skripsie-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1869/1/skripsi.pdf · 2017. 11. 2. · persembahan...
TRANSCRIPT
-
PERAN MADRASAH DINIYAH USWATUN KHASANAH
DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK
DI DUSUN CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2017
SKRIPSI
DisusunGunaMemperolehGelar
SarjanaPendidikan(S.Pd )
Oleh:
UMI INAYAH
11113054
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
-
PERAN MADRASAH DINIYAH USWATUN KHASANAH
DALAM UPAYA MENINGKATKAN KUALITAS
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK
DI DUSUN CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN
KABUPATEN SEMARANG
TAHUN 2017
SKRIPSI
DisusunGunaMemperolehGelar
SarjanaPendidikan (S.Pd.)
Oleh:
UMI INAYAH
11113054
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
-
MOTTO
ُهْم طَائَِفٌة َوَما َكاَن اْلُمْؤِمُنوَن لِيَ ْنِفُروا َكافًَّة فَ َلْوال نَ َفَر ِمْن ُكلِّ ِفْرَقٍة ِمن ْ
يِن َولِيُ ْنِذُروا قَ ْوَمُهْم ِإَذا َرَجُعوا إِلَْيِهْم َلَعلَُّهْم ََيَْذُرونَ ُهوا ِف الدِّ لَِيتَ َفقَّ
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya
(kemedan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (Qs. at-Taubah: 122)
-
PERSEMBAHAN
Alhamdulillahirobbil‟alamin dengan rahmat dan hidayah Allah Subhanahu
Wa Ta‟ala skripsi ini telah selesai. Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Ibu Suyati dan Bapak Tuhri yang telah mendidik dari kecil, senantiasa
memberikan nasihat dan yang tak pernah lelah mendo‟akan tanpa henti untuk
menjadi pribadi yang bermanfaat untuk sesama.
2. Kakak-kakakku dan adik-adikku yang senantiasa memberikan semangat untuk
terus menjadi pribadi yang tangguh.
3. Seluruh sahabatku yang selalu membersamai dalam setiap langkah beserta
teman-teman PAI angkatan 2013 terima kasih untuk semangat dan motivasi
yang diberikan.
4. Keluarga PAI B, Keluarga besar LDK Fathir ar-Rasyid, Keluarga PPL SMK
Islam Sudirman Tingkir, Keluarga KKN Posko 70 dan keluarga besar Dusun
Nanggulan yang telah memberikan pengalaman hidup yang luar biasa.
Terima Kasih
-
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Alhamdulillahirobil‟alamin puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
Subhanahu Wa Ta‟ala berkat taufiq, rahmat dan inayah serta hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan lancar.
Shalawat dan salam selalu tercurah pada junjungan Nabi Agung Muhammad
Shalallahu „Alaihi Wasallam yang telah membimbing manusia dari zaman
kegelapan hingga zaman terang benderang serta yang dinantikan syafaatnya di
hari kiamat kelak.
Dengan penuh rasa syukur penulis panjatkan, akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “PERAN MADRASAH DINIYAH
USWATUN KHASANAH DALAM UPAYA MENINGKATKAN
KUALITAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA ANAK DI DUSUN
CABEAN KULON KECAMATAN TENGARAN KABUPATEN
SEMARANG TAHUN 2017”. Skripsi ini disusun guna memenuhi syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Progam Studi Pendidikan Guru Pendidikan Agama
Islam (PAI) pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN).
Dalam menyusun skripsi ini penulis telah menerima bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M, Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
-
ABSTRAK
Inayah, Umi. 2017. Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dalam
Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam Pada Anak
Di Dusun Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten
Semarang Tahun 2017. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu
Keguruan. Jurusan Pendidikan Agama Islam Institut Agama Islam
Negeri Salatiga. Pembimbing: Achmad Maimun, M. Ag.
Kata Kunci: Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah
Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini yaitu (1)
bagaimana peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya
meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean
Kulon? (2) apa saja faktor yang menghambat dan mendukung dalam upaya
meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean
Kulon?. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif kuaitatif. Metode yang digunakan adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi dengan teknik analisis data yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peran Madrasah Diniyah
Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan agama
Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon, di antaranya. (1)Melahirkan
generasi yang berakhlak mulia. (2) Menambah wawasan pengetahuan agama
Islam. (3) Mengikis kemerosotan akhlak akibat pengaruh perkembangan
teknologi. (4) Madrasah Diniyah sebagai pengayaan mata pelajaran
pendidikan agama Islam di sekolah. (5) Memperbaiki BTQ (Baca Tulis
Qur‟an) anak. (6) Membantu dalam menjaga tradisi keagamaan di tengah
masyarakat.
Faktor pendukung Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan agama pada anak di antaranya adanya
dukungan penuh dari masyarakat sekitar, kerjasama yang baik antar
ustadz/ustadzah, motivasi mengajar dari para ustadz/ustadzah selaku pendidik,
tersedianya dana dalam menunjang berjalannya kegiatan. Faktor penghambat
Madrasah Diniyah, diantaranya latar belakang pendidikan yang berbeda dari
pengajar, pengaruh perkembangan teknologi yang ada, jam belajar tambahan,
sarana prasarana serta waktu kegiatan belajar mengajar yang terbatas.
-
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kondisi Madrasah Diniyah
Tabel 3.2 Struktur Kepengurusan Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah
Tabel 3.3 Data Ustadz/Ustadzah
Tabel 3.4 Data Santriwan/ Santriwati Diniyah Kelas I
Tabel 3.5 Data Santriwan/Santriwati Diniyah Kelas II
Tabel 3.6 Sarana Prasarana
-
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Daftar Satuan Kredit Kegiatan (SKK)
3. Lembar Konsultasi Skripsi
4. Surat Permohonan Izin Melakukan Penelitian
5. Kode Penelitian
6. Transkip Wawancara
7. Dokumentasi
-
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………….…………………….……………...…. i
HALAMAN BERLOGO ……………..…………………………………..... ii
HALAMAN JUDUL ……………….…………………...…………...…….. iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………….…….…...……. iv
HALAMAN PENGESAHAN ………………….…………….……...……. v
DEKLARASI ……………………………………………….……………... vi
MOTTO ……………………………………………………..………...……. vii
PERSEMBAHAN …………………………………………...………..……. viii
KATA PENGANTAR ……………………………………...………..…….. ix
ABSTRAK …………………………………………………..………..……. xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..……. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………..………...…… xiii
DAFTAR ISI ………………………………………………..………...…… xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian ………………………………………………... 6
D. Manfaat Penelitian ……………………………………………… 6
E. Penegasan Istilah ………………………………………………... 7
F. Metodologi Penelitian …………………………………………... 8
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian …………………………….. 8
2. Kehadiran Peneliti …………………………………………. 9
-
3. Lokasi Penelitian ……………………………………………. 9
4. Sumber Data ………………………………………………… 10
5. Teknik Pengumpulan Data ………………………………….. 10
6. Analisis Data ………………………………………………... 11
7. Pengecekkan Keabsahan Data ……………………………… 12
8. Tahap-Tahap Penelitian ……………………………………... 12
9. Sistematika Penulisan ……………………………………….. 14
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Madrasah Diniyah ……………………………………………… 15
1. Pengertian Madrasah Diniyah ………………………………. 15
2. Peranan Madrasah Diniyah …………………………………. 17
3. Bentuk-Bentuk Madrasah Diniyah …………………………. 24
4. Jenjang Pendidikan Madrasah Diniyah …………………….. 29
5. Tujuan Madrasah Diniyah …………………………………... 30
6. Potensi Madrasah Diniyah ………………………………….. 32
7. Aspek-Aspek Madrasah Diniyah …………………………… 34
8. Dampak Kebijakan Full Day School ……………………….. 45
B. Pendidikan Agama Islam ……………………………………….. 49
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ……………………….. 49
2. Fungsi Pendidikan Agama Islam …………………………… 52
3. Tujuan Pendidikan Agama Islam …………………………… 54
4. Tantangan Pendidikan Agama Islam ……………………….. 56
-
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN
A. Paparan Data …………………………………………………... 60
1. Gambaran Lokasi Penelitian ………………………………. 60
a. Sejarah Berdirinya Madrasah Diniyah ………………… 60
b. Kondisi Masyarakat ……………………………………. 63
c. Letak Geografis ………………………………………… 66
d. Kondisi Masyarakat ……………………………………. 67
e. Struktur Kepengurusan ………………………………… 68
f. Keadaan Ustadz/Ustadzah ……………………………... 69
g. Keadaan Santriwan/Santriwati …………………………. 70
h. Sarana dan Prasarana …………………………………... 75
i. Proses Belajar Mengajar ………………………………... 78
B. Temuan Penelitian ……………………………………………… 79
1. Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam ......……… 79
a. Perbedaan Anak Yang Mengikuti Madrasah Diniyah
Dengan Yang Tidak Mengikuti ………………...………. 83
b. Perkembangan Anak Sebelum Dan Sesudah Mengikuti
Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah ………..……….. 84
c. Materi, Metode, Strategi, Kegiatan Penunjang Dalam
Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam
Pada Anak …………………………………………...….. 89
a) Materi ………………………………………………. 89
-
b) Metode dan Strategi Pembelajaran ……...………….. 90
c) Kegiatan Penunjang ………………………...………. 92
d) Sarana Prasarana Pembelajaran ………..…………… 93
2. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Madrasah Diniyah
Uswatun Khasanah Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Agama Islam Pada Anak ...……….…..………... 94
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dalam Upaya
Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam Pada Anak Di
Dusun Cabean Kulon ………….………………………..……… 99
B. Faktor Pendukung Dan Faktor Penghambat Madrasah Diniyah
Uswatun Khasanah Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas
Pendidikan Agama Islam Pada Anak Di Dusun Cabean ...……... 111
1. Faktor Pendukung …...…………………………..………….. 111
2. Faktor Penghambat …..…………………………..…………. 114
BAB V PENUTUP
A. Penutup ………...……………………………………...………… 120
B. Saran …………...……………………………………...………… 122
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Modernisasi dalam segala bidang yang ditandai dengan perkembangan
teknologi yang canggih, semakin menantang peranan keberadaan pendidikan
agama sebagai penyelamat akhlak generasi penerus dari dampak negatif proses
tersebut. Pendidikan ini mencakup tentang pendidikan iman dan taqwa serta
akhlak mulia.Iman dan taqwa ditanamkan dalam bentuk pengetahuan,
sedangkan akhlak mulia ditanamkan melalui pembiasaan.Setiap pribadi
diharapkan memiliki sikap dan kualitas pribadi yang shaleh/sholihah, serta
berakhlak mulia, hal tersebut tentunya terkait dengan sejauh mana upaya
pendidikan yang dilakukan.Perlu adanya pembiasaan dan keteladanan sejak
kanak-kanak untuk memperdalam pengetahuan agamanya.
