squamous cell carcinoma

44
BAB I PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia. Diperkirakan 12% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh kanker yang merupakan pembunuh nomor dua setelah penyakit kardiovaskular. 1 Squamous cell carcinoma (SCC) merupakan kanker kulit dan mukosa terbanyak setelah basal cell carcinoma. Insidensi pasti SCC sampai saat ini belum terdokumentasi oleh National Cancer Institue, tetapi diperkirakan terjadi pada 1 : 1000 penduduk di Amerika. Di Eropa dan Amerika Selatan, insidensi SCC pada rongga mulut sekitar 3-5% dari semua jenis kanker rongga mulut. 2,3 Prevalensi SCC pada regio bukkal diperkirakan mencapai 10% dari seluruh kanker rongga mulut di Amerika Utara dan Eropa Barat. Hal ini kontras dengan angka kejadian SCC bukkal yang tinggi di Asia Tenggara dimana SCC bukkal merupakan kanker pada rongga mulut yang paling sering terjadi. Perbedaan angka kejadian ini diperkirakan karena banyaknya jumlah perokok dan pengunyah sirih yang merupakan karsinogenik yang paling sering terpapar pada bukkal. SCC pada rongga mulut lebih sering disebabkan oleh asap rokok, iritasi alkohol, kurangnya konsumsi sayur dan buah-buahan dan 1

Upload: muhammadarief

Post on 03-Feb-2016

46 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pdf

TRANSCRIPT

Page 1: squamous cell carcinoma

BAB I

PENDAHULUAN

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia.

Diperkirakan 12% kematian di seluruh dunia disebabkan oleh kanker yang

merupakan pembunuh nomor dua setelah penyakit kardiovaskular.1

Squamous cell carcinoma (SCC) merupakan kanker kulit dan mukosa

terbanyak setelah basal cell carcinoma. Insidensi pasti SCC sampai saat ini belum

terdokumentasi oleh National Cancer Institue, tetapi diperkirakan terjadi pada 1 :

1000 penduduk di Amerika. Di Eropa dan Amerika Selatan, insidensi SCC pada

rongga mulut sekitar 3-5% dari semua jenis kanker rongga mulut.2,3

Prevalensi SCC pada regio bukkal diperkirakan mencapai 10% dari

seluruh kanker rongga mulut di Amerika Utara dan Eropa Barat. Hal ini kontras

dengan angka kejadian SCC bukkal yang tinggi di Asia Tenggara dimana SCC

bukkal merupakan kanker pada rongga mulut yang paling sering terjadi.

Perbedaan angka kejadian ini diperkirakan karena banyaknya jumlah perokok dan

pengunyah sirih yang merupakan karsinogenik yang paling sering terpapar pada

bukkal. SCC pada rongga mulut lebih sering disebabkan oleh asap rokok, iritasi

alkohol, kurangnya konsumsi sayur dan buah-buahan dan infeksi human papiloma

virus (HPV). Selain itu SCC sering terjadi pada usia tua akibat penurunan fungsi

imun. Insidensi tertinggi pada usia 50-70 tahun. Paling sering terjadi pada

penduduk daerah tropis. Berdasarkan jenis kelamin, insidensi pada pria 2-3 kali

lebih banyak dibandingkan wanita. Modalitas terapi yang utama pada SCC adalah

pembedahan.4,5

Squamous cell carcinoma (SCC) adalah tumor ganas keratinosit yang

terbentuk dari sel-sel epitel skuamous epidermis. SCC dapat tumbuh pada setiap

organ yang dilapisi oleh sel epitel skuamous seperti kulit, bibir, rongga mulut,

traktus urinarius, prostat, paru-paru, vagina dan serviks. Di Amerika SCC

merupakan bentuk kanker yang paling banyak bermetastasis. SCC pada mukosa

bukkal jarang dijumpai namun merupakan bentuk kanker rongga mulut yang

paling agresif karena besarnya tingginya angka relaps. Pasien dengan SCC

1

Page 2: squamous cell carcinoma

mukosa bukkal memiliki angka survival rate lebih buruk daripada jenis kanker

rongga mulut lainnya.6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Rongga Mulut

Rongga mulut merupakan sebuah bagian tubuh yang terdiri dari : lidah

bagian oral (dua pertiga bagian anterior dari lidah), palatum durum (palatum

keras), dasar dari mulut, trigonum retromolar, bibir, mukosa bukal, ‘alveolar

ridge’, dan gingiva. Tulang mandibula dan maksila adalah bagian tulang yang

membatasi rongga mulut. Rongga mulut yang disebut juga rongga bukal, dibentuk

secara anatomis oleh pipi, palatum keras, palatum lunak, dan lidah. Pipi

membentuk dinding bagian lateral masing-masing sisi dari rongga mulut. Pada

bagian eksternal dari pipi, pipi dilapisi oleh kulit. Sedangkan pada bagian

internalnya, pipi dilapisi oleh membran mukosa, yang terdiri dari epitel pipih

berlapis yang tidak terkeratinasi. Otot-otot businator (otot yang menyusun dinding

pipi) dan jaringan ikat tersusun di antara kulit dan membran mukosa dari pipi.

Bagian anterior dari pipi berakhir pada bagian bibir.

The American Joint Commission on Cancer mendefinisikan mukosa

bukkal sebagai lapisan membran bagian dalam dari pipi yang berbatasan dengan

sudut bibir pada bagian anterior sampai pterygomandibular raphe pada bagian

posterior  

2

Page 3: squamous cell carcinoma

2.2 Histologi dan Fisiologi Mukosa Mulut

2.2.1 Definisi

Membrana mukosa adalah pelapis yang basah dari traktus gastrointestinal,

faring, saluran nasal dan rongga tubuh lainnya yang berkomunikasi dengan

eksterior. Di rongga mulut lapisan tersebut disebut membrana mukosa oral atau

mukosa oral. Secara struktur mukosa oral dalam beberapa hal menyerupai kulit,

sedangkan sangat serupa dengan membrana mukosa esofagus, serviks, dan

vagina, tetapi sangat jauh berbeda dengan mukosa gastrointestinal.

Rongga mulut dilapisi oleh suatu membrana mukosa yang terdiri dari:

a) Mukosa yang dapat dibagi lagi menjadi epitelium dan lamina propria

b) Submukosa, yang tidak selalu ada di berbagai regio rongga mulut

2.2.2 Fungsi Mukosa Oral

Mukosa oral mempunyai bermacam fungsi, yang utama dan penting

adalah memproteksi jaringan yang lebih dalam dan kelenjar yang ada di rongga

mulut. Fungsi lain mencakup persepsi sensori, sintesis dan sekresi yang berasal

dari kelenjar yang berlokasi di mukosa dan peran estetik yang diwakili oleh

pertemuan mukokutaneous.

a. Proteksi; penghambat (barier) terhadap trauma mekanik dan mikroba.

