spondylosis lumbalis baru faf afaf fdgd fg
DESCRIPTION
dafafa asfafasf sfsafasfas fsaadfasf asfasfasf asffsafsafasf dafafa asfafasf sfsafasfas fsaadfasf asfasfasf asffsafsafasf dafafa asfafasf sfsafasfas fsaadfasf asfasfasf asffsafsafasf dafafa asfafasf sfsafasfas fsaadfasf asfasfasf asffsafsafasf dafafa asfafasf sfsafasfas fsaadfasf asfasfasf asffsafsafasf dafafa asfafasf sfsafasfas fsaadfasf asfasfasf asffsafsafasfTRANSCRIPT
SPONDYLOSIS LUMBALIS
Usman Umar, Dewi Suji Harti, Tasia Ma’bud, Aksa Nur Rachman, Muh.
Rusdan Jalil, Salis Susilawati, Ashar Basit Wello, Shofiyah Latief
I. KASUS
Nama Pasien/Umur : Ny. ABM/43 tahun, 8 bulan, 7 hari
No. Rekam Medis : 676478
Perawatan Bagian : Lontara 1 Bawah Belakang Kelas 3 kamar 5
Anamnesis
A. Keluhan utama : Nyeri separuh tubuh
B. Riwayat penyakit sekarang : Dialami sejak berbulan - bulan, hilng timbul,
nyeri pada pinggang menjalan ke kedua tungkai, lumpuh kurang lebih 20 hari
sejak masuk rumah sakit, batuk ada, nyeri pada perut dan kaki, demam tidak
ada,BAB sakit dan keras, BAK lancer, mual +, muntah -.
C. Riwayat penyakit sebelumnya : Hipertensi, pernah dirawat sebelumnya di RS
Pelamonia
Pemeriksaan Fisis
Keadaan umum : Sakit sedang, gizi baik,
Kesadaran : Compos mentis.
Tanda vital
Tekanan darah: 120/80 mmHg.
Nadi : 80 x/menit.
Suhu : 37 °C.
Pernapasan : 28 x/menit
Laboratorium
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN
LED Jam 1 = 14, jam 2=32 < 10 mm
GDS
Ureum
kreatinin
GOT
GPT
Albumin
Natrium
Kalium
Klorida
91
19
0,50
24
12
3,3
142
3,5
106
140 mg/dl
10 – 50 mg/dl
L(<1,3), P(<1,1) mg/dl
< 38 U/L
< 41 U/L
3,5 – 5,0 gr/dl
136 – 145 mmol/l
3,5 – 5,0 mmol/l
97 – 111 mmol/l
Radiologi
Foto Lumbosacral AP/Lateral
Alignment colummna lumbosacral intak, tidak tampak listhesis, kurva
lordotik fisiologis melurus.
Tidak tampak fraktur maupun destruksi tulang.
Osteofit pada CV L2 – L5 dengan bridging osteofit pada sisi lateral kanan
CV L2 – L3
Mineralisasi tulang berkurang
Discus dan foramen intervertebralis baik
Soft tissue vertebralis baik
Kesan: Spondylosis lumbalis
Muscle spasme
II. DISKUSI
Pendahuluan
Osteoarthritis (OA) juga dikenal sebagai artritis degeneratif atau penyakit sendi
degeneratif, adalah sekelompok kelainan mekanik degradasi yang melibatkan sendi,
termasuk tulang rawan artikular dan tulang subchondral. OA merupakan bentuk yang
paling umum dari artritis. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi,
terutama pada orang tua. Selain itu, osteoarthritis ini juga merupakan
penyebab kecacatan paling banyak pada orang tua. Faktor resiko utama penyakit
ini adalah obesitas. Oleh sebab itu, semakin tinggi prevalensi obesitas pada
suatu populasi akan meningkatkan angka kejadian penyakit
osteoarthritis.
