skripsi - repository.uinjambi.ac.idrepository.uinjambi.ac.id/1795/1/sip_152025... · menurut h. l....
TRANSCRIPT
i
1 KINERJA PEMERINTAH DAERAH DALAM PENANGGULANGAN KASUS GIZI BURUK (Studi di Dinas Kesehatan Kabupatan Merangin)
SKRIPSI
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Guna Untuk Memperoleh Sarjana Strata Satu (S.1)
Dalam Ilmu Pemerintahan
Oleh :
MUHAMMAD IQBAL NIM. SIP.152025
Pembimbing :
ALHUSNI, S.Ag., MH.I Mustiah, RH,S.Ag., M.Sy
KONSENTRASI MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI 2019
2 ABSTRAK
Muhammad Iqbal, SIP.152025 Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan
Kasus Gizi Buruk (Studi di Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin)
Masalah gizi kurang tidak hanya sekedar kurangnya asupan kalori dan protein.
Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa masalah gizi kurang belum dapat
diatasi. Masalah gizi kurang disebabkan oleh banyak faktor yang saling terkait baik
secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dipengaruhi oleh penyakit
infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas, sedangkan
secara tidak langsung dipengaruhi oleh jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan,
pola asuh anak yang kurang memadai.
penelitian ini bertujuan yntuk mengetahui 1) Hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten Mearngin. 2) upaya Dinas Kesehatan dalam dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten Merangin. 3) Untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten Merangin.
Penelitian ini menggunakan Pendekatan yuridis empiris digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk memahami secara mendalam mengenai kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin. Adapun sumber data yang meliputi manusia antara lain : Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin, data jumlah kasus gizi buruk dan data-data lain yang berhubungan dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten Merangin diantaranya adalah Regulasi Pemerintah Daerah yang Belum Optimal Dijalankan ke Masyarakat, SDM Masyarakat di Kabupaten Merangin, dan Infrastruktur Kesehatan yang belum memadai, bahwa upaya Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin ialah melalui promosi kesehatan pada tingkat puskesmas. Sebagaimana diketahui bahwa ujung tombak dari program penanggulangan gizi buruk adalah Puskesmas dan salah satu dari upaya kesehatan wajib Puskesmas yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah promosi kesehatan, Kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten Merangin yaitu Pemberian Makanan Tambahan Anak dan Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sejak ibu hamil sampai anak berumur 2 tahun Kata Kunci: Penanggulangan, Kasus, Gizi Buruk
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27 MOTTO
28
لوا ۞ د وك د كل مسجي ن كم عي ت م خذوا زيين ا بني آد ي
سريفوا واشربوا ول مسريفيي ت ب ال إينه ل يي
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan Al-A'raf Ayat 31
29 PERSEMBAHAN
حي ن الر ح بسم الله الر
Skripsi ini kupersembahkan untuk kedua orang tua tercinta Ibunda Safera Ayahanda Usman Efendi yang telah memberikan dukungan, semangat, moral, materi, kasih
sayang, selalu bersabar, selalu mendoakanku disetiap shalatnya, pengorbanan dan nasehat-
nasehat yang membangun jiwa penulis agar lebih baik lagi. Terima kasih Ibunda, terima
kasih Ayahanda, terima kasih untuk kasih sayang yang tiada batas.
Kepada saudara-saudariku tersayang dan tercinta, Maryusnita, Reka Wahyuni dan
Muhammad Zainal, yang selalu hadir dalam suka dan duka, menjadi penyemangatku,
semoga kelak aku dalam suka duka, dan menjadi penyemangatku, semoga kelak aku
menjadi sukses dan membanggakan keluarga di masa depan.
Teman-teman Jurusan Ilmu pemerintahan Angkatan 2015 senasib, seperjuangan dan sepenanggungan, terimakasih atas gelak tawa dan solidaritas yang luar biasa sehingga membuat hari-hari semasa kuliah lebih berarti.
30 KATA PENGANTAR
Puji syukur Penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang mana dalam
penyelesaian skripsi ini penulis selalu diberikan kesehatan dan kekuatan, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Disamping itu, tidak lupa pula iringan shalawat
serta salam Penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammmad SAW.
Menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa semester akhir untuk menyusun skripsi
sebagai syarat untuk memperoleh predikat Sarjana dalam bidang ilmu yang dituntut maka
penulis dapat persetujuan untuk menyusun skripsi dengan judul “Kinerja Pemerintah
Daerah Dalam Penanggulangn Kasus Gizi Buruk”(Studi di Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin)
Kemudian dalam penyelesaian skripsi ini, Penulis akui tidak sedikit hambatan dan
rintangan yang Penulis temui baik dalam mengumpulkan data maupun dalam
penyusunannya. Dan berkat adanya bantuan dan bimbingan yang diberikan oleh Dosen
Pembimbing, maka skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, hal yang
pantas Penulis ucapkan adalah kata terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu
penyelesaian skripsi ini terutama sekali kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof.DR.H. Suaidi Asary,MA.Ph.D,.selaku Rektor UIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi.
2. Bapak Dr. A. A. Miftah, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Sultha Thaha
Saifuddin Jambi.
3. Bapak H. Hermanto Harun, Lc., M.HI., Ph.D., selaku Wakil Dekan Bidang Akademik
Fakultas Syariah UIN Sultha Thaha Saifuddin Jambi.
4. Ibu Dr. Rahmi Hidayati, S.Ag., M.HI., selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi
Umum, Perencanaan Dan Keuangan Fakultas Syariah UIN Sultha Thaha Saifuddin
Jambi
5. Ibu Dr. Yuliatin, S.Ag., M.HI., selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan
Kerjasama Fakultas Syariah UIN Sultha Thaha Saifuddin Jambi
6. Ibu Mustiah, RH,S.Ag.,M.Sy., selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Syariah UIN Sultha Thaha Saifuddin Jambi.
7. Ibu Tri Endah Karya Lestiyani S.IP.M.IP., selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
pemerintahan Fakultas Syariah UIN Sultha Thaha Saifuddin Jambi.
8. Bapak Alhusni, S.Ag., M.HI., selaku Pembimbing I
9. Ibu Mustiah, RH,S.Ag., M.Sy., selaku Pembimbing II
10. Bapak dan Ibu Dosen, Asisten Dosen dan seluruh Karyawan/Karyawati Fakultas
Syariah UIN Sultha Thaha Saifuddin Jambi.
Disamping itu, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karenanya diharapkan kepada semua pihak untuk dapat memberikan kontribusi
pemikiran demi perbaikan skripsi ini. Kepada Allah SWT kita memohon ampunannya, dan
kepada manusia kita memohon kemaafannya. Semoga amal kebaikan kita dinilai seimbang
oleh Allah SWT.
Jambi, Oktober 2019
Yang Menyatakan
MUHAMMAD IQBAL
NIM. SIP.152025
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................ ii
PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v
MOTTO .............................................................................................................. vi
PERSEMBAHAN .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................. ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xiv
BAB I.PENDAHULUAN
A. LatarBelakang ..................................................................................... 1
B. RumusanMasalah ............................................................................... 4
C. Batasan Masalah ............................................................................... 5
D. TujuanPenelitian ................................................................................ 5
E. Kegunaan Penelitian ........................................................................... 5
F. Kerangka Teori ................................................................................... 6
G. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 22
BAB II. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian ................................................................................ 25
................................................................................................................ B.
Pendekatan Penelitian............................................................................ 25
C. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 26
D. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................... 27
E. Teknis Analisis Data ............................................................................ 29
F. Sistematika Penulisan ......................................................................... 30
BAB III. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan Geografis Kabupaten Merangin ..................................... 32
B. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin ................ 34
C. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin ......................... 35
D. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin ................................ 36
E. Uraian Tugas dan Fungsi ..................................................................... 39
BAB IV. TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBEHASAN
A. Hambatan Dinaas Kesehatan Dalam Penanggulangan
Gizi Buruk Kabupaten Merangin ....................................................... 45
B. Upaya Dinas Kesehatan Dalam Penanggulangan Gizi
Buruk Di Kabupaten Merangin ...................................................................................... 53
C. Kebijakan Pemerintah Daerah Melalui Dinas Kesehatan Dalam
Penanggulangan Gizi Buruk Di Kabupaten Merangin ....................... 55
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ......................................................................................... 69
B. Saran ................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 70
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
DAFTAR TABEL DATA KASUS GIZI BURUK KAB. MERANGIN 2018 ....................................................... 56
DAFTAR GAMBAR STRUKTUR ORGANISASI .............................................................................................. 38 DOKUMENTASI PENELITIAN ........................................................................................ 76
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan
bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya juga diamanatkan bahwa setiap
kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan
sumber daya manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing
bangsa bagi pembangunan nasional.
Kesehatan adalah hal yang sangat penting bagi setiap manusia. Undang-
Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 memberikan batasan, bahwa kesehatan
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Menurut H. L. Blum, secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
kesehatan, baik individu, kelompok, maupun masyarakat dikelompokkan
menjadi empat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan.1
1 Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. (Jakarta : Rineka Cipta. 2007),
hlm. 3
Persoalan gizi pada bayi dan balita masih menjadi persoalan utama dalam
tatanan kependudukan, salah satunya adalah masalah gizi kurang. Gizi
merupakan salah satu pilar pembangunan sosial dan ekonomi. Sehingga
penurunan gizi kurang pada bayi dan anak sangatlah penting demi mendukung
untuk terwujudnya Suistainable Development Goals (SDGs) yaitu mengakhiri
kelaparan, mencapai keamanan pangan dan perbaikan gizi, dan memajukan
pertanian berkelanjutan.2
Masalah gizi kurang tidak hanya sekedar kurangnya asupan kalori dan
protein. Banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa masalah gizi kurang
belum dapat diatasi. Masalah gizi kurang disebabkan oleh banyak faktor yang
saling terkait baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
dipengaruhi oleh penyakit infeksi dan tidak cukupnya asupan gizi secara
kuantitas maupun kualitas, sedangkan secara tidak langsung dipengaruhi oleh
jangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan, pola asuh anak yang kurang
memadai, kurang baiknya kondisi sanitasi lingkungan serta rendahnya
ketahanan pangan di tingkat rumah tangga. Sebagai pokok masalah di
masyarakat adalah rendahnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan serta
tingkat pendapatan masyarakat. 3
Gizi kurang merupakan gangguan kesehatan akibat kekurangan atau
ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, aktivitas
berpikir dan semua hal yang berhubungan dengan kehidupan. Gizi kurang dapat
2Osborne, R. H. Dkk., Distribution of health literacy strengths and weaknesses across socio-
demographic groups: a crosssectional survey using the Health Literacy Questionnaire (HLQ).
(2015). BMC public health. 15(1), hlm 678. 3 Supariasa. Penilaian Status Gizi. (Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001), hlm. 117
berdampak buruk pada bayi dan balita sehingga menimbulkan penyakit pada
anak, gangguan pertumbuhan fisik, dan kemampuan belajar, penurunan kognitif,
anggaran pencegahan dan perawatan yang meningkat, bahkan penurunan
produktivitas kerja yang pada akhirnya berdampak pada masalah ekonomi dan
sosial pada wilayah tersebut. Gizi kurang ditujukkan dengan berat badan dan
tinggi badan (BB/TB) dan berat badan menurut usia (BB/U) berdasarkan standar
deviasi unit (-2 s/d -3SD).
Indonesia merupakan negara berkembang yang masih menghadapi
masalah gizi. Prevalensi gizi anak balita dapat menggambarkan mengenai
kondisi gizi masyarakat di suatu daerah. Data Riskesdas menunjukkan di
Indonesia jumlah penderita gizi kurang tahun 2017 sebanyak 15,0% sedangkan
pada tahun 2018 meningkat menjadi 17,0%. Banyak faktor yang mempengaruhi
terjadinya gizi kurang, diantaranya adalah status ekonomi, rendahnya
pengetahan ibu tentang pemberian gizi yang baik untuk anak, dan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) (Kusriadi, 2010).4
Dikabuptaen Merangin pada tahun 2018 dengan jumlah sasaran sebanyak
18,763 dengan jumlah laki-laki sebanyak 93,30% dan jumlah perempuan
sebnayak 94,33%. Kabupaten Merangin merupakan salah satu kabupaten dengan
angka kejadian gizi buruk tertinggi di Provinsi Jambi berdasarkan data tahun
2016 dan 2017, dan pada tahun 2018, dimana pada tahun 2016 terdapat 7 kasus
kejadian gizi buruk dengan jumlah 3 laki-laki, dan 4 perempuan, meskipun pada
4 Kusriadi. Analisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kurang gizi pada anak balita
di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) [Tesis]. (Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian
Bogor, 2010), hlm 45
tahun 2017 terjadi penurunan yang hanya sebanyak 5 kasus gizi buruk dengan
jumlah 1 laki-laki dan 4 perempuan, dan pada tahubn 2018 kasusu gizi buruk
mencapai kenaikan sebanyak 15 kasus, dengan jumlah 5 laki-laki dan 10
perempuan5. Kondisi tersebut dapat digambarkan pada grafik berikut:
Gambar 1.
Grafik Perkembangan Kasus Gizi Buruk Kab. Merangin 2016-2018
Grafik di atas menunjukan terjadinya peningkatan yang sangat signifikan
pada tahun 2018. Berdasarkan hasil observasi pendahuluan peneliti di
Kabupaten Merangin pada tanggal 13 November 2018 diketahui bahwa pada
bulan Oktober 2018 terdapat kasus gizi buruk baru di Kabupaten Merangin.
Dimana seorang anak warga desa Ngaol, Kecamatan Tabir Barat, Kabupaten
Merangin, harus menjalani perawatan di Rumah Sakit Ar-Raudah, Bangko.
Balita berusia 4 tahun 10 bulan tersebut dinyatakan positif mengidap gizi buruk6.