Sebagai suatu lapisan permukaan, mukosa oral memisahkan dan memproteksi

jaringan yang lebih dalam di regio oral dari lingkungan rongga mulut. Aktivitas

normal dari menangkap, menggigit, mengunyah makanan menghadapkan jaringan

lunak mulut ke kekuatan mekanik (kompresi, meregang, memotong) dan abrasi

permukaan (dari partikel keras dalam diet). Di rongga mulut dalam keadaan

normal terdapat populasi mikroorganisme yang dapat menyebabkan

infeksi bila mikroorganisme tersebut mempunyai akses ke jaringan. Banyak

diantaranya ada yang menimbulkan efeks toksis ke jaringan.

b. Sensasi: temperatur (panas dan dingin), sentuhan, nyeri, rasa, dahaga.

Fungsi sensori mukosa oral penting karena memberikan informasi kejadian di

rongga mulut, sedangkan bibir dan lidah perespsi stimulai dari luar mulut. Di

mulut, faring dan epiglotis terdapat reseptor yang bereaksi terhadap suhu,

3

Page 4: squamous cell carcinoma

sentuhan, dan nyeri; ada pula taste bud untuk sensasi rasa baik manis, asam, pahit

dsb.

c. Sekresi: sekresi saliva

Sekresi utama berkaitan dengan mukosa oral adalah saliva yang diproduksi oleh

kelenjar saliva yang berkontribusi untuk mempertahankan kelambaban

permukaan. Kelenjar saliva utama, terletak jauh dari mukosa namun sekresinya

melewaati mukosa melalui duktus-duktusnya, sedangkan kelenjar saliva minor

langsung berhubungan dengan mukosa oral.

d. Regulasi panas (tidak pada manusia)

e. Estetika

Warna tekstur dan tampilan kulit memegang peran penting

sebagai petanda karakteristik perorangan seperti usia, kesehatan, etnik dsb.

Mukosa oral dalam keadaan normal tidak kelihatan, terkecuali di regio dimana

terajdi pertemuan dengan kulit, yaitu tepi vermilion bibir yang memberikan

komponen estetik terutama pada wanita.

2.2.3 Gambaran Umum Mukosa Oral

a) Dipisah dari kulit dengan zona vermilion yang mempunyai warna lebih

dalam daripada bagian mukosa lainnya.

b) Faktor yang mempengaruhi warna mukosa oral

c) Konsentrasi dan keadaan dilatasi pembuluh darah yang ada di jaringan

ikat dibawahnya

d) Ketebalan epitelium

e) Derajat keratinisasi

f) Jumlah pigmentasi melanin

2.2.4 Perbedaan Mukosa Oral Dengan Kulit

a) Warna

b) Permukaan yang basah/lembab

c) Tidak adanya struktur adneksa kulit seperti folikel rambut, kelenjar

keringat dan kelenjar sebasea (kecuali pada kondisi Fordyce). Penyakit

4

Page 5: squamous cell carcinoma

Fordyce: kelenjar sebasea di rongga mulut predominan di bibir atas,

mukosa bukal dan alveolar mukosa.

d) Adanya kelenjar saliva minor di mukosa oral.

e) Tekstur permukaan; mukosa oral lebih licin dripada kulit (beberapa

kekecualian seperti dorsal lidah karena ada papila; palatum durum karena

ada rugae, gingiva karena ada stippling).

f) Kekerasan: mukosa oral bervariasi kekerasannya. Contoh, mukosa bukal

dan bibir yang mudah digerakan dan lentur sedangkan palatum durum dan

gingiva yang kaku.

Epitelium mukosa oral adalah epitelium berlapis gepeng dengan dan tanpa

keratinisasi. Struktur diantara epitelium dan jaringan ikat disebut membrana

basalis/basement. Struktur tersebut tidak beraturan dan komposisi serta proyeksi

yang menjorok ke bawah disebut rete ridges atau rete pegs, sedangkan struktur

jaringan ikat yang menjorok ke atas disebut papila jaringan ikat. Pertemuan antara

epitelium dan lamina propria lebih jelas daripada antara lamina propria dengan

submukosa. Tidak ada struktur lapisan otot yang terlihat di mukosa oral. Jaringan

lemak yang longgar dan jaringan glandular dengan pembuluh darah dan saraf

terlihat dibawah mukosa oral dan dibawahnya lagi terdapat tulang atau lapisan

otot, lapisan ini disebut submukosa yang memberikan fleksibilitas. Di gingiva dan

palatum durum tidak terdapat submukosa dan lamina propria langsung melekat ke

periosteum dari tulang dibawahnya yang memberikan perlekatan yang cekat dan

tidak elastik disebut oral mukoperiosteum. Jaringan ikat di rongga mulut terisi

oleh kelanjar saliva, kelenjar sebaseous (penyakit Fordyce) dan jaringan limfoid

(jaringan tonsilar).

2.2.5 Epitelium Oral

Tersusun atas utamanya sel-sel keratinosit dan non keratonosit. Sel keratinosit

terdiri atas populasi sel progenitor: sel-sel yang membelah dan memberikan sel-

sel baru (Proliferasi) dan sel-sel yang populasinya sedang mengalami maturasi:

sedang menjalani diferensiasi (maturasi)

Diperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk penggantian keseluruhan sel-sel di

epitelium (turnover time), yaitu:

5

Page 6: squamous cell carcinoma

kulit : 52 s/d 75 hari

Usus : 4 s/d 14 hari

Gingiva : 41 s/d 57 hari

Pipi : 25 hari

Pada epitelium yang tidak mengalami keratinisasi pergantian selnya lebih cepat

daripada epitelium keratinisasi. Ketebalan epitelium sangat bervariasi. Sebagai

contoh, di mukosa bukal, epitelium relatif tebal, sedangkan di dasar mulut sangat

tipis.

Komponen Epithelium Oral

- Mukosa Lining:

a. Stratum Basalis: lapisan sel basal tersusun atas sel-sel kuboid. Sel-sel

progenitor yang membelah dan memberikan/menghasilkan sel-sel baru dengan

pembelahan mitotik selanjutnya bermigrasi ke permukaan dan menggantikan sel-

sel yang lepas

b. Stratum Spinosum (atau intermedium): sel selnya oval dan merupakan bagian

terbesar dari epitelium.

c. Stratum Superfisial: sel-selnya memipih dan mengandung nukei yang kecil

oval, yang secara terus menerus sebagian sel permukaannnya melepas diri

histolog bibir

d. Bagian kulit: epithelium berlapis gepeng berkeratinisasi , dengan struktur

adneksa kulit

e. Mukosa Oral: permukaannya basah/lembab, diselimuti oleh epithelium

berlapis gepeng tidak berkeratinisasi dengan kelenjar seromukous kecil lonjong

di lamina propria. Di submucosa serabut otot-otot orbicularis oris dapat dilihat.

f. Zona Vermillion: epitelium keratinized yang sangat tipis tidak ada strukur

adneksal kulit (dapat dijumpai kelenjar sebaseous).

