skripsie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1869/1/skripsi.pdf · 2017. 11. 2. · persembahan...

169
PERAN MADRASAH DINIYAH USWATUN KHASANAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DI DUSUN CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2017 SKRIPSI DisusunGunaMemperolehGelar SarjanaPendidikan(S.Pd ) Oleh: UMI INAYAH 11113054 JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2017

Upload: others

Post on 31-Jan-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PERAN MADRASAH DINIYAH USWATUN KHASANAH

    DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS

    PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK

    DI DUSUN CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN

    KABUPATEN SEMARANG

    TAHUN 2017

    SKRIPSI

    DisusunGunaMemperolehGelar

    SarjanaPendidikan(S.Pd )

    Oleh:

    UMI INAYAH

    11113054

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2017

  • PERAN MADRASAH DINIYAH USWATUN KHASANAH

    DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS

    PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK

    DI DUSUN CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN

    KABUPATEN SEMARANG

    TAHUN 2017

    SKRIPSI

    DisusunGunaMemperolehGelar

    SarjanaPendidikan (S.Pd.)

    Oleh:

    UMI INAYAH

    11113054

    JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

    FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2017

  • MOTTO

    ُهْم طَائَِفٌة َوَما َكاَن اْلُمْؤِمُنوَن لِيَ ْنِفُروا َكافًَّة فَ َلْوال نَ َفَر ِمْن ُكلِّ ِفْرَقٍة ِمن ْ

    يِن َولِيُ ْنِذُروا قَ ْوَمُهْم ِإَذا َرَجُعوا إِلَْيِهْم َلَعلَُّهْم ََيَْذُرونَ ُهوا ِف الدِّ لَِيتَ َفقَّ

    “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya

    (kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka

    beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan

    untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali

    kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs. at-Taubah: 122)

  • PERSEMBAHAN

    Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah Subhanahu

    Wa Ta‟ala skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

    1. Ibu Suyati dan Bapak Tuhri yang telah mendidik dari kecil, senantiasa

    memberikan nasihat dan yang tak pernah lelah mendo‟akan tanpa henti untuk

    menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.

    2. Kakak-kakakku dan adik-adikku yang senantiasa memberikan semangat untuk

    terus menjadi pribadi yang tangguh.

    3. Seluruh sahabatku yang selalu membersamai dalam setiap langkah beserta

    teman-teman PAI angkatan 2013 terima kasih untuk semangat dan motivasi

    yang diberikan.

    4. Keluarga PAI B, Keluarga besar LDK Fathir ar-Rasyid, Keluarga PPL SMK

    Islam Sudirman Tingkir, Keluarga KKN Posko 70 dan keluarga besar Dusun

    Nanggulan yang telah memberikan pengalaman hidup yang luar biasa.

    Terima Kasih

  • KATA PENGANTAR

    Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

    Alhamdulillahirobil‟alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

    Subhanahu Wa Ta‟ala berkat taufiq, rahmat dan inayah serta hidayah-Nya

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.

    Shalawat dan salam selalu tercurah pada junjungan Nabi Agung Muhammad

    Shalallahu „Alaihi Wasallam yang telah membimbing manusia dari zaman

    kegelapan hingga zaman terang benderang serta yang dinantikan syafaatnya di

    hari kiamat kelak.

    Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat

    menyelesaikan skripsi dengan judul “PERAN MADRASAH DINIYAH

    USWATUN KHASANAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN

    KUALITAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DI DUSUN

    CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN

    SEMARANG TAHUN 2017”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk

    memperoleh gelar Sarjana Progam Studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama

    Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

    Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai

    pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

    1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam

    Negeri (IAIN) Salatiga.

    2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

    (FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

  • ABSTRAK

    Inayah, Umi. 2017. Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dalam

    Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam Pada Anak

    Di Dusun Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten

    Semarang Tahun 2017. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu

    Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam

    Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M. Ag.

    Kata Kunci: Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah

    Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini yaitu (1)

    bagaimana peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya

    meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean

    Kulon? (2) apa saja faktor yang menghambat dan mendukung dalam upaya

    meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean

    Kulon?. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan

    pendekatan deskriptif kuaitatif. Metode yang digunakan adalah observasi,

    wawancara, dan dokumentasi dengan teknik analisis data yaitu reduksi data,

    penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

    Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peran Madrasah Diniyah

    Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan agama

    Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon, di antaranya. (1)Melahirkan

    generasi yang berakhlak mulia. (2) Menambah wawasan pengetahuan agama

    Islam. (3) Mengikis kemerosotan akhlak akibat pengaruh perkembangan

    teknologi. (4) Madrasah Diniyah sebagai pengayaan mata pelajaran

    pendidikan agama Islam di sekolah. (5) Memperbaiki BTQ (Baca Tulis

    Qur‟an) anak. (6) Membantu dalam menjaga tradisi keagamaan di tengah

    masyarakat.

    Faktor pendukung Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya

    meningkatkan kualitas pendidikan agama pada anak di antaranya adanya

    dukungan penuh dari masyarakat sekitar, kerjasama yang baik antar

    ustadz/ustadzah, motivasi mengajar dari para ustadz/ustadzah selaku pendidik,

    tersedianya dana dalam menunjang berjalannya kegiatan. Faktor penghambat

    Madrasah Diniyah, diantaranya latar belakang pendidikan yang berbeda dari

    pengajar, pengaruh perkembangan teknologi yang ada, jam belajar tambahan,

    sarana prasarana serta waktu kegiatan belajar mengajar yang terbatas.

  • DAFTAR TABEL

    Tabel 3.1 Kondisi Madrasah Diniyah

    Tabel 3.2 Struktur Kepengurusan Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah

    Tabel 3.3 Data Ustadz/Ustadzah

    Tabel 3.4 Data Santriwan/ Santriwati Diniyah Kelas I

    Tabel 3.5 Data Santriwan/Santriwati Diniyah Kelas II

    Tabel 3.6 Sarana Prasarana

  • DAFTAR LAMPIRAN

    1. Daftar Riwayat Hidup

    2. Daftar Satuan Kredit Kegiatan (SKK)

    3. Lembar Konsultasi Skripsi

    4. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian

    5. Kode Penelitian

    6. Transkip Wawancara

    7. Dokumentasi

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN SAMPUL …………….…………………….……………...…. i

    HALAMAN BERLOGO ……………..…………………………………..... ii

    HALAMAN JUDUL ……………….…………………...…………...…….. iii

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………….…….…...……. iv

    HALAMAN PENGESAHAN ………………….…………….……...……. v

    DEKLARASI ……………………………………………….……………... vi

    MOTTO ……………………………………………………..………...……. vii

    PERSEMBAHAN …………………………………………...………..……. viii

    KATA PENGANTAR ……………………………………...………..…….. ix

    ABSTRAK …………………………………………………..………..……. xi

    DAFTAR TABEL ……………………………………………………..……. xii

    DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………..………...…… xiii

    DAFTAR ISI ………………………………………………..………...…… xiv

    BAB I PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1

    B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 5

    C. Tujuan Penelitian ………………………………………………... 6

    D. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 6

    E. Penegasan Istilah ………………………………………………... 7

    F. Metodologi Penelitian …………………………………………... 8

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian …………………………….. 8

    2. Kehadiran Peneliti …………………………………………. 9

  • 3. Lokasi Penelitian ……………………………………………. 9

    4. Sumber Data ………………………………………………… 10

    5. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 10

    6. Analisis Data ………………………………………………... 11

    7. Pengecekkan Keabsahan Data ……………………………… 12

    8. Tahap-Tahap Penelitian ……………………………………... 12

    9. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 14

    BAB II KAJIAN PUSTAKA

    A. Madrasah Diniyah ……………………………………………… 15

    1. Pengertian Madrasah Diniyah ………………………………. 15

    2. Peranan Madrasah Diniyah …………………………………. 17

    3. Bentuk-Bentuk Madrasah Diniyah …………………………. 24

    4. Jenjang Pendidikan Madrasah Diniyah …………………….. 29

    5. Tujuan Madrasah Diniyah …………………………………... 30

    6. Potensi Madrasah Diniyah ………………………………….. 32

    7. Aspek-Aspek Madrasah Diniyah …………………………… 34

    8. Dampak Kebijakan Full Day School ……………………….. 45

    B. Pendidikan Agama Islam ……………………………………….. 49

    1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ……………………….. 49

    2. Fungsi Pendidikan Agama Islam …………………………… 52

    3. Tujuan Pendidikan Agama Islam …………………………… 54

    4. Tantangan Pendidikan Agama Islam ……………………….. 56

  • BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

    A. Paparan Data …………………………………………………... 60

    1. Gambaran Lokasi Penelitian ………………………………. 60

    a. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah ………………… 60

    b. Kondisi Masyarakat ……………………………………. 63

    c. Letak Geografis ………………………………………… 66

    d. Kondisi Masyarakat ……………………………………. 67

    e. Struktur Kepengurusan ………………………………… 68

    f. Keadaan Ustadz/Ustadzah ……………………………... 69

    g. Keadaan Santriwan/Santriwati …………………………. 70

    h. Sarana dan Prasarana …………………………………... 75

    i. Proses Belajar Mengajar ………………………………... 78

    B. Temuan Penelitian ……………………………………………… 79

    1. Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dalam Upaya

    Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam ......……… 79

    a. Perbedaan Anak Yang Mengikuti Madrasah Diniyah

    Dengan Yang Tidak Mengikuti ………………...………. 83

    b. Perkembangan Anak Sebelum Dan Sesudah Mengikuti

    Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah ………..……….. 84

    c. Materi, Metode, Strategi, Kegiatan Penunjang Dalam

    Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam

    Pada Anak …………………………………………...….. 89

    a) Materi ………………………………………………. 89

  • b) Metode dan Strategi Pembelajaran ……...………….. 90

    c) Kegiatan Penunjang ………………………...………. 92

    d) Sarana Prasarana Pembelajaran ………..…………… 93

    2. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Madrasah Diniyah

    Uswatun Khasanah Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas

    Pendidikan Agama Islam Pada Anak ...……….…..………... 94

    BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

    A. Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dalam Upaya

    Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam Pada Anak Di

    Dusun Cabean Kulon ………….………………………..……… 99

    B. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Madrasah Diniyah

    Uswatun Khasanah Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas

    Pendidikan Agama Islam Pada Anak Di Dusun Cabean ...……... 111

    1. Faktor Pendukung …...…………………………..………….. 111

    2. Faktor Penghambat …..…………………………..…………. 114

    BAB V PENUTUP

    A. Penutup ………...……………………………………...………… 120

    B. Saran …………...……………………………………...………… 122

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Modernisasi dalam segala bidang yang ditandai dengan perkembangan

    teknologi yang canggih, semakin menantang peranan keberadaan pendidikan

    agama sebagai penyelamat akhlak generasi penerus dari dampak negatif proses

    tersebut. Pendidikan ini mencakup tentang pendidikan iman dan taqwa serta

    akhlak mulia.Iman dan taqwa ditanamkan dalam bentuk pengetahuan,

    sedangkan akhlak mulia ditanamkan melalui pembiasaan.Setiap pribadi

    diharapkan memiliki sikap dan kualitas pribadi yang shaleh/sholihah, serta

    berakhlak mulia, hal tersebut tentunya terkait dengan sejauh mana upaya

    pendidikan yang dilakukan.Perlu adanya pembiasaan dan keteladanan sejak

    kanak-kanak untuk memperdalam pengetahuan agamanya.