Osteoarthritis menyerang sendi-sendi tertentu. Sendi yang sering terkena
meliputi tulang belakang pada bagian servikal dan lumbosakral, pinggul, lutut,
dan sendi phalangeal metatarsal. Di tangan, OA juga sering terjadi pada sendi
interphalangeal distal dan proksimal dan pangkal ibu jari. Biasanya sendi-send
yang tidak rentan terkena OA adalah pergelangan tangan, siku, dan pergelangan
kaki. Terjadinya OA pada sendi-sendi yang telah disebutkan di atas
dimungkinkan karena sendi- sendi tersebut mendapat beban yang cukup berat
dari aktivitas sehari-hari seperti memegang/menggenggam benda yang cukup berat
(memungkinkan OA terjadi di dasar ibu jari), berjalan (memungkinkan OA di
lutut dan pinggul), dan lain sebagainya.1
Osteoarthritis dapat didiagnosis berdasarkan kelainan struktur
anatomis dan atau gejala yang ditimbulkan oleh penyakit ini. Menurut studi
kadaver pada tahun-tahun terdahulu, perubahan struktural OA hampir
universal, antara lain hilangnya tulang rawan (dilihat sebagai
berkurangnya/menyempitnya ruang sendi pada pemeriksaan radiologis sinar-x)
dan osteofit. Banyak orang yang didiagnosis mengalami OA berdasarkan
temuan radiologis tidak menunjukkan gejala pada sendi.1
Osteoarthritis simptomatik (nyeri pada persendian yang didukung
gambaran radiologis OA) pada lutut terjadi sebesar 12% dari orang usia 60 di
Amerika Serikat dan 6% dari seluruh orang dewasa usia 30. OA panggul
simptomatik kira-kira sepertiga dari penyakit OA pada lutut. Sementara OA
asimtomatik (tidak menimbulkan gejala namun sudah dibuktikan dari
gambaran radiologis) pada tangan seringkali terjadi pada pasien usia lanjut.
Meski begitu, OA simptomatik di tangan juga terjadi pada 10% orang tua dan
sering menghasilkan keterbatasan fungsi gerak sendi.2,4
Prevalensi OA meningkat berbanding lurus dengan usia. Terlepas dari hal
tersebut, OA jarang terjadi pada orang dewasa di bawah usia 40 tahun dan sangat
lazim terjadi pada orang di atas usia 60 tahun. Penyekit ini juga jauh lebih
sering terjadi pada wanita dibandingkan pada pria.
Anatomi dan fisiologi
Sendi adalah semua persambungan tulang, baik yang memungkinkan tulang-tulang tersebut
dapatbergerak satu sama lain, maupun tidak dapat bergerak satu sama lain.pada sendi sinovial dilapisi
oleh suatu kartilago yang terbagi atas dua bagian yaitu kondrosit dan matriks ekstraseluler.
Matriksekstraseluler yang mengandung banyak kolagen tipe II, IX, dan XI serta proteoglikan (terutama
agregat). Agregat adalah hubungan antara terminal sentral protein dengan asam hialuronatmebentuk
agreratyang dapat menghisap air. Sesudah kekuatan kompresi hilang maka air akan kembali pada matriks
dan kartilago kembali seperti semula. Jaringan kolagen merupakan molekulprotein yang kuat. Kolagen ini
berfungsi sebagai kerangka dan mencegah pengembangan berlebihan dari agregat proteoglikan. 3
Rawan sendi hanya mempunyai sedikit kemampuan untuk penyembuhan (reparasi). Agar tetap
berfungsi dengan baik, rawan sendi hanya dapat menanggung perubahan sebab fisis sedikit yaitusebesar
25kg/cm3. Fungsi utama rawan sendi yaitu disamping memungkinkan gesekan padagerakan, juga
menyerap energi beban dengan mengubah bentuk dan dengan efektif menyebarkan beban tersebut pada
suatu daerah yang luas.1,3
Gambar 2.1 Sendi normalSumber : www.emedicine.com
Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung sendi yaitu : Kapsula
dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula
dan ligamen-ligamen sendi memberikan batasan pada rentang gerak (Range of
motion) sendi.
Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan antar kartilago pada permukaan
sendi sehingga mencegah terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang
disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi yang berfungsi sebagai
pelumas. Protein ini akan berhenti disekresikan apabila terjadi cedera dan
peradangan pada sendi
Ligamen, bersama dengan kulit dan tendon, mengandung suatu
mekanoreseptor yang tersebar di sepanjang rentang gerak sendi. Umpan balik yang
dikirimkannya memungkinkan otot dan tendon mampu untuk memberikan tegangan
yang cukup pada titik-titik tertentu ketika sendi bergerak. Otot-otot dan tendon yang
menghubungkan sendi adalah inti dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi
ketika pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang cukup pada anggota
gerak untuk menyelesaikan tugasnya. Kontraksi otot tersebut turut meringankan stres
yang terjadi pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi tumbukan
(impact). Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh permukaan sendi
sehingga meringankan dampak yang diterima. Tulang di balik kartilago memiliki
fungsi untuk menyerap goncangan yang diterima.7
Kartilago berfungsi sebagai pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan
sendi sehingga mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika
bergerak. Kekakuan kartilago yang dapat dimampatkan berfungsi sebagai penyerap
tumbukan yang diterima sendi. Perubahan pada sendi sebelum timbulnya OA dapat
terlihat pada kartilago sehingga penting untuk mengetahui lebih lanjut tentang
kartilago.
Terdapat dua jenis makromolekul utama pada kartilago, yaitu Kolagen tipe dua
dan Aggrekan. Kolagen tipe dua terjalin dengan ketat, membatasi molekul – molekul
aggrekan di antara jalinan-jalinan kolagen. Aggrekan adalah molekul proteoglikan
yang berikatan dengan asam hialuronat dan memberikan kepadatan pada kartilago.
Kondrosit, sel yang terdapat di jaringan avaskular, mensintesis seluruh elemen yang
terdapat pada matriks kartilago. Kondrosit menghasilkan enzim pemecah matriks,
sitokin { Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF)}, dan faktor
pertumbuhan. Umpan balik yang diberikan enzim tersebut akan merangsang
kondrosit untuk melakukan sintesis dan membentuk molekul-molekul matriks yang
baru. Pembentukan dan pemecahan ini dijaga keseimbangannya oleh sitokin faktor
pertumbuhan, dan faktor lingkungan.
Kondrosit mensintesis metaloproteinase matriks (MPM) untuk memecah
kolagen tipe dua dan aggrekan. MPM memiliki tempat kerja di matriks yang
dikelilingi oleh kondrosit. Namun, pada fase awal OA, aktivitas serta efek dari MPM
menyebar hingga ke bagian permukaan (superficial) dari kartilago.
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasi IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi
matriks. TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida
nitrit (NO), dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi
matriks. TNF yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang
dihasilkan akan menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan
protein pada jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA. 3
Definisi Osteoarthritis
Osteoarthritis merupakan gangguan pada satu sendi atau lebih, bersifat lokal,
progresif dan degeneratif yang ditandai dengan perubahan patologis pada struktur
sendi tersebut yaitu berupa degenerasi tulang rawan/kartilago hialin. Hal
tersebut disertai dengan peningkatan ketebalan dan sklerosis dari subchondral
yang bisa disebabkan oleh pertumbuhan osteofit pada tepian sendi,
peregangan kapsul artikular, synovitis ringan pada persendian, dan lemahnya otot-
otot yang menghubungkan persendian.1
Etiologi
Etiologi osteoarthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
biomekanik dan biokimia sepertinya merupakan faktor terpenting dalam proses
terjadinya osteoarthritis. Faktor biomekanik yaitu kegagalan mekanisme
protektif, antara lain kapsul sendi, ligamen, otot-otot persendian, serabut aferen,
dan tulang-tulang. Kerusakan sendi terjadi multifaktorial, yaitu akibat
terganggunya faktor-faktor protektif tersebut. Osteoarthritis juga bisa terjadi
akibat komplikasi dari penyakit lain seperti gout, rheumatoid arthritis, dan
sebagainya.1
Klasifikasi
Menurut penyebabnya osteoarthritis dikategorikan menjadi5 :
a. Osteoarhritis primer adalah degeneratif artikular sendi yang terjadi pada sendi tanpa
adanya abnormalitas lain pada tubuh. Penyakit ini sering menyerang sendi penahan
beban tubuh (weight bearing joint), atau tekanan yang normal pada sendi dan kerusakkan
akibatproses penuaan. Paling sering terjadi pada sendi lutut dan sendi panggul, tapi ini
juga ditemukan pada sendi lumbal, sendi jari tangan, dan jari pada kaki
b. Osteoarthritis sekunder, paling sering terjadi pada trauma atau terjadi akibat dari
suatu pekerjaan, atau dapat pula terjadi pada kongenital dan adanya penyakit sistem
sistemik. Osteoarthritis sekunder biasanya terjadi pada umur yang lebih awal daripada
osteoarthritis primer.