Mukosa pipi (Bukal)

Epitel pada mukosa pipi adalah epitelium berlapis gepeng tidak

berkeratinisasi dengan lamina propria and submukosa. Submukosa pipi

mengandung sel-sel lemak dengan lobul kel saliva minor dan serat otot.

2.3 Anatomi Kelenjar Getah Bening Leher

6

Page 7: squamous cell carcinoma

Aliran limfa dari mukosa bukkal akan mengalir menuju nodus limfe fasial dan

submandibular dan dapat mengalir ke upper jugular nodes melalui nodus parotid

2.4 Definisi

Karsinoma sel skuamos (Squamous cell carcinoma) merupakan suatu

keganasan sel-sel epitel yang dapat terjadi pada beberapa organ yang secara

normal dilapisi oleh sel epitel squamous termasuk diantaranya kulit, bibir, rongga

mulut, bukkal, esofagus, traktus urinarius, paru-paru, prostat, vagina dan serviks.6

Gambar 1. Squamous cell carcinoma pada regio bukkal

2.4 Epidemiologi

7

Page 8: squamous cell carcinoma

Kanker mulut merupakan kanker urutan ke 6 dari seluruh kanker yang

terjadi di seluruh dunia. lebih dari 90% kanker mulut merupakan SCC. SCC dapat

mengenai bagian anatomi mana pun dari rongga mulut, salah satunya pada regio

bukkal. Prevalensi SCC pada regio bukkal diperkirakan mencapai 10% dari

seluruh kanker rongga mulut di Amerika Utara dan Eropa Barat. Hal ini kontras

dengan angka kejadian SCC bukkal yang tinggi di Asia Tenggara dimana SCC

bukkal merupakan kanker pada rongga mulut yang paling sering terjadi.

Perbedaan angka kejadian ini diperkirakan karena banyaknya jumlah perokok dan

pengunyah sirih yang merupakan karsinogenik yang sering terpapar dengan

bukkal. Di indonesia, belum terdapat data pasti mengenai prevalensi SCC rongga

mulut, namun diperkirakan prevalensi kanker mulut, bibir dan tenggorokan

sekitar5,1% dari semua jenis kanker.2,3

Sinar matahari merupakan faktor etiologi utama yang menyebabkan SCC

pada kulit, diperkirakan insidensi mencapai 200-300 kasus setiap 100.000

penduduk di Australia. Sedangkan SCC pada mukosa lebih sering disebabkan

oleh asap rokok, iritasi alkohol dan infeksi human papiloma virus (HPV). Selain

itu SCC sering terjadi pada usia tua dan orang kulit putih. Insidensi tertinggi pada

usia 50-70 tahun. Paling sering terjadi pada penduduk daerah tropis. Berdasarkan

jenis kelamin, insidensi pada pria 2-3 kali lebih banyak dibandingkan wanita.4,5

2.5 Etiologi

Paparan asap rokok dan konsumsi alkohol merupakan agen utama etiologi

SCC pada bukkal. Di Amerika utara, 70% penderita SCC bukkal memiliki riwayat

merokok. Walaupun alkohol sendiri tidak terlalu signifikan menyebabkan SCC,

namun kombinasi dari rokok dan alkohol diyakini memiliki efek sinergis yang

menyebabkan timbulnya SCC.

Di Asia, penggunaan sirih merupakan penyebab utama lain selain rokok

dan alkohol. Di India, 905 penderita dengan SCC bukkal memiliki riwayat

kebiasaan mengunyah sirih.

Beberapa penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan infeksi Human

Papiloma Virus (HPV) terhadap kejadian SCC, dimana HPV dapat

mengakibatkan terjadinya kerusakan DNA dari keratinosit.

8

Page 9: squamous cell carcinoma

Etiologi lain yang dapat menyebabkan SCC antara lain buruknya oral

hygine, iritasi kronis, supresi imunitas, paparan arsen, radiasi sinar-x dan

kerentanan genetik.1,2

2.5.1 Tembakau

Tembakau berisi bahan karsinogen seperti : nitrosamine, polycyclic

aromatic, hydrokarbon, nitrosodicthanolamine, nitrosoproline, dan polonium.

Tembakau merupakan faktor etiologi tunggal yang paling penting. Tembakau

dapat dikunyahkunyah, atau diletakkan dalam mulut untuk diisap, pada semua

keadaan tersebut tembakau mempunyai efek karsinogenik pada mukosa mulut.

Efek dari penggunaan tembakau yang tidak dibakar ini erat kaitannya dengan

timbulnya “oral leukoplakia” dan lesi mulut lainnya pada pipi, gingiva rahang

bawah, mukosa alveolar, dasar mulut dan lidah. Kebiasaan mengunyah tembakau

di masyarakat Asia dengan menggunakan campuran sirih dan pinang yang sering

dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan Karsinoma sel

skuamosa sesuai dengan letak campuran tembakau yang ditempatkan pada rongga

mulut. Mengunyah tembakau dengan menyirih dapat meningkatkan keterpaparan

carcinogen tobacco specific nitrosamine (TSNA) dan nitrosamine yang berasal

dari alkaloid pinang.9

2.5.2 Menyirih

Kebiasan menyirih atau "nginang" merupakan salah satu kebiasaan kuno

yang dimulai sejak berabad-abad tahun yang lalu. Menyirih mulai dilakukan oleh

masyarakat di China dan India lalu menyebar ke benua Asia termasuk Indonesia.

Komposisi utama dari menyirih adalah daun sirih (Piper betel leaves), buah

pinang (Areaca nut), kapur sirih (Antacid), dan gambir (Uncaria Gambier Roxb).

Menurut penelitian, kegiatan menyirih dapat menimbulkan efek negatif terhadap

jaringan mukosa di rongga mulut yang dikaitkan dengan penyakit kanker mulut

dan pembentukan karsinoma sel skuamosa yang bersifat malignan akibat

komposisi menyirih, frekuensi menyirih, durasi menyirih, dan penggunaan

sepanjang malam. 9

2.5.3 Alkohol

Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara konsumsi

alkohol yang tinggi terhadap terjadinya karsinoma sel skuamosa. Minuman

9

Page 10: squamous cell carcinoma

alkohol mengandung bahan karsinogen seperti etanol, nitrosamine, urethane

contaminant. Alkohol dapat bekerja sebagai suatu solvent (pelarut) dan

menimbulkan penetrasi karsinogen kedalam jaringan epitel. Acelylaldehyd yang

merupakan alkohol metabolit telah diidentifikasi sebagai promotor tumor.

