nasopharyngeal carcinoma

20
NASOPHARYNGEAL CARCINOMA I. Anatomy Nasopharing adalah pintu dari pharing yang berada di belakang fossa nasal dan memanjang ke bawah sampai setinggi palatum molle. Fungsinya hanya respirasi, merupakan tempat pengumpulan, dimana udara respirasi difiltrasi. Nama lain dari nasopharing adalah epifaring, beberapa ada yg menyebut posterior nasal passage dan post nasal space tetapi kurang popular. Nasopharing terbagi menjadi 2 komponen. Bagian atas yang identik dengan cavum nasi dan bagian bawah yg mirip dengan saluran pencernaan atas. Nasopharing selain menghubungkan hidung dengan pharing juga ada hubungan dengan telinga tengah melalui tuba eustachii. Batas nasopharing : Atap : corpus ossis sfenoidalis Batas depan : koana Batas belakang : corpus vertebra cervicalis Batas bawah : palatum molle

Upload: henry-christianto

Post on 28-Jun-2015

315 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

I. Anatomy

Nasopharing adalah pintu dari pharing yang berada di belakang fossa nasal dan memanjang

ke bawah sampai setinggi palatum molle. Fungsinya hanya respirasi, merupakan tempat

pengumpulan, dimana udara respirasi difiltrasi. Nama lain dari nasopharing adalah epifaring,

beberapa ada yg menyebut posterior nasal passage dan post nasal space tetapi kurang

popular.

Nasopharing terbagi menjadi 2 komponen. Bagian atas yang identik dengan cavum nasi dan

bagian bawah yg mirip dengan saluran pencernaan atas. Nasopharing selain menghubungkan

hidung dengan pharing juga ada hubungan dengan telinga tengah melalui tuba eustachii.

Batas nasopharing :

Atap : corpus ossis sfenoidalis

Batas depan : koana

Batas belakang : corpus vertebra cervicalis

Batas bawah : palatum molle

Page 2: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

Diameter anteroposterior nasopharing sekitar 2-3 cm dan diameter transversa dan vertical

kira-kira 3-4 cm. Nasopharing tidak motil hanya untuk area dari small area anterior  sampai

ke orificium tuba eustachii yang memiliki dinding tulang kaku. Sedangkan kontraksi kuat

terdapat di daerah sekitar tuba eminence dan fosa rosenmuller. Di bawah area ini merupakan

rongga yang memiliki lapisan otot dan berpartisipasi aktif pada kontraksi sewaktu menelan

dan berbicara.

Struktur dinding nasopharing terdiri dari:

Muscular layer

Terdapat 2 lapisan otot, oblique di bagian luar dan longitudinal di bagian dalam.

Fibrous layer

Terdiri dari 2 fascia. Di bagian luar disebut buccopharingeal fascia yang melapisi

permukaan dari m. konstriktor superior dan di bagian dalam atau disebut juga

aponeurosis pharyngeal yang terdapat di antara muscular layer dengan m. konstriktor.

Mucosal layer

Nasopharing pada dewasa merupakan pseudostratified ciliated yang terdapat di

sekitar choana dan daerah dekat atap. Sedangkan daerah bawah merupakan stratified

squamous.

Struktur-struktur penting pada nasopharing:

Tonsil pharyngeal / adenoid

Ditemukan di membrane mukosa pada hubungan atap dengan dinding posterior

nasopharing. Perkembangan yang cepat terjadi pada kanak-kanak dan mulai

meregresi pada usia sekitar 8-10 tahun.

Torus tubarius / Eustachian cushion

Orificium tuba eustachii dilindungi sebagian terutama di posterior dan superior oleh

penonjolan berbentuk koma yang disebut torus tubarius. Dibentuk oleh bagian medial

pars kartilaginosa dari tuba.

