sle

42
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Lupus Eritematosus Sistemik atau lebih dikenal dengan sebutan SLE atau LES berbagai istilah lainnya seperti penyakit dengan seribu wajah, merupakan salah satu penyakit reumatik autoimun yang memerlukan perhatian khusus baik dalam mengenali tampilan klinis penyakitnya hingga pengelolaannya. SLE lebih banyak dijumpai pada wanita usia reproduktif antara 13-40 tahun dengan perbandingan perempuan : laki-laki yaitu 9:1 diduga ada kaitannya antara faktor hormonal dengan patogenesis. Dari berbagai laporan penelitian prevalensi dari berbagai suku berbeda-beda diperkirakan 15-50 kasus per 100.000 penduduk. Suku Indian Amerika, Afrika, dan Hispanik dilaporkan prevalensi SLE paling tinggi bila dibandingkan dengan suku Caucasian. Diperkirakan di Inggris 12,5/100.000, Asia 17/100.000 penduduk. Aborigin 11/100.000. Dilaporkan SLE mengenai semua ras walau lebih banyak terlihat pada perempuan di Asia, atau mereka yang berkulit hitam di Amerika. Jika penyakit ini tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat maka akan mengarah pada kematian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan serta asuhan

Upload: eurosia-ita-bria

Post on 24-Nov-2015

51 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

SLE adalah penyakit imunologik

TRANSCRIPT

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangPenyakit Lupus Eritematosus Sistemik atau lebih dikenal dengan sebutan SLE atau LES berbagai istilah lainnya seperti penyakit dengan seribu wajah, merupakan salah satu penyakit reumatik autoimun yang memerlukan perhatian khusus baik dalam mengenali tampilan klinis penyakitnya hingga pengelolaannya. SLE lebih banyak dijumpai pada wanita usia reproduktif antara 13-40 tahun dengan perbandingan perempuan : laki-laki yaitu 9:1 diduga ada kaitannya antara faktor hormonal dengan patogenesis. Dari berbagai laporan penelitian prevalensi dari berbagai suku berbeda-beda diperkirakan 15-50 kasus per 100.000 penduduk. Suku Indian Amerika, Afrika, dan Hispanik dilaporkan prevalensi SLE paling tinggi bila dibandingkan dengan suku Caucasian. Diperkirakan di Inggris 12,5/100.000, Asia 17/100.000 penduduk. Aborigin 11/100.000. Dilaporkan SLE mengenai semua ras walau lebih banyak terlihat pada perempuan di Asia, atau mereka yang berkulit hitam di Amerika.Jika penyakit ini tidak dilakukan penatalaksanaan yang tepat maka akan mengarah pada kematian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan serta asuhan keperawatan yang tepat pada pasien dengan SLE sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien dengan SLE.

1.2 Rumusan Masalah1. Apakah definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?2. Apakah etiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?3. Apakah manifestasi klinis Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?4. Bagaimana patofisiologi dan WOC dari Systemic Lupus Eritematosus (SLE)?5. Apakah pemeriksaan penunjang Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?6. Bagaimana klasifikasi derajat berat ringannya Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?7. Bagaimana penatalaksanaan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?

4

8. Apakah komplikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?3

9. Bagaimana prognosis Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?10. Bagaimana aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)?

1.3 TujuanTujuan penulisan makalah ini adalah supaya mahasiswa memahami : 1. Definisi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)2. Etiologi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)3. Manifestasi klinis Systemic Lupus Erythematosus (SLE)4. Patofisiologi dan WOC dari Systemic Lupus Erythematosus (SLE)5. Pemeriksaan penunjang Systemic Lupus Erythematosus (SLE)6. Derajat berat ringannya Systemic Lupus Erythematosus (SLE)7. Penatalaksanaan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)8. Komplikasi Systemic Lupus Erythematosus (SLE)9. Aplikasi asuhan keperawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE)

