untuk rigiditas gerakan otot

secara lambat.

4. Pemeriksaan gerakan aktif ditujukan untuk menilai kekuatan otot pasien stroke, pasien

dengan aktif menggerakan otot ekstremitasnya dan dibandingkan kanan dan kiri.

5. Pemeriksaan refleks dibagi 2 bagian yaitu refleks fisiologis dan patologis

6. Pemeriksaan koordinasi yaitu untuk menilai kemampuan motorik, sensorik dan faktor-faktor

yang bersinergi untuk dapat melakukan gerakan yang halus dan akurat. Dipengaruhi oleh

kerjasama otot-otot agonis, antagonis, sinergi, dan otot fiksasi. Pusat koordinasi adalah otak

kecil. Lesi serebelum karena stroke cukup sering terjadi. Pasien mengeluh gangguan

12

keseimbangan dan gerakan bola mata spontan (nistagmus). Pemeriksaan berupa test

keseimbangan misal test romberg, test romberg dipertajam, berjalan di garis lurus, jalan di

tempat. Test non keseimbangan; dismetri yaitu test untuk melihat gangguan kemampuan

untuk mengelola kecepatan gerak, kekuatan dan jangkauan misalnya telunjuk-hidung,

telunjuk-telunjuk serta test disdiadokhonesia.5

Epidemiologi

Di Indonesia penelitian berskala cukup besar dilakukan oleh survey ASNA di 28 Rumah

Sakit di seluruh Indonesia. Penelitian ini dilakukan pada penderita stroke akut yang dirawat di

Rumah Sakit, dan dilakukan survey mengenai faktor-faktor resiko, lama perawatan dan

mortalitas serta morbiditas.

Dengan analisa penelitian ini kita memperoleh gambaran dan profil stroke di Indonesia,

distribusi demografik dan gambaran faktor resiko stroke, gambaran klinis, morbiditas, dan

mortilitasnya di Indonesia. Penderita laki-laki lebih banyak dari perempuan dan profil di usia

dibawa 45 tahun cukup banyak, yaitu 11.8%, usia 45-64 th berjumlah 54,2% dan diatas usia 65

tahun 33,5%.

Pada penderita stroke iskemik didapatkan bahwa seperempat dari penderita yang dirawat

ternyata masuk rumah sakit kurang dari 6 jam setelah serangan, ini berarti dengan sistem triage

yang baik, pengobatan hyperakut stroke mungkin dapat dilakukan jika admission time kurang

dari 3 jam dengan trombolisis. Sisanya lebih dari 6 jam, terapi yang masih dapat diharapkan

adalah dengan neuroprotekta.

Seperlima pasien stroke dirawat selama kurang dari 7 hari, sedangkan sisanya lebih lama

tergantung kepada luas lesi dan kwalitas perawatan di rumah sakit terutama dalam pencegahan

komplikasi atau penyulit perawatan. Gambaran demografik pada stroke hemoragik tak berbeda

banyak dengan stroke infark, termasuk distribusi usia penderita hampir serupa yaitu usia

dibawah 45 tahun sebesar 13,2%. Setengah dari stroke hemoragik admission time kurang dari 6

jam. Pada kasus yang memerlukan tindakan bedah saraf, hal ini sangatlah penting selain beratnya

gambaran klinis.

Data-data lain yang perlu dari penelitian stroke pada ASNA Stroke Collaboration Study

adalah angka kematian sebesar 24,5% dan lebih dari 50% berhasil memperoleh kembali secara

penuh aktivitas sehari-hari. Sebagian kecil pasien menderita defisit neurologik minimal.5

13

Faktor Resiko

Banyak kondisi yang dapat menyebabkan stroke, seperti pengerasan arteri atau lebih

dikenal dengan arteriosklerosis. Pemicunya adalah stress, pola makan tinggi lemak, dan kurang

berolahraga. Namun sebenarnya ketiga faktor tersebut tergolong risiko yang dapat dikendalikan.

Secara umum faktor risiko stroke dibagi dua:

1. Faktor Risiko Tidak Terkendali.

Faktor risiko tidak terkendali yakni meliputi: usia, jenis kelamin, garis keturunan, dan ras

(etnik) tertentu.

Usia

Semakin bertambah usia, semakin tinggi risiko untuk mendapatkan serangan

stroke. Setelah berusia 55 tahun, risiko stroke berlipat ganda. Dua per tiga serangan

stroke terjadi pada orang berusia di atas 65 tahun. Tetapi tidak berarti hanya pada orang

lanjut usia, stroke dapat menyerang semua kelompok umur.

Jenis kelamin

Pria lebih berisiko terkena stroke dari pada wanita. Tetapi penelitian

menyimpulkan bahwa lebih banyak wanita yang meninggal karena stroke. Risiko stroke

pria 1,25 lebih tinggi dan pada wanita. Tetapi serangan stroke pada pria terjadi di usia

lebih muda sehingga tingkat kelangsungan hidup lebih tinggi. Sementara, wanita lebih

berpotensi terserang stroke pada usia lanjut hingga kemungkinan meninggal karena

penyakit itu lebih besar.

Keturuan, sejarah stroke dalam keluarga

Stroke juga terkait dengan keturunan. Faktor genetik yang sangat berperan antara

lain adalah tekanan darah tinggi, penyakit jantung diabetes dan cacat pada bentuk

pembuluh darah. gaya dan pola hidup keluarga dapat mendukung risiko stroke. Cacat

pada bentuk pembuluh darah (cadasil) mungkin merupakan faktor genetik yang paling

berpengaruh dibandingkan faktor risiko stroke lainnya.

2. Faktor Risiko Terkendali

Adapula faktor risiko yang sebenarnya dapat disembuhkan dengan bantuan obat-obatan

atau perubahan hidup. Beberapa faktor risiko tersebut, antara lain:

Hipertensi

Hipertensi merupakan faktor risiko utama yang menyebabkan pengerasan dan

penyumbatan arteri. Penderita hipertensi memiliki faktor risiko stroke empat hingga

14

enam kali lipat dibandingkan orang yang bebas hipertensi. Sekitar 40-90% penderita

stroke ternyata mengidap hipertensi sebelum terkena stroke. Secara medis, tekanan darah

di atas 140/90 tergolong dalam penyakit hipertensi. Oleh karena dampak hipertensi pada

keseluruhan risiko stroke menurun seiring dengan pertambahan umur. Pada orang berusia

lanjut, faktor lain di luar hipertensi berperan lebih besar terhadap risiko stroke. Pada

seorang yang tidak menderita hipertensi, risiko stroke meningkat terus hingga usia 90,

menyamai risiko stroke pada seorang yang menderita hipertensi. Sejumlah penelitian

menunjukkan, mengontrol hipertensi dalam jangka waktu lama dengan obat-obatan anti

hipertensi dapat mengurangi risiko stroke sebesar 38% dan pengurangan angka kematian

akibat stroke sebesar 40%. Contoh terbaik obat anti hipertensi yang efektif dalam

mengontrol hipertensi adalah hydrochlorothiazide.

Penyakit jantung

Faktor risiko berikutnya adalah penyakit jantung (terutama, atrial fibrilation)

yakni penyakit jantung dengan denyut tidak teratur di bilik kiri atas. Denyut jantung di

atrium kiri mencapai empat kali lebih cepat dibandingkan di bagian-bagian jantung

lainnya. Ini akan menyebabkan aliran darah menjadi tidak teratur dan secara insidental

membentuk gumpalan darah. Gumpalan gumpalan yang kemudian mencapai otak

menyebabkan stroke. Pada seorang yang berusia di atas 80 tahun, atrial fibrilation

merupakan penyebab utama kematian pada 1 dan 4 penderita stroke.

Penyakit jantung lainnya adalah cacat pada bentuk katup jantung (mitral valve stenosis)

atau (mitral valve calcification). Juga cacat pada bentuk otot jantung, misal: PFO (patent

foramen ovale) atau lubang pada dinding jantung yang memisalkan kedua bilik atas.

Secara alami, gumpalan dalam darah biasanya disaring dalam paru-paru. Karena

berlubang, dinding jantung yang dapat meloloskan gumpalan darah tidak melalui paru-

paru, melainkan langsung ke pembuluh otak tersebut dapat menyebabkan stroke. Cacat

katup jantung lainnya adalah ASA (atrial septal aneurysm) atau cacat bentuk kongenital

(sejak lahir) pada jaringan jantung, yakni penggelembungan dinding jantung ke arah

salah satu biliknya. PFO dan ASA yang sering terjadi bersamaan itu mampu

meningkatkan risiko stroke. Masih terdapat dua cacat bentuk jantung yang nampak

memperbesar risiko stroke tanpa penyebab kentara. Pertama, pembesaran atrial kiri bilik

jantung kiri menyebabkan irama jantung menjadi pincang. Ventricular hypertrophy di

15

bagian kiri, di mana dinding kamar jantung kiri yang lebih tebal tersebut menyebabkan

pemompaan darah kurang elastis.

Faktor lain dapat terjadi pada pelaksanaan operasi jantung yang berupaya memerbaiki

cacat bentuk jantung. Tanpa diduga, plak yang dapat terlepas dan dinding aorta (batang

nadi jantung) tersebut hanyut mengikuti aliran darah ke leher dan otak yang kemudian

menyebabkan stroke.