5Wawancara dengan bapak Salahudin, selaku kepala dinas kabupaten meranfin, 12 Juli 2019)
7
5
15
0
2
4
6
8
10
12
14
16
2016 2017 2018
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Berdasarkan kondisi tersebut perlu adanya upaya pemerintah daerah untuk
melakukan penanggulangan terhadap gizi buruk di Kabupaten Merangin. Oleh
karena itu, penulis berkeinginan untuk mengangkatnya dalam bentuk penelitian
dengan judul “Kinerja Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Kasus
Gizi Buruk (Studi di Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin)”
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti merumuskan
permasalahan penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di
Kabupaten Mearngin?
2. Bagaimana upaya Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di
Kabupaten Merangin?
3. Bagaimana kinerja pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin?
C. Batasan Masalah
Untuk memudahkan dalam penulisan karya ilmiah sehingga mendapatkan
hasil yang diharapkan, maka perlu penulis memberi batasan permasalahan yang
akan dibahas, dimana dalam penelitian ini dibatasi pada Kebijakan Pemerintah
Daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin dalam Penanggulangan
Gizi Buruk di Kabupaten Merangin Tahun 2016-2018
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi
buruk di Kabupaten Mearngin.
2. Untuk mengetahui upaya Dinas Kesehatan dalam dalam penanggulangan
gizi buruk di Kabupaten Merangin.
3. Untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan
dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dari hasil penelitian ini meliputi Tiga
hal, yaitu:
1. Secara praktis kegunaan penelitian diharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada masyarakat luas mengenai kebijakan pemerintah daerah
melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten
Merangin.
2. Untuk menambah pengetahuan mengenai kebijakan pemerintah daerah
melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten
Merangin.
3. Sebagai syarat untuk mendapatkan gelar strata satu (S1) dalam Ilmu
Pemerintahan Fakultas Syari’ah UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
F. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan uraian ringkas tentang teori yang digunakan
dan cara menggunakan teori itu dalam menjawab pertanyaan penelitian.7 Agar
7 Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah Press 2014),
hlm. 14
penelitian ini lebih terarah dan tepat sasaran, maka penulis menganggap perlu
menggunakan kerangka teori sebagai landasan berfikir guna mendapatkan
konsep yang benar dan tepat dalam penyusunan skripsi ini sebagai berikut :
1. Teori Kebijakan
a. Definisi Kebijakan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan dijelaskan sebagai
rangkaian konsep dan azas yang menjadi garis dasar rencana dalam
pelaksanaan pekerjaan, kepemimpinan, serta cara bertindak (tentang perintah,
organisasi dan sebagainya).8
Sedangkan menurut Anderson kebijakan adalah suatu tindakan yang
mempunyai tujuan yang dilakukan seseorang pelaku atau sejumlah pelaku
untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutanya Anderson,
mengklasifikasikan kebijakan policy, menjadi dua : suntantif dan prosedural.
Kebijakan subtantif yaitu apa yang harus dikerjakan oleh pemerintah
sedangkan kebijakan prosedural yaitu siapa dan bagaimana kebijakan itu
diselenggarakan. Ini berarti, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan
yang dikembangkan oleh badan–badan dan pejabat-pejabat pemerintah.9
Selanjutnya dikatakan bahwa terdapat lima hal yang berhubungan
dengan kebijakan publik. Pertama, tujuan atau kegiatan yang berorientasi
tujuan haruslah menjadi perhatian utama perilaku acak atau peristiwa yang
tiba–tiba terjadi. Kedua, kebijakan merupakan pola model tindakan pejabat
8 Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional,
Balai Pustaka, hlm. 231 9 Tahir Arivin. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
(Bandung : Alfabeta, 2014), hlm. 21
pemerintah mengenai keputusan–keputusan diskresinya secara terpisah.
Ketiga, kebijakan harus mencakup apa yang nyata pemerintah perbuat, atau
apa yang mereka katakan atau dikerjakan. Keempat, bentuk kebijakan publik
dalam bentuknya yang positif didasarkan pada ketentuan hukum dan
kewenangan. Kelima, tujuan kebijakan publik adalah dapat dicapainya
kesejahteraan masyarakat melalui produk kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah. Setiap kebijakan haruslah memperhatikan subtansi dari keadaan
sasaran, melahirkan sebuah rekomendasi yang memperhatikan berbagai
program yang dapat dijabarkan dan diiplementasikan sebagaimana tujuan
dari kebijakan tersebut.
b. Model Kebijakan Pemerintah
Membuat kebijakan pemerintah ini merupakan studi tentang proses
pembuatan keputusan, karena bukankah kebijakan pemerintah (publik policy)
itu merupakan pengambilan keputusan (decision making) dan pengambilan
kebijakan (policy making), yaitu memilih dan menilai informasi yang ada
untuk memecahkan masalah.
Menurut Harold Laswell yang dikutip oleh Miftha Thoha bahwa ada
beberapa tugas intelektual dalam persoalan tersebut di atas, yaitu penjelasan
tujuan, penguraian kecenderungan, penganalisaan keadaan, proyeksi
pengembangan masa depan dan penelitian, penilaian dan penelitian, serta
penilaian dan pemeilihan kemungkinan.10
10 Syafie, Inu Kencana. Pengantar Ilmu Pemerintahan. (Bandung : Refika Aditama, 2013),
hlm. 146
Selain dari pada itu, ada beberapa model yang dipergunakan dalam
pembuatan public policy, yaitu sebagai berikut dibawah ini :
1) Model Elit, yaitu pemebentukan public policy hanya berada pada sebagian
kelompok orang–orang tertentu yang sedang berkuasa. Walaupun pada
kenyataannya mereka sebagai preferensi dari nilai–nilai elit tertentu tetapi
mereka masih saja berdalih merefleksikan tuntutan-tuntutan rakyat
banyak. Oleh karena itu mereka cenderung mengendalikan dengan
kontinyu, dengan perubahan–perubahan hanya bersifat tambal sulam.
Masyarakat hanya dibuat sedemikian rupa tetap miskin informasi.
2) Model Kelompok, yaitu berlainan dengan model elit yang dikuasai oleh
kelompok tertentu yang berkuasa, maka pada model ini terdapat beberapa
kelompok kepentingan (intereset group) yang saling berebutan mencari
posisi mainan. Jadi dengan demikian model ini merupakan interaksi antar
kelompok dan merupakan fakta sentral dari politik serta pembuatan public
policy. Antar kelompok mengikat diri secara formal atau informal dan
menjadi penghubung pemerintah dengan individu. Antar kelompok
berjuang mempengaruhi pembentukan public policy, bisa membentuk
koalisi mayoritas, tetapi juga dapat menimbulkan check and balance
dalam persaingan antar kelompok untuk menjaga keseimbangan.
3) Model Kelembagaan. Kelembagaan di sini adalah kelembagaan
pemerintah. Yang maksud dalam lembaga–lembaga pemerintah seperti
eksekutif (presiden, menteri–menteri dan depertrmrnnya), lembaga
legislatif (parlemen), lembaga yudikatif, pemerintah daerah dan lain–lain.
Dalam model ini public policy dikuasai oleh lembaga–lembaga tersebut,
dan sudah barang tentu lembaga tersebut adalah satu–satunya yang dapat
memaksa serta melibatkan semua pihak. Perubahan dalam kelembagaan
pemerintah tidak berarti perubahan kebijakan.
4) Model proses. Model ini merupakan rangkaian kegiatan politik mulai dari
identifikasi masalah, perumusan usul pengesahan kebijakan, pelaksanaan
dan evaluasinya. Model ini akan memperhatikan bermacam–macam jenis
kegiatan pembuatan kebijakan pemerintah (public policy).
5) Model Rasialisme. Model ini bermaksud untuk mencapai tujuan secara
efisien, dengan demikian dalam model ini segala sesuatu dirancang dengan
tepat, untuk meningkatkan hasil bersihnya. Seluruh nilai diketahui seperti
dikalkulasi semua penorbanan politik dan ekonomi, serta menelusuri
semua pilihan dan apa saja konsekuensinya, perimbangan biaya dan
keuntungan (cost and benefit).
6) Model Inkrimentalisme. Model ini berpatokan pada kegiatan masa lalu
dengan sedikit perubahan. Dengan demikian hambatan seperti waktu,
biaya dan tenaga untuk memilih alternatif dapat dihilangkan. Dalam arti
model ini tidak banyak bersusah payah, tidak banyak berisiko, perubahan–
perubahannya tidak radikal tidak ada konflik meninggi kestabilan
terpelihara tetapi tidak berkembang (konsertatif) karena hanya menambah
dan mengurangi yang sudah ada.
7) Model Sistem. Model ini beranjak dari memprihatinkan desakan–desakan
lingkungan yang antara lain berisi tuntutan, dukungan, hambatan,
tantangan, rintangan, gangguan, pujian, kebutuhan atau keperluan dan
lain–lain yang mempengaruhi public policy. Setelah diproses akan
mengeluarkan jawaban. Desakan lingkungan sebagaimana yang penulis
sampaiakn diatas, dianggap masukan (input) sedangkan jawabannya
dianggap keluaran (output), yang berisi keputusan–keputusan, peraturan-
peraturan, tindakan–tindakan, kebijaksanaan–kebijaksanaan.
2. Pemerintah Daerah
Istilah “pemerintah” ini pula yang oleh kebanyakan kalangan
mengedepankan dengan istilah governent (bahasa inggris) dan gouvernment
(bahasa Perancis) yang keduanya berasal dari perkataan latin gubermaculun,
yang artinya “ kemudi “. Istilah Pemerintah ini sering disinonimkan dengan
penguasa, kadang juga diartikan sama dengan ekeskutif, yakni pemegang atau
yang melaksanakan pemerintahan secara riil dan ada pula yang
mengistilahkan pemerintah dengan jawatan atau aparatur dalam susunan
pemerintah.
Dalam pengertian sederhana pemerintah merupakan upaya mengelola
kehidupan bersama secara baik dan benar guna mencapai tujuan yang
disepakati bersama. Untuk mencapai tujuan tadi pemerintah membutuhkan
instrumen berupa organisasi yang berfungsi merealisasikan semua konsesus
yang dimaksud. Dalam kegiatan itu pemerintah dapat ditinjau dari sejumlah
aspek penting seperti kegiatan (dinamika), struktur fungsional maupun tugas
dan kewenangannya. Kegiatan pemerintahan berkaitan dengan segala
aktivitas yang terorganisasi, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan
pada dasar negara, mengenai rakyak dan negara, serta demi tujuan negara.
Struktur fungsional menyangkut pemerintahan sebagai sebagai seperangkat
fungsi negara yang satu sama lain berhubungan secara fungsional dan
melaksanakan fungsinya atas dasar tertentu demi tujuan negara. Sementara
tugas dan kewenangannya berhubungan dengan keseluruhan tugas dan
kewenangan negara yang dilakukan secara konkret oleh pemerintah.
Istilah Pemerintah Daerah menurut Bagirmanan sebagaimana yang
dikutip oleh Syarifudin, berasal dari kata dasar perintah yang mendapat
sisipan “ em “ yang berarti “ suatu system dalam menjalankan wewenang dan
kekuasaan untuk mengatur kehidupan social, ekonomi dan politik suatu
negara atau bagian–bagiannya, atau sekelompok orang yang secara bersama–
sama memikul tanggung jawab terbatas untuk memikull tanggung jawab
terbatas untuk menggunakan kekuasaan atau penguasa suatu negara”11
Menurut Bagir Manan dengan mengacu kepada beberapa pendapat para
sarjana, menjelaskan pula bahwa secara yuridis ada perbedaan yang sangat
nyata antara “ negara “ dan “ pemerintah “. Negara adalah sebuah badan
(body), sedangkan pemerintah adalah alat kelengkapan negara (organ).
Pemerintah sebagai alat kelengkapan negara dapat diberi pengertian luas atau
dalam arti sempit. Pemerintah dalam arti luas mencakup semua alat
kelengkapan negara yang pada pokoknya terdiri dari cabang–cabang
11 Arifin Tahir. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.
(Bandung : Alfabeta, 2014. ) hal. 117
kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif atau alat–alat kelengkapan
negara lain yang juga bertindak untuk dan atas nama negara.12
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintahan Daerah menjelaskan bahwa :
a. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang
kekuasaan Pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh
Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Pemerintah Daerah adalah Penyelenggara urusan Pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya
dalam prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
c. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara
Peerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah otonom.
Dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan, khususnya
pemerintahan daerah terdapat asas-asas yang menjadi pedoman pelaksanaan
otonomi daerah. Tiga asas dalam pelaksanaan otonomi daerah, yakni sebagai
berikut :
12 Ibid, hal. 118
a. Asas Desentralisasi adalah penyerahan urusan Pemerintah oleh
Pemerintah Pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Asas
otonomi adalah prinsip dasar penyelenggaraan pemerintahan daerah
berdasarkan otonomi daerah.
b. Asas Dekonsentrasi adalah pelimpahan sebagian urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan pemerintah pusat kepada gubernur sebagai
wakil pemerintah pusat, kepada instansi vertikal diwilayah tertentu,
dan/atau kepada gubernur dan bupati/wali kota sebagai penanggung jawab
urusan pemerintahan umum.
c. Asas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah
otonom untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah provinsi.
Semua negara pada hakikatnya memiliki keinginan untuk membentuk
pemerintahan yang kuat. Pemerintahan yang kuat tidaklah sekedar diukur dari
kekuatan militer yang banyak dan terlatih, tetapi lebih dari itu seberapa besar
akseptabilitas masyarakat dalam menyokong penyelenggaraan pemerintahan
itu sendiri. Hal ini hanya dapat tercipta apabila pemerintahan dapat
memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Terkait dengan itu, maka
pemerintah menggunakan perangkat birokrasi dari puncak kekuasaan (pusat)
hingga level terendah (daerah).