1.4 ManfaatManfaat penulisan makalah ini adalah :1. Bagi mahasiswa mampu memahami serta menerapkan asuhan keperawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE).2. Bagi institusi sebagai sumber pustaka dan literatur dalam pengembangan ilmu pengetahuan terutama tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan meningkatkan progam pendidikan serta pengembangan di bidang keperawatan.3. Bagi masyarakat sebagai sumber informasi tentang asuhan keperawatan pada pasein dengan Systemic Lupus Erythematosus (SLE) sehingga peningkatan upaya hidup sehat dapat terlaksana dengan optimal.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSistemik Lupus Eritematosus (SLE) adalah penyakit radang multi sistem yang penyebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut atau kronik. SLE merupakan penyakit autoimun dimana tubuh penderita membentuk antibodi yang melawan diri sendiri yang seharusnya bertujuan melawan bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh (Smelzer, 2007).SLE adalah penyakit autoimun sistemik kronis ditandai dengan pembentukan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan inflamasi pada berbagai organ (Yuliasih & Soeroso, 2007). Corwin (2009) menyebutkan bahwa SLE adalah suatu penyakit autoimun kronik yang ditandai oleh terbentuknya antibodi-antibodi terhadap beberapa antigen diri yang berlainan. SLE adalah penyakit inflamasi autoimun dengan etiologi yang belum diketahui serta memiliki manifestasi klinis yang beragam (Perhimpunan reumatologi Indonesia, 2011). Jadi dapat disimpulkan bahwa SLE adalah suatu penyakit autoimun sistemik kronis yang ditandai dengan pembentukan berbagai antibodi yang membentuk kompleks imun dan menimbulkan infamasi berbagai organ dengan manifestasi yang beragam.

2.2 EtiologiPenyebab SLE belum diketahui secara pasti walaupun penyakit ini sering terjadi pada orang-orang dengan kecenderungan mengidap penyakit autoimun. Kecenderungan terjadinya SLE dapat berhubungan dengan perubahan gen MHC spesifik dan bagaimana antigen sendiri ditunjukkan dan dikenali. Pada wanita sering terjadi SLE karena ada peran hormon seks yang dimiliki. Selain itu SLE dapat dicetuskan oleh stress, kehamilan dan menyusui. Pada beberapa orang disebabkan oleh pajanan radiasi ultraviolet yang berlebihan (Corwin, 2009). Selain itu SLE dapat disebabkan obat-obatan dan bahan kimia seperti hidrasin yang ada dalam tembakau dan warna aromatik yang ada dalam pewarna rambut. (Mok & Lawu, 2003)