Diabetes

Penderita diabetes memiliki risiko tiga kali lipat terkena stroke dan mencapai

tingkat tertinggi pada usia 50-60 tahun. Setelah itu, risiko tersebut akan menurun. Namun

terdapat faktor penyebab lain yang dapat memerbesar risiko stroke. Karena umumnya,

sekitar 40% penderita diabetes juga mengidap hipertensi.

Kadar kolesterol darah

Penelitian menunjukkan, makanan kaya lemak jenuh dan kolesterol seperti

daging, telur, dan produk susu dapat meningkatkan kadar kolesterol dalam tubuh dan

berpengaruh pada risiko aterosklerosis dan penebalan pembuluh. Kadar kolesterol di

bawah 200 mg/dl dianggap aman, sedangkan di atas 240 mg/dl sudah berbahaya dan

menempatkan seorang pada risiko terkena penyakit jantung dan stroke.

Memperbaiki tingkat kolesterol dengan menu makan sehat dan olahraga teratur dapat

menurunkan risiko aterosklerosis dan stroke. Dalam kasus tertentu, dokter dapat

memberikan obat penurun kolesterol.

Merokok

Merokok merupakan faktor risiko stroke yang sebenarnya paling mudah diubah.

Perokok berat menghadapi risiko lebih besar dibandingkan perokok ringan. Terlepas dan

faktor risiko yang lain, merokok mampu melipat-ganda risiko stroke iskemik dan

meningkatkan risiko subaraknoid hemoragik hingga 3,5%. Merokok adalah penyebab

nyata penyakit stroke yang banyak terjadi pada usia dewasa ketimbang tengah baya atau

lebih tua. Sesungguhnya risiko stroke dapat menurun seketika, setelah berhenti merokok

dalam periode 2-4 tahun. Perlu diketahui, merokok memicu produksi fibrinogen (faktor

penggumpal darah) yang merangsang timbulnya aterosklerosis. Pada penderita karena

merokok, kerusakan akibat stroke jauh lebih parah. Karena dinding bagian dalam

(endothelial) pada sistem pembuluh darah otak (serebrovaskular) biasanya telah

16

melemah. Hal mi menyebabkan kerusakan lebih besar pada otak saat menapaki tahapan

stroke kedua.

Alkohol berlebihan

Secara umum, meningkatnya konsumsi alkohol selalu disertai dengan

meningkatnya tekanan darah yang mengarah pada peningkatan risiko stroke iskemik dan

hemoragik. Konsumsi alkohol yang tidak berlebihan dapat mengurangi daya

penggumpalan platelet dalam darah, seperti halnya aspirin. Dengan demikian, konsumsi

alkohol yang cukup justru dianggap dapat melindungi tubuh dan bahaya stroke iskemik.

The New England Journal of Medicine (edisi 18 November 2000) melaporkan:

“Physicians Health Study telah memantau, bahwa 22.000 pria yang selama 12 tahun

mengonsumsi alkohol sekali sehari terbukti mengalami penurunan risiko stroke.” Klaus

Berger M.D. (Brigham and Women’s Hospital, Boston) pula menemukan manfaat

alkohol bila dikonsumsi seminggu sekali. Akan tetapi realitasnya, disiplin penggunaan

manfaat alkohol dalam konsumsi sangat sulit dikendalikan dan efek sampingnya justru

lebih berbahaya. Penelitian lain pula menyimpulkan: “Dengan mengonsumsi alkohol

secara berlebihan dapat memengaruhi jumlah platelet yang mengarah pada kekentalan

dan penggumpalan darah. Alhasil, hal ini akan menyebabkan pendarahan di otak dan

meningkatkan risiko stroke iskemik.

Obat-obatan terlarang

Penggunaan obat-obatan terlarang seperti kokain dan senyawa olahannya dapat

menyebabkan stroke, di samping memicu faktor risiko lain seperti hipertensi, penyakit

jantung dan pembuluh darah. Kokain juga meyebabkan gangguan atau mempercepat

denyut jantung (arrythmias). Obat-obatan tersebut menyebabkan pembentukan gumpalan

darah. Diakui bahwa marijuana mampu mengurangi tekanan darah dan apabila

berinteraksi dengan faktor risiko lain, seperti hipertensi dan merokok, akan menyebabkan

tekanan darah naik turun dengan cepat. Keadaan ini berpotensi merusak pembuluh darah.

Cedera kepala dan leher

Cedera pada kepala dapat menyebabkan pendarahan di dalam otak. Kerusakannya

pun sama seperti pada stroke hemoragik. Cedera pada leher, apabila terkait dengan

robeknya tulang punggung atau pembuluh carotid — akibat peregangan atau pemutaran

leher secara berlebihan atau karena tekanan pada pembuluh merupakan penyebab stroke

yang cukup signifikan, terutama pada seorang berusia muda.

17

Infeksi

Infeksi virus dan bakteri yang dapat bergabung dengan faktor risiko lain tersebut

memicu terjadinya stroke. Secara alamiah, sistem kekebalan tubuh biasanya melakukan

perlawanan terhadap infeksi yang meningkatkan peradangan dan menangkal infeksi pada

darah. Sayangnya, reaksi kekebalan ini meningkatkan faktor penggumpalan darah yang

justru memicu risiko stroke embolik-iskemik.

Anatomi dan Fisiologi

Otak merupakan organ yang paling aktif secara metabolik dalam tubuh, dengan

ukurannya yang hanya 2% dari massa tubuh, membutuhkan 15-20% dari curah jantung untuk

menyediakan glukosa dan oksigen untuk keperluan metabolisme.3

Pengetahuan tentang anatomi arteri serebrovaskular dan wilayah yang diperdarahinya,

sangat berguna dalam menentukan pembuluh darah yang terlibat pada kasus stroke akut. Pola

atipikal yang tidak sesuai dengan distribusi pembuluh darah, dapat menunjukkan diagnosis selain

stroke iskemik.3

Secara garis besar otak besar (cerebrum) dibagi menjadi 2 hemisfer yang masing-masing

terbagi menjadi beberapa lobus antara lain lobus frontalis, lobus parietalis, lobus oksipitalis dan

lobus temporalis. Lobus frontalis sangat banyak berhubungan dengan fungsi luhur dan kognitif

serta pusat bicara motorik. Pada keadaan stroke, daerah yang sering terkena adalah pusat bicara

motorik maka gejala yang didapat berupa gangguan bicara motorik (afasia motorik/broca). Lobus

temporalis berhubungan dengan pusat bicara sensoris, gejala yang didapat adalah afasia sensorik.

Lobus parietalis merupakan pusat sensorik tubuh, pada stroke gejala yang didapat terkena lobus

ini adalah gangguan sensoris dan bisa juga timbul rasa nyeri. Lobus oksipitalis adalah pusat

penglihatan, bila daerah ini terkena pasien mengalami buta sentral. Selain otak besar ada otak

kecil (cerebellum) yang berfungsi mengatur keseimbangan dan pusat koordinas gerak.5

Distribusi Arteri

Hemisfer otak diperdarahan oleh 3 pasang arteri utama yaitu a. cerebri anterior, a.

cerebri media, dan a. cerebri posterior.

Otak memperoleh darah melalui dua sistem yakni sistem karotis (arteri karotis interna

kanan dan kiri) dan sistem vertebral. Arteri karotis interna masuk ke rongga tengkorak melalui

kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosum, mensuplai arteri oftalmika untuk nervus

optikus dan retina, dan bercabang dua menjadi arteri serebri anterior dan arteri serebri media. 3

18

Anterior Cerebral Artery (ACA) memperdarahi bagian medial lobus frontal dan parietal dan

bagian anterior dari ganglia basal dan kapsula interna anterior. 3

Middle Cerebral artery (MCA) memperdarahi bagian lateral lobus frontal dan parietal,

serta bagian anterior dan lateral lobus temporal, dan menimbulkan perforantes cabang ke globus

pallidus, putamen dan kapsula interna.3

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri

subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis tranversalis di kolumna vertebralis servikal,

masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-masing

sepasang arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu arteri

basilaris, dan setelah mengeluarkan 3 kelompok cabang arteri, pada tingkat mesensefalon, arteri

basilaris berakhir sebagai sepasang cabang.3

Posterior Cerebral Artery (PCA) memperdarahi talamus dan batang otak dan cabang-

cabang kortikal ke lobus temporal medial dan posterior dan lobus oksipital. Cerebellum

diperdarahi Posterior Inferior Cerebellar Artery (PICA) cabang dari arteri vertebralis, dan bagian

superior oleh arteri cerebellaris superior, dan anterolateral oleh Anterior Inferior Cerebllar Artery

(AICA) dari basilar Artery. 3

Gambar I. MCA (merah) memasok aspek lateral dari belahan otak, termasuk parietal frontal

lateral, dan lobus temporal anterior, insula dan ganglia basal. ACA (biru) memasok lobus frontal

dan parietal medial. PCA (hijau) memasok lobus temporal dan oksipital talamus dan inferior.