Fossa rosenmuller / pharyngeal recess

Berada tepat di atas dan belakang dari torus tubarius. Ukuran tiap orang berbeda-

beda. Pada anak-anak fossa kecil dan sering terobliterasi oleh jaringan limfoid

Page 3: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

sedangkan pada dewasa sering terhalangi oleh fibrous trabecula terutama yang

mengalami luka pada saat adenoidectomy. Fossa yang sangat luas bias terdapat pada

orang dewasa. Menurut Wilson disebabkan karena anomaly branchiogenic,

sedangkan menurut Khoo fossa yang luas terjadi pada orang-orang China (genetic).

Tempat ini penting karena merupakan site of origin dari nasopharyngeal carcinoma.

Selain itu kesulitan akses untuk mencapai tempat ini menyebabkan sukar untuk

melakukan pemeriksaan otolaringologi yang baik dan teliti.

Hubungan fossa rosenmuller :

Anterior : tuba eustachii

Antero-lateral : m. levator veli palatini

Posterior : retropharyngeal space

Superior : Medial : foramen lacerum

Posterior : apex petrous dan canalis carotid

Antero-lateral : foramen oval dan foramen spinosum

Lateral : m. tensor veli palatine, pharyngeal space (prestyloid

kompartemen)

Inferior : m. konstriktor superior

Page 4: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

Rongga sekitar nasopharing:

Retropharingeal space

Parapharingeal space

Pre styloid kompartemen

Danger space

Page 5: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

Perdarahan nasopharing :

Supply darah arteri yang utama berasal dari a. pharyngeal ascendens, a. palatine ascendens, a.

palatine descenden dan cabang pharyngeal dari sphenopalatina yang merupakan cabang dari

a. carotid external.

Sistem limfatik:

1. Level I is divided in two sublevels. Sublevel IA (submental), which includes the lymph

nodes within the triangle bound by the anterior belly of the digastric muscles and the

hyoid bone. Sublevel IB (submandibular), which includes the lymph nodes within the

boundaries of the anterior belly of the digastric muscle, the stylohyoid muscle, and the

inferior border of the body of the mandible.

2. Level II (upper jugular) includes the lymph nodes located around the upper third of the

IJV and adjacent spinal accessory nerve extending from the level of the skull base

(above) to the level of the inferior border of the hyoid bone (below). The anterior

(medial) boundary is the stylohyoid muscle (the radiologic correlate is the vertical plane

defined by the posterior surface of the submandibular gland) and the posterior (lateral)

boundary is the posterior border of the sternocleidomastoid muscle. Two sublevels are

recognized in level II: sublevel IIA: nodes located anterior (medial) to the vertical plane

defined by the spinal accessory nerve; and sublevel IIB: nodes located posterior (lateral)

to the vertical plane defined by the spinal accessory nerve.

3. Level III (midjugular) includes the lymph nodes located around the middle third of the

IJV extending from the inferior border of the hyoid bone (above) to the inferior border of

the cricoid cartilage (below). The anterior (medial) boundary is the lateral border of the

sternohyoid muscle, and the posterior (lateral) boundary is the posterior border of the

sternocleidomastoid muscle.

4. Level IV (lower jugular) encompasses the lymph nodes located around the lower third of

the IJV extending from the inferior border of the cricoid cartilage (above) to the clavicle

below.

5. Level V (posterior triangle) comprised predominantly of the lymph nodes located along

the lower half of the spinal accessory nerve and the transverse cervical artery. The

supraclavicular nodes are also included in posterior triangle group. The superior

Page 6: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

boundary is the apex formed by convergence of the sternocleidomastoid and trapezius

muscles, the inferior boundary is the clavicle, the anterior (medial) boundary is the

posterior border of the sternocleidomastoid muscle, and the posterior (lateral) boundary is

the anterior border of the trapezius muscle. A horizontal plane marking the inferior

border of the anterior cricoid arch separates two sublevels. Sublevel V-A, above this

plane, includes the spinal accessory nodes. Sublevel V-B, below this plane, includes the

nodes that follow the transverse cervical vessels and the supraclavicular nodes (with the

exception of Virchow node, which is located in level IV).