Epidemiologi
c. Penyakit ini memiliki prevalensi yang cukup tinggi, terutama pada orang
tua. Prevalensinya meningkat seiring bertambahnya usia. Di Amerika
Serikat, prevalensi osteoartritis pada populasi dengan usia di atas 65 tahun
mencapai 80% dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2020. 1,2 OA
terjadi pada 13,9% orang dewasa berusia lebih dari 25 tahun dan 33,6% dari
mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Prevalensi sendi yang terkena OA
menurut temuan radiologis adalah pada tangan 7,3%, kaki 2,3%, lutut 0,9%,
dan panggul 1,5%. Prevalensi OA menurut gejala yang ditemui yaitu pada
tangan 8%, kaki 2%, lutut 12,1% pada orang dewasa berusia lebih dari 60
tahun dan 16% pada orang dewasa berusi 45 – 60 tahun, dan panggul 4,4%.
Angka kematian yang diakibatkan osteoarthritis adalah sekitar 0,2 hingga
0,3 kematian per 100.000 (1979-1988). Angka kematian akibat OA sekitar 6%
dari semua kematian akibat arthritis. Hampir 500 kematian per tahun
disebabkan OA dan angka tersebut meningkat selama 10 tahun terakhir.2,4
Faktor resiko
a. Faktor resiko sistemik
1. Usia : merupakan faktor risiko paling umum pada OA. Proses penuaan
meningkatkan kerentanan sendi melalui berbagai mekanisme.
Kartilago pada sendi orang tua sudah kurang responsif dalam
mensintesis matriks kartilago yang distimulasi oleh pembebanan
(aktivitas) pada sendi. Akibatnya, sendi pada orang tua memiliki
kartilago yang lebih tipis. Kartilago yang tipis ini akan mengalami
gaya gesekan yang lebih tinggi pada lapisan basal dan hal inilah yang
menyebabkan peningkatan resiko kerusakan sendi. Selain itu, otot-otot
yang menunjang sendi menjadi semakin lemah dan memiliki respon
yang kurang cepat terhadap impuls. Ligamen menjadi semakin
regang, sehingga kurang bisa mengabsorbsi impuls. Faktor-faktor ini
secara keseluruhan meningkatkan kerentanan sendi terhadap OA.
2. Jenis kelamin : masih belum banyak diketahui mengapa
prevalensi OA pada perempuan usila lebih banyak daripada laki-laki
usila. Resiko ini dikaitkan dengan berkurangnya hormon pada
perempuan pasca menopause.
3. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya
mutasi dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-
unsur tulang rawan sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam
timbulnya kecenderungan familial pada osteoartritis.
b. Faktor intrinsik
1. Kelainan struktur anatomis pada sendi seperti vagus dan valrus.
2. Cedera pada sendi seperti trauma, fraktur, atau nekrosis.
c. Faktor beban pada persendian
1. Obesitas : beban berlebihan pada sendi dapat mempercepat
kerusakan pada sendi.
2. Penggunaan sendi yang sering : aktivitas yang sering dan
berulang pada sendi dapat menyebabkan lelahnya otot-otot
yang membantu pergerakan sendi.5,6,7
Patogenesis
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari proses penuaan dan tidak
dapat dihindari. Namun telah diketahui bahwa OA merupakan gangguan
keseimbangan dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur yang
penyebabnya masih belum jelas diketahui. Kerusakan tersebut diawali oleh
kegagalan mekanisme perlindungan sendi serta diikuti oleh beberapa
mekanisme lain sehingga pada akhirnya menimbulkan cedera.7
Pada Osteoarthritis terjadi perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi.