Arteri Choroidal anterior (kuning) memasok tungkai posterior kapsul internal dan bagian dari

hippocampus memperluas ke permukaan anterior dan superior dari tanduk oksipital ventrikel

lateral. Gambaran Suplai Pendarahan Otak. 3

Darah vena dialirkan dari otak melalui 2 sistem: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena Galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak

dipermukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus

basalis laterales, dan seterusnya melalui vena-vena jugularis dicurahkan menuju ke jantung. 3

19

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris

terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah

di otak (ADO) dipengaruhi terutama 3 faktor. 3

tekanan untuk memompa darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena

tahanan (perifer) pembuluh darah otak.

viskositas darah dan koagulobilitasnya (kemampuan untuk membeku). 1-3

Circle of willis 10

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis stroke pencitraan CT-Scan yang merupakan pemeriksaan

baku emas (gold standart). Mengingat bahwa alat tersebut saat ini hanya dijumpai di kota

tertentu, maka dalam menghadapi kasus dengan kecurigaan stroke, langkah pertama yang

ditempuh adalah menentukan lebih dahulu apakah benar kasus tersebut kasus stroke, karena

abses otak, tumor otak, infeksi otak, trauma kepala, juga dapar memberikan kelainan neurologis

yang sama, kemudian menentukan jenis stroke yang dialaminya. Dengan perjalanan waktu,

gejala klinis stroke dapat mengalami perubahan.

20

Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragik atau non hemoragik, antara

keduanya dapat ditentukan berdasar:

1. Anamnesis

Langkah ini tidak sulit karena memang stroke sebagai penyebabnya, maka sesuai dengan

definisinya, kelainan saraf yang sada timbulnya secara mendadak. Bila sudah ditetapkan

sebagai penyebab adalah stroke, maka langkah berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut

termasuk jenis yang mana, stroke hemoragis atau stroke non hemoragis.

Untuk keperluan tersebut, pengambilan anamnese harus dilakukan seteliti mungkin.

Berdasarkan hasil anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis

pada tabel dibawah ini.

Tabel perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan anamnesis

Gejala Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Onset atau awitan Mendadak Mendadak

Saat onset Sedang aktif Istirahat

Peringatan - +

Nyeri kepala +++ +/-

Kejang + -

Muntah + -

Penurunan kesadaran +++ +/-

2. Pemeriksaan klinis neurologis

Pada Pemeriksaan ini dicari tanda-tanda yang muncul, bila dibandingkan antara keduanya

akan didaptkan hasil sebagai berikut:

Tabel perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan tanda-tandanya

Tanda Stroke hemoragik Stroke Infark

Bradikardi ++(dari awal) +/- (hari ke 4)

Udem papil Sering -

Kaku kuduk + -

Tanda kernig, brudzinky ++ -

21

3. Algoritma dan penilaian skor stroke

Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan:

a. Siriraj Stroke Scale

Original Score:

(0,80xS)+(0,66xM)+(0,66xN)+(0,33xD)-(0,99xA)-3,71

Simplified Score:

(2,5xS)+(2xM)+(2xN)+(0,1xD)-(3xA)-12

Keterangan:

Derajat kesadaran (S) : 

0 --> kompos mentis

1 --> somnolen, mengantuk

2 --> sopor/koma

Muntah (M)                    : 

0 --> tidak ada

1 --> ada

Diastolik (D)                 :

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Nyeri Kepala (N)          : (dalam 2 jam)

0 --> tidak ada

1 --> ada

Ateroma                       :

0 --> tidak ada

1 --> salah satu atau lebih

Tanda stemma: anamnesis DM, angina, claudicatio intermitten

Tanda meningeal

Tanda Babinski

Anamnesis hipertensi

Riwayat stroke sebelumnya

22

Penyakit jantung

Interpretasi:

Skor <1          : Perdarahan supratentorial

Skor >1          : Infark serebri

Skor -1 s/d 1   : Meragukan

b. Algoritma Stroke Gadjah Mada

4. Pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu

Pemeriksaan Stroke hemoragik Stroke non hemoragik

Funduskopi Perdarahan retina dan Crossing phenomen silver

23

korpus vitreum wire arteries

Pungsi lumbal Meningkat, merah Normal jernih

Arteriografi Ada shift Oklusi

CT scan

MRI

Jenis stroke Interval antara onset

dan pemeriksaan CT

Scan

Temuan pada CT Scan

Infark <24 jam Efek masa dengan pendataran gyrus yg ringan

atau penurunan ringan densitas substansia alba

dan substansia grisea

24-48 jam Didapatkan area hipoden (hitam ringan sampai

berat)

3-5 hari Terlihat batas area hipoden yang menunjukkan

adanya cytotoxic edem dan mungkin didapatkan

efek masa

6-13 hari Daerah hipoden lebih homogen dengan batas

tegas dan didapatkan penyangatan pada

pemberian kontras

14-21 hari Didapatkan fogging effect (daerah infark menjadi

lebih isoden seperti daerah sekelilingnya tetapi

dengan pemberian kontras didapatkan

penyangatan)

>21 hari Area hipoden lebih mengecil dengan batas yang

jelas dan mungkin pelebaran ventrike ipsi lateral

Hemoragik 7-10 hari pertama Lesi hiperdens (putih) tak berarturan dikelilingi

oleh area hipodens (edema)

11 hari-2 bulan Menjadi hipodens dengan penyangatan

disekelilingnya (peripheral ring enhancement)

merupakan deposisi hemosiderin dan pembesaran

homolateral ventrikel

24

2 bulan Daerah isodens (hematoma besar dengan defek

hipodens)

Stroke Iskemik

Etiologi

Ada beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya stroke non hemorrhagic, antara lain:

1. Aterosklerosis

Terbentuknya aterosklerosis berawal dari endapan ateroma (endapan lemak) yang

kadarnya berlebihan dalam pembuluh darah. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-

macam manifestasi klinis dengan cara:

Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.

Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus

Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli

Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih

tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

2. Emboli

Benda asing yang tersangkut pada suatu tempat dalam sirkulasi darah. Biasanya benda

asing ini berasal dari trombus yang terlepas dari perlekatannya dalam pembuluh darah

jantung, arteri atau vena.

3. Infeksi

Peradangan juga dapat menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang

menuju otak. 1,3-5

4. Hipotensi (penurunan aliran darah serebral)

Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya aliran darah ke

otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke bisa terjadi jika hipotensi ini

sangat parah dan menahun. Selain faktor-faktor diatas, penyebab lain bisa karena viskositas

darah, sistem pompa darah dan penyakit jantung (penyakit jantung katup, miocard infark,

penyakit jantung ischemic. 1,3-5

Patofisiologi

Stroke non hemorragik adalah stroke yang biasanya disebabkan karena adanya sumbatan

pada pembuluh darah otak yang dapat berupa emboli maupun kalsifikasi ditambah dengan

kerusakan vaskuler oleh lipid. Sumbatan ini menyebabkan terjadinya edema di daerah yang

mengalami iskemik berupa edema vasogenik. Stroke jenis ini paling banyak disebabkan oleh

25

emboli ekstrakranial atau thrombosis intracranial. Namun dapat juga disebabkan oleh penurunan

aliran darah serebri. 1,2,4

Lesi intrinsik parenkim otak disebabkan oleh gangguan suplai darah otak yang persisten,

biasanya baik oleh blokade pembuluh darah yang memberikan suplai (arterial) atau yang lebih

jarang oleh hambatan aliran vena yang menyebabkan statis darah di otak, dengan gangguan

penghantaran oksigen dan nutrient.

Sistem saraf pusat memiiki kebutuhan energi yang sangat tinggi yang hanya dapat

dipenuhi oleh suplai substrat metabolik yang terus menerus dan tidak terputus. Pada keadaan

normal, energi tersebut semata-mata berasal dari metabolisme aerob glukosa. Otak tidak

memiliki persediaan energi untuk digunakan saat terjadi potensi gangguan penghantaran substrat.

Jika tidak medapat oksigen dan glukosa dalam jumlah cukup, fungsi neuron akan menurun dalam

beberapa detik.

Sejumlah energi yang berbeda dibutuhkan agar jaringan otak tetap hidup (intak secara

struktural) dan untuk membuatnya tetap berfungsi. Kebutuhan aliran darah minimal untuk

memelihara strukturnya adalah sekitar 5-8ml per 100g per menit (pada jam pertama iskemia).

Sebaliknya, kebutuhan aliran darah minimal untuk berlanjutnya fungsi adalah 20 ml per 100gr

per menit. Karena itu dapat terlihat adanya defisit neurologis tanpa kematian jaringan. Jika aliran

darah yang terancam kembali pulh dengan cepat, seperti pada trombolisis spontan atau secara

terapeutik, jaringan otak tidak rusak dan kembali berfungsi seperti sebelumnya. Hal ini

merupakan rangkaian kejadian pada Trancient Ischemic Attack (TIA), yang secara klinis

didefinisikan sebagai defisit neurologis sementara dengan durasi tidak lebih dari 24 jam. Delapan

puluh persen dari seluruh TIA berlangsung sekitar 30 menit. Manifestasi klinis tergantung pada

teritori vaskular otak tertentu yang terkena. TIA pada teritori arteri serebri media sering

ditemukan; pasien mengeluh parastesia dan defisit sensorik kontralateral sementara, serta

kelemahan kontralateral sementara. Serangan ini kadang sulit dibedakan dari kejang epileptik

fokal. Iskemia pada teritori vertebrobasiler, sebaliknya menyebabkan tanda dan gejala batang

otak sementar, termasuk vertigo.

