spondilosis lumbalis - repository.usu.ac.id

35
LAPORAN KASUS STASE REHABILITASI MEDIK Dipresentasikan: Jumat, 27 Mei 2011 SPONDILOSIS LUMBALIS OLEH : dr. Chairil Amin Batubara PEMBIMBING : dr. Maharani N, Sp.RM PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN 2011 Universitas Sumatera Utara

Upload: others

Post on 15-Oct-2021

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

LAPORAN KASUS

STASE REHABILITASI MEDIK

Dipresentasikan: Jumat, 27 Mei 2011

SPONDILOSIS LUMBALIS

OLEH : dr. Chairil Amin Batubara

PEMBIMBING : dr. Maharani N, Sp.RM

PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT SARAF

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

2011

Universitas Sumatera Utara

Page 2: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Laporan Kasus : SPONDILOSIS LUMBALIS

Nama : dr. Chairil Amin Batubara

Nomor Register CHS : 19549

Stase Rehabilitasi Medik : 01 – 31 Mei 2011

Program Studi : Ilmu Penyakit Saraf

Hari/Tanggal : Jumat, 27 Mei 2011

Pembimbing/

Ketua Departemen/ SMF

Rehabilitasi Medik

FK USU/RSUP HAM Medan

NIP. 19530320 198003 2 001

dr. Maharani N, Sp.RM

Universitas Sumatera Utara

Page 3: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

KATA PENGANTAR

Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang

belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang

diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan

berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan

kadang – kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis (korpus).

Penatalaksanaan pasien dengan keluhan nyeri punggung bawah pada kasus

spondilosis lumbalis adalah konservatif berupa medikamentosa dan dilakukan

tindakan rehabilitasi. Tindakan operatif dilakukan jika pengobatan konservatif gagal

dan adanya gejala-gejala permanen khususnya defisit motorik dan hal tersebut

biasanya terjadi jika disertai komplikasi seperti kanalis stenosis.

Prognosis penyakit ini umumnya baik kecuali dijumpai adanya

komplikasi dan penanganan yang dilakukan tidak optimal.

Laporan kasus ini secara umum membahas mengenai spondilosis lumbalis

terutama dari segi rehabilitasi medik. Dan bertujuan agar dapat diberikan

penatalaksanaan yang optimal tehadap penderitanya.

Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi salah satu kewajiban dalam

menjalani pendidikan keahlian di bidang ilmu penyakit saraf. Koreksi yang

membangun diperlukan demi kesempurnaan laporan ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Maharani N, Sp.RM atas

bimbingan dan pengarahannya dalam penulisan laporan kasus sini. Akhirnya semoga

tulisan ini bermanfaat bagi penulis maupun pembaca

Hormat saya

Penulis

Universitas Sumatera Utara

Page 4: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

DAFTAR ISI

Kata Pengantar............................................................................................... i

Daftar Isi ....................................................................................................... ii

Daftar Gambar .............................................................................................. iv

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang.................................................................................. 1

2. Tujuan Penulisan............................................................................... 2

3. Manfaat Penulisan ........................................................................... 2

II. LAPORAN KASUS

1. Anamnese......................................................................................... 3

2. Riwayat Perjalanan Penyakit........................................................... 3

3. Pemeriksaan Fisik............................................................................. 3

4. Pemeriksaan Neurologis.................................................................. 4

5. Diagnosis......................................................................................... 5

6. Penatalaksanaan............................................................................... 5

7. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 5

8. Kesimpulan Pemeriksaan................................................................ 6

9. Diagnosis Akhir............................................................................... 7

10. Prognosis......................................................................................... 7

11. Konsul ke Bagian Rehabilitasi Medik.............................................. 7

III. TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi............................................................................................ 8

2. Epidemiologi................................................................................... 8

3. Anatomi............................................................................................ 8

4. Etiologi............................................................................................ 12

5. Patofisiologi.................................................................................... 12

8. Gambaran Klinik........................................................................... 13

9. Prosedur Diagnostik....................................................................... 14

10. Diagnosis Banding.......................................................................... 15

11. Penatalaksanaan.............................................................................. 15

12. Prognosa......................................................................................... 23

Universitas Sumatera Utara

Page 5: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

IV. DISKUSI KASUS............................................................................. 24

V. PERMASALAHAN........................................................................... 23

VI. KESIMPULAN.................................................................................. 25

VII. SARAN ............................................................................................. 25

VIII. DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 26

VI. LAMPIRAN………………………………………………………... 28

Universitas Sumatera Utara

Page 6: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Gambaran anatomi radiografik vertebra lumbalis, posisi antero-

posterior dan lateral……………………………………………......

9

Gambar 2 : Vertebra lumbal ke-5, tampak dari atas (A) & dari samping (B)...... 10

Gambar 3 : Sendi amphiarthrodial dan faset………………………………....... 10

Gambar 4 : Ligamentum pada tulang belakang……………………………........ 11

Gambar 5 : Otot-otot paravertebral daerah lumbal. …………………………..... 11

Gambar 6 : Teori Kirkaldy-Willis (terjadinya spondilosis lumbalis)………...… 12

Gambar 7 : Titik tekan di sekitar artikulasio spinalis........................................... 13

Gambar 8 : Foto polos lumbosakral arah anteroposterior, tampak gambaran

osteofit…………………………………………………………......

14

Gambar 9 : Posisi istirahat (tirah baring)……………………………………….. 17

Gambar 10 : Contoh latihan dalam penatalaksanaan NPB (spondilosis lumbalis)…. 18

Gambar 11 : Traksi lumbal………………………………………………………. 19

Gambar 12 : Tipe-tipe korset…………………………………………………….. 20

Gambar 13 : Gambaran interaksi dua gelombang dengan frekuensi yang berbeda… 21

Gambar 14 : Cara mengangkat beban yang salah (A) dan cara mengangkat

beban yang benar (B)……………………………………………....

23

Universitas Sumatera Utara

Page 7: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Nyeri punggung bawah (NPB) di daerah lumboskral merupakan gangguan

yang hampir semua orang pernah mengalaminya. Setelah nyeri kepala, kelainan inilah

yang paling sering diderita dan penyebab orang mangkir tidak masuk kerja. Pada satu

penelitian didapatkan 18% populasi berusia 18 – 68 tahun menderita nyeri punggung

bawah.1 NBP adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat

merupakan nyeri lokal maupun nyeri radikular atau keduanya.