2.3 Manifestasi KlinikMenurut Askandar et all (2007), manifestasi klinis SLE sangat luas. Pada awalnya ditandai dengan gejala klinis yang tidak spesifik antara lain: lemah, lesu, panas, mual, nafsu makan menurun, dan berat badan menurun. Berikut manifestasi klinik yang dapat dijumpai di berbagai sistem tubuh antara lain :1. Sistem muskuloskeletalDapat berupa artralgia yang hampir dijumpai sekitar 70% pasien, atau artritis yang ditandai dengan sendi yang bengkak, kemerahan yang kadang disertai efusi. Sendi-sendi yang sering terkena antara lain: sendi jari-jari tangan, pergelangan tangan, siku, bahu, dan lutut. Artritis pada SLE kadang menyerupai artritis reumatoid, bedanya adalah artritis pada SLE bersifat nonerosif.2. Sistem mukokutaneus1) Kutaneus lupus akut: malar rush (butterfly rash) merupakan tanda spesifik pada SLE, yaitu bentukan ruam pada kedua pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial dan ditandai dengan adanya ruam pada hidung yang menyambung dengan ruam yang ada di pipi. Bentuk akut kutaneus lain yaitu bentuk morbili, ruam makular fotosensitif, papulo dermatitis, bulosa, toksik epidermal nekrolitik. Pada umumnya ruam akut kutaneus ini bersifat fotosensitif.2) Kutaneus lupus subakut: simetrikal eritema sentrifugum, anular eritema, psoriatik SLE, pitiariasis, dan mukulo papulo fotosinsetif. Manifestasi subakut lupus ini sangat erat hubungannya denga antibodi R O. lesi subakut pada umumnya sembuh tanpa meninggalkan skar.3) Kutaneus lupus kronik. Bentuk yang klasik adalah lupus diskoid yang berupa bercak kemerahan dengan kerak keratotik pada permukaannya. Bersifat kronik dan rekurenpada lesi yang kronik ditandai dengan parut dan atropi pada daerah sentral dan hiperpigmentasi pada tepinya. Lesi ini sering dijumpai pada kulit kepala yang sering menimbulkan kebotakan irreversibel. Daun telinga, leher, lengan, dan wajah juga sering terkena panikulitis lupus atau lupus profundus ditandai dengan inflamasi pada lapisan bawah dari dermis dan jaringan sub kutan. Gambaran klinisnya berupa nodul yang sangat dalam dan sangat keras, dengan ukuran 1-3 cm. hanya ditemukan sekitar 2% pada penderita SLE.4) Nonspesifik kutaneus lupus: vaskulitis kutaneus ditemukan hampir 70% pasien. Manifestasi kutaneus nonspesifik lupus tergantung pada pembuluh darah yang terkena. Bentuknya bermacam-macam, antara lain:(1) Urtikaria(2) Ulkus(3) Purpura(4) Bulosa, bentuk akibat dari hilangnya integritas dari dermal dan epidermal junction(5) Splinter hemorrhage(6) Eritema periungual(7) Nailfold infar bentuk vaskulitis dari interiol atau venul pada lengan(8) Eritema pada tenar dan hipotenar mungkin bisa dijumpai. Pada umumnya biopsi pada tempat ini menunjukkan leukositoklasik vaskulitis5) Raynauds Phenomenon. Gambaran khas dari Raynauds Phenomenonini adalah adanya vasospasme yang ditandai dengan sianosis yang berubah menjadi kemerahan bila terkena panas. Kadang disertai dengan nyeri. Raynauds Phenomenon ini sangat terkait dengan keberadaan antibodi anti U1 RNP.6) Alopesia. Akibat kerontokan rambut yang bersifat sementara terkait dengan aktivitas penyakit biasanya bersifat difus tanpa adanya jaringan parut. Kerontokan rambut biasanya dimulai pada garis rambut depan. Pada keadaan tertentu bisa menimbulkan alopesia yang menetap disebabkan oleh diskoid lupus yang mneinggalkan jaringan parut.7) Sklerodaktili. Ditandai adanya sklerotik dan bengkak berwarna kepucatan pada tangan akibat dari perubahan tipe skleroderma. Hanya terjadi pada 7% pasien.8) Nodul reumatoid. Ini dikaitkan dengan antibodi R O yang positif dan adanya reumatoid like artritis.9) Perubahan pigmentasi. Bisa berupa hipo atau hiperpigmentasi pada daerah yang terpapar sinar matahari.10) Kuku. Manifestasinya dapat berupa nail bed atrophy atau telengektasi pada kutikula kuku.11) Luka mulut (oral ulcer). Luka pada mulut yang terdapat pada palatum molle atau durum, mukosa pipi, gusi, dan biasanya tidak nyeri. Gambaran hispatologi kutaneus lupus: yaitu didapatkannya kompleks imun yang berbentuk seperti pita pada daerah epidermal junction (lupus band).3. Manifestasi pada paruDapat berupa pneumonitis, pleuritis ataupun pulmonary haemorrhage, emboli paru, hipertensi pulmonal. Pleuritis ditandai dengan nyeri dada atau efusi pleura atau fiction rub pada pemeriksaan fisik. Efusi pleura yang biasanya ditemukan jernih dengan kadar protein yang meningkat, leukosit < 10.000 dan kadar glukosa normal.4. Manifestasi pada jantungDapat berupa perikarditis, efusi perikardium, miokarditis, endokarditis, kelainan katup, penyakit koroner, hipertensi, gagal jantung, dan kelainan konduksi. Manifestasi jantung tersering adalah kelainan perikardium berupa perikarditis dan efusi perikardium 66%, yang jarang menimbulkan komplikasi tamponade jantung, menyusul kelainan miokardium berupa miokarditis yang ditandai dengan perbesaran jantung dan endokardium berupa endokarditis yang dikenal dengan nama Libman Sachs endokarditis, sering kali asimptomatis tanpa disertai bising katup, yang sering terkena yaitu katup mitral dan aorta.5. Manifestasi hematologiManifestasi kelainan hematologi terbanyak adalah bentuk anemia karena penyakit kronis. Anemia hemolitik autoimun hanya didapatkan pada 10% penderita. Selain anemia dapat dijumpai leukopenia, limphopenia, nitropenia, dan trombopenia.