Untuk mengemban tugas negara tersebut, menurut Ndraha, pemerintah
memilki dua fungsi dasar, yaitu fungsi primer atau fungsi pelayanan, dan
fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan. Fungsi primer, yaitu fungsi
pemerintah sebagai provider jasa-jasa publik yang tidak dapat
diprivatisasikan termasuk jasa hankam, layanan sipil, dan layanan birokrasi.
Sementara fungsi sekunder sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang
diperintah akan barang dan jasa yang tidak dapat dipenuhi sendiri karena
masih lemah dan tak berdaya (powerless) termasuk penyediaan dan
pembangunan sarana dan prasarana.13
Fungsi primer secara terus-menerus berjalan dan berhubungan positif
dengan keberdayaan yang diperintah. Artiya semakin berdaya masyarakat
semakin meningkat pula fungsi primer pemerintah. Sebaliknya, fungsi
sekunder berhubungan negatif dengan tingkat keberdayaan yang diperintah.
Maknanya semakin berdaya masyarakat semakin berkurang fungsi sekunder
pemerintah dari rowing (pengaturan) ke steering (pengendalian). Fungsi
sekunder secara perlahan-lahan dapat diserahkan pada masyarakat untuk
dipenuhi sendiri. Pemerintah berkewajiban secara terus-menerus berupaya
memberdayakan masyarakat agar meningkatkan keberdayaannya sehingga
pada gilirannya sendiri atau memenuhi kebutuhannya secara mandiri terlepas
dari campur tangan pemerintah. 14
Tujuan utama dibentuknya pemerintahan adalah untuk menjaga suatu
sistem ketertiban di dalam mana masyarakat bisa menjalani kehidupannya
secara wajar. pemerintahan modern dengan kata lain, pada hakekatnya adalah
pelayanan kepada masyarakat. pemerintahan tidaklah diadakan untuk
13 Labolo Muhadam. Memahami Ilmu Pemerintahan. (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2014), hlm. 37 14 Ibid., hal. 38
melayani dirinya sendiri, tetapi untuk melayani masyarakat, menciptakan
kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat mengembangkan
kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai kemajuan bersama.15
Secara umum, tugas-tugas pokok pemerintahan mencakup tujuh bidang
pelayanan : pertama, menjamin keamanan negara dari segala kemungkinan
serangan dari luar, dan menjaga agar tidak terjadi pemberontakan dari dalam
yang dapat menggulingkan pemerintahan yang sah melalui cara-cara
kekerasan. Kedua, memelihara ketertiban dengan mencegah terjadinya
gontok-gontokan di antara warga masyarakat agar perubahan apapun yang
terjadi di dalam masyarakat dapat berlangsung secara damai. Ketiga,
menjamin diterapkannya perlakuan yang adil kepada setiap warga
masyarakat tanpa membedakan status apapun yang melatarbelakangi
keberadaan mereka. jaminan keadilan ini terutama harus tercermin melalui
keputusan-keputusan pengadilan, di mana kebenaran diupayakan
pembuktiannya secara maksimal, dan di mana konstitusi dan hukum yang
berlaku dapat ditafsirkan dan diterapkan secara adil dan tidak memihak, serta
di mana perselisihan bisa didamaikan.
Keempat, melaukan pekerjaan umum dan memberi pelayanan dalam
bidang-bidang yang tidak mungkin dikerjakan oleh lembaga non-pemerintah,
atau atau yang akan lebih baik jika dikerjakan oleh pemerintah. ini antara lain
mencakup pembangunan jalan, penyediaan fasilitas pendidikan yang
15 Ibid., hal. 38
terjangkau oleh mereka yang berpendapatan rendah, pelayanan pos dan
pemcegahan penyakit menular.
Kelima, melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
sosial, membantu orang miskin dan memelihara orang-orang cacat, jompo
dan anak-anak terlantar, menampung serta menyalurkan para gelandangan ke
sektor kegiatan yang produktif, dan semacamnya. Keenam, menerapkan
kebijakan ekonomi yang menguntungkan masyarakat luas, seperti
mengendalikan laju inflasi, mendorong penciptaan lapangan kerja baru,
memajukan perdangangan domestik dan antar bangsa, serta kebijakan lain
yang secara langsung menjamin penigkatan ketahanan ekonomi negara dan
masyarakat. Ketujuh, menerapkan kebijakan untuk pemeliharaan sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, pemerintah juga berkewajiban mendorong
kegiatan penelitian dan pengembangan untuk pemanfaatan sumber daya alam
yang mengutamakan keseimbangan antara exploitasi dan reservasi.
Tujuh bidang yang terekam di atas menggambarkan adanya jangkaun
tugas yang luas dan kompleks, dengan tanggung jawab yang sangat berat,
terpikul di atas pundak setiap pemerintahan. untuk mengemban semua beban
itu, selain diperlukan konstitusi, hukum, etika dan lembaga-lembaga yang
canggih, juga dibutuhkan dukungan aparatur yang tangguh dan kualifaid.
Untuk yang terakhir ini, secara mendasar seyogianya pembinaan terhadap
mereka ditujukan pada upaya memahami misi, fungsi, dan tugas pokok
pemerintahan. Pada saat yang sama setiap aparatur sejak awal rekrutmennya
perlu menjernihkan motivasi dibalik keputusannya untuk masuk ke bidang
pemerintahan.
Para aparatur pemerintahan, pada tingkat tertentu, harus menjadikan
semangat untuk melayani kepentingan umum sebagai dasar dari motivasi
mereka memilih karier di bidang pemerintahan. Seseorang yang masuk
bekerja kelapangan pemerintahan dengan motivasi untuk menjadi orang kaya,
pemerintah bahkan bukan lapangan pekerjaan yang menjanjikan kesenangan
hidup material yang berlebihan bagi para aparatur, karena komitmen
pengabdian dan pelayanan yang diharapkan dari mereka justru adalah
bagaimana memberi kesenangan kepada orang banyak.
Pemahaman tentang misi pemerintahan untuk memelihara ketertiban
dan mengusahakan tegaknya keadilan akan secara langsung menjadikan
pelayanan sebagai fungsinya yang utama. Tetapi, pelayanan yang baik,
melalui kemampuan optimal untuk melaksakan tugas pokok yang
dikemukakan di atas, hanya mungkin terwujud jika pemerintahan memiliki
power yang cukup. Disini, pemerintahan yang kuat jelas diperlukan, dengan
catatan bahwa kekuatan itu untuk mengutamakan pelayanan dan
perlindungan kepada kelompok-kelompok masyarakat yang paling lemah
posisinya dalam masyarakat, baik secara sosial ekonomi, budaya, maupun
politik.
3. Penanggulangan Gizi Buruk
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 23
Tahun 2014 Tentang Upaya Perbaikan Gizi. Bahwa peningkatan derajat
kesehatan masyarakat perlu dilakukan upaya perbaikan gizi perorangan dan
gizi masyarakat pada seluruh siklus kehidupan sejak dalam kandungan
sampai dengan lanjut usia dengan prioritas kepada kelompok rawan gizi. Gizi
buruk adalah satu kondisi dimana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi,
atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata.
Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Selain
akibat kurang konsumsi jenis makanan bernutrisi seimbang, gizi buruk pada
anak juga bisa disebabkan oleh penyakit-penyakit tertentu yang
menyebabkan gangguan pencernaan atau gangguan penyerapan zat makanan
yang penting untuk tubuh. Status gizi anak sangat berpengaruh terhadap
proses tumbuh kembang nya.
Pada anak yang memiliki status gizi buruk biasanya akan terganggu nya
pertumbuhan tubuh secara fisik contohnya anak akan beresiko tumbuh kecil
(kerdil). Kemudian dalam perkembangan mental anak beresiko mengalami
gangguan kontrol emosi dan perasaan. Disekolah anak tersebut akan sulit
mengikuti pelajaran dan sulit untuk berkonsentrasi.Upaya penanggulangn
Gizi buruk dapat dilakukan dengan dua cara yaitu pencegahan dan
penanganan. Pencegahan yang dimaksudkan seperti adanya Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi. SKPG adalah sistem informasi yang dapat
digunakan sebagai alat bagi pemerintah daerah untuk mengetahui situasi
pangan dan gizi masyarakat. Sedangkan Penanganan gizi buruk dimulai dari
tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai dan pelayanan kesehatan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan :16
Implementasi kebijakan sesungguhnya bukan sekedar berhubungan
dengan penerjemahan pernyataan kebijakan (policy statement) kedalam aksi
kebijakan (policy action). Dalam Aktifitas implementasi terdapat berbagai
faktor-faktor yang akan mempengaruhi terlaksananya kegiatan atau kebijakan
tersebut. Model implementasi kebijakan menurut pandangan Edwards III,
dipengaruhi empat variabel, yakni ; (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3)
disposisi dan kemudian (4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga
saling berhubungan satu sama lain.
1) Komunikasi. Implemetasi kebijakan publik agar dapat mencapai
keberhasilan, mensyaratkan agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan secara jelas. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan
harus diinformasikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga
akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila penyampaian tujuan dan
sasaran suatu kebijakan tidak jelas, tidak memberikan pemahaman atau
bahkan tujuan dan sasaran kebijakan tidak diketahui sama sekali oleh
kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi suatu penolakan atau
resistensi dari kelompok sasaran yang bersangkutan. Oleh karena itu
diperlukan adanya tiga hal, yaitu; (1) penyaluran (transmisi) yang baik
akan menghasilkan implementasi yang baik pula (kejelasan); (2) adanya
kejelasan yang diterima oleh pelaksana kebijakan sehingga tidak
16 Edwards III, George C. Implementing Publik Policy. (Congresinal, Quartely press, 2010),
hlm 65.
membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan, dan (3) adanya konsistensi
yang diberikan dalam pelaksanaan kebijakan. Jika yang dikomunikasikan
berubah-ubah akan membingungkan dalam pelaksanaan kebijakan yang
bersangkutan. 17
2) Sumber daya. Dalam implementasi kebijakan harus ditunjang oleh sumber
daya baik sumberdaya manusia, materi dan metoda. Sasaran, tujuan dan
isi kebijakan walaupun sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten,
tetapi apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan efektif dan efisien. Tanpa sumber daya,
kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja tidak diwujudkan
untuk memberikan pemecahan masalah yang ada di masyarakat dan upaya
memberikan pelayan pada masyarakat. Selanjutnya sumber daya tersebut
dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan
sumberdaya finansial. 18
3) Disposisi. Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh
implementor, seperti komitmen, kejujuran, sifat demokratis. Apabila
implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat
kebijakan. Implementasi kebijakan apabila memiliki sikap atau perspektif
yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasinya
menjadi tidak efektif dan efisien.
17 Ibid, hlm. 65 18 Ibid, hlm. 66
4) Struktur birokrasi. Organisasi, menyediakan peta sederhana untuk
menunjukkan secara umum kegiatan-kegiatannya dan jarak dari puncak
menunjukkan status relatifnya. Garis-garis antara berbagai posisi-posisi itu
dibingkai untuk menunjukkan interaksi formal yang diterapkan.
Kebanyakan peta organisasi bersifat hirarki yang menentukan hubungan
antara atasan dan bawahan dan hubungan secara diagonal langsung
organisasi melalui lima hal harus tergambar, yaitu; (1) jenjang hirarki
jabatan-jabatan manajerial yang jelas sehingga terlihat “Siapa yang
bertanggungjawab kepada siapa?”; (2) pelembagaan berbagai jenis
kegiatan oprasional sehingga nyata jawaban terhadap pertanyaan “Siapa
yang melakukan apa?”; (3) Berbagai saluran komunikasi yang terdapat
dalam organisasi sebagai jawaban terhadap pertanyaan “Siapa yang
berhubungan dengan siapa dan untuk kepentingan apa?”; (4) jaringan
informasi yang dapat digunakan untuk berbagai kepentingan, baik yang
sifatnya institusional maupun individual; (5) hubungan antara satu satuan
kerja dengan berbagai satuan kerja yang lain. Dalam implementasi
kebijakan, struktur organisasi mempunyai peranan yang penting. Salah
satu dari aspek struktur organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (standard operating procedures/SOP). Fungsi dari SOP menjadi
pedoman bagi setiap implementor dalam bertindak. Struktur organisasi
yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan
menimbulkan red-tape, yakni birokrasi yang rumit dan kompleks. Hal
demikian pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.19
F. TINJAUAN PUSTAKA
Pertama penelitian yang di lakukan oleh Yunita San Roja, Penelitian
ini dilakukan dengan tujuan mengetahui dan mengambarkan fungsi dan
peran Pemerintah Daerah dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten
Sikka, serta untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi hambatan dan
tantangan Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka dalam penanggulangan
gizi buruk. Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian kualitatif
dengan model pengsmbilsn data action research yang menjelaskan
langkah-langkah yang diambil pemerintah untuk dalam penanggulangan
gizi buruk di Kabupetn sikka. Pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara analisis data, wawancara, dan observasi lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kebijakan Pemerintah Daerah dalam penanggulangan
kasus gizi buruk di Kabupaten sikka belum optimal. Hal ini disebabkan
kurangnya regulasi yang jelas dari pemerintih Daerah, infrastruktur
kesehatan yang belum memadai dan kualitas SDM masyarakat Kabupaten
Sikka.20
Kedua, penelitian yang dilakukan oleh Maisyaroh (2016), dimana
hasil penelitian menunjukan bahwa kejadian gizi buruk akan
menyebabkan balita mengalami gangguan pertumbuhan dan
19 Ibid, hlm. 66 20 Yunita San Roja, Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Kasus Gizi Buruk
Di Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur. Skripsi. Program Studi Ilmu Pemerintahan
Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar 2017
perkembanganotak sehingga akan menurunkan intelektual dan
produktifitas. Penanggulangan memerlukan pendekatan yang menteluruh
yang meliputi penyembuhan dan pemulihan rawat inap dan rawat jalan
kejadian gizi buruk di Puskesmas Sugai Limau Tahun 2010 sebanyak 11
orang, dua diantaranya meninggal, dan pada tahun 2011 sebanyak 9 orang
1 diantaranya masih mengalami gizi buruk sampai tahun 2012. Tujuan
penelitin ini adalah mengetahui implementasi penanggulangan gizi buruk
diwilayah kerja puskesmas Sugai Limau. Metode penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif, pengumpulan datanya di dapat
dengan menggunakan teknik indepth interview terhadap 13 informan,
hasil dapat disimpulkan bahwa implementasi penanggulangan gizi buruk
belum maksimal. Diserahkan ke pemerintah kecematan dan puskesmas
perlunya koordinasi dan kerja sama semua lintas sektor dalam melengkapi
tenaga, dana, sarana dan prasarana serta keterlibatan dalam kegiatan
implementasi penanggulangan gizi buruk.21
21 Maisyaroh (2016), Implementasi Penanggulangan Gizi Buruk Di Wilayah Kerja
Puskesmas Sungai Limau Kabupaten Padang Pariaman, Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas,
ISSN : 1978 - 3833
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu Penelitian
Penelitian ini terfokus di Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin.