Di Indonesia, insidensi NPB belum diketahui dengan jelas. Berbagai data yang

ada di beberapa negara berkembang menyebutkan, insidensi NPB lebih kurang 15 –

20% populasi, yang sebagian besar merupakan NPB akut maupun kronik termasuk

tipe benigna. Sembilan puluh persen NPB benigna dapat sembuh spontan dalam kurun

waktu 4 – 6 minggu, namun ada kecenderungan berulang sehingga menyebabkan

terjadinya nyeri kronik dan disabilitas.

2

Penyebab pasti sebagian besar kasus NPB benigna baik yang akut maupun

kronik, sulit ditentukan, walaupun diperkirakan kebanyakan karena sebab mekanikal

(97%).

3

3,4 Dari sekian banyak penyebab mekanikal, proses degeneratif (spondilosis)

menduduki peringkat kedua (10%) setelah lumbar strain/sprain (70%). Disusul

hernia nucleus pulposus (HNP) (4%), stenosis spinalis (3%), fraktur kompresi

osteoporotik (4%), fraktur traumatik dan penyakit kongenital (< 1%), spondilolisis

dan NPB diskogenik.

Spondilosis berasal dari kata spondilo (bahasa Yunani) yang berarti tulang

belakang. Spondilosis merupakan suatu istilah yang merujuk pada osteoarthritis

degeneratif dari sendi antara korpus vertebra dan atau foramen neural. Pada keaadaan

ini, sendi faset tidak terlibat. Jika berat, hal ini dapat menyebabkan penekanan pada

akar saraf (radiks), yang kemudian akan menyebabkan gangguan sensorik dan atau

motorik, seperti nyeri, parastesia atau kelemahan kedua tungkai.

4

5

Hal ini sering menyebabkan nyeri punggung biasa, biasanya terjadi pada usia lanjut

dan dapat melibatkan semua atau beberapa bagian dari tulang belakang. Namun,

paling sering pada regio servikal dan lumbal.

Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang

belakang dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang

diikuti perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan

berlebihan dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan

6

Universitas Sumatera Utara

Page 8: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

kadang – kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis

(korpus).

7,8,9

I.2. Tujuan

Laporan kasus ini bertujuan untuk membahas tentang definisi, epidemiologi,

anatomi, etiologi, patofisiologi, gambaran klinis, prosedur diagnostik, diagnosa

banding, penatalaksanaan dan prognosis dari spondilosis lumbalis.

I.3. Manfaat

Dengan adanya laporan kasus ini dapat lebih meningkatkan pemahaman

tentang spondilosis lumbalis sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang optimal.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

II. LAPORAN KASUS

II.1 ANAMNESE

Seorang wanita (K), 43 tahun, BB: 70 kg, TB: 155 cm, suku Aceh, menikah,

alamat Desa Bantul Gayo (Takengon, NAD), masuk ke RSUP. H. Adam Malik

tanggal 05 Mei 2011 dengan keluhan utama nyeri punggung bawah.

II.2 RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

Keluhan Utama : Nyeri Punggung Bawah

Telaah : Hal ini dialami OS sejak 4 bulan sebelum masuk RS, dan semakin

memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri bersifat lokal di punggung bawah, terutama

di bokong kiri dan tidak menjalar. Nyeri semakin bertambah jika OS bergerak dan

tidak memberat dengan batuk, bersin atau mengedan. Riwayat mengangkat benda-

benda berat (-), jatuh/ trauma (-), demam (-), batuk-batuk lama (-), batuk darah (-).

RPT : (-)

RPT : (-)

II.3 PEMERIKSAAN FISIK

Status Praesens

Sensorium : Compos Mentis

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 84 x/menit, reguler

Pernafasan : 24 x/menit

Temperatur : 36,8 0

Kepala : Normosefalik

C

Thoraks : Simetris

Jantung : Bunyi jantung normal, desah (-)

Paru : Suara pernafasan: vesikuler ; Suara tambahan: (-)

Abdomen : Soepel, peristaltik normal

Hepar/ Lien : Tidak teraba

Kolumna Vertebralis : Dalam batas normal

Leher/Aksila/Inguinal : Dalam batas normal

Universitas Sumatera Utara

Page 10: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

II.4. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

− Sensorium : Compos Mentis

− Tanda perangsangan meningeal : Kaku kuduk (-), Kernig (-),

Brudzinski I & II (-)

− Tanda Peningkatan TIK : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-)

− Nervi Kranialis:

N I : Normosmia

N II, III : RC (+/+), pupil isokor, Ø = 3mm

N III,IV,VI : Gerakan bola mata (+)

N V : Buka tutup mulut (+)

N VII : Sudut mulut simetris

N IX,X : Uvula medial

N XII : Lidah dijulurkan medial

− Sistem Motorik:

Trofi : Normotrofi

Tonus : Normotonus

Kekuatan otot :

ESD: 55555 ESS:

55555 55555

55555

EID: 55555 EIS:

55555 55555

55555

− Reflek Fisiologis Kanan

Biceps/ Triceps +/+ +/+

Kiri

KPR / APR +/+ +/+

− Reflek Patologis - -

Hofman/ Tromners - -

Babinski - -

− Tanda peransangan radikuler:

Laseque : (-) ▪ Patrick : (-)

Cross Laseque : (-) ▪ Contra Patrick : (-)

− Sensibilitas : Dalam batas normal

Universitas Sumatera Utara

Page 11: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

− Vegetatif : Dalam batas normal

− Fungsi luhur : Dalam batas normal

II.5. DIAGNOSA

Diagnosa Fungsional : Nyeri punggung bawah (NPB)

