sna pada anak

35
SNA pada anak 12:11 Edit This 0 Comments » BAB I PENDAHULUAN Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang ginjal (sel glomerulus). Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan interstitial maupun sistem vaskulernya. Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3- 7 tahun dan lebih sering mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun. Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun (kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa mual- mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya

Upload: atep-lutpia-pahlepi

Post on 05-Dec-2014

101 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: SNA Pada Anak

SNA pada anak

12:11 Edit This 0 Comments »

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulonefritis merupakan berbagai kelainan yang menyerang sel-sel penyerang ginjal (sel

glomerulus). Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap

akhir dan tingginya angka morbiditas baik pada anak maupun pada dewasa. Sebagian besar

glomerulonefritis bersifat kronik dengan penyebab yang tidak jelas dan sebagian besar

tampak bersifat imunologis. Glomerulonefritis menunjukkan kelainan yang terjadi pada

glomerulus, bukan pada struktur jaringan ginjal yang lain seperti misalnya tubulus, jaringan

interstitial maupun sistem vaskulernya.

Glomerulonefritis sering ditemukan pada anak berumur antara 3-7 tahun dan lebih sering

mengenai anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Perbandingan antara anak laki-laki

dan perempuan adalah 2 : 1 dan jarang menyerang anak dibawah usia 3 tahun.

Gejala glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun

(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya dapat berupa

mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum berupa sembab kelopak

mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya disertai hipertensi. Penyakit ini

umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10% menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.

Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam

penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh

suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan

adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan

penyakit dan prognosis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Sindrom Nefritis Akut (SNA) adalah sekumpulan gejala-gejala yang timbul secara

mendadak, terdiri atas hematuria, proteinuria, silinderuria (terutama silinder eritrosit), dengan

Page 2: SNA Pada Anak

atau tanpa disertai hipertensi, edema, gejala-gejala dari kongesti vaskuler atau gagal ginjal

akut, sebagai akibat dari suatu proses peradangan yang ditimbulkan oleh reaksi imunologik

pada ginjal yang secara spesifik mengenai glomeruli. Penyakit ini paling sering diakibatkan

oleh glomerulonefritis akut pasca streptokokus, oleh karena itu istilah sindrom nefritis akut

sering disamakan dengan glomerulonefritis akut.

Sindrom nefritis akut merupakan kelainan ginjal yang disebabkan oleh respon imun yang

dipicu oleh inflamasi dan proliferasi jaringan glomerular, sehingga mengakibatkan kerusakan

pada membran basal, mesangium, atau endotel kapiler.

Gambar 1. Struktur Anatomi dari Ginjal

Etiologi

1. Faktor Infeksi

a. Nefritis yang timbul setelah infeksi Streptococcus beta hemolyticus (Glomerulonefritis

Akut Pasca Streptokokus).

Sindroma nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya strep

throat (radang tenggorokan). Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus.

Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri

streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini membungkus

selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya. Nefritis timbul dalam waktu 1-6 minggu

(rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri streptokokus telah mati, sehingga pemberian

antibiotik akan efektif.

b. Nefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik lain : endokarditis bakterialis subakut

dan Shunt Nephritis.

Penyebab post infeksi lainnya adalah virus dan parasit, penyakit ginjal dan sistemik,

endokarditis, pneumonia. Bakteri : diplokokus, streptokokus, staphylokokus. Virus :

Cytomegalovirus, coxsackievirus, Epstein-Barr virus, hepatitis B, rubella. Jamur dan parasit :

Toxoplasma gondii, filariasis, dll.

2. Penyakit multisistemik, antara lain :

a. Lupus Eritematosus Sistemik

b. Purpura Henoch Schonlein (PHS)

Page 3: SNA Pada Anak

3. Penyakit Ginjal Primer, antara lain :

a. Nefropati IgA

Patofisiologi

Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius

bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe

12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus

dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan timbulnya

glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta

hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.

Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama

kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen

daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan

gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah

infeksi kuman streptococcus.

Patogenesis yang mendasari terjadinya GNAPS masih belum diketahui dengan pasti.

Berdasarkan pemeriksaan imunofluorosensi ginjal, jelas kiranya bahwa GNAPS adalah suatu

glomerulonefritis yang bermediakan imunologis. Pembentukan kompleks-imun in situ diduga

sebagai mekanisme patogenesis glomerulonefritis pascastreptokokus.

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh streptokokus,

merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap IgG yang

telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam sirkulasi darah yang

kemudian mengendap di ginjal.

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.

Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin ini

diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari sistem

komplemen. Pada pemeriksaan imunofluoresen dapat ditemukan endapan dari C3 pada

glomerulus, sedang protein M yang terdapat pada permukaan molekul, dapat menahan

terjadinya proses fagosistosis dan meningkatkan virulensi kuman. Protein M terikat pada

Page 4: SNA Pada Anak

antigen yang terdapat pada basal membran dan IgG antibodi yang terdapat dalam sirkulasi.

Gambar 2. Patofisiologi Kerusakan Ginjal

Pada GNAPS, sistem imunitas humoral diduga berperan dengan ditemukannya endapan C3

dan IgG pada subepitelial basal membran. Rendahnya komplemen C3 dan C5, serta

normalnya komplemen pada jalur klasik merupakan indikator bahwa aktifasi komplemen

melalui jalur alternatif. Komplemen C3 yang aktif akan menarik dan mengaktifkan monosit

dan neutrofil, dan menghasilkan infiltrat akibat adanya proses inflamasi dan selanjutnya

terbentuk eksudat. Pada proses inflamasi ini juga dihasilkan sitokin oleh sel glomerulus yang

mengalami injuri dan proliferasi dari sel mesangial.

Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya

kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli

mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus

dan kemudian merusaknya.

2. Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan

auto-imun yang merusak glomerulus.

3. Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen

antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis

ginjal.

Kompleks imun atau anti Glomerular Basement Membrane (GBM) antibodi yang

mengendap/berlokasi pada glomeruli akan mengaktivasi komplemen jalur klasik atau

alternatif dari sistem koagulasi dan mengakibatkan peradangan glomeruli, menyebabkan

terjadinya :

1. Hematuria, Proteinuria, dan Silinderuria (terutama silinder eritrosit)

2. Penurunan aliran darah ginjal sehingga menyebabkan Laju Filtrasi Ginjal (LFG) juga

menurun. Hal ini berakibat terjadinya oligouria dan terjadi retensi air dan garam akibat

kerusakan ginjal. Hal ini akan menyebabkan terjadinya edema, hipervolemia, kongesti

vaskular (hipertensi, edema paru dengan gejala sesak nafas, rhonkhi, kardiomegali),

Page 5: SNA Pada Anak

azotemia, hiperkreatinemia, asidemia, hiperkalemia, hipokalsemia, dan hiperfosfatemia

semakin nyata, bila LFG sangat menurun.

3. Hipoperfusi yang menyebabkan aktivasi sistem renin-angiotensin. Angiotensin 2 yang

bersifat vasokonstriktor perifer akan meningkat jumlahnya dan menyebabkan perfusi ginjal

semakin menurun. Selain itu, LFG juga makin menurun disamping timbulnya hipertensi.

Angiotensin 2 yang meningkat ini akan merangsang kortek adrenal untuk melepaskan

aldosteron yang menyebabkan retensi air dan garam ginjal dan akhirnya terjadi hipervolemia

dan hipertensi.

Bentuk Klinik

1. SNA dengan hipokomplemenemia, dapat asimtomatik atau simtomatik, termasuk

kelompok ini adalah :

a. Glomerulonefritis Akut pasca infeksi streptokokus.

b. Glomerulonefritis yang berhubungan dengan infeksi sistemik, seperti :

i. Endokarditis bakterialis akut / subakut

ii. Shunt nefritis

c. Glomerulonefritis proliferatif membranosa

d. Nefritis yang berhubungan dengan Lupus Eritematosus Sistemik (Nefritis Lupus)

2. SNA dengan normokomplemenemia (dapat asimtomatik atau simtomatik). Termasuk

kelompok ini adalah :

a. Nefritis yang berhubungan dengan PHS (Purpura Henoch-Schonlein)

b. Nefropati IgA

Gejala Klinik

SNA sering terjadi pada anak laki-laki usia 2-14 tahun, gejala yang pertama kali muncul

adalah penimbunan cairan disertai pembengkakan jaringan (edema) di sekitar wajah dan

kelopak mata (infeksi post streptokokal). Pada awalnya edema timbul sebagai pembengkakan

di wajah dan kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi

hebat. Berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena mengandung

darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi, demam, nyeri

abdomen, dan malaise. Gejalanya :

Page 6: SNA Pada Anak

- Hematuria baik secara makroskopik maupun mikroskopik. Gross hematuria 30% ditemukan

pada anak-anak.

- Oliguria

- Edema (perifer atau periorbital), 85% ditemukan pada anak-anak ; edema bisa ditemukan

sedang sampai berat.

- Sakit kepala, jika disertai dengan hipertensi.

- Dyspnea, jika terjadi gagal jantung atau edema pulmo; biasanya jarang.

- Flank pain

- Kadang disertai dengan gejala spesifik ; mual dan muntah, purpura pada Henoch-

Schoenlein, artralgia yang berbuhungan dengan systemic lupus erythematosus (SLE).

Pemeriksaan Fisik :

Pada pasien dengan SNA, pemeriksaan fisik dan tekanan darah kadang dalam batas normal;

tetapi kebanyakan pada pemeriksaan ditemukan adanya edema, hipertensi, dan oliguria.

- Edema sering pada daerah muka, terutama daerah periorbital

- Hipertensi sering ditemukan pada 80% kasus SNA

- Hematuria, baik pada pemeriksaan makroskopik atau mikroskopik

- Skin rash

- Kelainan neurologis ditemukan pada kasus hipertensi malignant atau hipertensi

encepalopaty.

- Artritis

- Tanda-tanda lain :

-Faringitis

-Impetigo

-ISPA

-Murmur (menunjukan adanya endokarditis)

-Nyeri perut

-Kenaikan berat badan

-Purpura palpebra pada pasien dengan Henoch Schoenlein purpura

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium

· Darah Lengkap

o Hemoglobin bisa menurun karena hemodilusi

Page 7: SNA Pada Anak

o Adanya pleocitosis jika disebabkan oleh infeksi

· Elektrolit, BUN dan kreatinin ( untuk mengetahui fungsi filtrasi glomerolus): BUN dan

kreatinin akan menunjukan kompresi ginjal.

· Urinalisa

o Urin gelap

o Berat jenis urin lebih dari 1020 osm

o Eritrosit ditemukan dalam urin

o Proteinuria

o Silinderuria

Gambar 3. Gross Hematuria (kiri), urin tampak seperti air cucian daging

Gambar 4. Silinder Leukosit

Gambar 5. Silinder Eritrosit

Gambar 6. Silinder Granular (Protein)

Gambar 7. Silinder Lemak

· Test Streptozyme ; dengan menggunakan banyak antigen streptokokus yang sensitif untuk

screening tetapi tidak secara kuantitatif.