Alkohol merupakan salah satu faktor yang memudahkan terjadinya leukoplakia,

karena pemakaian alkohol dapat menimbulkan iritasi pada mukosa. Kombinasi

Kebiasaan merokok dan minum alkohol menyebabkan efek sinergis sehingga

mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya kanker mulut. Asap rokok

mengandung bahan karsinogen dan alkohol menyebabkan dehidrasi dan rasa

panas yang mempengaruhi selaput lendir mulut. Meningkatnya premiabilitas

mukosa ini akan menimbulkan rangsangan menahun dimana timbul proses

kerusakan dan pemulihan jaringan yang berulang-ulang sehingga mengganggu

keseimbangan sel dan sel mengalami displasia. 9

2.5.4 Faktor pendukung lain

2.5.4.1 Penyakit Kronis

Penyakit kronis dapat menjadi faktor predisposisi bagi timbulnya

keganasan. Penyakit tersebut antara lain adalah sifilis. Sifilis merupakan faktor

predisposisi yang penting dari karsinoma mulut. Dengan berkurangnya sifilis

tertier dan sifilis glositis, peranan sifilis juga makin berkurang, oleh karena itu

adanya sifilis harus tetap diperiksa pada setiap keadaan karsinoma. 9

2.5.4.2 Faktor Gigi dan Mulut

Keadaan rongga mulut yang tidak terjaga ikut ambil peranan memicu

timbulnya kanker rongga mulut. Iritasi kronis yang terus menerus berlanjut dan

dalam jangka waktu lama dari restorasi yang kasar, gigi-gigi karies/akar gigi, dan

gigi palsu yang letaknya tidak pas akan dapat memicu terjadinya karsinoma. 9

2.5.4.3 Diet dan nutrisi

Diet dan nutrisi yang penting pada neoplasma mulut diindikasikan pada

beberapa study populasi dimana defisiensi dikaitkan pada resiko karsinoma sel

skuamosa. Buah-buahan dan sayur-sayuran (vitamin A dan C) yang tinggi

merupakan proteksi terhadap neoplasma, sedangkan daging dan cabe merah

powder didiagnosa sebagai faktor resiko. Zat besi berperan dalam melindungi

10

Page 11: squamous cell carcinoma

pemeliharaan epitel. Defisiensi zat besi, menyebabkan atropi epitel mulut dan

Plummer Vinson Syndrome yang berhubungan dengan terjadinya kanker mulut. 9

2.5.4.4 Jamur

Kandidiasis dalam jaringan rongga mulut mempengaruhi patogenesis dari

kanker mulut. Kandidiasis ada hubungannya dengan diskeratosis pada epitelium

walaupun tidak jelas apakah kandida ikut berperan dalam etiologi diskeratosis.

Kandidiasis dapat menyebabkan proliferasi epitel dan karsinogen dari

prokarsinogen in vitro, chronik hyperplastic candidiasis yang berupa plak mukosa

nodular atau bercak putih yang berpotensial untuk terjadinya lesi malignan epitel

oral. 9

2.5.4.5 Virus

Virus dipercaya dapat menyebabkan kanker dengan mengubah struktur

DNA dan kromosom sel yang diinfeksinya. Virus dapat ditularkan dari orang ke

orang melalui kontak seksual. Virus penyebab karsinoma sel skuamosa antara lain

Human Papiloma Virus, herpes simplex virus tipe 1 (HSV-1), human

immunodeficiency Virus (HIV), dan Epstein Barr Virus. 4,5 Human Papiloma

Virus positif dijumpai lebih tinggi pada tumor rongga mulut (59%), faring (43%),

dan laring (33%).9

2.5.4.6 Faktor Lingkungan

Sejumlah faktor lingkungan dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker,

salah satunya adalah pemaparan yang berlebihan dari sinar ultraviolet, terutama

dari sinar matahari. Selain itu, radiasi ionisasi karsinogenik yang digunakan dalam

sinar x, dihasilkan dari pembangkit listrik tenaga nuklir dan ledakan bom atom

juga dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker. 9

2.6 Patogenesis

Patogenesis molekuler KSS mencerminkan akumulasi perubahan genetik

yang terjadi selama periode bertahun-tahun. Perubahan ini terjadi pada gen-gen

yang mengkodekan protein yang mengendalikan siklus sel, keselamatan sel,

motilitas sel dan angiogenesis. Setiap mutasi genetik memberikan keuntungan

pertumbuhan yang selektif, membiarkan perluasan klonal sel-sel mutan dengan

peningkatan potensi malignansi. Karsinogenesis merupakan suatu proses genetik

11

Page 12: squamous cell carcinoma

yang menuju pada perubahan morfologi dan tingkah laku seluler. Gen-gen utama

yang terlibat pada KSS meliputi proto-onkogen dan gen supresor tumor (tumor

suppresor genes/TSGs). Faktor lain yang memainkan peranan pada perkembangan

penyakit meliputi kehilangan alel pada rasio lain kromosom, mutasi pada proto-

onkogen dan TSG, atau perubahan epigenetik seperti metilasi atau histonin

diasetilasi DNA. Faktor pertumbuhan sitokin, angiogenesis, molekul adesi sel,

fungsi imun dan regulasi homeostatik pada sel-sel normal yang mengelilingi juga

memainkan peranan.10

2.6 Manifestasi Klinis

SCC bukkal pada awalnya akan muncul sebagai massa yang tumbuh

lambat pada mukosa bukkal. Lesi awalnya kecil dan asimptomatik serta biasanya

dijumpai pada pemeriksaan gigi. Nyeri akan muncul setelah lesi membesar dan

membentuk ulkus. Asupan per oral biasanya memperburukk nyeri yang

menyebabkan pasien malnutrisi dan dehidrasi. Gejala lain yang muncul adalah

perdarahan, kelemahan otot fasial atau perubahan kepekaan sensoris, disfagia,

odinofagia dan trismus.3

Pada anamnesis perlu ditanyakan mengenai riwayat terapi pembedahan

dan radiasi serta riwayat penggunaan alkohol dan rokok. Riwayat keganasan pada

traktur aerodigestif juga perlu diidentifikasi.3

2.7 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan kepala dan leher yang komperhensif perlu dilakukan

terutama pada rongga mulut. Seluruh mukosa pada rongga mulut dan orofaring

harus diperiksa secara sistematis. Palpasi pada lesi perlu dilakukan untuk

menentukan luas dan kedalaman dari lesi. Adanya penyebaran kanker ke

mandibula dan maksila juga harus diidentifikasi. Laring dan faring juga harus

diperiksa dengan menggunakan cermin atau endoskopi untuk menilai adanya

tumor atau lesi pada area tersebut. Telinga juga harus diperiksa karena terdapat

bukti bahwa otalgia terkadang disebabkan nyeri alih akibat malignancy. 3

Kelenjar getah bening leher dan parotis harus diperiksa secara hati-hati

untuk menentukan adanya adenopati. Diaz et al. menemukan bahwa 27%

12

Page 13: squamous cell carcinoma

panderita SCC mengalami pembesaran kelenjar getah bening. Adanya pembesaran

kelenjar getah bening akan meningkatkan stadium dari penyakit tersebut. 3

Adapun sign yang sering didapatkan pada pemeriksaan fisik ialah adanya

perdarahan, ulkus, massa pada leher, bengkak pada wajah, paresis dan parestesi

pada wajah dan trismus.3

Lesi pada SCC dapat muncul dengan bentuk yang variatif, yaitu

leukoplakia, verukus leukoplakia, eritro-leukoplakia dan eritroplakia. Setiap

bentuk tersebut dapat berkembang menjadi ulkus dengan tepi yang irreguler dan

mengalami indurasi, lesi pada SCC dapat mengalami perdarahan dan infeksi

sekunder. Lesi yang besar dapat menimbulkan gangguan fungsi berbicara,

mengunyah dan menelan. Sekitar 2/3 SCC pada rongga mulut yang telah

membesar, secara klinis biasanya telah dijumpai metastasis ke KGB leher. KGB

yang membesar biasanya akan teraba keras. SCC yang telah menyebar melewati

ekstra-kapsular, akan teraba sebagai massa yang terfiksasi. Batas dari lesi juga

harus diidentifikasi dengan jelas, agar tatalaksana yang dilakukan efektif dan tidak