Diagnosa Anatomis : Vertebra

Diagnosa Etiologis : Degeneratif

Diagnosa Banding : 1. Spondilosis Lumbalis

2. Hernia Nukleus Pulposus

3. Spondilolistesis

Diagnosa Kerja : NPB ec Spondilosis Lumbalis

II.6. PENATALAKSANAAN

1. Tirah baring (alas keras)

2. Diet MB

3. IVFD R-Sol 20 gtt/ i

4. Inj. Ketorolak 1 amp/ 8 jam

5. Eperison 3 x 1 tablet

6. Vit B kompleks 3x1 tab

7. Fisioterapi

II.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

Hb : 14,8 g% KGD sewaktu : 162 mEq/L

Ht : 43,6 % Narium : 140 mEq/L

Leukosit : 6.920 /mm3

Trombosit : 340.000 /mm

Kalium : 3,8 mEq/L 3

Ureum : 30 mg/dL SGOT : 40 U/L

Klorida : 105 mEq/L

Kreatinin : 1,08 mg/dL SGPT : 57 U/L

2. EKG : Dalam batas normal

3. Foto thorax : Tidak tampak kelainan radiologis pada cor dan pulmo.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

4. Foto lumbosakral AP/L: Tampak osteofit pada L-2,3,4 dan 5.

Pedikel, kurva dan alignment normal

Disc space normal

Kesan: Spondilosis Lumbalis

8. MRI Lumbosacral Spine ( RSU Materna, tanggal 07 Mei 2011):

Dibuat T1W dan T2W sagital scans dan T2W aksial scans melalui

daerah lumbosakral. Pada T1W sagital scan tidak tampak posterior

disc prolaps. Disc space tidak menyempit dan spinal alignment

terpelihara dengan baik. Pada T2W sagital scan tidak tampak ventral

epidural defect. Tampak normal signal dari diskus dan marrow dari

korpus vertebra lumbalis. Pada T2W aksial scan tidak tampak

penyempitan spinal kanal. Facet joints normal.

Kesan: Tidak tampak tanda-tanda H.N.P. maupun spinal stenosis.

II.9. KESIMPULAN

Telah diperiksa seorang perempuan (K), BB: 70 kg, TB: 155 cm, 43 tahun,

datang ke RS Adam Malik dengan keluhan utama nyeri punggung bawah.

Dari anamnese diperoleh bahwa hal tersebut telah dialami OS sejak 4 bulan

sebelum masuk RS, dan semakin memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri bersifat

lokal di punggung bawah, terutama di bokong kiri dan tidak menjalar. Nyeri semakin

bertambah jika OS bergerak dan tidak memberat dengan batuk, bersin atau mengedan.

Riwayat mengangkat benda-benda berat (-), jatuh/ trauma (-), demam (-), batuk-batuk

lama (-), batuk darah (-).

Pada pemeriksaan neurologis tidak dijumpai defisit neurologis fokal. Foto

polos X-ray lumbosakral menunjukan adanya osteofit pada vertebra lumbal 2 s.d. 5.

Dengan kesan spondilosis lumbalis. Hasil MRI spine tidak menunjukkan tanda-tanda

HNP maupun stenosis kanalis spinalis.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

II.10. DIAGNOSA AKHIR

Nyeri punggung bawah ec spondilosis lumbalis

II.11. PROGNOSIS

- Ad vitam : bonam

- Ad functionam : bonam

- Ad sanationam : dubia ad bonam

II.12. KONSUL KE BAGIAN REHABILITASI MEDIK

Hasil jawaban konsul dari bagian rehabilitasi medik:

Dilakukan tindakan fisioterapi 3 kali seminggu:

- IT

- Diatermi

- Exercise

- Occupational Therapy

Anjuran: pemasangan korset

Universitas Sumatera Utara

Page 14: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

III. TINJAUAN PUSTAKA

III.1. Definisi

Spondilo berasal dari bahasa Yunani yang berarti vertebra/ tulang belakang.

Spondilosis lumbalis dapat diartikan sebagai perubahan pada sendi tulang belakang

dengan ciri khas bertambahnya degenerasi diskus intervertebralis yang diikuti

perubahan pada tulang dan jaringan lunak atau dapat berarti pertumbuhan berlebihan

dari tulang (osteofit), yang terutama terletak di aspek anterior, lateral dan kadang –

kadang posterior dari tepi superior dan inferior vertebra sentralis (korpus).

7,8,9

III.2. Epidemiologi

Spondilosis lumbalis muncul pada 27-37% dari populasi yang asimtomatis. Di

Amerika Serikat, lebih dari 80% individu yang berusia lebih dari 40 tahun mengalami

spondilosis lumbalis, meningkat mulai dari 3% pada individu berusia 20-29 tahun. Di

dunia, spondilosis lumbalis dapat mulai berkembang pada usia 20 tahun. Hal ini

meningkat dan mungkin tidak dapat dihindari, bersamaan dengan usia.

Kira-kira 84% pria dan 74% wanita mempunyai osteofit pada tulang belakang,

yang sering terjadi pada level T9-10 dan L3. Kira-kira 30% pria dan 28% wanita

berusia 45-64 tahun mengalami osteofit lumbalis. Rasio jenis kelamin bervariasi

namun pada dasarnya sama.

8

8

III.3. Anatomi

Kolumna vertebralis merupakan poros tulang rangka tubuh yang

memungkinkan untuk bergerak.7 Tulang vertebra secara keseluruhan terdapat 33

segmen yaitu: 7 ruas servikal, 12 ruas torakal, 5 ruas lumbal, 5 ruas sakral yang

mengalami fusi dan 4 ruas koksigeal.10 Vertebra lumbalis, mulai dari lumbal 1 (L1)

sampai dengan lumbal 5 (L5), mempunyai panjang vertikal yang lebih pendek dari

diameter horizontal, sehingga dapat menanggung beban yang lebih berat.10,11

Vertebra lumbalis ini dibentuk berdasarkan 3 bagian fungsional:

- Korpus vertebra : berfungsi untuk menampung beban

11

- Arkus vertebra : berfungsi untuk melindungi elemen neural

- Prosessus/ tonjolan tulang : berfungsi untuk meningkatkan efisiensi dari gerakan

otot (terdiri dari prosessus spinosus dan transversus).

Korpus vertebra lumbalis dibedakan dengan korpus vertebra torakalis dengan

tidak adanya faset/ sudut dari tulang iga/ kosta. Antara satu korpus dengan yang

Universitas Sumatera Utara

Page 15: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

lainnya dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Ukurannya bertambah besar mulai

dari L1 sampai L5, yang menunjukkan semakin ke bawah segmennya, semakin besar

beban yang diterima. Dimana vertebra L5 mempunyai korpus terbesar, prosessus

spinosus terkecil dan prosessus transversus paling tebal.