Defisit neurologis akibat iskemia kadang-kadang dapat berkurang meskipun telah

berlangsung lebih dari 24 jam; pada kasus-kasus tersebut bukan disebut sebagai TIA, tetapi

PRIND (Prolonged reversible ischemic neurological defisit).

Jika hipoperfusi menetap lebih lama daripada yang dapat ditoleransi oleh jaringan otak,

terjadi kematian sel. Stroke iskemik tidak reversible. Kematian sel dengan kolap sawar darah

26

otak mengakibatkan influks cairan ke dalam jaringan otak yang infark (Edema serebri yang

menyertai). Dengan demikian infark dapat mulai membengkak dalam, beberapa jam setelah

kejadian iskemik, membengkak maksimal dalam beberapa hari kemudian, dan kemudian

perlahan-lahan mengecil.

Pada pasien dengan infark yang luas dengan edema luas yang menyertai, tanda klinis

hipertensi intrakranial yang mengancam jiwa seperti sakit kepala, muntah, dan gangguan

kesadaran harus diamati dan diterapi dengan sesuai.

Sebagai kelanjutan infark, jaringan otak yang mati mengalami likuefaksi dan diresorpsi.

Yang tersisa adalah ruang kistik yang berisi cairan serebrospinal, kemudian mengandung

beberapa pembuluh darah dan jalinan jaringan ikat, disertai perubahan glial reaktif (astrogliosis)

di parenkim sekitar. Tidak ada jaringan parut yang terbentuk pada keadaan ini.

Iskemia menyebabkan hipoksia sel dan menipisnya adenosin trifosfat selular (ATP).

Tanpa ATP, hasil kegagalan energi dalam ketidakmampuan untuk mempertahankan gradien ion

melintasi membran sel dan depolarisasi sel. Dengan masuknya ion natrium dan kalsium dan pasif

inflow air ke dalam sel, hasil edema sitotoksik. Infark merukan kematian jaringan akibat influx

Ca2+ dan pelepasan radikal bebas kerana terjadi suplai O2 ke jaringan terhambat. Bila jaringan

otak kekurangan O2, akan terjadi pelunakan dan edema baik intrasel maupun ekstrasel. 1-4

Umbra dan penumbra

Pada daerah otak yang mengalami infark kita akan menemukan daerah yang disebut

Umbra (daerah sel neuronnya sudah mati dan dikenali sebagai daerah infark) dan Penumbra

(daerah yang neuronnya masih setengah hidup dan setengah mati dipanggil pre-infark). Sebuah

oklusi vaskular akut menghasilkan daerah heterogen iskemia di wilayah pembuluh darah yang

terkena.3

Daerah otak dengan penurunan ADO dari 10 mL/100g jaringan / menit disebut secara

kolektif sebagai inti, dan sel-sel ini diduga mati dalam beberapa menit dari onset stroke.3

Zona perfusi menurun atau marjinal (ADO (CBF) <25 mL/100g jaringan / menit) secara

kolektif disebut penumbra iskemik. Jaringan dalam penumbra dapat bertahan hidup selama

beberapa jam karena perfusi jaringan marjinal.3

Iskemik kaskade

27

Pada tingkat sel, neuron iskemik menjadi depolarized sebagai ATP habis dan membran

ion-sistem transportasi gagal. Masuknya kalsium sehingga menyebabkan pelepasan sejumlah

neurotransmitter, termasuk sejumlah besar glutamat, yang pada gilirannya mengaktifkan N-

metil-D-aspartat (NMDA) dan reseptor rangsang lainnya pada neuron lainnya. Neuron ini

kemudian menjadi depolarized, menyebabkan masuknya kalsium lebih lanjut, pelepasan

glutamat lebih lanjut, dan amplifikasi lokal. Masuknya sejumlah besar kalsium juga

mengaktifkan berbagai enzim degradatif yang menyebabkan kerusakan membran sel dan struktur

saraf penting. 3

Radikal bebas, asam arakidonat, dan oksida nitrat dihasilkan oleh proses ini, yang

menyebabkan kerusakan saraf lebih lanjut. 3

Iskemia juga langsung menyebabkan disfungsi pembuluh darah serebral, dengan merusak

blood brain barrier / sawar darah otak yang terjadi dalam 4-6 jam setelah infark. Rusaknya

blood brain barrier menyebabkan masuknya protein dan air ke dalam ruang ekstraseluler, yang

menimbulkan edema vasogenic. Edema Vasogenic menghasilkan pembengkakan otak dan efek

massa yang mencapai puncaknya setelah 3-5 hari dan akan menghilang selama beberapa minggu

berikutnya dengan adanya resorpsi air dan protein.3

Dalam beberapa jam ke hari setelah stroke, gen-gen tertentu yang diaktifkan, yang

mengarah pada pembentukan sitokin dan faktor lain yang, pada gilirannya, menyebabkan

peradangan lebih lanjut dan menimbulkan microcirculatory. 3

28

Diagnosis

Diagnosis stroke ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pmeriksaan

penunjang. Anamnesis dan pemeriksaan fisik menunjukkan gejala defisit neurologik secara

mendadak tanpa trauma otak dan terdapat faktor resiko gangguan aliran darah otak. Dan

pemeriksaan penunjang seperti CT scan yang sangat berguna pada fase akut dan dapat ditunjang

dengan pemeriksaan angiografi serebri. Dan pemeriksaan laboratorium untuk melihat faktor

resiko dan penyakit yang diderita pasien, dan menentukan terapi. 1-4

Gejala utama stroke ischemic akibat trombosis cerebri adalah timbulnya defisit

neurologik yang mendadak, didahului dengan gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun

pagi dengan kesadaran yang menurun. 1-4

Tipe manisfestasi klinis dan arteri yang terkena.12

29

Penatalaksanaan Stroke iskemik akut5

Prosedur diagnostik untuk menentukan penentuan terapi

Diagnosis dini untuk menentukan klasifikasi stroke sangat penting sehingga

penatalaksanaan stroke dapat diberikan dengan tepat. Perlu dibuat penilaian tentang hasil

pemeriksaan Fisik dan neurologis, dengan bantuan pemeriksaan penunjang untuk menentukan

prosedur terapi dan pencegahan sekunder.

a. CT scan tanpa kontras dapat membedakan stroke iskemik, perdarahan intraserebral dan

perdarahan subarachnoid. Pemeriksaan ini sudah harus dilakukan sebelum terapi spesifik

diberikan.

b. EKG sangat perlu karenan insiden penyakit jantung misalnya atrial fibrilasi, MCI cukup

tinggi pada pasien-pasien stroke.

30

c. Ultrasound: Doppler ekstra maupun intrakranial dapat menentukan adanya stenosis atau

oklusi, keadaan kolateral atau rekanalisasi. Juga dapat dimintakan pemeriksaan ultrassound

khusus (echocardiac) misalnya transthoracic atau transesophageal echocardiografi jika

diperlukan untuk mencari sumber trombus sebagai etiologi stroke.

d. Pemeriksaan Laboratorium:

Pemeriksaan darah rutin:

Darah perifer lengkap dan hitung platelet

INR, APTT

Serum elektrolit

Gula darah

CRP dan LED

Fungsi hati dan fungsi ginjal

Pemeriksaan khusus atau indikasi

Protein C, S, AT III

Cardiopilin antibodies

Homocystein

Vasculitis-screening (ANA, LUPUS AC)

CSF

Penatalaksanaan stroke dapat dibedakan menjadi 2 bagian besar yaitu:

A. Penatalaksanaan umum dan monitoring

Segera setelah penderita tiba di ruang gawat darurat (UGD), pertama kali yang harus

diperiksa komplikasi potensial yang akan mengancam nyawa, dengan titik berat pemeriksaan

pada keadaan jalan nafas, fungsi pernafasan dan sirkulasi.

Observasi klinik yang teratur untuk memonitoring gangguan pernafasan, fungsi sirkulasi

dan komplikasi akibat efek desak ruang. Status neurologi penderita sebaiknya dimonitor

menggunakan skala neurologi yang sudah divalidasi, misalnya NIH stroke scale,

scandinavian stroke scale, glasgow coma scale atau yang lainnya.

Elektrokardiografi (EKG)

31

EKG monitoring dianjurkan karena faktor resiko sekunder yang mengancam atau adanya

aritmia sebelum serangan stroke dan untuk menilai atrial fibrilasi sebagai sumber emboli.