· ASTO (anti streptolysin type O), Secara kuantitatif titer meningkat pada 60-80% pasien

SNA (>dari 100 kesatuan Todd)

o Mulai meningkat pada 1-3 minggu pertama, mencapai puncak pada 3-5 minggu berikutnya,

dan kembali normal pada minggu ke 6

o Anti streptolysin type O (ASTO) tidak berhubungan dengan berat, lama dan prognosis dari

penyakit ginjal

o Peningkatan titer anti streptolision O (ASTO) dapat menyatakan adanya antibodi terhadap

organisme streptokokus.

· Komplemen (C1, C3, C4 dan CH50); pada GNAPS C3 menurun < 50 mg/dl.

· Antibodi DN-ase B meningkat

· Sedimen eritrosit biasanya meningkat

· Kreatinin plasma atau urin lebih dari 40 µg/dL

· Kultur darah :

o Pada pasien dengan demam, imunosupresi, ada riwayat penggunaan obat IV, kateter.

o Pada kultur darah bisa ditemukan hipertriglyceridemia, penurunan laju filtrasi glomerolus,

atau anemia.

Pencitraan

Page 8: SNA Pada Anak

· Radiografi :

o Foto thorak diperlukan pada pasien dengan batuk, dengan atau tanpa hemoptysis.

o Foto abdomen diperlukan pada suspek abses viseral, atau abses dada.

· Echocardiografi pada pasien dengan murmur, atau positif adanya endokarditis pada kultur

darah atau efusi perikardial.

· Ultrasonografi ginjal untuk mengevaluasi ukuran ginjal, untuk mengetahui adanya fibrosis.

Ukuran ginjal kurang dari 9 cm menandakan adanya luka dan kemungkinan kecil untuk

kembali seperti semula.

Diagnosis

Dasar Diagnosis :

1. SNA hipokomplemenemia :

a. Hematuria (makroskopik atau mikroskopik), proteinuria, silinderuria (terutama silinder

eritrosit) dengan atau tanpa edema, hipertensi, oligouria yang timbul secara mendadak

disertai merendahnya kadar sejumlah komplemen.

b. SNA hipokomplemenemia asimtomatik

Hanya menunjukan kelainan urinalisis minimal (hematuria mikrokopik, silinder eritrosit,

proteinuria trace atau +1) tanpa gejala lain.

c. SNA dengan hipokomplemenemia simtomatik

Adanya kelainan urinalisis yang nyata dengan gejala-gejala.

2. SNA dengan normokomplemenemia

Adanya gejala-gejala nefritis akut dengan kadar komplemen normal.

Diagnosis Banding

o Hematuria idiopatik

o Nefropati IgA

o Glomerulonefritis kronik eksaserbasi akut

o Nefritis herediter

o Sistemik Lupus Eritematosus

o Henoch-Scholein Purpura

Langkah Diagnostik

Cari penyebab dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang :

Page 9: SNA Pada Anak

1. Penyebab SNA dengan hipokomplemenemia :

a. GNAPS

Dicurigai sebagai penyebab SNA tanpa gejala bila pada anamnesis dijumpai riwayat kontak

dengan keluarga yang menderita GNAPS (pada suatu epidemi). Kelainan urinalisis minimal.

ASTO > 200 IU. Titer C3 rendah (80mg/dL). Dicurigai sebagai penyebab SNA dengan gejala

bila ditemukan riwayat ISPA atau infeksi UTI seperti cucian daging, dengan atau tanpa

disertai oligouria. Sembab pada muka sewaktu bangun tidur, kadang-kadang ada keluhan

sakit kepala.

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai adanya edema, hipertensi, kadang-kadang gejala

kongestif vaskuler (sesak, edema paru, kardiomegali), atau gejala-gejala gabungan sistem

saraf pusat (penglihatan kabur, kejang, penurunan kesadaran). Hasil urinalisis menunjukan

hematuria, proteinuria (2+), silinderuria. Gambaran kimia darah menunjukan kadar BUN,

kreatinin serum, dapat normal atau meningkat; Elektrolit darah (Na, K, Ca, P, Cl) dapat

normal atau sedikit rendah; Kadar Globulin biasanya normal.

Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan biakan apusan tenggorok / keropeng kulit positif

untuk kuman Streptococcus Beta Hemolyticus atau ASTO > 200 IU. Hematuria, proteinuria,

dan silinderuria. Kadar CH50 dan C3 rendah (<80 mg/dL), yang pada evaluasi lebih lanjut

menjadi normal. Sekitar 6-8 minggu dari onset penyakit, kadar C4 biasanya normal.

Gambar 8. Pada biopsi ginjal didapatkan adanya proliferasi sel mesangial. 

b. Endokarditis bakterialis subakut

Dicurigai sebagai penyebab SNA bila pada anamnesis didapatkan riwayat panas lama, adanya

penyakit jantung kongenital / didapat yang diikuti oleh kemih berwarna seperti coca cola

(hematuria makroskopik). Pada pemeriksaan fisik ditemukan panas, rash, sesak,

kardiomegali, takikardia, suara bising jantung, hepatosplenomegali, artritis, hipertensi jarang

dijumpai.

Pada urinalisis, dapat ditemukan hematuria, proteinuria, atau kelainan pada sedimen urine,

berupa hematuria mikroskopik, lekosituria, silinderuria. Fungsi ginjal lazimnya mengalami

gangguan (BUN dan kreatinin serum). Gambaran darah tepi berupa leukositosis. LED

meningkat. CRP (+), titer komplemen C3 dan C4 menurun, kadang-kadang ditemukan pula

peningkatan titer faktor reumatoid, kompleks imun dan krioglobulin dalam serum. Diagnosis

ditegakkan berdasarkan temuan di atas disertai kultur darah (+) terhadap kuman penyebab

infeksi dan pada ekokardiografi dijumpai vegetasi pada katup jantung.