6. Level VI (anterior compartment) Lymph nodes in this compartment include the pre- and

paratracheal nodes, precricoid (Delphian) node, and the perithyroidal nodes including the

lymph nodes along the recurrent laryngeal nerves. The superior boundary is the hyoid

bone, the inferior boundary is the suprasternal notch, and the lateral boundaries are the

common carotid arteries.

7. Other lymph node groups: Lymph nodes involving regions not located within these levels

should be referred to by the name of their specific nodal group; examples of these are the

superior mediastinum, the retropharyngeal, the periparotid, the buccinator, the

postauricular, and the suboccipital lymph nodes.

Page 7: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

II. Fisiologi

III. Definisi

Nasopharyngeal carcinoma adalah tumor yang muncul dari sel epitel yang ada di permukaan

nasopharynx.

IV. Etiologi

Salah satu penyebab dari nasopharyngeal carcinoma adalah Epstein Barr Virus (EBV) yang

merupakan virus DNA. Selain itu ada pula pengaruh dari genetik dan makanan yang banyak

mengandung karsinogen volatile nitrosamine, ikan asin dan makanan yang diawetkan.

V. Klasifikasi

Menurut World Health Organization (WHO), nasopharyngeal carcinoma dapat dibagi

menjadi :

1. Tipe 1: differentiated squamous or trantitional cell carcinoma dengan produksi keratin

2. Tipe 2: non-keratinizing carcinoma

3. Tipe 3: undifferentiated carcinoma, termasuk lymphoepithelioma

Kasus terbanyak pada anak dan remaja adalah tipe 3. Tipe 2 dan 3 berhubungan dengan

peningkatan titer Epstein-Barr Virus, selain itu terdapat pula infiltrasi limfosit, sel plasma

dan eosinofil bersamaan dengan sel malignannya (lymphoepithelioma). 2 tipe histologi yang

dapat ditemukan yaitu, tipe Regaud dimana sel epitel dikelilingi oleh limfosit dan connective

tissue serta tipe Schmincke dimana sel tumor tersebar difus dan dikelilingi oleh sel inflamasi.

Kedua tipe tersebut dapat ditemukan pada tumor yang sama.

VI. Predisposisi

VII. Insidensi

Merupakan 2% keganasan dari tumor kepala dan leher. Insidensi tertinggi pada ras China

dengan angka tertinggi di Guangdong (Cina) 40-50% per 100.000 orang. Kejadian pada pria

lebih banyak dibandingkan wanita dan biasanya terjadi pada decade 2 dengan puncakya pada

decade 4.

Page 8: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

VIII. Faktor Resiko

1. Makanan seperti ikan asin, pengawet dan nitrosamine

2. Sosial ekonomi rendah

3. Karsinogen, contohnya gas kimia, asap kayu dan asap industri

4. Ras dan keturunan: banyak pada ras China dan lebih sedikit pada kulit putih

5. Radang kronis nasofaring

IX. Patofisiologi

X. Gejala Klinik

1. Massa di leher

Merupakan keluhan utama yang paling sering. Kebanyakan unilateral cervical

limfadenopati tanpa rasa nyeri.

2. Gejala nasal

Yang merupakan tanda dari nasopharyngeal carcinoma adalah adanya darah di nasal

atau post nasal discharge. Keluhan lainnya yang mungkin yaitu obstruksi nasal

unilateral/bilateral.

3. Gejala aural

Page 9: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

Gangguan pada telinga biasanya berupa hearing loss, tinnitus, otalgia dan otore yang

kebanyakan unilateral. Hal ini disebabkan karena ada gangguan pada tuba eustachii.