Perubahan tersebut berupa peningkatan aktifitas enzim-enzim yang merusak makromolekul
matriks tulang rawan sendi, disertai penurunan sintesis proteoglikan dan kolagen. Hal ini
menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan berkurangnya
kadar air tulang rawan sendi. Pada proses degenerasi dari kartilago artikular menghasilkan
suatu substansi atau zat yang dapat menimbulkan suatu reaksi inflamasi yang merangsang
makrofag untuk menhasilkan IL-1 yang akan meningkatkan enzim proteolitik untuk
degradasi matriks ekstraseluler.5
Gambaran utama pada Osteoarthritis adalah : 8
1. Dektruksi kartilago yang progresif
2. Terbentuknya kista subartikular
3. Sklerosis yang mengelilingi tulang
4. Terbentuknya osteofit
5. Adanya fibrosis kapsul
Perubahan dari proteoglikan menyebabkan tingginya resistensi dari tulang rawan untuk
menahan kekuatan tekanan dari sendi Penurunan kekuatan dari tulang rawan disertai degradasi
kolagen memberikan tekanan yang berlebihan pada serabut saraf dan tentu saja
menimbulkan kerusakan mekanik. Kondrosit sendiri akan mengalami kerusakan. Selanjutnya akan
terjadi perubahan komposisi molekuler dan matriks rawan sendi, yang diikuti oleh kelainan fungsi
matriks rawan sendi. Melalui mikroskop terlihat permukaan mengalami fibrilasi dan berlapis-lapis.
Hilangnya tulang rawan akan menyebabkan penyempitan rongga sendi. Pada tepi sendi akan timbul
respons terhadap tulang rawan yang rusak dengan pembentukan osteofit. Pembentukan tulang baru
(osteofit) dianggap suatu usaha untuk memperbaiki dan membentuk kembali persendian. Dengan
menambah luas permukaan sendi yang dapat menerima beban, osteofit diharapkan dapat
memperbaiki perubahan-perubahan awal tulang rawan sendi pada Osteoarthritis. Lesi akan meluas
dari pinggir sendi sepanjang garis permukaan sendi. Adanya pengikisan yang progresif menyebabkan
tulang yang dibawahnya juga ikut terlibat. Hilangnya tulang-tulang tersebut merupakan usaha untuk
melindungi permukaan yang tidak terkena. Sehingga tulang subkondral merespon dengan
meningkatkan selularitas dan invasi vaskular,akibatnya tulang menjadi tebal dan padat (eburnasi).
Pada akhirnya rawan sendi menjadi aus, rusak dan menimbulkan gejala-gejala Osteoarthritis seperti
nyeri sendi, kaku, dan deformitas.6,7,8
Patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan mengalami
fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan
aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan
terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral
yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini
mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan
interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang
diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit.6
Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari dilepasnya mediator
kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi,
peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot ekstraartikuler akibat
kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang
menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta
kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler karena proses
remodelling pada trabekula dan subkondral.
Sinovium mengalami keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta
proses keradangan kronik sendi yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan
terjadi fibrilasi serta fisura yang lama-kelamaan akan menipis dan tampak
kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya akan tampak respon dari tulang
subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan pembentukkan kista. Pada ujung
tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta penebalan jaringan ikat sekitarnya.
Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini memberikan gambaran seolah persendian
yang terkena itu bengkak.5,7
Gambar 2.2 Osteoarthritis
Sumber: www.emedicine.com
Tanda dan Gejala Klinis
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan
tertentu terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain.
Perubahan ini dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ).
Umumnya bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya
bias digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris
( seluruh arah gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).7
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago.7
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan
edema sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri.6
Nyeri dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi.
Sumber nyeri yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom
iliotibial band.7,8
b. Hambatan gerakan sendi
Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara perlahan sejalan
dengan pertambahan rasa nyeri.7
c. Kaku pagi
Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau
tidak melakukan banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu
yang cukup lama, bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.7
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala
ini umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.7
e. Pembesaran sendi ( deformitas )
Sendi yang terkena secara perlahan dapat membesar.7
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang
biasanya tidak banyak ( < 100 cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk
permukaan sendi berubah.7
g. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.7
h. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada OA lutut.7
Diagnosis
Diagnosis osteoarthritis lutut berdasrkan klinis, klinis dan radiologis, serta
klinis dan laboratoris (JH Klippel, 2001) :10
a. Klinis:
Nyeri sendi lutut dan 3 dari kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi < 30 menit
3. krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang sendi lutut
6. tidak teraba hangat pada sendi
Catatan: Sensitivitas 95% dan spesifisitas 69%.
b. Klinis, dan radiologis:
Nyeri sendi dan paling sedikit 1 dari 3 kriteria di bawah ini:
1. umur > 50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. krepitus disertai osteofit
Catatan: Sensitivitas 91% dan spesifisitas 86%.
c. Klinis dan laboratoris:
Nyeri sendi ditambah adanya 5 dari kriteria di bawah ini:
1. usia >50 tahun
2. kaku sendi <30 menit
3. Krepitus
4. nyeri tekan tepi tulang
5. pembesaran tulang
6. tidak teraba hangat pada sendi terkena
7. LED<40 mm/jam
8. RF <1:40
9. analisis cairan sinovium sesuai osteoarthritis
Catatan: Sensitivitas 92% dan spesifisitas 75%.