menimbulkan rekurensi.5

2.8 Stadium dan Klasifikasi

Tingkat keparahan pada karsinoma bukkal ditentukan berdasarkan the

American Joint Commission on Cancer (AJCC) Staging System for the oral

cavity. Modifikasi terakhir pada sistem staging ini terakhir dilakukan pada tahun

2002. Stadium dapat ditentukan berdasarkan pemeriksaan fisik dan temuan lain

pada pemeriksaan penunjang.3

Klasifikasi stadium berdasarkan TNM merupakan deskripsi dari anatomi

tumor primer (T), pembesaran KGB (N) dan ada atau tidaknya metastasis (M). 3

Tumor primer (T)

o Tx – Tumor primer tidak dapat dinilai

o T0 – Tidak ada bukti adanya tumor primer

o Tis - Carcinoma in situ

o T1 – Tumor < 2 cm pada dimensi terbesar

o T2 – Ukuran tumor 2-4 cm pada dimensi terbesar

o T3 – Ukuran tumor > 4 cm pada dimensi terbesar

13

Page 14: squamous cell carcinoma

o T4a – Terdapat invasi tumor ke struktur disekitarnya (seperti tulang maksila

atau mandibula, otot lidah ekstrinsik, dan kulit wajah

o T4b – Terdapat invasi tumor ke basis crania dan/atau arteri karotis interna.

KGB regional

o NX - KGB regional tidak dapat dinilai

o N0 – Tidak terdapat pembesaran KGB regional

o N1 – Terdapat pembesaran single KGB ipsilateral dengan ukuran < 3 cm pada

dimensi terbesar.

o N2a - Terdapat pembesaran single KGB ipsilateral dengan ukuran < 6 cm pada

dimensi terbesar.

o N2b - Terdapat pembesaran multiple KGB ipsilateral dengan ukuran < 6 cm

pada dimensi terbesar.

o N2c - Terdapat pembesaran multiple KGB kontralateral dengan ukuran < 6 cm

pada dimensi terbesar.

o N3 - Terdapat pembesaran KGB dengan ukuran > 6 cm pada dimensi terbesar.

Metastasis

MX – Metastasis jauh tidak dapat dinilai

M0 – Tidak terdapat metastasis

M1 – Terdapat metastasis

Adapun stadium SCC berdasarkan kriteria TNM adalah :

o Stadium 0 - Tis N0 M0

o Stadium 1 - T1 N0 M0

o Stadium 2 - T2 N0 M0

o Stadium 3 - T3 N0 M0; T1, T2, or T3 N1 M0

o Stadium 4a - T4a N0 M0; T4a N1 M0; T1, T2, T3 or T4a N2 M0

o Stadium 4b – Any T N3 M0; T4b any N M0

o Stadium 4c - Any T any N M1

Squamous Cell Carcinoma dapat tumbuh lambat merusak jaringan

setempat dengan kecil kemungkinan bermetastase. Namun dapat pula tumbuh

14

Page 15: squamous cell carcinoma

cepat merusak jaringan sekitar dan bermetastasis jauh umumnya melalui saluran

getah bening.7

Squamous Cell Carcinoma dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu :

1. SCC Insitu atau Bowen Carcinoma

SCC ini terbatas pada epidermis dan terjadi pada berbagai lesi kulit

yang telah ada sebelumnya. Seperti solar keratosit, kronis radiasi keratosit,

hidrokarbon keratosit, arsenik keratosit, kornu kutanea, penyakit bowen

dan eritroplasia queyrat. SCC insitu dapat menetap di epidermis dalam

jangka waktu yang lama dan tidak dapat diprediksi, dapat menembus

lapisan basal ingga ke dermis dan selanjutnya bermetastasis melalui

kelenjar getah bening regional.7

2. SCC Invasif

SCC invasif dapat berkembang dari SCC insitu dan dapat juga dari

kulit normal. SCC invasif baik yang muncul dari SCC insitu, lesi

premalignan atau kulit normal biasanya dapat berupa nodul kecil dengan

batas yang tidak jelas, sewarna dengan kulit atau sedikit eritem.

Permukaannya pada awalnya rata namun lama kelamaan dapat

berkembang menjadi verukosa atau papilomatosa. Ulserasi biasanya

muncul dari bagian tengah tumor dapat terjadi cepat atau lambat sering

ebelum tumor berdiameter 1-2 cm. Permukaan tumor dapat granular dan

mudah berdarah, sedangkan pinggir ulkus biasanya meninggi dan

mengeras serta dapat dijumpai krusta. 7

Urutan kecepatan invasif dan metastase SCC adalah sebagai berikut:2

1. Tumor yang tumbuh diatas kulit normal atau denovo (30%)

2. Tumor didahului kelainan prakanker seperti radiodermatitis, sikatriks,

ulkus, sinus fistula (25%)

3. Penyakit Bowen, eritroplasia queyrat (20%)

4. Keratosit solaris (2%)

Tumor yang terletak di daerah bibir, anus, vulva, penis lebih cepat

mengadakan invasi dan bermetastasis dibandingkan dengan daerah lainnya.

Metastasis umumnya melalui saluran getah bening dengan perkiraan sekitar 0,1-

15

Page 16: squamous cell carcinoma

50 % dari semua kasus. Perbedaan metastasis bergantung pada diagnosis dini, cara

pengobatan dan pengawasan secara terapi. 5

Secara histologis, karsinoma sel skuamosa diklasifikasikan oleh WHO

menjadi:

1. Well differentiated (Grade I): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana sel-sel

keratin basaloid masih berdiferensiasi dengan baik membentuk keratin.

2. Moderate differentiated (Grade II): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana

sebagian sel-sel basaloid tersebut menunjukkan diferensiasi, membentuk

keratin.

3. Poorly differentiated (Grade III): yaitu proliferasi sel-sel tumor dimana

seluruh sel-sel basaloid tidak berdiferensiasi membentuk keratin, sehingga

sulit dikenali lagi.