Page 10: SNA Pada Anak

c. Shunt Nephritis

Diagnosis dibuat berdasarkan adanya riwayat pemasangan shunt atrio-ventrikulo-atrial /

peritoneal untuk penanggulangan hidrosefalus, panas lama, muntah, sakit kepala, gangguan

penglihatan, kejang-kejang, penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik dijumpai

hidrosefalus dengan shunt yang terpasang, suhu tubuh meninggi, hipertensi, edema, kadang-

kadang dengan asites dan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial. Urinalisis

menunjukkan hematuria, proteinuria, silinderuria, fungsi ginjal biasanya terganggu. Kadar

total protein dan albumin serum biasanya rendah. Kultur yang diperoleh dari shunt yang

terinfeksi (+).

d. Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

Diagnosis SLE ditegakkan berdasarkan :

Keluhan yang dijumpai pada anamnesis dapat berupa : panas lama, berat badan turun,

anoreksia, nausea, muntah, sakit kepala, depresi, psikosis, kejang, sakit sendi, ruam pada

kulit.

Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan : Alopesia, butterfly rash, discoid lupus

photosensitivity, ulkus pada mulut / nasofaring, pleuritis, perikarditis, hepatitis, nyeri

abdomen, asites, splenomegali.

Pemeriksaan laboratorium :

Darah tepi : Anemia normositik normokrom, retikulositosis, trombositopenia, leukopenia,

waktu protrombin / waktu tromboplastin partial biasanya memanjang. Imunoserologis : Uji

Coomb (+), Sel LE (+).

Diagnosis dari nefritis lupus ditegakkan berdasarkan kelainan diatas, dengan gambaran biopsi

ginjal, mulai dari yang ringan berupa GN proliferatif fokal ringan sampai yang berat berupa

proliferatif difusa.

Gambar 9. Pada histopatologi terdapat gambaran bentuk bulan sabit pada sebelah dalam

kapsula Bowman dan terdiri dari : sel-sel epitel kapsul yang berproliferasi, fibrin, bahan

seperti membrana basalis, serta makrofag. Rangsangan untuk pembentukan bulan sabit

diduga adalah endapan fibrin dalam ruang Bowman, sebagai akibat nekrosis / gangguan

dinding kapiler glomerolus.

Page 11: SNA Pada Anak

2. Penyebab SNA dengan normokomplemenemia :

a. Purpura Henoch-Schonlein (PHS)

Diagnosa PHS sebagai peyebab SNA ditegakkan berdasarkan riwayat ruam pada kulit, sakit

sendi dan gangguan gastrointestinal (mual, muntah, nyeri abdomen, diare berdarah atau

melena) dan serangan hematuria.

Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai edema, hipertensi, ruam pada daerah bokong, bagian

ekstensor dan ekstremitas bawah, athralgia/arthritis, nyeri abdomen. Pada urinalisis dijumpai

hematuria, proteinuria, dan silinderuria. BUN dan kreatinin serum dapat normal atau

meningkat tergantung dari beratnya kerusakan ginjal. Pada kerusakan ginjal berat dapat

terjadi penurunan fungsi ginjal yang progresif yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar

ureum dan kreatinin serum. Kadar protein total, albumin, kolesterol, dapat normal, atau

menyerupai gambaran sindroma nefrotik. ASTO biasanya normal sedang kadar C3 dan C4

tidak merendah. Uji anti nuclear antibodies negatif. Trombosit, waktu protrombin, dan

tromboplastin normal. Pada PHS dengan kelainan ginjal berat, biopsi ginjal perlu dilakukan

untuk melihat morfologi dari glomeruli, pengobatan dan untuk keperluan prognosis.

Gambar 10. Penderita PHS

b. Nefropati IgA

Kecurigaan kearah nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan

hematuria makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan

dengan ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila

ISPA mereda, namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan

dengan ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali

hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema,

hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum biasanya

meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan

C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal.

Gambar 11. (Kiri) Gambaran fluoresen dari deposit IgA di sel Mesangial. (Kanan) Deposit

IgA dengan pewarnaan PAS.

Penatalaksanaan

Page 12: SNA Pada Anak

Semua SNA simtomatik perlu mendapat perawatan. Pengobatan ditujukan terhadap penyakit

yang mendasarinya dan komplikasi yang ditimbulkannya.1

· Tindakan umum :

Istirahat di tempat tidur sampai gejala edema dan kongesti vaskuler (dispneu, edema paru,

kardiomegali, hipertensi) menghilang.

· Diit :

Masukan garam (0,5-1 gr/hari) dan cairan dibatasi selama edema, oligouria atau gejala

vaskuler dijumpai. Protein dibatasi (0,5/KgBB/hari) bila kadar ureum diatas 50 gr/dL.

· Pengobatan terhadap penyakit penyebab :

1. GNAPS tanpa komplikasi berat :1

· Diuretika

Untuk penanggulangan edema dan hipertensi ringan disamping diit rendah garam, diberikan

furosemide (1-2) mg/KgBB/hari oral dibagi atas 2 dosis sampai edema dan tekanan darah

turun.

· Antihipertensif

Bila hipertensi dalam derajat sedang samapi berat disamping pemberian diuretika

ditambahkan obat antihipertensif oral (propranolol atau kaptopril).

· Antibiotika

Penisilin Prokain (PP) 50.000 U/KgBB/hari atau eritromisin oral 50 mg/KgBB/hari dibagi 3

dosis selama 10 hari untuk eradikasi kuman.