6. Manifestasi pada ginjalDikenal dengan lupus nefritis. Angka kejadiannya mencapai 50% dan melibatkan kelainan glumerulus. Gambaran klinisnya bervariasi tergantung derajat kerusakan pada glumerulus dapat berupa hematuri, protein uria, seluler cast. Berdasarkan kriteria WHO, secara hispatologis dibedakan menjadi 5 kelas. Sebanyak 0,5% akan berkembang menjadi gagal ginjal kronis. Lupus nefritis ini merupakan pertanda prognosis jelek.Tabel 2.1 Klasifikasi hispatologi lupus nefritis menurut WHOI.IIA.IIB.III.IV.VNormalmesangeal depositmesangeal hiperselulalitifokal segmental glumerulonefritisdifus glumerulonefritismembranus glumerulonefritis

Sumber : Askandar et all (2007)7. Manifestasi pada sistem gastrointestinalDapat berupa hepatosplenomegali nonspesifik, hepatitis lupoid, keradangan sistem saluran makan (lupus gut), kolitis.8. Manifestasi pada sistem saraf pusatSangat bervariasi mulai dari depresi hingga psikosis, kejang, stroke, dalan lainnya. Untuk memudahkan diagnosis American College Rheumatology mengelompokkan menjadi 19 sindrom. Gambaran klinis lupus cerebral dikelompokkan dalam 3 bagian yaitu fokal, difus, dan neuropsikiatrik.Tabel 2.2 Nomenklatur NP SLE menurut ACR (1999)1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (Guillain-Barre Syndrome)2. Aseptik meningitis3. Kelainan saraf otonom berupa bentuk hipotensi ortostatik, gangguan ejakulasi, anhidrosis, intoleransi panas, konstipasi4. Penyakit cerebro vaskulara. Sindrom strokeb. TIAc. Kronis multi fokald. Perdarahan subintrakraniale. Trombosis sinus5. Sindrom demyelinating6. Pusinga. Migrainb. Tension headachec. Cluster headached. Pusing karena hipertensi intrakranial (pseudotumor atau intrakranial hipertensi)7. Mononeuropati single atau multiple8. Chorea9. Myasthenia gravis10. Myelopathy (transverse myelitis)11. Neuropathy cranial12. Plexopathy13. Polineurophaty14. Kejanga. Kejang umum: tonic klonik, atonik, petitmal, myoklonikb. Kejang fokal15. Acute delirium16. Kecemasan17. Disfungsi kognitif18. Gangguan emosi19. Psikosis

Sumber : Askandar et all (2007)