    Islam begitu perhatian dalam mendidik anak, mereka adalah inti utama

    dalam membentuk umat dan masa depan. Islam tidak putus-putusnya berusaha

    menciptakan masa depan bagi generasinya dan mengarahkannya kepada jalan

    yang lurus agar mereka bisa mengentaskan manusia yang tersesat dalam

    kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan, dan kekacabalauan menuju cahaya

    tauhid, ilmu, hidayah, kestabilan individu dan sosial (Al-fiqy, 2007:15-16).

    Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman dalam Qs. an-Nisa‟ ayat 9:

  • ُقوُلوا قَ ْوال َسِديًداَوْلَيْخَش الَِّذيَن َلْو تَ رَُكوا ِمْن َخْلِفِهْم ُذرِّيًَّة ِضَعافًا ُقوا اللََّه َوْلي َ َخاُفوا َعَلْيِهْم فَ ْلَيت َّ

    “…….. hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya

    meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka

    khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka

    bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang

    benar.” (Departemen Agama RI, 2009:78).

    Pedidikan adalah proses panjang pembetukan kepribadian anak.

    Dengan pendidikan yang baik anak akan tumbuh menjadi generasi penerus

    yang berkualitas dari segi moral, intelektual, dan spiritual (Mustaqim,

    2005:15). Baik jalur formal maupun nonformal sama-sama memiliki fungsi

    sebagai lembaga yang dapat membantu mencegah terjadinya kemerosotan

    agama dan menumbuh kembangkan generasi Qur‟ani.

    Dusun Cabean Kulon mayoritas masyarakatnya adalah muslim, dengan

    latar belakang kehidupan yang religious dalam kesehariannya. Hal tersebut

    dapat terlihat dari kegiatan keagamaan yang ada mulai dari anak-anak sampai

    orang tua. Akan tetapi, kondisi lingkungan sekitar yang religious tidak menjadi

    jaminan bagi para orang tua untuk lepas tangan begitu saja dalam

    keberlangsungan pendidikan anak-anak mereka, khususnya akan pendidikan

    agama. Pengaruh perkembangan teknologi serta pengaruh teman pergaulan di

    luar tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para orang tua, mengingat

    mereka tidak bisa mengawasi selama 24 jam penuh karena kesibukan para

    orang tua dalam bekerja.

    Meskipun disekolah umum mereka sudah mendapatkan pembelajaran

    agama, hal tersebut dirasa belum cukup memadai untuk bekal keagamaan

    anak-anaknya. Bekal ilmu agama yang diperoleh dari sekolah dirasa masih

  • jauh dari harapan, oleh karena itu para orang tua berusaha melakukan berbagai

    cara untuk menambah pendidikan agama bagi anak-anaknya. Salah satunya

    dengan memasukan anak-anak mereka pada lembaga pendidikan keagamaan

    yang ada dimasyarakat seperti TPQ (Taman Pendidikan Qur‟ an) dan

    Madrasah Diniyah.

    TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an) lebih dulu dikenal di Dusun Cabean

    Kulon daripada Madrasah. TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an) diikuti oleh anak-

    anak mulai dari usia TK, SD, dan beberapa anak SMP, yang semuanya berbaur

    menjadi satu dalam pembelajarannya. Namun seiring berjalannya waktu

    beberapa anak usia SD dan SMP mulai tidak nyaman dan merasa malu, ketika

    mengaji harus berbaur menjadi satu dengan anak-anak yang usianya berada

    dibawah mereka. Disatu sisi mereka malu dengan usianya, akan tetapi disisi

    yang lain masih ada semangat yang tinggi untuk mengaji dan menuntut ilmu

    agama.

    Keterbatasan yang ada baik dari segi sarana prasarana, staff pengajar

    serta waktu mengajar yang minim, berdirilah Madrasah Diniyah Uswatun

    Khasanah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama anak-anak Dusun

    Cabean Kulon, dengan tipe Madrasah diniyah pelengkap (suplemen). Yaitu

    madrasah yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam

    lingkungan pondok pesantren, karena didirikan atas dasar inisiatif masyarakat

    yang diperuntukkan bagi anak-anak untuk menambah pengetahuan ilmu agama

    mereka.

  • Sarana prasarana dan staf pengajar yang terbatas, serta waktu mengajar

    yang sangat minim dengan jumlah santri yang cukup banyak, membuat para

    pendidik/pengelola Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah yang sekaligus

    merangkap menjadi penanggungjawab TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an)

    Uswatun Khasanah harus memutar otak supaya tetap bisa memberikan ilmu

    kepada para santri secara maksimal pada kedua lembaga tersebut, demi

    terwujudnya pendidikan agama maupun pendidikan karakter yang berkualitas

    pada diri anak.

    Lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan nama Madrasah ini

    telah lama diselenggarakan di Indonesia. Adanya rencana sekolah lima hari

    atau disebut Full Day Schoolyang dicanangkan oleh Menteri Kebudayaan dan

    Pendidikan baru-baru ini telah mendapat reaksi dari berbagai pihak. Salah satu

    hal yang menjadi kekhawatiran beberapa pihak atas rencana Full Day School

    adalah akan mematikan keberadaan Madrasah Diniyah sebagai lembaga

    pendidikan agama yang telah lama dikenal masyarakat. Perlu adanya

    peninjauan lebih dalam sebelum hal tersebut diputuskan, mengingat peran

    Madrasah Diniyah tidak hanya mendidik anak agar pandai tentang agama

    Islam saja, akan tetapi terlebih lagi adalah pengalaman agama itu sendiri dalam

    perilaku kehidupan sehari-hari.

    Keberadaan Madrasah Diniyah menjadi harapan masyarakat, selain

    memberikan pengetahuan ilmu agama juga dapat memberikan aktivitas yang

    positif bagi anak dimasa perkembangannya.Madrasah Diniyah yang muncul

    dari masyarakat telah memperlihatkan peran penting dalam membantu

  • pendidikan agama bagi anak-anak dari sekolah umum dan pembentukan moral

    serta budi pekerti luhur bagi generasi muda pada umumnya.

    Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk meneliti

    permasalahan dengan judul “Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah

    Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam Pada Anak di

    Dusun Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun

    2017”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah

    sebagai berikut:

    1. Bagaimana peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya

    meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun

    Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang?

    2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Madrasah

    Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan

    Agama Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon Kecamatan Tengaran

    Kabupaten Semarang?

  • C. Tujuan Penulisan

    Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai

    berikut:

    1. Untuk mengetahui peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam

    upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun

    Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2017.

    2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi

    Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas

    Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon Kecamatan

    Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2017.

    D. Manfaat Penelitian

    Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang

    jelas dan diharapkan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoritis,

    antara lain:

    1. Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah

    keilmuwan dalamupaya peningkatan kualitas Pendidikan Islam, khususnya

    tentang Pendidikan Agama Islam di Madrasah Diniyah.

    2. Manfaat Praktis

    Dapat bermanfaat bagi para pendidik dan masyarakat seluruhnya

    dalam membangun dan mengembangkan Madrasah Diniyah dilingkungan

    sekitar.

  • E. Penegasan Istilah

    1. Madrasah Diniyah

    Madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat untuk belajar.

    Padanan Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah dengan

    konotasi yang khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Dalam arti

    tempat belajar, madrasah memang berasal dari dunia Islam, sebagai tempat

    mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu

    pengetahuan dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya

    (Departemen Agama RI, 1986:67).

    Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya

    mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah).Madrasah ini dimaksudkan

    sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang

    belajar disekolah umum (Nasir, 2005:95).

    2. Pendidikan Agama Islam

    Menurut Zakiyah Daradjat yang dikutip Majid (2005:130)

    pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh

    peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara

    menyeluruh.Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat

    mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.

    Jadi pendidikan agama islam merupakan usaha sadar yang

    dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk

    meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan

  • bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk

    mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

    F. Metodologi Penelitian

    1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

    Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research), yaitu

    bahwa penelitian ini berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan

    tentang sesuatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah (Moleong,

    2008:26). Dalam hal ini peneliti terjun ke lapangan penelitian yaitu

    Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dusun Cabean Kulon, Kecamatan

    Tengaran, Kabupaten Semarang untuk mengamati fenomena yang

    berhubungan dengan santri, pengelola atau pengajar Madrasah Diniyah.

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

    adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

    yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,

    tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-

    kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

    memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2008:6).

    Dalam penelitian ini akan dikaji lebih mendalam tentang peran

    Madrasah Diniyah, faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi

    Madrasah Diniyah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan agama

    Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon, Desa Karang Duren. Pada

    pelaksanaannya dilakukan pencarian gambaran dan data deskriptif di

  • lingkungan Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dusun Cabean Kulon,

    Desa Karang Duren yang dijadikan subjek penelitian.