Penelitian ini direncanakan pada bulan Juni-Juli 2019
B. Pendekatan Penelitian
Dalam upaya mencari dan mengumpulkan data yang akurat, penelitian
yang penulis lakukan bersifat kualitatif. Peneliti kualitatif adalah peneliti yang
bermaksud untuk menggambarkan dan memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek peneliti misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan
lain-lain. Secara holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai
metode ilmiah.22
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis dan
empiris bertujuan untuk memahami secara mendalam mengenai kebijakan
pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk
di Kabupaten Merangin.
22Lexi J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), Ed. Revisi. hlm.6
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumbernya dialapangan.23 Karena penelitian ini peneliti kualitatif dimana
peneliti merupakan instrumen penelitian maka data primer pada penelitian
ini diperoleh dengan cara observasi dan wawancara. Dalam hal ini peneliti
mencari dan mengumpulkan data yang berkenaan dan langsung berkaitan
dengan pokok permasalahan dalam penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber-sumber lain
sebagai pendukung data primer yang dipandang berkaitan dengan pokok
kajian yang diteliti. Data sekunder bersumber dari dokumen-dokumen,
baik berupa dokumen-dokumen resmi maupun bahan perpustakaan
lainnya.24 Walaupun data tersebut diperoleh dari orang lain atau dokumen
lain tetapi data tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pendukung sumber
data utama.
2. Sumber Data
Sumber data berupa responden dan informan dikatakan juga sebagai
sumber dat berupa orang (person). Sumber data peristiwa-peristiwa atau
23Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah Press 2014),
hlm. 178 24 Ibid., hlm. 179
25
kejadian selama observasi berlangsung dikatakan juga sebagai sumber data
berupa tempat (palce). Sedangkan sumber data berupa dokumen-dokumen
atau berupa literatur-literatur pustaka dikatakan juga sebagai sumber data
berupa huruf, angka, gambar dan simbol-simbol.25
Jadi sumber data yang diambil oleh peneliti adalah manusia dan materi.
Adapun sumber data yang meliputi manusia antara lain : Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Merangin, data jumlah kasus gizi buruk dan data-data
lain yang berhubungan dalam penelitian ini.
D. Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan,
peninjauan, penyelidikan riset. Observasi berasal dari bahasa latin yang
berarti “melihat” dan “memperhatikan”. Istilah observasi diarahkan pada
kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan
mempertimbangkan hubungan, antar aspek dalam fenomena tersebut.26
Observasi yang berarti pengamatan bertujuan untuk mendapatkan data
suatu masalah, sehingga diperoleh pemahaman atau sebagai alat re-chescking
atau pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh
25 Ibid., hlm. 36 26 Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara (Jatim: Bayumedia
Publishing, 2004), hlm. 1
sebelumnya. Observasi disini diartikan sebagai kegiatan mengamati secara
langsung upaya penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin.
2. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode dokumentasi
atau kepustakaan untuk memperkuat kebenaran data yang akan di analisis.
Metode dokumentasi adalah pengumpulan data melalui data peninggalan
tertulis seperti arsip, dan termasuk buku-buku tentang pendapat, teori, dan lai-
lain yang berhubungan dengan penelitian.27
Penggunaan metode dokumentasi ini sangat berguna untuk
mendapatkan data catatan gambaran yang ada kaitannya dengan penelitian
ini.
3. Wawancara
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya
menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.
Pokok-pokok yang menjadi dasar pertanyaan diatur sangat terstruktur.
Wawancara ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap hipotesis kerja.
Sedangkan wawancara tidak terstruktur pertanyaan tidak disusun
terlebih dahulu. Wawancara ini menemukan informasi yang bukan baku atau
informasi tunggal. Responden biasanya terdiri atas mereka yang terpilih saja
karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka memiliki pengetahuan dan
27 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, at. 4 (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), hlm. 102
mendalami situasi, dan mereka lebih mengetahui informasi yang
dibutuhkan.28
Metode wawancara ini digunakan untuk memperoleh data atau
informasi langsung melalui tanya jawab. Peneliti melakukan wawancara ini
dengan Kepala Dinas dan Pegawai pada Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin yang mengetahui tentang penanggulangan gizi buruk di Kabupaten
Merangin.
E. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif, data yang diperoleh dari berbagai sumber
dengan mengunakan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam, dan
dilakukan secara berkala atau terus menerus. Tenik analisis data penelitian
menjelaskan tentang alat-alat analisis, perspektif dan model analisis.29
Untuk menganalisis data yang diperoleh dari lapangan maka hasil
penelitian akan penulis analisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Analisis
ini akan penulis lakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Analisis Domain
Analisis domain pada umumnya digunakan untuk memperoleh
gambaran yang umum dn menyeluruh dari objek/penelitian ataupun situasi
sosial. Data ini diperoleh dari grandtour dan minitour, hasilnya berupa
gambaran umum tentang objek yang diteliti, yang sebelumnya belum pernah
diketahui. Dalam analisis ini data yang diperoleh belum mendalam, namun
28 Ibid., hlm. 192 29 Sayuti Una, Pedoman Penulisan Skripsi, Cet 1 (Jambi: Fakultas Syariah IAIN STS Jambi
dan Syariah Press, 2012), hlm. 68
sudah menemukan domain-domain atau kategori dari situasi sosial yang
diteliti.30 Analisis domain ini peneliti gunakan untuk menganalisis data yang
diperoleh dari lapangan penelitian secara garis besarnya mengenai kondisi
di lapangan, yaitu kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan
dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin.
2. Analisis Taksonomi
Setelah peneliti melakukan analisis domain, dan menemukan domain-
domain atau kategori dari situasi sosial tertentu maka selanjutnya ditetapkan
sebagai fokus penelitian, perlu diperdalam lagi melalui pengumpulan data
di lapangan. Oleh karena itu pada tahap ini diperlukan analisis lagi yang
disebut taksonomi.31
3. Analisis Komponensial
Pada analisis komponensial, yang dicarai untuk diorganisasikan
dalam domain bukanlah keserupaan dalam domain, tetapi justru yang
memiliki perbedaan atau kontras. Data ini diperoleh melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi yang terseleksi.32 Analisis komponensial ini
digunakan untuk menjawab permasalahan dan kelemahan kebijakan
pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi
buruk di Kabupaten Merangin.
F. Sistematika Penulisan
30 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, R dan D, (Alfabeta, Bandung, 2013)
hlm. 349 31 Ibid., hlm. 356 32 Ibid., hlm. 360
Untuk lebih memudahkan penulis dan menyusun pemahaman tentang
sekripsi agar berjalan dengan apa yang telah penulis tentukan sebelumnya, maka
ditentukan susunan dan sitematika penulisan sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Rumusan
Masalah, Batasan Masalah, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori,
Tinjauan Pustaka.
Bab II Metode Penelitian, yang terdiri dari : Tempat dan Waktu penelitian,
Pendekatan Penelitian, Jenis dan Sumber Data, Instrumen Pengumpulan Data,
Teknik Analisis Data, Tenik Pemilihan Informan, Sistematika Penulisan dan
Jadwal Penelitian.
Bab III Gambaran Umum Lokasi Penelitian, yang Terdiri dari : Sejarah dan
Geografis Kabupaten Merangin, Gambaran Umum Dinas Kesehatan, Struktur
Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin.
Bab IV Temuan Lapangan dan Pembahasan, terdiri dari: kebijakan pemerintah
daerah melalui Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten
Merangin, dan hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk
Kabupaten Merangin.
Bab V Penutup, yang terdiri dari: Kesimpulan, Saran dan Kata Penutup.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
A. Sejarah dan Geografis Kabupaten Merangin
Kabupaten Merangin terbentuk dari pemekaran Kabupaten Sarolangun
Bangko menjadi Wilayah Kabupaten Merangin. Terbentuknya Kabupaten
Merangin adalah berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 54 Tahun
1999 tanggal 4 Oktober 1999 Tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun,
Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung
Timur. Dalam hal ini Kabupaten Merangin sebagai kabupaten induk tetap
dengan Ibukota Pemerintahan di Kota Bangko, yang dulunya juga merupakan
ibukota Kabupaten Sarolangun Bangko sebelum dimekarkan.
Kabupaten Merangin merupakan salah satu Kabupaten dari 11 (sebelas)
Kabupaten/Kota yang berada di Provinsi Jambi. Wilayah Kabupaten Merangin
berada di bagian barat Provinsi Jambi dan secara geografis terletak antara 101,
32, 11 - 102, 50, 00 bujur timur dan 1, 28, 23 - 1, 52, 00 bujur selatan. Kabupaten
Merangin memiliki luas wilayah7.679 km2 atau 745,130 Ha yang terdiri dari
4.607 km2 berupa dataran rendah dan 3.027 km2 berupa dataran tinggi, dengan
ketinggian berkisar 46-1.206 m dari permukaan air laut dengan batas wilayah
meliputi
- Sebelah Timur : Kabupaten Sarolangun
- Sebelah Barat : Kabupaten Kerinci
- Sebelah Utara : Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo
- Sebelah Selatan : Kabupaten Rejang Lebong (Provinsi Bengkulu)
Kondisi topografis wilayah Kabupaten Merangin secara umum dibagi
dalam 3 (tiga) bagian, yaitu dataran rendah, dataran sedang dan dataran tinggi.
Ketinggian berkisar antara 10-1.206 m dpl dengan bentang alam rata-rata
bergelombang. Pada dataran rendah terletak pada ketinggian 0-100 m dpl dengan
luasan 42.77 persen luas kabupaten. Wilayah dataran sedang yang terletak antara
100-500 m dpl seluas 32.53 persen luas kabupaten, sedangkan dataran tinggi
yang terletak lebih dari 500 m dpl seluas 14.5 persen dari luas Kabupaten
Merangin meliputi Kecamatan Jangkat, Muara Siau, Lembah Masurai, Sungai
Manau dan sebagian Tabir Ulu. Dataran rendah meliputi Kecamatan Bangko,
Pamenang, Tabir, Tabir Selatan dan sebagaian Tabir ulu.
Wilayah Kabupaten Merangin pada saat ini terdiri atas 24 Kecamatan, 203
Desa dan 10 Kelurahan dengan rincian :
1. Kecamatan Jangkat terdiri dari 12 Desa
2. Kecamatan Sungai Tenang terdiri dari 12 Desa
3. Kecamatan Muara Siau terdiri dari 17 Desa
4. Kecamatan Lembah Masurai terdiri dari 15 Desa
5. Kecamatan Tiang Pungpung terdiri dari 6 Desa
6. Kecamatan Pamenang terdiri dari 13 Desa dan 1 Kelurahan
7. Kecamatan Pamenang Barat terdiri dari 8 Desa
32
8. Kecamatan Renah Pamenang terdiri dari 4 Desa
9. Kecamatan Pamenang Selatan terdiri dari 4 Desa
10. Kecamatan Bangko terdiri dari 4 Desa dan 4 Kelurahan
11. Kecamatan Bangko Barat terdiri dari 6 Desa
12. Kecamatan Nalo Tantan terdiri dari 7 Desa
13. Kecamatan Batang Mesumai terdiri dari 10 Desa
14. Kecamatan Sungai Manau terdiri dari 10 Desa
15. Kecamatan Renah Pembarap terdiri dari 12 Desa
16. Kecamatan Pangkalan Jambu terdiri dari 8 Desa
17. Kecamatan Tabir terdiri dari 6 Desa dan 5 Kelurahan
18. Kecamatan Tabir Ulu terdiri dari 6 Desa
19. Kecamatan Tabir Selatan terdiri dari 7 Desa
20. Kecamatan Tabir Ilir terdiri dari 7 Desa
21. Kecamatan Tabir Timur terdiri dari 4 Desa
22. Kecamatan Tabir Lintas terdiri dari 5 Desa
23. Kecamatan Margo Tabir terdiri dari 6 Desa
24. Kecamatan Tabir Barat terdiri dari 14 Desa33
B. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Dinas Kesehatan Merangin sebagai salah satu Organisasi Pemerintah
Daerah (OPD) merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kabupaten Merangin
yang mempunyai tugas pokok merumuskan kebijaksanaan teknis dan
operasional kegiatan di bidang pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan
33 Merangin Dalam Angka 2018, BPS Kabupaten Merangin
kesehatan, penanggulangan penyakit dan penyehatan lingkungan, fasilitasi dan
pembinaan kesehatan masyarakat, pengawasan dan pengendalian kesehatan
serta melaksanakan ketatausahaan dinas.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Dinas Kesehatan
mempunyai fungsi :
a. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan operasional dibidang
kesehataan masyarakat, pencegahan dan pengendalian penyakit, pelayanan
kesehatan, kefarmasian, sarana dan prasarana dan sumber daya kesehatan;
b. Pelaksanaan kebijakan dibidang kesehatan masyarakat, pencegahan dan
pengendalian penyakit, pelayanan kesehatan, kefarmasian, sarana dan
prasarana dan sumber daya kesehatan;
c. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas, pembinaan dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Dinas Kesehatan;
d. Pengelolaan barang milik daerah yang menjadi tanggungjawab Dinas
Kesehatan;
e. Pelaksanaan pengendalian dan evaluasi dan pelaporan terhadap pelaksanaan
program dan kegiatan dibidang kesehatan dan
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan
fungsinya. 34
C. Visi dan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
Visi adalah pandangan jauh tentang suatu instansi ataupun lembaga dan
lain-lain, visi juga dapat di artikan sebagai tujuan perusahaan atau lembaga dan
34 Dokumen Renstra Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin 2018-2023
apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuannya tersebut pada masa yang
akan datang atau masa depan.