Kriteria diagnosis osteoarthritis tangan adalah nyeri tangan, ngilu atau kaku
dan disertai 3 atau 4 kriteria berikut:10
1. pembengkakan jaringan keras > 2 diantara 10 sendi tangan
2. pembengkakan jaringan keras > 2 sendi distal interphalangea (DIP)
3. pembengkakan < 3 sendi metacarpo-phalanea (MCP)
4. deformitas pada ≥ 1 diantara 10 sendi tangan
Catatan: 10 sendi yang dimaksud adalah: DIP 2 dan 3, PIP 2 dan 3 dan CMC 1
masing-masing tangan. Sensitivitas 94% dan spesifisitas 87%.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan radiologi
Diagnosis OA selain dari gambaran klinis, juga dapat ditegakkan dengan
gambaran radiologis, yaitu menyempitnya celah antar sendi, terbentuknya osteofit,
terbentuknya kista, dan sklerosis subchondral. 10
Keterangan :
a. Gambar atas kiri : pandangan anteroposterior menunjukkan menyempitnya celah
sendi (tanda panah)
b. Gambar bawah kiri : pandangan lateral menunjukkan sklerosis yang ditandai
terbentuknya osteofit (tanda panah)
c. Gambar atas kanan : menyempitnya celah sendi (tanda panah putih)
menyebabkan destruksi padapada kartilago dan sunchondral (tanda panah terbuka)
d. Gambar bawah kanan : ditemukan kista subchondral (tanda panah)
Gambar 2.3. Pencitraan radiologis sinar-x pada osteoarthritis lutut.Sumber : LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment
of Osteoarthritis. American Family Physician. 64 (2) : 279-286
Gambar 2.4 Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada jari kaki.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :Degenerative Joint Disease
and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : gambaran radiologis anteroposterior kaki menunjukkan
menyempitnya celah sendi metatarsophalangeal pertama, sklerosis, dan pembentukan
osteofit (panah).9
Gambar 2.5. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada lutut.
Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative
Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan :Gambaran radiologis anteroposterior lutut menunjukkan penyempitan
ruang sendi, sklerosis, dan pembentukan osteofit (panah).10
Gambar 2.6. Pencitraan radiologis sinar-x osteoarthritis pada pinggul.Sumber : Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis :
Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3) : 737-747.
Keterangan : Kedua gambar di atas menunjukkan penyempitan ruang
superolateral sendi, sklerosis, kista subkondral, dan pembentukan osteofit (panah).10
Pemeriksaan Laboratorium dan MRI
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal. Pemeriksaan imunologi masih dalam
batas – batas normal. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan
ringan sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein. 10
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah MRI yaitu untuk
mengetahui derajat patologisnya, namun pemeriksaan ini jarang dilakukan sebagai penunjang
diagnostik dalam osteoarthritis, karena sebagian besar gambaran penyakit ini sudah bisa
dinilai berdasarkan pemeriksaan sinar-x.
Penatalaksanaan
Strategi pengelolaan pasien dan pilihan jenis pengobatan ditentukan oleh letak sendi yang
mengalami OA, sesuai dengan karakteristik masing-masing serta kebutuhannya. Oleh karena itu
diperlukan penilaian yang cermat pada sendi dan pasiennya secara keseluruhan, agar
pengelolaannya aman, sederhana, memperhatikan edukasi pasien serta melakukan pendekatan
multidisiplin atau holistic.11
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:11
1. Meredakan nyeri
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas
hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan osteoarthritis yaitu:
Nonfarmakologis: 11
a. Modifikasi pola hidup
b. Edukasi
c. Istirahat teratur yang bertujuan mengurangi penggunaan beban pada sendi
d. Modifikasi aktivitas
e. Menurunkan berat badan
f. Rehabilitasi medik/ fisioterapi
o Latihan statis dan memperkuat otot-otot
o Fisioterapi, yang berguna untuk mengurangi nyeri, menguatkan otot, dan
menambah luas pergerakan sendi
g. Penggunaan alat bantu
Farmakologis
1. Sistemik
a. Analgetik
- Non narkotik: parasetamol
- Opioid (kodein, tramadol)
b. Antiinflamasi nonsteroid (NSAIDs)
- Oral
- injeksi
- suppositoria
c. Chondroprotective
Yang dimaksud dengan chondoprotectie agent adalah obat-obatan yang dapat menjaga
dan merangsang perbaikan (repair) tuamg rawan sendi pada pasien OA, sebagian peneliti
menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs
(SAAODs) atau Disease Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs). Sampai saat ini
yang termasuk dalam kelompok obat ini adalah: tetrasiklin, asam hialuronat, kondrotin
sulfat, glikosaminoglikan, vitamin-C, superoxide desmutase dan sebagainya.