Islam begitu perhatian dalam mendidik anak, mereka adalah inti utama
dalam membentuk umat dan masa depan. Islam tidak putus-putusnya berusaha
menciptakan masa depan bagi generasinya dan mengarahkannya kepada jalan
yang lurus agar mereka bisa mengentaskan manusia yang tersesat dalam
kegelapan syirik, kebodohan, kesesatan, dan kekacabalauan menuju cahaya
tauhid, ilmu, hidayah, kestabilan individu dan sosial (Al-fiqy, 2007:15-16).
Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman dalam Qs. an-Nisa‟ ayat 9:
-
ُقوُلوا قَ ْوال َسِديًداَوْلَيْخَش الَِّذيَن َلْو تَ رَُكوا ِمْن َخْلِفِهْم ُذرِّيًَّة ِضَعافًا ُقوا اللََّه َوْلي َ َخاُفوا َعَلْيِهْم فَ ْلَيت َّ
“…….. hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.” (Departemen Agama RI, 2009:78).
Pedidikan adalah proses panjang pembetukan kepribadian anak.
Dengan pendidikan yang baik anak akan tumbuh menjadi generasi penerus
yang berkualitas dari segi moral, intelektual, dan spiritual (Mustaqim,
2005:15). Baik jalur formal maupun nonformal sama-sama memiliki fungsi
sebagai lembaga yang dapat membantu mencegah terjadinya kemerosotan
agama dan menumbuh kembangkan generasi Qur‟ani.
Dusun Cabean Kulon mayoritas masyarakatnya adalah muslim, dengan
latar belakang kehidupan yang religious dalam kesehariannya. Hal tersebut
dapat terlihat dari kegiatan keagamaan yang ada mulai dari anak-anak sampai
orang tua. Akan tetapi, kondisi lingkungan sekitar yang religious tidak menjadi
jaminan bagi para orang tua untuk lepas tangan begitu saja dalam
keberlangsungan pendidikan anak-anak mereka, khususnya akan pendidikan
agama. Pengaruh perkembangan teknologi serta pengaruh teman pergaulan di
luar tentunya menjadi kekhawatiran tersendiri bagi para orang tua, mengingat
mereka tidak bisa mengawasi selama 24 jam penuh karena kesibukan para
orang tua dalam bekerja.
Meskipun disekolah umum mereka sudah mendapatkan pembelajaran
agama, hal tersebut dirasa belum cukup memadai untuk bekal keagamaan
anak-anaknya. Bekal ilmu agama yang diperoleh dari sekolah dirasa masih
-
jauh dari harapan, oleh karena itu para orang tua berusaha melakukan berbagai
cara untuk menambah pendidikan agama bagi anak-anaknya. Salah satunya
dengan memasukan anak-anak mereka pada lembaga pendidikan keagamaan
yang ada dimasyarakat seperti TPQ (Taman Pendidikan Qur‟ an) dan
Madrasah Diniyah.
TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an) lebih dulu dikenal di Dusun Cabean
Kulon daripada Madrasah. TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an) diikuti oleh anak-
anak mulai dari usia TK, SD, dan beberapa anak SMP, yang semuanya berbaur
menjadi satu dalam pembelajarannya. Namun seiring berjalannya waktu
beberapa anak usia SD dan SMP mulai tidak nyaman dan merasa malu, ketika
mengaji harus berbaur menjadi satu dengan anak-anak yang usianya berada
dibawah mereka. Disatu sisi mereka malu dengan usianya, akan tetapi disisi
yang lain masih ada semangat yang tinggi untuk mengaji dan menuntut ilmu
agama.
Keterbatasan yang ada baik dari segi sarana prasarana, staff pengajar
serta waktu mengajar yang minim, berdirilah Madrasah Diniyah Uswatun
Khasanah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan agama anak-anak Dusun
Cabean Kulon, dengan tipe Madrasah diniyah pelengkap (suplemen). Yaitu
madrasah yang berada di tengah masyarakat dan tidak berada dalam
lingkungan pondok pesantren, karena didirikan atas dasar inisiatif masyarakat
yang diperuntukkan bagi anak-anak untuk menambah pengetahuan ilmu agama
mereka.
-
Sarana prasarana dan staf pengajar yang terbatas, serta waktu mengajar
yang sangat minim dengan jumlah santri yang cukup banyak, membuat para
pendidik/pengelola Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah yang sekaligus
merangkap menjadi penanggungjawab TPQ (Taman Pendidikan Qur‟an)
Uswatun Khasanah harus memutar otak supaya tetap bisa memberikan ilmu
kepada para santri secara maksimal pada kedua lembaga tersebut, demi
terwujudnya pendidikan agama maupun pendidikan karakter yang berkualitas
pada diri anak.
Lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan nama Madrasah ini
telah lama diselenggarakan di Indonesia. Adanya rencana sekolah lima hari
atau disebut Full Day Schoolyang dicanangkan oleh Menteri Kebudayaan dan
Pendidikan baru-baru ini telah mendapat reaksi dari berbagai pihak. Salah satu
hal yang menjadi kekhawatiran beberapa pihak atas rencana Full Day School
adalah akan mematikan keberadaan Madrasah Diniyah sebagai lembaga
pendidikan agama yang telah lama dikenal masyarakat. Perlu adanya
peninjauan lebih dalam sebelum hal tersebut diputuskan, mengingat peran
Madrasah Diniyah tidak hanya mendidik anak agar pandai tentang agama
Islam saja, akan tetapi terlebih lagi adalah pengalaman agama itu sendiri dalam
perilaku kehidupan sehari-hari.
Keberadaan Madrasah Diniyah menjadi harapan masyarakat, selain
memberikan pengetahuan ilmu agama juga dapat memberikan aktivitas yang
positif bagi anak dimasa perkembangannya.Madrasah Diniyah yang muncul
dari masyarakat telah memperlihatkan peran penting dalam membantu
-
pendidikan agama bagi anak-anak dari sekolah umum dan pembentukan moral
serta budi pekerti luhur bagi generasi muda pada umumnya.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis berkeinginan untuk meneliti
permasalahan dengan judul “Peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah
Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Agama Islam Pada Anak di
Dusun Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun
2017”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti merumuskan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya
meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun
Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Madrasah
Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan
Agama Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon Kecamatan Tengaran
Kabupaten Semarang?
-
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam
upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun
Cabean Kulon Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2017.
2. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat yang dihadapi
Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas
Pendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon Kecamatan
Tengaran Kabupaten Semarang Tahun 2017.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang
jelas dan diharapkan dapat memberi manfaat secara praktis maupun teoritis,
antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan khazanah
keilmuwan dalamupaya peningkatan kualitas Pendidikan Islam, khususnya
tentang Pendidikan Agama Islam di Madrasah Diniyah.
2. Manfaat Praktis
Dapat bermanfaat bagi para pendidik dan masyarakat seluruhnya
dalam membangun dan mengembangkan Madrasah Diniyah dilingkungan
sekitar.
-
E. Penegasan Istilah
1. Madrasah Diniyah
Madrasah dalam bahasa Arab berarti tempat untuk belajar.
Padanan Madrasah dalam bahasa Indonesia adalah sekolah dengan
konotasi yang khusus yaitu sekolah-sekolah agama Islam. Dalam arti
tempat belajar, madrasah memang berasal dari dunia Islam, sebagai tempat
mengajarkan dan mempelajari ajaran-ajaran agama Islam, ilmu
pengetahuan dan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya
(Departemen Agama RI, 1986:67).
Madrasah Diniyah adalah suatu bentuk madrasah yang hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama (diniyah).Madrasah ini dimaksudkan
sebagai lembaga pendidikan agama yang disediakan bagi siswa yang
belajar disekolah umum (Nasir, 2005:95).
2. Pendidikan Agama Islam
Menurut Zakiyah Daradjat yang dikutip Majid (2005:130)
pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh
peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara
menyeluruh.Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat
mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Jadi pendidikan agama islam merupakan usaha sadar yang
dilakukan pendidik dalam rangka mempersiapkan peserta didik untuk
meyakini, memahami, dan mengamalkan ajaran islam melalui kegiatan
-
bimbingan, pengajaran atau pelatihan yang telah ditentukan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
F. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian lapangan (Field Research), yaitu
bahwa penelitian ini berangkat ke lapangan untuk mengadakan pengamatan
tentang sesuatu fenomena dalam suatu keadaan alamiah (Moleong,
2008:26). Dalam hal ini peneliti terjun ke lapangan penelitian yaitu
Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dusun Cabean Kulon, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang untuk mengamati fenomena yang
berhubungan dengan santri, pengelola atau pengajar Madrasah Diniyah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dll., secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-
kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2008:6).
Dalam penelitian ini akan dikaji lebih mendalam tentang peran
Madrasah Diniyah, faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi
Madrasah Diniyah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan agama
Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon, Desa Karang Duren. Pada
pelaksanaannya dilakukan pencarian gambaran dan data deskriptif di
-
lingkungan Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah Dusun Cabean Kulon,
Desa Karang Duren yang dijadikan subjek penelitian.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti berlaku sebagai instrumen
utama tanpa mewakilkan kehadirannya pada orang lain. Kehadiran peneliti
bertujuan untuk melakukan pengamatan dan wawancara mendalam guna
mendapatkan data akurat dari informan yang diperlukan peneliti untuk
melengkapi data penelitian.
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian berada di Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah
Dusun Cabean Kulon RT.29/RW.06, Desa Karang Duren, Kecamatan
Tengaran, Kabupaten Semarang.
4. Sumber Data
Ada dua sumber data yang digunakan peneliti, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang
diucapkan secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh
subjek yang dapat dipercaya (Arikunto, 2013:22).Sumber data langsung
yang peneliti dapatkan berasal dari ustad/ustadzah, tokoh agama/tokoh
masyarakat, santri, dan wali santri Madrasah Diniyah.
b. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-
dokumen grafis (tabel, catatan, notulen rapat, SMS, dan lain-lain), foto-
-
foto, film, rekaman video, dan benda-benda yang dapat memperkaya data
primer (Arikunto, 2013:22).
Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat dan
melengkapi informasi yang telah dikumpulkan melalui
wawancara.Adapun sumber data sekunder yang digunakan adalah foto
keadaan Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah dan data-data lain
ditempatpenelitian.
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan peneliti, yaitu:
a. Observasi
Data observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci
mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial, serta
konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi (Nasution, 2003:59).
Peneliti mengamati dan mencatat gejala yang tampak pada objek
penelitian.
Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data mengenai data
yang berhubungan dengan kondisi lingkungan, keadaan santri,
ustad/ustadzah Madrasah Diniyah, proses pembelajaran di Madrasah
Diniyah serta berbagai kegiatan di Madrasah Diniyah yang berkaitan
dengan penelitian ini.
b. Wawancara
Wawancara adalah bentuk komunikasi langsung antara peneliti
dan responden. Komunikasi berlangsung dalam bentuk tanya-jawab
-
dalam hubungan tatap muka, sehingga dan mimik responden merupakan
pola media yang melengkapi kata-kata secara verbal (Gulo, 2002:119).
Kegiatan penelitian ini akan dilaksanakan dengan wawancara terbuka
dan terstruktur karena informan atau narasumber mengetahui bahwa
mereka sedang diwawancarai dan tahu pula tujuan dari wawancara.
Selain itu pada saat wawancara, peneliti sudah menetapkan dan
menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang tersusun secara sistematis.
Wawancara akan dilakukan kepada narasumber diantaranya
adalah ustad/ustadzah, tokoh masyarakat/agama, santriwan/santriwati
dan wali santri Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah. Peneliti
menggunakan teknik ini untuk mencari data terkait peran madrasah
diniyah,faktor pendukung dan penghambat.
c. Dokumentasi
Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2013:274).
Peneliti mencari data mengenai hal-hal yang berkaitan dengan objek
penelitian berupa foto terkait kegiatanpendidikan agama islam di
Madrasah Diniyah.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
-
disarankan oleh data (Moleong, 2008:280).Pekerjaan analisis data dalam hal
ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberikan kode,
dan mengkategorisasikannya.Pada tahapan ini, peneliti menganalisis data
yang terkumpul yang terdiri dari hasil wawancara, observasi, dan
dokumentasi.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam pengecekan keabsahan data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi data yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2008:330). Pada teknik ini, ada
dua jenis triangulasi:
a. Triangulasi metode yaitu dengan jalan membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara.
b. Triangulasi sumber yaitu dengan cara membandingkan data hasil
wawancara antar narasumber terkait dan membandingkan data hasil
dokumentasi antar dokumen.
8. Tahap-Tahap Penelitian
Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap yaitu: tahap sebelum
ke lapangan, tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data, dan tahap
penulisan laporan yang ditempuh sebagai berikut:
a. Tahap Sebelum Kelapangan
Tahap ini meliputi kegiatan penentuan fokus, penyesuaian
paradigma teori, penjajakan alat peneliti, permohonan izin kepada subyek
yang diteliti, dan konsultasi fokus penelitian.
-
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Tahap ini meliputi pengumpulan bahan-bahan yang berkaitan
dengan peran Madrasah Diniyah dalam upaya meningkatkan
kualitasPendidikan Agama Islam pada anak di Dusun Cabean
Kulon.Data ini diperoleh dengan observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
c. Tahap Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman yang dikutip Sugiyono (2011:337)
aktivitas dalam analisis data yaitu reduksi data, penyajian data, dan
penarikan kesimpulan.
1) Mereduksi atau merangkum data, memilih hal-hal pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
serta membuang yang tidak perlu.
2) Penyajian data dalam uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
dan sejenisnya secara naratif.
3) Penarikan kesimpulan berupa penemuan baru yang belum pernah ada.
d. Tahap Penulisan Laporan
Tahap ini meliputi kegiatan penyusunan hasil penelitian dari
semua rangkaian kegiatan pengumpulan data sampai pemberian makna
data. Setelah itu melakukan konsultasi hasil penelitian dengan dosen
pembimbing untuk mendapatkan perbaikan, saran-saran demi
kesempurnaan skripsi yang kemudian hasil penelitian tersebut
ditindaklanjuti dengan penulisan skripsi yang sempurna.
-
9. Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis menyusun kedalam 5 (lima) bab
dengan rincian sebagai berikut:
BAB I: PENDAHULUAN. Pada bab ini berisi latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah,
metodologi penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA. Pada bab ini membahas sesuai dengan teori
yang mendukungnya, yaitu terkait Madrasah Diniyah dan Pendidikan
Agama Islam.
BAB III: PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN. Berisi
gambaran umum Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah yang meliputi
identitas Madrasah Diniyah, sejarah Madrasah Diniyah, struktur
kepengurusan, tenaga pendidik, daftar santri, kegiatan Madrasah Diniyah,
proses pembelajaran Madrasah Diniyah, keadaan sarana dan prasarana, dan
temuan hasil penelitian berupa peran Madrasah Diniyah Uswatun Khasanah,
serta serta faktor pendukung dan penghambat yang dihadapi Madrasah
Diniyah Uswatun Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan
Agama Islam pada anak di Dusun Cabean Kulon.
BAB IV: PEMBAHASAN. Meliputi peran madrasah diniyah, dan faktor
pendukung dan penghambat yang dihadapi Madrasah Diniyah Uswatun
Khasanah dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Agama Islam
Pada Anak di Dusun Cabean Kulon.
-
BAB V: PENUTUP. Meliputi kesimpulan dan sarana.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Madrasah Diniyah
1. Pengertian
Madrasah tidak lain adalah kata Arab untuk sekolah, artinya tempat
belajar. Istilah madrasah di tanah Arab ditujukan untuk semua sekolah
secara umum, namun di Indonesia ditujukan untuk sekolah-sekolah Islam
yang mata pelajaran dasarnya adalah mata pelajaran agama Islam
(Nasir2005:90).
Menurut Muhaimin yang dikutip Yasin (2008:257) secara
etimologi madrasah adalah tempat untuk mencerdaskan manusia (peserta
didik), menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka,
serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuannya. Dengan kata lain madrasah berfungsi sebagai wahana atau
tempat untuk mengembangkan kepekaan intelektual dan informasi,
memperbaharui pengetahuan, serta membentuk sikap dan keterampilan yang
berkelanjutan agar tetap up to date dan tidak cepat usang.
Madrasah merupakan tempat atau wahana anak menyenyam proses
pembelajaran. Maksudnya, di madrasah itulah anak menjalani proses belajar
secara terarah, terpimpin, dan terkendali.
-
Sedangkan pengertian Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan
yang memberikan pendidikan dan pengajaran secara klasikal dalam
pengetahuan agama Islam kepada pelajar bersama-sama sedikitnya
berjumlah 10 orang lebih, di antara anak-anak yang berusia 7 sampai
dengan 18 (Departemen Agama RI, 2003:23).
Madrasah diniyah adalah sebagai suatu lembaga pendidikan
keagamaan luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam
yang sudah mengenal sistem perjenjangan dalam proses belajar
mengajarnya (Departemen Agama RI, 2001:7).
Madrasah Diniyah adalah suatu lembaga pendidikan keagamaan
yang telah diakui keberadaannya oleh masyarakat maupun pemerintah.
Madrasah Diniyah merupakan lembaga pendidikan turunan dari pesantren
yang biasanya kegiatan pembelajaran dilakukan pada sore hari antara pukul
14.00-15.00 atau dalam bahasa orang awam disebut dengan istilah “sekolah
sore” atau “sekolah arab”.
Sampai sekarang madrasah diniyah masih mempertahankan tradisi
waktu yang digunakan untuk belajar yaitu sore dengan pertimbangan untuk
memberikan tambahan wawasan keagamaan siswa yang sekolah pagi
(SD/MI, MTs/SMP, MA/SMA) yang notabenya hanya mendapatkan
pengetahuan agama hanya sedikit.
Madrasah Diniyah yang tumbuh di tengah masyarakat sebagai
suatu lembaga pendidikan keagamaan diharapkan mampu secara terus
menerus dapat memberikan pendidikan keagamaan yang tidak ada atau
-
tidak terpenuhi di sekolah-sekolah umum. Dalam pembelajarannya anak
tidak hanya diajarkan cara menulis dan membaca Al- qur‟an dengan baik
dan benar sesuai ilmu tajwid, akan tetapi juga diajarkan tentang hafalan
surat-surat pendek/do‟a sehari-hari, bahasa arab, ilmu fiqh, aqidah akhlak,
dan lain-lain.
Dalam hal ini Arifin (2002:30) menyatakan bahwa madrasah
sangat diperlukan keberadaannya sebagai tempat dimana murid-murid
menerima ilmu pengetahuan agama secara teratur dan sistematis.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Madrasah
Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan keagamaan pada jalur formal
di pendidikan pesantren maupun jalur non formal yang mengunakan metode
klasikal dalam pembelajarannya dengan seluruh mata pelajaran yang
bermaterikan agama yang sedemikian padat dan lengkap sehingga
memungkinkan para santri yang belajar didalamnya lebih baik
penguasaanya terhadap ilmu-ilmu agama.
2. Peranan Madrasah Diniyah
Lembaga pendidikan Islam yang dikenal dengan nama Madrasah
telah lama diselenggarakan di Indonesia. Lembaga pendidikan ini bahkan
telah diselenggarakan oleh masyarakat bersamaan dengan penyebaran
agama Islam di Indonesia. Di masa penjajahan Belanda, hampir di setiap
desa di Indonesia yang penduduknya mayoritas Islam terdapat Madrasah
dengan berbagai nama seperti “Pengajian anak-anak”, “Pesantren” atau
“Pondok Pesantren”, “Sekolah Kitab”, dan lain-lain.