2. GNAPS dengan komplikasi berat :

· Kongesti vaskuler (edema paru, kardiomegali, hipertensi)

o Pemberian oksigen

o Diuretika furosemide parenteral (1-2 mg/KgBB/kali)

o Antihipertensif oral (kaptopril 0,3 mg/KgBB/kali 2-3 kali pemberian/hari)

o Bila disertai gagal jantung kongestif yang nyata dapat dipertimbangkan pemberian digitalis

· Gagal Ginjal Akut

o Ensefalopati hipertensif

Labetalol (Normodyne)2

Dosis dewasa ; 20mg IV microdrip labetalol hydrochloride injeksi perlahan selama 2 menit

Dosis anak ; dosis yang disarankan 0.4 -1mg/kg/jam IV; tidak lebih dari 3 gr

o Glomerulonefritis progresif cepat (GN kresentik) : merupakan bentuk GNAPS berat yang

ditandai serangan hematuria makroskopik, perburukan fungsi ginjal yang berlangsung cepat

Page 13: SNA Pada Anak

dan progresif, dan pada biopsi ginjal dijumpai gambaran glomerular crescents.

o Disamping penanggulangan hipertensi dan gagal ginjal diberikan pula pulse

methylprednisolone :

Ø 15 mg/KgBB metil prednisolone (tidak boleh melebihi 1 gram) perinfus sekitar 60-90

menit setiap hari selama 5-6 hari. Perlu dipantau : TTV dan kadar elektrolit.

Ø Lanjutkan dengan metilprednisolon oral 2 mg/KgBB/hari selama 1 bulan.

Ø Lalu dosis prednisolone diberikan secara alternate 2 mg/KgBB/2 hari selama 1 bulan,

kemudian dilanjutkan separo dosis dengan interval 1 bulan, setelah itu diberikan 0,2 mg/Kg/2

hari selama 1 bulan, lalu obat dihentikan.

o Tindak lanjut :

Ø Timbang berat badan 2 kali seminggu

Ø Ukur masukan cairan dan diuresis setiap hari

Ø Ukur tekanan darah 3 kali sehari selama hipertensi masih ada, kemudian 1 kali sehari bila

tekanan darah sudah normal.

Ø Pemeriksaan darah tepi dilakukan pada saat penderita mulai dirawat, diulangi 1 kali

seminggu atau saat penderita mau dipulangkan. Urinalisis minimal 2 kali seminggu selama

perawatan. Perlu dilakukan biakan urine untuk mencari kemungkinan adanya ISK. Bila

ditemukan, diobati sesuai dengan hasil sensitifitas.

Ø Kimia darah saat dirawat dan waktu dipulangkan. Pada penderita dengan komplikasi berat

pemeriksaan kimia darah, terutama ureum/kreatinin dan elektrolit lebih sering dilakukan.

Pemeriksaan EKG perlu dilakukan secara serial, sedang foto toraks diulangi bila gejala-gejala

kongesti vaskuler sudah menghilang atau pada saat penderita mau dipulangkan. Pemeriksaan

funduskopi secara serial perlu dilakukan bila penderita datang dengan hipertensi berat atau

dengan gejala ensefalopati.

Ø Biopsi ginjal dilakukan berdasarkan indikasi terjadinya perburukan faal ginjal secara cepat

dan progresif.

o Idikasi Pulang :

Ø Keadaan penderita baik, gejala-gejala SNA menghilang.

Ø Pengamatan lebih lanjut perlu dilakukan di poli khusus ginjal anak minimal 1 kali 1 bulan

selama 1 tahun. Bila pada pengamatan ASTO (+) dan C3 masih rendah setelah 8 minggu dari

onset, proteinuria masih + setelah 6 bulan dan hematuria mikroskopik masih dijumpai setelah

1 tahun, atau fungsi ginjal menurun secara insidius progresif dalam waktu beberapa minggu

atau bulan kemungkinan penyakit jadi kronik, perlu dilakukan biopsi ginjal.

Page 14: SNA Pada Anak

3. Endokarditis bakterialis akut/subakut :

· Pengobatan ditujukan terhadap endokarditis dan penyakit yang ditimbulkannya.

4. Shunt Nephritis :

· Pengobatan ditujukan terhadap kuman penyebab dan mengangkat shunt yang terinfeksi

terhadap komplikasi dari shunt nephritis.

o AB diberikan sesuai dengan tes sensitivitas

o Atasi gejala yang berkaitan dengan peningkatan tekanan intra kranial.

o Bila dijumpai gejala ensefalopati hipertensif atau GGA, segera diatasi.

· Indikasi Pulang :

o Keadaan anak baik, gejala-gejala dari nefritis minimal, komplikasi yang terjadi terkontrol

dengan baik. Untuk evaluasi, perlu kontrol berobat jalan ke poli khusus ginjal / neurologi

anak paling kurang sekali sebulan.

5. Nefritis yang berhubungan dengan Lupus Eritematosus :

· Pengobatan terdiri dari pemberian kortikosteroid (prednisolone) 2 mg/KgBB/hari dibagi 3

dosis selama 4 – 6 minggu, kemudian dosis diturunkan secara bertahap sedikit demi sedikit

sampai mencapai dosis 5-10 mg/hari atau 0,1-0,2 mg/KgBB/hari. Dosis ini dipertahankan

sampai 4-6 minggu. Setelah itu diberikan secara alternatif.

· Bila selama perawatan penderita menunjukan perburukan fungsi ginjal secara progresif atau

dengan sindroma nefrotik diobati dengan pulse methyl prednisolone therapy, diuretika dan

obat anti hipertensif.

