status paraplegia inferior
DESCRIPTION
Status Paraplegia InferiorTRANSCRIPT
STATUS PASIEN NEUROLOGI
IDENTITAS :
Nama / Umur : Tn.H / 37 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Staff management lalu lintas Departemen Perhubungan
Agama : Islam
Status Pernikahan : Belum Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 25 April 2012
Dirawat ke : 1
Tgl pemeriksaan : 11 Mei 2012
ANAMNESA
Autoanamnesis dan Alloanamnesis 11 Mei 2012, pukul 11.00 WIB .
KELUHAN UTAMA
Lumpuh pada kedua kaki sejak pertengahan bulan Maret 2012 .
KELUHAN TAMBAHAN
Tidak bisa merasakan dan menahan BAB dan BAK.
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG:
1 bulan SMRS OS mengalami kecelakaan motor. Pada saat mengendarai motor
OS tiba-tiba ditabrak dari belakang. Saat kejadian pasien langsung pingsan dan sadar di
RS Pelabuhan jakarta. Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan atau merasakan
kedua kaki sehingga sempat menyangka bahwa kakinya hilang dan pasien merasakan
sakit di seluruh tubuh kecuali pada pinggang kebawah, sehingga OS tidak dapat
bergerak. Pada saat OS dirawati di RS Pelabuhan, OS di diagnosis patah tulang
punggung sehingga dilakukan operasi pemasangan pen internal plate. Setelah operasi
keadaan pasien berangsur membaik dan memar pada sekujur tubuh pun membaik.
Setelah operasi pemasangan pen internal plate, OS mengaku tidak bisa merasakan
1
kedua kaki dan tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK (keluar
dengan sendirinya) sehingga OS harus dipasang kateter dan pampers.
2 minggu SMRS, OS mengaku bahwa keadaannya tidak membaik, OS mengaku
bahwa kakinya masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar
sampai kaki. OS tidak bisaberdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus
dibantu. . OS masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK .OS
masih menggunakan kateter dan pampers. OS tidak ada keluhan penurunan nafsu
makan.
1 hari SMRS keadaan OS masih belum membaik. OS mengaku bahwa kakinya
masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar sampai kaki. OS
masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK.. OS masih belum
bisa berdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus dibantu. . OS mengaku
sakit pada punggung tempat pemasangan pen internal plate terutama pada saat OS
batuk .Sakit kepala tidak dirasakan, demam tidak dirasakan., rasa kesemutan pada
tangan dan kaki tidak dirasakan, penurunan nafsu makan tidak dirasakan sehingga OS
memutuskan untuk dirawat di RSGS.
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU:
Hipertensi : Disangkal
Diabetes mellitus : Disangkal
Sakit jantung : Disangkal
Trauma kepala : Disangkal
Sakit kepala sebelumnya : Disangkal
Kegemukan : Disangkal
RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Tidak ada riwayat penyakit keluarga
RIWAYAT KELAHIRAN/PERTUMBUHAN/PERKEMBANGAN:
Tidak ada kelainan
PEMERIKSAAN FISIK
2
STATUS INTERNUS
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Gizi : Baik
Tanda vital
TD kanan : 100/60 mmHg
TD kiri : 100/60 mmHg
Nadi kanan : 80x/menit
Nadi kiri : 80x/menit
Pernafasan : 20x/menit
Suhu : 36,2°C
Limfonodi : Tidak ada pembesaran limfonodi
Jantung : BJ I-II reguler, gallop(-), murmur (-)
Paru : Suara dasar vesikuler, rhonki-/-, whezzing -/-
Hepar : Tidak teraba membesar
Lien : Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Akral hangat,edema(-)
STATUS PSIKIATRI
Tingkah laku : Wajar