-
Seiring dengan munculnya ide-ide pembaharuan pendidikan di
Indonesia, Madrasah Diniyah ikut serta mengadakan pembaharuan dari
dalam, antara lain memantapkan keberadaannya sebagai lembaga
pendidikan agama yang mengajarkan pelajaran agama Islam sebanyak 18
jam per minggu, berbeda dengan sekolah umum yang hanya mengajarkan
pelajaran agama Islam 2 jam per minggu. Beberapa organisasi
penyelenggaraan Madrasah Diniyah banyak mengadakan modifikasi
kurikulum yang dikeluarkan Departemen Agama namun tentu saja
disesuaikan dengan kondisi lingkungan (Departemen Agama RI, 2001:15).
Sehubungan dengan perkembangan “pembaharuan” Madrasah itu,
untuk memudahkan pembinaan dan bimbingan, Departemen Agama
menetapkan dua jenis Madrasah.Jenis pertama adalah Madrasah yang selain
menetapkan mata pelajaran agama sebagai pelajaran pokok, memasukkan
pula mata pelajaran umum dalam kurikulumnya.Jenis kedua, Madrasah
yang semata-mata mempelajari agama (isi kurikulumnya semua agama).
Jenis Madrasah kedua ini dikenal dengan Madrasah Diniyah (Departemen
Agama RI,1999:145-146).
Besarnya perhatian masyarakat dan pemerintah daerah terhadap
penyelenggaraan Madrasah Diniyah antara lain didasarkan alasan sebagai
berikut:
a. Jumlah jam pendidikan Agama Isam di sekolah umum sebanyak 2 jam
seminggu dinilai masyarakat atau pihak orang tua siswa tidak
mencukupi. Karena penambahan jumlah jam pendidikan itu sukar
-
dilakukan dalam kurikulum sekolah umum, penambahan pendidikan
Agama Islam perlu dilakukan melalui Madrasah Diniyah disore hari.
b. Keluhan dan kritikan yang sering dilontarkan oleh pihak orang tua siswa
terhadap Pendidikan Agama di Sekolah Umum, bahwa anak-anak
mereka banyak yang tidak mampu membaca al-Qur‟an. Secara umum
hasil pendidikan Agama di sekolah umum dinilai oleh masyarakat belum
berhasil meningkatkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa bagi peserta didik. Dengan pendidikan agama di sekolah
umum 2 jam seminggu bagi guru agama khususnya untuk mengantarkan
anak didik agar bisa dan mampu membaca al-Qur‟an dengan lancar dan
benar. Keprihatinan pihak orang tua dan tokoh-tokoh Islam terhadap
ketidakmampuan anak-anak mereka di sekolah umum membaca al-
Qur‟an makin bertambah, karena dewasa ini kegiatan pengajian al-
Qur‟an secara “tradisional” di rumah-rumah berangsur hilang dan
tergeser oleh “budaya baru” atau “gaya hidup baru” menonton acara TV.
Bagi orang tua dan tokoh-tokoh Islam untuk mengatasi hal tersebut tidak
ada jalan lain yang lebih bisa diandalkan kecuali menggiatkan
penyelenggaraan Madrasah Diniyah di sore hari.
c. Bentuk Madrasah Diniyah lain yang diupayakan oleh masyarakat untuk
mengantarkan anak didik, termasuk anak-anak usia pra sekolah agar
mereka mampu membaca al-Qur‟an adalah dengan menyelenggarakan
“Taman Pendidikan al-Qur‟an” (TPQ). Sebagaimana Madrasah Diniyah
-
yang diatur dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 tahun 1983, TPQ
umumnya diselenggarakan di sore hari.
d. Bagi masyarakat Indonesia, Madrasah Diniyah sudah dianggap sebagai
identitas umat Islam. Oleh karena itu keberadaan Madrasah Diniyah
harus dipertahankan dalam masyarakat Indonesia (Departemen Agama
RI,1999:148-149).
Kholiq (Jurnal At-Taqaddum, Vol. 5, November 2013:239-243),
menyebutkan ada beberapa peran pendidikan Madrasah Diniyah,
diantaranya:
a) Madrasah Diniyah sebagai warisan leluhur / pemelihara tradisi
keagamaan
Madrasah Diniyah sebagai warisan leluhur, selama ini memiliki
peran sebagai lembaga pendidikan berkarakter religious dan sangat
berperan bagi pembentukan watak religious bangsa.Pendidikan
Madrasah Diniyah merupakan bagian dari sistem pesantren yang wajib
di pelihara dan dipertahankan karena lembaga ini telah terbukti mampu
mencetak para kyai/ulama, Ustad/ustadzah dan sejenisnya.
b) Madrasah Diniyah sebagai penopang pendidikan keluarga
Inti dari pendidikan Madrasah Diniyah adalah untuk
menanamkan iman ke dalam jiwa anak-didik.Pendidikan Madrasah
Diniyah adalah kelanjutan dari pendidikan keluarga yang
bertanggungjawab menanamkan iman yang dimulai dari dalam asuhan
kedua orang tua. Tugas keluarga dalam pendidikan moral dan
-
keagamaan dipandang sangat penting, bukan hanya karena besarnya
pengaruh keluarga dalam pertumbuhan dan perkembangan anak,
akantetapi karena pada umumnya pendidikan moral dalam sistem
pendidikan kita pada umumnya belum mendapatkan tempat dan proporsi
yang sewajarnya.
Pendidikan formal di Indonesia masih lebih banyak mengambil
bentuk pengisian otak anak didik dalam pengetahuan-pengetahuan yang
diperlukan untuk masa depan, sehingga penanaman nilai-nilai moral
belum menjadi skala priotitas. Oleh sebab itu, tugas ini lebih banyak
dibebankan pada keluarga sebagai pendidikan pertama bagi anak.Namun
persoalannya, tidak semua keluarga memahami arti penting pendidikan
keluarga bagi pembentukan mental keagamaan anak.Tingkat pendidikan
orang tua yang rendah (dipedesaan) dan kurangnya kesadaran orang tua
tentang pendidikan keluarga, sehingga banyak keluarga yang tidak
menjalankan sistem pendidikan ini secara maksimal.Tidak jarang
kemudian anak tumbuh menjadi pribadi yang tidak mencerminkan
kepribadian religious dan bermoral. Kondisi yang demikian mendorong
banyak para orang tua untuk menyerahkan pendidikan moral dan agama
kepada Madrasah Diniyah, yang dipandang tepat karena disamping
mendidik anak-anak dengan ajaran agama, Madrasah Diniyah juga
memberikan kesibukkan pada anak untuk kegiatan positif dibndingkan
jika anak-anak tidak sekolah Madrasah.
c) Madrasah Diniyah sebagai pendidikan sosial anak
-
Madrasah Diniyah sebagai salah satu lembaga pendidikan baik
formal maupun non formal, disamping memberikan pendidikan tentang
dasar-dasar keagamaan dan moral, juga memberikan pendidikan sosial
anak.Sebagai lembaga pendidikan sosial, Madrasah Diniyah mampu
mengkondisikan lingkungan sosial dengan “basis” agama.Anak-anak
bisa belajar agama sekaligus bisa belajar bersosial di lingkungan
Madrasah.Bagaimanapun aktivitas belajar di Madrasah Diniyah
merupakan aktivitas sosial yang positif bagi pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Posisi Madrasah Diniyah sebagai pendidikan sosial anak
semakin dianggap penting, manakala di zaman sekarang mulai muncul
adanya isu-isu tentang meningkatnya kenakalan anak akibat “pergaulan”
yang tidak baik. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan teknologi telah
memberikan banyak kemudahan dalam akses informasi dan
“pergaulan”, sehingga bisa terjerumus pada tindakan-tindakan seperti
minum-minuman keras, pemakaian obat-obat terlarang, seks bebas dan
sebagainya. Semua itu diakibatkan karena salah dalam pergaulan dan
pengaruh modernisasi yang tidak dapat menggunakannya secara bijak.
d) Madrasah Diniyah sebagai penunjang dalam pencapaian tujuan
pendidikan nasional
Pendidikan Nasional diselenggarakan dalam upaya mencapai
tujuan yang telah ditetapkan, sebagaimana dirumuskan UU No. 20 tahun
2003 (Sistem Pendidikan Nasional), pasal 3:
-
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggungjawab.”
Dari rumusan di atas bahwa tujuan pendidikan nasional yang
utama adalah membentuk manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, kemudian berakhlak mulia baru terkait dengan aspek
lainnya sperti sehat, berilmu, cakap dan sebagainya.persoalannya adalah
sekalipun agama diberikan pada setiap jenjang pendidikan, namun
secara proporsional jam pelajaran agama di sekolah hanya 2 jam setiap
minggu, jauh dari memadai. Padahal pendidikan agama mempunyai
muatan yang syarat akan nilai dalam pembentukan watak dan
kepribadian. Tanggung jawab membentuk insan beriman bukan semata
tanggung jawab pemerintah melalui sekolah.
Di samping pemerintah, keluarga dan masyarakat turut
bertanggung jawab untuk mewujudkan cita-cita luhur di atas. Melihat
realitas bahwa pendidikan agama di sekolah hanya 2 jam dalam satu
minggu, tumpuan selanjutnya adalah keluarga dan masyarakat. Hal
tersebut berarti bahwa pendidikan Madrasah Diniyah, kedudukannya
menjadi sangat sebagai penting sebagai penunjang sistem pendidikan
sekolah. Pentingnya tersebut terletak pada perannya dalam menutup
“celah kelemahan” dalam sistem pendidikan agama di sekolah.
e) Sebagai Pendidikan Alternatif (Khusus Agama)
-
Madrasah Diniyah memiliki peran dalam penanaman nilai-nilai
Islam lebih dini pada peserta didik, sehingga anak mampu membedakan
perilaku baik dan buruk yang berkembang dimasyarakat.Membentuk
kepribadian Islami dengan pondasi yang kuat melalui penanaman nilai-
nilai keimanan dan memberikan wawasan islami, sehingga mereka
mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari melalui ibadah
mahdhah maupun ghairu mahdhah.
3. Bentuk-Bentuk Madrasah Diniyah
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem
pendidikan nasional, jalur pendidikan dibagi menjadi 2 yaitu pendidikan
jalur sekolah dan luar sekolah. Madrasah diniyah dapat dikelompokan ke
dalam dua jalur tersebut, karena memang di masyarakat berkembang dua
bentuk madrasah diniyah, salah satunya memenuhi kriteria sebagai satuan
pendidikan jalur sekolah, yaitu berjenjang dan berkesinambungan dan
lainnya tidak memenuhi kriteria sebagai satuan pendidikan jalur sekolah,
karena tidak berjenjang atau berjenjang tetapi tidak berkesinambungan.