2.4 PatofisiologiPenyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal dan lingkungan. Peningkatan sel imun terjadi pada sel B dan T. Aktifasi sel B dan T karena adanya stimulus dari antigen yang spesifik yang berasal dari bahan-bahan kimia, DNA bakteri, antigen virus, fosfolipid dindnig sel atau berasal dari dalam yaitu protein, DNA dan RNA. Antigen ini dibawah oleh antigen presenting cells (APCs) yang berikatan pada permukaan sel B kemudian antigen ini diproses oleh antigen presenting celss dan sel B menjadi peptida untuk di bawah ke sel T melalui molekul HLA yang ada di permukaan. Ketika sel T teraktivasi, sel T akan merangsang sel B untuk membentuk auto antibody yang patogen. Interaksi antara sel Bdan sel T dibantu oleh sitokin (molekul CD40, CTLA-4).Antibodi yang patogen dan muncul yang secara berlebihan akhirnya justru menyerang tubuh yang sehat (autoimunitas.) antibodi yang patogen ini akhirnya masuk ke dalam jaringan tubuh dalam dua cara :1. Antibody aneh ini bisa langsung menyerang jaringan sel tubuh seperti pada sel-sel darah merah yang menyebabkan selnya hancur sehingga penderita mengalami anemia.2. Antibodi akan bergabung dengan antigen (sel perangsang pembentukan antibodi) membentuk ikatan yang disebut kompleks imun. Gabungan antara antigen antibodi ini mengalir bersama darah sampai tersangkut di pembuluh darah kapiler akan menimbulkan peradangan. Dalam keadaan normal kompleks ini akan dibatasi oleh sel-sel radang (fagosit) tetapi itu tidak terjadi dalam keadaan abnormal. Malah sel-sel radang tadi bertambah banyak sambil mengeluarkan enzim yang menimbulkan peradangan.

2.5 Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis dan monitoring pada penyakit SLE menurut Perhimpunan Reumatologi (2011) antara lain :1. Hemoglobin, lekosit, hitung jenis sel, laju endap darah (LED)*2. Urin rutin dan mikroskopik, protein kwantitatif 24 jam, dan bila diperlukan kreatinin urin.3. Kimia darah (ureum, kreatinin, fungsi hati, profil lipid)*4. PT, aPTT pada sindroma antifosfolipid5. Serologi ANA, anti-dsDNA+, komplemen+ (C3,C4))6. Foto polos thorax1) Pemeriksaan hanya untuk awal diagnosis, tidak diperlukan untuk monitoring.2) Setiap 3-6 bulan bila stabil3) Setiap 3-6 bulan pada pasien dengan penyakit ginjal aktif.7. ANA, antibodi antinuklear; PT/PTT, protrombin time/partial tromboplastin time8. Pemeriksaan tambahan lainnya tergantung dari manifestasi SLE. Waktu pemeriksaan untuk monitoring dilakukan tergantung kondisi klinis pasien. Diagnosis SLE dapat ditegakkan jika memenuhi minimal 4 dari 11 kriteria ACR untuk SLE.9. Pemeriksaan Serologi pada SLETes imunologik awal yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis SLE adalah tes ANA generik. (ANA IF dengan Hep 2 Cell). Tes ANA dikerjakan/diperiksa hanya pada pasien dengan tanda dan gejala mengarah pada SLE. Pada penderita SLE ditemukan tes ANA yang positif sebesar 95-100%, akan tetapi hasil tes ANA dapat positif pada beberapa penyakit lain yang mempunyai gambaran klinis menyerupai SLE misalnya infeksi kronis (tuberkulosis), penyakit autoimun (misalnya Mixed connective tissue disease (MCTD), artritis rematoid, tiroiditis autoimun), keganasan atau pada orang normal. Jika hasil tes ANA negatif, pengulangan segera tes ANA tidak diperlukan, tetapi perjalanan penyakit reumatik sistemik termasuk SLE seringkali dinamis dan berubah, mungkin diperlukan pengulangan tes ANA pada waktu yang akan datang terutama jika didapatkan gambaran klinis yang mencurigakan. Bila tes ANA dengan menggunakan sel Hep-2 sebagai substrat; negatif, dengan gambaran klinis tidak sesuai SLE umumnya diagnosis SLE dapat disingkirkan.Beberapa tes lain yang perlu dikerjakan setelah tes ANA positif adalah tes antibodi terhadap antigen nuklear spesi ik, termasuk anti-dsDNA, Sm, nRNP, Ro(SSA), La (SSB), Scl-70 dan anti-Jo. Pemeriksaan ini dikenal sebagai profil ANA/ENA. Antibodi anti- dsDNA merupakan tes spesifik untuk SLE, jarang didapatkan pada penyakit lain dan spesifitasnya hampir 100%. Titer anti-dsDNA yang tinggi hampir pasti menunjukkan diagnosis SLE dibandingkan dengan titer yang rendah. Jika titernya sangat rendah mungkin dapat terjadi pada pasien yang bukan SLE. Kesimpulannya, pada kondisi klinik adanya anti-dsDNA positif menunjang diagnosis SLE sementara bila anti ds-DNA negatif tidak menyingkirkan adanya SLE. Meskipun anti-Sm didapatkan pada 15% -30% pasien SLE, tes ini jarang dijumpai pada penyakit lain atau orang normal. Tes anti-Sm relatif spesifik untuk SLE, dan dapat digunakan untuk diagnosis SLE. Titer anti-Sm yang tinggi lebih spesifik untuk SLE. Seperti anti-dsDNA, anti-Sm yang negatif tidak menyingkirkan diagnosis. Berikut rekomendasi pengunaan tes ANA dan dsDNA yaitu :1) Test ANA merupakan test yang sensitif, namun tidak spesifik untuk SLE.2) Test ANA dikerjakan hanya jika terdapat kecurigaan terhadap SLE.3) Test Anti dsDNA positif menunjang diagnosis SLE, namun jika negatif tidak menyingkirkan diagnosis SLE.