    2. Kehadiran Peneliti

    Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti berlaku sebagai instrumen

    utama tanpa mewakilkan kehadirannya pada orang lain. Kehadiran peneliti

    bertujuan untuk melakukan pengamatan dan wawancara mendalam guna

    mendapatkan data akurat dari informan yang diperlukan peneliti untuk

    melengkapi data penelitian.

    3. Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian berada di Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah

    Dusun Cabean Kulon RT.29/RW.06, Desa Karang Duren, Kecamatan

    Tengaran, Kabupaten Semarang.

    4. Sumber Data

    Ada dua sumber data yang digunakan peneliti, yaitu:

    a. Data Primer

    Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang

    diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh

    subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2013:22).Sumber data langsung

    yang peneliti dapatkan berasal dari ustad/ustadzah, tokoh agama/tokoh

    masyarakat, santri, dan wali santri Madrasah Diniyah.

    b. Data Sekunder

    Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-

    dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-

  • foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat memperkaya data

    primer (Arikunto, 2013:22).

    Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan

    melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui

    wawancara.Adapun sumber data sekunder yang digunakan adalah foto

    keadaan Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dan data-data lain

    ditempatpenelitian.

    5. Teknik Pengumpulan Data

    Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti, yaitu:

    a. Observasi

    Data observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci

    mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta

    konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi (Nasution, 2003:59).

    Peneliti mengamati dan mencatat gejala yang tampak pada objek

    penelitian.

    Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai data

    yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, keadaan santri,

    ustad/ustadzah Madrasah Diniyah, proses pembelajaran di Madrasah

    Diniyah serta berbagai kegiatan di Madrasah Diniyah yang berkaitan

    dengan penelitian ini.

    b. Wawancara

    Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti

    dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab

  • dalam hubungan tatap muka, sehingga dan mimik responden merupakan

    pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal (Gulo, 2002:119).

    Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan dengan wawancara terbuka

    dan terstruktur karena informan atau narasumber mengetahui bahwa

    mereka sedang diwawancarai dan tahu pula tujuan dari wawancara.

    Selain itu pada saat wawancara, peneliti sudah menetapkan dan

    menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara sistematis.

    Wawancara akan dilakukan kepada narasumber diantaranya

    adalah ustad/ustadzah, tokoh masyarakat/agama, santriwan/santriwati

    dan wali santri Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah. Peneliti

    menggunakan teknik ini untuk mencari data terkait peran madrasah

    diniyah,faktor pendukung dan penghambat.

    c. Dokumentasi

    Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel

    yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

    notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2013:274).

    Peneliti mencari data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek

    penelitian berupa foto terkait kegiatanpendidikan agama islam di

    Madrasah Diniyah.

    6. Analisis Data

    Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

    data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat

    ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

  • disarankan oleh data (Moleong, 2008:280).Pekerjaan analisis data dalam hal

    ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode,

    dan mengkategorisasikannya.Pada tahapan ini, peneliti menganalisis data

    yang terkumpul yang terdiri dari hasil wawancara, observasi, dan

    dokumentasi.

    7. Pengecekan Keabsahan Data

    Dalam pengecekan keabsahan data, peneliti menggunakan teknik

    triangulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang

    memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:330). Pada teknik ini, ada

    dua jenis triangulasi:

    a. Triangulasi metode yaitu dengan jalan membandingkan data hasil

    pengamatan dengan data hasil wawancara.

    b. Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan data hasil

    wawancara antar narasumber terkait dan membandingkan data hasil

    dokumentasi antar dokumen.

    8. Tahap-Tahap Penelitian

    Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum

    ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap

    penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:

    a. Tahap Sebelum Kelapangan

    Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian

    paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada subyek

    yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.

  • b. Tahap Pekerjaan Lapangan

    Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan

    dengan peran Madrasah Diniyah dalam upaya meningkatkan

    kualitasPendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean

    Kulon.Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan

    dokumentasi.

    c. Tahap Analisis Data

    Menurut Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2011:337)

    aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan

    penarikan kesimpulan.

    1) Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok,

    memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

    serta membuang yang tidak perlu.

    2) Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,

    dan sejenisnya secara naratif.

    3) Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum pernah ada.

    d. Tahap Penulisan Laporan

    Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari

    semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna

    data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen

    pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi

    kesempurnaan skripsi yang kemudian hasil penelitian tersebut

    ditindaklanjuti dengan penulisan skripsi yang sempurna.

  • 9. Sistematika Penulisan

    Dalam penelitian ini, penulis menyusun kedalam 5 (lima) bab

    dengan rincian sebagai berikut:

    BAB I: PENDAHULUAN. Pada bab ini berisi latar belakang masalah,

    rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,

    metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.

    BAB II: KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini membahas sesuai dengan teori

    yang mendukungnya, yaitu terkait Madrasah Diniyah dan Pendidikan

    Agama Islam.

    BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. Berisi

    gambaran umum Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah yang meliputi

    identitas Madrasah Diniyah, sejarah Madrasah Diniyah, struktur

    kepengurusan, tenaga pendidik, daftar santri, kegiatan Madrasah Diniyah,

    proses pembelajaran Madrasah Diniyah, keadaan sarana dan prasarana, dan

    temuan hasil penelitian berupa peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah,

    serta serta faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Madrasah

    Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan

    Agama Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon.

    BAB IV: PEMBAHASAN. Meliputi peran madrasah diniyah, dan faktor

    pendukung dan penghambat yang dihadapi Madrasah Diniyah Uswatun

    Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam

    Pada Anak di Dusun Cabean Kulon.

  • BAB V: PENUTUP. Meliputi kesimpulan dan sarana.

    BAB II

    KAJIAN PUSTAKA

    A. Madrasah Diniyah

    1. Pengertian

    Madrasah tidak lain adalah kata Arab untuk sekolah, artinya tempat

    belajar. Istilah madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah

    secara umum, namun di Indonesia ditujukan untuk sekolah-sekolah Islam

    yang mata pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama Islam

    (Nasir2005:90).

    Menurut Muhaimin yang dikutip Yasin (2008:257) secara

    etimologi madrasah adalah tempat untuk mencerdaskan manusia (peserta

    didik), menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka,

    serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan

    kemampuannya. Dengan kata lain madrasah berfungsi sebagai wahana atau

    tempat untuk mengembangkan kepekaan intelektual dan informasi,

    memperbaharui pengetahuan, serta membentuk sikap dan keterampilan yang

    berkelanjutan agar tetap up to date dan tidak cepat usang.

    Madrasah merupakan tempat atau wahana anak menyenyam proses

    pembelajaran. Maksudnya, di madrasah itulah anak menjalani proses belajar

    secara terarah, terpimpin, dan terkendali.

  • Sedangkan pengertian Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan

    yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam

    pengetahuan agama Islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya

    berjumlah 10 orang lebih, di antara anak-anak yang berusia 7 sampai

    dengan 18 (Departemen Agama RI, 2003:23).

    Madrasah diniyah adalah sebagai suatu lembaga pendidikan

    keagamaan luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam

    yang sudah mengenal sistem perjenjangan dalam proses belajar

    mengajarnya (Departemen Agama RI, 2001:7).

    Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan

    yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah.

    Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan turunan dari pesantren

    yang biasanya kegiatan pembelajaran dilakukan pada sore hari antara pukul

    14.00-15.00 atau dalam bahasa orang awam disebut dengan istilah “sekolah

    sore” atau “sekolah arab”.

    Sampai sekarang madrasah diniyah masih mempertahankan tradisi

    waktu yang digunakan untuk belajar yaitu sore dengan pertimbangan untuk

    memberikan tambahan wawasan keagamaan siswa yang sekolah pagi

    (SD/MI, MTs/SMP, MA/SMA) yang notabenya hanya mendapatkan

    pengetahuan agama hanya sedikit.

    Madrasah Diniyah yang tumbuh di tengah masyarakat sebagai

    suatu lembaga pendidikan keagamaan diharapkan mampu secara terus

    menerus dapat memberikan pendidikan keagamaan yang tidak ada atau

  • tidak terpenuhi di sekolah-sekolah umum. Dalam pembelajarannya anak

    tidak hanya diajarkan cara menulis dan membaca Al- qur‟an dengan baik

    dan benar sesuai ilmu tajwid, akan tetapi juga diajarkan tentang hafalan

    surat-surat pendek/do‟a sehari-hari, bahasa arab, ilmu fiqh, aqidah akhlak,

    dan lain-lain.

    Dalam hal ini Arifin (2002:30) menyatakan bahwa madrasah

    sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat dimana murid-murid

    menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis.

    Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Madrasah

    Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur formal

    di pendidikan pesantren maupun jalur non formal yang mengunakan metode

    klasikal dalam pembelajarannya dengan seluruh mata pelajaran yang

    bermaterikan agama yang sedemikian padat dan lengkap sehingga

    memungkinkan para santri yang belajar didalamnya lebih baik

    penguasaanya terhadap ilmu-ilmu agama.

    2. Peranan Madrasah Diniyah

    Lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan nama Madrasah

    telah lama diselenggarakan di Indonesia. Lembaga pendidikan ini bahkan

    telah diselenggarakan oleh masyarakat bersamaan dengan penyebaran

    agama Islam di Indonesia. Di masa penjajahan Belanda, hampir di setiap

    desa di Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam terdapat Madrasah

    dengan berbagai nama seperti “Pengajian anak-anak”, “Pesantren” atau

    “Pondok Pesantren”, “Sekolah Kitab”, dan lain-lain.

  • Seiring dengan munculnya ide-ide pembaharuan pendidikan di

    Indonesia, Madrasah Diniyah ikut serta mengadakan pembaharuan dari

    dalam, antara lain memantapkan keberadaannya sebagai lembaga

    pendidikan agama yang mengajarkan pelajaran agama Islam sebanyak 18

    jam per minggu, berbeda dengan sekolah umum yang hanya mengajarkan

    pelajaran agama Islam 2 jam per minggu. Beberapa organisasi

    penyelenggaraan Madrasah Diniyah banyak mengadakan modifikasi

    kurikulum yang dikeluarkan Departemen Agama namun tentu saja

    disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Departemen Agama RI, 2001:15).

