bikin askep dan kesimpulan lah, dafis halaman penutup blum jua,,,okkeeh

Upload: dwi-saktiawan

Post on 18-Jul-2015

799 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Penggunaan zat psikoaktif (perubahan pikiran) merupakan pandemik di

Amerika Serikat dan di negara-negara industri lain. Penyalahgunaan zat didefinisikan sebagai penggunaan setiap agens yang mengubah pikiran (mindaltering agent) sampai tingkat tertentu, yang mempengaruhi integritas biologis, psikologis, atau sosiokultur individu. Gangguan integritas biologis dapat terjadi selama masa hamil jika keadaan nutrisi buruk, sehingga peningkatan berat badan buruk, timbul anemia, dan predisposisi infeksi dan hipertensi-akibat kehamilan. Higiene yang buruk dan penggunaan berbagai obat dapat menambah dan menyarukan tanda dan gejala. Beberapa obat (morfin, heroin, diazepam, dsb) menimbulkan gangguan trombosit dan mempredisposisi wanita mengalami perdarahan. Konsekuensi psikologis meliputi psikosis akut pada remaja hamil, yang menelan fensiklidin (PCP) atau ketidakmampuan ibu baru untuk memiliki ikatan dengan bayinya (1). Para calon ibu dan ibu baru yang menggunakan zat psikoaktif menerima umpan balik negatif dari masyarakat dan petugas kesahatan yang menyalahkan mereka karena membahayakan janin yang belum lahir dan bayi baru lahir sehingga mereka tidak memberi dukungan kepada para calon ibu atau ibu baru tersebut. Ketergantungan obat (adiksi) ialah ketergantungan fisik atau psikologis atau keduanya pada zat. Wanita hamil yang tergantung pada obat sering kali tidak mencari perawatan prenatal samapi persalinan dimulai (Burkett, Yosin< palow, 1990; Cordero, Custard, 1990). Wanita hamil sering kali tidak memahami efek zat terhadap diri mereka, kehamilan, atau bayi mereka. Mereka mungkin menggunakan obat menjelang masuk rumah sakit, sehingga gezala putus zat tertunda sampai 12 jam. Gejala putus obat (withdrawal) mengacu pada gejala psikologi dan fisik yang timbul setelah individu yang mengalami ketergantungan zat berhenti mengkonsumsi obat (1). Penyalahgunaan zat selama masa hamil menimbulkan risiko berat pada ibu dan bayi. Komplikasi pada bayi meliputi prematuritas, solusio plasenta, retardasi

Keperawatan Maternitas I

Page 1

pertumbuhan, kematian janin dalam rahim, dan putus zat pada neonatus. Bagi ibu, penyalahgunaan zat selama masa hamil sering kali disertai kekerasan dalam rumah tangga, kecenderungan bunuh diri, dan depresi (1).

1.2

Tujuan Penulisan Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah agar mahasiswa dapat :

a. Memahami tentang pengertian penyalahgunaan zat psikoaktif b. Memahami pengertian NAPZA c. Memahami jenis-jenis NAPZA d. Memahami factor penyebab penyalahgunaan NAPZA e. Memahami rentang respon gangguan penggunaan NAPZA f. Memahami tanda dan gejala g. Memahami populasi spesifik pengguna NAPZA h. Memahami NAPZA dan kehamilan i. Memahami penggunaan dan penyalahgunaan zat psikoaktif pada ibu hamil j. Memahami tentang efek zat psikoaktif k. Memahami bagaimana cara mencegah efek buruk narkotika pada saat hamil l. Memahami tentang penanggulangan masalah NAPZA m. Memahami tentang asuhan keperawatan ibu hamil dengan masalah psikososial: penggunaan zat psikoaktif

1.3 Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini, antara lain : a. Apa pengertian penyalahgunaan zat psikoaktif ? b. Apa pengertian NAPZA ? c. Apa saja jenis-jenis NAPZA ? d. Apa factor penyebab dari penyalahgunaan NAPZA ? e. Bagaimana rentang respon gangguan penggunaan NAPZA ? f. Bagaimana tanda dan gejala ? g. Bagaimana populasi spesifik pengguna NAPZA ? h. Bagaimana NAPZA dan kehamilan ? i. Bagaimana penggunaan dan penyalahgunaan zat psikoaktif pada ibu hamil ?