4. Gejala neurological

Terutama adalah keluhan nyeri kepala. Sedangkan keluhan cranial nerve palsy jarang

terjadi. Namun nervus cranialis yang paling banyak mengalami gangguan pada

nasopharyngeal carcinoma yaitu N. V dan N. VI, karena berada di atap dari

nasopharing. Nervus cranialis lainnya yang dapat mengalami gangguan juga ialah

N.III dan N.VII serta N.IX, N.X, N.XI dan N.XII bila sudah berat.

5. Gejala lain

Gejala dapat berupa trismus bila ada metastase ke m. pterygoid dan nyeri pada

tengkorak bila sudah ada metastase jauh.

XI. Komplikasi

1. Rute umum

Penyebaran interlumen, dari nasopharing ke pharing dan hidung. Dapat menyebabkan

destruksi palatum, sinus maxilaris dan orbita.

2. Retropharingeal space

Penyebaran dapat melalui system limfatik ataupun langsung. Dapat menyebabkan

destruksi tulang vertebra atlas.

3. Parapharingeal space

• Pre-styloid space

Melalui penyebaran langsung. Gangguan dapat berupa hilangnya sensoris dari

nervus trigeminal yang diikuti oleh cabang motoriknya. Trismus dapat terjadi

bila ada metastase ke m. pterygoid. Nervus VII jarang terganggu.

• Retro-styloid space

Penyebaran dapat langsung ataupun limfatik. Gangguan pada N.IX - N.XII.

Apabila arah penyebaran ke atas, dapat menyebabkan erosi pada basis cranii.

Sedangkan bila ke bawah, menyebabkan gangguan telinga serta infiltrasi ke

kelenjar parotis dan submandibular.

4. Intracranial

Page 10: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

Penyebaran secara langsung, dari fossa rosenmuller kearah atas melalui foramen

lacerum. Menyebabkan destruksi dari dasar canalis carotikus yang kemudian menuju

ke sinus cavernosus. Hal ini menyebabkan optalmoplegia dimana ada gangguan pada

fungsi N.III, N.IV dan N.VI. Dapat pula menyebabkan destruksi dari os sphenoid.

5. Paranasal sinus dan telinga

Tumor dapat menyebar secara langsung ke os ethmoidal dan berlanjut ke sinus

frontalis dan maxilaris. Pada metastasis ke telinga, tidak melewati tuba eustachii nya

tetapi melalui penyebaran ke atas dari os petrosus menuju telinga tengah.

6. Metastase jauh

Melalui system limfatik atau sirkulasi darah, menuju ke paru, tulang dan hati.

XII. Dasar Diagnosis

Anamnesa kemudian dilanjutkan pemeriksaan lengkap kepala dan. Jika ditemukan

limfadenopati harus ditentukan tempat dan ukurannya untuk menentukan stadium dari

carcinoma.

Rhinoskopi anterior dan posterior dapat pula dilakukan, namun susah untuk mendapatkan

diagnosis. Sehingga yang paling banyak digunakan adalah direct nasopharyngoscopy atau

hopkins endoscope. Dan sebagai diagnosis pasti dapat dilakukan biopsy jaringan.

Gambar direct nasopharyngoscopy

Page 11: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

Gambar Hopkins endoscope

Derajat Nasopharyngeal Carcinoma menurut AJCC

Tumor in nasopharynx (T)

T1 Tumor confined to the nasopharynx

T2 Tumor extends to soft tissues of oro-pharynx and/or nasal fossa

T2a without parapharyngeal extension

T2b with parapharyngeal extension

T3 Tumor invades bony structures and/or paranasal sinuses

T4 Tumor with intracranial extension and/or involvement of cranial nerves,

infratemporal fossa, hypopharynx, or orbit

Regional Lymph Nodes (N)

The distribution and the prognostic impact of regional lymph node spread from nasopharynx

cancer, particularly of the undifferentiated type, is different than that of other head and neck

mucosal cancers and justifies use of a different N classification scheme.