    Sehubungan dengan perkembangan “pembaharuan” Madrasah itu,

    untuk memudahkan pembinaan dan bimbingan, Departemen Agama

    menetapkan dua jenis Madrasah.Jenis pertama adalah Madrasah yang selain

    menetapkan mata pelajaran agama sebagai pelajaran pokok, memasukkan

    pula mata pelajaran umum dalam kurikulumnya.Jenis kedua, Madrasah

    yang semata-mata mempelajari agama (isi kurikulumnya semua agama).

    Jenis Madrasah kedua ini dikenal dengan Madrasah Diniyah (Departemen

    Agama RI,1999:145-146).

    Besarnya perhatian masyarakat dan pemerintah daerah terhadap

    penyelenggaraan Madrasah Diniyah antara lain didasarkan alasan sebagai

    berikut:

    a. Jumlah jam pendidikan Agama Isam di sekolah umum sebanyak 2 jam

    seminggu dinilai masyarakat atau pihak orang tua siswa tidak

    mencukupi. Karena penambahan jumlah jam pendidikan itu sukar

  • dilakukan dalam kurikulum sekolah umum, penambahan pendidikan

    Agama Islam perlu dilakukan melalui Madrasah Diniyah disore hari.

    b. Keluhan dan kritikan yang sering dilontarkan oleh pihak orang tua siswa

    terhadap Pendidikan Agama di Sekolah Umum, bahwa anak-anak

    mereka banyak yang tidak mampu membaca al-Qur‟an. Secara umum

    hasil pendidikan Agama di sekolah umum dinilai oleh masyarakat belum

    berhasil meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang

    Maha Esa bagi peserta didik. Dengan pendidikan agama di sekolah

    umum 2 jam seminggu bagi guru agama khususnya untuk mengantarkan

    anak didik agar bisa dan mampu membaca al-Qur‟an dengan lancar dan

    benar. Keprihatinan pihak orang tua dan tokoh-tokoh Islam terhadap

    ketidakmampuan anak-anak mereka di sekolah umum membaca al-

    Qur‟an makin bertambah, karena dewasa ini kegiatan pengajian al-

    Qur‟an secara “tradisional” di rumah-rumah berangsur hilang dan

    tergeser oleh “budaya baru” atau “gaya hidup baru” menonton acara TV.

    Bagi orang tua dan tokoh-tokoh Islam untuk mengatasi hal tersebut tidak

    ada jalan lain yang lebih bisa diandalkan kecuali menggiatkan

    penyelenggaraan Madrasah Diniyah di sore hari.

    c. Bentuk Madrasah Diniyah lain yang diupayakan oleh masyarakat untuk

    mengantarkan anak didik, termasuk anak-anak usia pra sekolah agar

    mereka mampu membaca al-Qur‟an adalah dengan menyelenggarakan

    “Taman Pendidikan al-Qur‟an” (TPQ). Sebagaimana Madrasah Diniyah

  • yang diatur dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 1983, TPQ

    umumnya diselenggarakan di sore hari.

    d. Bagi masyarakat Indonesia, Madrasah Diniyah sudah dianggap sebagai

    identitas umat Islam. Oleh karena itu keberadaan Madrasah Diniyah

    harus dipertahankan dalam masyarakat Indonesia (Departemen Agama

    RI,1999:148-149).

    Kholiq (Jurnal At-Taqaddum, Vol. 5, November 2013:239-243),

    menyebutkan ada beberapa peran pendidikan Madrasah Diniyah,

    diantaranya:

    a) Madrasah Diniyah sebagai warisan leluhur / pemelihara tradisi

    keagamaan

    Madrasah Diniyah sebagai warisan leluhur, selama ini memiliki

    peran sebagai lembaga pendidikan berkarakter religious dan sangat

    berperan bagi pembentukan watak religious bangsa.Pendidikan

    Madrasah Diniyah merupakan bagian dari sistem pesantren yang wajib

    di pelihara dan dipertahankan karena lembaga ini telah terbukti mampu

    mencetak para kyai/ulama, Ustad/ustadzah dan sejenisnya.

    b) Madrasah Diniyah sebagai penopang pendidikan keluarga

    Inti dari pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk

    menanamkan iman ke dalam jiwa anak-didik.Pendidikan Madrasah

    Diniyah adalah kelanjutan dari pendidikan keluarga yang

    bertanggungjawab menanamkan iman yang dimulai dari dalam asuhan

    kedua orang tua. Tugas keluarga dalam pendidikan moral dan

  • keagamaan dipandang sangat penting, bukan hanya karena besarnya

    pengaruh keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,

    akantetapi karena pada umumnya pendidikan moral dalam sistem

    pendidikan kita pada umumnya belum mendapatkan tempat dan proporsi

    yang sewajarnya.

    Pendidikan formal di Indonesia masih lebih banyak mengambil

    bentuk pengisian otak anak didik dalam pengetahuan-pengetahuan yang

    diperlukan untuk masa depan, sehingga penanaman nilai-nilai moral

    belum menjadi skala priotitas. Oleh sebab itu, tugas ini lebih banyak

    dibebankan pada keluarga sebagai pendidikan pertama bagi anak.Namun

    persoalannya, tidak semua keluarga memahami arti penting pendidikan

    keluarga bagi pembentukan mental keagamaan anak.Tingkat pendidikan

    orang tua yang rendah (dipedesaan) dan kurangnya kesadaran orang tua

    tentang pendidikan keluarga, sehingga banyak keluarga yang tidak

    menjalankan sistem pendidikan ini secara maksimal.Tidak jarang

    kemudian anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak mencerminkan

    kepribadian religious dan bermoral. Kondisi yang demikian mendorong

    banyak para orang tua untuk menyerahkan pendidikan moral dan agama

    kepada Madrasah Diniyah, yang dipandang tepat karena disamping

    mendidik anak-anak dengan ajaran agama, Madrasah Diniyah juga

    memberikan kesibukkan pada anak untuk kegiatan positif dibndingkan

    jika anak-anak tidak sekolah Madrasah.

    c) Madrasah Diniyah sebagai pendidikan sosial anak

  • Madrasah Diniyah sebagai salah satu lembaga pendidikan baik

    formal maupun non formal, disamping memberikan pendidikan tentang

    dasar-dasar keagamaan dan moral, juga memberikan pendidikan sosial

    anak.Sebagai lembaga pendidikan sosial, Madrasah Diniyah mampu

    mengkondisikan lingkungan sosial dengan “basis” agama.Anak-anak

    bisa belajar agama sekaligus bisa belajar bersosial di lingkungan

    Madrasah.Bagaimanapun aktivitas belajar di Madrasah Diniyah

    merupakan aktivitas sosial yang positif bagi pertumbuhan dan

    perkembangan anak.

    Posisi Madrasah Diniyah sebagai pendidikan sosial anak

    semakin dianggap penting, manakala di zaman sekarang mulai muncul

    adanya isu-isu tentang meningkatnya kenakalan anak akibat “pergaulan”

    yang tidak baik. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan teknologi telah

    memberikan banyak kemudahan dalam akses informasi dan

    “pergaulan”, sehingga bisa terjerumus pada tindakan-tindakan seperti

    minum-minuman keras, pemakaian obat-obat terlarang, seks bebas dan

    sebagainya. Semua itu diakibatkan karena salah dalam pergaulan dan

    pengaruh modernisasi yang tidak dapat menggunakannya secara bijak.

    d) Madrasah Diniyah sebagai penunjang dalam pencapaian tujuan

    pendidikan nasional

    Pendidikan Nasional diselenggarakan dalam upaya mencapai

    tujuan yang telah ditetapkan, sebagaimana dirumuskan UU No. 20 tahun

    2003 (Sistem Pendidikan Nasional), pasal 3:

  • “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

    membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam

    rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

    berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang

    beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,

    sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang

    demokratis serta bertanggungjawab.”

    Dari rumusan di atas bahwa tujuan pendidikan nasional yang

    utama adalah membentuk manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan

    Yang Maha Esa, kemudian berakhlak mulia baru terkait dengan aspek

    lainnya sperti sehat, berilmu, cakap dan sebagainya.persoalannya adalah

    sekalipun agama diberikan pada setiap jenjang pendidikan, namun

    secara proporsional jam pelajaran agama di sekolah hanya 2 jam setiap

    minggu, jauh dari memadai. Padahal pendidikan agama mempunyai

    muatan yang syarat akan nilai dalam pembentukan watak dan

    kepribadian. Tanggung jawab membentuk insan beriman bukan semata

    tanggung jawab pemerintah melalui sekolah.

    Di samping pemerintah, keluarga dan masyarakat turut

    bertanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita luhur di atas. Melihat

    realitas bahwa pendidikan agama di sekolah hanya 2 jam dalam satu

    minggu, tumpuan selanjutnya adalah keluarga dan masyarakat. Hal

    tersebut berarti bahwa pendidikan Madrasah Diniyah, kedudukannya

    menjadi sangat sebagai penting sebagai penunjang sistem pendidikan

    sekolah. Pentingnya tersebut terletak pada perannya dalam menutup

    “celah kelemahan” dalam sistem pendidikan agama di sekolah.

    e) Sebagai Pendidikan Alternatif (Khusus Agama)

  • Madrasah Diniyah memiliki peran dalam penanaman nilai-nilai

    Islam lebih dini pada peserta didik, sehingga anak mampu membedakan

    perilaku baik dan buruk yang berkembang dimasyarakat.Membentuk

    kepribadian Islami dengan pondasi yang kuat melalui penanaman nilai-

    nilai keimanan dan memberikan wawasan islami, sehingga mereka

    mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui ibadah

    mahdhah maupun ghairu mahdhah.

    3. Bentuk-Bentuk Madrasah Diniyah

    Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem

    pendidikan nasional, jalur pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu pendidikan

    jalur sekolah dan luar sekolah. Madrasah diniyah dapat dikelompokan ke

    dalam dua jalur tersebut, karena memang di masyarakat berkembang dua

    bentuk madrasah diniyah, salah satunya memenuhi kriteria sebagai satuan

    pendidikan jalur sekolah, yaitu berjenjang dan berkesinambungan dan

    lainnya tidak memenuhi kriteria sebagai satuan pendidikan jalur sekolah,

    karena tidak berjenjang atau berjenjang tetapi tidak berkesinambungan.