Perasaan hati : Tenang
Orientasi : Baik
Jalan pikiran : Normal
Daya ingat : Baik
STATUS NEUROLOGIS
Kesadaran : Compos Mentis / E4M6V5 GCS = 15
Sikap tubuh : Berbaring
Cara berjalan : Tidak dapat berjalan
Gerakan abnormal: Tidak ada
Kepala
Bentuk : Normocephali
3
Simetris : Simetris
Pulsasi : Teraba pulsasi A.Temporalis dextra dan sinistra
Nyeri tekan : Tidak ada
Leher
Sikap :Normal
Gerakan :Bebas ke segala arah
Vertebra :Dalam batas normal
Nyeri tekan :Tidak ada
GEJALA RANGSANGAN MENINGEAL
Kanan Kiri
Kaku kuduk : (-)
Laseque : (-) (-)
Kerniq : (-) (-)
Brudzinsky I : (-) (-)
Brudzinsky II : (-) (-)
NERVI CRANIALIS
N.I ( Olfaktorius)
Daya penghidu : Normosmia Normosmia
N II (Opticus)
Ketajaman penglihatan: Baik Baik
Pengenalan warna : Baik Baik
Lapang pandang : Tidak dilakukan
Funduscopy : Tidak dilakukan
N III, IV, VI (Oculamotorius,Trochlearis,Abducens)
Ptosis : (-) (-)
Strabismus : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
4
Exophtalmus : (-) (-)
Enophtalmus : (-) (-)
Gerakan bola mata:
Lateral : (+) (+)
Medial : (+) (+)
Atas lateral : (+) (+)
Atas medial (+) (+)
Bawah lateral : (+) (+)
Bawah medial : (+) (+)
Atas : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Pupil
Ukuran pupil : Ǿ3 mm Ǿ3mm
Bentuk pupil : bulat bulat
Isokor/anisokor: isokor
Posisi : sentral sentral
Rf cahaya langsung: (+) (+)
Rf cahaya tdk langsung: (+) (+)
Rf akomodasi/konvergensi: (+) (+)
N V (Trigeminus)
Menggigit : (+)
Membuka mulut : Simetris
Sensibilitas Atas : (+) (+)
Tengah : (+) (+)
Bawah : (+) (+)
Rf masester : tak dilakukan
Rf zigomatikus : tak dilakukan
Rf cornea : tak dilakukan
Rf bersin : Dalam batas normal
N VII (Facialis)
Pasif
5
Kerutan kulit dahi : simetris kanan dan kiri
Kedipan mata : simetris kanan dan kiri
Lipatan nasolabial : simetris kanan dan kiri
Sudut mulut : simetris kanan dan kiri
Aktif
Mengerutkan dahi : simetris kanan dan kiri
Mengerutkan alis : simetris kanan dan kiri
Menutup mata : simetris kanan dan kiri
Meringis : simetris kanan dan kiri
Menggembungkan pipi : simetris kanan dan kiri
Gerakan bersiul : dapat melakukan
Daya pengecapan lidah 2/3 depan : tidak dilakukan
Hiperlakrimasi : tidak ada
Lidah kering : tidak ada
N. VIII ( Acusticus )
Mendengarkan suara gesekan jari tangan : (+) (+)
Mendengar detik arloji : (+) (+)
Tes Schawabach : tidak dilakukan
Tes Rinne : tidak dilakukan
Tes Weber : tidak dilakukan
N. IX ( Glossopharyngeus )
Arcus pharynk : simetris
Posisi uvula : Di tengah
Daya pengecapan lidah 1/3 belakang : tidak dilakukan
Refleks muntah : tidak dilakukan
N.X ( Vagus )
Denyut nadi : teraba,reguler
Arcus faring : simetris
Bersuara : normal
Menelan : tidak ada gangguan
6
N. XI ( Accesorius )
Memalingkan kepala : normal
Sikap bahu : simetris
Mengangkat bahu : dapat dilakukan
N.XII ( Hipoglossus )
Menjulurkan lidah : tidak ada deviasi
Kekuatan lidah : dalam batas normal
Atrofi lidah : tidak ada
Artikulasi : jelas
Tremor lidah : tidak ada
MOTORIK bebas bebas
Gerakan :
- -
Kekuatan : 5555 5555
0000 0000
Tonus
normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas
bawah
Trofi
Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
REFLEKS FISIOLOGIS
Refleks Tendon : Kanan Kiri
Refleks Biseps : (+) (+)
Refleks Triseps : (+) (+)
Refleks Patella : (-) (-)
Refleks Archilles : (-) (-)
7
Refleks Periosteum : tidak dilakukan
Refleks Permukaan :
Dinding perut :
Pada dinding perut setinggi ± 5 cm dibawa pusat,OS tidak bisa merasakan nyeri.