EKG monitoring dianjurkan selama 48 jam pertama terutama pada penderita stroke dengan:

- Riwayat aritmia atau penyakit jantung

- Tekanan darah yang tidak stabil

- Gambaran klinik ada gagal jantung

- Baseline EKG abnormal

- Infark yang meliputi daerah insular

Tekanan Darah

Tekanan darah sering meningkat setelah serangan stroke. Tekanan darah tetap

dipertahankan tinggi pada infark iskemik untuk menjaga perfusi dari kolateral, sumbatan

pembuluh darah, dan untuk memberikan aliran darah yang cukup adekuat bagi daerah

penumbara yang kritis karena autoregulasi CBF yang terganggu. Tekanan darah perlu

diturunkan pada keadaan stroke perdarahan, pada kondisi kardiologis atau keadaan lain.

Hipotensi perlu diperbaiki dengan pemberian cairan atau obat vasopressor.

Rekomendasi :

- Tidak dianjurkan menurunkan tensi, kecuali untuk keadaan ekstrim yaitu:

Stroke iskemi : Sistolik > 220 mmHg, atau diastolik 120 mmHG

Stroke perdarahan > 180 mmHg, dan diastolik 105 mmHg

- Terapi antihipertensi dianjurkan segera diberikan pada keadaan stroke dengan gagal

jantung, diseksi aorta, MCI akut, gagal ginjal akut (ARF), pemberian terapi trombolisis

atau heparin i.v. Tekanan darah sistolik harus dibawah 180 mmHg.

- Penurunan tekanan darah tidak boleh drastis. Antihipertensi yang dianjurkan yaitu

captopryl 6,25- 12,5 mg/ 6,25-25 mg per oral ARB (Angiotensin reseptor bloker) per

oral, klonidin 0,1-0,2 mg/oral; labetolol 20-80 mg iv, Nikardipin 5-15mg/jam iv,

Ditialzim 5-40 mg/kg/ menit, Esmolol 200-500 ug/kg/menit, hindari kalsium antagonis

terutama nifedipin.

Fungsi Pernafasan

Fungsi pernafasan dan jalan nafas atau O2 darah jika memungkinkan dimonitor dengan

alat pulse oxymetri terutama untuk pasien-pasien dengan stroke batang otak, infark, MCA

luas yang mempunyai risiko insuffisiensi pernafasan karena hipoventilasi, obstruksi jalan

32

nafas dan aspirasi. Oksigenisasi adekuat mungkin sangat diperlukan untuk memperbaiki

metabolisme di daerah penumbra. Oksigen diberikan via nasal tube 2-4 ltr/menit. Intubasi

dianjurkan pada keadaan potensial reversible insufiensi pernafasan.

Metabolisme Glukosa

Gula darah harus dimonitor secara teratur, karena penyakit diabetes yang diderita

sebelum stroke akan memperberat kondisi stroke akut, dan hiperglikemia akan memperburuk

outcome. Hipoglikemia juga memperburuk outcome klinik menyerupai infark serebri.

Rekomendasi:

- Cegah hiperglikemia

- Terapi hiperglikemia >10 mmol/L (> 200 mg/dl) dengan insulin reguler (sliding scale)

- Terapi hipoglikemia <50 mg/dl (2,5 mmol/L) dengan infus dextrose 10-20 %

Cairan dan Elektrolit

Cairan dan elektrolit harus ketat dimnitor dan dikoreksi untuk mencegah gangguan

volume plasma, meningkatnya hematokrit, dan gangguan reologi darah. Larutan Hipotonik

kontraindikasi karena edema serebri akan meningkat sehingga osmolaritas plasma berkurang

atau menurun.

Regulasi Suhu Tubuh

Demam akan mempengaruhi outcome stroke karena secara ekperimental demam akan

memperluas jaringan infark

Rekomendasi:

- Atasi suhu tubuh > 37,5 derajat celcius dengan obat antipiretika, paracetamol 500 mg

- Berikan antibiotika pada kasus-kasus infeksi

B. Penatalaksanaan Khusus

Ada berbagai jenis penatalaksanaan khusus antara lain :

Terapi rekanalisasi

a. Thrombolys: rtPA, Streptokinase, pro-urikonase

b. Antithrombotic therapy

- Heparin dan heparinoids

LMWH

Nadropin Ca dengan dosis 0,1 ml/kgBB 2x0,4 cc subcutan selama 5-7 hari,

monitoring trombosis hari ke 1 dan ke 3 (jika < 100.000 tidak diberikan)

33

- Platelet inhibitors

ASA dosis 80-1200 mg, diberikan setelah 48 jam serangan stroke

Clopidrogel

Dosis: 75 mg

Cara pemberian: 75 mg per oral per hari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosin difosfat, thyenopyridine

Efek samping: rash, diare, iritasi gastrointestinal, perdarahan gastrointestinal,

purpura trombotik trombositopenia

Ticlopidin

Dosis: 500 mg

Cara pemberian: 250 mg per oral, 2x per hari

Mekanisme kerja: antiplatelet, inhibisi reseptor adenosin difosfat, thyenopyridine

c. Neuroprotectans

d. Haemodilution

Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial

Perdarahan spontan yaitu nontraumatik pada parenkim otak (perdarahan intrasereblar)

atau kompartmen meningeal disekitarnya (perdarahan sub arachnoid) berperan pada 15-20%

stroke klinis, menurut istilah yang lebih halus. Meskipun sakit kepala dan gangguan kesadaran

lebih sering terjadi pada perdarahan intrakranial daripada infark serebri, kriteria klinis saja tidak

dapat membedakan stroke perdarahan dan stroke iskemik secara sahih. Prosedur diagnostik

pilihannya adalah CT.

Perdarahan Intraserebral

Perdarahan hipertensif

Etiologi

Penyebab tersering perdarahan intrakranial adalah hipertensi arterial. Peningkatan

tekanan darah patologis merusak dinding pembuluh darah arteri yang kecil, menyebabkan

mikroaneurisma (aneurisma charcot) yang dapat ruptur spontan. Lokasi predileksi untuk

perdarahan intraserebral hipertensif adalah ganglia basalis, talamus, nukleus serebeli, dan pons.

Substansia alba serebri yang dalam, sebaliknya, jarang terkena.

Manifestasi

34

Manifestasi perdarahan intraserebral bergantung pada lokasinya. Perdarahan ganglia

basalis dengan kerusakan kapsula interna biasanya menyebabkan hemiparesis kontralateral berat,

sedangkan perdarahan pons menimbulkan tanda-tanda batang otak.

Ancaman utama perdarahan intraserebral adalah hipertensi intrakranial akibat efek massa

hematoma. Tidak seperti infark, yang meningkatkan tekanan intrakranial secara perlahan ketika

edema sitotoksik yang menyertai bertambah berat, perdarahan intraserebral menaikkan tekanan

intrakranial secara sangat cepat. Ruptur intraventrikuler perdarahan intraserebral dapat

meyebabkan hidrosefalus, baik melalui obstruksi aliran ventrikuler dengan bekuan darah atau

dengan gangguan resorpsi LCS dari granulasiones arakhnoideae; jika ada, hidrosefalus makin

meningkatkan tekanan intrakranial. Di fossa posterior hampir tidak ada ruang kosong, sehingga

perdarahan intraparenkimal di bawah tentorium meningkatkan tekanan intrakranial secara cepat,

kemungkinan menyebabkan herniasi isi fosa posterior, baik ke atas melalui insisura tentori atau

ke bawah ke dalam foramen magnum. Karena itu perdarahan intraparenkimal di batang otak atau

serebelum memiliki prognosis yang jauh lebih buruk dibandingkan dengan perdarahan berukuran

sama di hemisfer serebri.8

Prognosis dan terapi

Jaringan otak di area perdarahan (kebalikan dengan infark) umumnya tidak rusak total,

jaringa otak yang hidup sering ditemukan di tengah darah yang mengalami ekstravasasi. Hal ini

menjelaskan mengapa defisit neurologis pasien biasanya pulih lebih cepat, ketika hematom

teresorpsi, daripada bila disebabkan stroke infark.9

Pengelolaan konservatif Perdarahan intra serebral

Pemberian anti perdarahan: epsilon aminocaproat 30-36 gr/hari, asam traneksamat 6x1 gr

untuk mencegah lisisnya bekuan darah yang sudah terbentuk tissue plasminogen. Evaluasi status

koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang mendapatkan heparin 100 mg dan

10 mg vitamin K intravena pada pasien yang mendapat warfarin dengan prothrombine time

memanjang.6

Perdarahan intraserebral non hipertensif

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh banyak penyebab selain hipertensi

arterial. Penyebab yang paling penting adalah malformasi arteriovenosus, tumo, aneurisma,

penyakit vaskular yang melipiti vaskulitis dan angiopati amiloid, kavernoma, dan obstruksi

35

aliran vena. Perdarahan intraserebral kemungkinan disebabkan oleh sesuatu selain hipertensi

arterial bila tidak terdapat di salah satu lokasi predileksi untuk perdarahan hipertensi, atau bila

pasien tidak menderita hipertensi arterial yang bermakna.

Perdarahan serebeli

Nuklei serebri terletak di dalam distribusi arteri superio serebeli. Salah satu cabang arteri

ini yang menyuplai nukleus dentatus, terutama rentan mengalami ruptur. Pada pasien yang

mengalami hipertensi, perdarahan dari pembuluh darah ini lebih sering terjadi daripada iskemik

pada teritorinya.