Dalam Depag RI, Madrasah Diniyah dapat dikelompokan menjadi
tiga tipe, yaitu:
a. Madrasah diniyah wajib, yaitu madrasah diniyah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari sekolah umum atau madrasah. Siswa sekolah umum
atau madrasah yang bersangkutan wajib menjadi siswa madrasah diniyah
. Kelulusan sekolah umum atau madrasah yang bersangkutan tergantung
juga pada kelulusan madrasah diniyah. Madrasah diniyah ini disebut juga
madrasah diniyah komplemen, karena sifatnya komplementatif terhadap
sekolah umum atau madrasah. b. Madrasah diniyah pelengkap, yaitu madrasah diniyah yang diikuti oleh
siswa sekolah umum atau madrasah sebagai upaya menambah atau
melengkapi pengetahuan agama dan bahasa arab yang sudah mereka
-
peroleh disekolah umum atau madrasah. Berbeda dengan madrasah
diniyah wajib, madrasah diniyah pelengkap ini tidak menjadi bagian dari
sekolah umum atau madrasah, tetapi berdiri sendiri. Hanya siswanya
berasal dari siswa sekolah umum atau madrasah. Madrasah diniyah ini
disebut juga madrasah diniyah suplemen karena sifatnya suplementatif
terhadap sekolah umum atau madrasah.
c. Madrasah diniyah murni yaitu madrasah diniyah yang siswanya hanya menempuh pendidikan di madrasah diniyah tersebut, tidak merangkap di
sekolah umum atau madrasah. Madrasah diniyah independen, karena
bebas dari siswa yang merangkap di sekolah umum atau madrasah
(Depag RI, 2003:49-50).
Kategorisasi yang dikemukakan di atas tidak berlaku secara mutlak,
karena kenyataannya, banyak Madrasah Diniyah yang siswanya campuran,
sebagian berasal dari sekolah umum atau madrasah dan sebagian lainnya
siswa murni yang tidak menempuh pendidikan baik di sekolah atau
madrasah.
Sedangkan menurut Departemen Agama RI (2001:11-13), bentuk
atau pola penyelenggaraan Madrasah Diniyah dibagi menjadi 5 pola,
sebagai berikut:
a) Pola Suplement
Madrasah Diniyah pola suplement adalah madrasah Diniyah
regular, yaitu Madin yang berfungsi membantu dan menyempurnakan
pencapaian tema sentral pendidikan agama pada sekolah-sekolah umum
terutama dalam hal praktek dan latihan ibadah serta membaca al-Qur‟an.
Madrasah tipe ini ada didasari terbatasnya waktu dan materi
pendidikan agama yang diberikan pada sekolah umum, sehingga dengan
pola madrasah ini diharapkan para siswa akan mendapat tambahan materi
keagamaan terlebih dalam usaha pembinaan dan pembentukkan
-
kepribadian muslim yang beriman, bertaqwa dan berakhlaqul karimah.
Madrasah diniyah tipe suplement ini termasuk di dalamnya Madrasah
Diniyah luar sekolah yang diselenggarakan 4 tahun untuk tingkat
Awwaliyah, 2 tahun untuk tingkat Wustho, dan 2 tahun untuk tingkat
„Ulya.
b) Pola Independen
Madrasah Diniyah pola independent adalah Madrasah
Diniyahyang berdiri sendiri di luar struktur. Madrasah pola ini sebagai
upaya untuk menambah dan meningkatkan pokok-pokok ajaran agama
Islam, biasanya diselenggarakan dalam waktu yang terbatas seperti
kursus agama, Islamic Study Club, dan pengajian Islam. Madrasah
Diniyah pola ini merupakan Madrasah Diniyah jalur sekolah dengan
jenjang pendidikan „Ula, Wustho, „Ulya.Pola independent yang artinya
berdiri sendiri adalah bukan merupakan suplement (pelengkap), tidak
pula berada di Pondok Pesantren dan tidak menyatu dengan sekolah jalur
formal (SD/SLTP/SMU).
c) Pola Komplemen
Madrasah Diniyah pola komplemen adalah madrasah diniyah
yang menyatu dengan sekolah regular, baik yang dikelola oleh
Depdiknas (SD, SMP, SMA) maupun yang dikelola oleh Departemen
Agama (MI, MTs, MA).
Madrasah pola ini berfungsi untuk mendalami materi-materi
agama yang dirasa kurang di sekolah-sekolah regular. Dengan masuknya
-
kurikulum Madrasah Diniyah di sekolah-sekolah tersebut, biasanya
mengimplikasikan perubahan nama sekolah sehingga kita mengenal SD
plus, SMP plus, dan seterusnya.
Pola Madrasah Diniyah Komplemen mengandung konsekuensi
penambahan alokasi waktu tertentu. Sekolah yang menyatu dengan
Madrasah Diniyah semacam ini biasanya mewajibkan siswanya
mengikuti kegiatan di Madrasah Diniyah dan pulang lebih sore dari
sekolah lain.
d) Pola Madrasah Diniyah Paket
Untuk pola Madrasah Diniyah Paket saat ini sedang banyak
menjamur di kota-kota besar. Orang-orang perkotaan yang haus akan
siraman rohani biasanya membentuk kelompok tersendiri dan biasanya
mengundang penceramah atau Da‟i yang dianggap kompeten dalam
masalah-masalah keagamaan. Pengelolaan Madrasah Diniyah model
independen biasanya tidak terikat jadwal atau tempat tertentu. Model
pembelajarannya bisa juga berpindah-pindah , bergiliran tergantung pada
situasi dan kondisi.
Madrasah diniyah model paket biasanya diselenggarakan untuk
menghabiskan paket materi keagamaan.Madrasah Diniyah ini biasanya
sistem pengajiannya (pembelajaran) tidak mengikuti sistem perjenjangan,
sehingga tidak mengenal tingkatan „Ula, Wustho, „Ulya.
e) Pola Madrasah Diniyah Di Pondok Pesantren
-
Madrasah Diniyah di Pondok Pesantren merupakan Madrasah
Diniyahyang terpadu dan terletak di lingkungan Pondok Pesantren.Model
ini paling banyak ditemui dan menjadi sarana utama kegiatan belajar
mengajar keagamaan di Pondok Pesantren.Lembaga pendidikan agama
menjadikan semakin lengkapnya sarana untuk meningkatkan dan
memperluas wawasan keagamaan.
Pondok pesantren memiliki keunikan yang membedakannya
dengan lembaga-lembaga pendidikan lain yang ada di Indonesia. Pondok
Pesantren merupakan suatu komunitas tersendiri yang agak terpisah dari
kehidupan sekitarnya, namun tidak berarti ia menjadi lingkungan yang
eksklusif dan mengucil. Keberadaannya yang demikian itu justru
menambah keunikan Pondok Pesantren, yaitu tetap diperhitungkan oleh
masyarakat sekitar, terutama dikaitkan dengan charisma pengasuh
Pondok Pesantren atau kyainya.Sehingga peranan sebagai lembaga
pendidikan dan keagamaan berkembang meliputi aspek kultural dan
sosial-ekonomi.
Dari pengelompokan tipe di atas, Madrasah Diniyah dalam
penelitian ini termasuk kedalam tipe Madrasah Diniyah
Pelengkap/Suplement, karena Madrasah ini berdiri sendiri atas inisiatif dari
kepala dan pengajar TPQ Uswatun Khasanah dengan beberapa tokoh
masyarakat yang diperuntukan bagi anak-anak baik yang berasal dari
sekolah umum atau madrasah. Madrasah Diniyah ini diharapkan mampu
memberikan tambahan materi keagamaan pada anak-anak, terlebih dalam
-
usaha pembinaan dan pembentukkan kepribadian muslim yang beriman,
bertaqwa dan berakhlaqul karimah pada diri anak di masa mendatang.
4. Jenjang Pendidikan Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah adalah salah satu lembaga pendidikan
keagamaan baik pada jalur sekolah (formal) maupun luar sekolah (non-
formal) yang diharapkan mampu secara terus menerus memberikan
pendidikan agama Islam pada anak didik yang belum terpenuhi secara
maksimal pada jalur sekolah, melalui sistem klasikal dengan menerapkan
jenjang pendidikan.
Pada tahun 1983 Menteri Agama mengeluarkan peraturan Nomor 3
tahun 1983 tentang kurikulum madrasah diniyah yang membagi Madrasah
Diniyah menjadi tiga tingkatan yaitu Awaliyah, Wustha, dan „Ulya.
Dalam Departemen Agama RI, jenjang pendidikan Madrasah
Diniyah, dinyatakan sebagai berikut:
a) Madrasah Diniyah Awaliyah („Ula)
Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA) adalah satuan pendidikan
keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama
Islam tingkat dasar dengan masa belajar 4 tahun, dan jumlah jam belajar
18 jam pelajaran seminggu.
b) Madrasah Diniyah Wustho
Madrasah Diniyah Wustho adalah (MDW) adalah satuan
Pendidikan keagamaan jalur luar sekolah yang menyelenggarakan
pendidikan agama Islam tingkat menengah pertama sebagai
-
pengembangan pengetahuan yang diperoleh pada Madrasah Diniyah
Awaliyah, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam belajar 18 jam
pelajaran seminggu.
c) Madrasah Diniyah „Ulya
Madrasah Diniyah „Ulya adalah satuan pendidikan keagamaan
jalur luar sekolah yang menyelenggarakan pendidikan agama Islam
tingkat menengah atas dengan melanjutkan dan mengembangkan
pendidikan agama Islam yang diperoleh pada jenjang pendidikan
Madrasah Diniyah Wustha, masa belajar 2 tahun dengan jumlah jam
belajar 18 jam pelajaran seminggu Departemen Agama RI (2000:7-11).
Tujuan ketiga jenjang Madrasah Diniyah tersebut tidaklah berbeda.
Yaitu untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar agama Islam
yang diperoleh pada jenjang Madrasah Diniyah sebelumnya, untuk
mengembangkan kehidupannya sebagai warga muslim yang beriman,
bertaqwa, dan beramal shaleh serta berakhlak mulia, percaya kepada diri
sendiri, membina warga belajar agar memiliki pengalaman, pengetahuan,
keterampilan beribadah, dan sikap terpuji yang berguna bagi pengembangan
pribadinya, membina warga belajar agar memiliki kemampuan untuk
melaksanakan tugas hidupnya dalam masyarakat dan beriman kepada Allah
guna mencapai kebahagian dunia dan akhirat kelak.