Cremaster : tidak dilakukan
Spinchter Anii : tidak dilakukan
Refleks Patologis : kanan kiri
Hoffmann Tromner : (-) (-)
Babinzki : (-) (-)
Chaddock : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Rosolimo : (-) (-)
Mendel Bechterew : (-) (-)
Klonus patella : (-) (-)
Klonus achilles : (-) (-)
SENSIBILITAS
Eksteroseptif :
Nyeri : Tidak dapat merasakan nyeri setinggi ± 5cm dibawah pusat-
ekstremitas inferior
Suhu : akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
Taktil : tidak dilakukan
Propioseptif :
Vibrasi : tidak dilakukan
Posisi : tidak dilakukan
Tekan dalam : tidak dilakukan
KOORDINASI DAN KESEIMBANGAN
Tes romberg : Tidak dilakukan
8
Tes Tandem : Tidak dilakukan
Tes Fukuda : Tidak dilakukan
Disdiadokenesis : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetri : Tidak dilakukan
Tes telunjuk hidung : Dalam batas normal
Tes telunjuk telunjuk : Dalam batas normal
Tes tumit lutut : Tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkotinensia : (+)
Retensi : Tidak ada
Anuria : Tidak ada
Defekasi
Inkotinensi : (+)
Retensi : Tidak ada
FUNGSI LUHUR
Fungsi bahasa : Baik
Fungsi orientasi : Baik
Fungsi memori : Baik
Fungsi emosi : Baik
Fungsi kognisi : Baik
Hasil Lab darah tanggal 25 April 2012
No DARAH RUTIN HASIL NILAI NORMAL
1 Hemoglobin 12.4 13 – 18 g/dL
2 Hematokrit 39 40 – 52 %
3 Eritrosit 4.5 4.3 – 6.0 juta/uL
4 Leukosit 9400 4800 – 10800 / uL
9
5 Trombosit 301000 150000-400000/uL
6 MCV 85 80-96 fl
7 MCH 27 27-32 pg
8 MCHC 32 32-36 g/dL
NO KIMIA HASIL NILAI NORMAL
1 Ureum 16 20-50 mg/dL
2 Kreatinin 0.6 0.5-1.5 mg/dL
3 Natrium 137 135-145 mEq/L
4 Kalium 4.0 3.5-5.3 mEq/L
5 Klorida 100 9.7-107 mEq/L
6 Glukosa sewaktu 106 < 140 mg/dL
No IMUNOSEROLOGI HASIL NILAI NORMAL
1 CD 4 1159 410-1590 Cel/uL
Hasil pemeriksaan Thorak Foto tanggal 22 Maret 2012
- Os Costae normal
- Pulmo/ cor normal
- Ujung kateter CVP setinggi vertebrae thorakal VII
Hasil Pemeriksaan foto Thoraco-Lumbal 26 Maret 2012
-Tampak terpasang fiksasi internal plate mulai vertebrae thoracal 9- vertebrae lumbal 2
- Fraktur kompresi corpus vertebrae thoracal 12
Hasil Pemeriksaan Thorax Top Lordotik 11 April 2012
Pada foto top lordotik, apex dan lapangan atas paru kanan serta kiri tampak bersih /
normal. Radiologi tak tampak kelainan pada foto top lordotik
RESUME :
1 bulan SMRS OS mengalami kecelakaan motor. Pada saat mengendarai motor
OS tiba-tiba ditabrak dari belakang. Saat kejadian pasien langsung pingsan dan sadar di
RS Pelabuhan jakarta. Saat sadar, pasien tidak dapat menggerakkan atau merasakan
kedua kaki sehingga sempat menyangka bahwa kakinya hilang dan pasien merasakan
10
sakit di seluruh tubuh kecuali pada pinggang kebawah, sehingga OS tidak dapat
bergerak. Pada saat OS dirawati di RS Pelabuhan, OS di diagnosis patah tulang
punggung sehingga dilakukan operasi pemasangan pen internal plate. Setelah operasi
keadaan pasien berangsur membaik dan memar pada sekujur tubuh pun membaik.