· Indikasi pulang :

Keadaan umum baik, gejal-gejala nefritis membaik atau menunjukan kelainan minimal. Perlu

kontrol berobat ke poli khusus ginjal anak.

6. Nefritis yang berhubungan dengan Purpura Henoch Schonlein :

· Steroid diberikan dalam waktu pendek untuk menghilangkan gejala nyeri perut. Penderita

PHS berat (dengan manifestasi ginjal berat : NS, GGA, dan hipertensi) membutuhkan

pengawasan yang ketat. Biopsi ginjal perlu dilakukan pada keadaan ini. Obat yang digunakan

dalam hal ini adalah : prednisolone oral, methrylprednisolone bolus intravena, obat-obat

sitostatika (siklofosfamid, azatiopin), antikoagulan, antiplatelet, dan plasmaforesis, disamping

penanggulangan GGA dan hipertensi.

· Tindak lanjut :

Page 15: SNA Pada Anak

o Semua pasien dengan HSP yang dirawat perlu dilakukan pengamatan terhadap tekanan

darah, urinalisis dan faal ginjal. Bila selama dalam perawatan dijumpai hipertensi dan

perburukan faal ginjal secara progresif, merupakan indikasi untuk biopsi ginjal.

· Indikasi pulang :

o Keadaan umum baik, urinalisis normal atau menunjukan kelainan minimal, tekanan darah

dan fungsi ginjal normal. Dianjurkan kepada penderita untuk kontrol berobat jalan ke poli

khusus ginjal anak.

7. Nefropati IgA :

· Pengobatan yang spesifik untuk nefropati : IgA asimtomatik belum ada. Pengobatan hanya

berupa pemerian antibiotika bila dijumpai ISPA atau tonsilitis untuk mengurangi episode dari

hematuria makroskopik.

· Tindak lanjut :

o Penderita nefropati IgA tidak perlu dirawat, namun memerlukan pemantauan terus menerus

terhadap kemungkinan terjadinya hipertensi dan perburukan fungsi ginjal.

Komplikasi

· Fase Akut :

o Gagal Ginjal Akut

Perkembangan kearah sklerosis jarang, bagaimanapun juga pada 0.5%- 2% pasien dengan

Glomerulonefritis Akut tahap perkembangan kearah gagal ginjal periodenya cepat.

o Komplikasi lain, yang berhubungan dengan kerusakan organ pada sistem saraf pusat dan

kardiopulmo, bisa berkembang dengan pasien hipertensi berat, encephalopati, dan pulmonary

edema. Komplikasinya antara lain :

§ Retinopati hipertensi

§ Encephalopati hipertensif

§ Payah jantung karena hipertensi dan hipervolemia (volume overload)

§ Glomerulonefritis progresif

· Jangka Panjang :

o Abnormalitas urinalisis (microhematuria) selama setahun

o Gagal ginjal kronik

o Sindrom nefrotik

Page 16: SNA Pada Anak

Prognosis

Sebagian besar penderita (>95 %) mengalami penyembuhan yang sempurna, tetapi 5%

diantaranya mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat. Diuresis akan

menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit dengan menghilangnya

sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali.

Fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal dalam

waktu 3-4 minggu. Potter dan kawan-kawan menemukan kelainan sediment urine yang

menetap (proteinuria dan hematuria) pada 3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17

tahun di Trinidad.Gejala fisis menghilang dalam minggu ke 2 atau ke 3, kimia darah menjadi

normal pada minggu ke 2 dan hematuria mikroskopik atau makroskopik dapat menetap

selama 4-6 minggu. LED meninggi terus sampai kira-kira 3 bulan, protein sedikit dalam urine

dan dapat menetap untuk beberapa bulan.

Eksaserbasi kadang-kadang terjadi akibat infeksi akut selama fase penyembuhan, tetapi

umumnya tidak mengubah proses penyakitnya. Penderita yang tetap menunjukkan kelainan

urine selama 1 tahun dianggap menderita penyakit glomerulonefritis kronik, walaupun dapat

terjadi penyembuhan sempurna. LED digunakan untuk mengukur progresivitas penyakit ini,

karena umumnya tetap tinggi pada kasus-kasus yang menjadi kronis. Diperkirakan 95 % akan

sembuh sempurna, 2% meninggal selama fase akut dari penyakit ini dan 2% menjadi

glomerulonefritis kronis.

1. SNA dengan hipokomplemenemia tergantung pada penyebabnya :

a. GNAPS. Prognosis baik, 95% sembuh sempurna, 3% meninggal karena komplikasi, 2%

berkembang menjadi GGK.

b. Nefritis yang berhubungan dengan endokarditis bakterialis akut/subakut. Prognosis baik

bila pengobatan terhadap penyebab dilakukan secara intensif dengan antibiotika yang cocok

dan kadar komplemen kembali normal. Bila pengobatan terlambat, dapat terjadi gagal ginjal.

c. Shunt Nephritis. Prognosis umumnya baik, 50% dari kasus dilaporkan sembuh, bila shunt

yang mengalami infeksi segera diangkat dan antibiotika yang cocok segera diberikan, 20%

meninggal disebabkan oleh penyakit neurologik primer, atau komplikasi pembedahan,

sisanya dengan gejala sisa berupa gangguan faal ginjal, hematuria dan proteinuria.

d. Nefritis Lupus Eritematosus Sistemik (NEFLES). Prognosis berkorelasi dengan presentasi

klinik saat serangan dan kelainan histologi dari glomeruli. Penderita NEFLES dengan

Page 17: SNA Pada Anak

kelainan minimal, tanpa gagal ginjal, dan gambaran glomeruli normal atau proliferatif

mesangial ringan biasanya prognosis baik. Penderita dengan nefritis berat (urine nefritik,

hipertensi dan gagal ginjal) dengan kelainan glomeruli proliferasi difus memiliki prognosis

buruk. Prognosis lebih buruk lagi bila terjadi pula sindroma nefritik-nefrotik, gagal ginjal

berat dengan gambaran biopsi ginjal berupa GN proliferatif difus dengan bulan sabit.