    Dalam Depag RI, Madrasah Diniyah dapat dikelompokan menjadi

    tiga tipe, yaitu:

    a. Madrasah diniyah wajib, yaitu madrasah diniyah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sekolah umum atau madrasah. Siswa sekolah umum

    atau madrasah yang bersangkutan wajib menjadi siswa madrasah diniyah

    . Kelulusan sekolah umum atau madrasah yang bersangkutan tergantung

    juga pada kelulusan madrasah diniyah. Madrasah diniyah ini disebut juga

    madrasah diniyah komplemen, karena sifatnya komplementatif terhadap

    sekolah umum atau madrasah. b. Madrasah diniyah pelengkap, yaitu madrasah diniyah yang diikuti oleh

    siswa sekolah umum atau madrasah sebagai upaya menambah atau

    melengkapi pengetahuan agama dan bahasa arab yang sudah mereka

  • peroleh disekolah umum atau madrasah. Berbeda dengan madrasah

    diniyah wajib, madrasah diniyah pelengkap ini tidak menjadi bagian dari

    sekolah umum atau madrasah, tetapi berdiri sendiri. Hanya siswanya

    berasal dari siswa sekolah umum atau madrasah. Madrasah diniyah ini

    disebut juga madrasah diniyah suplemen karena sifatnya suplementatif

    terhadap sekolah umum atau madrasah.

    c. Madrasah diniyah murni yaitu madrasah diniyah yang siswanya hanya menempuh pendidikan di madrasah diniyah tersebut, tidak merangkap di

    sekolah umum atau madrasah. Madrasah diniyah independen, karena

    bebas dari siswa yang merangkap di sekolah umum atau madrasah

    (Depag RI, 2003:49-50).

    Kategorisasi yang dikemukakan di atas tidak berlaku secara mutlak,

    karena kenyataannya, banyak Madrasah Diniyah yang siswanya campuran,

    sebagian berasal dari sekolah umum atau madrasah dan sebagian lainnya

    siswa murni yang tidak menempuh pendidikan baik di sekolah atau

    madrasah.

    Sedangkan menurut Departemen Agama RI (2001:11-13), bentuk

    atau pola penyelenggaraan Madrasah Diniyah dibagi menjadi 5 pola,

    sebagai berikut:

    a) Pola Suplement

    Madrasah Diniyah pola suplement adalah madrasah Diniyah

    regular, yaitu Madin yang berfungsi membantu dan menyempurnakan

    pencapaian tema sentral pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum

    terutama dalam hal praktek dan latihan ibadah serta membaca al-Qur‟an.

    Madrasah tipe ini ada didasari terbatasnya waktu dan materi

    pendidikan agama yang diberikan pada sekolah umum, sehingga dengan

    pola madrasah ini diharapkan para siswa akan mendapat tambahan materi

    keagamaan terlebih dalam usaha pembinaan dan pembentukkan

  • kepribadian muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlaqul karimah.

    Madrasah diniyah tipe suplement ini termasuk di dalamnya Madrasah

    Diniyah luar sekolah yang diselenggarakan 4 tahun untuk tingkat

    Awwaliyah, 2 tahun untuk tingkat Wustho, dan 2 tahun untuk tingkat

    „Ulya.

    b) Pola Independen

    Madrasah Diniyah pola independent adalah Madrasah

    Diniyahyang berdiri sendiri di luar struktur. Madrasah pola ini sebagai

    upaya untuk menambah dan meningkatkan pokok-pokok ajaran agama

    Islam, biasanya diselenggarakan dalam waktu yang terbatas seperti

    kursus agama, Islamic Study Club, dan pengajian Islam. Madrasah

    Diniyah pola ini merupakan Madrasah Diniyah jalur sekolah dengan

    jenjang pendidikan „Ula, Wustho, „Ulya.Pola independent yang artinya

    berdiri sendiri adalah bukan merupakan suplement (pelengkap), tidak

    pula berada di Pondok Pesantren dan tidak menyatu dengan sekolah jalur

    formal (SD/SLTP/SMU).

    c) Pola Komplemen

    Madrasah Diniyah pola komplemen adalah madrasah diniyah

    yang menyatu dengan sekolah regular, baik yang dikelola oleh

    Depdiknas (SD, SMP, SMA) maupun yang dikelola oleh Departemen

    Agama (MI, MTs, MA).

    Madrasah pola ini berfungsi untuk mendalami materi-materi

    agama yang dirasa kurang di sekolah-sekolah regular. Dengan masuknya

  • kurikulum Madrasah Diniyah di sekolah-sekolah tersebut, biasanya

    mengimplikasikan perubahan nama sekolah sehingga kita mengenal SD

    plus, SMP plus, dan seterusnya.

    Pola Madrasah Diniyah Komplemen mengandung konsekuensi

    penambahan alokasi waktu tertentu. Sekolah yang menyatu dengan

    Madrasah Diniyah semacam ini biasanya mewajibkan siswanya

    mengikuti kegiatan di Madrasah Diniyah dan pulang lebih sore dari

    sekolah lain.

    d) Pola Madrasah Diniyah Paket

    Untuk pola Madrasah Diniyah Paket saat ini sedang banyak

    menjamur di kota-kota besar. Orang-orang perkotaan yang haus akan

    siraman rohani biasanya membentuk kelompok tersendiri dan biasanya

    mengundang penceramah atau Da‟i yang dianggap kompeten dalam

    masalah-masalah keagamaan. Pengelolaan Madrasah Diniyah model

    independen biasanya tidak terikat jadwal atau tempat tertentu. Model

    pembelajarannya bisa juga berpindah-pindah , bergiliran tergantung pada

    situasi dan kondisi.

    Madrasah diniyah model paket biasanya diselenggarakan untuk

    menghabiskan paket materi keagamaan.Madrasah Diniyah ini biasanya

    sistem pengajiannya (pembelajaran) tidak mengikuti sistem perjenjangan,

    sehingga tidak mengenal tingkatan „Ula, Wustho, „Ulya.

    e) Pola Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren

  • Madrasah Diniyah di Pondok Pesantren merupakan Madrasah

    Diniyahyang terpadu dan terletak di lingkungan Pondok Pesantren.Model

    ini paling banyak ditemui dan menjadi sarana utama kegiatan belajar

    mengajar keagamaan di Pondok Pesantren.Lembaga pendidikan agama

    menjadikan semakin lengkapnya sarana untuk meningkatkan dan

    memperluas wawasan keagamaan.

    Pondok pesantren memiliki keunikan yang membedakannya

    dengan lembaga-lembaga pendidikan lain yang ada di Indonesia. Pondok

    Pesantren merupakan suatu komunitas tersendiri yang agak terpisah dari

    kehidupan sekitarnya, namun tidak berarti ia menjadi lingkungan yang

    eksklusif dan mengucil. Keberadaannya yang demikian itu justru

    menambah keunikan Pondok Pesantren, yaitu tetap diperhitungkan oleh

    masyarakat sekitar, terutama dikaitkan dengan charisma pengasuh

    Pondok Pesantren atau kyainya.Sehingga peranan sebagai lembaga

    pendidikan dan keagamaan berkembang meliputi aspek kultural dan

    sosial-ekonomi.

    Dari pengelompokan tipe di atas, Madrasah Diniyah dalam

    penelitian ini termasuk kedalam tipe Madrasah Diniyah

    Pelengkap/Suplement, karena Madrasah ini berdiri sendiri atas inisiatif dari

    kepala dan pengajar TPQ Uswatun Khasanah dengan beberapa tokoh

    masyarakat yang diperuntukan bagi anak-anak baik yang berasal dari

    sekolah umum atau madrasah. Madrasah Diniyah ini diharapkan mampu

    memberikan tambahan materi keagamaan pada anak-anak, terlebih dalam

  • usaha pembinaan dan pembentukkan kepribadian muslim yang beriman,

    bertaqwa dan berakhlaqul karimah pada diri anak di masa mendatang.

    4. Jenjang Pendidikan Madrasah Diniyah

    Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan

    keagamaan baik pada jalur sekolah (formal) maupun luar sekolah (non-

    formal) yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan

    pendidikan agama Islam pada anak didik yang belum terpenuhi secara

    maksimal pada jalur sekolah, melalui sistem klasikal dengan menerapkan

    jenjang pendidikan.

    Pada tahun 1983 Menteri Agama mengeluarkan peraturan Nomor 3

    tahun 1983 tentang kurikulum madrasah diniyah yang membagi Madrasah

    Diniyah menjadi tiga tingkatan yaitu Awaliyah, Wustha, dan „Ulya.

    Dalam Departemen Agama RI, jenjang pendidikan Madrasah

    Diniyah, dinyatakan sebagai berikut:

    a) Madrasah Diniyah Awaliyah („Ula)

    Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) adalah satuan pendidikan

    keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama

    Islam tingkat dasar dengan masa belajar 4 tahun, dan jumlah jam belajar

    18 jam pelajaran seminggu.

    b) Madrasah Diniyah Wustho

    Madrasah Diniyah Wustho adalah (MDW) adalah satuan

    Pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan

    pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai

  • pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah

    Awaliyah, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam

    pelajaran seminggu.

    c) Madrasah Diniyah „Ulya

    Madrasah Diniyah „Ulya adalah satuan pendidikan keagamaan

    jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam

    tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan

    pendidikan agama Islam yang diperoleh pada jenjang pendidikan

    Madrasah Diniyah Wustha, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam

    belajar 18 jam pelajaran seminggu Departemen Agama RI (2000:7-11).

    Tujuan ketiga jenjang Madrasah Diniyah tersebut tidaklah berbeda.