Adapun visi Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin yaitu:
“Masyarakat Merangin Yang Sehat, Mandiri, Merata dan
Berkeadilan”
Untuk mewujudkan visi tersebut, maka Dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin menetapkan misi yaitu:
1. Melaksanakan Tata Kelola Perencanaan, Keuangan, Kepegawaian dan Aset
Kesehatan yang efektif, efisien dan akuntabel
2. Menyelenggarakan Upaya pencegahan dan Pemberantasan Penyakit,
Penganggulangan Bencana serta Penyehatan Lingkungan
3. Menyelenggarakan Upaya Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan,
Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat yang berkualitas serta
menyiapkan sistem Informasi Kesehatan Terintegrasi
4. Meningkatkan Upaya Pelayanan dan Perlindungan Kesehatan Keluarga,
Kesehatan Reproduksi, Kesehatan Institusi dan Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Meningkatkan Kualitas dan kuantitas Sarana Kesehatan, Kepersetaan
Jaminan kesehatan, Kefarmasian serta Pengawasan Makanan dan Minuman
6. Meningkatkan Kuantitas dan Kompetensi serta Pemerataan Sumber Daya
Manusia Kesehatan35
D. Struktur Dinas Kesehatan Kabupaten Merangin
35 Ibid.
Dalam setiap lembaga atau organisasi mempunyai struktur organisasi di
mana terdapat satuan yang masing-masing satuan atau unit mempunyai tugas
yang berbeda-beda. Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan
antara tiap bagian serta posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan
dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan yang di
harapakan dan di inginkan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas
pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana
hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi. Dalam struktur organisasi yang baik
harus menjelaskan hubungan wewenang siapa melapor kepada siapa, jadi ada
satu pertanggung jawaban apa yang akan di kerjakan.
Adapun struktur organisasi yang terdapat pada dinas Kesehatan Kabupaten
Merangin mengacu kepada Peraturan Daerah Kabupaten Merangin Nomor 10
Tahun 2016 sebagaimana yang tertera pada bagan di bawah ini.
Gambar 1. Struktur Organisasi
Kepala Dinas
dr. H. Solahuddin
Sekretaris Dinas
H. Abdaif, S.KM.,MKM
Subbag Prog dan Keu
Haris N.
Subbag Umum dan Aset
Afdal, SE.
Subbag Kepegawaian
Khoiriyah, S.Farm.
Kabid Kesmas
Sub Bid Kesga & Gizi
Sub Bid Promkes & PM
Sub Bid Kesling & K3
Kabid P2P
Sub Bid Surveilas &Imu
Sub Bid Pencegahan &P2M
Sub Bid Pencegahan &PTM
Kabid Pelkes
Sub Bid Pelkes Primer
Sub Bid Fasyankes
Sub Bid Pel Rujukan
Kabid SDM
Sub Bid Farmasi & Alkes
Sub Bid SDM Kesehatan
Sub Bid Sim Kesehatan
Unit Pelaksana Teknis Kepala Labkesda Kepala Puskesmas
E. Uraian Tugas dan Fungsi
1. Kepala Dinas
Kepala Dinas mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan daerah dan tugas pembantuan dibidang kesehatan.
36
2. Sekretaris
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Tebo mempunyai tugas
melaksanakan koordinasi, pelaksanaan dan pemberi dukungan administrasi
kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Dinas Kesehatan.
Untuk melaksanakan tugasnya Sekretaris menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan operasional tugas administrasi
dilingkungan Dinas Kesehatan;
b. Pengkoordinasian pelaksanaan tugas dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi dilingkungan Dinas
Kesehatan;
c. Pemantauan evaluasi dan pelaporan tugas administrasi dilingkungan Dinas
Kesehatan ;
d. Pengelolaan asset yang menjadi tanggungjawab Dinas Kesehatan dan
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya. 37
36 Ibid. 37 Ibid.
3. Bidang Kesehatan Masyarakat
Bidang Kesehatan Masyarakat mempunyai tugas membantu Kepala
Dinas dalam melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan
operasional dibidang kesehatan masyarakat.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang Kesehatan Masyarakat
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana program, perumusan kebijakan dan kegiatan
operasional dibidang kesehatan keluarga, gizi masyarakat, promosi
kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan
kerja dan olahraga;
b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional dibidang kesehatan
keluarga, gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
c. Pengkoordinasian pelaksanaan program dan kegiatan bidang kesehatan
keluarag, gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat,
kesehatan lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
d. Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi dibidang kesehtaan keluarga,
gizi masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
e. Pemantauan evaluasi dan pelaporan dibidang kesehatan keluarga, gizi
masyarakat, promosi kesehatan, pemberdayaan masyarakat, kesehatan
lingkungan, kesehatan kerja dan olahraga;
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya. 38
4. Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit mempunyai tugas
melaksanakan perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional dibidang
surveilans dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular
dan pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Bidang Pencegahan dan
Pengendalian Penyakit menyelenggarakan fungsi :
a. Penyusunan rencana program kegiatan operasional dibidang surveilans
dan imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular,
pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa;
b. Penyiapan perumusan kebijakan operasional dibidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa;
c. Penyiapan pelaksanaan kebjakan operasional dibidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa;
d. Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi dibidang surveilans dan
imunisasi, pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan
dan pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa;
38 Ibid.
e. Pemantauan evaluasi dan pelaporan dibidang surveilans dan imunisasi,
pencegahan dan pengendalian penyakit menular, pencegahan dan
pengendalian penyakit tidak menular dan kesehatan jiwa;
f. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya. 39
5. Bidang Pelayanan Kesehatan
Bidang Pelayanan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan
perumusan dan pelaksanaan kebijakan operasional dibidang pelayanan
kesehatan primer dan jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan rujukan serta
peningkatan mutunya dan pelayanan kesehatan tradisional.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Bidang Pelayanan Kesehatan
menyelenggarakan fungsi :
a. Penyiapan perumusan kebijakan operasional dibidang pelayanan
kesehatan primer dan jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan rujukan
termasuk peningkatan mutunya dan pelayanan kesehatan tradisional;
b. Penyiapan pelaksanaan kebijakan operasional dibidang pelayanan
kesehatan primer dan jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan rujukan
termasuk peningkatan mutunya dan pelayanan kesehatan tradisional;
c. Penyiapan bimbingan teknis dan supervisi dibidang pelayanan kesehatan
primer dan jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan rujukan termasuk
peningkatan mutunya dan pelayanan kesehatan tradisional;
39 Ibid.
d. Pemantauan evaluasi dan pelaporan dibidang pelayanan kesehatan primer
dan jaminan kesehatan, pelayanan kesehatan rujukan termasuk
peningkatan mutunya dan pelayanan kesehatan tradisional;
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh atasan sesuai dengan tugas
dan fungsinya. 40
6. Bidang Sumber Daya Kesehatan
Bidang Sumber Daya Kesehatan mempunyai tugas menyelenggarakan
upaya sumber daya kesehatan.
Untuk melaksanakan tugasnya, Bidang Sumber Daya Kesehatan
menyelenggarakan fungsi :
a. Menyiapkan perumusan kebijakan operasional dibidang sumber daya
kesehatan;
b. Menyiapkan pelaksanaan kebijakan operasional dibidang sumber daya
kesehatan;
c. Pelaksanaan koordinasi lintas program dan sektor dibidang sumber daya
kesehatan;
d. Menyiapkan bimbingan teknis dan supervisi dibidang sumber daya
kesehatan;
e. Pemantauan evaluasi dan pelaporan dibidang sumber daya kesehatan;
f. Pelaksanaan fungsi lain yang dberikan oleh atasan sesuai dengan tugas dan
fungsinya. 41
40 Ibid. 41 Ibid.
BAB IV
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
A. Hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten
Merangin.
Peran Pemerintah Daerah untuk mengatasi permasalahan gizi buruk yang
ada dimasyarakat, tentunya tidak terlepas dari berbagai hambatan dan tantangan.
Hambatan dan tantangan yang terjadi tidak hanya semata-mata diukur dan dinilai
dari masyarakat dengan berbagai latar belakang pendidikan dan pemahaman
yang berbeda. Perlu juga dilihat sudah sejauh mana kinerja Pemerintah Daerah
dalam mengimplementasikan berbagai Kebijakan yang telah dibuat.
1. Regulasi pemerintah daerah yang belum optimal dijalankan ke masyarakat
Regulasi adalah suatu cara untuk mengendalikan masyarakat dengan
aturan tertentu. Dengan regulasi Pemerintah Daerah mempunyai
kewenangannya mengatur dan mengarahkan masyarakat, sehingga upaya
penanggulagan gizi buruk di Kabupaten Merangin dapat berjalan dengan
baik. Dalam rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat, termasuk
kampanye pentingnya pola hidup bersih dan sehat, sosialisasi serta pengadaan
sarana dan prasarana sanitasi. Hal tersebut terus dilakukan melalui berbagai
cara, salah satunya seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten
Merangin, dalam hal ini Dinas Kesehatan yakni Program Prormosi Kesehatan
berupa Billboard PHBS yang ditempatkan pada beberapa lokasi strategis.
45
Namun dalam hal lai, seperti yang diutarakan oleh Bapak Syaidina Ali selaku
Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada Dinkes Merangin, bahwa :
“terkait dengan kebijakan dalam mengatasi gizi buruk tersebut, tidak
adanya pertemuan lintas sektor, hanya berupa SK. Sudah ada regulasi
tetapi pada implementasinya tidak ada sosialisai yang optimal. Selain itu,
pelaksanaan tidak dievaluasi.”42
Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukan bahwa relasi antara
lembaga-lembaga dalam Pemerintah Daerah di Kabupaten Merangin belum
berjalan dengan baik. Berkaitan dengan Kebijakan Pemerintah Daerah dalam
penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin, perlu dibutuhkan suatu
model kebijakan pemerintah yang bisa menjadi regusi antara Pemerintah
Daerah dan Masyarakat. Model Kebijakan Pemeritah yang harus di terapkan
di Kabupaten Merangin adalah, Model Sistem. Model ini beranjak dari
memprihatinkan desakan-desakan lingkungan yang anatara berisi tuntutan,
dukungan, hambatan, tantangan, rintangan, gangguan, pujian, kebutuhan atau
keperluan dan lain-lain yang mempengaruhi public policy.
Setelah diproses akan mengeluarkan jawaban. Desakan lingkungan
sebagaimana sebagaimana yang penulis sampaikan diatas, dianggap masukan
(input) sedangkan jawabannya dianggap keluaran (output), yang berisi
keputusan-keputusan, peraturan-peraturan, tindakan-tindakan,
kebijaksanaan-kebijaksanaan. Dengan melihat pada model kebijakan, yaitu
model sistem menggambarkan bahwa fokus Pemerintah Daerah tidak hanya
berkaitan dengan masalah masyarakat. Relasi antara Pemerintah Daerah
42 Wawancara dengan Bapak Syaidina, Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019.
dengan SKPD yang terkait pun harus memiliki regulasi yang lebih jelas.
Sehingga pada proses pembuatan Kebijakan tidak dinilai lamban tetapi tepat
sasaran. Seperti yang diutarakan oleh Kepala Dians Kesehatan Kabupaten
Merangin , mengemukakan bahwa :
“Kasus Gizi buruk yang terjadi di Kabupaten Merangin tidak hanya
berakar dari masalah asupan gizi pada balita. Ketahanan pangan,
ekonmi keluarga dan Sumber Daya Manusia merupakan faktor-faktor
yang memepengaruhi gizi buruk. Koordinasi antar lembaga hanya
ditingkat rapat-rapat, seharusnya langsung turun ke masyarkat dan
melihat secara langsung.”43
Hasil wawancara menunjukan bahwa : Penjelasan diatas merupakan
bagian dari tantangan Pemerintah Daerah dalama mengatasi kasus gizi buruk
di Kabupaten Merangin. Ketahanan pangan ditingkat keluarga perlu
diperhatikan tidak hanya dinas terkait, yaitu Dinas Kesehatan dan Dinas
Ketahanan Pangan, tetapi perlu juga dukungan dari lintas sektor. Sehingga
masyarakat bisa dan paham dalam pengaturan bahan makanan yang mereka
hasilkan dari kebun mereka serta cara pengolahan lebih lanjutnya seperti apa.
2. SDM Masyarakat di Kabupaten Merangin
Tingkat Sumber Daya Manusia Masyarakat menjadi salah satu poin
penting yang berpengaruh dalam Penanggulangan gizi buruk. Hal ini telah
dilihat dari cara hidup masyarakat setempat yang belum peduli dengan
kesehatannya. Ketahanan pangan dalam keluarga pun sangat tergantung dari
bagaimana masyarakat tersebut mengolah dan memanfaatkan Sumber Daya
43 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
Alam yang ada menjadi makanan bergizi yang bisa memenuhi kebutuhan
pangan dalam kelurga. Sehingga, Masyarakat dengan kehidupan ekonomi
terbatas pun bisa memenuhi kebutuhan pangan dalam keluarga tanpa
mengeluarkan biaya besar.