2. SNA dengan normokomplemenemia :

a. Nefritis Henoch Schonlein (NHS)

Prognosis bergantung pada berat dan luasnya keterlibatan ginjal saat serangan penyakit. Pada

anak dengan hematuria dengan/tanpa proteinuria ringan, prognosis baik, dimana kelainan

yang dijumpai pada pemeriksaan urinalisis akan menghilang sekitar 2-4 bulan, meskipun

pengamatan jangka panjang menunjukan 5-10% dari penderita timbul gagal ginjal kronik.

Penderita dengan gambaran SNA dengan sindroma nefrotik saat serangan, kelainan urinalisis

terus berlanjut, atau berkembang menjadi gagal ginjal kronik stadium lanjut. Setengahnya

dapat terjadi GGK dalam beberapa bulan pertama dari onset, setengahnya lagi dapat terjadi

GGK pada sekitar 5 sampai 15 tahun pengamatan. Indikator buruknya prognosis meliputi :

dijumpainya sindroma nefrotik, hipertensi, gagal ginjal saat serangan dan terdapatnya

gambaran Glomerular Crescents (bulan sabit) pada biopsi ginjal.

b. Nefritis IgA

Prognosis umumnya baik. Pada pengamatan dalam jangka waktu yang singkat tidak pernah

dijumpai terjadinya gagal ginjal progresif, meskipun kelainan urine, termasuk hematuria

berulang biasanya menetap. Pada pengamatan jangka panjang yang dilakukan dari 1 sampai

15 tahun, angka kejadian gagal ginjal kronik dijumpai antara 5-9%, dikaitkan dengan

dijumpainya gambaran Glomerular Crescents pada biopsi ginjal.

Page 18: SNA Pada Anak

BAB III

KESIMPULAN

· Sindrom Nefritis Akut (SNA) / Glomerulonefritis Akut (GNA) adalah suatu sindrom yang

ditandai dengan gejala hematuria, hipertensi, edema, dan berbagai derajat insufisiensi ginjal.

· SNA disebabkan oleh faktor infeksi (paling sering diakibatkan oleh glomerulonefritis akut

pasca streptokokus), penyakit multisistemik (vaskulitis, SLE, Henoch-Schonlein Purpura,dll),

penyakit ginjal lain dan Nefropati IgA.

· Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus

golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan

pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini.

Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.

· Gejala : edema di wajah terutama kelopak mata, tetapi selanjutnya lebih dominan di tungkai

dan bisa menjadi hebat, berkurangnya volume air kemih dan air kemih berwarna gelap karena

mengandung darah, tekanan darah bisa meningkat. Gejala tidak spesifik seperti letargi,

demam, nyeri abdomen, dan malaise.

· Pemeriksaan penunjang :

o Laboratorium : Darah lengkap, Urinalisa, ASTO meningkat, antibodi Dn-ase meningkat,

C3 menurun, elektrolit, BUN, kreatinin

o Radiografi : foto thorax, EKG, USG ginjal

· Dasar Diagnosis

o SNA hipokomplemenemia : Hematuria (makroskopik atau mikroskopik), proteinuria,

silinderuria terutama silinder eritrosit, dengan atau tanpa edema, hipertensi, oliguria yang

timbul secara mendadak disertai merendahnya kadar sejumlah komplemen.

o SNA dengan normokomplementemia : Gejala-gejala nefritis akut dengan kadar komplemen

normal.

· Terapi :

o Umum : Istirahat di tempat tidur pada fase akut, misalnya bila terdapat GGA, hipertensi

berat, payah jantung.

o Diet rendah garam dan rendah protein jika bila kadar ureum di atas 50 gram/dl

o Diuretik untuk edema dan hipertensi ringan, antihipertensi untuk hipertensi sedang- berat,

Antibiotik ; Penisilin prokain 50.000 U/kgBB/kali i.m. 2 x/hari,atau Penisilin V 50 mg

/kgBB/hari p.o. dibagi dalam 3 dosis untuk infeksi aktif. Untuk anak-anak <12 tahun :

40mg /kgBB/hari p.o dibagi 4 dosis. Apabila hipersensitif terhadap penisilin bisa diberikan

Page 19: SNA Pada Anak

eritromisin 50 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis, selama 10 hari.

· Prognosis diperkirakan > 95 % akan sembuh sempurna, tetapi 5% diantaranya mengalami

perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.

Pengobatan Sindrom Nefritis berat :

Sindroma Nefrotik yang berkembang dengan cepat (Glomerulonefritis yang berkembang

dengan cepat) adalah suatu penyakit yang jarang terjadi, dimana sebagian besar glomeruli

mengalami kerusakan parsial sehingga terjadi gagal ginjal yang berat disertai proteinuria

(protein dalam air kemih), hematuria (darah dalam air kemih) dan gumpalan Sel Darah Merah

dalam air kemih.

Jika hasil biopsi menunjukan bahwa penyakitnya berat, maka segera dimulai pemberian obat.

Kortikosteroid dosis tinggi biasanya diberikan secara intravena selama 1 minggu dan

selanjutnya diberikan per oral.