a. Tetrasiklin dan derivatnya mempunyai efek menghambat kerja enzime MMP. Salah
satu contohnya doxycycline. Sayangnya obat ini baru dipakai oleh hewan belum
dipakai pada manusia.
b. Glikosaminoglikan, dapat menghambat sejumlah enzim yang berperan dalam degradasi
tulang rawan, antara lain: hialuronidase, protease, elastase dan cathepsin B1 in vitro dan
juga merangsang sintesis proteoglikan dan asam hialuronat pada kultur tulang rawan
sendi. Pada penelitian Rejholec tahun 1987
c. pemakaian GAG selama 5 tahun dapat memberikan perbaikan dalam rasa sakit pada
lutut, naik tangga, kehilangan jam kerja (mangkir), yang secara statistik bermakna.
d. Kondroitin sulfat, merupakan komponen penting pada jaringan kelompok vertebra, dan
terutama terdapat pada matriks ekstraseluler sekeliling sel. Menurut penelitian Ronca
dkk (1998), efektivitas kondroitin sulfat pada pasien OA mungkin melalui 3 mekanisme
utama, yaitu : 1. Anti inflamasi 2. Efek metabolik terhadap sintesis hialuronat dan
proteoglikan. 3. Anti degeneratif melalui hambatan enzim proteolitik dan menghambat
oksigen reaktif.
e. Vitamin C, dalam penelitian ternyata dapat menghambat aktivitas enzim lisozim dan
bermanfaat dalam terapi OA
f. Superoxide Dismutase, dapat diumpai pada setiap sel mamalia dam mempunyai
kemampuan untuk menghilangkan superoxide dan hydroxyl radicals. Secara in vitro,
radikal superoxide mampu merusak asam hialuronat, kolagen dan proteoglikan sedang
hydrogen peroxyde dapat merusak kondroitin secara langsung. Dalam percobaan klinis
dilaporkan bahwa pemberian superoxide dismutase dapat mengurangi keluhan-keluhan
pada pasien OA.
2. Topikal
a. Krim rubefacients dan capsaicin.
Beberapa sediaan telah tersedia di Indonesia dengan cara kerja pada umumnya bersifat
counter irritant.
b. Krim NSAIDs
Selain zat berkhasiat yang terkandung didalamnya, perlu diperhatikan campuran
yang dipergunakan untuk penetrasi kulit. Salah satu yang dapat digunakan adalah gel
piroxicam, dan sodium diclofenac.
3. Injeksi intraartikular/intra lesi
Injeksi intra artikular ataupun periartikular bukan merupakan pilihan utama dalam
penanganan osteoartritis. Diperlukan kehati-hatian dan selektifitas dalam penggunaan modalitas
terapi ini, mengingat efek merugikan baik yang bersifat lokal maupun sistemik. Pada dasarnya
ada 2 indikasi suntikan intra artikular yakni penanganan simtomatik dengan steroid, dan
viskosuplementasi dengan hyaluronan untuk modifikasi perjalanan penyakit. Dengan
pertimbangan ini yang sebaiknya melakukan tindakan, adalah dokter yang telah melalui
pendidikan tambahan dalam bidang reumatologi.