Setelah operasi pemasangan pen internal plate, OS mengaku tidak bisa merasakan
kedua kaki dan tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK (keluar
dengan sendirinya) sehingga OS harus dipasang kateter dan pampers.
2 minggu SMRS, OS mengaku bahwa keadaannya tidak membaik, OS mengaku
bahwa kakinya masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar
sampai kaki. OS tidak bisaberdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus
dibantu. . OS masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK .OS
masih menggunakan kateter dan pampers. OS tidak ada keluhan penurunan nafsu
makan.
1 hari SMRS keadaan OS masih belum membaik. OS mengaku bahwa kakinya
masih terasa seperti hilang dan tidak bisa digerakkan dari bawah pusar sampai kaki. OS
masih tidak bisa menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK.. OS masih belum
bisa berdiri, duduk, miring ke kanan dan ke kiri sehingga harus dibantu. . OS mengaku
sakit pada punggung tempat pemasangan pen internal plate terutama pada saat OS
batuk .Sakit kepala tidak dirasakan, demam tidak dirasakan., rasa kesemutan pada
tangan dan kaki tidak dirasakan, penurunan nafsu makan tidak dirasakan sehingga OS
memutuskan untuk dirawat di RSGS.
Pemeriksaan:
Status internis :Dalam batas normal
Keadaan umum:Tampak sakit sedang
Gizi : Baik
Kesadaran : Compos mentis
TD kanan : 100/60 mmH
TD kiri : 100/60mmHg
Nadi kanan : 80x/meit
11
Nadi kiri : 80x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Suhu : 36,2ºC
Status psikiatri: Baik
Status neurologis
Kesadaran:Compos mentis GCS =15 (E4M6V5 )
Rangsangan meningeal: (-) negatif
Reflek fisiologi :
Refleks Biseps : (+) (+)
Refleks Triseps : (+) (+)
Refleks Patella : (-) (-)
Refleks Archilles : (-) (-)
Relek patologis : (-)
SENSIBILITAS
Eksteroseptif :
Nyeri : Tidak dapat merasakan nyeri setinggi ±5 cm dibawah pusat-
ekstremitas inferior
Suhu : akral hangat pada kedua ekstremitas atas dan ekstremitas bawah
Taktil : tidak dilakukan
Propioseptif :
Vibrasi : tidak dilakukan
Posisi : tidak dilakukan
Tekan dalam : tidak dilakukan
FUNGSI OTONOM
Miksi
Inkotinensia : (+)
Retensi : Tidak ada
Anuria : Tidak ada
Defekasi
12
Inkotinensi : (+)
Retensi : Tidak ada
MOTORIK bebas bebas
Gerakan :
- -
Kekuatan : 5555 5555
0000 0000
Tonus
normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas
bawah
Trofi
Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
Nervus kranialis : Tidak di temukan kelainan
DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : Paraplegia inferior tipe LMN
Diagnosis topik : Medula spinalis setinggi Thoracal 10-lumbal 2
Diagnosis etiologi : Trauma
THERAPY
Medikamentosa :
Mecobalamin 3x500 mg (IV)
Non medikamentosa :
Fisioterapi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
CT scan daerah lumbo-sacral
PROGNOSA
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : ad malam
Ad sanam : ad malam
Ad cosmeticum : Dubia ad malam
13
ANALISA KASUSPasien Tn.H usia 37 tahun di diagnosis paraplegia inferior tipe LMN ec Trauma
pada medula spinalis.