2.9 Pemeriksaan Penunjang

2.9.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan peri-operatif harus dilakukan terutama pada pasien dengan

rencana operasi, selain itu untuk mengetahui gambaran awal kondisi medis pasien,

pemeriksaan laboratorium yang diperiksa adalah 3:

Darah rutin, elektrolit, Ureum dan Kreatinin (tujuannya adalah untuk

skrining anemia, infeksi gangguan elektrolit dan gangguan fungsi ginjal

Prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (aPTT), and

international normalized ratio (INR) untuk menentukan ada atau tidanya

koagulopati

SGOT dan SGPT (untuk menilai adanya gangguan fungsi hati akibat

alkohol dan/atau metastasis ke hati).

Pemeriksaan golongan darah dan cross-match (pemeriksaan ini

diindikasikan untuk pasien anemia atau pasien dengan rencana operasi).

2.9.2 Pemeriksaan Radiologi

16

Page 17: squamous cell carcinoma

Foto Thorax AP dan lateral, untuk menilai adanya metastasis ke paru dan

melihat adanya penyakit paru kronis yang biasanya dijumpai pada pasien

kanker di rongga mulut. 3

CT scan atau MRI dengan kontras, digunakan untuk mengetahui luas dan

kedalaman tumor serta ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening

regional, selain itu untuk menentukan sejauh mana invasi sel kanker ke

jaringan tulang dan sekitarnya. 3

CT scan thorax dan positronemission tomography (PET), biasanya perlu

dilakukan jika dijumpai kelainan pada foto thorax. 3

2.9.3 Pemeriksaan Histopatologi

Biopsi insisi

Merupakan gold standar penegakan diagnosis SCC. Pada

pemeriksaan ini akan didapatkan tipe dari sel tumor dan juga menentukan

apakah sel tersebut ganas atau tidak. Biopsi biasanya juga dilakukan

intraoperatif untuk menentukan batas antara jaringan tumor dan jaringan

yang sehat. 3

Pada SCC akan dijumpai gambaran histopatologi berupa epitel

atipikal tang menginfiltrasi membrana basalis dan dijumpai formasi

keratin sesuai dengan derajat diferensiasi.3

2.10 Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan SCC bukkal memerlukan terapi

multidisiplin. Tujuan utama terapi SCC adalah untuk mengeradikasi kanker,

mencegah rekurensi dan mengembalikan fungsi organ/bagian yang terkena.

Penetuan terapi yang akan digunakan ditentukan berdasarkan spesifikasi kanker

dan keadaan pasien. Yang diperhatikan pada spesfikasi kanker adalah organ yang

terkena, ukuran kanker, ada tidaknya invasi lokal, gambaran histopatologi, ada

tidaknya pembesaran KGB regional dan metastasis jauh. Adapun jenis-jenis

modalitas terapi untuk SCC pada bukkal adalah eksisi/reseksi, radioterapi,

systemic cytotoxic cemotherapy, dan blocking of epithelial growth factor receptor

(EGF-R).7

17

Page 18: squamous cell carcinoma

Tindakan pembedahan dilakukan pada SCC oral yang kecil dan dapat

dijangkau. Pada SCC stadium lanjut terapi yang digunakan meliputi kombinasi

dari pembedahan, radioterapi dan kemoterapi. Pada SCC rekaren, blocking of epi-

thelial growth factor receptor (EGF-R) dan radio-kemoterapi merupakan

tatalaksana pilihan pertama. 5

Pada ekisisi SCC bukkal, harus dilakukan pengangkatan jaringan tumor

lebih dari 5 mm dari jaringan tumor. Hal ini dilakukan untuk mencegah rekurensi.

Walaupun pada penelitian didapatkan bahwa reseksi dengan batas bebas tumor >

5 mm juga masih menimbulkan rekurensi pada 20-30% pasien. Penjelasan logis

dari keadaan ini adalah kemungkinan adanya sel kanker keratinosit yang masih

terdapat pada tepi eksisi yang tidak terdeteksi dengan pemeriksaan histopatologi

atau adanya sel keratinosit pre-cancer yang dapat berkembang menjadi SCC yang

tidak direseksi saat pembedahan. 5

Rekurensi dari SCC pada regio bukkal sangat tinggi karena sifat kanker

yang agresif dan terapi yang tidak adekuat. Lin, CS et al. melaporkan adaya

rekurensi regional pada pasien post pembedahan sebesar 57%. Kesimpulan darip

penelitian tersebut merekomendasikan dilakukannya tindakan radioterapi pada

pasien yang telah dioperasi terutama pada pasien dengan T3dan4 atau N1.8

2.11 Prognosis

Prognosis baik jika didapatkan ukuran tumor yang kecil dan tidak terdapat

pembesaran KGB regional dan metastasis jauh. Faktanya angka-5 tahun harapan

hidup (5-years survival rate) pada pasien seperti ini sekitar 80-90% dimana pada

pasien dengan stadium lanjut angka 5-years survival rate berkisar 40%.5

Penentuan potensi biologis dari SCC dan risiko terjadinya metastasis dapat

diprediksi dari 7 kategori indikator sebagai berikut7:

a. Staging T,N,M

b. Metastasis lokal yang menyebar melalui sirkulasi limfe atau persarafan

tidak dicakup oleh sistem yang ada dan biasanya berhubungan dengan

tumor rekuren atau persisten

c. SCC lokal yang rekuren dan atau persisten atau pengobatan yang tidak

adekuat

18

Page 19: squamous cell carcinoma

d. Lokasi anatomis terjadinya lesi primer

e. Faktor dari pasien (imunosupresi dan komorbid dari kulit yang

berhubungan)

T Stage 5 year disease free survival of

treated primary SCC

T1

T2

95-99%

85-60%

T3 60-75 %

T4 <40 %

Tabel 2.1 Prognosis berdasarkan T

No of nodes involved 5 year survival rate

1 49%

2 30%

>3 13%

ECE 23%

Absent Present 47%

Tabel 2.2 Prognosis berdasarkan N

19

Page 20: squamous cell carcinoma

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien

Nama : Ramlah

Umur : 84 tahun

Alamat : Bireun

Pekerjaan : IRT

No. RM : 1-05-93-73

Tanggal Masuk : 28 Agustus 2015

Tanggal Pemeriksaan : 10 September 2015

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Luka di mulut yang tidak sembuh-sembuh dan membentuk

benjolan yang semakin membesar

RPS : Pasien datang dengan keluhan timbul luka di mulut yang

sejak 3 tahun yang lalu. Luka tersebut semakin membesar

dan membentuk benjolan serta mengeluarkan bau busuk

sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya luka hanya berukuran

20

Page 21: squamous cell carcinoma

±0,5 cm namun sekarang sudah berukuran kurang lebih

4x6x2 cm.

Pasien mengeluh sulit untuk makan dan berbicara karena

benjolan dan banyaknya air liur. Pasien tidak mengeluh

sesak nafas dan sulit menelan. Pasien mengaku tidak ada

benjolan di tempat lain.

RPD : Pasien pernah mengalami stroke 4 tahun yang lalu dan

mengalami kelemahan pada anggota gerak sebelah kanan.