5. Tujuan Madrasah Diniyah
Tujuan awal didirikannya Pendidikan Diniyah pada masa
penjajahan dimaksudkan untuk memberikan pelajaran agama bagi anak-
-
anak Muslim yang buta dengan agamanya.Kemudian pada masa
kemerdekaan dimaksudkan pula agar anak-anak Muslim memiliki
pemahaman agama dan pengamalannya yang cukup bagi siswa yang belajar
disekolah umum.Selain itu, ada pula Pendidikan Diniyah yang
diselenggarakan di pesantren, juga dimaksudkan untuk mendalami ajaran
agama Islam serta mengamalkannya secara konsisten (Indri, 2005:214).
Menurut Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:198) Madrasah
Diniyah memiliki beberapa tujuan diantaranya:
a. Melayani warga belajar dapat tumbuh dan berkembang sedini mungkin
dan sepanjang hayatnya guna meningkatkan martabat dan mutu
kehidupanya.
b. Membina warga belajar agar memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap mental yang diperlukan untuk mengembangkan diri, bekerja
mencari nafkah atau melanjutkan ketingkat dan/atau jenjang yang lebih
tinggi.
c. Memenuhi kebutuhan belajar masyarakat yang tidak dapat dipenuhi
dalam jalur pendidikan sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 13 Tahun 1964
dinyatakan bahwa Madrasah Diniyah bertujuan untuk memberi tambahan
pengetahuan agama kepada pelajar-pelajar yang merasa kurang
menerima pelajaran agama di sekolah-sekolah umum, namun
kenyataannya madrasah diniyah yang berkembang dimasyarakat tidak
seluruhnya didirikan untuk tujuan tersebut. Banyak madrasah diniyah
-
yang didirikan semata-mata didirikan untuk melayani masyarakat yang
ingin memperdalam pengetahuan agama dan bahasa arab, bukan untuk
menambah pendidikan agama yang sudah diperoleh di sekolah umum.
Mereka benar-benar murni hanya menempuh pendidikan di madrasah
diniyah. Madrasah diniyah model ini pada umumnya berada di dalam
ataulingkungan pondok pesantren, walaupun ada juga yang berada di luar
pondok pesantren(Depag RI, 2003:24).
Pendidikan Diniyah yang didirikan di luar pesantren biasanya
siswanya berasal dari mereka yang berasal dari sekolah umum karena di
sekolah umum mereka belajar agama sangat minim sehingga untuk
meningkatkan pengetahuan agama serta pendidikan moral mereka belajar
di Diniyah.Sementara itu, Diniyah yang di pesantren umumnya mereka
belajar agama sembari belajar ilmu umum dan siswanya tinggal di
pesantren.
6. Potensi dan Kelemahan Madrasah Diniyah
Setiap Madrasah Diniyah tentunya memiliki potensi dan kelemahan
masing-masing.Potensi atau kelebihan Madrasah Diniyah tidaklah jauh
berbeda dengan pondok pesantren, karena kedua lembaga pendidikan
tersebut sama-sama lahir, tumbuh dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat, oleh masyarakat, dan dilatarbelakangi oleh kebutuhan
masyarakat.
Kekuatan yang dimiliki Madrasah Diniyah diantaranya adalah
kebebasannya memilih pola, pendekatan, bahkan sistem pembelajaran yang
-
dipergunakan, tanpa terikat dengan model-model tertentu. Biasannya pola
yang dipilih adalah pendekatan yang dianggap paling tepat untuk mencapai
tujuan atau keinginan masyarakat dalam menambah ilmu pengetahuan
agama dan bahasa arab. Pendekatan demikian dirasa sangat menguntungkan
karena sesuai dan lebih dekat dengan budaya dan lingkungan masyarakat
setempat(Departemen Agama RI, 2003: 24-25).
Potensi yang juga diharapkan dapat mendukung pengembangan
madrasah diniyah di masa-masa mendatang adalah dengan semakin
meningkatnya semangat keberagamaan masyarakat.Masyarakat sangatlah
memiliki peran penting dalam mendukung keberadaan Madrasah Diniyah
agar bisa tetap diakui keberadaannya sebagai lembaga pendidikan
keagamaan di tengah-tengah masyarakat.
Meskipun jumlah Diniyah dan siswannya dari tahun ke tahun
semakin meningkat, lembaga pendidikan keagamaan yang berbasis pada
masyarakat ini tidak dapat berkembang secara optimal. Pada umumnya,
lembaga pendidikan Islam ini berada di pedesaan atau daerah-daerah
terpencil dengan latar belakang kondisi ekonomi masyarakat yang rendah.
Hal ini di satu sisi menempatkan diniyah sebagai penyelamat bagi
masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya terhadap pendidikan agama,
tetapi di sisi lain berkembang dengan sumber daya pendidikan (SDM,
sarana prasarana, pembiayaan) yang sangat lemah, yang tidak saja
berdampak pada rendahnya kualitas hasil pendidikan, tetapi juga jaminan
kelangsungan hidupnya.
-
Dalam hal ini Departemen Agama RI (2003: 26-27) menyatakan
bahwa banyak diniyah yang saat didirikan cukup bagus perkembangannya,
akhirnya mati karena keterbatasan sumber daya pendidikan. Permalahan
pokok lain, walaupun diniyah merupakan lembaga pendidikan yang secara
historis merupakan bagian penting dalam usaha pencerdasan rakyat,
dirasakan perhatian negara dan pemerintah masih rendah. Hal ini tentu
kurang menguntungkan dalam pengembangan fungsinya sebagai bagian dari
upaya pembentukan watak dan kepribadian bangsa.
7. Aspek-Aspek Madrasah Diniyah
Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:192-199), menyebutkan ada
beberapa aspek yang masih memperkokoh eksistensi madrasah diniyah
adalah sebagai berikut:
a. Aspek kelembagaan
Madrasah diniyah memiliki variasi kelembagaan cukup banyak,
ada yang diselenggarakan oleh pesantren, masyarakat (ta‟mir masjid),
perorangan atau yayasan dan organisasi (sosial-keagamaan).Dalam
kategori sistem pendidikan nasional, Madrasah Diniyah ada yang
termasuk dalam pendidikan jalur formal dan jalur nonformal.
Secara umum lembaga madrasah diniyah menghadapi problem,
diantaranya:
1) Dari aspek penyelenggaraannya, banyak madrasah diniyah yang
kepemilikannya beragam (dibawah organisasi keagamaan, yayasan,
-
milik pribadi, dan pesantren). Hal ini menimbulkan permasalahan
terutama berkaitan dengan orientasi dan kepentingan.
2) Kuantitas madrasah diniyah yang tidak diimbangi dengan kualitas
SDM (pengelola maupun pengajar).
3) Hambatan psikologis, karena merasa sebagai pemilik atau pendiri
yang membina madrasah sejak awal, sebagai pengelola (tokoh agama,
organisasi keagamaan, dan yayasan) tidak mudah menerima
perubahan yang datang dari luar, termasuk dari pemerintah.
b. Aspek Manajemen
Pelaksanaan manajemen di Madrasah Diniyah secara umum
belum dapat dikatakan maksimal.Ada beberapa kendala yang membuat
manajemen di suatu madrasah tidak terkelola dengan baik.Ketidakjelasan
dalam pemisahan kepemimpinan dengan tenaga pendidik, adanya
tumpang tindih dalam menjalankan kewenangan, sehingga terkadang
tugas kepala sekolah merangkap pengelola keuangan dan lain-lain.
Mekanisme perekrutan tenaga pendidik dan kependidikan yang
tidak professional, sehingga pengelolaan lembaga dan pelaksanaan
pembelajaran menjadi carut marut, hal ini tentunya berimbas pada
kualitas pembelajaran di madrasah.
c. Tenaga Pengajar
Membincarakan persoalan insentif (bisyaroh) bagi guru madrasah
diniyah sampai saat ini masih belum dapat dikatakan “layak”.Karena
prinsip keikhlasan, terkadang membuat pengelola Madrasah Diniyah
-
tidak terlalu memikirkan gaji.Yang terpenting dari adanya guru di
Madrasah Diniyah adalah kemauan untuk mengajar siswa sesuai dengan
keilmuannya.Latar belakang pendidikan terkadang tidak menjadi
prioritas.
Pekerjaan guru Madrasah Diniyah sering disebut pekerjaan
sampingan atau dalam istilah jawa biasa disebut samben.Profesionalitas
bagi guru Madrasah Diniyah bukan menjadi hal yang utama.Sehingga
yang mengajar siswa di Madrasah Diniyah dapat dikatakan “siapa yang
mau dan sempat”.
d. Keadaan Siswa
Maraknya sekolah dengan konsep “terpadu”, yang memadukan
kurikulum mata pelajaran agama dengan kurikulum mata pelajaran
umum, dengan durasi waktu sampai jam 15.00, membuat keadaan siswa
di Madrasah Diniyah semakin berkurang.
e. Pendanaan
Pendanaan di Madrasah Diniyah umumnya langsung dikelola
oleh penyelenggara lembaga pendidikan.Dana tersebut setidaknya
berasal dari dari uang sekolah (SPP), biaya pendaftaran/ujian, donasi dari
dermawan atau masyarakat yang peduli dengan madrasah diniyah, serta
zakat, infak/sadaqah.
Penggunaan dan pengelolaan dana di Madrasah Diniyah untuk
operasional madrasah termasuk gaji guru dan karyawan. Adapun
-
pendanaan yang berkaitan dengan fasilitas dan sarana prasarana
terkadang tidak terfikirkan karana minimnya dana.
f. Sarana dan Prasarana
Fasilitas di Madrasah Diniyah, pada umumnya tidak seideal
keadaanya di sekolah (pagi).Keadaannya sederhana, yang terpenting
adalah adanya tempat atau ruang belajar, papan tulis dan tempat duduk,
sehingga pembelajaran tetap berjalan.
Departemen Agama RI (2001:57) dinyatakan bahwa sarana
pendidikan hendaknya tersedia dan cukup memadai guna menunjang
keberhasilan kegiatan pembelajaran. Sarana pendidikan ini meliputi: alat
pengajaran, alat peraga pendidikan, media pengajaran dan kelengkapan
Madrasah Diniyah lainnya seperti perpustakaan.