Perdarahan di regio ini sering menyebabkan efek massa akut di fossa posterior, dengan

semua akibat yang ditimbulkan (herniasi batang otak dan serebelum ke atas melalui insisura

tentorii dan ke bawah ke arah foramen magnum). Manifestasi klinisnya adalah sakit kepala

oksipital yang berat, mual, muntah, dan vertigo, umumnya disertai gaya berjalan yang tidak

stabil, disartia, dan kepala menoleh serta deviasi bola mata ke arah kontralateral lesi, Perdarahan

besar segera menimbulakn somnolen, strupor atau koma. Pada fase lanjut psien menunjukkan

spasme ekstensor, instabilitas hemodinamik, dan akhirnya gagal nafas, kecuali fossa posterior

dapat didekompresi secara operatif.

Perdarahan yang lebih kecil, terutama di hemisfer serebeli, menyebabkan manifestrasi

fokal yang meliputi ataksia ekstremitas, kecenderungan untuk terjatuh ke sisi lesi, dan deviasi

gaya jalan ke arah lesi. Manidfestasi ini tidak pulih sempurna bila nukleus serebeli profunda

mengalami kerusakan.

Penyebab lain perdarahan serebelar antara lain adalah rumptur malformasi arterio venous

atau aneurisma, dan perdarahan ke dalam tumor.

Pendarahan subarakhnoid

Aneurisma

Penyebab tersering pendarahan subarakhnoid spontan adalah ruptur aneurisma salah satu

arteri di dasar otak. Ada beberapa jenis aneurisma:

Aneurisma sakular (“berry”) ditemukan pada titik bifurkasio arteri intrakranial.

Aneurisma ini terbentuk pada lesi pada dinding pembuluh darah yang sebelumnya telah ada, baik

akibat kerusakan struktural (biasanya kongenital), maupun cedera akibat hipertensi. Lokasi

tersering aneurisma sakular adalah arteri komunikans anterior (40%), bifurkasio arteri serebri

media di fissura sylvii (20%), dinding lateral arteri karotis interna (pada tempat berasalnya arteri

36

oftalmika atau arteri komunikans posterior, 30%), dan basilar tip (10%). Aneurisma pada lokasi

lain, seperti pada tempat berasalnya PICA, segmen P2 arteri serebri posterior, atau segmen

perikalosal arteri serebri anterior, jarang ditemukan. Aneurisma dapat menimbulkan defisit

neurologis dengan menekan struktur di sekitarnya bahkan sebelum ruptur. Misalnya, aneurisma

pada arteri komunikans posterior dapat menekan nervus okulomotorius, menyebabkan paresis

nervus kranial ketiga (pasien mengalami diplopia).

Aneurisma fusiformis. Perbesaran pembuluh darah yang memanjang(“berbentuk

gelondong”) disebut aneurisma fusiformis. Aneurisma tersebut umumnya melibatkan segmen

intrakranial arteri karotis interna, trunkus utama arteri serebriu media dan arteri basilaris.

Struktur ini biasanya disebabkan oelh aterosklerosis dan/atau hipertensi, dan hanya sedikit yang

menjadi sumber perdarahan. Aneurisma fusiformis yang besar pada aretri basilaris dapat

menekan batang otak. Aliran yang lambat di dalam aneurisma fusiformis dapat mempercepat

pembentukan bekuan intra-aneurismal terutama pada sisi-sisinya, dengan akibat stroke embolik

atau tersumbatnya pembuluh darah perforans oleh perluasan trombus secara langsung.

Aneurisma ini biasanya tidak dapat ditangani secara pembedahan saraf, karena merupakan

pembesaran pembuluh darah normal yang memanjang, dibandingkan struktur patologis (seperti

aneurisma sakular) yang tidak memberikan kontribusi pada suplai darah serebral.

Aneurisma mikotik. Dilatasi aneurisma pembuluh darah intrakranial kadang-kadang

disebabkan oleh sepsis dengan kerusakan yang diinduksi oleh bakteri pada dinding pembuluh

darah. Tidak seperti aneurisma sakular dan fusiformis, aneurisma mikotik umumnya ditemukan

pada arteri kecil otak. Terapinya terdiri dari terapi infeksi yang mendasarinya. Aneurisma

mikotik kadang-kadang mengalami regresi spontan; struktur ini jarang menyebabkan perdarahan

subarakhnoid.

Perdarahan subarakhnoid nontraumatik akut

Perdarahan subarachnoid (SAH) nontraumatik biasanya disebabkan oleh ruptur spontan

aneurisma sakular, dengan aliran derah ke dalam ruang subarakhnoid.

Manifestasi. Gejala yang menunjukkan perdarahan subarakhoid adalah sakit kepala tiba-

tiba yang sangat hebat (“sakit kelpala terberat yang pernah dirasakan seumur hidup”). Iritasi

meningeal oleh darah subarakhnoid menyebabkan kaku kuduk(diagnosis banding:meningitis).

Kesadaran dapat terganggu segera atau dalam beberapa jam pertama. Kelumpuhan saraf kranial

dan tanda neurologis fokal dapat timbul, tergantung pada lokasi dan luas perdarahan. Skema

37

grading yang diajukan oleh Hunt dan Hess pada tahun 1986 masih berguna pada praktek klinis,

dan memberikan gambaran kasar pada prognosis pasien.

Evaluasi diagnostik. CT secara sensitif mendeteksi perdarahan subarakhnoid akut; tetapi

semakin lama interval antara kejadian akut dengan CT scan, semakin mungkin temuan CT scan

negatif. Jika SAH masih dicurigai pada gambaran CT scan normal, pungsi lumbal harus

dilakukan. Tindakan ini memungkinkan terlihatnya darah atau siderofag secara langsung pada

cairan serebrospinal.

Begitu diagnosis SAH ditegakkan, sumber perdarahan harus diidentifikasi. Hal ini hanya

dapat dilakukan secara tepat dengan digital subtraction angiography intraarteria, yang sebaiknya

hanya dilakukan jika pasien merupakan kandidat untuk tindakan operatif untuk clipping

aneurisma atau menutupnya dengan metode neuroradiologi intervensional. DSA menunjukkan

adanya aneurisma secara sahih dan mengilustrasikan hubungan spasialnya dengan pembuluh

darah sekitarnya. Keempat pembuluh darah besar yang menyuplai otak diperiksa dengan medium

kontras, karena sekitar 20% pasien dengan aneurisma memiliki lebih dari satu aneurisma

Grading perdarahan subarakhnoid menurut Hunt dan Hess

Grade Gambaran klinis

1 Asimptomatik atau sakit kepala ringan dan iritasi meningeal

2 Sakit kepala sedang atau berat (sakit kepala terberat seumur hidupnya) meningismus,

defisit saraf kranial (paresis nervus abdusens sering ditemukan)

3 Mengantuk , konfusi, tanda neurologis fokal ringan

4 Stupor, defisit neurologis berat

5 Koma, deseberasi

Terapi. Aneurisma dapat diterapi dengan operasi pembedahan saraf berupa penutupan

leher aneurisma dengan metal clip. Dengan demikian aneurisma terekslusi dari sirkulasi secara

38

permanen, sehingga tidak dapat berdarah lagi. Bentuk terapi ini adalah terapi definitif, tetapi

kerugiannya adalah terapi ini memerlukan operasi kepala terbuka (kraniotomi) dan manipulasi

pembedahan bedah saraf di sekitar dasar otak yang dapat menimbulkan komplikasi lebih lanut.

Pembedahan sebaiknya dilakukan dalam 72 jam pertama setalah pembedahan subarakhnoid.,

yaitu sebelum periode dengan resiko terbesar terjadinya vasospasme. Pembedahan dini diketahui

memperbaiki prognosis pasien dengan SAH grade 1, 2 dan 3 pada Hunt dan Hess. Tindakan ini

merupakan bentuk terapi terpenting untuk mencegah perdarahan ulang. Selain itu, bentuk terapi

yang lebih tidak invasif adalah mengisi aneurisma dengan metal coils (“coiling”, suatu prosedur

yang menjadi bidang neuroradiologi intervensional). Coil dihantarkan dari ujung kateter

angiografik khusus, yang dimasukkan secara transfemoral dan didorong hingga mencapaio

aneurisma. Coiling menghindari perlunya kraniotomi, tetapi mungkin tidak sereliabel obliterasi

aneurisma secara permanen.

Perjalanan klinis, prognosis dan komplikasi. Perdarahan subarakhnoid biasanya berhenti

secara spontan, kemungkinan karena terbendung oleh peningkatan intrakranial. Hanya pasien

dengan aneurisma yang telah berhenti berdarah yang dapat slamat dirujuk ke rumah sakit;

kematian pra-rumah sakit untuk SAH aneurismal sekitar 35 %.

Setelah kejadian akut, pasien menghadapi resiko tiga komplikasi yang berpotensi fatal:

Hidrosefalus

Vasospasme

Perdarahan ulang

Hidrosefalus (gangguan sirkulasi dan/atau resorpsi LCS), jika terjadi, timbul sangat cepat

setalah munculnya SAH. Hipertensi intrakranial yang disebabkannya sering menurunkan

kesadaran pasien dan juga dapat menimbulkan defisit neurologi fokal. Hidrosefalus dapat

diterapi scara efektif dengan drainase ventrikular eksternal. Drainase lumbal jarang digunakan.