2.6 Derajat Berat Ringannya Penyakit SLEPerhimpunan Reumatologi (2011) menjelaskan bahwa seringkali terjadi kebingungan dalam proses pengelolaan SLE, terutama menyangkut obat yang akan diberikan, berapa dosis, lama pemberian dan pemantauan efek samping obat yang diberikan pada pasien. Salah satu upaya yang dilakukan untuk memperkecil berbagai kemungkinan kesalahan adalah dengan ditetapkannya gambaran tingkat keparahan SLE. Penyakit SLE dapat dikategorikan ringan atau berat sampai mengancam nyawa.1. Kriteria untuk dikatakan SLE ringan adalah:1) Secara klinis tenang2) Tidak terdapat tanda atau gejala yang mengancam nyawa3) Fungsi organ normal atau stabil, yaitu: ginjal, paru, jantung, gastrointestinal, susunan saraf pusat, sendi, hematologi dan kulit.Contoh SLE dengan manifestasi arthritis dan kulit2. Kriteria Penyakit SLE dengan tingkat keparahan sedang manakala ditemukan:1) Nefritis ringan sampai sedang ( Lupus nefritis kelas I dan II)2) Trombositopenia (trombosit 20-50x103/mm3)3) Serositis mayor3. Penyakit SLE berat atau mengancam nyawa apabila ditemukan keadaan sebagaimana tercantum di bawah ini, yaitu:1) Jantung: endokarditis Libman-Sacks, vaskulitis arteri koronaria, miokarditis, tamponade jantung, hipertensi maligna2) Paru-paru: hipertensi pulmonal, perdarahan paru, pneumonitis, emboli paru, infark paru, fibrosis interstisial, shrinking lung.3) Gastrointestinal: pankreatitis, vaskulitis mesenterika.4) Ginjal: nefritis proliferatif dan atau membranous.5) Kulit: vaskulitis berat, ruam difus disertai ulkus atau melepuh (blister).6) Neurologi: kejang, acute confusional state, koma, stroke, mielopati transversa, mononeuritis, polineuritis, neuritis optik, psikosis, sindroma demielinasi7) Hematologi: anemia hemolitik, neutropenia (leukosit