    Yaitu untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar agama Islam

    yang diperoleh pada jenjang Madrasah Diniyah sebelumnya, untuk

    mengembangkan kehidupannya sebagai warga muslim yang beriman,

    bertaqwa, dan beramal shaleh serta berakhlak mulia, percaya kepada diri

    sendiri, membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan,

    keterampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan

    pribadinya, membina warga belajar agar memiliki kemampuan untuk

    melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat dan beriman kepada Allah

    guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat kelak.

    5. Tujuan Madrasah Diniyah

    Tujuan awal didirikannya Pendidikan Diniyah pada masa

    penjajahan dimaksudkan untuk memberikan pelajaran agama bagi anak-

  • anak Muslim yang buta dengan agamanya.Kemudian pada masa

    kemerdekaan dimaksudkan pula agar anak-anak Muslim memiliki

    pemahaman agama dan pengamalannya yang cukup bagi siswa yang belajar

    disekolah umum.Selain itu, ada pula Pendidikan Diniyah yang

    diselenggarakan di pesantren, juga dimaksudkan untuk mendalami ajaran

    agama Islam serta mengamalkannya secara konsisten (Indri, 2005:214).

    Menurut Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:198) Madrasah

    Diniyah memiliki beberapa tujuan diantaranya:

    a. Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin

    dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu

    kehidupanya.

    b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan

    sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja

    mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan/atau jenjang yang lebih

    tinggi.

    c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi

    dalam jalur pendidikan sekolah.

    Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964

    dinyatakan bahwa Madrasah Diniyah bertujuan untuk memberi tambahan

    pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang

    menerima pelajaran agama di sekolah-sekolah umum, namun

    kenyataannya madrasah diniyah yang berkembang dimasyarakat tidak

    seluruhnya didirikan untuk tujuan tersebut. Banyak madrasah diniyah

  • yang didirikan semata-mata didirikan untuk melayani masyarakat yang

    ingin memperdalam pengetahuan agama dan bahasa arab, bukan untuk

    menambah pendidikan agama yang sudah diperoleh di sekolah umum.

    Mereka benar-benar murni hanya menempuh pendidikan di madrasah

    diniyah. Madrasah diniyah model ini pada umumnya berada di dalam

    ataulingkungan pondok pesantren, walaupun ada juga yang berada di luar

    pondok pesantren(Depag RI, 2003:24).

    Pendidikan Diniyah yang didirikan di luar pesantren biasanya

    siswanya berasal dari mereka yang berasal dari sekolah umum karena di

    sekolah umum mereka belajar agama sangat minim sehingga untuk

    meningkatkan pengetahuan agama serta pendidikan moral mereka belajar

    di Diniyah.Sementara itu, Diniyah yang di pesantren umumnya mereka

    belajar agama sembari belajar ilmu umum dan siswanya tinggal di

    pesantren.

    6. Potensi dan Kelemahan Madrasah Diniyah

    Setiap Madrasah Diniyah tentunya memiliki potensi dan kelemahan

    masing-masing.Potensi atau kelebihan Madrasah Diniyah tidaklah jauh

    berbeda dengan pondok pesantren, karena kedua lembaga pendidikan

    tersebut sama-sama lahir, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah

    masyarakat, oleh masyarakat, dan dilatarbelakangi oleh kebutuhan

    masyarakat.

    Kekuatan yang dimiliki Madrasah Diniyah diantaranya adalah

    kebebasannya memilih pola, pendekatan, bahkan sistem pembelajaran yang

  • dipergunakan, tanpa terikat dengan model-model tertentu. Biasannya pola

    yang dipilih adalah pendekatan yang dianggap paling tepat untuk mencapai

    tujuan atau keinginan masyarakat dalam menambah ilmu pengetahuan

    agama dan bahasa arab. Pendekatan demikian dirasa sangat menguntungkan

    karena sesuai dan lebih dekat dengan budaya dan lingkungan masyarakat

    setempat(Departemen Agama RI, 2003: 24-25).

    Potensi yang juga diharapkan dapat mendukung pengembangan

    madrasah diniyah di masa-masa mendatang adalah dengan semakin

    meningkatnya semangat keberagamaan masyarakat.Masyarakat sangatlah

    memiliki peran penting dalam mendukung keberadaan Madrasah Diniyah

    agar bisa tetap diakui keberadaannya sebagai lembaga pendidikan

    keagamaan di tengah-tengah masyarakat.

    Meskipun jumlah Diniyah dan siswannya dari tahun ke tahun

    semakin meningkat, lembaga pendidikan keagamaan yang berbasis pada

    masyarakat ini tidak dapat berkembang secara optimal. Pada umumnya,

    lembaga pendidikan Islam ini berada di pedesaan atau daerah-daerah

    terpencil dengan latar belakang kondisi ekonomi masyarakat yang rendah.

    Hal ini di satu sisi menempatkan diniyah sebagai penyelamat bagi

    masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya terhadap pendidikan agama,

    tetapi di sisi lain berkembang dengan sumber daya pendidikan (SDM,

    sarana prasarana, pembiayaan) yang sangat lemah, yang tidak saja

    berdampak pada rendahnya kualitas hasil pendidikan, tetapi juga jaminan

    kelangsungan hidupnya.

  • Dalam hal ini Departemen Agama RI (2003: 26-27) menyatakan

    bahwa banyak diniyah yang saat didirikan cukup bagus perkembangannya,

    akhirnya mati karena keterbatasan sumber daya pendidikan. Permalahan

    pokok lain, walaupun diniyah merupakan lembaga pendidikan yang secara

    historis merupakan bagian penting dalam usaha pencerdasan rakyat,

    dirasakan perhatian negara dan pemerintah masih rendah. Hal ini tentu

    kurang menguntungkan dalam pengembangan fungsinya sebagai bagian dari

    upaya pembentukan watak dan kepribadian bangsa.

    7. Aspek-Aspek Madrasah Diniyah

    Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:192-199), menyebutkan ada

    beberapa aspek yang masih memperkokoh eksistensi madrasah diniyah

    adalah sebagai berikut:

    a. Aspek kelembagaan

    Madrasah diniyah memiliki variasi kelembagaan cukup banyak,

    ada yang diselenggarakan oleh pesantren, masyarakat (ta‟mir masjid),

    perorangan atau yayasan dan organisasi (sosial-keagamaan).Dalam

    kategori sistem pendidikan nasional, Madrasah Diniyah ada yang

    termasuk dalam pendidikan jalur formal dan jalur nonformal.

    Secara umum lembaga madrasah diniyah menghadapi problem,

    diantaranya:

    1) Dari aspek penyelenggaraannya, banyak madrasah diniyah yang

    kepemilikannya beragam (dibawah organisasi keagamaan, yayasan,

  • milik pribadi, dan pesantren). Hal ini menimbulkan permasalahan

    terutama berkaitan dengan orientasi dan kepentingan.

    2) Kuantitas madrasah diniyah yang tidak diimbangi dengan kualitas

    SDM (pengelola maupun pengajar).

    3) Hambatan psikologis, karena merasa sebagai pemilik atau pendiri

    yang membina madrasah sejak awal, sebagai pengelola (tokoh agama,

    organisasi keagamaan, dan yayasan) tidak mudah menerima

    perubahan yang datang dari luar, termasuk dari pemerintah.

    b. Aspek Manajemen

    Pelaksanaan manajemen di Madrasah Diniyah secara umum

    belum dapat dikatakan maksimal.Ada beberapa kendala yang membuat

    manajemen di suatu madrasah tidak terkelola dengan baik.Ketidakjelasan

    dalam pemisahan kepemimpinan dengan tenaga pendidik, adanya

    tumpang tindih dalam menjalankan kewenangan, sehingga terkadang

    tugas kepala sekolah merangkap pengelola keuangan dan lain-lain.

    Mekanisme perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan yang

    tidak professional, sehingga pengelolaan lembaga dan pelaksanaan

    pembelajaran menjadi carut marut, hal ini tentunya berimbas pada

    kualitas pembelajaran di madrasah.

    c. Tenaga Pengajar

    Membincarakan persoalan insentif (bisyaroh) bagi guru madrasah

    diniyah sampai saat ini masih belum dapat dikatakan “layak”.Karena

    prinsip keikhlasan, terkadang membuat pengelola Madrasah Diniyah

  • tidak terlalu memikirkan gaji.Yang terpenting dari adanya guru di

    Madrasah Diniyah adalah kemauan untuk mengajar siswa sesuai dengan

    keilmuannya.Latar belakang pendidikan terkadang tidak menjadi

    prioritas.

    Pekerjaan guru Madrasah Diniyah sering disebut pekerjaan

    sampingan atau dalam istilah jawa biasa disebut samben.Profesionalitas

    bagi guru Madrasah Diniyah bukan menjadi hal yang utama.Sehingga

    yang mengajar siswa di Madrasah Diniyah dapat dikatakan “siapa yang

    mau dan sempat”.

    d. Keadaan Siswa

    Maraknya sekolah dengan konsep “terpadu”, yang memadukan

    kurikulum mata pelajaran agama dengan kurikulum mata pelajaran

    umum, dengan durasi waktu sampai jam 15.00, membuat keadaan siswa

    di Madrasah Diniyah semakin berkurang.

    e. Pendanaan

    Pendanaan di Madrasah Diniyah umumnya langsung dikelola

    oleh penyelenggara lembaga pendidikan.Dana tersebut setidaknya

    berasal dari dari uang sekolah (SPP), biaya pendaftaran/ujian, donasi dari

    dermawan atau masyarakat yang peduli dengan madrasah diniyah, serta

    zakat, infak/sadaqah.

    Penggunaan dan pengelolaan dana di Madrasah Diniyah untuk

    operasional madrasah termasuk gaji guru dan karyawan. Adapun

  • pendanaan yang berkaitan dengan fasilitas dan sarana prasarana

    terkadang tidak terfikirkan karana minimnya dana.

    f. Sarana dan Prasarana

    Fasilitas di Madrasah Diniyah, pada umumnya tidak seideal

    keadaanya di sekolah (pagi).Keadaannya sederhana, yang terpenting

    adalah adanya tempat atau ruang belajar, papan tulis dan tempat duduk,

    sehingga pembelajaran tetap berjalan.