11

Gambar 1. Gambaran anatomi radiografik vertebra lumbalis, posisi antero-posterior dan lateral. Dikutip

dari: Lumbar Spine Radiographic Anatomy. Available at: http://www.wikiradiography.com/page/

Lumbar+Spine+Radiographic+Anatomy.

Tiap arkus vertebra terdiri dari 2 pedikel, 7 prosessus (1 prosessus spinosus, 4

artikularis dan 2 transversus) dan 2 lamina, yang dihubungkan oleh sendi-sendi faset/

apofiseal dan ligamen.

Pedikel menghubungkan arkus dengan korpus bagian posterolateral. Pedikel

ini berhubungan dengan bagian kepala dari korpus vertebra dan berfungsi sebagai

pelindung kauda ekuina yang ada di dalamnya.

11

11

Prosesus artikularis memberikan mekanisme locking yang menahan

tergelincirnya ke depan dan terpilinnya korpus vertebra. Prosesus spinosus dan

transversus (termasuk juga prosesus mamilaris) menjadi tempat melekatnya otot

sekaligus menyusun pengungkit untuk memperbesar kerja otot-otot tersebut.

Lamina berfungsi merambatkan kekuatan dari prosesus spinosus dan

artikularis superior ke pedikel sehingga ia rentan terhadap trauma seperti fraktur pada

pars interartikularis.

12

12

Universitas Sumatera Utara

Page 16: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

Gambar 2. Vertebra lumbal ke-5, tampak dari atas (A) dan dari samping (B). Dikutip dari: Ropper AH

and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. Dalam: Adams and Victor’s Principle of

Neurology, 8th

Edition. New York: McGraw Hill, 2005. p.168-191.

Pada kolumna vertebra terdapat 2 jenis persendian, yaitu persendian antara 2

korpus vertebra (dihubungkan oleh diskus intervertebralis) disebut amphiarthrodial

dan antara 2 arkus vertebra disebut arthrodial/ zygipofiseal/ faset/ apofiseal. Sendi

faset ini dibentuk oleh prosesus artikularis superior dari 1 vertebra dengan prosesus

artikularis inferior vertebra yang di atasnya dan berfungsi untuk mengarahkan gerakan

segmen vertebra. Pada dasarnya sendi faset bukanlah penanggung beban, kecuali bila

vertebra dalam postur ekstensi (lordosis). Sendi ini memiliki kapsul yang longgar

serta lapisan sinovial.

10,12

Gambar 3: Sendi amphiarthrodial dan faset. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011

Ligamen-ligamen yang penting sebagai penunjang/ penyokong pada kolumna

vertebralis meliputi: ligamentum interspinosa, flavum, longitudinalis anterior dan

posterior, kapsularis serta lateralis.10

Universitas Sumatera Utara

Page 17: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

Gambar 4. Ligamentum pada tulang belakang.

Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine. Available

at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011

Adapun otot-otot paravertebral lumbal dibentuk oleh: − Latissimus dorsi: Berada pada lapisan terluar, kontraksinya akan memberi gaya

ekstensi terhadap tulang punggung.

10

− Erektor spinalis: Terdiri dari kelompok superfisial (illiokostalis dan longissimus)

dan kelompok otot profunda.

− Multifidus, interspinalis dan intertransverii

Gambar 5. Otot-otot paravertebral daerah lumbal. Dikutip dari: Kishner S & Gest TR. Lumbar Spine.

Available at: http://emedicine.medscape.com/article/1899031-overview#showall. Updated: Jan 11, 2011.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

III.4. Etiologi

Spondilosis lumbalis merupakan suatu fenomena penuaan yang non spesifik.

Kebanyakan penelitian menyatakan tidak ada hubungannya dengan gaya hidup, tinggi

badan, berat badan, massa tubuh, aktifitas fisik, merokok dan konsumsi alkohol atau

riwayat reproduksi. Adipositas sepertinya merupakan faktor risiko pada populasi

Inggris, tapi tidak pada populasi Jepang. Efek dari aktifitas fisik yang berat masih

kontraversial, sebagaimana diduga berhubungan dengan degenerasi diskus.8

III.5. Patofisiologi

Spondilosis lumbalis terjadi akibat pembentukan tulang baru di daerah

ligamentum yang mendapat tekanan.8 Secara skematik dapat dijelaskan:

Gambar 6. Teori Kirkaldy-Willis (terjadinya spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

Berbagai bangunan peka nyeri terdapat di punggung bawah. Bangunan

tersebut adalah periosteum, 1/3 bangunan luar anulus fibrosus, ligamentum, kapsula

artikularis, fasia dan otot. Semua bangunan tersebut mengandung nosiseptor yang

peka terhadap berbagai stimulus (mekanikal, termal dan kimiawi). Reseptor tersebut

sebenarnya berfungsi sebagai proteksi. Bila reseptor dirangsang oleh berbagai

stimulus lokal, akan dijawab dengan pengeluaran berbagai mediator inflamasi dan

substansi lainnya, yang menyebabkan timbulnya persepsi nyeri, hiperalgesia maupun

alodinia yang bertujuan mencegah pergerakan untuk memungkinkan perlangsungan

proses penyembuhan. Salah satu mekanisme untuk mencegah kerusakan atau lesi

yang lebih berat ialah spasme otot yang membatasi pergerakan. Spasme otot ini

menyebabkan iskemia dan sekaligus menyebabkan munculnya titik picu (triggers

points), yang merupakan salah satu kondisi nyeri.

3

Gambar 7. Titik tekan di sekitar artikulasio spinalis. Dikutip dari: Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri

Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.).

Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.

Berbagai stimuli seperti mekanikal, termal maupun kemikal dapat

mengaktifasi atau mensensitisasi nosiseptor. Aktifasi nosiseptor langsung,

menyebabkan nyeri dan sensitisasi menyebabkan hiperalgesia. Nyeri yang timbul

akibat aktifasi nosiseptor ini dinamakan nyeri nosiseptif. Bentuk nyeri yang lain yang

sering timbul pada NPB yaitu nyeri neuropatik.