Diagnosis didasarkan atas definisi Paraplegia adalah penurunan fungsi motor
atau sensorik dari ekstremitas bawah. Hal ini biasanya akibat dari cedera sumsum
tulang belakang yang mempengaruhi elemen-elemen saraf dari kanal tulang belakang.
Daerah kanal tulang belakang yang terkena pada paraplegia adalah baik, daerah lumbal
toraks, atau sakral.Pasien paraplegia banyak tergantung pada kursi roda atau tindakan
pendukung lainnya. Impotensi dan berbagai tingkat inkontinensia urin dan tinja sangat
umum di terjadi pada pasien dengan paraplegia inferior. Dikatakan tipe LMN karena
sifat kelumpuhan bersifat :
Flaksid (lemas)
Refleks Patologis (-)
Reflkes Fisiologis (-)
Atrofi otot (+)
Pemeriksaan fisik : ditemukan adanya tidak ada tanda-tanda rangsang meningeal,
fungsi saraf-saraf kranial tidak ditemukan kelainan, fungsi sarat otonom yang tidak
berfungsi terbukti dengan OS menggunakan kateter untuk BAK dan pampers untuk
BAB dikarenakan OS tidak dapat menahan dan merasakan rasa ingin BAB dan BAK,
sensibilitas pada ±5 cm dibawah pusat – ekstremitas inferior sangat menurun terbukti
dengan OS tidak dapat merasakan sensasi nyeri pada saat diperiksa.
MOTORIK bebas bebas
Gerakan :
- -
Kekuatan : 5555 5555
0000 0000
14
Tonus
normotonus pada kedua ekstremitas atas dan hipotonus pada kedua ekstremitas
bawah
Trofi
Eutrofi pada kedua ekstremitas atas dan Atrofi pada kedua ekstremitas bawah
Pemeriksaan anjuran
CT Scan daerah lumbal-sacral
Untuk melihat apakah ada kelainan seperti edema,hematoma, iskemia dan
infark atau fraktur di daerah lumbal-sacral.
Terapi
Medika Mentosa
Mecobalamin merupakan salah satu homolog vitamin B12, dan secara biokimia
terdapat dalam darah. Mecobalamin dapat memperbaiki gangguan metabolisme
asam nukleat dan protein di dalam jaringan saraf, dengan cara mempermudah
sintesis asam nukleat dan protein di dalam sel-sel saraf, serta memperbaiki
gangguan saraf sensoris dan motoris.
Non Medika Mentosa
Fisioterapi
Metode untuk mengembalikan atau membantu pasien yang mengalami
kehilangan fungsi gerak yang disebabkan oleh Spinal Cord Injury (SCI) atau
Cerebrovascular disease. FES memanfaatkan arus listrik yang rendah untuk diberikan
pada otot atau syaraf tepi untuk menghasilkan kontraksi otot.
Pemberian FES yang terkontrol memberikan efek sensasi pada otot sehingga
berkontraksi dan menciptakan gerak yang selain bermanfaat sebagai pelatihan bagi
pasien, juga dilaporkan bahwa pasien yang mendapat terapi dengan FES mengalami
perbaikan pada sambungan neuron sinapsis pada syaraf motoriknya.
Ad Vitam → bonam (keadaan umum, tanda-tanda vital & kesadaran pasien
dalam keadaan stabil).