Selain masalah Sumber Daya Manusia yang terbatas dalam pengelolaan
bahan makanan lokal menjadi makanan bergizi, Mental masyarakat yang
malas untuk mengembangkan penyuluhan dari petugas kesehatan ditingkat
Puskesmas dan juga sikap kuang perhatian terhadap kesehatan dalam
keluarga terkhusus pada anak. Faktor lain yang menjadi tantangan bagi
Pemerintah Daerah untuk mengurangi gizi buruk di Kabupaten Merangin
adalah pola kehidupan masyarakat yang kurang sehat. Kebiasaan dari
keluarga yang kurang memperhatikan kebersihan rumah, cara memasak
makanan dengan peralatan dapur yang kurang bersih.
Adapun pandangan dan pendapat lain dari salah satu tokoh masyarakat
bahwa :
"Gizi buruk yang terjadi berkaitan dengan kpercayaan masyarakat
terhadap mitos. Misalnya seperti anak-anak dilarang makan telur,
karena menurut masyarakat telur dapat menyebabkan bisul. Padahal
protein yang terkandung dalam telur sangat membatu tumbu kembang
anak.”44
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang tokoh masyarakat
bahwa, kebiasaan masyarakat Kabupaten Merangin masih sangat
berpengaruh dengan mitos yang diangap sebagai cerita leluhur dan terus
dipertahankan dalam keseharian hidup masyarakat. Oleh sebab itu peran
44 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
pemerintah bukan hanya dari segi ketersediaan infrastuktur kesehatan, tetapi
juga perlu adanya himbauan kepada masyarakat untuk meninggalkan
kebiasaan yang diyakini dari mitos tersebut. Akan tetapi, himbauan tersebut
belum berisfat menyeluruh, hanya melalui mulut kemulut antara masyarakat
yang paham tentang menjaga kesehatan ballita terkhusus gizi buruk. Misalnya
seperti, petugas puskesmas yang berkunjung ke rumah warga memberikan
saran kepada orang tua yang anaknya terkena gizi buruk tentang perlu dan
pentinya konsumsi telur bagi balita. Pemerintah Daerah sampai seluruh
lapisan masyarakat pun harus berpatisipasi dalam membangun komunikasi
yang baik untuk bersama-sama membangun pola pikir masyarakat Kabupaten
Merangin yang lebih rasional, moderen dan tentunya berpikir bagaimna
untuk selalu menjaga kesehatan.
Masyarakat Kabupaten Merangin sangat berkaitan dengan Pola hidup
sehat. Pola hidup masyarakat secara kompleks dilihat dari status kesehatan
setiap rumah tangga. Rumah masyarakat yang harus bersih dan nyaman
sebagai tempat tinggal dan ketersediaan air bersih yang juga layak
dikonsumsi masyarakat. Seperti tutur Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala
Sub Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi pada Dinkes Merangin bahwa :
“Masalah gizi buruk dengan penyakit infeksi itu seperti lingkaran
setan. Kalau balita sudah terkena penyakit infeksi pasti berat badan
akan menurun. Ada juga kasus gizi buruk yang terinfeksi penyakit
lain, seperti : TBC, Malaria, dan influensa.”45
45Wawancara dengan Ibu Deice Lajung Sari, selaku Kepala Sub Bidang Kesehatan Keluarga
dan Gizi pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukan bahwa masyarakat belum
begitu peduli dengan pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari. Bagi
masyarakat, masalah gizi buruk yang terjadi hanya perlu diatasi dengan
berobat ke Puskesmas dan rumah sakit. Sehingga, kebersihan rumah tangga
dan lingkungan sekitar tidak begitu dijaga oleh masyarakat. Kesehatan anak
tidak cukup hanya dengan pola makan, asuh dan asih. Selain kebersihan
rumah tangga dan lingkungan sekitar, kebersihan anak pun menjadi bagian
yang penting untuk mencegah masalah kesehatan terutam masalah gizi buruk.
Berbagai upaya terus dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten
Merangin dalam rangka memperbaiki kualitas hidup masyarakat. Orientasi
program dan pengembangan sanitasi dalam konteks Kabupaten Merangin
dijabarkan dalam beberapa komponen, yakni Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat serta promosi higiene, Peningkatan Pengelolaan air limbah domestik,
pengelolaan persampahan, pengelolaan drainase lingkungan serta komponen
sanitasi lainnya, termasuk air bersih, limbah medis (B3), kegiatan koordinasi,
penataan lingkungan permukiman serta program dan kegiatan lain terkait
sektor sanitasi. Pada dasarnya, program pengembangan yang sedang
dilaksanakan maupun yang direncanakan akan dilaksanakan merupakan
upaya memenuhi kebutuhan akses komponen sanitasi yang dinilai masih
sangat membutuhkan perhatian serius. Pendapat lain mengenai pola hidup
sehat juga diutarakan oleh salah satu masyarakat yang mengatakan bahwa :
“Mengenai kebersihan lingkungan hidup yang terkait dengan pola hidup
bersih memang masih jauh dari harapan kita bersama. Pemerintah dengan
segala upaya telah memberikan solusinya. Berbagai program pun telah
dijalankan. Namun, terkadang kembali lagi ke masyarakat itu sendiri
terkhusus pada individu masing-masing. Para orang tua harus memilii
sikap yang lebih peka terhadap kesehatan anaknya sendri.”46
Hasil wawancara tersebut menunjuhkan, Ketersediaan sarana dan
prasarana yang masih jauh dari proporsional, wawasan, pola pikir dan tingkat
kesadaran masyarakat yang masih sangat membutuhkan banyak perhatian
dan peranan sesama masyarakat. Namun demikian, dengan kampanye
pentingnya Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) serta promosi higiene yang
terus menerus dilakukan, baik oleh pemerintah maupun lembaga non
pemerintah ataupun lembaga swadaya masyarakat lainnya serta informasi
yang diberikan oleh media diharapkan dapat mengakselerasi timbulnya
kesadaran dan inisiatif masyarakat untuk lebih mandiri dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup. Sehingga pembangunan sektor sanitasi secara
keseluruhan tidak hanya menggunakan prinsip top down, dimana pemerintah
selalu memainkan peran dominan, tetapi juga button up dimana saat ini
masyarakatlah yang menjadi aktor utama, karena pada dasarnya semua akan
bermuara pada pencapaian kualitas hidup masyarakat.
3. Infrastruktur Kesehatan Yang Belum Memadai
Pelayanan kesehatan tidak akan berhasil tanpa ditunjang infrastruktur yang
memadai. Salah satu infrastruktur mendasar yang harus dipenuhi adalah akses
transportasi di daerah terpencil. Salah satu infrastruktur mendasar yang harus
dipenuhi adalah akses transportasi di daerah terpencil. Selain transportasi hal
46 Wawancara dengan Ibu Fatmawati, selaku masyarakat
lain yang juga tidak kalah penting yaitu, tersedianya tenaga kesehatan dan
fasilitas kesehatan. Seperti yang ditarakan oleh Bapak Syaidina Ali selaku
Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada Dinkes Merangin bahwa:
“Infrastruktur kesehatan pada umumnya di Kabupaten Merangin perlu perhatian
dari Pemerintah Daerah dan semua pihak (masyarakat).”47
Hasil wawancara menujukan bahwa pelayanan kesehatan dalam upaya
penanggulangan gizi buruk tidak terlepas dari tersedianya infrastruktur
keseahatan yang memadai. Infrastruktur tersebut dibagi menjadi dua bagian,
yaitu dalam infrastruktur fisik dan non fisik. Dalam mewujudkan pelayanan
kesehatan yang baik tentu harus diimbangi dengan infrastruktur yang tidak
hanya melihat pada pembangunan fisik ( Rumah Sakit, Puskesmas, Poskesdes )
tetapi juga, harus ada tenaga kesehatan yang merata di berbagai wilayah.
B. Upaya Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten
Merangin.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa upaya Dinas Kesehatan
dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin diantaranya adalah:
1. Sosialisasi Program
47 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
Salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin adalah dengan
melakukan sosialisasi program yang terdapat pada Dinas Kesehatan yang
berhubungan atau memberikan dampak positif terhadap penanggulangan gizi
buruk, hal ini sebagaimana disampaikan oleh Bapak Amroni selaku Kepala
Sub Bidang Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat pada Dinkes
Merangin:
“...kita tentunya berupaya dapat menanggulangi gizi buruk di
Kabupaten Merangin, salah satu upaya yang kita lakukan adalah
mensosialisasikan program kesehatan yang terdapat pada Dinas
Kesehatan Merangin yang memberikan dampak secara langsung
maupun tidak langsung terdahap penanggulang gizi buruk, seperti
sosialisasi perubahan perilaku hidup pada masyarakat”48
2. Pemberian Bantuan Makanan Bergizi untuk Anak Usia Dini
Selain mensosialisasikan program kesehatan yang terdapat pada Dinas
Kesehatan Merangin, maka upaya nyata yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin adalah
dengan memberikan berbagai bantuan makan bergizi untuk anak usia dini,
hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala
Sub Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi pada Dinkes Merangin:
“..dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin salah satu
upaya yang kita lakukan adalah pemberian makan yang bergizi melalui
Pemberian makanan tambahan (PMT) pada anak, ibu hamil, ibu nifas,
gizi kurang, selain itu juga kita melakukan pemberian kapsul vitamin A
dosis tinggi pada anak umur 6-59 bulan dan ibu nifas. Bagi ibu hamil
48 Wawancara dengan Bapak Amroni selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
kita juga memberikan tablet tambah darah yang bertujuan agar tumbuh
kembang janin bagus” 49
Beliau melanjutkan:
“...bagi masyarakat luas tentunya kita mendorong dan menganjurkan
untuk menggunakan garam beryodium di rumah tangga, hal yang
kelihatannya sangat sepele ini namun memberikan dampak yang luar
biasa untuk jangka panjangnya, jangan sampai masyarakat kita tidak
paham dan tidak peduli akan kesehatan..”50
3. Promosi Kesehatan
Bentuk lain dari upaya Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi
buruk di Kabupaten Merangin ialah melalui promosi kesehatan pada tingkat
puskesmas. Sebagaimana diketahui bahwa ujung tombak dari program
penanggulangan gizi buruk adalah Puskesmas dan salah satu dari upaya
kesehatan wajib Puskesmas yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah
promosi kesehatan. Sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1114 /MENKES/SK/VII/2005 tentang Pedoman
Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi 4kesehatan adalah upaya
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong diri
sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat,
sesuai sosial budaya setempat dan didukung kebijakan publik yang
berwawasan kesehatan.51
49 Wawancara dengan Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala Sub Bidang Kesehatan Keluarga
dan Gizi pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019 50 Wawancara dengan Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala Sub Bidang Kesehatan Keluarga
dan Gizi pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019 51 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
Bila diterapkan untuk daerah yang terdapat gizi buruk, maka menolong
diri sendiri artinya masyarakat yang terdapat gizi buruk mampu menghadapi
masalah-masalah kesehatan potensial (yang mengancam) dengan cara
mencegahnya dan mengatasi masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi
dengan cara menanganinya secara efektif serta efisien. Dengan kata lain,
masyarakat yang terdapat gizi buruk mampu berperilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) dalam rangka memecahkan masalah-masalah kesehatan yang
dihadapinya (problem solving), baik masalah-masalah kesehatan yang sudah
diderita maupun yang potensial (mengancam), secara mandiri (dalam batas-
batas tertentu).52
Jika definisi itu diterapkan di Puskesmas, maka dapat dibuat rumusan
sebagai berikut: Promosi Kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas
untuk meningkatkan kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah
tangga) dan masyarakat di yang terdapat gizi buruk, agar (1) pasien dapat
mandiri dalam mempercepat kesembuhan dan rehabilitasinya, (2) individu
sehat, keluarga dan masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan
upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, melalui (3) pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
52Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali, selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019.
Sasaran primer (utama) upaya promosi kesehatan sesungguhnya adalah
pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai komponen dari
masyarakat. Mereka ini diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Akan tetapi disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang
mudah. Perubahan perilaku pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh: Sistem nilai dan norma-
norma sosial serta norma-norma hukum yang dapat diciptakan/dikembangkan
oleh para pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka
formal. Keteladanan dari para pemuka masyarakat, baik pemuka informal
maupun pemuka formal, dalam mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan
sosial yang kondusif (social pressure) dari kelompok-kelompok masyarakat
dan pendapat umum (public opinion).
Sumber daya dan atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS,
yang dapat diupayakan atau dibantu penyediaannya oleh mereka yang
bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders), khususnya perangkat
pemerintahan dan dunia usaha.
C. Kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Merangin.
Pertumbuhan dan masalah gizi merupakan masalah yang multi dimensi,
dipengaruhi oleh berbagai faktor. Penyebab langsung gizi kurang adalah makan
tidak seimbang, baik jumlah dan mutu asupan gizinya, di samping itu asupan zat
gizi tidak dapat dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya
gangguan penyerapan akibat adanya penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung
adalah tidak cukup tersedianya pangan di rumah tangga, kurang baiknya pola
pengasuhan anak terutama 3 dalam pola pemberian makan pada balita, kurang
memadainya sanitasi dan kesehatan lingkungan serta kurang baiknya pelayanan
kesehatan. Semua keadaan ini berkaitan erat dengan rendahnya tingkat
pendidikan, tingkat pendapatan dan kemiskinan.