3

III.6. Gambaran Klinis

Keluhan dapat berupa nyeri yang terpusat pada bagian tulang belakang yang

terlibat, bertambah dengan pergerakan, dan berkaitan dengan kekakuan dan

keterbatasan gerakan. Perlu diperhatikan bahwa tidak ada gejala sistemik seperti

Universitas Sumatera Utara

Page 20: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

keletihan, malaise, dan demam. Nyeri biasanya berkurang dengan istirahat. Dan yang

lebih penting diketahui bahwa tidak ada tanda penekanan radiks saraf. Beberapa

pasien mengeluhkan nyeri yang samar-samar dan intermiten pada tungkai atas atau

tungkai belakang, tapi bukan suatu bentuk nyeri skiatika dan straight-leg raising test

tidak menimbulkan nyeri ini. Pasien memilih posisi sedikit fleksi. Posisi duduk

biasanya membuat pasien nyaman, meskipun rasa kaku dan tak nyaman bisa terjadi

jika pasien dalam posisi tegak (erect).

Keparahan dari gejala sering sedikit berhubungan dengan gambaran radilogik,

nyeri bisa muncul meskipun gambaran radiologik yang dijumpai minimal. Malah

berkebalikan, osteofit yang bermakna dengan spur formation pada vertebra dapat

terlihat pada pasien dengan ataupun tanpa gejala.

6

6 Jika spondilosis lumbalis (osteofit)

menonjol ke dalam kanalis spinalis, maka dapat terjadi komplikasi berupa kanalis

stenosis.8 Delapan puluh persen pasien dengan kanalis stenosis mengalami

klaudikasio intermiten neurogenik, tergantung pada beratnya stenosis kanalis. Gejala

yang mengarah kepada hal tersebut adalah defisit motorik, sensorik, nyeri tungkai

bawah dan kadang-kadang terdapat inkontinensia urin.

7

III.7. Prosedur Diagnostik

III.7.1. Laboratorium

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan.

III.7.2. Pemeriksaan Radiologik

8

III.7.2.1. Foto X-ray polos

Pemeriksaan foto polos lumbosakral dengan arah anteroposterior, lateral dan

oblique berguna untuk menunjukkan spondilosis (osteofit), spondilolisthesis,

sementara stenosis kanalis sentralis tidak dapat ditentukan dengan metode ini.7,8

Gambar 8. Foto polos lumbosakral arah anteroposterior, tampak gambaran osteofit. Dikutip

dari: Rothschild BM and Wyler AR. Lumbar Sponylosis. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/249036. Updated: Apr 9th, 2009.

Universitas Sumatera Utara

Page 21: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

III.7.2.2. CT Scan vertebra

CT adalah metode terbaik untuk mengevaluasi osseus (tulang). Dengan

potongan setebal 3 mm, ukuran dan bentuk kanalis spinalis, resessus lateralis,

sendi faset, lamina dan morfologi diskus intervertebralis, lemak epidural dan

ligamentum flavum juga terlihat.

7

III.7.2.3. MRI Spine

MRI lebih canggih daripada CT dalam visualisasi struktur non osseus dan saat

ini merupakan metode terbaik untuk memvisualisasi isi kanalis spinalis. Sangat

penting bahwa semua gambaran radiologis berhubungan dengan gejala-gejala,

karena penyempitan asimtomatik yang terlihat pada MRI atau CT sering

ditemukan baik stenosis dari segmen yang asimtomatik atau pasien yang sama

sekali asimtomatik dan seharusnya tidak diperhitungkan. 7

III.8. Diagnosa Banding

- Hernia Nukleus Pulposus (HNP)

4

- Spondilolisthesis

- Lumbar sprain/strain

- Fraktur kompresi osteoporotik

III.9. Penatalaksanaan

III.9.1. Medikamentosa

Tujuan pemberian medikamentosa meliputi:

13

- Simtomatik: mengurangi/ menghilangkan nyeri

Obat-obat yang digunakan meliputi NSAID (nonsteroid anti inflammatory

drugs), analgesik non opioid dan analgesik opioid.

Pemilihan analgesik tersebut dapat didasarkan pada intensitas nyeri (ringan,

sedang dan berat). Nyeri ringan digunakan NSAID atau analgesik non opioid

seperti parasetamol, aspirin, ibuprofen. Nyeri sedang diberikan analgesik opioid

ringan seperti kodein, dihidrokodein, dekstropropoksifen, pentazosin. Kombinasi

antara NSAID dengan analgesik opioid ringan dapat juga diberikan. Nyeri berat

diberikan opioid seperti morfin, diamorfin, petidin, buprenorfin.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

Untuk kasus tertentu dapat diberikan analgesik ajuvan seperti golongan

fenotiazin, antidepresan trisiklik dan amfetamin.

- Kausal:

Menghilangkan spasme otot misalnya baklofen, diazepam, eperison,

tizanidine, dan lain-lain

Menghilangkan kecemasan (antiansietas)

III.9.2. Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan diindikasikan jika terapi konservatif gagal dan adanya

gejala permanen khususnya defisit motorik. Pembedahan tidak dianjurkan pada

keadaan tanpa komplikasi. Prosedur operasi yang dapat dilakukan antara lain: operasi

dekompresi, operasi stabilisasi segmen gerak yang tidak stabil dan kombinasi

keduanya.

7

III.9.3. Terapi Fisik

III.9.3.1. Penentraman dan Edukasi Pasien

Edukasi meliputi pemberian keterangan sebanyak mungkin sesuai kebutuhan

pasien, sehingga pasien mengerti tentang penyakitnya. Sebagai tambahannya, dokter

harus berempati, menyemangati dan memberikan informasi yang positif kepada

pasien. Menentramkan pasien, yaitu mengatakan bahwa tak ada kelainan serius yang

mendasari penyakitnya, prognosisnya baik dan pasien dapat tetap melakukan aktifitas

sehari-hari. Hal ini untuk mengatasi pemikiran negatif dan kesalahan penerimaan

informasi terhadap pasien tentang nyeri punggung bawahnya. Ada suatu bukti yang

kuat dari systematic reviews bahwa nasehat untuk beraktifitas secara normal akan

mempercepat pemulihan dan mengurangi disabilitas daripada nasehat untuk

beristirahat dan ”let pain be your guide”.