Vasospasme terjadi beberapa hari kemudian, kemungkinan melalui efek zat vasoaktif

yang terkandung di dalam darah subarakhnoid yang mengalami ekstravasasi. Resiko vasospasme

dapat dikurangi dengan pengangkatan darah darah subarakhnoid sebanyak mungkin dengan

pembedahan, dan dengan hipertensi yang diinduksi secara terapeutik. Cara ini biasanya cukup

untuk mencegah perkembangan infark vasospastik, komplikasi yang sangat ditakuti. Vasospasme

adalah penghambat serius pada diagnosis dan terapi efektif perdarahan subarakhnoid aneurismal.

39

Perdarahan ulang, jika terjadi, lebih sering letal (50%) daripada perdarahan subarakhnoid

awal. Resiko perdarahan ulang adalah 20% pada 14 hari pertama setelah SAH awal, dan 50%

pada enam bulan pertama, jika aneurisma belum diobliterasi. Tidak seperti SAH awal,

perdarahan ulang sering menimbulkan hematoma intraparenkimal yang besar, karena ruang

subarakhnoid di sekitar aneurisma sebagian tertutup oleh adhesi yang disebabkan perdarahan

awal. Pada kasus-kasus tersebut, manifestasi klinis dan perjalanan perdarahan ulang anerurismal

adalah seperti yang dideskripsikan di atas mengenai perdarahan intracerebral spontan.9

Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arachnoid

Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang, pada pasien yang sadar,

penggunaan morphin 15 mg IV pada umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala

pada pasien sadar. Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan calcium channel bloker

dengan dosis 60-90 mg oral tiap 4 jam selama 21 hari atau 15-30 mg/kg/jam selama 7 hari,

kemudian dilanjutkan peroral 360 mg/hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah vasospasem

yang biasanya terjadi pada hari ke 7 setelah iktus yang berlanjut sampai minggu kedua setelah

iktus.6

Pengendalian Tekanan Intrakranial

- Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral harus dilakukan dengan

memperhatikan perburukan gejala dan tanda neurologis pada hari-hari pertama setelah

serangan

- Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GSC <9 dan penderita yang mengalami

penurunan kesadaran karena kenaikan TIK

- Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg

- Penatalaksaan penderita meliputi:

Tinggikan posisi kepala 20-30 derajat

Posisi pasien hendaklah menghindari penekanan vena jugularis

Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik

Hindari hipertermia

Jaga normovolemia

40

Osmoterapi atas indikasi: Manitol 0.25-0.5 gr/kgBB selama > 20 menit, diulangi setiap 4-

6 jam dengan target < 310 mOsm/L, kalau perlu berikan furosemide dengan dosis inisial

1 mg/kgBB i.v.

Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35-40 mmHg). Hiperventilasi mungkin

diperlukan bila akan dilakukan tindakan operatif

Paralisis neuromuskular yang dikombinasi dengan sedasi yang adekuat dapat mengurangi

naiknya tekanan intratorakal dan tekanan vena akibat batuk, suction, bucking ventilator.8

Pencegahan

Pencegahan Primer pada stroke

Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya perbaikan gaya hidup dan pengendalian

berbagai faktor resiko. Upaya ini ditunjukkan pada orang sehat dan kelompok risiko tinggi yang

belum pernah terserang stroke.

a. Mengatur Pola Makan yang sehat

Konsumsi makanan tinggi lemak dan kolesterol dapat meningkatkan risiko terkena

serangan stroke. Sebaliknya mengkonsumsi makanan rendah lemak jenuh dan kolesterol

dapat mencegah terjadinya stroke. Beberapa jenis makanan yang dianjurkan untuk

pencegahan primer terhadap stroke adalah:

1. Makanan dari berbagai biji-bijian yang membantu menurunkan kadar kolesterol:

Serat larut yang banyak terdapat dalam biji-bijian seperti beras merah, bulgur, jagung dan

gandum

Oat (=beta glucan) akan menurunkan kadar kolesterol total dan LDL, menurunkan

tekanan darah dan menekan nafsu makan bila dimakan di pagi hari (memperlambat

pengosongan usus).

Kacang kedele beserta produk olahannya dapat menurunkan lipid serum, menurunkan

kolesterol total, kolesterol LDL dan trigliserida tetapi tidak mempengaruhi kadar

kolesterol HDL

Kacang-kacangan (termasuk biji kenari dan kacang mede) menurunkan kolesterol

LDL dan mungkin mencegah aterosklerosis.

41

Mekanisme kerja menambah ekskresi asam empedu, meningkatkan aktifitas esterogen

dari isoflavon, memperbaiki elastisitas arterial dan meningkatkan aktivitas antioksidan

yang menghalangi oksidasi LDL.

2. Makanan lain yang berpengaruh terhadap prevensi stroke

Makanan/zat yang membantu mencegah peningkatan homosistein seperti asam folat,

vitamin B6, B12 dan riboflavin

Susu yang mengadung protein, kalsium, zinc, dan B12 mempunyai efek proteksi

terhadap stroke

Beberapa jenis ikan tuna dan ikan salmon, mengandung omega-3 eicosapentenoic

acid (EPA) dan docosahexonoic acid (DHA) yang merupakan pelindung jantung

dengan efek melindungi terhadap resiko kematian mendadak, mengurangi resiko

aritmia, menurunkan kadar trigliserida, menurunkan kecenderungan adesi platelet,

sebagai precursor prostaglandin, inhibisi sitokin, anti inflamasi dan stimulasi NO

endothelial. Dianjurkan untuk mengkonsumsi 2 kali / minggu

Makanan yang kaya vitamin dan anti oksidan: vitamin C, E, betakaroten seperti yang

banyak terdapat pada sayur-sayuran, buah-buahan dan biji-bijian.

Buah-buahan dan sayur-sayuran:

Kebiasaan/membudaya diet kaya buah-buahan dan sayuran (bervariasi) minimal 5

saji setiap hari

Sayuran hijau dan jeruk : menurunkan resiko stroke

Sumber Kalium : kalium merupakan predictor yang kuat mencegah mortalitas

akibat stroke terutama buah pisang

Apel (mengandung quercetin dan phyto-nutrient) menurunkan resiko stroke

Teh hitam dan hijau yang mengandung antioksidan

3. Rekomendasi tentang makanan:

Menambah asupan kalium dan mengurangi asupan natrium (<6 gr/hari). Bahan-bahan

yang mengandung natrium seperti monosodium glutamate, sodium nitrat dikurangi.

Sebaiknya makanan harus segar. Pada penderita hipertensi, asupan natrium yang

dianjurkan ≤ 2,3 gram/hari dan asupan kalium ≥ 4,7 gram / hari.

Meminimalkan makanan tinggi lemak jenuh dan mengurangi asupan trans fatty

acids seperti kue-kue krakers, telur, makanan yang digoreng dan mentega.

42

Mengutamakan makanan yang mengandung poly unsaturated fatty acids, mono

unsaturated fatty acids, makanan berserat dan protein nabati

Nutrien harus diperoleh dari makanan, bukan suplemen

Jangan makan berlebihan dan perhatikan menu seimbang

Makanan sebaiknya bervariasi dan tidak tunggal

Hindari makanan dengan densitas kalori rendah dan kualitas nutrisi rendah

Sumber lemak hendaknya berasal dari sayuran, ikan, buah polong, dan kacang-

kacangan.

Utamakan makan yang mengandung polisakarida seperti nasi, roti, pasta, sereal dan

kentang daripada gula (monosakarida dan disakarida)

b. Penanganan Stress dan Berisirahat yang Cukup

Istirahat cukup dan tidur teratur antara 6-8 jam sehari

Mengendalikan stress dengan cara berpikir positif sesuai dengan jiwa sehat menurut

WHO, menyelesaikan pekerjaan satu demi satu, bersikap ramah dan mendekatkan diri

pada  Tuhan  Yang Maha Esa. Mensyukuri hidup yang ada. Stress kronis meningkatkan

tekanan darah. Penanganan stress menghasilkan relaxation response yang menurunkan

denyut jantung, menurunkan tekanan darah.

c. Pemeriksaan Kesehatan Teratur dan Taat Advis Dokter Dalam Hal Diet dan Obat

Faktor-faktor risiko seperti penyakit jantung, hipertensi, dislipidemia, DM, harus

dimonitor secara teratur

Faktor-faktor resiko ini dapat dikoreksi dengan pengobatan teratur, diet dan gaya hidup

sehat

Pengendalian hipertensi dilakukan dengan target tekanan darah < 140/90 mmHg. Jika

menderita diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronik, dianjurkan tekanan darah <

130/80 mmHg.

Pengendalian kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus dengan target HbA1C

<7%.