Berdasrkan data yang diperoleh pada Dinas Kesehaan Kabupaten
Merangin menunjukan bahwa, Gizi buruk di Tahun 2018 masih tinggi dimana
terdapat 15 kasus yang terjadi di beberapa Puskesmas yang terdapat dalam
wilayah Kabupaten Merangin. Sebagaimana terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.1
Data Kasus Gizi Buruk Kab Merangin Tahun 2018
No Puskesmas Kecamatan L P JML mendapat
perawatan
1 Bangko Bangko
2 Pematang Kandis
3 Rantau Panjang Tabir 1 1 1
4 Pasar Baru
5 Sei. Bulian Tabir Selatan
6 Ma. Delang 1 1 1
7 Ma.Siau Muara Siau
8 Psr.Masurai Lembah Masurai 2 2 2
9 Sei.Manau Sungai Manau
10 Pamenang Pamenang 2 2 2
11 Meranti Renah Pamenang
12 Ma.Jernih Tabir Ulu
13 Ma. Madras Jan gkat
14 Sumber Agung Margo Tabir 1 1 1
15 Simp.Parit Renah Pamenang 1 1 1
16 Rt.Limau Manis Tabir Ilir 3 3 3
17 Kota Raja
18 Rt. Suli Jangkat Timur
19 Sekancing Tiang Pumpunng 1 1 1
20 Ma. Kibul Tabir Barat 1 1 1
21 Sei. Jering Pangkalan Jambu
22 Kederasan Panjang Batang Masumai
23 Simpang Limbur Pamenang Barat 1 1 1
24 Aur Berduri Nalo Tantan
25 Tamban Emas Pamenang Selatan 1 1 1
26 Tabir Lintas Tabir Lintas
27 Bangko Barat Bangko Barat 5 10 15 15
Data tersebut menunjukan masih terjadi kasus gizi buruk di Kabupaten
Merangin pada tahun 2018 yang didominasi anak berjenis kelamin, namun untuk
wilayah dengan kasus terbanyak di Puskesmas Rantau Limau Manis yang
terdapat di Kecamatan Tabir Ilir.
Hasil wawancara menunjukan bahwa, dengan berbagai upaya pemerintah
Daerah dalam penanganan kasus gizi buruk di Kabupaten Merangin diharapkan
mampu menurunkan angka kejadian kasus gizi buruk. Namun, hal tersebut jika
dilihat dari jumlah balita yang terkena gizi buruk. Disisi lain masih banyak
kendala yang dihadapi Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin, yaitu seperti :
mengupayakan untuk mengoptimalkan berbagai sarana dan prasaran kesehatan
di masyarakat, membangun kerja sama diberbagai lintas sektor dan Lembaga
Swadaya Masyarkat (LSM). Hal tersebut tidak hanya merupakan upaya untuk
penanganan gizi buruk, tetapi juga peningkatan kualitas SDM masyarakat di
Kabupaten Merangin.
Masalah gizi telah dibahas dalam Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dijabarkan dalam renstra dinas kesehatan 2013-
2018 yang berhubungan dengan masalah gizi, yaitu Indikator sasaran ada
prevelensi gizi kurang, prevelensi gizi buruk dan stunting. Stunting (balita
pendek) menggambarkan kejadian kurang gizi pada balita yang berlangsung
dalam waktu yang cukup lama dan dampaknya bukan hanya secara fisik, tetapi
justru pada fungsi kognitif. Upaya lain adalah menjalin kerja sama antara Dinas
Kesehatan Kabupaten Merangin dengan Dinas Ketahanan Pangan dan juga
partisipasi dari Berbagai instansi. Pemerintah Desa pun turut memeberikan
anggaran dari dana ADD untuk penanggulan gizi buruk. Dalam penanggulangan
kasus gizi buruk. Berkaitan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Merangin yang
telah disampaikan oleh Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan
Masyarkat pada Dinkes Merangin bahwa :
“Selain berpedoman pada Peraturan Bupati Merangin No.4 Tahun 2014
tentang ASI sebagai makanan utama bagi bayi, Pemerintah Daerah telah
merancang Perda mengenai Paud Holistik Intgratif. Perda ini mengatur
tentang perlindungan anak balita dari usia 0-6 tahun untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan dan gizi, pola pengasuhan dan perlindungan untuk
anak.53
Hasil wawancara menunjukan bahwa : Belum adanya Peraturan Daerah
mengenai Balita dan gizi buruk. Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin baru
merancang Perda tentang Paud Holistik yang tidak hanya dilihat dari masalah
anak dan kesehatan, tetapi hak anak mendapatkan perlindungan dari Pemerintah
Daerah. Sejauh ini penanganan gizi buruk oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Merangin yaitu sebagai berikut :
Menimbang begitu pentingnya menjaga kondisi gizi balita untuk
pertumbuhan dan kecerdasannya, maka sudah seharusnya para orang tua
memperhatikan hal-hal yang dapat mencegah terjadinya kondisi gizi buruk pada
anak. Berikut adalah beberapa cara untuk mencegah terjadinya gizi buruk dalam
Penyuluhan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin :
1. Pemberian Makanan Tambahan Anak
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) adalah kegiatan pemberian
makanan kepada balita dalam bentuk makanan yang aman dan bermutu
beserta kegiatan pendukung lainnya dengan memperhatikan aspek mutu dan
keamanan pangan. Serta mengandung nilai gizi yang sesuai dengan
kebutuhan sasaran. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ada dua macam
yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan dan Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan. Memiliki tujuan yang sama yaitu
untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan oleh balita. Hal ini
53 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
sebagaimana disampaikan oleh Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala Sub
Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi pada Dinkes Merangin:
“...salah satu upaya yang kita lakukan untuk penanggulangan gizi buruk
di Kabupaten Merangina adalah dengan memberikan PMT. Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) adalah kegiatan pemberian makanan
kepada balita dalam bentuk makanan yang aman dan bermutu beserta
kegiatan pendukung lainnya dengan memperhatikan aspek mutu dan
keamanan pangan. Serta mengandung nilai gizi yang sesuai dengan
kebutuhan sasaran. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) ada dua
macam yaitu Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pemulihan dan
Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan. Memiliki tujuan
yang sama yaitu untuk memenuhi kebutuhan zat gizi yang dibutuhkan
oleh balita..”54
Menurut orang tua balita yang menerima PMT tersebut, dengan adanya
PMT sangat membantu orang tua balita dalam pemenuhan asupan gizi bagi
balita. Makanan yang diberikan dari petugas puskesmas sudah terjamin kualitas
dan gizinya. Selain itu, PMT juga dapat mengurangi biaya ekonomi dalam
keluarga, karena bahan-bahan untuk PMT bisa didapat dari bahan makanan lokal
sehari-hari dan juga ada pun pemberian dari petugas puskesmas. PMT yang
dilakukan secara rutin telah menambah gizi bagi balita, sehinga dapat megurangi
maslah gizi buruk yang dialami balita masyarakat tersebut. Hal ini sebagaimana
yang diutarakan ibu Najmi Laila warga Bangko yang menerima PMT:
“...kami setiap melakukan imunisasi bagi anak selalu mendapatkan arahan
dan sosialisasi bagi ibu untuk Pemberian PMT. dengan adanya PMT
sangat membantu orang tua balita dalam pemenuhan asupan gizi bagi
balita. Makanan yang diberikan dari petugas puskesmas sudah terjamin
kualitas dan gizinya. Selain itu, PMT juga dapat mengurangi biaya
ekonomi dalam keluarga, karena bahan-bahan untuk PMT bisa didapat
dari bahan makanan lokal sehari-hari dan juga ada pun pemberian dari
petugas puskesmas. PMT yang dilakukan secara rutin telah menambah gizi
54 Wawancara dengan Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala Sub Bidang Kesehatan Keluarga
dan Gizi pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
bagi balita, sehinga dapat megurangi maslah gizi buruk yang dialami balita
masyarakat..”55
PMT pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi balita
sekaligus sebagai pembelajaran bagi ibu dari balita sasaran. PMT pemulihan
diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal. Hanya dikonsumsi
oleh balita gizi buruk dan sebagai tambahan makanan sehari-hari bukan sebagai
makanan pengganti makanan utama. Makanan tambahan pemulihan diutamakan
berbasis bahan makanan lokal. Jika bahan lokal terbatas dapat digunakan
makanan pabrikan yang tersedia di wilayah setempat dengan memperhatikan
kemasan, label dan masa kadaluarsa untuk keamanan pangan. Diuatamakan
berupa sumber protein hewani dan nabati serta sumber vitamin dan mineral
terutama berasaal dari sayur dan buah. PMT pemulihan ini diberikan sekali
dalam satu hari selama 90 hari berturut-turut atau 3 bulan. Hal ini sebagaimana
disampaikan oleh Bapak Amroni selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan Masyarakat pada Dinkes Merangin:
“...PMT yang diberikan ada dua jenis, pemulihan dan penyuluhan, kalau
penyuluhan hanya dilaksanakan saat penyuluhan saja serta saat sosialisasi,
sedangkan PMT pemulihan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi
balita sekaligus sebagai pembelajaran bagi ibu dari balita sasaran. PMT
pemulihan diberikan dalam bentuk makanan atau bahan makanan lokal.
Hanya dikonsumsi oleh balita gizi buruk dan sebagai tambahan makanan
sehari-hari bukan sebagai makanan pengganti makanan utama. Makanan
tambahan pemulihan diutamakan berbasis bahan makanan lokal. Jika
bahan lokal terbatas dapat digunakan makanan pabrikan yang tersedia di
wilayah setempat dengan memperhatikan kemasan, label dan masa
kadaluarsa untuk keamanan pangan. Diuatamakan berupa sumber protein
hewani dan nabati serta sumber vitamin dan mineral terutama berasaal dari
55 Wawancara dengan ibu Najmi Laila warga Bangko Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
sayur dan buah. PMT pemulihan ini diberikan sekali dalam satu hari
selama 90 hari berturut-turut atau 3 bulan..”56
Makanan tambahan pemulihan dapat berupa pabrikan dan lokal. PMT
pemulihan pabrikan merupakan yaitu makanan pendamping ASI dalam bentuk
biskuit yang mengandung 10 vitamin dan 7 mineral. Biskuit hanya untuk anak
usia 12 – 24 bulan melalui pengadaan Departemen Bina Gizi Masyarakat Depkes
RI, dengan nilai gizi : energi total 180 kkal, lemak 6 gram, protein 3 gr. Jumlah
persajinya mengandung 29 gr karbohidrat total, 2 gr serat pangan, 8 gr gula dan
120 mg natrium. Sedangkan PMT pemulihan berbasis bahan makanan lokal ada
dua jenis yaitu berupa Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi
dan anak usia 6 – 23 bulan ) dan makanan tambahan untuk pemulihan anak balita
24-59 bulan berupa makanan keluarga. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh
Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada Dinkes
Merangin:
“....PMT untuk pemulihan itu sangat komplit namun banyak sekali
jenisnya, pemulihan dapat berupa pabrikan dan lokal. PMT pemulihan
pabrikan merupakan yaitu makanan pendamping ASI dalam bentuk biskuit
yang mengandung 10 vitamin dan 7 mineral. Biskuit hanya untuk anak
usia 12 – 24 bulan melalui pengadaan Departemen Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI, dengan nilai gizi : energi total 180 kkal, lemak 6 gram, protein
3 gr. Jumlah persajinya mengandung 29 gr karbohidrat total, 2 gr serat
pangan, 8 gr gula dan 120 mg natrium. Sedangkan PMT pemulihan
berbasis bahan makanan lokal ada dua jenis yaitu berupa Makanan
Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) untuk bayi dan anak usia 6 – 23 bulan
) dan makanan tambahan untuk pemulihan anak balita 24-59 bulan berupa
makanan keluarga..”57
56 Wawancara dengan Bapak Amroni selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019 57 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
PMT Penyuluhan adalah makanan tambahan yang diberikan kepada balita
yang disediakan oleh kader posyandu. Tujuan PMT Penyuluhan adalah sebagai
sasaran penyuluhan kepada orang tua blita tentang makanan kudapan (snack)
yang baik diberikan untuk balita, sebagai sarana untuk membantu mencukupi
kebutuhan gizi balita, dan sebagai sarana untuk menggerakkan peran serta
masayarakat dalam mendukung kesinambungan penyelenggaraan posyandu.
Namun, pada awal PMT ini berjalan banyak mendapat respon yang kurang
mendukung dari masyarakat. Hal tersebut seperti yang disampaikan oleh Bapak
Amroni selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat pada Dinkes Merangin bahwa :
“Kegiatan Penyuluhan PMT pada balita gizi buruk pada awalnya sangat
susah diterapkan di masyarakat. PMT yang dibagikan tidak tepat sasaran.
Makanan seperti bumil cake yang seharusnya dikonsumsi balita, tetapi
juga dikonsumsi oleh orang tua. Ada pun kegiatan seperti mengelolah
makanan pokok menjadi makanan bergizi pun sifatnya tidak
berkelanjutan. Gizi buruk yang terjadi tidak hanya pada balita dengan
kehiupan ekonomi tidak mampu. Namun, ada juga balita terkena gizi
buruk dari kalangan orang tua dengan ekonomi berkecukupan. Hal
tersebut disebabakn oleh kurangnya perhatian dari orang tua terhadap
balita. Orang tua yang sibuk bekerja tidak memperhatihan dengan baik
pola dan kebersihan pada balita.”58
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan dapat
disimpulkan bahwa, perlu adanya pendampingan dan kunjungan terus menerus
ke rumah masyarakat yang kurang peduli dengan penyuluhan dari puskesmas.
Sosialisasi terhadap masyarakat mengenai pentingnya peran orang tua terhadap
58 Wawancara dengan Bapak Amroni selaku Kepala Sub Bidang Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
tumbuh kembang anak usia dini pun perlu dilakukan. Cara perhatian orang tua
terhadap anak akan berdampak pada karakter dan kebiasaan anak sehari-hari.
2. Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sejak ibu hamil sampai anak
berumur 2 tahun
Anak merupakan potensi dan penerus untuk mewujudkan kualitas dan
keberlangsungan daerah Kabupaten Merangin. Sebagai manusia anak berhak
untuk mendapatkan pemenuhan, perlindungan serta penghargaan akan hak
asasinya. Sebagai generasi penerus daerah Kabupaten Merangin , anak harus
dipersiapkan sejak dini dengan upaya yang tepat, terencana, intensif dan
berkesinambungan agar tercapai kualitas tumbuh kembang fisik, mental,
sosial, dan spiritual tertinggi. Salah satu upaya mendasar untuk menjamin
pencapaian tertinggi kualitas tumbuh kembangnya sekaligus memenuhi hak
anak adalah pemberian makan yang terbaik sejak lahir hingga usia dua tahun.
Makanan yang tepat bagi bayi dan anak usia dini (0–24 bulan) adalah
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir
sampai usia 6 bulan yang diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6 bulan,
selain ASI bayi diberi makanan pendamping ASI (MPASI). Selanjutnya pada
usia 1 tahun anak sudah diberi makanan keluarga dan ASI masih tetap
diberikan sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Pola pemberian makan tersebut
mendukung pertumbuhan optimal bagi anak. Pada usia 0–6 tahun terjadi
pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar 75%, masa ini disebut periode
emas atau golden periode. Hal ini sebagaimana diutarakan oleh Ibu Deice
Lajung Sari selaku Kepala Sub Bidang Kesehatan Keluarga dan Gizi pada
Dinkes Merangin:
“....program lain yang kita lakukan untuk penanggulangan gizi buruk
Kabupaten Merangin yaitu memberikan sosialisasi penggunaan ASI
eksklusif serta diberi makanan pendamping ASI (MPASI), Makanan
yang tepat bagi bayi dan anak usia dini (0–24 bulan) adalah Air Susu
Ibu (ASI) eksklusif yakni pemberian ASI saja segera setelah lahir
sampai usia 6 bulan yang diberikan sesering mungkin. Setelah usia 6
bulan, selain ASI bayi diberi makanan pendamping ASI (MPASI).
Selanjutnya pada usia 1 tahun anak sudah diberi makanan keluarga dan
ASI masih tetap diberikan sampai anak usia 2 tahun atau lebih. Pola
pemberian makan tersebut mendukung pertumbuhan optimal bagi anak.
Pada usia 0–6 tahun terjadi pertumbuhan otak hingga mencapai sekitar
75%, masa ini disebut periode emas atau golden periode..”59
Menurut orang tua dari balita yang terkena gizi buruk, PMBA
merupakan salah satu dari beberapa program dari Pemerintah Daerah, yang
sangat mudah untuk dilakukan. Hal ini karena balita secara langsung
diberikan asupan ASI dari ibu balita itu sendiri. Orang tua balita mengatakan
bahwa, untuk PMBA ini orang tua tidak perlu mengeluarkan banyak biaya,
sebap makanan tambahan untuk balita dan anak bisa langsung diberikan dari
ibu dengan cara menyusui.
Pemberian makan yang optimal pada usia 0–2 tahun memberikan
kontribusi bermakna pada pertumbuhan otak anak. Pemberian ASI saja sejak
bayi lahir hingga usia 6 bulan (ASI eksklusif enam bulan) dapat memenuhi
seluruh kebutuhan gizi bayi, serta melindungi bayi dari berbagai penyakit
seperti diare dan infeksi saluran pernafasan akut yang merupakan penyebab
utama kematian balita di Indonesia. Kajian global telah membuktikan bahwa
59 Wawancara dengan Ibu Deice Lajung Sari selaku Kepala Sub Bidang Kesehatan Keluarga
dan Gizi pada Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
pemberian ASI eksklusif merupakan intervensi kesehatan yang memiliki
dampak terbesar terhadap keselamatan balita, yakni 13% kematian balita
dapat dicegah dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan. Inisiasi Menyusu
Dini (IMD) dapat mencegah 22% kematian neonatal (neonatus adalah bayi
usia 0 sampai 28 hari). Pemberian makanan pendamping ASI yang tepat
waktu dan berkualitas juga dapat menurunkan angka kematian balita sebesar
6 % .
Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan masih cukup banyak
anak yang menderita gizi buruk. Fenomena gagal tumbuh pada anak mulai
terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan tambahan dan terus
memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan gizi memberi kontribusi 2/3
kematian balita. Dua pertiga kematian tersebut terkait dengan praktek
pemberian makan yang tidak tepat pada bayi dan anak usia dini. Praktek
pemberian makan yang tepat pada bayi dan anak juga dapat mempengaruhi
ekonomi keluarga. Pemberian ASI ekslusif akan mengurangi beban keluarga
untuk membeli susu formula dan perawatan bayi sakit yang saat ini cukup
mahal. Dana untuk membeli susu formula 4-5 kali lebih besar dari pada dana
untuk membeli suplemen makanan untuk ibu menyusui. Sedangkan
pemberian MPASI yang tepat waktu dan aman merupakan investasi
kesehatan bagi anak dimasa depan. Sejalan dengan otonomi daerah
peningkatan pemberian ASI dapat mengurangi subsidi Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota untuk penanggulangan masalah kesehatan bayi dan
anak karena bayi lebih sehat. Kualitas anak yang optimal merupakan sumber
daya manusia yang bermanfaat bagi Kabupaten Merangin. Hal ini
sebagaimana disampaikan oleh Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang
Kesehatan Masyarkat pada Dinkes Merangin:
“..Pemberian makan yang tidak tepat mengakibatkan masih cukup
banyak anak yang menderita gizi buruk. Fenomena gagal tumbuh pada
anak mulai terjadi pada usia 4-6 bulan ketika bayi diberi makanan
tambahan dan terus memburuk hingga usia 18-24 bulan. Kekurangan
gizi memberi kontribusi 2/3 kematian balita. Dua pertiga kematian
tersebut terkait dengan praktek pemberian makan yang tidak tepat pada
bayi dan anak usia dini. Praktek pemberian makan yang tepat pada bayi
dan anak juga dapat mempengaruhi ekonomi keluarga. Pemberian ASI
ekslusif akan mengurangi beban keluarga untuk membeli susu formula
dan perawatan bayi sakit yang saat ini cukup mahal. Dana untuk
membeli susu formula 4-5 kali lebih besar dari pada dana untuk
membeli suplemen makanan untuk ibu menyusui. Sedangkan
pemberian MPASI yang tepat waktu dan aman merupakan investasi
kesehatan bagi anak dimasa depan. Sejalan dengan otonomi daerah
peningkatan pemberian ASI dapat mengurangi subsidi Pemerintah
Propinsi/Kabupaten/Kota untuk penanggulangan masalah kesehatan
bayi dan anak karena bayi lebih sehat..”60
Keberhasilan PMBA dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
pelayanan/petugas kesehatan, fasilitas menyusui di tempat kerja, pengetahuan
dan keterampilan ibu, dukungan keluarga dan masyarakat serta pengendalian
pemasaran susu formula. Selain beberapa cara diatas, Pemerintah Daerah
ditingkat Puskesmas pun petugas Kesehatan memberikan himbauan khusus
terhadap ibu rumah tangga mengenai perhatian ibu terhadap balita. Hal ini
seperti yang diutarakan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan
Masyarkat pada Dinkes Merangin:
“gizi buruk yang terjadi bukan hanya masalah ekonomi keluarga, tetapi
juga masalah pernikahan dini di masyakarat yang menyebapkan seorang
wanita belum siap dan tidak mampu menjadi ibu dari anak yang di
60 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
lahirkan. Sehingga, bayi yang dilahirkan dan dibesarkan tersebut tidak
diperhatikan dengan baik terutama mengenai pola makan anak dan pola
asuh terhadap balita.”61
Dari hasil wawancara diatas, bahwa betapa pentingnya peran seorang ibu
dalam rumah tangga untuk mengurus dan membesarkan seorang balita. Balita
yang sehat tergantung dari Pola asuh, asa dan asi ibu terhadap balita tersebut. Di
Kabupaten Merangin masih banyak ibu rumah tangga yang tingkat
pemahamannya renda dalam menjaga kesehatan balita. Hal Itu pun dikatakan
serupa oleh Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat
pada Dinkes Merangin, bahwa :
Ada juga Kebiasaan kurang baik dari orang tua yang menitipkan anak
mereka kepada keluarga, sedangkan mereka pergi ke kebun untuk jangka
waktu yang lama.”62
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, bahwa gizi buruk tidak terlepas
dari faktor ekonomi dan Pola pemikiran Masyarakat. Hal tersebut karena
Sumber Daya Manusia yang terbatas. Oleh sebab itu Penyuluhan khusu ibu
rumah tangga pun tidak hanya mengenai kesehatan tetapi juga pemerintah
memberikan penyuluhan mengenai pemenuhan kebutuhan pangan yang
diprioritaskan dalam keluarga. Kebutuhan pangan tersebut tentunya memili gizi
yang baik bagi pekembangan anak. Dalam penyuluhan kesehatan mencega gizi
buruk, Pemerintah Daerah telah memberikan Dana BOK ( Bantuan Operasional
61 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019 62 Wawancara dengan Bapak Syaidina Ali selaku Kepala Bidang Kesehatan Masyarkat pada
Dinkes Merangin, tanggal 2 Agustus 2019
Kesehatan) sehingga penyuluhan gizi dan sarana prasarana kepada masyarakat
dapat berjalan dengan lancar.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Hambatan Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk Kabupaten
Merangin diantaranya adalah Regulasi Pemerintah Daerah yang Belum
Optimal Dijalankan ke Masyarakat, SDM Masyarakat di Kabupaten
Merangin, dan Infrastruktur Kesehatan yang belum memadai.
2. Upaya Dinas Kesehatan dalam penanggulangan gizi buruk di Kabupaten
Merangin ialah melalui promosi kesehatan pada tingkat puskesmas.
Sebagaimana diketahui bahwa ujung tombak dari program penanggulangan
gizi buruk adalah Puskesmas dan salah satu dari upaya kesehatan wajib
Puskesmas yang harus ditingkatkan kinerjanya adalah promosi kesehatan
3. Kebijakan pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan dalam
penanggulangan gizi buruk Kabupaten Merangin yaitu Pemberian Makanan
Tambahan Anak dan Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) sejak ibu
hamil sampai anak berumur 2 tahun.
B. Saran
1. Diharapkan dukungan dari berbagai pihak untuk dalam penanggulangan gizi
buruk Kabupaten Merangin
2. Diharapkan ada terobosan yang dilakukan Dinas Kesehatan untuk
meningkatkan kesadaran gizi masyarakat Kabupaten Merangin
69
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Arifin Tahir. 2014. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan
Pemerintah Daerah. Bandung : Alfabeta.
Edwards III, George C. 1980. Implementing Publik Policy. Congresinal, Quartely
press
Iin Tri Rahayu dan Tristiadi Ardi Ardani, Observasi dan Wawancara (Jatim:
Bayumedia Publishing, 2004), hlm. 1
Kusriadi. 2010. Analisis faktor risiko yang mempengaruhi kejadian kurang gizi
pada anak balita di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) [Tesis]. Bogor:
Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Labolo Muhadam. Memahami Ilmu Pemerintahan. (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2014), hlm. 37
Lexi J. Moleong. Metodelogi Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2005), Ed. Revisi. hlm.6
Notoatmodjo, S. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. (Jakarta : Rineka Cipta.
2007), hlm. 3
Osborne, R. H. Dkk., Distribution of health literacy strengths and weaknesses
across socio-demographic groups: a crosssectional survey using the Health
Literacy Questionnaire (HLQ). (2015). BMC public health. 15(1), 678.
Sayutim Una, Pedoman Penulisan Skripsi, Cet 1 (Jambi: Fakultas Syariah IAIN
STS Jambi dan Syariah Press, 2012),
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2008), Cet 4,
hlm. 102
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, R dan D, Alfabeta,
Bandung, 2015
Supariasa. Penilaian Status Gizi. (Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001)
Syafie, Inu Kencana. Pengantar Ilmu Pemerintahan. (Bandung : Refika Aditama,
2013)
Tahir Arivin. Kebijakan Publik & Transparansi Penyelenggaraan Pemerintah
Daerah. (Bandung : Alfabeta, 2014)
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah, (Jambi: Syariah
Press 2014)
B. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah
DOKUMENTASI PENELITIAN
CURRICULUM VITAE
Nama : MUHAMMAD IQBAL Tempat Tanggal Lahir : Tj. Pauh 05 Mie 1995 Email : [email protected] No. Kontak/ HP : 0823-8078-2667 Alamat : Pendidikan Formal:
1. SDN 175 Desa Ngaol Ilir Tahun 2003-2009
2. MTS (Ponpes) Al Munawwaroh 2009-2012
3. MAN (Ponpes) Azzakariah 2012-2015
4. Mahasiswa UIN STS Jambi 2015-sekarang
Pengalaman Organisasi:
1. Anggota SEMA (Senat Mahasiswa) Fakultas Syariah UIN STS Jambi Tahun 2018-
2019.
2. Pengurus HMJ (Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas
Syariah UIN STS Jambi Tahun 2017-2018.
3. Wakil Ketua II HMPM Jambi (Himpunan Mahasiswa Pelajar Merangin) Tahun
2017-2018.
4. Ketua Umum HMPTB Jambi (Himpunan Mahasiswa Pelajar Tabir Barat) Tahun
2018-2019.
5. Pengurus Komisariat Syariah Korkom UIN STS Jambi HMI (Himpunan Mahasiswa
Islam) Cabang Jambi Tahun 2017-Sekarang.
Desa Ngaol Ilir Kecamatan Tabir Barat Kabupaten
Merangin
6. Pengurus LDMI (Lembaga Dakwa Mahasiswa Islam) HMI Cabang Jambi Tahun
2017-2018.
Moto Hidup: Tiada keindahan yang lebih baik dari pada kecerdasan
31
Jambi, Oktober 2019 MUHAMMAD IQBAL NIM. SIP.152025