14

III.9.3.2. Tirah Baring

Modalitas kunci pengobatan nyeri punggung akut adalah tirah baring.

Istirahat harus menyeluruh dan spesifik, yang berarti bahwa tidak ada beban pada

punggung, karena dengan adanya beban akan menyebabkan trauma, otot-otot akan

berkontraksi sehingga timbul rangsangan nosiseptif dan nyeri ini akan mendasari

kontraksi otot dan menyebabkan spasme. Dengan menghindari gerak pada jaringan

Universitas Sumatera Utara

Page 23: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

yang meradang selama periode tertentu dapat secara bermakna mengurangi

rangsangan nosiseptif.

Posisi istirahat yang diterima

adalah posisi modifikasi Fowler, yakni

suatu posisi dimana tubuh bersandar

dengan punggung dan lutut fleksi dan

punggung bawah pada posisi sedikit

fleksi.

15

9,15

Gambar 9. Posisi istirahat (tirah baring).

Dikutip dari: Thumbaraj V. Lumbar Spondilosis. Available at: http://www.globalspine.net/lumbar_ spondylosis. 2003-2005. Access: May 2011.

III.9.3.3. Back School

Istilah back school secara umum digunakan untuk kelompok kelas yang

memberikan edukasi tentang nyeri punggung. Materi yang diberikan meliputi

informasi tentang anatomi dan fungsi tulang belakang, penyebab nyeri punggung

bawah yang dideritanya, cara mengangkat yang benar dan latihan ergonomik, dan

kadang-kadang nasehat tentang latihan dan untuk tetap beraktifitas. Secara umum,

penelitian menunjukkan bahwa back school efektif dalam mengurangi disabilitas dan

nyeri untuk NPB kronik.

14

III.9.3.4. Exercise (Latihan)

Latihan sudah menjadi standar penatalaksanaan nyeri pada punggung.

Latihan dapat dilakukan secara pasif maupun aktif dan dalam pengawasan atau tanpa

pengawasan.16 Tujuan dari latihan meliputi memelihara fleksibilitas fisiologik

kekuatan otot, mobilitas sendi dan jaringan lunak serta ketahanan badan.15 Beberapa

penelitian prospektif acak gagal membuktikan manfaat dari latihan dibanding plasebo

pada NPB akut16, namun penelitian lain menunjukkan bahwa latihan memberikan

outcome yang baik pada penatalaksanaan NPB kronik.14 Contoh bentuk latihan dapat

dilihat sebagai berikut:

16

Universitas Sumatera Utara

Page 24: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

A: Supine pelvic bracing.

B:

and leg raises (dead bug)

Supine pelvic bracing with alternating arm

Stabilization exercises. Basic position of bridging.

Stabilization exercises. Gymnastic ball exercises.

Degree of difficulty increases from A to C

.

Stabilization exercises. A: Quadruped position with

pelvic bracing. B:

Quadruped position with pelvic

bracing and alternating arm and leg raises.

Gambar 10. Contoh latihan dalam penatalaksanaan NPB (spondilosis lumbalis). Dikutip dari: Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans BM, Walsh NE, Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, principles and practice, fourth edition. New Jersey: Lippincott William & Wilkins, 2005.

III.9.3.5. Mobilisasi atau Manipulasi Manual (Traksi, Lumbar Support,

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS), Pemijatan

(Masase))

Manifestasi fisiologik yang jelas dari traksi masih kontraversial. Namum

demikian dalam prakteknya traksi telah dilakukan sejak lama. Ada 2 macam traksi,

yaitu traksi pelvik dan torakal (gravity traction). Efek yang realistis dari traksi

Universitas Sumatera Utara

Page 25: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

vertebra lumbosakral tersebut adalah berkurangnya lordosis, yang dapat dicapai

dengan melihat hasil:

- Membukanya foramen intervertebralis

- Meregangnya permukaan sendi

- Memanjangnya muskulus spina erektor yang menyebkan relaksasi dan lepasnya

spasme dari muskulus tersebut.

- Mengerasnya (kaku) serabut annulus fibrosus dari diskus. Efek annulus ini

bersama-sama dengan menurunnya tenaga intrinsik dalam nukleus mengurangi

tonjolan annulus (annular buldging).

Tinjauan ulang Cochrane yang melibatkan 2 penelitian dengan kualitas yang baik,

menunjukkan bahwa traksi tidak lebih efektif dibandingkan plasebo atau tanpa terapi

pada beberapa laporan outcome.

17

Gambar 11. Traksi lumbal. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

Lumbar support/ korset/ penyangga digunakan untuk terapi dan pencegahan

NPB.14 Efek yang diharapkan dari penggunaan korset: Mengurangi spasme; Sebagai

penyangga dan mendorong abdomen serta mengurangi beban dengan efek gaya berat

pada diskus; Memperbaiki postur tubuh dengan menurunkan lordosis; Membatasi

gerakan vertebra lumboskral.15 Ada 2 tipe dari penyangga punggung:

Universitas Sumatera Utara

Page 26: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

− Penyangga rigid: penyangga ini mampu membatasi gerakan tulang belakang

sampai 50%. Namun penyangga ini berat dan panas serta kurang nyaman bagi

pasien, untuk itu dapat dibuat lobang-lobang untuk masuknya udara sehingga

mengurangi kelembapan dan maserasi kulit.

− Penyangga elastis: Penyangga ini berfungsi untuk membatasi gerakan dan sebagai

pengingat untuk menggunakan postur tubuh yang benar saat mengangkat beban.

9,18

9

Gambar 12. Tipe – tipe korset. Dikutip dari: Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at: http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated: Aug 25, 2008.

Penemuan Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) didasarkan pada

teori pintu gerbang (gate theory) oleh Melzack dan Wall. Dalam teori ini, stimulasi

serabut aferen yang besar menghambat serabut nosiseptif yang kecil sehingga pasien

merasa nyerinya berkurang. Metaanalisis dari TENS terhadap outcome menunjukkan

kecenderungan ke arah pengurangan nyeri yang lebih baik, fungsi yang lebih baik dan

kepuasan terhadap terapi dibanding plasebo, tapi tidak signifikan. Penelitian lebih

lanjut dibutuhkan untuk mengevaluasi efikasinya.14 TENS dikontraindikasikan pada

pemakai pacemaker, tidak dianjurkan pemakaian pada mata atau sinus karotikus serta

wanita hamil.