Pengendalian kadar kolesterol pada penderita dislipidemia dengan diet dan obat penurun

lemak. Target kadar kolesterol LDL<100 mg/dl. Sedangkan pada penderita dengan risiko

stroke tinggi target kadar kolesterol LDL <70 mg/dl.8

Pencegahan stroke sekunder

Obat-obat anti platelet aggregasi

43

Obat-obat untuk perbaikan fungsi jantung dari ahlinya

Pengendalian faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi bersifat tidak dapat diubah dan

dapat dipakai sebagai penanda stroke pada seseorang. Pengendalian faktor resiko yang dapat

dimodifikasi adalah sebagai berikut:6,8

1. Hipertensi

Penurunan tekanan darah direkomendasikan baik untuk pencegahan stroke ulang

maupun pada penderita dengan komplikasi vaskular lainnya yang pernah mendapat

serangan stroke iskemik atau TIA sebelum 24 jam pertama.

Target penurunan tekanan darah yang absolut tidak dapat dipastikan dan

tergantung pada keadaan setiap pasien, tetapi manfaatnya terlihat jika penurunan rata-rata

sekitar 10/5 mmHg, dengan tekanan darah normal didefinisikan <120/80 mmHg.

Beberapa modifikasi gaya hidup telah dibuktikan mengurangi tekanan darah dan

merupakan bagian dari pengobatan komprehensif antihipertensi yang termasuk

modifikasi gaya hidup ini adalah pembatasan asupan garam; penurunan berat badan; diit

dengan kaya buah-buahan, sayuran, dan low fat dairy products, senam aerobik yang

reguler dan pembatasan konsumsi alkohol.

Pemberian obat dengan dosis yang optimal untuk mencapai tingkat tekanan darah

yang rendah yang direkomendasikan masih tidak pasti karena pengetahuan tentang

perbandingan yang langsung tentang obat-obatan tersebut masih terbatas. Data

menunjukan bahwa diuretika atau kombinasi diuretika dengan ACEI menunjukkan

manfaat.

Pilihlah obat yang spersifik dan targetnya dipilih secara orang per orang

berdasarkan efek secara mekanisme farmakologi dengan mempertimbangkan

karakteristik dari pasien.

2. Diabetes

Gula darah diperiksa secara teratur. Direkomendasikan bahwa diabetes ditangani

dengan modifikasi gaya hidup dan secara individu diberikan terapi farmakologi.

3. Lipid

Pengobatan statin dengan efek penurunan lipid yang efektif direkomendasikan

untuk mengurangi risiko stroke dan penyakit kardiovaskular untuk pasien yang menderita

stroke iskemik dan TIA yang juga disertai arterosklerosis, LDL > 100 mg/dl, dan tanpa

44

menderita penyakit jantung koroner. Target penurunan LDL C sekurang-kurangnya 50%

atau sasaran tingkat LDL <70mg/dl untuk mencapai manfaat yang optimum.

Pasien dengan stroke iskemik atau TIA dengan kadar HDL rendah dapat

dipertimbangkan pengobatan dengan niasin atau gemfibrozil. Terapi dengan statin

direkomendasikan pada subyek dengan stroke non kardioemboli.

Modifikasi gaya hidup

1. Merokok

Penyedia pelayanan kesehatan sebaiknya memberikan nasehat kepada setiap

pasien dengan stroke atau TIA dengan riwayat merokok untuk segera berhenti merokok.

Memberi nasihat untuk menghindari lingkungan perokok.

Konseling mengenai produk nikotin dan dapat memberikan obat oral untuk

menghentikan kebiasaan merokok sebagai upaya efektif untuk membantu perokok

berhenti merokok

2. Konsumsi Alkohol

Pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang menjadi peminum alkohol berat

harus menghentikan atau mengurangi konsumsi alkohol

3. Aktivitas Fisik

Untuk pasien dengan stroke iskemik atau TIA yang masih dapar melakukan

aktivitas fisik, setidaknya 30 menit latihan fisik dengan intensitas sedang (berjalan cepat,

meggunakan sepeda statis) dapat dipertimbangkan menurunkan faktor risiko sebanyak 1-

3 kali perminggu.8

Fisioterapi.

Untuk stroke hemoragik mengendalikan faktor resiko hipertensi maupun kelainan pembuluh

darah yang ada.6

45

Rehabilitasi

Rehabilitasi dilakukan sedini mungkin dengan mempertimbangkan keadaan

kardiovaskuler, perkembangan penyakitnya dan dilaksanakan sedini mungkin, dilakukan

dengan tujuan:

- Memperbaiki fungsi motorik

- Mencegah kontraktur sendi

- Agar penderita dapat mandiri

- Rehabilitasi sosial perlu dilakukan juga karena penderita bisanya jatuh dalam keadaan

depresi.6

Skor yang dipakai pada perawatan Stroke:

1. NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale

46

NIHSS mempunyai keunggulan dan kelemahan. Keunggulannya mempunyai contoh

pembelajaran audiovisual yang berisi 6 contoh pasien, dapat dilakukan dengan cepat, kurang

lebih 15 menit, telah banyak dipergunakan dan telah divalidasi, berguna untuk kondisi stroke

akut, mudah dipelajari dan skor yang dipakai sederhana., tingkat reabilitinya tinggi diantara

paar pengguna skor. Kelemahannya kurang baik untuk stroke karena gangguan sirkulasi

posterior, oleh karena di dalam skoring terdapat penilaian kemampuan berbahasa dan untuk

gangguan sdi batang otak, nilai yang diperoleh tidak sesuai dengan beratnya defisit yang

signifikan.7

Berdasarkan penelitian, terdapat korelasi antara nilai NIHSS masuk dengan kondisi saat keluar, yaitu :

47

NIHSS saat masuk Keluaran

0-8 Pulang dengan berobat jalan

9-17 Perawatan rehabilitasi

18+ Perawatan di fasilitas rehabilitasi, perawatan

khusus dirumah, perawatan subakut atau

perawatan khusus disuatu rumah rehabilitasi

2. Barthel Index

Barthel index diperkenalkan oleh Mahoney dan Barthel pada tahun 1965 untuk

memeriksa status fungsional dan kemampuan pergerakan otot/ekstremitas pada pasien

penyakit kronik di rumah sakit Maryland. Wade tahun 1992, mempergunakan Barthel index

ini untuk mengevaluasi ketidakmampuan saat pasien mulai dan selama dirawat di rumah

sakit.

Keunggulan Barthel index ini mempunyai reabilitas dan validitas yang tinggi, mudah dan

cukup sensitif untuk mengukur perubahan fungsi serta keberhasilan rehabilitasi.

Kelemahannya, index ini tidak merupakan skala ordinat dan tiap penilaiannya tidak

menunjukan berat atau ringannya fungsi kehidupan sehari-hari.5.11

48

Komplikasi Stroke

Komplikasi neurogenik

Edema otak, kejang, tekana tinggi intrakranial, infark berdarah, Stroke iskemik berulang,

delirium akut, depresi

Komplikasi Paru-paru

Obtruksi jalan nafas, Hipoventilasi, Aspirasi, Pneumonia

Komplikasi Kardiovaskular

Miokard infark, aritmia, Dekompensasio kordis, Hipertensi, DVT, Emboli paru

Komplikasi nutrisi

Inkotinensia, Infeksi

Komplikasi Ortopedi-Kulit

Dekubitus, kontraktur, Nyeri sendi bahu, Jatuh-fraktur.5

49

DAFTAR PUSTAKA

1. Mardjono, Mahar. Mekanisme gangguan vaskuler susunan saraf dalam Neurologi klinis dasar

edisi Kesebelas. Dian Rakyat. 2006. Hal: 270-93.

2. Stroke non hemorhagik. 2011. Diunduh dari http://www.artikelkedokteran.com/527/stroke-

non-hemoragik.html, 18 April 2015.

3. Salvador CF, Kulkarni R. Ischemic stroke in emergency medicine treatment and

management. 2011. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/1916852-treatment,

tanggal 18 April 2015.

4. Beers MH, Porter RS. Ischemic stroke in The Merck Manual, ed 18th. Elsevier Pte Ltd. Hal

1792-96

5. Rasyid Al, Soertidewi Lyna. Unit Stroke Manajemen Stroke secara Komprehensif. Balai

Penerbit FKUI; Jakarta, 2011

6. Soetijipto, Sholilul Muhibbi. Neurologi. Departemen Saraf RSPAD Gatot Soebroto; Jakarta

2007.

7. Janice L. Hinkle,Mary McKenna Guanci. Acute Ischemic Stroke Review. 2007. Diunduh

dari: http://www.arabmedmag.com/issue-01-07-2008/miscellaneous/main01.htm, 19 April

2015.

8. Guideline Stroke tahun 2011

9. Baehr M, Frotscher. Diagnosis Topik Neurologi. Editor : Wita J. Suwono. EGC : Penerbit

buku kedokteran. Jakarta.2007

10. Blood vessel. Diunduh dari:

http://www.rci.rutgers.edu/~uzwiak/AnatPhys/Blood_Vessels.html, 19 Mei 2015.

11. Chan KM. 1999. Functional Status of The Eldery in Singapore. Diunduh dari:

http://www.sma.org.sg/smj/4010/articles/4010a4.htm, 19 April 2015.

12. Motor Learning of a Dynamic Balancing Task After Stroke: Implicit Implications for Stroke

Rehabilitation. 2006. Diunduh dari: http://ptjournal.apta.org/content/86/3/369/F1.expansion,

19 April 2015.

50