Prasarana pendidikan memegang peranan penting dalam
penyeenggaraan pendidikan di Madrasah Diniyah yang secara tidak
langsung juga mempengaruhi kegiatan pembelajaran. Prasarana
pendidikan meliputi kelas, tanah dan bangunan lain seperti kantor, dan
masjid sebagai sentral kegiatan Madrasah Diniyah. Agar proses
pendidikan berlangsung dengan baik, maka prasarana pendidikan
hendaknya memenuhi syarat (aman, nyaman, dan sehat).
g. Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakuriler adalah kegiatan di luar jam pelajaran dan
waktu-waktu yang telah ditentukan, yang dilakukan di dalam atau di luar
Madrasah dengan satu tujuan untuk memperluas wawasan dan
-
pengetahuan santri. Hal itu mengenai hubungan antara berbagai bidang
pengembangan/mata pelajaran, menyalurkan bakat dan minat.Kegiatan
ini dilaksanakan secara berkala dalam waktu-waktu tertentu (Departemen
Agama RI, 2001:57).
Kegiatan ekstrakurikuler di Madrasah Diniyah ini dalam
Departemen Agama RI (2001:57-59) hendaknya memperhatikan hal-hal
berikut:
(1) Materi kegiatan yang dapat memberi pengayaan bagi santri.
(2) Sajauh mungkin tidak terlalu membebani santri.
(3) Memanfaatkan potensi dan lingkungan.
(4) Memanfaatkan kegiatan keagamaan.
Kegiatan ekstrakurikuler ini diarahkan dalam rangka
pengembangan seluruh potensi yang dimiliki santri, seperti:
1. Bidang keagamaan
Pada bidang ini diharapkan santri dapat menambah wawasan
dan pengetahuan dalam kegiatan keagamaan seperti seni baca al-
Qur‟an, kaligrafi, tahfidz, qiro‟ah, dan lain-lain.
2. Bidang kesenian
Pada bidang ini diharapkan santri memiliki potensi yang luas
dalam kegiatan kesenian seperti seni hadrah, berjanji, rebana, gambus,
dan qasidah.
-
3. Bidang olahraga
Pada bidang ini diharapkan santri dapat memiliki keahlian
dalam upaya memasyarakatkan olahraga, disamping untuk kesehatan
jasmani secara langsung juga menyehatkan rohani dan keluasan
pandangan.
h. Kegiatan Evaluasi Pembelajaran
Setiap pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah, maka harus
dibarengi dengan adanya evaluasi belajar, sebagai tolok ukur
keberhasilan siswa dalam belajar.Meskipun madrasah diniyah
dikategorikan dalam pendidikan tradisional namun tetap saja
diberlakukan evaluasi dengan istilah imtihan.
Evaluasi atau penilaian adalah suatu usaha untuk mengumpulkan
berbagai informasi secara berkesinambungan dan menyeluruh, tentang
proses dan hasil belajar yang telah dicapai oleh santri melalui kegiatan
belajar mengajar yang ditetapkan sehingga dengan itu dapat dijadikan
dasar untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya (Departemen
Agama RI, 2001:62).
Penilaian hasil belajar di Madrasah Diniyah berfungsi antara lain:
1) Memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar memperbaiki
cara mengajar, mengadakan perbaikan bagi santri dalam hal cara
belajar dan penggunaan waktu belajar.
-
2) Menentukan hasil kemajuan belajar santri yag diperlukan untuk
laporan kepada orang tua, penentuan kenaikan kelas atau penentuan
lulus tidaknya santri.
3) Mengenal latar belakang psikologis, fisik, dan lingkungan santri
terutama yang mengalami kesulitan belajar. Fungsi ini sebagai dasar
untuk memecahkan masalah kesulitan belajar siswa serta dasar untuk
melakukan bimbingan yang sebaik-baiknya.
4) Terbukanya kemungkinan untuk dapat diketahuinya relevansi antara
program pendidikan yang telah dirumuskan dengan tujuan yang
hendak dicapai.
5) Terbukanya kemungkinan untuk dapat dilakukannya usaha perbaikan,
penyelesaian, penyesuaian dan penyempurnaan program pendidikan
yang dipandang lebih berdaya guna dan berhasil guna, sehingga tujuan
yang dicita-citakan akan dapat dicapai dengan hasil yang sebaik-
baiknya(Departemen Agama RI, 2001:62-63).
Bentuk evaluasi hasil belajar di Madrasah Diniyah di Pondok
Pesantren biasanya dilakukan melalui 3 tahap, yaitu ujian individual atau
ujian lisan, tahap ujian tulis, dan ujian praktek.
i. Kurikulum Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah adalah bagian terpadu dari sistem pendidikan
nasional yang diselenggarakan pada jalur pendidikan luar sekolah untuk
memenuhi hasrat masyarakat tentang pendidikan agama.Sepanjang
-
perjalanan sejarah madrasah diniyah mengalami dinamika, sehingga
terjadi pasang surut dalam perkembangannya.
Menurut Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:192-199), ada
beberapa kelemahan dalam penerapan kurikulum yang masih
diberlakukan di Madrasah Diniyah dan kurang sesuai, diantaranya:
(1) Belum ada kurikulum tertulis, artinya tidak ada panduan dalam
penerapan kurikulum. Tujuan pembelajaran hanya memberi bekal
kepada siswa dalam membaca al-Quran dan kitab kurning.
(2) Kurikulum hanya dipahami sebatas pada penggunaan buku ajar yang
dijadikan acuan belajar tidak adanya Standar Kompetensi maupun
Kompetensi Dasar. Tidak adanya target belajar tertentu dengan
berpedoman pada RPP.
(3) Ketersediaan SDM yang kurang kompeten, sehingga pembelajaran
bukan didasarkan pada kebutuhan siswa namun lebih didasarkan
pada kewajiban. Artinya adanya anggapan guru ketika sudah
mengajar maka akan gugur kewajibanya.
Sedangkan Kholiq (Jurnal at-Taqaddum, Vol. 5, Nopember 2013:
245-246) menjelaskan bahwa problem mendasar yang terkait dengan
kurikulum Madrasah Diniyah adalah:
1. Beragamnya kurikulum Madin menyebabkan tidak adanya
standarisasi yang jelas, sehingga kesulitan dalam quality control
madrasah.
-
2. Kurikulum Madin pada umumnya disusun tergantung kecenderungan
guru atau pendirinya. Kurikulum tidak disusun berdasarkan
kebutuhan dan karakter anak, sehingga sering terjadi kesenjangan
dalam kurikulum baik terjadi antar maple ataupun antara mata
pelajaran dengan kondisi siswa yang sebenarnya.
3. Kurikulum Madin biasanya kurang bisa mengadaptasi perkembangan
zaman, pada umumnya lebih mencerminkan menjaga tradisi daripada
menyesuaikan perkembangan zaman.
Departemen Agama RI (2000:14-18), dalam melaksanakan
Kurikulum Madrasah Diniyah, ada beberapa yang harus diperhatikan
yang memungkinkan pendidikan di Madrasah Diniyah benar-benar
efektif dan efisien. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai
berikut:
a) Fleksibilitas Program
Guru memperhatikan anak didik (kecerdasan, kemampuan,
pengetahuan yang telah dikuasai), metode-metode mengajar yang
akan digunakan harus sesuai dengan sifat bahan pengajaran dan
kematangan anak didik. Bahan pengajaran juga harus disesuaikan
dengan kemampuan anak didik. Hal demikian akan menimbulkan
motif dan minat anak untuk belajar sehingga tidak membosankan.
b) Berorientasi kepada tujuan
Sebelum menentukan waktu dan bahan pelajaran terlebih
dahulu di tetapkan tujuan-tujuan yang harus dicapai oleh murid dalam
-
mempelajari suatu mata pelajaran (bidang study).Atas dasar
pertimbangan di atas maka waktu yang tersedia di Madrasah Diniyah
harus benar-benar dimanfaatkan bagi pengembangan kepribadian anak
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai oleh pendidikan Madrasah
Diniyah.
c) Efektifitas dan Efisiensi
Tujuan utama menyelenggarakan Madrasah Diniyah adalah
untuk melengkapi dan menambah perolehan pendidikan agama Islam
yang didapat siswa di sekolah umum yang hanya 2 jam pelajaran
perminggu. Karena banyaknya bahan pelajaran serta padatnya
kegiatan yang menyita perhatian, energi dan waktu siswa, maka
penyelenggaraan proses belajar mengajar di Madrasah Diniyah harus
diupayakan efektif dan efisien.
Dalam menyusun jadwal pelajaran jangan terlalu kaku
berpegang kepada alokasi waktu dalam susunan program. Misalnya
bahan pengajaran yang dialokasikan sebanyak 18 jam pelajaran
perminggu dapat diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dengan
sistem paket atau pesantren kilat pada hari Ahad.
d) Kontinuitas
Bahan pengajaran disusun untuk setiap mata pelajaran harus
jelas hubungannya antara pokok bahasan yang diberikan kepada
semua tingkatan (Awaliyah, Wustha, „Ulya).Para pelaksana (terutama
-
guru) diharapkan dapat memahami hubungan antara mata pelajaran
yang diberikan pada setiap tingkat.
e) Pendidikan Seumur Hidup
Pendidikan itu untuk semua dan berlangsung seumur hidup.Ini
berarti bahwa setiap manusia Indonesia diharapkan untuk selalu
berkembang sepanjang hidupnya dan semua warga negara dapat
belajar terus.Masa sekolah bukan satu-satunya masa bagi setiap orang
harus belajar, melainkan sebagian dari waktu belajar yang
berlangsung seumur hidup. Proses yang demikian dikehendaki pula
oleh ajaran agama Islam dengan mewajibkan menuntut ilmu sejak dari
buaian sampai liang lahat, tanpa batas ruang dan waktu
Masyarakat Islam tentunya tidak ingin melihat keberadaan
Madrasah Diniyah sebagai sebuah lembaga yang keberadaannya hanya
sebagai pelengkap.Perlu pemikiran yang cukup brilian agar
keberadaannya tetap menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat,
sebagaimana awal kemunculannya di Indonesia, eksistensinya perlu
dijaga dan dikembangkan.