15

Pemijitan (masase) adalah termasuk cara pengobatan yang paling tua di dunia.

Efeknya dapat dikelompokkan menjadi efek refleks dan mekanik. Efek refleks pada

kulit berupa rangsangan pada reseptor perifer yang kemudian impuls diteruskan

melalui medula spinalis ke otak dan menghasilkan sensasi yang menyenangkan atau

relaks. Di perifer impuls ini menyebabkan relaksasi otot dan dilatasi atau konstriksi

arteriole. Salah satu efek yang penting adalah terjadinya efek sedatif sehingga

Universitas Sumatera Utara

Page 27: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

menurunkan ketegangan mental. Efek mekanik berupa (a) membantu kembalinya

sirkulasi darah dan cairan limfe karena masase yang dilakukan dengan tenaga cukup

kuat dalam arah sentripetal dan (b) terjadinya gerakan intramuskuler dan melunaknya

fibrosis serta relaksasi spasme.

15

Penelitian Chou dan Huffman 2007, berupa systematic reviews,

menyimpulkan terapi dengan evidence yang baik dengan efikasi sedang untuk NPB

kronik atau subakut adalah cognitif behaviour therapy, latihan, manipulasi tulang

belakang, dan rehabilitasi interdisiplin. Untuk NPB akut, satu-satunya terapi dengan

evidence efikasi yang baik adalah pemanasan superfisial.

18

III.9.3.6. Interferential (Current) Therapy (IFC/ IT)

IFC merupakan suatu cara yang menggunakan dua arus sinyal yang berganti-

gantian dengan frekuensi yang sedikit berbeda.

Gambar 13. Gambaran interaksi dua gelombang dengan frekuensi yang berbeda. Dikutip dari: Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

Alat IFC menggunakan arus dengan frekuensi sedang yang berkisar 4000-

5000 Hz. Arus yang berganti-ganti dengan frekunsi medium (1000-10.000 Hz)

mempunyai resistensi kulit lebih rendah disbanding frekuensi rendah (< 1000 Hz)

sehingga penetrasi ke dalam kulit lebih mudah. Perbedaan IFC dengan TENS

Universitas Sumatera Utara

Page 28: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

mungkin kemampuannya dalam mengahantarkan arus lebih tinggi. Dilaporkan bahwa

IFC berguna untuk kelainan muskuloskletal, neurologis dan penatalaksanaan

inkontinensia urin, meskipun literatur lain gagal menunjukkan keunggulannya dari

intervensi lain atau plasebo.

14

III.9.3.7. Short Wave Diathermy (SWD)

SWD merupakan suatu cara yang memproduksi panas melalui konversi energi

elektomagnet menjadi energi suhu (panas). Osilasi frekuensi tinggi elektrik dan

medan magnet menghasilkan gerakan ion-ion, rotasi dari molekul polar dan distorsi

molekul non polar, dengan akibat terbentuknya panas. Federal Communications

Commission limits industrial, scientific and medical (ISM) menggunakan frekuensi

13,56 MHz (panjang gelombangnya 22-m), 27,12 (11-m) dan 40,68 MHz (7,5-m).

Dengan 27,12 MHz yang paling sering digunakan. Digunakan untuk kelainan

muskuloskletal (namun data tentang efikasinya masih diperselisihkan). Penggunaan

SWD perlu kehati-hatian pada: Peringatan terhadap bahaya panas secara umum,

pengguna metal (misalnya perhiasan, alat pacu jantung, intrauterine devices, surgical

implant, deep brain stimulator, dll), pemakai kontak lensa, hamil dan saat menstruasi

serta immaturitas dari skletal.14

III.9.3.8. Terapi Okupasi (Occupational Therapy)

Terapi okupasi dan juga terapi fisik menggunakan terapi latihan aktif dan

pasif, teknik manual dan cara-cara fisikal yang pasif untuk mengatasi defisit

fleksibilitas, kekuatan otot, keseimbangan tubuh, pengontrolan neuromuskuler, postur

dan ketahanan tubuh. Serta membantu pasien mengatasi ketakutan untuk bergerak

(karena nyeri yang dialaminya). Terapi okupasi mengkhususkan pada edukasi pasien,

keluarga pasien dan penjaga pasien. Terutama dalam menghadapi aktivitas yang

berkaitan dengan ekstrimitas atas dalam kehidupan sehari-hari, yang meliputi cara

makan, kebersihan, berbenah, mandi, berpakaian, cara mengangkat beban dan lain-

lain. Kebanyakan penderita nyeri kronik mempunyai gangguan sekunder di samping

nyerinya seperti infleksibilitas umum, ketidakmampuan berbenah, nyeri miofascial

dan abnormalitas postural lainnya, yang mana hal tersebut menjadi fokus

penatalaksanaan.14,19

Universitas Sumatera Utara

Page 29: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

A B Gambar 14. Cara mengangkat beban yang salah (A) dan cara mengangkat beban yang benar (B).

Dikutip dari: Foley BS and Buschbacher. Occupational Rehabilitation. In: Braddom RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005. p:1047-1054.

III.10. Prognosa

Spondilosis lumbalis biasanya bukan sumber penyebab morbiditas.8

Universitas Sumatera Utara

Page 30: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

IV. DISKUSI KASUS

Telah diperiksa seorang perempuan (K), 43 tahun, BB: 70 kg, TB: 155 cm,

datang ke RS Adam Malik dengan keluhan utama nyeri punggung bawah.

Dari anamnese diperoleh bahwa hal tersebut telah dialami OS sejak 4 bulan

sebelum masuk RS, dan semakin memberat dalam 1 bulan terakhir. Nyeri bersifat

lokal di punggung bawah, terutama di bokong kiri dan tidak menjalar. Nyeri semakin

bertambah jika OS bergerak dan tidak memberat dengan batuk, bersin atau mengedan.

Riwayat mengangkat benda-benda berat (-), jatuh/ trauma (-), demam (-), batuk-batuk

lama (-), batuk darah (-).

Pada pemeriksaan neurologis tidak dijumpai defisit neurologis fokal. Foto

polos X-ray lumbosakral menunjukan adanya osteofit pada vertebra lumbal 2 s.d. 5.