Tidak ada riwayat tumor di tempat lain.

RPO : Betadine gurgle dan sohobion

RPK : Tidak ada keluarga pasien yang mengalami penyakit yang

sama dengan pasien

RKS : pasien sudah jarang beraktivitas karena faktor usia dan

lumpuh anggota gerak sebelah kanan. Riwayat merokok(-),

alkohol(-), riwayat mengunyah daun sirih (+). Pasien

mengaku tidak pernah beraktivitas di luar rumah setelah

mengalami lumpuh akibat stroke.

3.3 Pemeriksaan Umum

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan Darah : 120/70 mmHg

Nadi : 80 x/i

Pernapasan : 20 x/i\

Suhu : 37,1˚C

Anemis : (+)

Sianosis : Tidak dijumpai

Dispnoe : Tidak dijumpai

Ikterik : Tidak dijumpai

Oedem : (+) at regio maxilla sinistra

3.4 Pemeriksaan Fisik

21

Page 22: squamous cell carcinoma

Kepala : tampak massa seperti bunga kol pada regio bukkal sinistra.

Massa berukuran 4x6x2 cm, berdungkul-dungkul,

konsistensi keras, terfiksir, immobile dan mudah berdarah.

Terdapat bengkak dan memar pada pipi sebelah kiri

Leher : Pembesaran KGB (+)

S/L at regio submandibular ipsilateral

F : keras, nyeri(-), single, ukuran < 2 cm

Thoraks :

Paru Inspeks : simetris

Palpasi : Stem fremitus kanan = Stem fremitus kiri

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (+/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Dalam Batas Normal

Ekstremitas : Hemiplegi tungkai sinistra, pembesaran KGB inguinal (-)

Status Lokalis

Regio bukkal sinistra :

L : Benjolan dan memar pada regio bukkal sinistra

F : ukuran 4x6x2 cm ,konsistensi keras, permukaan tidak rata, terfiksir, batas

tegas, immobile, nyeri tekan(-).

Regio submandibular ipsilateral:

L : tidak terlihat benjolan

F : teraba benjolan keras, nyeri(-), single, ukuran < 2 cm

Foto Klinis

22

Page 23: squamous cell carcinoma

3.5 Resume Klinis

Seorang perempuan berusia 84 tahun, IRT, datang dengan keluhan luka

yang tidak sembuh-sembuh di buccal kiri. Luka muncul 3 tahun yang lalu dan

membentuk massa sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengeluh sulit makan dan

berbicara. Tidak ada keluhan sesak nafas dan sulit menelan. Pasien tampak

mengalami hipersalivasi. Benjolan pada regio bukkal sinistra, ukuran 4x6x2 cm

,konsistensi keras, permukaan tidak rata, terfiksir, batas tegas, immobile, nyeri

tekan(-). Teraba pembesaran KGB submandibula ipsilateral ukuran < 2 cm, kesan:

T3N0Mx

23

Page 24: squamous cell carcinoma

3.6 Differential Diagnosis

1. Squamous Cell Carsinoma a/r buccal sinistra

2. basal cell carcinoma a/r buccal sinistra

3.7 Diagnosis Klinis

Squamous Cell Carsinoma a/r buccal sinistra

3.8 Usul Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Laboratorium (DR, CT/BT, Ur/Cr, Eektrolit, GDS)

- Pemeriksaan Histopatologi

- Pemeriksaan CT scan kontras dan non-kontras

- Pemeriksaan Foto Thorax

- Pemeriksaan EKG

3.9 Hasil Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Laboratorium Darah

Jenis PemeriksaanTanggal

Satuan28 /7/2015 31/8/2015 2/9/2015 16/9/15

Hemoglobin 10 9,3 g/dL 10,2 8,9 g/dL

Eritrosit 3,5 3,3 3,6 3,1 x 106 /

mm3

Leukosit 10,7 12,8 12,4 13,7 x 106 /

mm3

Hematokrit 31 30 31 26 %

Trombosit 237 318 244 159 x 103 /

mm3

Eos/Baso/NS/Lim/Mono 2/0/82/10/6 2/0/82/12/

4

2/0/84/10

/4

0/0/0/9

3/5/2

%

Clotting Time 7 7 - - Menit

Bleeding time 2 2 - - Menit

GDS 131 232 gr/dl

24

Page 25: squamous cell carcinoma

Ur/cr 39/0,54 23/0,31 gr/dl

Na/K/Cl 137/2,7/

106

Mmol/

L

b. Foto Thorax AP (27 Juli 2015)

Kesimpulan : Cardiomegaly dengan congestive paru

c. Histopatologi (13 Agustus 2015)

Kesimpulan : Invasive meoderately squamous cell carcinoma

d. Echocardiography

kesimpulan : EF 77 %

3.10 Diagnosis Kerja

25

Page 26: squamous cell carcinoma

Squamous Cell Carcinoma a/r buccal Sinistra T3N0Mx

3.11 Planning

- konsul kardio dan anestesi

- konsul bedah plastik

- persiapan operasi biopsi eksisi dan rekonstruksi

- persiapan ICU post operasi

- Terapi medikamentosa

1. Betadine Gurgle 3x1

2. Sohobion 2x1

3.12 Laporan Pembedahan

BAB 4

ANALISA KASUS

Ny. R, 84 tahun datang dengan keluhan luka pada mukosa mulut yang

tidak sembuh-sembuh sejak 3 tahun yang lalu. Sejak 3 bulan terakhir, luka

tersebut membentuk massa yang berbentuk seperti bunga kol, berukuran 4x6x2

cm dan mengeluakan bau busuk. Hal ini sesuai dengan teori yang menyebutkan

bahwa pada tahap awal SCC, akan timbul lesi tumor primer berupa luka yang

26

Page 27: squamous cell carcinoma

disertai papul atau nodul yag kemerahan dan nyeri dan biasanya nodul atau papul

tersebut dilapisi oleh lapisan hyperkeratosis. Kemudian lesi akan tumbuh dalam

hitungan bulan dengan intensitas nyeri yang semakin meningkat. Pada tahap

selanjutnya akan timbul bentuk fungating, yaitu massa yang berbentuk seperti

bunga kola tau cawliflower dan mudah berdarah.

Pada Ny R, lesi tumor yang terbentuk belum membentuk ulserasi dan krusta

sehingga dapat diambil kesimpulan awal bahwa tumor SCC belum masuk ke

tahap yang lebih lanjut, yaitu adanya infiltasi sel tumor ke struktur lain seperti

tulang dan kartilago. Namun hal tersebut memang harus dikonfirmasi dengan

pemeriksaan lebih lanjut.