    Departemen Agama RI (2001:57) dinyatakan bahwa sarana

    pendidikan hendaknya tersedia dan cukup memadai guna menunjang

    keberhasilan kegiatan pembelajaran. Sarana pendidikan ini meliputi: alat

    pengajaran, alat peraga pendidikan, media pengajaran dan kelengkapan

    Madrasah Diniyah lainnya seperti perpustakaan.

    Prasarana pendidikan memegang peranan penting dalam

    penyeenggaraan pendidikan di Madrasah Diniyah yang secara tidak

    langsung juga mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Prasarana

    pendidikan meliputi kelas, tanah dan bangunan lain seperti kantor, dan

    masjid sebagai sentral kegiatan Madrasah Diniyah. Agar proses

    pendidikan berlangsung dengan baik, maka prasarana pendidikan

    hendaknya memenuhi syarat (aman, nyaman, dan sehat).

    g. Kegiatan Ekstrakurikuler

    Kegiatan ekstrakuriler adalah kegiatan di luar jam pelajaran dan

    waktu-waktu yang telah ditentukan, yang dilakukan di dalam atau di luar

    Madrasah dengan satu tujuan untuk memperluas wawasan dan

  • pengetahuan santri. Hal itu mengenai hubungan antara berbagai bidang

    pengembangan/mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat.Kegiatan

    ini dilaksanakan secara berkala dalam waktu-waktu tertentu (Departemen

    Agama RI, 2001:57).

    Kegiatan ekstrakurikuler di Madrasah Diniyah ini dalam

    Departemen Agama RI (2001:57-59) hendaknya memperhatikan hal-hal

    berikut:

    (1) Materi kegiatan yang dapat memberi pengayaan bagi santri.

    (2) Sajauh mungkin tidak terlalu membebani santri.

    (3) Memanfaatkan potensi dan lingkungan.

    (4) Memanfaatkan kegiatan keagamaan.

    Kegiatan ekstrakurikuler ini diarahkan dalam rangka

    pengembangan seluruh potensi yang dimiliki santri, seperti:

    1. Bidang keagamaan

    Pada bidang ini diharapkan santri dapat menambah wawasan

    dan pengetahuan dalam kegiatan keagamaan seperti seni baca al-

    Qur‟an, kaligrafi, tahfidz, qiro‟ah, dan lain-lain.

    2. Bidang kesenian

    Pada bidang ini diharapkan santri memiliki potensi yang luas

    dalam kegiatan kesenian seperti seni hadrah, berjanji, rebana, gambus,

    dan qasidah.

  • 3. Bidang olahraga

    Pada bidang ini diharapkan santri dapat memiliki keahlian

    dalam upaya memasyarakatkan olahraga, disamping untuk kesehatan

    jasmani secara langsung juga menyehatkan rohani dan keluasan

    pandangan.

    h. Kegiatan Evaluasi Pembelajaran

    Setiap pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah, maka harus

    dibarengi dengan adanya evaluasi belajar, sebagai tolok ukur

    keberhasilan siswa dalam belajar.Meskipun madrasah diniyah

    dikategorikan dalam pendidikan tradisional namun tetap saja

    diberlakukan evaluasi dengan istilah imtihan.

    Evaluasi atau penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan

    berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh, tentang

    proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh santri melalui kegiatan

    belajar mengajar yang ditetapkan sehingga dengan itu dapat dijadikan

    dasar untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya (Departemen

    Agama RI, 2001:62).

    Penilaian hasil belajar di Madrasah Diniyah berfungsi antara lain:

    1) Memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar memperbaiki

    cara mengajar, mengadakan perbaikan bagi santri dalam hal cara

    belajar dan penggunaan waktu belajar.

  • 2) Menentukan hasil kemajuan belajar santri yag diperlukan untuk

    laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas atau penentuan

    lulus tidaknya santri.

    3) Mengenal latar belakang psikologis, fisik, dan lingkungan santri

    terutama yang mengalami kesulitan belajar. Fungsi ini sebagai dasar

    untuk memecahkan masalah kesulitan belajar siswa serta dasar untuk

    melakukan bimbingan yang sebaik-baiknya.

    4) Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara

    program pendidikan yang telah dirumuskan dengan tujuan yang

    hendak dicapai.

    5) Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan,

    penyelesaian, penyesuaian dan penyempurnaan program pendidikan

    yang dipandang lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan

    yang dicita-citakan akan dapat dicapai dengan hasil yang sebaik-

    baiknya(Departemen Agama RI, 2001:62-63).

    Bentuk evaluasi hasil belajar di Madrasah Diniyah di Pondok

    Pesantren biasanya dilakukan melalui 3 tahap, yaitu ujian individual atau

    ujian lisan, tahap ujian tulis, dan ujian praktek.

    i. Kurikulum Madrasah Diniyah

    Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan

    nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk

    memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.Sepanjang

  • perjalanan sejarah madrasah diniyah mengalami dinamika, sehingga

    terjadi pasang surut dalam perkembangannya.

    Menurut Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:192-199), ada

    beberapa kelemahan dalam penerapan kurikulum yang masih

    diberlakukan di Madrasah Diniyah dan kurang sesuai, diantaranya:

    (1) Belum ada kurikulum tertulis, artinya tidak ada panduan dalam

    penerapan kurikulum. Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal

    kepada siswa dalam membaca al-Quran dan kitab kurning.

    (2) Kurikulum hanya dipahami sebatas pada penggunaan buku ajar yang

    dijadikan acuan belajar tidak adanya Standar Kompetensi maupun

    Kompetensi Dasar. Tidak adanya target belajar tertentu dengan

    berpedoman pada RPP.

    (3) Ketersediaan SDM yang kurang kompeten, sehingga pembelajaran

    bukan didasarkan pada kebutuhan siswa namun lebih didasarkan

    pada kewajiban. Artinya adanya anggapan guru ketika sudah

    mengajar maka akan gugur kewajibanya.

    Sedangkan Kholiq (Jurnal at-Taqaddum, Vol. 5, Nopember 2013:

    245-246) menjelaskan bahwa problem mendasar yang terkait dengan

    kurikulum Madrasah Diniyah adalah:

    1. Beragamnya kurikulum Madin menyebabkan tidak adanya

    standarisasi yang jelas, sehingga kesulitan dalam quality control

    madrasah.

  • 2. Kurikulum Madin pada umumnya disusun tergantung kecenderungan

    guru atau pendirinya. Kurikulum tidak disusun berdasarkan

    kebutuhan dan karakter anak, sehingga sering terjadi kesenjangan

    dalam kurikulum baik terjadi antar maple ataupun antara mata

    pelajaran dengan kondisi siswa yang sebenarnya.

    3. Kurikulum Madin biasanya kurang bisa mengadaptasi perkembangan

    zaman, pada umumnya lebih mencerminkan menjaga tradisi daripada

    menyesuaikan perkembangan zaman.

    Departemen Agama RI (2000:14-18), dalam melaksanakan

    Kurikulum Madrasah Diniyah, ada beberapa yang harus diperhatikan

    yang memungkinkan pendidikan di Madrasah Diniyah benar-benar

    efektif dan efisien. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai

    berikut:

    a) Fleksibilitas Program

    Guru memperhatikan anak didik (kecerdasan, kemampuan,

    pengetahuan yang telah dikuasai), metode-metode mengajar yang

    akan digunakan harus sesuai dengan sifat bahan pengajaran dan

    kematangan anak didik. Bahan pengajaran juga harus disesuaikan

    dengan kemampuan anak didik. Hal demikian akan menimbulkan

    motif dan minat anak untuk belajar sehingga tidak membosankan.

    b) Berorientasi kepada tujuan

    Sebelum menentukan waktu dan bahan pelajaran terlebih

    dahulu di tetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh murid dalam

  • mempelajari suatu mata pelajaran (bidang study).Atas dasar

    pertimbangan di atas maka waktu yang tersedia di Madrasah Diniyah

    harus benar-benar dimanfaatkan bagi pengembangan kepribadian anak

    sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan Madrasah

    Diniyah.

    c) Efektifitas dan Efisiensi

    Tujuan utama menyelenggarakan Madrasah Diniyah adalah

    untuk melengkapi dan menambah perolehan pendidikan agama Islam

    yang didapat siswa di sekolah umum yang hanya 2 jam pelajaran

    perminggu. Karena banyaknya bahan pelajaran serta padatnya

    kegiatan yang menyita perhatian, energi dan waktu siswa, maka

    penyelenggaraan proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah harus

    diupayakan efektif dan efisien.

    Dalam menyusun jadwal pelajaran jangan terlalu kaku

    berpegang kepada alokasi waktu dalam susunan program. Misalnya

    bahan pengajaran yang dialokasikan sebanyak 18 jam pelajaran

    perminggu dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dengan

    sistem paket atau pesantren kilat pada hari Ahad.

    d) Kontinuitas

    Bahan pengajaran disusun untuk setiap mata pelajaran harus

    jelas hubungannya antara pokok bahasan yang diberikan kepada

    semua tingkatan (Awaliyah, Wustha, „Ulya).Para pelaksana (terutama

  • guru) diharapkan dapat memahami hubungan antara mata pelajaran

    yang diberikan pada setiap tingkat.

    e) Pendidikan Seumur Hidup

    Pendidikan itu untuk semua dan berlangsung seumur hidup.Ini

    berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan untuk selalu

    berkembang sepanjang hidupnya dan semua warga negara dapat

    belajar terus.Masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang

    harus belajar, melainkan sebagian dari waktu belajar yang

    berlangsung seumur hidup. Proses yang demikian dikehendaki pula

    oleh ajaran agama Islam dengan mewajibkan menuntut ilmu sejak dari

    buaian sampai liang lahat, tanpa batas ruang dan waktu

    Masyarakat Islam tentunya tidak ingin melihat keberadaan

    Madrasah Diniyah sebagai sebuah lembaga yang keberadaannya hanya

    sebagai pelengkap.Perlu pemikiran yang cukup brilian agar

    keberadaannya tetap menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat,

    sebagaimana awal kemunculannya di Indonesia, eksistensinya perlu

    dijaga dan dikembangkan.