15
Ad Fungsionam → ad malam ( tidak ditemukan defisit neurologis pada nervus
cranialisnya → kemungkinan fungsi organnya tidak dapat kembali seperti
semula ).
Ad Sanam → ad malam (pasien tidak dapat melakukan kebutuhan hidup dasar
sehari-hari).
Ad Comestikum → dubia ad malam (pasien tergantung pada pemakaian kateter
dan pamper karena fungsi saraf otonom yang tidak berfungsi).
TINJAUAN PUSTAKAA. PENDAHULUAN
Trauma medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Selain
struktur saraf, vaskular juga dapat dikenai. Kelainan yang lebih banyak dijumpai
16
pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus berbaring di
tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
B. ETIOLOGI
Diantara berbagai penyebab trauma spinal, yang tersering dikemukakan
adalah kecelakaan lalu lintas, olahraga, tembakan senapan, serta bencana alam,
misalnya gempa bumi. Semua penyebab tadi dapat mengakibatkan destruksi secara
langsung pada medulla spinalis; kompresi oleh pecahan tulang, hematom, diskus
atau komponen vertebrae lainnya; atau dapat juga mengakibatkan iskemia akibat
kerusakan atau penjepitan arteri.
C. PATOFISIOLOGI
Gambar 1. Mekanisme trauma pada medulla spinalis.
Trauma dapat mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara langsung.
Selain itu, trauma dapat pula menimbulkan fraktur dan instabilitas tulang belakang
sehingga mengakibatkan cedera pada medula spinalis secara tidak langsung.
Cedera sekunder berupa iskemia muncul karena gangguan pembuluh darah
yang terjadi beberapa saat setelah trauma. Iskemia mengakibatkan pelepasan
eksitotoksin, terutama glutamat, yang diikuti influks kalsium dan pembentukan
radikal bebas dalam sel neuron di medula spinalis. Semua ini mengakibatkan
17
kematian sel neuron karena nekrosis dan terputusnya akson pada segmen medula
spinalis yang terkena. Deplesi ATP (adenosin trifosfat) akibat iskemia akan
menimbulkan kerusakan mitokondria. Selanjutnya, pelepasan sitokrom c akan
mengaktivasi ensim kaspase yang dapat merusak DNA (asam deoksiribonukleat)
sehingga mengakibatkan kematian sel neuron karena apoptosis. Edema yang terjadi
pada daerah iskemik akan memperparah kerusakan sel neuron.
Beberapa minggu setelah itu, pada daerah lesi akan terbentuk jaringan parut
yang terutama terdiri dari sel glia. Akson yang rusak akan mengalami pertumbuhan
(sprouting) pada kedua ujung yang terputus oleh jaringan parut tersebut. Akan
tetapi hal ini tidak mengakibatkan tersambungnya kembali akson yang terputus,
karena terhalang oleh jaringan parut yang terdiri dari sel glia. Kondisi demikian ini
diduga sebagai penyebab terjadinya kecacatan permanen pada trauma medulla
spinalis.
D. KLASIFIKASI
Trauma pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi komplet dan inkomplet
berdasarkan ada/tidaknya fungsi yang dipertahankan di bawah lesi.