NX Regional lymph nodes cannot be assessed

N0 No regional lymph node metastasis

N1 Unilateral metastasis in lymph node(s), 6 cm or less in greatest dimension, above

the supraclavicular fossa

Page 12: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

N2 Bilateral metastasis in lymph node(s), 6 cm or less in greatest dimension, above

the supraclavicular fossa

N3 Metastasis in a lymph node(s)

N3a greater than 6 cm in dimension

N3b extension to the supraclavicular fossa

Distant Metastasis (M)

MX Distant metastasis cannot be assessed

M0 No distant metastasis

M1 Distant metastasis

Stage grouping

Stage 0 T1s N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage IIA T2a N0 M0

Stage IIB T1 N1 M0

T2 N1 M0

T2a N1 M0

T2b N0 M0

T2b N1 M0

Stage III T1 N2 M0

T2a N2 M0

T2b N2 M0

T3 N0 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stage IVA T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stage IVB Any T N3 M0

Stage IVC Any T Any N M1

Page 13: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

XIII. Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah:

1. Serologis

Titer antibody terhadap Epstein-Barr virus, dapat berupa IgA anti VCA (spesifik) atau

IgA anti EA.

2. Radiologi

Foto waters, MRI, CT Scan.

3. Sitologi

XIV. Penatalaksanaan

1. Radioterapi

• Tumor Primerà dosis 200 rad.hari sampai 6000-7000 rad

• Kelenjar leher membesarà 6000rad

• Pembesaran kelenjar Leher(-)à radiasi elektif 4000 rad

• Radiasi Eksternaà kasus kambuh & residu:

Dosis 3000-4000 rad dgn Co60 dgn sinar X 4

MV terbatas pada tumor

Brachyterapi, implant (I125)

• Metastasis tulang

Dilakukan segera, tanpa persiapan, efisien untuk menghilangkan nyeri,

menyembuhkan lesi

Dosis 10x300 rad pada tumor atau dosis tunggal 1000 rad bila lesi terbatas

• Metastasis paru

Dosis 250-300 rad hari sebanyak 10-15x pada tumor atau sampai gejala

hilang, dosis maks 5000 rad

2. Kemoterapi

• Terapi tambahan tu pada keadaan kambuh & stadium lanjut

• Penggabungan dengan radiasià kemo-radiasi-kemo

• Dianjurkan pemberian multiple drugsà efek maksimal & dampak minimal

• Perhatikan efek samping dgn kontrol fungsi hemopoitik , fungsi ginjal

3. Operasi

Page 14: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

• RND jika ada sisa kelenjar pasca radiasi atau kekambuhan kelenjar dengan syarat

tumor primer dinyatakan bersih

• Teknik:

Tranparotid temporal bone approach

Infra temporal fossa approach

Maxillary swing procedure

XV. Pencegahan

Hindari makan makanan seperti ikan asin, yang banyak mengandung karsinogenik dan

nitrosamine.

XVI. Prognosis

Secara keseluruhan , 5 year survival rate (45%), memburuk pada:

1. Stadium lebih tinggi

2. Laki-laki

3. Usia > 40 tahun

4. Ras Cina

5. Pembesaran kelenjar leher

6. Paresis saraf otak

7. Erosi basis kranii

8. Metastasis jauh

Page 15: NASOPHARYNGEAL CARCINOMA

DAFTAR PUSTAKA

Bailey, Byron J. 2006. Head & Neck Surgery - Otolaryngology, 4th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins, page 1657-1668.

Corbridge, Rogan. 2006. Oxford Handbook of ENT and Head and Neck Surgery, 1st Edition.

New York: Oxford University Press, page 210-211.

Pasha, R. 2003. Otolaryngology Head and Neck Surgery Clinical Reference Guide. Page

259-261

Van hasselt. 1999. Nasopharyngeal Carcinoma 2nd edition. London: Greenwich Medical

Media Ltd, page 13, 16-23, 34-50, 105-108, 111-118, 195-201

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1559589/

http://emedicine.medscape.com/article/988165-overview

http://www.otohns.net/default.asp?id=14081