    Menurut Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:192-199) ada

    beberapa langkah yang perlu dijadikan langkah taktis untuk

    mempertahankan eksistensi Madrasah Diniyah, diantaranya:

    1. Penyelenggaraan dan pembekalan bagi guru-guru madrasah diniyah

    berkaitan tentang materi, metode dan strategi pembelajaran yang

    disesuaikan dengan kompetensi dan karakteristik daerah.

  • 2. Perlu adanya distribusi buku-buku pelajaran standar Madrasah

    Diniyah untuk wilayah-wilayah yang tidak atau belum memiliki

    kurikulum standar.

    3. Penyelenggaraan pengawasan, pembinaan, dan pendampingan bagi

    setiap Madrasah Diniyah di berbagai wilayah meliputi manajemen,

    pembelajaran dan lain-lain.

    4. Membangun kerjasama dengan pemerintahan-pemerintahan lokal,

    terutama berkaitan dengan alokasi dana. Kerjasama dengan

    pemerintah lokal diharapkan dapat membantu, minimal dalam hal

    pendanaan dan pemenuhan sarana dan prasarana kegiatan

    pembelajaran.

    8. Dampak Kebijakan Full Day School Terhadap Madrasah Diniyah

    Belum, lama ini telah muncul isu ditengah masyarakat terkait

    dengan Full Day School yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 Pasal 2 tentang Hari Sekolah.Banyak

    pihak yang angkat bicara terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh

    Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait Full

    Day School, yaitu kebijakan sekolah 8 jam sehari dengan 5 hari kerja dari

    Senin sampai Jum‟at dengan alasan sebagai pendidikan karakter bagi anak.

    Kebijakan Full Day School yang ramai diperbincangkan

    masyarakat, tidak hanya terjadi pada saat ini. Pada tahun 1994 hal yang

    sama juga pernah terjadi terkait kebijakan pemerintah terhadap rencana

    sekolah lima hari yang menuai banyak kontroversi dari berbagai pihak, yang

  • dinilai akan berdampak terhadap keberadaan Madrasah Diniyah. Secara

    garis besar, rencana sekolah lima hari dari jadwal uji coba sekolah, para

    siswa harus masuk pukul 7.30 pagi dan keluar pukul 15.30 sore. Kalau

    masuk pukul 08.00 pagi, para siswa baru bisa pulang (keluar) pukul 16.00

    sore. Berarti mereka tidak bisa mengikuti Madrasah Diniyah yang umumnya

    dimulai pukul 14.30 atau pukul 15.00 sore.

    Di antara organisasi Islam dan tokoh-tokoh masyarakat yang

    memberikan reaksi atas rencana diberlakukan sekolah lima hari pada waktu

    itu (1994), adalah sebagai berikut:

    a. DR. Quraish Shihab MA

    Rencana sekolah lima hari, sebaiknya tidak ditujukan secara

    nasional. Rencana itu harus dipelajari mendalam, sehingga dampaknya

    tidak membuat masyarakat resah dan gelisah.Rencana itu mungkin dapat

    diberlakukan di beberapa tempat, tapi tidak dapat dilaksanakan di seluruh

    daerah.Karena rencana itu tidak mudah diterima masyarakat, apalagi

    mereka sudah terbiasa belajar pada dua waktu.Pagi di sekolah umum dan

    siang di Madrasah Diniyah atau Taman Pendidikan al-Qur‟an (TPQ).Saat

    ini pendidikan agama merupakan kebutuhan nasional untuk

    meningkatkan moral anak-anak dan generasi muda. Jika rencana sekolah

    lima hari jadi dilaksanakan, justru akan mematikan pendidikan agama

    yang kini tengah digiatkan oleh masyarakat, yaitu Madrasah Diniyah dan

    TPQ yang berjalan pada siang dan sore hari. Harusnya pemerintah bijak

    melihat soal itu, tidak perlu tergesa-gesa untuk melaksanakan suatu

  • program. Sebaiknya rencana itu dibatalkan saja atau paling tidak jangan

    dilaksanakan dalam waktu dekat ini karena masyarakat kita belum siap

    (Saridjo, 1994:139-140)

    b. DRS. Lukman Harun, Tokoh Muhammadiyah

    Rencana sekolah lima hari perlu dikaji ulang. Apa memang sudah

    siap rencana itu dilaksanakan di Indonesia. Dengan sekolah lima hari,

    berarti siswa mendapat dua hari libur. Bila ini terjadi, apa yang dilakukan

    untuk mengisi dua hari libur tersebut. Jangan-jangan karena tidak ada

    materi yang tepat untuk mengisi dua hari libur tersebut, kenakalan remaja

    justru akan meningkat.

    Persoalan kedua, bila rencana sekolah lima hari diterapkan, ribuan

    Madrasah Diniyah yang biasanya berlangsung pada sore hari, akan

    kehilangan murid dan boleh jadi akan berdampak tragis, bubar. Kalau

    Madrasah Diniyah bubar lantas pendidikan agama di Indonesia akan

    ditampung di mana?. Pada sekolah-sekolah umum?.Saya pikir itu tidak

    mudah.Buktinya selama ini pendidikan agama hanya mendapat porsi

    tidak lebih dari 2 jam. Kalaupun ditambah dengan satu jam, itupun tidak

    akan memadai. Jangan lupa, kehadiran Madrasah Diniyah dan sekolah-

    sekolah agama non formal seperti TPQ, bertujuan untuk menambah

    kekurangan pendidikan agama bagi anak-anak di sekolah umum selama

    ini.

  • c. KH. Nurudin Arrahman, SH, Sekretaris BASRA (Badan Silaturahmi

    Ulama Pesantren se Madura)

    Pemerintah perlu berpikir panjang untuk memberlakukan sekolah

    lima hari untuk tingkat SD. Pendidikan agama yang diberikan kepada

    murid-murid SD sekarang ini belum memadai. Karena itu, sebenarnya

    yang menjadi kontributor terbesar penambahan kemampuan pendidikan

    agama pada anak-anak di banyak tempat adalah Madrasah Diniyah

    itu.Kita harus menyadari bahwa pembangunan manusia Indonesia

    seutuhnya, selain dibutuhkan kemampuan intelektual, juga harus

    diimbangi penanaman nilai-nilai keagamaan. Pembangunan dengan

    hanya mementingkan pembentukan intelektual semata jelas akan

    menjomplangkan pembentukan manusia yang seutuhnya itu (Saridjo,

    1999: 140-141).

    Kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan Muhadjir Effendi telah menimbulkan banyak pro kontra di

    tengah masyarakat, terutama di kalangan Madrasah Diniyah dan Pondok

    Pesantren sebagai bagian dari lembaga pendidikan keagamaan yang lahir

    dan tumbuh dari masyarakat. Adanya kebijakan Full Day School tentunya

    akan menimbulkan dampak positif maupun negative. Dampak positif

    misalnya anak mendapatkan pengawasan penuh atas segala aktivitas yang

    dilakukan dari sekolah selama orang tuanya bekerja, sedangkan dampak

    negative yang ditimbulkan salah satunya akan mengurangi interaksi anak

  • dengan keluarga maupun masyarakat di lingkungan sekitar karena selama

    sehari penuh anak berada di sekolah.

    Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan Full Day School yang

    akan dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, perlu dilakukan

    adanya peninjauan ulang sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan

    dari hal ini. Keberadaan Madrasah Diniyah yang lahir dan tumbuh di

    masyarakat telah memperlihatkan peran penting dalam membantu

    pendidikan agama maupun karakter bagi anak-anak. Di sisi yang lain ketika

    hal tersebut diterapkan saat ini banyak pihak yang belum siap untuk

    menerima kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan terkait Full Day School mengingat banyak hal yang masih

    harus dipertimbangkan.

    B. Pendidikan Agama Islam

    1. Pengertian

    Pendidikan Agama Islam merupakan kata majemuk yang terdiri dari

    kata pendidikan, agama, dan Islam. Dalam Kamus Lengkap Bahasa

    Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik, dengan diberi awalan “pe”

    dan akhiran “an”, yang berarti proses pengubahan sikap dalam

    mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pendidikan

    itu sendiri artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

    kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

    pengajaran dan pelatihan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007:263).

  • Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Nata (2010:28)

    pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya

    diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-

    anak atau orang yang sedang dididik.

    Pendidikan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan

    tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya)

    insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya atau insan kamil, yang

    dilakukan secara bertahap serta berkesinambungan, seirama dengan

    perkembangan anak didik.

    Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan

    (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata

    kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta

    lingkungannya (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 12).

    Dapat diketahui bahwa agama adalah suatu peraturan yang

    bersumber dari Allah yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia,

    baik hubungan manusia dengan pencipta maupun manusia dengan

    sesamanya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan

    mengharap keridhaan dari-Nya.

    Islam secara bahasa adalah berserah diri kepada Allah (An-Nahlawi,

    1995:24). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Islam adalah

    agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, berpedoman kepada kitab suci

    al-Qur‟an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah (Tim Penyusun

    Kamus Pusat Bahasa, 2007:444).

  • Menurut Ali (2008:49) Islam adalah kedamaian, keselamatan,

    kesejahteraan, penyerahan diri, ketaatan, dan kepatuhan. Islam mengajarkan

    kedamaian antar sesama individu yang akan mengantarkan manusia pada

    kesejahteraan dan keselamatan.

    Pengertian Islam yang demikian sesuai dengan tujuan ajaran Islam

    yaitu untuk mendorong manusia patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga

    terwujud keselamatan, kedamaian, aman, dan sentosa.Serta sejalan pula

    dengan ajaran Islam yaitu menciptakan kedamaian di muka bumi dengan

    mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan (Nata, 2010:32).

    Dari penjabaran di atas Daradjat (2011:86) mengartikan bahwa

    Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran

    agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar

    nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati,

    dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara

    menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu

    pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia

    maupun di akhirat kelak.

    Menurut Tayar Yusuf (dalam Majid, 2012:12) mengartikan

    Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk

    mengalihkan pengalaman, pengeahuan, kecakapan, dan keterampilan

    kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia muslim, bertakwa

    kepada