Keperawatan Maternitas I

Page 2

j. Bagaimana efek zat psikoaktif ? k. Bagaimana cara mencegah efek buruk narkotika pada saat hamil ? l. Bagaimana penanggulangan masalah NAPZA ? m. Bagaimana asuhan keperawatan ibu hamil dengan masalah psikososial: penggunaan zat psikoaktif ?

Keperawatan Maternitas I

Page 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1

Pengertian Penyalahgunaan Zat Psikoaktif Penggunaan bahan/ zat psikoaktif yaitu penggunaan obat yang dapat

diterima oleh masyarakat atau memperoleh persetujuan medis untuk memperbaiki suasana hati dan keadaan pikiran. Misalnya adalah penggunaan obat antianxietas untuk mengatasi keadaan kecemasan akut, sesuai dengan resep yang diberikan oleh dokter (2). Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat. Gejala putus zat terjadi karena kebutuhan biologik terhadap obat. Toleransi adalah peningkatan jumlah zat untuk memperoleh efek yang diharapkan. Gejala putus zat dan toleransi merupakan tanda ketergantungan fisik (3). Penyalahgunaan bahan psikoaktif (Penggunaan Bermasalah) yaitu penggunaan suatu zat/ bahan untuk mengubah atau mengendalikan suasana hati atau pikiran dengan cara yang ilegal atau membahayakan bagi orang itu sendiri atau bagi orang lain dan sering disebut sebagai penyalahgunaan obat. Yang dimaksud membahayakan diri sendiri atau orang lain di sini misalnya meningkatnya angka kecelakaan atau kecacatan, adanya perilaku seksual menyimpang yang dapat meningkatkan risiko infeksi HIV/ AIDS, hepatitis dan lain lain (2). Adiksi/ kecanduan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan pencarian atau penggunaan berulang dan kompulsif dari suatu bahan psikoaktif meskipun hal tersebut akan membawa dampak merugikan bagi psikologis, fisik maupun sosial. Adiksi sering (tapi tidak selalu) disertai dengan ketergantungan fisik, withdrawal syndrome dan toleransi. Ketergantungan fisik didefinisikan sebagai keadaan adaptasi fisiologis terhadap suatu bahan dimana kehilangan adaptasi ini akan menghasilkan tanda dan gejala withdrawal (2).

Keperawatan Maternitas I

Page 4

Withdrawal syndrome merupakan kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh penghilangan tiba-tiba atau penurunan secara cepat dosis bahan psikoaktif yang biasa digunakan. Sindroma ini sering digambarkan sebagai aktivitas berlebihan dari fungsi fisiologis yang ditekan oleh obat dan atau penekanan fungsi fisiologis yang sebelumnya telah distimulasi oleh obat (2). Toleransi adalah suatu keadaan dimana obat menghasilkan pengurangan respon biologis maupun respon perilaku, sehingga untuk menghasilkan efek yang sama, dibutuhkan dosis yang lebih besar daripada dosis awal yang pernah diberikan (2).

2.2

Pengertian NAPZA Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat

Adiktif lainnya. Napza akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan gangguan fisik, psikologis dan fungsi sosial. Yang termasuk dalam napza adalah opiat, ganja, kokain, sedatif hipnotik, amfetamin, halusinogen, alkohol, inhalansia, nikotin dan kafein (ditemukan dalam kopi). Penyalahgunaan zat ini dapat merusak kesehatan fisik dan mental, serta dianggap sebagai pelanggaran hukum (4).

2.3

Jenis-Jenis NAPZA NAPZA dapat dibagi ke dalam beberapa golongan yaitu (3):

1) Narkotika Narkotika adalah suatu obat atau zat alami, sintetis maupun sintetis yang dapat menyebabkan turunnya kesadaran, menghilangkan atau mengurangi hilang rasa atau nyeri dan perubahan kesadaran yang menimbulkan ketergantungna akan zat tersebut secara terus menerus. Contoh narkotika yang terkenal adalah seperti ganja, heroin, kokain, morfin, amfetamin, dan lain-lain. Narkotika menurut UU No. 22 tahun 1997 adalah zat atau obat berbahaya yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan maupun perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Golongan narkotika berdasarkan bahan pembuatannya adalah:

Keperawatan Maternitas I

Page 5

a. Narkotika alami yaitu zat dan obat yang langsung dapat dipakai sebagai narkotik tanpa perlu adanya proses fermentasi, isolasi dan proses lainnya terlebih dahulu karena bisa langsung dipakai dengan sedikit proses sederhana. Bahan alami tersebut umumnya tidak boleh digunakan untuk terapi pengobatan secara langsung karena terlalu berisiko. Contoh narkotika alami yaitu seperti ganja dan daun koka. b. Narkotika sintetis adalah jenis narkotika yang memerlukan proses yang bersifat sintesis untuk keperluan medis dan penelitian sebagai penghilang rasa sakit/analgesik. Contohnya yaitu seperti amfetamin, metadon,

dekstropropakasifen, deksamfetamin, dan sebagainya. Narkotika sintetis dapat menimbulkan dampak sebagai berikut: Depresan = membuat pemakai tertidur atau tidak sadarkan diri. Stimulan = membuat pemakai bersemangat dalam beraktivitas kerja dan merasa badan lebih segar. Halusinogen = dapat membuat si pemakai jadi berhalusinasi yang mengubah perasaan serta pikiran. c. Narkotika semi sintetis yaitu zat/obat yang diproduksi dengan cara isolasi, ekstraksi, dan lain sebagainya seperti heroin, morfin, kodein, dan lain-lain. 2) Psikotropika Menurut Kepmenkes RI No. 996/MENKES/SK/VIII/2002, psikotropika adalah zat atau obat, baik sintesis maupun semisintesis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Zat yang tergolong dalam psikotropika adalah: stimulansia yang membuat pusat syaraf menjadi sangat aktif karena merangsang syaraf simpatis. Termasuk dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ektasy (metamfetamin), dan fenfluramin. Amphetamine sering disebut dengan speed, shabu-shabu, whiz, dan sulph. Golongan stimulan lainnya adalah halusinogen yang dapat mengubah perasaan dan pikiran sehingga perasaan dapat terganggu. Sedative dan hipnotika seperti barbiturat dan benzodiazepine merupakan golongan stimulan yang dapat mengakibatkan rusaknya daya ingat dan kesadaran, ketergantungan secara fisik dan psikologis bila digunakan dalam waktu lama.

Keperawatan Maternitas I

Page 6

3) Zat Adiktif Lainnya Zat adiktif lainnya adalah zat, bahan kimia, dan biologi dalam bentuk tunggal maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara langsung dan tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik, mutagenik, korosif, dan iritasi. Bahanbahan berbahaya ini adalah zat adiktif yang bukan termasuk ke dalam narkotika dan psikoropika, tetapi mempunyai pengaruh dan efek merusak fisik seseorang jika disalahgunakan. Adapun yang termasuk zat adiktif ini antara lain: minuman keras (minuman beralkohol) yang meliputi minuman keras golongan A (kadar ethanol 1% sampai 5%) seperti bir, green sand; minuman keras golongan B (kadar ethanol lebih dari 5% sampai 20%) seperti anggur malaga; dan minuman keras golongan C (kadar ethanol lebih dari 20% sampai 55%) seperti brandy, wine, whisky. Zat dalam alkohol dapat mengganggu aktivitas sehari-hari bila kadarnya dalam darah mencapai 0,5% dan hampir semua akan mengalami gangguan koordinasi bila kadarnya dalam darah 0,10%. Zat adiktif lainnya adalah nikotin, votaile, dan solvent/inhalasia. Jenis-jenis narkotika yang sering disalahgunakan adalah (5):

Opium Opiat atau opium adalah bubuk yang dihasilkan kangsung oleh tanaman yang bernama poppy / papaver somniferum. Dimana dari opium dapat dibuat berbagai jenis narkoba lainnya.

Morfin Morfin adalah alkoloida yang merupakan hasil ekstraksi serta isolasi opium dengan zat kimia tertentu. Morfin biasanya digunakan untuk penghilang rasa sakit bagi pasien penyakit tertentu. Dampak atau efek dari penggunaan morfin

Keperawatan Maternitas I

Page 7

yang sifatnya negatif membuat penggunaan morfin diganti dengan obat-obatan lain yang memiliki kegunaan yang sama namun tidak menimbulkan efek samping adiksi bagi pemakainya.