· Dosis : 15 mg/KgBB metilprednisolone (tidak boleh melebihi 1 gram) perinfus sekitar 60-

90 menit setiap hari selama 5-6 hari. Perlu dipantau : TTV dan kadar elektrolit. Lanjutkan

dengan metilprednisolon oral 2 mg/KgBB/hari selama 1 bulan. Lalu dosis prednisolone

diberikan secara alternate 2 mg/KgBB/2 hari selama 1 bulan, kemudian dilanjutkan separuh

dosis dengan interval 1 bulan, setelah itu diberikan 0,2 mg/Kg/2 hari selama 1 bulan, lalu

obat dihentikan.

Bisa juga diberikan Obat Sitostatik yang bersifat imunusupresan (Obat untuk menekan

aktivitas sistem kekebalan).

· Siklofosfamid

Page 20: SNA Pada Anak

o Secara umum, siklofosfamid mengurangi respon imun humoral dan meningkatkan respon

imun seluler. Siklofosfamid, selain pada bedah cangkok juga digunakan pada artritis

reumatoid, sindrom nefrotik (terutama pada anak), dan granulomatosis Wegener.

o Siklofosfamid mempertahankan remisi yang lebih lama dibandingkan dengan

kortikosteroid dengan dosis : 2 – 3 mg/KgBB/hari selama 8 minggu. Alternatif :

Siklofosfamid 2 mg/KgBB/hari ditambah 30 mg prednisolon tiap 2 hari selama beberapa

bulan (maks 6 bulan).

o Efek samping : Depresi sum sum tulang; leukopenia berat terjadi pada hari ke 10-12 setelah

pengobatan dan pemulihan pada hari 17-21; Sistitis hemoragik (20% pada anak); alopesia

yang bersifat reversible; anoreksia; mual dan muntah; amenorea; infertilitas bila diberikan > 6

bulan; stomatitis; hiperpigmentasi kulit; enterokolitis; ikterus; hipoprotrombinemia;

miokarditis pada pemberian dosis tinggi (100 mg/KgBB); bersifat teratogenik.

· Siklosporin A

o Siklosporin A dapat dicoba pada pasien yang relaps setelah diberi siklofosfamid atau untuk

memperpanjang masa remisi setelah pemberian kortikosteroid.

o Dosis : 3 – 5 mg/KgBB/hari selama 6 bulan sampai 1 tahun (setelah 6 bulan dosis

diturunkan 25% setiap 2 bulan).

o Siklosporin A dapat juga digunakan dalam kombinasi dengan prednisolon pada kasus

Sindrom Nefritis yang gagal.

o Efek samping : obat ini tidak menekan sum sum tulang; hiperplasia ginggival; hipertrikosis;

hiperurisemia; hipertensi; nefrotoksik.

Selain itu, bisa dilakukan tindakan plasma feresis, yaitu suatu prosedur untuk membuang

antibodi dari darah penderita.

Jika penyakit berkembang lebih lanjut, maka satu-satunya pengobatan yang efektif adalah

dengan dialisa. Dialisa dilakukan bila terdapat komplikasi berupa adanya tanda Gagal Ginjal :

(140 – Umur) x Berat Badan

LFG (ml/menit/1.73 m2) =

72 x Kreatinin Plasma (mg/dL)Rumus menghitung Laju Filtrasi Glomerolus dengan rumus

Kockcroft-Gault :

Page 21: SNA Pada Anak

Tabel 1 : stadium gagal ginjal berdasarkan GFR :

STADIUM DARI GAGAL GINJAL

Stadium

Deskripsi

GFR

(mL/mnt/1.73 m2)

1

Kerusakan Ginjal dengan

≥ 90

GFR Normal atau ↑

2

Kerusakan Ginjal dengan

60-89

↓ GFR ringan

3

Kerusakan Ginjal dengan

30-59

↓ GFR sedang

4

Kerusakan Ginjal dengan

15-29

↓ GFR berat

Page 22: SNA Pada Anak

5

Gagal Ginjal

<15 atau dialisis

Indikasi dilakukannya dialisis :

1. Adanya penurunan laju filtrasi ginjal (<15 ml/mnt)

2. Adanya peningkatan kadar ureum di atas 200 µ/dL

3. Kadar kreatinin mendekati 10 mg/dL

4. Adanya tanda-tanda berupa overload cairan yaitu: edema, sesak napas akibat edema paru,

serta gagal jantung

5. Adanya sindrom uremia berupa mual, muntah, anoreksia

6. Adanya metabolik asidosis

7. Adanya hiperkalemia, hiperkalsemia

Ada dua tipe utama :

¶ Hemodialisis

¶ Peritoneal Dialisis

Indikasi spesifik untuk Peritoneal Dialisis :

Page 23: SNA Pada Anak

1. Pasien dengan ketidakstabilan sistem kardiovaskular / hemodinamik.

2. Pasien dengan gangguan vaskuler (pada pasien diabet)

3. Resiko tinggi dengan penggunaan anti koagulasi

4. Pasien usia > 65 tahun atau pada anak-anak

5. Masalah sosial

Pilihan lainnya adalah dengan pencangkokan ginjal, meskipun penyakit ini juga bisa

menyerang ginjal yang di cangkokan.

Prognosis :

Prognosis tergantung kepada beratnya gejala. Jika tidak menjalani dialisa, penderita yang

mengalami gagal ginjal akan meninggal dalam waktu beberapa minggu. Prognosis juga

bergantung kepada penyebab dan usia penderita. Jika penyebabnya adalah penyakit

autoimun, maka biasanya pengobatan akan mampu memperbaiki keadaan penderita. Jika

penyebabnya tidak diketahui / usia penderita telah lanjut, maka prognosisnya lebih buruk.

Sebagian besar penderita yang tidak menjalani pengobatan akan menderita gagal ginjal dalam

waktu 2 tahun.