Menurut Nizah (Jurnal PPI, No. 1, April 2016:192-199) ada
beberapa langkah yang perlu dijadikan langkah taktis untuk
mempertahankan eksistensi Madrasah Diniyah, diantaranya:
1. Penyelenggaraan dan pembekalan bagi guru-guru madrasah diniyah
berkaitan tentang materi, metode dan strategi pembelajaran yang
disesuaikan dengan kompetensi dan karakteristik daerah.
-
2. Perlu adanya distribusi buku-buku pelajaran standar Madrasah
Diniyah untuk wilayah-wilayah yang tidak atau belum memiliki
kurikulum standar.
3. Penyelenggaraan pengawasan, pembinaan, dan pendampingan bagi
setiap Madrasah Diniyah di berbagai wilayah meliputi manajemen,
pembelajaran dan lain-lain.
4. Membangun kerjasama dengan pemerintahan-pemerintahan lokal,
terutama berkaitan dengan alokasi dana. Kerjasama dengan
pemerintah lokal diharapkan dapat membantu, minimal dalam hal
pendanaan dan pemenuhan sarana dan prasarana kegiatan
pembelajaran.
8. Dampak Kebijakan Full Day School Terhadap Madrasah Diniyah
Belum, lama ini telah muncul isu ditengah masyarakat terkait
dengan Full Day School yang dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 Pasal 2 tentang Hari Sekolah.Banyak
pihak yang angkat bicara terkait kebijakan yang dikeluarkan oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy terkait Full
Day School, yaitu kebijakan sekolah 8 jam sehari dengan 5 hari kerja dari
Senin sampai Jum‟at dengan alasan sebagai pendidikan karakter bagi anak.
Kebijakan Full Day School yang ramai diperbincangkan
masyarakat, tidak hanya terjadi pada saat ini. Pada tahun 1994 hal yang
sama juga pernah terjadi terkait kebijakan pemerintah terhadap rencana
sekolah lima hari yang menuai banyak kontroversi dari berbagai pihak, yang
-
dinilai akan berdampak terhadap keberadaan Madrasah Diniyah. Secara
garis besar, rencana sekolah lima hari dari jadwal uji coba sekolah, para
siswa harus masuk pukul 7.30 pagi dan keluar pukul 15.30 sore. Kalau
masuk pukul 08.00 pagi, para siswa baru bisa pulang (keluar) pukul 16.00
sore. Berarti mereka tidak bisa mengikuti Madrasah Diniyah yang umumnya
dimulai pukul 14.30 atau pukul 15.00 sore.
Di antara organisasi Islam dan tokoh-tokoh masyarakat yang
memberikan reaksi atas rencana diberlakukan sekolah lima hari pada waktu
itu (1994), adalah sebagai berikut:
a. DR. Quraish Shihab MA
Rencana sekolah lima hari, sebaiknya tidak ditujukan secara
nasional. Rencana itu harus dipelajari mendalam, sehingga dampaknya
tidak membuat masyarakat resah dan gelisah.Rencana itu mungkin dapat
diberlakukan di beberapa tempat, tapi tidak dapat dilaksanakan di seluruh
daerah.Karena rencana itu tidak mudah diterima masyarakat, apalagi
mereka sudah terbiasa belajar pada dua waktu.Pagi di sekolah umum dan
siang di Madrasah Diniyah atau Taman Pendidikan al-Qur‟an (TPQ).Saat
ini pendidikan agama merupakan kebutuhan nasional untuk
meningkatkan moral anak-anak dan generasi muda. Jika rencana sekolah
lima hari jadi dilaksanakan, justru akan mematikan pendidikan agama
yang kini tengah digiatkan oleh masyarakat, yaitu Madrasah Diniyah dan
TPQ yang berjalan pada siang dan sore hari. Harusnya pemerintah bijak
melihat soal itu, tidak perlu tergesa-gesa untuk melaksanakan suatu
-
program. Sebaiknya rencana itu dibatalkan saja atau paling tidak jangan
dilaksanakan dalam waktu dekat ini karena masyarakat kita belum siap
(Saridjo, 1994:139-140)
b. DRS. Lukman Harun, Tokoh Muhammadiyah
Rencana sekolah lima hari perlu dikaji ulang. Apa memang sudah
siap rencana itu dilaksanakan di Indonesia. Dengan sekolah lima hari,
berarti siswa mendapat dua hari libur. Bila ini terjadi, apa yang dilakukan
untuk mengisi dua hari libur tersebut. Jangan-jangan karena tidak ada
materi yang tepat untuk mengisi dua hari libur tersebut, kenakalan remaja
justru akan meningkat.
Persoalan kedua, bila rencana sekolah lima hari diterapkan, ribuan
Madrasah Diniyah yang biasanya berlangsung pada sore hari, akan
kehilangan murid dan boleh jadi akan berdampak tragis, bubar. Kalau
Madrasah Diniyah bubar lantas pendidikan agama di Indonesia akan
ditampung di mana?. Pada sekolah-sekolah umum?.Saya pikir itu tidak
mudah.Buktinya selama ini pendidikan agama hanya mendapat porsi
tidak lebih dari 2 jam. Kalaupun ditambah dengan satu jam, itupun tidak
akan memadai. Jangan lupa, kehadiran Madrasah Diniyah dan sekolah-
sekolah agama non formal seperti TPQ, bertujuan untuk menambah
kekurangan pendidikan agama bagi anak-anak di sekolah umum selama
ini.
-
c. KH. Nurudin Arrahman, SH, Sekretaris BASRA (Badan Silaturahmi
Ulama Pesantren se Madura)
Pemerintah perlu berpikir panjang untuk memberlakukan sekolah
lima hari untuk tingkat SD. Pendidikan agama yang diberikan kepada
murid-murid SD sekarang ini belum memadai. Karena itu, sebenarnya
yang menjadi kontributor terbesar penambahan kemampuan pendidikan
agama pada anak-anak di banyak tempat adalah Madrasah Diniyah
itu.Kita harus menyadari bahwa pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya, selain dibutuhkan kemampuan intelektual, juga harus
diimbangi penanaman nilai-nilai keagamaan. Pembangunan dengan
hanya mementingkan pembentukan intelektual semata jelas akan
menjomplangkan pembentukan manusia yang seutuhnya itu (Saridjo,
1999: 140-141).
Kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Muhadjir Effendi telah menimbulkan banyak pro kontra di
tengah masyarakat, terutama di kalangan Madrasah Diniyah dan Pondok
Pesantren sebagai bagian dari lembaga pendidikan keagamaan yang lahir
dan tumbuh dari masyarakat. Adanya kebijakan Full Day School tentunya
akan menimbulkan dampak positif maupun negative. Dampak positif
misalnya anak mendapatkan pengawasan penuh atas segala aktivitas yang
dilakukan dari sekolah selama orang tuanya bekerja, sedangkan dampak
negative yang ditimbulkan salah satunya akan mengurangi interaksi anak
-
dengan keluarga maupun masyarakat di lingkungan sekitar karena selama
sehari penuh anak berada di sekolah.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kebijakan Full Day School yang
akan dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, perlu dilakukan
adanya peninjauan ulang sehingga tidak ada pihak-pihak yang dirugikan
dari hal ini. Keberadaan Madrasah Diniyah yang lahir dan tumbuh di
masyarakat telah memperlihatkan peran penting dalam membantu
pendidikan agama maupun karakter bagi anak-anak. Di sisi yang lain ketika
hal tersebut diterapkan saat ini banyak pihak yang belum siap untuk
menerima kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan terkait Full Day School mengingat banyak hal yang masih
harus dipertimbangkan.
B. Pendidikan Agama Islam
1. Pengertian
Pendidikan Agama Islam merupakan kata majemuk yang terdiri dari
kata pendidikan, agama, dan Islam. Dalam Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia, pendidikan berasal dari kata didik, dengan diberi awalan “pe”
dan akhiran “an”, yang berarti proses pengubahan sikap dalam
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pendidikan
itu sendiri artinya proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007:263).
-
Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Nata (2010:28)
pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya
diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada anak-
anak atau orang yang sedang dididik.
Pendidikan adalah tindakan yang dilakukan secara sadar dengan
tujuan memelihara dan mengembangkan fitrah serta potensi (sumber daya)
insani menuju terbentuknya manusia seutuhnya atau insan kamil, yang
dilakukan secara bertahap serta berkesinambungan, seirama dengan
perkembangan anak didik.
Agama adalah ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan
(kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata
kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta
lingkungannya (Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, 2007: 12).
Dapat diketahui bahwa agama adalah suatu peraturan yang
bersumber dari Allah yang berfungsi untuk mengatur kehidupan manusia,
baik hubungan manusia dengan pencipta maupun manusia dengan
sesamanya untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat dengan
mengharap keridhaan dari-Nya.
Islam secara bahasa adalah berserah diri kepada Allah (An-Nahlawi,
1995:24). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian Islam adalah
agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad, berpedoman kepada kitab suci
al-Qur‟an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah (Tim Penyusun
Kamus Pusat Bahasa, 2007:444).
-
Menurut Ali (2008:49) Islam adalah kedamaian, keselamatan,
kesejahteraan, penyerahan diri, ketaatan, dan kepatuhan. Islam mengajarkan
kedamaian antar sesama individu yang akan mengantarkan manusia pada
kesejahteraan dan keselamatan.
Pengertian Islam yang demikian sesuai dengan tujuan ajaran Islam
yaitu untuk mendorong manusia patuh dan tunduk kepada Tuhan, sehingga
terwujud keselamatan, kedamaian, aman, dan sentosa.Serta sejalan pula
dengan ajaran Islam yaitu menciptakan kedamaian di muka bumi dengan
mengajak manusia untuk patuh dan tunduk kepada Tuhan (Nata, 2010:32).
Dari penjabaran di atas Daradjat (2011:86) mengartikan bahwa
Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran
agama Islam, yaitu berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar
nantinya setelah selesai dari pendidikan ia dapat memahami, menghayati,
dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara
menyeluruh, serta menjadikan ajaran agama Islam itu sebagai suatu
pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia
maupun di akhirat kelak.
Menurut Tayar Yusuf (dalam Majid, 2012:12) mengartikan
Pendidikan Agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk
mengalihkan pengalaman, pengeahuan, kecakapan, dan keterampilan
kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia muslim, bertakwa
kepada