Pada pemeriksaan kelenjar getah bening leher, tidak dijumpai adanya

pembesaran kelenjar getah bening. Hal ini menunjukkan sel sel tumor

kemungkinan belum bermetastasis ke organ lain, karena pada umumnya, SCC

bermetastasis melalui saluran kelenjar getah bening. Meskipun demikian, perlu

dilakukan pemeriksaan lain untuk memastikan bahwa tidak terdapat metastasis

jauh seperti ke hati, paru dan tulang. Namun secara klinis, Ny. R tidak

menunjukkan adanya gejala gejala yang mengarah ke metastasis seperti batuk-

batuk, ikterik dan nyeri tulang/sendi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan massa pada regio buccal sinistra,

dengan ukuran 4x6x2 cm bentuk seperti bunga kol ,konsistensi keras, permukaan

tidak rata, terfiksir, batas tegas, immobile, nyeri tekan(-). Hasil pemeriksaan

tersebut sejalan dengan pemeriksaan patologi anatomi yang menyatakan bahwa

sel-sel tumor tersebut merupakan SCC. Hal ini menunjukkan kesesuaian antara

teori dengan pemeriksaan yang didapatkan secara klinis, dimana pada tumor

ganas, massa yang terbentuk biasanya tidak berbatas tegas, terfiksir dan

konsistensinya keras. Adapun bentuk bunga kol yang terbentuk, secara teori

merupakan bentuk yang menjadi ciri khas dari SCC.

Pada pemeriksaan foto thorax, tidak didapatkan adanya metastasis ke paru

dan secara klinis tidak dijumpai metastasis ke tempat lain. Dengan demikian dapat

diambil kesimpulan bahwa SCC pada Ny. R merupakan SCC stadium 2 atau 4

dimana pada Ny R dijumpai tumor dengan klasifikasi T3N0Mx. Sesuai dengan

teori, SCC dikatakan stadium 2 jika didapatkan T2N0M0 atau T3N0M0 dan

27

Page 28: squamous cell carcinoma

masuk dalam criteria stadium 4 jika didapatkan metastasis ke organ lain. Pada ny.

R belum dapat diambil kesipulan bahwa tidak ada metastasis ke organ lain Karena

pemeriksaan yang belum lengkap. Oleh karena itu masih terdapat dua

kemungkinan yaitu stadium 2 dan stadium 4.

Penentuan stadium ini digunakan untuk menetukan prognosisnya. Stadium

2 mempunyai prognosis yang lebih baik. Prognosis juga dapat ditentukan dengan

ukura tumor, dimana ukuran tumor >5 cm dan belum ada infiltrasi struktur lain

seperti yang dialami ny R, dikatakan dapat sembuh total dengan persentase 60-

75% jika dilakukan terapi yang adekuat.

Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan nilai Hb dan Ht turun, hal ini

dapat disebabkan karena penyakit yang diderita telah berlangsung lama (kronis).

Tingginya nilai leukosit dapat disebabkan adanya proses inflamasi pada tungkai

bawah pasien. Pada pasien ini belum dilakukan USG abdomen, sehingga belum

diketahui ada atau tidaknya metastasis jauh ke hati. Bone scanning juga dapat

dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya metastasis jauh ke tulang.

Dari segi epidemiologis, Squamous cell carcinoma merupakan bentuk

kedua terbanyak pada kanker kulit setelah basal cell carcinoma. Frekuensinya

meningkat pada kulit yang sering terpapar sinar matahari dan pada usia tua

terutama yang berkulit terang. Insidensi tertinggi pada usia 50-70 tahun. Paling

sering terjadi pada penduduk daerah tropis. Berdasarkan jenis kelamin, insidensi

pada pria 2-3 kali lebih banyak dibandingkan wanita, hal ini dikaitkan dengan

aktivitas pria yang sering terpapar sinar matahari. Pada Ny. R didapatkan faktor

resiko berupa usia diatas 50 tahun dan penduduk yang tinggal di daerah tropis,

dan sering terpapar sinar matahari, walaupun hanya seorang ibu rumah tangga,

namun dari anamnesis didapatkan bahwa Ny R sering melakukan aktivitas di

tempat yang terkena paparan sinar matahari.

Mengenai etiologi pasti dari kelainan yang timbul pada Ny. R, tidak dapat

diketahui secara pasti, namun dari data yang ada terdapat beberapa faktor resiko

yang diketahui seperti riwayat menguyah sirih secara rutin, dan mungkin ada

beberapa faktor resiko lain yang belum atau tidak pernah diketahui sebelumnya

seperti adanya paparan zat kimia seperti arsen, paparan radiasi, keadaan genetik

28

Page 29: squamous cell carcinoma

yang rentan, konsumsi buah dan sayur yang kurang, dan adanya infeksi virus atau

jamur.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang telah dilakukan os disimpulkan menderita squamous cell carcinoma, tidak

terdapat keterlibatan KGB regional, namun belum diketahui apakah sudah

metastasis atau belum(T3N0Mx).

Prognosis quo ad vitam, quo ad functionam serta quo ad sanactionam

penderita ini adalah dubia ad malam, karena tumor dapat secara progresif

membesar dan mengganggu jalan nafas, belum lagi kemungkinan adanya

metastasis yang belum diketahui, selain itu os merupakan penderita dengan usia

lanjut dimana terdapat penurunan fungsi organ dan status imunologis, belum lagi

pasien menderita hemiparesis post stroke hemoragik yang tentunya dapat

menurunkan kualitas hidupnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pasaribu. ET. Epidemiologi dan Etiologi Kanker. Majalah Kedokteran

Nusantara. 2006. Volume 26(3): p266-69

2. Australia cancer council. A Summary of Management in Clinical Practical

Basal Cell and Squamous Cell Carsinoma. Australia. 2012

29

Page 30: squamous cell carcinoma

3. Christopher Klem, MD. Buccal Carcinoma. Medscape Refference. 2014.

Access date: October 2nd 2015 from:

http://emedicine.medscape.com/article/855235

4. Bachar G, Goldstein DP, Barker E. et al. Squamous Cell Carcinoma of the

Buccal Mucosa: Outcomes of Treatment in the Modern Era. The American

Laryngological, Rhinological and Otological Society, Inc. 2012. 122: p1552–

1557

5. Feller L, Lemmer J. Oral Squamous Cell Carcinoma: Epidemiology, Clinical

Presentation and Treatment. Journal of Cancer Therapy, 2012. (3). p263-268

6. Yan W, Ignacio I, Wistuba. Squamous cell carcinoma – similarities and

differences among anatomical sites. Am J Cancer Res 2011;1(3):275-300

7. Manuaba IB. Karsinoma Sel Skuamosa. Panduan Penatalaksaanan Kanker

Solid PERABOI 2010. Jakarta: Sagung Seto. 2010

8. Lin CS, Jen YM, Cheng MF. Squamous Cell Carcinoma of the Buccal

Mucosa : an Aggressive Cancer Requiring Multimodality Treatment. Wiley

InterScience. 2006: p150-57

9. Mehrotra R, Yadav S, Oral Squamous Cell Carcinoma. Etiology pathogenesis

and prognostic value of genomic alternations review article 2006, Vol: 43; 60-

66

10. Scully C. Oral and Maxillofacial Medicine. Edinburgh: Wright, 2004:132-250

30