KARAKTERISTIK LESI KOMPLET LESI INKOMPLET
Motorik Hilang di bawah lesi Sering (+)
Protopatik (nyeri, suhu) Hilang di bawah lesi Sering (+)
Propioseptik (joint
position, vibrasi)
Hilang dibawah lesi Sering (+)
Rontgen vertebrae Sering fraktur, luksasi
atau listesis
Sering normal
Sedangkan menurut American Spinal Cord Injury Association, terdapat 5
sindrom pada lesi inkomplet, yaitu :
Karakteristik
Klinik
Central Cord
Syndrome
Anterior Cord
Syndrome
Brown Sequard
Syndrome
Posterior Cord
Syndrome
Kejadian Sering jarang jarang sangat jarang
Biomekanik hiperekstensi hiperfleksi penetrasi hiperekstensi
Motorik Gangguan Paralisis Kelemahan Gangguan
18
variasi, jarang
paralisis
komplet
komplet,
biasanya
bilateral
anggota gerak
ipsilateral lesi
variasi
Protopatik Gangguan
variasi, tidak
khas
Sering hilang
total, bilateral
Sering hilang
total,
kontralateral
Gangguan
variasi,
biasanya ringan
Propioseptik Jarang
terganggu
utuh Hilang total
ipsilateral
terganggu
Perbaikan Nyata dan
cepat
Paling buruk Fungsi buruk,
namun
indepedensi
baik
nyata
E. GAMBARAN KLINIS
Trauma Medula spinalis akut dapat mengakibatkan renjatan spinal
(spinal shock). Renjatan spinal (RS) merupakan sindrom klinik yang sering
dijumpai pada sebagian besar kasus TMS di daerah servikal dan torakal. RS
ditandai oleh adanya gangguan menyeluruh fungsi saraf somatomotorik,
somatosensorik, dan otonomik simpatik. Gangguan somatik berupa paralisis
flaksid, hilangnya refleks
kulit dan tendon, serta
anastesi sampai setinggi
distribusi segmental medula
spinalis yang terganggu.
Sedangkan gangguan
otonomik berupa hipotensi
sistemik, bradikardia, dan
hiperemia pada kulit. RS
dapat berlangsung selama
beberapa hari sampai
beberapa bulan. Semakin
19
hebat trauma MS yang terjadi, semakin lama dan semakin hebat pula RS yang
terjadi.
Sebagian besar trauma MS terjadi di daerah servikal. Akan tetapi yang
paling sering mengakibatkan cedera berat adalah trauma di daerah torakal. Hal ini
berkaitan dengan penampang melintang kanalis spinalis di daerah torakal yang
lebih sempit dibanding servikal. Trauma MS di segmen torakal dapat
mengakibatkan paraplegia, disertai kelemahan otot interkostal yang dapat
mengganggu kemampuan inspirasi dan ekspirasi. Semakin tinggi segmen medula
spinalis yang terkena, semakin berat pula gangguan fungsi respirasi yang terjadi.
Cedera setinggi segmen servikal (C4-C8) dapat mengakibatkan tetraplegia dan
kelemahan otot interkostal yang lebih berat, sehingga otot diafragma harus bekerja
lebih keras. Cedera servikal di atas segmen C4 dapat mengakibatkan pentaplegia,
yaitu tetraplegia disertai kelumpuhan otot diafragma dan otot leher. Pada keadaan
terakhir ini, diperlukan ventilator untuk membantu kelangsungan hidup penderita.
F. TATALAKSANA
Terapi pada cidera medulla spinalis terutama ditujukan untuk
meningkatkan dan mempertahankan funsi sensorik dan mototrik. Pasien dengan
cidera medulla spinalis komplet hanya memiliki peluang 5% untuk kembali normal.
20
Lesi medulla spinalis komplet yang tidak menunjukkan perbaikan dalam 72 jam
pertama, cenderung menetap dan prognosisnya buruk. Cedera medulla spinalis
inkomplet cenderung memiliki prognosis yg lebih baik. Apabila fungsi sensorik di
bawah lesi masih ada, maka kemungkinan untuk kembali berjalan adalah lebih dari
50%.
Metilprednisolon merupakan terapi yang paling umum digunakan untuk
cidera medulla spinalis traumatika dan direkomendasikan oleh National Institute of
Health di Amerika Serikat. Sesegera mungkin (sebelum 8 jam) diberikan
methylprednisolone 30 mg/kgbb bolus intravena sebagai loading dose, diikuti 5,4
mg/kgbb/jam. dosis diturunkan (tapper) setelah 72 jam. Kajian oleh Braken dalam
Cochrane Library menunjukkan bahwa metilprednisolon dosis tinggi merupakan
satu-satunya terapi farmakologik yang terbukti efektif pada uji klinik tahap 3
sehingga dianjurkan untuk digunakan sebagai terapi cedera medula spinalis
traumatika.