a. Steroid: ( triamsinolone hexacetonide dan methyl prednisolone )
Hanya diberikan jika ada satu atau dua sendi yang mengalami nyeri dan inflamasi yang
kurang responsif terhadap pemberian NSAIDs, tak dapat mentolerir NSAIDs atau ada
komorbiditas yang merupakan kontra indikasi terhadap pemberian NSAIDs. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar untuk menghindari penyulit yang timbul. Sebagian besar literatur
tidak menganjurkan dilakukanpenyuntikan lebih dari sekali dalam kurun 3 bulan atau setahun 3
kali terutama untuk sendi besar penyangga tubuh. Dosis untuk sendi besar seperti lutut 40-50
mg/injeksi, sedangkan untuk sendi-sendi kecil biasanya digunakan dosis 10 mg.
b. Hyaluronan: high molecular weight dan low molecular weight
Di Indonesia terdapat 3 sediaan injeksi Hyaluronan. Penyuntikan intra artikular biasanya
untuk sendi lutut (paling sering), sendi bahu dan koksa. Diberikan berturut-turut 5 sampai 6 kali
dengan interval satu minggu masing-masing 2 sampai 2,5 ml Hyaluronan. Teknik penyuntikan
harus aseptik, tepat dan benar. Kalau tidak dapat timbul berbagai penyulit seperti artritis septik,
nekrosis jaringan dan abses steril. Perlu diperhatikan faktor alergi terhadap unsur/bahan dasar
hyaluronan misalnya harus dicari riwayat alergi terhadap telur. Ada 3 sediaan di Indonesia
diantaranya adalah Hyalgan, dan Osflex.
4. Pembedahan
Sebelum diputuskan untuk terapi pembedahan, harus dipertimbangkan terlebih dahulu
risiko dan keuntungannya.
Pertimbangan dilakukan tindakan operatif bila :
1. Deformitas menimbulkan gangguan mobilisasi
2. Nyeri yang tidak dapat teratasi dengan penganan medikamentosa dan rehabilitatif
Ada 2 tipe terapi pembedahan : Realignment osteotomi dan replacement joint
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah sudut dari
weightbearing. Tujuan : Membuat karilago sendi yang sehat menopang sebagian besar berat
tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen atau meniscus repair (Thomas, 2000).
2. . Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru ditanam.
Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-density polyethylene
(Thomas, 2000).
Macam-macam operasi sendi lutut untuk osteoarthritis :
a. Partial replacement/unicompartemental
b. High tibial osteotmy : orang muda
c. Patella &condyle resurfacing
d. Minimally constrained total replacement : stabilitas sendi dilakukan sebagian oleh ligament asli dan sebagian oelh sendi buatan.
e. Cinstrained joint : fixed hinges : dipakai bila ada tulang hilang&severe instability
Indikasi dilakukan total knee replacement apabila didapatkan nyeri, deformitas,
instability akibat dari Rheumatoid atau osteoarthritis. Sedangankan kontraindikasi meliputi non
fungsi otot ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior
Surgical fusion.11
DAFTAR PUSTAKA
1. Fauci, Anthony S, et al. 2012. Osteoarthritis. Dalam : Harrison’s Principles Of Internal Medicine Eighteenth Edition. The McGraw-Hill Companies.
2. Lawrence RC, Felson DT, Helmick CG, et al. 2008. Estimates of the prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the United States. Part II. Arthritis Rheum. 58(1):26–35.
3. Christine G, 1922, Bones and Joint. A Guide for student, second edition, Tokyo, Churchill Livingstone.
4. Dillon CF, Rasch EK, et al. 2006. Prevalence of knee osteoarthritis in the United States: arthritis data from the Third National Health and Nutrition Examination Survey 1991–1994. J Rheumatol. 33(11):2271–2279.
5. David, T. 2006. Osteoarthritis of the knee. The New England Journal of Medicine. 6. Lozada, Carlos J. 2009. Osteoarthritis. http://emedicine.medscape.com. Diakses tanggal 15
maret 2013.
7. Iannone F, Lapadula G. 2003. The pathophysiology of osteoarthritis. Aging Clin Exp
Res. 15(5):364–372.
8. Tjokroprawiro, Askandar, 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Surabaya: Airlangga University Press.
9. Jacobson, JA, et al. 2008. Radiographic Evaluation of Arthritis : Degenerative Joint Disease and Variation. Radiology. 248(3):737–747.
10. LS, Daniel, Deborah Hellinger. 2001. Radiographic Assessment of Osteoarthritis. American Family Physician. 64(2):279–286
11. Kasmir, Yoga. 2009. Penatalaksanaan Osteoartritis. Sub-bagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI / RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta