skripsi nur eliana binti ruslin 130100347

54
SKRIPSI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI PEDICULOSIS CAPITIS DENGAN PROPORSI TERJADINYA PEDICULOSIS CAPITIS DI PANTI ASUHAN PEMBANGUN DIDIKAN ISLAM INDONESIA, MEDAN Oleh : NUR ELIANA BINTI RUSLIN NIM: 130100347 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2017

Upload: others

Post on 02-Oct-2021

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI PEDICULOSIS CAPITIS DENGAN PROPORSI TERJADINYA PEDICULOSIS CAPITIS DI PANTI ASUHAN PEMBANGUN

DIDIKAN ISLAM INDONESIA, MEDAN

Oleh :

NUR ELIANA BINTI RUSLIN NIM: 130100347

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2017

Page 2: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

SKRIPSI

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN MENGENAI PEDICULOSIS CAPITIS DENGAN PROPORSI TERJADINYA PEDICULOSIS CAPITIS DI PANTI ASUHAN PEMBANGUN

DIDIKAN ISLAM INDONESIA, MEDAN

Diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh :

NUR ELIANA BINTI RUSLIN NIM: 130100347

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

Page 3: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

i

Page 4: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

ABSTRAK

Pendahuluan : Pediculosis capitis adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus capitis. Prevalensi dan insidensi Pediculosis capitis di seluruh dunia cukup tinggi. Diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap tahunnya dan paling sering terjadi pada anak-anak. Metode : Penelitian ini adalah dengan inspeksi langsung dan juga menggunakan kuesioner untuk melihat tingkat pengetahuan anak panti asuhan tentang Pediculosis capitis. Sampel menjawab kuesioner di bawah pengawasan peneliti. Sekiranya ada pertanyaan atau ada perkara yang tidak di fahami berkaitan kuesioner maka akan diterangkan oleh peneliti. Anak panti asuhan tidak dibenarkan meniru atau berbincang semasa menjawab kuesioner. Hasil : Terdapat 52 orang responden yang mengikuti penelitian ini. Daripada total tersebut, dijumpai 41 orang responden dengan tingkat pengetahuan baik, dan 11 orang responden mempunyai tingkat pengetahuan sedang mengenai Pediculosis capitis. Setelah dianalisis menggunakan metode chi-square ditemukan bahawa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan dan juga proporsi kejadian Pediculosis capitis di panti asuhan Yayasan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan (p=0.735). Kesimpulan : Dari penelitian yang dijalankan, tingkat pengetahuan anak panti asuhan Yayasan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan mengenai Pediculosis capitis adalah baik dan dapat disimpulkan bahawa tingkat pengetahuan bukanlah suatu faktor utama bagi infestasi Pediculus humanus capitis. Kata Kunci : Pediculosis capitis, Pediculus humanus capitis, Panti Asuhan, Proporsi, Tingkat Pengetahuan.

ii

Page 5: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

ABSTRACT Pendahuluan : Pediculosis capitis is an infestation of head flea cause by Pediculus humanus capitis. Prevalence and incidence of Pediculosis capitis is very high around the world. It is estimated hundreds of thousands people are infected every year and it mostly occur to children. Metode : This study is done to inspect directly and questionnaire is given out to observe the level of knowledge the children at child care centre about Pediculosis capitis. All responden answers the questionnaire under the supervision. If there is any misunderstanding, it will be explain by the examiner. The children is not allowed to discuss or cheat while answering the questionnaire. Hasil : There are 52 respondens that answered the questionnaire. It is found that 41 respondens have good knowledge, and 11 respondens average knowledge about Pediculosis capitis. After analyzing using the chi-square method, there are no significant relationship between the level of knowledge and the incidence of Pediculosis capitis at Yayasan Pembangun Didikan Islam Child Care Indonesia, Medan (p=0.735). Kesimpulan : From this study, the level of knowledge about Pediculosis capitis at Yayasan Pembangun Didikan Islam Child Care Indonesia, Medan is good and can be concluded that the level of knowledge is not a main factor to the incidence of infestation of Pediculus humanus capitis. Kata Kunci : Pediculosis capitis, Pediculus humanus capitis, Chidcare Centre, Incidence, Level of knowledge.

iii

Page 6: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena

ataskarunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian karya tulis ilmiah ini

denganjudul ‘Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pediculosis Capitis

Dengan Proporsi Terjadinya Pediculosis Capitis di Panti Asuhan Pembangun

Didikan Islam Indonesia, Medan’.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih

danpenghargaan setinggi-tingginya kepada dr. DewiMasyithah Darlan, DAP&E,

MPH, Sp. Par(K), selaku dosenpembimbing I danjugakepada dr. Bobby Ramses

S, M.Ked (Oph), Sp. M selakudosenpembimbing II yang telah banyak

memberikan bimbingan, masukan dan pengarahandalam menyelesaikan karya

tulis ilmiah ini. Dalam proses penulisan karya tulisilmiah ini juga, penulis telah

mendapat dukungan, saran dan bantuan dari banyakpihak. Oleh karena itu, penulis

ingin menyampaikan ucapan terima kasih danpenghargaan yang ikhlas kepada:

1. Kedua orang tua penulis yang tercinta, En. Ruslin Bin AbdKarim dan Pn.

RosnahBintiMohd. Deris yang telah banyak memberikan dukungan dan

doasertakemudahan yang diperlukan selama menyiapkan karya tulis ilmah

ini.

2. Dr. dr. Aldy S Rambe, Sp. S, selaku dekan FakultasKedokteran

Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh dosen pengajar dan staf akademik Program Kedokteran

FakultasKedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah banyak

memberikanilmu dan bantuan selama penulis menuntut ilmu di FK USU.

4. Teman-teman seperjuangan penulis yang telah banyak

memberikanbantuan dan dukungan dalam menyiapkan penulisan karya

tulis ilmiah ini.

5. Semua pihak yang terlibat secara langsung atau tidak langsung

selamaproses penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini.

iv

Page 7: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Akhir kata, penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh

darikesempurnaan. Maka dengan rendah hati, penulis menerima kritikan dan

sarandari berbagai pihak. Penulis juga berharap semoga penelitian ini

dapatmemberikan manfaat dan makna tersendiri bagi pembaca.

Medan, 8 Disember 2016

NurElianaBintiRuslin

NIM : 130100347

v

Page 8: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

DAFTAR ISI

Halaman Halaman Persetujuan .…………………………………………………….. iii Abstrak...................................................................................................... iv Kata Pengantar……………………......…………………........................... vi Daftar Isi………………………………..………………………..................viii DaftarTabel………………………………………………………………… xDaftarGambar……………………………………………………………... xi BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. LatarBelakang ............................................................................ 1 1.2. RumusanMasalah ....................................................................... 2 1.3. TujuanPenelitian ......................................................................... 2 1.4. ManfaatPenelitian ....................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pediculosiscapitis ..................................................................... 4 2.1.1 EtiologiPediculosiscapitis ............................................... 4 2.1.2 Pediculushumanuscapitis ................................................ 4 2.1.3 EpidemiologiPediculosiscapitis ....................................... 7 2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhiPediculosiscapitis….. 7 2.1.5 GejalaKlinisPediculosiscapitis………………………… 9 2.1.6 Diagnosa Banding Pediculosiscapitis………………….. 10 2.1.7 Diagnosis Pediculosiscapitis……………………………. 10 2.1.8 PenatalaksanaanPediculosiscapitis…………………….. 11 2.1.9 PencegahanPediculosiscapitis………………………….. 18

BAB 3 KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1KerangkaTeoriPenelitian …………………………………….. 19 3.2 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………… 19 3.3HipotesisPenelitian ……………………………………………. 20 BAB 4 METODE PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL…

4.1JenisPenelitian .............................................................................21 4.2WaktudanLokasi Penelitian ......................................................... 21 4.3 PopulasidanSampelPenelitian .................................................... 21 4.4Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 22 4.5UjiValiditasdanReliabilitas …………………………………..23 4.6PengolahandanAnalisa Data ………………………………… 23 4.7VariabelPenelitian……………………………..…………….... 24 4.8DefinisiOperasional……………………………………………. 24

vi

Page 9: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 HasilPenelitian

5.1.1 DeskripsiLokasiPenelitian…………………………………………………. 26 5.1.2 DeskripsiKarakteristikResponden…………………………………….. 26 5.1.3 HasilAnalisis Data………………………………………………………………. 29

5.2 Pembahasan…………………………………………………… 30 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……………………………………………………. 31 6.2 Saran…………………………………………………………… 31 DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 32 LAMPIRAN………………………………………………………………….. 34

vii

Page 10: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Diagnosa banding dariPediculosiscapitis…………… 10

Tabel 2.2 Topical drugs for head lice …………………………… 16

Tabel 5.1 DeskripsiKarakteristikResponden

BerdasarkanJenisKelamin…………………………… 26

Tabel 5.2 DeskripsiKarakteristikResponden

BerdasarkanUmur…………………………………….. 27

Tabel 5.3 DeskripsiKarakteristikResponden

BerdasarkanPenemuanKutuKepala…………………. 27

Tabel 5.4 DeskripsiKarakteristikResponden

Berdasarkan Tingkat Pengetahuan……………………. 28

Tabel 5.5 TabelSilangHubungan Tingkat Pengetahuan

DenganKejadianPediculosiscapitis…………………... 29

viii

Page 11: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar2.1 Siklushidupkutukepala …………………………………. 5

Gambar 2.2 Telurkutu yang belummenetas …………………………. 6

Gambar2.3 Telurkutu yang sudahmenetas …………………… ……. 6

Gambar2.4 Pediculushumanuscapitis……………………………….. 6

Gambar2.5 Parental education for the management of head lice…….. 17

Gambar3.1 KerangkaTeori……………. ……………………………… 19

Gambar 3.2 Kerangkakonsep …………………………………………. 20

ix

Page 12: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pediculosis capitis adalah infestasi kutu kepala yang disebabkan oleh

Pediculus Humanus capitis. Prevalensi dan insidensi Pediculosis capitis di

seluruh dunia cukup tinggi, Diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap

tahunnya dan paling sering terjadi pada anak-anak. Di Amerika Syarikat sekitar

6-12 juta kasus anak-anak yang berusia 3-12 tahun mengalami Pediculosis capitis

setiap tahunnya. Hopper pada tahun 1971 melaporkan terjadinya epidemik

Pediculosis capitis di Kanada dengan jumlah kasus 11.5% dari 14.500 murid dan

angka kejadian di Indonesia sendiri tidak ditemukan penelitian mengenai

prevalensi anak Indonesia yang terinfeksi Pediculosis capitis.

Terdapat beberapa faktor yang dapat membantu penyebaran Pediculosis

capitis antara lain umur, jenis kelamin, ras, faktor sosial-ekonomi, tingkat

pengetahuan, hygiene perorangan, Kepadatan tempat tinggal (misalnya di asrama,

panti asuhan, sekolah dasar),contohnya, melalui kontak langsung dengan

penderita lain maupun secara tidak langsung dengan alat-alat yang digunakan

seperti sisir, topi, handuk, tempat tidur dan lainnya serta Pediculosis capitis juga

dapat terjadi akibat dari karakteristik individu (panjang rambut, dan tipe rambut),

contohnya, Pediculosis capitis dikatakan jarang terjadi pada orang Amerika yang

berkulit hitam, Kemungkinan dikarenakan ciri khas bentuk rambut mereka yang

berbentuk oval atau melingkar sehingga sulit dijangkau.(1,2,3)

Walaupun Pediculosis capitis ini bukanlah masalah kesehatan yang kronis

tetapi akibat dari infestasi Pediculosis capitis yang tidak diobati dapat

menimbulkan berbagai dampak pada penderitanya, antara lain berkurangnya

kualitas tidur anak pada malam hari akibat rasa gatal, masalah akademik karena

tidak dapat fokus semasa sesi pembelajaran berlangsung, stigma sosial, diejek

oleh teman, rasa malu dan rendah diri.(1,4,5)

x

Page 13: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Sebagian asrama atau panti asuhan di Indonesia masih belum mendapat

perhatian yang baik dari pihak pemilik, pengurus, maupun pemerintah baik dari

segi kebersihan, perilaku, maupun kepedulian terhadap kesehatan. Ada beberapa

budaya tradisional bahwa mereka harus saling bertukar makanan,tempat tidur, dan

ilmu. Kondisi seperti ini sangat menunjang kelangsungan daur hidup dari kutu

kepala ini.

1.2 Rumusan Masalah

Sejauh mana tingkat pengetahuan anak panti asuhan Pembangun Didikan

Islam Indonesia, Medan dengan proporsi terjadinya Pediculosis Capitis di

panti asuhan tersebut.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan anak panti asuhan Pembangun

Didikan Islam Indonesia, Medan dengan proporsi terjadinya Pediculosis

capitis di panti asuhan tersebut.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui proporsi kejadian Pediculosis capitis pada anak panti

asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan.

2. Mengetahui tingkat pengetahuan anak panti asuhan Pembangun

Didikan Islam Indonesia, Medan mengenai Pediculosis capitis.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Dapat menambah pengetahuan penulis tentang tingkat pengetahuan

mengenai Pediculosis capitis mempengaruhi angka kejadian terjadinya

Pediculosis capitis di panti asuhan Pembangun Didikan Islam

Indonesia, Medan.

2

Page 14: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

2. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin meneruskan

penelitian terhadap Pediculosis capitis.

3. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya

pengetahuan mengenai Pediculosis capitis.

3

Page 15: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pediculosis capitis

2.1.1 Etiologi

Penyebab Pediculosis capitis adalah Pediculus humanus capitis yaitu

suatu ektoparasit spesifik yang hidup di kepala manusia dan memperoleh sumber

makanan dari darah yang dihisapnya 4-5 kali sehari atau sekitar setiap 4-6 jam.

Rentang hidup kutu sekitar 30 hari dan dapat bertahan hidup di lingkungan bebas

sekitar 3 hari, sedangkan telurnya dapat bertahan hidup di lingkungan bebas

sekitar 10 hari. Kutu kepala tersebut tidak dapat melompat atau terbang, tetapi

kutu tersebut akan merayap untuk berpindah dengan kecepatan sekitar 23 cm per

menitnya. Walaupun pada seluruh bagian kepala dapat sebagai tempat kolonisasi,

kutu kepala lebih menyukai pada daerah tengkuk dan belakang telinga.(1,4)

2.1.2 Pediculus humanus capitis

Pediculus humanus capitis merupakan suatu arthropoda dari kelas

serangga yang termasuk pada kelompok pterigotes dari ordo Anoplura. Terdapat 2

jenis kelamin dari kutu kepala tersebut yaitu kutu jantan dan kutu betina. Kutu

betina dibedakan dengan kutu jantan berdasarkan ukuran tubuh yang lebih besar

dan adanya penonjolan daerah posterior yang membentuk huruf V yang

digunakan untuk menjepit sekeliling batang rambut ketika bertelur. Kutu jantan

memiliki pita berwarna coklat gelap yang terbentang di punggungnya.(4)

Siklus hidup Pediculus humanus capitis terdiri dari stadium telur (nits),

nimfa dan dewasa. Setelah perkahwinan, kutu betina dewasa akan menghasilkan

150 telur dalam waktu 30 hari. Telur kutu berbentuk oval dan umumnya berwarna

putih. Telur diletakkan oleh betina dewasa pada pangkal rambut (sekitar 1 cm dari

permukaan kulit kepala ) dan bergerak kearah distal sesuai dengan pertumbuhan

rambut. Telur kutu ini akan menetas selepas 7-10 hari, dengan meninggalkan kulit

atau selubungnya pada rambut, selubung berwarna putih dan kolaps. Selubung

telur tersebut dapat tetap melekat pada rambut selama 6 bulan. Sedangkan telur

4

Page 16: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

kutu yang belum menetas tampak berwarna hitam, bulat dan translusen. Hal ini

merupakan cara terbaik untuk membedakan dan memeriksa keberadaan

operkulumnya yang mengindikasikan bahwa telur kutu tersebut belum menetas

atau sudah menetas. Berdasarkan penelitian Buxton (1946) dikatakan bahwa

keadaan kering akibat pemanasan dapat mengurangi jumlah cairan amniotic pada

telur kutu, sehingga menyulitkan untuk menetas, oleh karena itu dapat dijelaskan

mengapa pemanasan dapat menyebabkan telur kutu menjadi hancur.(6)

Telur yang menetas akan menjadi nimfa. Bentuknya menyerupai kutu

dewasa, namun dalam ukuran kecil. Nimfa akan menjadi dewasa dalam waktu 9-

12 hari setelah menetas. Untuk hidup, nimfa memerlukan makanan berupa darah.

Kutu dewasa mempunyai 2 mata dan 3 pasang kaki, berwarna abu-abu dan

menjadi kemerahan jika telah menghisap darah. Kutu kepala tidak bersayap,

memipih di bagian dorsoventral dan memanjang. Kutu dewasa dapat merayap

untuk berpindah dengan kecepatan sekitar 23 cm per menitnya. Rentang hidupnya

sekitar 30 hari dan dapat bertahan hidup di lingkungan bebas sekitar 3 hari.(1,2,3,4,7)

Siklus hidup dan morfologi kutu serta telur kutu kepala dapat dilihat pada gambar

2.1, 2.2, 2.3, dan gambar 2.4.

Gambar 2.1. Life cycle of Pediculosis capitis.(4)

5

Page 17: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Gambar 2.2. Telur kutu yang belum menetas.(4)

Gambar 2.3. Telur kutu yang sudah menetas.(4)

Gambar 2.4. Pediculus humanus capitis.(4)

6

Page 18: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

2.1.3 Epidemiologi

Jumlah kasus Pediculosis capitis meningkat di seluruh dunia sejak

pertengahan tahun 1960 an, diperkirakan ratusan juta orang terinfeksi setiap

tahunnya. Di beberapa Negara seperti Amerika Utara dan Selatan, Eropah, Asia

dan Australia dilaporkan terjadi peningkatan infestasi kutu kepala setiap tahunnya.

Di Amerika Syarikat, sekitar 6-12 juta orang terinfestasi dengan Pediculosis

capitis setiap tahunnya dan diperkirakan dihabiskan sekitar 100 juta dolar untuk

pengobatannya.(8) Prevalensi Pediculosis capitis pada anak sekolah di Negara

maju seperti Belgia adalah sebesar 8,9% sedangkan di negara berkembang

prevalensi Pediculosis capitis pada anak sekolah sebesar 16,59% di India, 58,9%

di Alexandria, Mesir, hingga 81,9% di Argentina. (9) Insiden rata-rata anak usia

sekolah yang terkena Pediculosis capitis di Malaysia pada tahun 1994 adalah

9,3%. (10) Sedangkan peneliti belum menemukan data mengenai prevalensi seluruh

anak usia sekolah yang terinfestasi kutu kepala di Indonesia, namun berdasarkan

hasil survey prevalensi kutu kepala pada murid kelas IV,V dan VI di SD Negeri di

Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, terdapat 51,92% murid yang terinfestasi

kutu kepala.(11)

Walaupun penyakit ini dapat menyerang siapa saja, dikatakan anak

perempuan dua kali lebih besar bisa terinfeksi kutu kepala dibandingkan laki-laki

dikarenakan kebiasaan perempuan mempunyai rambut yang lebih panjang dan

sering berteman akrab serta suka berbagi aksesoris rambut.

Terdapat berbagai faktor yang dapat membantu penyebaran Pediculosis

capitis antara lain faktor umur, jenis kelamin, ras, faktor sosial-ekonomi, tingkat

pengetahuan, hygiene perorangan, kepadatan tempat tinggal,contohnya, melalui

kontak langsung dengan penderita lain maupun secara tidak langsung dengan alat-

alat yang digunakan seperti sisir, topi, handuk, tempat tidur dan lainnya serta Pe

diculosis capitis juga dapat terjadi akibat dari karakteristik individu. (1,2,3)

2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pediculosis capitis

Terdapat berbagai faktor yang diduga berperan serta dapat mempengaruhi

terjadinya Pediculosis capitis, antara lain :

7

Page 19: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

1. Usia

Anak-anak lebih sering terkena penyakit Pediculosis capitis, terutama

kelompok umur 3-11 tahun.

2. Jenis kelamin

Menurut beberapa penelitian, anak perempuan lebih sering terkena

Pediculosis capitis karena rambut anak perempuan lebih panjang dan

sering menggunakan aksesoris rambut serta sisir.

3. Menggunakan tempat tidur atau bantal bersama.

Kutu kepala dapat bertahan hidup diluar kulit kepala selama 1-2 hari,

sedangkan telurnya dapat bertahan hidup sampai seminggu. Apabila

seseorang terinfestasi Pediculosis capitis meletakkan kepala di suatu

tempat, maka kemungkinan besar ada kutu kepala dewasa serta telur

kutu yang terjatuh.

4. Menggunakan sisir/aksesoris rambut bersama

Menggunakan sisir akan membuat telur bahkan kutu dewasa

menempel pada sisir tersebut. Apabila seseorang menggunakan sisir

yang sama maka kutu kepala nya akan menular, begitu juga dengan

aksesoris rambut.

5. Panjang rambut

Orang yang memiliki rambut panjang lebih sering terkena infestasi

Pediculosis capitis, hal ini disebabkan lebih sulit mencuci rambut dan

kulit kepala pada orang yang berambut panjang dibandingkan dengan

rambut pendek.

6. Frekuensi cuci rambut

Seringnya mencuci rambut berhubungan dengan tingkat kebersihan

rambut dan kulit kepala. Di Amerika Syarikat dimana mencuci kepala

adalah kebiasaan rutin sehari-hari, orang yang terinfestasi kutu kepala

lebih sedikit dibandingkan dengan daerah dan Negara yang

masyarakatnya jarang mencuci rambut.

8

Page 20: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

7. Ekonomi

Tingkat sosial ekonomi yang rendah merupakan resiko yang signifikan

dengan adanya infestasi Pediculosis capitis, selain itu juga karena

ketidak mampuan untuk mengobati infestasi secara efektif.

8. Bentuk rambut

Kutu betina dewasa sulit untuk meletakkan telur di rambut yang

keriting, maka dari itu, orang Afrika atau Negro Afrika jarang yang

terinfestasi Pediculosis capitis.

2.1.5 Gejala Klinis

Gejala khas yang sering timbul akibat infestasi kutu kepala berupa rasa

gatal di sekitar kulit kepala. Hal ini disebabkan oleh karena sensitisasi dari saliva

kutu dan garukan menyebabkan terjadinya ekskoriasi dan krusta pada kulit kepala

akibat garukan dan memudahkan terjadinya infeksi sekunder. Bila infeksi

sekunder berat, rambut akan bergumpal yang disebabkan oleh banyaknya pus dan

krusta dan dapat pula terjadi pembesaran kelenjar getah bening regional. Pada

keadaan tersebut kepala akan berbau busuk.

Pada pasien yang terinfestasi berat dan juga pada pasien yang tidak

diobati, rambutnya bisa kusut karena eksudat, cenderung menyebabkan kawasan

yang terdedah terinfeksi jamur. Ini menyebabkan kepala berbau busuk dan kutu

rambut yang tidak terkira boleh menyebabkan rambut kusut.

Gigitan baru boleh mengaktifkan kembali bekas gigitan yang telah

sembuh. Penyebab yang tersering dari reaksi gigitan adalah respon inflamasi dari

air liur kutu yang disuntikkan ataupun reaksi antikoagulan. Pada infestasi kutu

kepala yang pertama, pruritus tidak akan terlihat dalam waktu 1 hingga 2 bulan

karena memerlukan waktu untuk terjadinya reaksi sensitivitas. Jadi, pada waktu

pasien datang dengan asimptomatik, pasien mungkin sudah terinfestasi dalam

waktu kurang lebih 1 bulan. (1)

Penderita Pediculosis capitis terutama yang berada di kawasan pedalaman

kadang-kadang sudah merasa keadaan tersebut wajar-wajar saja tetapi ada kalanya

pula, Pediculosis capitis menyebabkan berbagai dampak pada penderitanya,

9

Page 21: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

antara lain berkurangnya kualitas tidur anak pada malam hari akibat rasa gatal,

masalah akademik karena tidak dapat fokus semasa sesi pembelajaran

berlangsung, stigma sosial, diejek oleh teman, rasa malu dan rendah diri. (1,4,5)

2.1.6 Diagnosa Banding

Antara diagnosa banding dari Pediculosis capitis adalah hair cast, piedra

hitam dan putih, yang disebabkan oleh Piedraia hortae dan Trichosporon beigelii.

Selain itu, Pediculosis capitis juga dapat di diagnosa banding dengan trikodistropi

seperti moniletriks dan trikorheksis nodosa, masalah kulit kepala seperti psoriasis

dan eczema, debris pada rambut oleh karena ketombe atau dermatitis seboroik dan

yang terakhir adalah Psocids (booklice). (1,2,4)

No. Diagnosis

1. Inner root sheath remnants (hair casts)

2. Black piedra

3. White piedra

4. Trichodystrophies (monilethrix and trichorrhexis nodosa)

5. Psoriasis

6. Hair spray debris

7. Seborrheic dermatitis

8. Psocids (book lice)

Tabel 2.1 Diagnosa banding dari Pediculosis capitis.(1)

2.1.7 Diagnosis

Pemeriksaan gold standard untuk menegakkan diagnosis Pediculosis

capitis adalah dengan cara mengidentifikasi kutu dan telur kutu yang terlihat di

kepala dan dapat dibantu dengan menggunakan kaca pembesar dan sisir kutu.

Oleh karena kutu kepala menghindari cahaya dan bergerak cepat, pemeriksaan

visual tanpa menggunakan sisir kutu adalah sulit. Dengan menggunakan sisir kutu

dapat meningkatkan peluang untuk menemukan kutu kepala yang masih hidup.

10

Page 22: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Diagnosis bagi infestasi kutu kepala menggunakan sisir kutu adalah lebih baik dan

lebih efisien berbanding pemeriksaan visual langsung.

Telur kutu lebih mudah untuk diperhatikan, terutama di bagian belakang

leher atau di belakang telinga. Jika hanya ditemukan telur kutu maka ini tidak

menunjukkan suatu infestasi yang aktif. Walaubagaimanapun, jika telur kutu

ditemukan kira-kira 0.7 cm dari permukaan kulit kepala, ini dapat diindikasikan

sebagai suatu infestasi yang aktif.

Pemeriksaan menggunakan lampu Wood’s akan menunjukkan fluoresen

kuning-kehijauan dari kutu kepala dan telurnya. Pemeriksaan Dermoskopi juga

boleh digunakan untuk mendiagnosa Pediculosis capitis.

Telur kutu yang telah mati akan melekat pada batang rambut selama

sekitar 6 bulan. Rambut manusia tumbuh dengan kecepatan kira-kira 1cm/bulan.

Selama pertumbuhan rambut, sarung telur kutu makin menjauh dari kulit kepala.

Selepas 2 hingga 3 bulan, sarung telur kutu ini semakin jelas kelihatan terutama

pada rambut yang berwarna gelap. Gambaran sarung telur kutu setelah beberapa

bulan akan membawa kepada diagnosa palsu terhadap infestasi aktif karna

kebanyakan orang tidak bisa membedakan telur kutu yang masih aktif dengan

telur kutu yang sudah menetas. Jadi pentingnya untuk mengidentifikasi kutu

dewasa yang masih aktif, nimfa, ataupun telur kutu yang masih hidup untuk

menegakkan diagnosis yang tepat. (1,2,4,7)

2.1.8 Penatalaksanaan

Metode pengobatan akhir-akhir ini telah berubah, dan sekarang bisa

diterapkan strategi yang mencakup metode fisik maupun kimiawi. Pengendalian

secara kimiawi, yaitu penggunaan insektisida atau pedikulosida, telah secara luas

dipakai di seluruh dunia. Insektisida mudah dan nyaman digunakan serta hasilnya

sangat efektif. Akan tetapi, telah disadari adanya efek samping yang potensial dan

banyak juga ditemukan terjadinya resistensi kutu kepala terhadap beberapa

insektisida. Metode fisik yang dapat digunakan adalah mencukur rambut untuk

mencegah infestasi dan membantu agar obat topical bekerja lebih baik. Bisa juga

mengunakan sisir kutu.

11

Page 23: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Tujuan pengobatan adalah memusnahkan semua kutu dan telur serta

mengobati infeksi sekunder. Terapi pilihan berdasarkan pada keberhasilan,

potensi toksisitas, dan pola resistensi kutu kepala terhadap berbagai insektisida di

area geografik tertentu. Pedikulosida merupakan terapi yang tetap digunakan

sampai saat ini.

Pengobatan dengan preparat pedikulosida topical atau shampoo yang

mengandung bahan-bahan kimia seperti lindane, pyrethrin, permethrin dan

malathion dikatakan belum ada yang dapat membunuh 100% kutu kepala dan

telurnya. Dibutuhkan pengobatan yang berulang yaitu sekitar 1 minggu setelah

pengobatan yang pertama untuk membunuh kutu dari telur kutu yang baru

menetas. Penggunaan preparat pedikulosida topikal tersebut dikatakan dapat

menimbulkan efek samping, misalnya lindane dapat menyebabkan toksisitas pada

susunan saraf pusat manusia dan pada beberapa kasus telah dilaporkan terjadi

kejang berat pada anak-anak yang menggunakan preparat lindane. Selain itu,

dilaporkan telah terjadi resistensi Pediculosis capitis terhadap preparat

pedikulosida topikal tersebut yang kemungkinan dikarenakan penggunaan yang

berlebihan dari produk insektisida sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan

resisten strain pada kutu. (1,2,3,4,7)

Berikut adalah contoh terapi farmakologi secara topikal yang dapat digunakan

untuk pengobatan Pediculosis capitis:

1. Pyrethrin

Kontra indikasi : pasien yang alergi terhadap chrysanthemums atau

ragweed.

Cara penggunaan : tersedia dalam bentuk shampoo atau mousse

formulation dengan cara menggunakannya pada rambut yang

kering dan dibiarkan selama 10 menit sebelum dibilas.Penggunaan

kedua diulangi setelah 7-10 hari setelah pengobatan pertama untuk

membunuh kutu yang baru menetas yang terselamat sewaktu

pengobatan pertama. Penelitian menunjukkan pengobatan ulang

pada hari ke-9 adalah paling optimal.

12

Page 24: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

2. Permethrin

Cara penggunaan : digunakan pada rambut yang lembap yang telah

dishampoo dengan non-conditioning shampoo dan dikeringkan

menggunakan handuk. Obat ini digunakan pada rambut dan

dibiarkan selama 10 menit kemudian dibilas. Permethrin

membunuh kutu kepala yang hidup tetapi tidak membunuh telur

kutu kepala yang belum menetas. Penggunaan kedua diulangi

setelah 7-10 hari setelah pengobatan pertama jika ditemukan kutu

kepala yang masih hidup.

3. Lindane 1%

Cara penggunaan : digunakan pada rambut dan dibiarkan selama

tidak lebih 10 menit kemudian dibilas.

Kontra indikasi : wanita hamil atau ibu yang lagi menyusui, pasien

dengan riwayat kejang, dan pasien dengan hipersensitivitas

terhadap produk ini.

Penggunaan kedua diulangi setelah 7-10 hari setelah pengobatan

pertama.

4. Malathion 0.5%

Cara penggunaan : digunakan pada rambut, dibiarkan kering

sendiri, dan dibilas setelah 8-12 jam.

Penggunaan kedua diulangi setelah 7-10 hari setelah pengobatan

pertama jika djumpai kutu kepala yang masih hidup.

5. Carbaryl 0,5%

Cara penggunaan : digunakan pada rambut, dibiarkan kering

sendiri, dan dibilas setelah 8-12 jam.

Penggunaan kedua diulangi setelah 7-10 hari setelah pengobatan

pertama.

6. Crotamiton 10%

Cara penggunaan : crotamiton adalah losyen dan digunakan

dengan cara digunakan pada kulit kepala kemudian dibiarkan

selama 24 jam sebelum dibilas.

13

Page 25: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Kontra indikasi : Penggunaan pada anak-anak, orang dewasa

dan wanita hamil belum bisa dievaluasi.

Berikut adalah terapi farmakologi secara oral yang bisa digunakan untuk

pengobatan Pediculosis capitis :

1. Sulfamethoxazole / Trimethoprim

Mengandung antibiotik, yang memiliki blockade berurutan

tindakan dalam metabolisme asam folat. Kutu bergantung pada

vitamin B dan asam folat, yang disintesis oleh flora bakteri yang

ada di dalam saluran pencernaan. Ketika Cotrimoxazole diberikan

kepada individu yang terinfestasi, obat mencapai sirkulasi kutu

semasa kutu menghisap darah, akibatnya, flora usus Pediculus

dibunuh dan dengan demikian kutu tidak mendapat vitamin

essensial yang sewajarnya. Hasilnya menyebabkan kematian akibat

defisiensi vitamin B dan pengobatan menggunakan Cotrimoxazole

tidak dipersetujui oleh US-FDA untuk pengobatan kutu kepala.

2. Ivermectin

Ivermectin adalah obat anti-helminthic, structural mirip dengan

antibiotika makrolida tanpa aktivitas anti bakteri, yang berasal dari

streptomyces avermitilis. Penggunaan berterusan selama 10 hari

merupakan penanggulangan yang efektif untuk membanteras kutu

kepala.

3. Levamisole

Penggunaan levamisole sekali sehari digunakan selama 10 hari

adalah cara yang efektif dalam mengobati Pediculosis capitis.

4. Albendazole

Penggunaan albendazole dalam dosis tunggal 400mg, atau 3 hari

penggunaan albendazole dosis 400mg adalah efektif untuk

mengobati Pediculosis capitis dengan pengulangan dosis tunggal

400mg setelah 7 hari.

14

Page 26: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Tiada efek sinergi antara albendazole dan permethrin 1% ditemukan.

Penggunaan terapi sistemik cuma digunakan setelah infestasi yang berat apabila

terapi topikal telah gagal ataupun tidak efektif. (1)

Agent Group Mechanism of action

Method of use on day 1 and 8

Risk factors Efficacy

Permethrin 1%

Synthetic pyrethroid

Disrupts the sodium channel current leading to delayed depolarization

Topical application on clean and dry hair for 10 minutes

None Poor-fair

Permethrin cream 5%

Synthetic pyrethroid

Disrupts the sodium channel current leading to delayed depolarization

Topical overnight application to clean dry hair

None Poor-fair

Malathion 0.5%

Organo-phosphate

Acetyl cholinesterase inhibitor-respiratory paralysis

Topical application for 8-12 hours

Burning, stinging sensation on eroded skin

excellent

Carbaryl 0.5%

Carbamate Acetyl cholinesterase inhibitor-respiratory paralysis

Topical application for 8-12 hours

Cholin-esterase inhibitor

Poor-fair

Lindane 1% (Gamma benzene hexachloride

Organo-chlorine

CNS toxicity Topical application for no more than 4 minutes to clean, dry hair, then add water to lather and rinse

Neuro- logical problems, seizure disorders age <2 years, pregnancy, lactation

Poor

Topical Ivermectin 1%

avermectin Inhibition of glutamate gated chloride channel

Topical application for 10 minutes

None Experi-mental product

Benzyl Alcohol 5%

Kills head lice by asphyxiation

Topically for 10 minutes

Pyoderma and ocular irritation

Not ovicidal

Tabel 2.2. Topical drugs for head lice.(4)

15

Page 27: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Kelompok pengobatan non-farmakologi yang sering digunakan adalah

sisir kutu. Memiliki bentuk yang bervariasi, biasanya terdiri dari metal yang tipis

atau bergigi plastik yang didesain sebagai sisir rambut untuk mengeluarkan kutu

dan telurnya. Bagaimanapun, penyisiran yang efektif diperlukan waktu beberapa

jam hingga beberapa hari, dan kebanyakan orang tidak memiliki waktu dan tidak

sabar untuk melakukan penyisiran untuk memperoleh kutu dan telurnya.

Terdapat penelitian mengenai penanganan Pediculosis capitis secara non-

farmakologi juga yaitu dengan memanfaatkan efek udara panas melalui alat

penghasil udara panas, yang menggunakan tenaga listrik, disebut sebagai ‘Louse

buster with hand piece’. Dengan angka keberhasilan sebesar 98% untuk

membunuh telur kutu dan mencapai 80% untuk membunuh kutu nya.

Pembersihan secara berlebihan tidak digalakkan karena tidak menjamin

boleh membanteras Pediculosis capitis. Di luar kulit kepala, kutu kepala boleh

bertahan hidup selama 3 hari dalam suhu ruangan dan telur kutu menjadi tidak

aktif dalam waktu satu minggu. Membersihkan kasur dan perabot memadai untuk

menghilangkan kutu dan telur kutu yang jatuh dari kepala orang yang terinfestasi.

Mencuci barang yang sering digunakan pada kepala dalam waktu 48 jam

setelah dilakukan pengobatan (seperti topi, sarung bantal, sisir) didalam air panas

dan dikeringkan selama 15 menit, atau disimpan dalam plastic selama dua minggu

untuk membunuh kutu dan telur kutu. Suhu yang rendah boleh membunuh kutuk

dan telur kutu; namun beberapa hari diperlukan mengikut suhu dan kelembapan.

Pengobatan pada anjing, kucing atau haiwan peliharaan tidak membawa

keuntungan karena haiwan tidak berperan sama sekali dalam penyebaran kutu

kepala kepada manusia. Menyemprot insektisida pada lingkungan juga tidak

disarankan karena ianya hanya akan menyebabkan seluruh isi rumah terdedah

kepada bahan kimia dan cara ini tidak membantu dalam pengontrolan infestasi

kutu kepala ini. (1,2,3,4,7)

16

Page 28: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

No. Guideline 1. Head lice are very common, are not known to transmit any disease, pose no

serious health risk for the child,and are not indicative of poor hygiene. 2. The major symptom of head lice infestation is pruritus; however, the child

may have no symptoms. 3. Diagnosis is best made with a fine-toothed lice detection comb, and should

be based upon the presence of a live moving louse or a nymph. 4. Once the diagnosis is made,the affected child should be treated with

appropriate prescription medication that kills the head lice and their eggs. 5. Apply lice medicine, also known as pediculicide, paying careful attention to

the label instructions. If the hair is longer than shoulder length, a second bottle of pediculicidal medication may be needed.

6. Avoid using a cream rinse or combination of shampoo/conditioner before using lice medicine. Do not rewash hair for 1 to 2 days after treatment.

7. The infested person should put on clean clothing immediately after treatment.

8. Use a fine-toothed lice comb immediately after treatment and the following day to comb out any lice or nits.

9. If, after 8 to 12 hours after treatment, a few live lice are found, but they seem to move more slowly than before, do not retreat. Comb dead and remaining live lice out of the hair. It may take longer for the medicine to kill lice.

10. If, after 8 to 12 hours of treatment, the lice seem as active as before, see a healthcare provider.

11. After treatment, comb with a nit comb to remove nits and lice every 2 to 3 days. Continue to check for 2 to 3 weeks until you are sure all lice and nits are gone.

12. Wash used clothing and bedding in water hotter than 50°C, or machine dry at the highest heat setting, for at least 30 minutes.

13. Headgear, combs, headphones, and helmets should be cleaned and disinfected with a pediculicide or isopropyl alcohol, or sealed in a bag for 2 weeks.

14. If using over-the-counter pediculicides, reapply in 7 to 10 days. 15. If using the prescription drug malathion, reapply in 7 to 10 days only if

crawling lice are found. 16. All household members and close contacts of the patient should be

screened for head lice and treated as necessary.

Tabel 2.3. Parental education for the management of head lice.(1)

17

Page 29: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

2.1.9 Pencegahan

Berikut adalah langkah-langkah yang dapat mencegah penyebaran kutu

kepala:

1. Menghindari adanya kontak langsung ( rambut dengan rambut ) ketika

bermain dan beraktivitas sama ada di rumah, di sekolah dan dimana

pun.

2. Tidak menggunakan topi, scarf, jaket, kerudung, kostum olahraga, ikat

rambut secara bersamaan.

3. Tidak menggunakan sisir, handuk secara bersamaan. Melakukan

disinfeksi sisir dari orang yang terinfestasi dengan cara merendam sisir

tersebut di dalam air panas (sekitar 130 °F) selama 5-10 menit.

4. Mencuci dan menjemur pakaian, perlengkapan tempat tidur, karpet dan

lain-lain.

5. Menyapu dan membersihkan lantai dan perabot rumah lainnya.

6. Mengingatkan orang tua tentang pentingnya memeriksa rambut dan

kepala anak sebelum dan sesudah tidur di tempat lain adalah

pendekatan yang sangat berguna.

7. Seluruh isi rumah harus diperiksa dan diobati jika salah seorang

terinfestasi oleh kutu rambut.

8. Orang tua/penjaga kepada anak yang terinfestasi kutu kepala harus

memberitahu orang yang terdekat seperti kenalan, saudara maupun

teman sepermainan anak-anak.

9. Tidak berbaring pada kasur, sofa, bantal, karpet ataupun boneka hiasan

yang sebelumnya digunakan oleh orang yang telah terinfestasi oleh

kutu kepala.

18

Page 30: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 3

KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1. Kerangka Teori

Gambar 3.1. Kerangka Teori Keterangan gambar 3.1 : Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti

3.2. Kerangka Konsep

Kerangka konsep diperlukan untuk menentukan keterkaitan antara

variable-variable yang akan ditelitikan dan batas-batas lingkup penelitian. Ada

dua jenis variable dalam suatu penelitian yaitu variable independen (variable

bebas) dan variable dependen (variable terikat).

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dari penelitian ini

adalah:

Faktor Predisposisi : 1. Usia 2. Jenis Kelamin 3. Menggunakan tempat

tidur/bantal bersama 4. Menggunakan

sisir/aksesoris rambut bersama

5. Panjang rambut 6. Frekuensi cuci rambut 7. Ekonomi 8. Bentuk rambut

Diagnosis : 1. Inspeksi 2. Pemeriksaan fisik

Etiologi : Pediculus humanus capitis

Pediculosis capitis

Tatalaksana : 1. Topikal 2. Oral

19

Page 31: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Gambar 3.2 Kerangka Konsep

3.3. Hipotesis

Hipotesis untuk penelitian ini adalah terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan anak panti asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan

dengan proporsi kejadian Pediculosis capitis.

Tingkat pengetahuan anak panti asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan

Proporsi terjadinya pediculosis capitis.

20

Page 32: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 4

METODE PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik observasi

dengan desain penelitian cross sectional, dimana penelitian ini akan

mendeskripsikan hubungan tingkat pengetahuan anak panti asuhan Pembangun

Didikan Islam Indonesia, Medan terhadap proporsi terjadinya Pediculosis capitis.

4.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

4.2.1. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan September tahun 2016 – Disember

tahun 2016 dimulai dari pengambilan dan pengolahan data sehingga pembacaan

hasil penelitian.

4.2.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di panti asuhan Pembangun Didikan Islam

Indonesia,Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kesemua anak

panti asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan yang berjumlah 70

orang.

4.3.2 Sampel

Sampel yang digunakan adalah kesemua anak panti asuhan Pembangun

Didikan Islam Indonesia, Medan.

21

Page 33: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

4.3.2.1 Besar Sampel Penelitian

Pada penelitian ini,jumlah sampel minimal diestimasi berdasarkan rumus

berikut :

n = ____N_____

N(d)2 + 1

Keterangan :

N = Jumlah sampel

d = Kesalahan sampling yang dapat ditoleransi

n = _____70____

70(0.1)2 + 1

n = 41.176 / 42 orang

4.3.2.2 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

Anak-anak dengan usia SD hingga

SMA yaitu sekitar 5-17 tahun.

Anak-anak di bawah usia 5 tahun

atau di atas usia 17 tahun.

Sudah menetap di panti asuhan

Pembangun Didikan Islam

Indonesia, Medan selama lebih

dari 2 minggu.

Menetap di panti asuhan

Pembangun Didikan Islam

Indonesia, Medan selama kurang

dari 2 minggu.

Anak-anak yang tidak bersetuju

untuk mengikuti penelitian.

Tabel 4.1 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

22

Page 34: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan adalah dengan inspeksi

langsung dan juga menggunakan kuesioner untuk menilai tingkat pengetahuan

mereka mengenai Pediculosis capitis. Sampel menjawab kuesioner yang

dilaksanakan di bawah pengawasan peneliti. Sekiranya ada pertanyaan atau

terdapat perkara yang tidak difahami berkaitan dengan kuesioner maka akan

diterangkan oleh peneliti. Anak panti asuhan tidak dibenarkan meniru atau

berbincang ketika menjawab kuesioner dimana peneliti sentiasa memantau anak-

anak tersebut ketika sesi penjawaban kuesioner berlangsung.

4.5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini akan diuji validitas dan

reliabilitas dengan menggunakan program Lunak Statistik. Setelah uji validitas

dilakukan, hanya soal-soal yang dinyatakan valid saja yang diuji reliabilitasnya.

4.6. Pengolahan dan Analisa Data

Dalam mengelola data yang peneliti peroleh, peneliti menggunakan

analisis Chi-square (X2) yaitu untuk menganalisis apakah ada hubungan antara

variable independen terhadap variable dependen. Uji Chi-square adalah

membandingkan frekuensi yang terjadi dengan frekuensi harapan. Bila nilai

frekuensi terjadi dengan frekuensi harapan sama, maka dikatakan tidak ada

perbedaan yang bermakna(signifikan). Sebaliknya, bila kedua-dua nilai tersebut

berbeda, maka dikatakan ada perbedaan bermakna. Pembuktian dengan uji Chi-

square dapat menggunakan rumus :

X2 = ∑ ( )²

Keterangan :

O = nilai observasi

E = nilai harapan

23

Page 35: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin kurang tepat. Oleh

karena itu, dalam penggunaan Chi-square harus memperhatikan keterbatasan uji

ini. Adapun keterbatasan uji ini adalah sebagai berikut :

a. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan kurang dari 1.

b. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan kurang dari 5, lebih dari

20% dari jumlah sel.

Jika keterbatasan tersebut terjadi pada saat uji Chi-square, peneliti harus

menggabungkan kategori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi

harapan dari sel-sel tersebut. Penggabungan ini tentunya diharapkan tidak sampai

membuat datanya kehilangan makna. Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada

table 2x2, maka dianjurkan menggunakan uji Fisher’s Exact.

Hasil uji Chi-square hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan

proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan

ada/tidaknya hubungan antara dua variable kategori. Dikatakan ada hubungan

yang signifikan antara dua variable jika nilai Chi-square hitung >38,4 pada

distribusi normal dengan derajat kepercayaan 95%, dan sebaliknya.

4.7. Variabel Penelitian

4.7.1. Variabel bebas

Variabel independen dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan anak

panti asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan mengenai Pediculosis

capitis yang diukur dengan skala baik, sedang dan kurang menggunakan

kuesioner.

4.7.2. Variabel terikat

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah prevalensi terjadinya

Pediculosis capitis pada anak panti asuhan.

4.8. Definisi Operasional

4.8.1 Pengetahuan :

24

Page 36: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden tentang

Pediculosis capitis atau kutu rambut yang terdiri atas definisi, mekanisme

terjadinya, dan faktor penyebab terjadinya Pediculosis capitis.

4.8.2 Pediculosis capitis :

Infeksi kulit dan rambut kepala yang disebabkan oleh Pediculus humanus

capitis.

Pengukuran tingkat pengetahuan anak panti asuhan mengenai Pediculosis capitis

dilakukan berdasarkan jawaban yang diberikan oleh responden.

a) Cara Ukur

Pengukuran ini dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

b) Alat Ukur

Alat ukur adalah dengan menggunakan kuesioner dengan jumlah

pertanyaan sebanyak 10.

c) Skala Ukur

Tingkat pengetahuan anak panti asuhan mengenai Pediculosis

capitis dinyatakan dalam skala ordinal. Jawaban yang dijawab oleh

responden akan diberikan skor berdasarkan :

Benar : Skor 3

Salah : Skor 2

Tidak tahu : Skor 1

Skor tertinggi : 30

d) Hasil Ukur

Kemudian, dilakukan skoring :

Pengetahuan Baik : total skor 83-100%

Pengetahuan Sedang : total skor 60-82%

Pengetahuan Kurang : total skor <59%

25

Page 37: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dijalankan di panti asuhan Pembangun Didikan Islam

Indonesia, Medan. Panti asuhan ini telah ditubuhkan pada tahun 1965 lagi dan

beralamat di Jl. Djamin Ginting No.271, Kelurahan Padang Bulan, Kecamatan

Medan Baru, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, Kode pos 20157, dengan no

telepon (061) 821-4981. Total anak panti asuhan semasa proses pengambilan data

dijalankan adalah seramai 65 orang.

5.1.2 Distribusi Karakteristik Responden

Data lengkap mengenai karakteristik responden dapat dilihat pada tabel di

bawah.

Tabel 5.1 Distribusi Jumlah Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin

Jenis Kelamin Status Responden

n %

Laki-laki 23 44.2

Perempuan 29 55.8

Total 52 100

26

Page 38: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur Status Responden

n % 7 1 1.9

8 5 9.6

9 7 13.5

10 5 9.6

11 4 7.7

12 6 11.5

13 8 15.4

14 8 15.4

15 4 7.7

16 4 7.7

Total 52 100

Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Karakteristik Responden Berdasarkan

Penemuan Kutu Kepala

Penemuan Kutu Status Responden

n % Ditemui 29 55.8

Tidak Ditemui 23 44.2

Total 52 100

27

Page 39: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan

Tingkat Pengetahuan Status Responden

n %

Pengetahuan Baik 41 78.8

Pengetahuan Sedang 11 21.2

Total 52 100

Berdasarkan tabel penelitian di atas, didapatkan bahawa distribusi sampel

terbanyak adalah dengan jenis kelamin perempuan dengan jumlah 29 responden

(55.8%) sedangkan laki-laki pula seramai 23 responden (44.2%) mengikut tabel

5.1. Berdasarkan tabel 5.2 pula, didapatkan umur termuda pada kelompok

responden adalah 7 tahun (1.9%) dan umur tertua pula adalah 16 tahun (7.7%).

Berdasarkan tabel 5.3 pula didapati 29 responden (55.8%) dijumpai kutu kepala

pada inspeksi dan 23 responden (44.2%) tidak dijumpai kutu kepala pada

inspeksi. Berdasarkan tabel 5.4 pula, didapati 41 responden (78.8%) memiliki

pengetahuan yang baik mengenai Pediculosis capitis manakala seramai 11

responden (21.2%) memiliki pengetahuan sedang mengenai Pediculosis capitis.

28

Page 40: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

5.1.3 Analisis Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Dengan Proporsi

Kejadian Pediculosis Capitis

Tabel 5.5 Tabel Silang hubungan tingkat pengetahuan dengan kejadian

Pediculosis capitis

Tingkat

Pengetahuan

Penemuan Kutu

Total

P value Dijumpai Tidak dijumpai

f % F % f %

Baik 22 42.3 19 36.5 41 78.8

0.735 Sedang 7 13.5 4 7.7 11 21.2

Total 29 55.8 23 44.2 52 100

Berdasarkan tabel di atas, responden yang memiliki tingkat pengetahuan

yang baik dan dijumpai kutu kepala adalah seramai 22 orang (42.3%) sedangkan

responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang dan dijumpai kutu kepala

adalah seramai 7 orang (13.5%). Responden yang memiliki pengetahuan yang

baik dan tidak dijumpai kutu kepala adalah sebanyak 19 orang (36.5%) sedangkan

responden yang memiliki tingkat pengetahuan sedang dan tidak dijumpai kutu

kepala adalah seramai 4 orang (7.7%). Berdasarkan uji statistik Chi-square

menunjukkan nilai p=0.735 (p > 0.05). Ini menunjukkan bahawa penelitian antara

tingkat pengetahuan dan proporsi kejadian Pediculosis capitis di Panti Asuhan

Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan tidak ada hubungan yang signifikan

dan H0 ditolak.

29

Page 41: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

5.2 Pembahasan

Berdasarkan tingkat pengetahuan anak Panti Asuhan Pembangun Didikan

Islam Indonesia, Medan mayoritasnya memiliki tingkat pengetahuan yang baik

mengenai Pediculosis capitis. Berdasarkan analisis Chi-square pada penelitian ini

didapatkan hasil bahawa tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan

dengan proporsi terjadinya Pediculosis capitis di panti asuhan Pembangun

Didikan Islam Indonesia, Medan. Hal ini dapat dibuktikan oleh penelitian

Hemelamariae dan kawan-kawannya pada siswa Sekolah Dasar di luar kota

Yogyakarta dengan subyek penelitian sebanyak 158 orang dengan rentang usia 8

sampai 16 tahun yang memberikan hasil tidak ada hubungan yang signifikan

antara prevalensi infestasi kutu dengan kebersihan dan pengetahuan. Terdapat

pelbagai faktor resiko yang boleh menyebabkan infestasi kutu kepala seperti

panjang rambut dan juga frekuensi cuci rambut. Walaupun dengan tingkat

pengetahuan yang tinggi tetapi mempunyai faktor resiko yang lain juga dapat

menyebabkan infestasi kutu kepala.

30

Page 42: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan diperoleh kesimpulan sebagai

berikut:

1. Tingkat pengetahuan anak Panti Asuhan Pembangun Didikan Islam

Indonesia, Medan mayoritasnya baik.

2. Dijumpai kutu kepala pada kesemua anak perempuan di anak Panti

Asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan.

3. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang Pediculosis

capitis dengan proporsi kejadian Pediculosis capitis di panti asuhan

Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan.

4. Proporsi kejadian Pediculosis capitis di panti asuhan tersebut adalah

sebanyak 29 orang.

6.2 Saran

1. Menyarankan untuk melanjutkan penelitian ini dan menambahkan jumlah

responden dari beberapa panti asuhan untuk mendapatkan hubungan yang

lebih erat antara tingkat pengetahuan dengan proporsi terjadinya

Pediculosis capitis.

2. Memberikan penyuluhan kepada anak panti asuhan berkenaan Pediculosis

capitis terutama dari segi penyebab, faktor resiko, komplikasi, pengobatan

dan pencegahannya.

31

Page 43: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

DAFTAR PUSTAKA

1. I. Nutanson, C.J. Steen, R.A Schwartz, and C.K. Janniger . Pediculus humanus capitis : an update . Acta Dermatoven APA Vol 17, No. 4 ; 2008 ;147-159.

2. District Health Authority Public Health Services and The Department of Health Promotion and Protection . Guidelines for Treatment of Pediculosis Capitis (Head Lice) ; August 2008 ; 1-23. www.gov.ns.ca/hpp

3. Infectious Disease and Immunization Committee, Canadian Paediatric Society . Pediculosis capitis (head lice) CAN MED ASSOC J,Vol 133 ; October 15, 1985 ; 741-752.

4. Bhushan Madke, Uday Khopkar. Pediculosis capitis : an update . Indian Journal of Dermatology, Venereology, and Leprology Vol 78 / Issue 4 ; July-August 2012 ; 429-437.

5. Moradi AR., Zahirnia A.H, Alipour AM, Eskandari Z . The Prevalence of Pediculosis capitis in Primary School Students in Bahar, Hamadan Province, Iran . Department of Parasitology, Health Center of Hamadan, Hamadan University of Medical Science & Health Services, Iran ; 25 May 2009 ; 45-49.

6. Buxton P. Studies on populations of head lice (Pediculus humanus capitis:Anoplura). Parasitology [Internet]. 1941 [cited 4 June 2016];33(02):224. Available from: http://dx.doi.org/10.1017/s0031182000024422

7. Manitoba Public Health Branch . Communicable Disease Management Protocol-Pediculosis Capitis (Head Lice) ; July 2014 ; 1-7.

8. Hodjati MH, Mousavi N, Mousavi M. Head lice infestation in school children of a low socioeconomy area of Tabriz City, Iran. African Journal of Biotechnology. 2008;7(13):2292-4.

9. Bugayong AMS, Araneta KTS, Cabanilla JC. Effect of dry-on, suffocation based treatment on the prevalence of pediculosis among schoolchildren in Calagtangan Village, Miag-ao, Iloilo. Phillippine Science Letters. 2011;4(1):33-7.

10. Bachok N, Nordin RB, Awang CW, Ibrahim NA, Naing L. Prevalence and associated factors of head lice infestation among primary schoolchildren in Kelantan, Malaysia. Southeast Asian J Trop Med Public Health. 2006; 37(3); 536-43.

11. Elvi R. Infestasi Pediculus humanus capitis murid kelas IV, V, dan VI SD No. 20 Tiga Batur Kecamatan Sungai Tarab Kabupaten Tanah Datar dan faktor yang mempengaruhinya [skripsi]. Padang:FK Unand; 1997.

12. H.V Weems,Jr. and T.R. Fasulo . Human Lice: Body Louse, Pediculus humanus humanus Linnaeus and Head Louse, Pediculus humanus capitis De Geer (Insecta: Phtiraptera (=Anoplura):Pediculidae) ; EENY-104(IN261) . One of a series of Featured Creatures from the Entomology and Nematology Department. Original publication date:July 1999. Revised:June 2007 and December 2013; http://edis.ifas.ufl.edu

32

Page 44: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

13. Bassam Alzain . Pediculosis capitis infestation in school children of a low socioeconomic area of the North Gaza Governorate . Department of Zoology, Al-Quds Open University, Beit Lahia, Gaza Strip-PALESTINE ; 2012 ; 1286-1291.

14. Barbara L, Frankowski, Leonard B. Weiner . Head Lice . Committee on School Health, Committee on Infectious Disease , Vol 110/Issue 3 ; September 2002; 638-643. http://pediatrics.aappublications.org/content/110/3/638.full

15. Soultana Vladeni, Euthumia Peteinaki, Angeliki Roussaki-Schulze . Pediculosis capitis:Treatment options among school children in Greece . Department of Nursing and Technological Educational Institute of Athens, Health Science Journal, Vol 6, Issue 4 ; October-December 2012 ; 726-729 www.hsj.gr

16. Mustafa Gulgun, Elcin Balci, Abdulbaki Karaoglu, Oguzhan Babacan, Turker Turker . Pediculosis Capitis:Prevalence and It’s Associated Factors In Primary School Children Living in Rural and Urban Areas in Kayseri, Turkey ; Cent Eur J Public Health ; 21(2) ; 2013 ; 104-108.

17. Ihsan Hakki CIFTCI, Semsettin KARACA, Omer DOGRU, Zafer CETINKAYA, Mustafa KULAC . Prevalence of pediculosis and scabies in preschool nursery children of Afyon, Turkey . Korean Journal of Parasitology, Vol 44, No. 1 ; March 2006 ; 95-98.

18. Sahar Salim Saleh Alatas, Sri Linuwih , Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pedikulosis Kapitis dengan Karakteristik Demografi Santri Pesantren X, Jakarta Timur . Universitas Indonesia Jakarta, Vol. 1, No. 1 ; April 2013 ; 53-57.

19. Hemelamariae Munusamy, Elisabeth Elsa Herdiana Murhandarwati, Sitti Rahmah Umniyati . The Relationship Between The Prevalence of Head Lice Infestation with Hygiene and Knowledge Among The Rural School Children In Yogyakarta . Universitas Gadjah Mada ; 2011 ; 102-109.

20. Ohio Department Of Health-The Infectious Disease Control Manual ; Pediculosis ; January 2014 ; 1-15.

21. Yulianti E. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Pedikulosis Kapitis Di SD Negri Kentasari. Bandung: STIKes Santo

Borromeus. 2015; 18-27

22. Hardiyanti NI. Penatlaksan Pediculosis capitis. Lampung: Universitas

Lampung. 2015; Volume 4, No.9: 47-52

33

Page 45: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nur Eliana Binti Ruslin

Tempat / Tanggal Lahir : Selangor, Malaysia / 15 Februari 1995

Agama : Islam

Alamat : Jl. Pembangunan No. 110, Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan (P) Methodist 2002-2007

2. S.M.K. (P) Methodist 2008-2012

3. Kolej Geomatika Internasional 2012-2013

4. Universitas Sumatera Utara 2013 – sekarang

Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan Kebangsaan Pelajar-pelajar

Malaysia di Indonesia Cawangan Medan (PKPMI)

2. Ahli Perwakilan Mahasiswa Malaysia

Universitas Sumatera Utara (PM-USU)

34

Page 46: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

3. Timbalan Setiausaha Perwakilan Mahasiswa

Malaysia Universitas Sumatera Utara (PM-USU)

4. Timbalan Exco Belia dan Acara Kelab UMNO

Medan (KUM)

5. Naib Exco Kesenian dan Kebudayaan Kelab

UMNO Medan (KUM)

6. Ketua Exco Belia dan Acara Kelab UMNO

Medan (KUM)

7. Pengerusi Persatuan Mahasiswa Malaysia

Universitas Sumatera Utara (PM-USU)

35

Page 47: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

LAMPIRAN 2

LEMBAR PENJELASAN

Bapak/Ibu/Sdr/I Yth,

Saya Nur Eliana Binti Ruslin, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, saat ini sedang melakukan penelitian yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan Mengenai Pediculosis Capitis Dengan Proporsi Terjadinya Pediculosis Capitis Di Panti Asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan anak panti asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan yang meliputi inspeksi langsung untuk melihat ada atau tidaknya kutu kepala, dan juga pengisian lembar kuesioner untuk menilai tingkat pengetahuan anak panti asuhan tersebut mengenai kutu kepala..

Saya mengharapkan kerjasama putra/putri dari panti asuhan ini untuk

berpartisipasi sebagai responden penelitian dengan mengisi kuesioner hubungan tingkat pengetahuan mengenai pediculosis capitis. Partisipasi dari putra/putri dari panti asuhan ini bersifat sukarela, bukan dengan beban maupun paksaan. Putra/putri dari panti asuhan ini berhak untuk menolak mengikuti jika tidak bersedia.

Jika putra/putri dari panti asuhan ini bersedia untuk ikut serta dalam

penelitian saya ini, maka Bapak/Ibu diharapkan kesediaannya untuk menandatangani lembar Persetujuan setelah Penjelasan (PSP) sebagai wakil mereka.. Apabila selama menjadi responden dari penelitian ini putra/putri dari panti asuhan ini memiliki masalah dari penelitian ini, Bapak/Ibu dapat menghubungi saya, Nur Eliana Binti Ruslin di nomor (HP:087769059662)

Atas perhatian saudara/i, saya ucapkan terima kasih.

Medan, ___________2016 Hormat saya,

(Nur Eliana Binti Ruslin)

36

Page 48: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian “Hubungan Tingkat Pengetahuan

Mengenai Pediculosis Capitis dengan Proporsi Terjadinya Pediculosis Capitis di

Panti Asuhan Pembangun Didikan Islam Indonesia, Medan” maka dengan ini saya

bersedia untuk mewakili anak-anak panti asuhan Pembangun Didikan Islam

Indonesia, Medan untuk menjadi responden dalam penelitian tersebut.

Demikianlah surat ini, untuk dipergunakan seperlunya.

Medan, _________

2016

Wakil

Responden,

(

)

37

Page 49: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

LAMPIRAN 4

KUESIONER

A. Karakteristik Responden :

1. Nama :

2. Umur :

3. Jenis Kelamin : Lelaki / Perempuan

B. Tingkat Pengetahuan Mengenai Pediculosis Capitis

No. Pertanyaan Benar Salah Tidak Tahu

1 Kutu kepala adalah parasit yang menyerang kulit kepala.

2 Kutu kepala dewasa hanya dapat hidup dalam 2 minggu.

3 Seseorang yang memiliki kutu kepala selalu memiliki kebersihan diri yang kurang.

4 Menggaruk kulit kepala dapat menyebabkan iritasi dan luka.

5 Seseorang dikatakan terjangkit kutu kepala jika ditemukan kutu kepala atau telurnya di rambut kepala.

6 Seseorang yang mempunyai kutu kepala dapat menularkannya pada teman yang tidur sekamar dengannya.

7 Gatal karena kutu kepala terjadi akibat respon tubuh terhadap air liur kutu.

8 Seseorang dapat terjangkit kutu kepala hanya dengan berkongsi sisir atau aksesoris rambut.

9 Dengan mengobati seseorang yang terjangkit kutu kepala berarti kita mengurangi sumber penularan kutu kepala.

10 Saling mengingatkan sesama penghuni kamar tentang pencegahan kutu kepala dapat membantu mengendalikan penyebaran kutu kepala.

38

Page 50: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

LAMPIRAN 5

Hasil Analisis Data Umur

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid 7 1 1.9 1.9 1.9

8 5 9.6 9.6 11.5

9 7 13.5 13.5 25.0

10 5 9.6 9.6 34.6

11 4 7.7 7.7 42.3

12 6 11.5 11.5 53.8

13 8 15.4 15.4 69.2

14 8 15.4 15.4 84.6

15 4 7.7 7.7 92.3

16 4 7.7 7.7 100.0

Total 52 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Laki-laki 23 44.2 44.2 44.2

Perempuan 29 55.8 55.8 100.0

Total 52 100.0 100.0

39

Page 51: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Tingkat Pengetahuan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Pengetahuan baik 42 80.8 80.8 80.8

Pengetahuan sedang 10 19.2 19.2 100.0

Total 52 100.0 100.0

Kutu

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid dijumpai 29 55.8 55.8 55.8

tidak dijumpai 23 44.2 44.2 100.0

Total 52 100.0 100.0

TingkatPengetahuanTOT * Kutu Crosstabulation

Count

Kutu

Total dijumpai tidak dijumpai

TingkatPengetahuanTOT Pengetahuan Baik 22 19 41

Pengetahuan Sedang 7 4 11

Total 29 23 52

40

Page 52: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (2-

sided)

Exact Sig. (1-

sided)

Pearson Chi-Square .350a 1 .554

Continuity Correctionb .062 1 .803

Likelihood Ratio .354 1 .552

Fisher's Exact Test .735 .405

Linear-by-Linear Association .343 1 .558

N of Valid Cases 52

a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.87.

b. Computed only for a 2x2 table

41

Page 53: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

42

Page 54: SKRIPSI NUR ELIANA BINTI RUSLIN 130100347

43