Tindakan rehabilitasi medik merupakan kunci utama dalam penanganan
pasien cedera medula spinalis. Fisioterapi, terapi okupasi, dan bladder training
pada pasien ini dikerjakan seawal mungkin. Tujuan utama fisioterapi adalah untuk
mempertahankan ROM (Range of Movement) dan kemampuan mobilitas, dengan
memperkuat fungsi otot-otot yang ada. Pasien dengan Central Cord Syndrome /
CSS biasanya mengalami pemulihan kekuatan otot ekstremitas bawah yang baik
sehingga dapat berjalan dengan bantuan ataupun tidak.
Terapi okupasional terutama ditujukan untuk memperkuat dan
memperbaiki fungsi ekstremitas atas, mempertahankan kemampuan aktivitas hidup
sehari-hari/ activities of daily living (ADL). Pembentukan kontraktur harus dicegah
seoptimal mungkin. Penggunaan alat bantu disesuaikan dengan profesi dan harapan
pasien.
Penelitian prospektif selama 3 tahun menunjukkan bahwa suatu program
rehabilitasi yang terpadu (hidroterapi, elektroterapi, psikoterapi, penatalaksanaan
gangguan kandung kemih dan saluran cerna) meningkatkan secara signifikan nilai
status fungsional pada penderita cedera medula spinalis.
G. PROGNOSIS
21
Sebuah penelitian prospektif selama 27 tahun menunjukkan bahwa rata-
rata harapan hidup pasien cedera medula spinalis lebih rendah dibanding populasi
normal. Penurunan rata-rata lama harapan hidup sesuai dengan beratnya cedera.
Penyebab kematian utama adalah komplikasi disabilitas neurologik yaitu :
pneumonia, emboli paru, septikemia, dan gagal ginjal
Penelitian Muslumanoglu dkk terhadap 55 pasien cedera medula spinalis
traumatik (37 pasien dengan lesi inkomplet) selama 12 bulan menunjukkan bahwa
pasien dengan cedera medula spinalis inkomplet akan mendapatkan perbaikan
motorik, sensorik, dan fungsional yang bermakna dalam 12 bulan pertama.
Penelitian Bhatoe dilakukan terhadap 17 penderita medula spinalis tanpa
kelainan radiologik (5 menderita Central Cord Syndrome). Sebagian besar
menunjukkan hipo/isointens pada T1 dan hiperintens pada T2, mengindikasikan
adanya edema. Seluruh pasien dikelola secara konservatif, dengan hasil: 1 orang
meninggal dunia, 15 orang mengalami perbaikan, dan 1 orang tetap tetraplegia.
Pemulihan fungsi kandung kemih baru akan tampak pada 6 bulan
pertama pasca trauma pada cedera medula spinalis traumatika. Curt dkk
mengevaluasi pemulihan fungsi kandung kemih 70 penderita cedera medula
spinalis; hasilnya menunjukkan bahwa pemulihan fungsi kandung kemih terjadi
pada 27% pasien pada 6 bulan pertama.
DAFTAR PUSTAKA
22
Price SA,Wilson LM. Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. vol.2. ed.6. cet.1. Jakarta : EGC; 2006. p.1177-1180.
Satyanegara.Ilmu Bedah Saraf. Ed 4. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama ;2010. p.393-403.
Duus, Peter. Diagnosis Topik Neurologi Anatomi Fisiologi Tanda
Gejala. Ed 2. EGC :1996.
Paraplegia – Spinal Cord Injury. Di unduh dari www.spinal-
injury.net/paraplegia.htm
23