Dengan kesan spondilosis lumbalis. Hasil MRI spine tidak menunjukkan tanda-tanda

HNP maupun stenosis kanalis spinalis.

Pada kasus ini didiagnosa banding dengan HNP karena nyeri dirasakan sampai

ke bokong kiri namun disingkirkan dengan tidak ditemukannya tanda perangsangan

radikuler dan hasil MRI spine tidak menunjukkan tanda-tanda HNP.

Pasien didiagnosa banding dengan spondilolistesis karena penyakit ini

memiliki gejala yang mirip dengan spondilosis lumbalis, namun dapat disingkirkan

dengan hasil foto polos X-ray lumboskral dan MRI spine yang tidak menunjukkan

adanya pergeseran dari korpus vertebra lumbalis.

Prognosa pasien ini relatif baik karena tidak dijumpai penyulit/ komplikasi

yang biasa menyertai spondilosis lumbalis yaitu kanalis stenosis.

V. PERMASALAHAN

1. Apakah diagnosa pasien ini sudah tepat?

2. Bagaimana optimalisasi rehabilitasi pada pasien ini?

3. Bagaimana prognosa pasien ini?

Universitas Sumatera Utara

Page 31: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

VI. KESIMPULAN

1. Diagnosa spondilosis lumbalis ditegakkan berdasarkan anamnese,

pemeriksaan fisik dan neurologi serta pemeriksaan penunjang berupa foto

X-ray lumbosakral dan MRI spine.

2. Optimalisasi rehabilitasi pada pasien ini dengan melakukan exercise,

diatermi dan inferential therapy 3 kali seminggu

3. Prognosa pasien ini relatif baik

VII. SARAN

1. Sebaiknya diberikan penjelasan kepada pasien tentang penyakit yang

dideritanya dan terapi apa yang akan dijalaninya sehingga dapat

meningkatkan kepatuhan pasien untuk menjalani terapinya.

2. Sebaiknya rehabilitasi dilakukan sampai nyeri yang diderita pasien

berkurang/ hilang dan pasien dapat melanjutkan aktifitas sehari-hari seperti

biasa lagi.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

DAFTAR PUSTAKA

1. Lumbantobing SM. Nyeri Kepala, Nyeri Punggung Bawah, Nyeri Kuduk. Jakarta:

Balai Penerbit FK UI, 2008.

2. Lubis INHN. Epidemiologi NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba

JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri

PERDOSSI, 2003. Hal: 1-3.

3. Meliala LKRT. Patofisiologi Nyeri Pada Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala

LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.

Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 17-28.

4. Asnawi C. Pandangan Umum Terapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala

LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.

Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 167-170.

5. Anonymous. Spondilosis. Available at: http://en.wikipedia.org/wiki/Spondylosis.

Cited at: May 10th

6. Ropper AH and Brown RH. Pain in the Back, Neck and Extrimities. In: Adams

and Victor’s Principle of Neurology, 8

, 2011.

th

7. Mahadewa TGB. Diagnosis dan Tatalaksana Spondylosis Lumbalis. Dalam:

Mahadewa TGB dan Maliawan S (Ed.). Diagnosis dan tatalaksana

kegawatdaruratan tulang belakang. Jakarta: Sagung Seto, 2009. Hal: 88-101.

Edition. New York: McGraw Hill, 2005.

p.168-191.

8. Rothschild BM and Wyler AR. Lumbar Sponylosis. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/249036. Updated: Apr 9th

9. Thumbaraj V. Lumbar Spondilosis. Available at:

http://www.globalspine.net/lumbar_ spondylosis. 2003-2005. Access on: May

2011.

, 2009.

10. Wahjoepramono EJ. Medula Spinalis dan Tulang Belakang. Jakarta: FK Univ.

Pelita Harapan, 2008.

11. Kishner S and Gest TR. Lumbar Spine. Available at:

http://emedicine.medscape.com/ article/1899031-overview#showall. Updated: Jan

11, 2011

Universitas Sumatera Utara

Page 33: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

12. Aulina S. Anatomi dan Biomekanik Tulang Belakang Lumbal. Dalam: Meliala

LKRT, Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.

Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 5-16.

13. Wibowo S. Farmakoterapi Nyeri Punggung Bawah. Dalam: Meliala LKRT,

Suryamiharja A, Purba JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah.

Kelompok Studi Nyeri PERDOSSI, 2003. Hal: 171-184.

14. Barr KP and Harrast MA. Low Back Pain. In: Braddom RL,Buschbacher RM,

Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al (Ed.). Physical

medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

15. Amir D. Terapi Fisik Pada NPB. Dalam: Meliala LKRT, Suryamiharja A, Purba

JS dan Sadeli HA (Ed.). Nyeri punggung bawah. Kelompok Studi Nyeri

PERDOSSI, 2003. Hal: 197-223.

16. Weinstein SM, Herring SA and Stanaert CJ. Low Back Pain. In: Delisa AJ, Gans

BM, Walsh NE, Bockenek WL, Frontera WR, Geiringer SR, et al (Ed.). Physical

medicine & rehabilitation, principles and practice, fourth edition. New Jersey:

Lippincott William & Wilkins, 2005.

17. Chou R and Huffman LH. Nonpharmacologic Therapies for Acute and Chronic

Low Back Pain: A Review of the Evidence for an American Pain

Society/American College of Physicians Clinical Practice Guideline. Ann Intern

Med. 2007;147:492-504.

18. Kulkarni SS and Meier RH. Spinal Orthotic. Available at:

http://emedicine.medscape.com/ article/314921-overview#showall. Updated: Aug

25, 2008.

19. Foley BS and Buschbacher. Occupational Rehabilitation. In: Braddom

RL,Buschbacher RM, Chan L, Kowalske KJ, Laskowski ER, Malthews DJ, et al

(Ed.). Physical medicine & rehabilitation, third edition. USA: Saunders, 2005.

p:1047-1054.

Universitas Sumatera Utara

Page 34: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

LAMPIRAN 1. FOTO X RAY POLOS LUMBOSAKRAL

Universitas Sumatera Utara

Page 35: SPONDILOSIS LUMBALIS - repository.usu.ac.id

LAMPIRAN 2. FOTO PASIEN

Universitas Sumatera Utara