Heroin Heroin adalah keturunan dari morfin atau opioda semi sintetik dengan proses kimiawi yang dapat menimbulkan ketergantungan. Heroin biasanya digunakan dengan cara disuntik ke otot, dibawah kulit ataupun pembuluh vena.

Kodein Kodein adalah obat yang dihasilkan dari tanaman opium yang berfungsi sebagai obat batuk. Karena sifatnya tersebut maka penggunaan kodein sebagai obat diawasi dengan ketat.

Opiat Sintetis Jenis obat yang berasal dari opiat buatan tersebut seperti metadon, petidin dan dektropropoksiven yang berfungsi sebagai obat penghilang rasa sakit. Opiat sintetis ini sering digunakan untuk pengobatan bagi para pecandu narkoba, karena dapat memberi efek seperti heroin, namun kurang menimbulkan efek adiksi (ketagihan / kecanduan).

Kokain Kokain adalah bubuk kristal putih yang didapat dari ekstraksi serta isolasi daun coca (erythroxylon coca) serta menimbulkan efek euphoria (kegembiraan) yang besar.

Ganja Tanaman ganja adalah tanaman semak / perdu. Namun yang lebih dikenal dari tanaman ganja adalah kandungan zat pada bijinya yaitu tetrahidrokanabinol (THC, tetra-hydro-cannabinol). THC ini dapat membuat pemakainya mengalami euforia (rasa senang yang berkepanjangan tanpa sebab).

2.4

Faktor Penyebab Penyalahgunaan NAPZA Harboenangin (dikutip dari Yatim, 1986) mengemukakan ada beberapa

faktor yang menyebabkan seseorang menjadi pecandu narkoba yaitu faktor eksternal dan faktor internal (3).

Keperawatan Maternitas I

Page 8

1. Faktor Internal a. Faktor Kepribadian Kepribadian seseorang turut berperan dalam perilaku ini. Hal ini lebih cenderung terjadi pada usia remaja. Remaja yang menjadi pecandu biasanya memiliki konsep diri yang negatif dan harga diri yang rendah. Perkembangan emosi yang terhambat, dengan ditandai oleh ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara wajar, mudah cemas, pasif, agresif, dan cenderung depresi, juga turut mempengaruhi. Selain itu, kemampuan untuk memecahkan masalah secara adekuat berpengaruh terhadap bagaimana ia mudah mencari pemecahan masalah dengan cara melarikan diri. b. Inteligensia Hasil penelitian menunjukkan bahwa inteligensia pecandu yang datang untuk melakukan konseling di klinik rehabilitasi pada umumnya berada pada taraf di bawah rata-rata dari kelompok usianya. c. Usia Mayoritas pecandu narkoba adalah remaja. Alasan remaja menggunakan narkoba karena kondisi sosial, psikologis yang membutuhkan pengakuan, dan identitas dan kelabilan emosi; sementara pada usia yang lebih tua, narkoba digunakan sebagai obat penenang. d. Dorongan Kenikmatan dan Perasaan Ingin Tahu Narkoba dapat memberikan kenikmatan yang unik dan tersendiri. Mulanya merasa enak yang diperoleh dari coba-coba dan ingin tahu atau ingin merasakan seperti yang diceritakan oleh teman-teman sebayanya. Lama kelamaan akan menjadi satu kebutuhan yang utama. e. Pemecahan Masalah Pada umumnya para pecandu narkoba menggunakan narkoba untuk menyelesaikan persoalan. Hal ini disebabkan karena pengaruh narkoba dapat menurunkan tingkat kesadaran dan membuatnya lupa pada permasalahan yang ada. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga

Keperawatan Maternitas I

Page 9

Keluarga merupakan faktor yang paling sering menjadi penyebab seseorang menjadi pengguna narkoba. Berdasarkan hasil penelitian tim UKM Atma Jaya dan Perguruan Tinggi Kepolisian Jakarta pada tahun 1995, terdapat beberapa tipe keluarga yang berisiko tinggi anggota keluarganya terlibat penyalahgunaan narkoba, yaitu: o Keluarga yang memiliki riwayat (termasuk orang tua) mengalami

ketergantungan narkoba. o Keluarga dengan manajemen yang kacau, yang terlihat dari pelaksanaan aturan yang tidak konsisten dijalankan oleh ayah dan ibu (misalnya ayah bilang ya, ibu bilang tidak). o Keluarga dengan konflik yang tinggi dan tidak pernah ada upaya penyelesaian yang memuaskan semua pihak yang berkonflik. Konflik dapat terjadi antara ayah dan ibu, ayah dan anak, ibu dan anak, maupun antar saudara. o Keluarga dengan orang tua yang otoriter. Dalam hal ini, peran orang tua sangat dominan, dengan anak yang hanya sekedar harus menuruti apa kata orang tua dengan alasan sopan santun, adat istiadat, atau demi kemajuan dan masa depan anak itu sendiri, tanpa diberi kesempatan untuk berdialog dan menyatakan ketidaksetujuannya. o Keluarga yang perfeksionis, yaitu keluarga yang menuntut anggotanya mencapai kesempurnaan dengan standar tinggi yang harus dicapai dalam banyak hal. o Keluarga yang neurosis, yaitu keluarga yang diliputi kecemasan dengan alasan yang kurang kuat, mudah cemas dan curiga, sering berlebihan dalam menanggapi sesuatu. b. Faktor Kelompok Teman Sebaya (Peer Group) Kelompok teman sebaya dapat menimbulkan tekanan kelompok, yaitu cara teman-teman atau orang-orang seumur untuk mempengaruhi seseorang agar berperilaku seperti kelompok itu. Peer group terlibat lebih banyak dalam delinquent dan penggunaan obat-obatan. Dapat dikatakan bahwa faktor-faktor sosial tersebut memiliki dampak yang berarti kepada keasyikan seseorang dalam menggunakan obat-obatan, yang kemudian mengakibatkan timbulnya

ketergantungan fisik dan psikologis. Sinaga (2007) melaporkan bahwa faktor

Keperawatan Maternitas I

Page 10

penyebab penyalahgunaan NAPZA pada remaja adalah teman sebaya (78,1%). Hal ini menunjukkan betapa besarnya pengaruh teman kelompoknya sehingga remaja menggunakan narkoba. Hasil penelitian ini relevan dengan studi yang dilakukan oleh Hawari (1990) yang memperlihatkan bahwa teman kelompok yang menyebabkan remaja memakai NAPZA mulai dari tahap coba-coba sampai ketagihan. c. Faktor Kesempatan Ketersediaan narkoba dan kemudahan memperolehnya juga dapat disebut sebagai pemicu seseorang menjadi pecandu. Indonesia yang sudah menjadi tujuan pasar narkoba internasional, menyebabkan obat-obatan ini mudah diperoleh. Bahkan beberapa media massa melaporkan bahwa para penjual narkotika menjual barang dagangannya di sekolah-sekolah, termasuk di Sekolah Dasar. Pengalaman feel good saat mencoba drugs akan semakin memperkuat keinginan untuk memanfaatkan kesempatan dan akhirnya menjadi pecandu. Seseorang dapat menjadi pecandu karena disebabkan oleh beberapa faktor sekaligus atau secara bersamaan. Karena ada juga faktor yang muncul secara beruntun akibat dari satu factor tertentu.

2.5

Rentang Respon Gangguan Penggunaan NAPZA Rentang respons ganguan pengunaan NAPZA ini berfluktuasi dari kondisi

yang ringan sampai yang berat, indikator ini berdasarkan perilaku yang ditunjukkan oleh pengguna NAPZA (3). Respon adaptif Respon Maladaptif

Eksperimental Rekreasional

Situasional

Peyalahgunaan

Ketergantungan

Eksperimental: Kondisi pengguna taraf awal, yang disebabkan rasa ingin tahu dari remaja. Sesuai kebutuan pada masa tumbuh kembangnya, klien biasanya ingin mencari pengalaman yang baru atau sering dikatakan taraf coba-coba. Rekreasional: Penggunaan zat adiktif pada waktu berkumpul dengan teman sebaya, misalnya pada waktu pertemuan malam mingguan, acara ulang tahun. Penggunaan ini mempunyai tujuan rekreasi bersama temantemannya.

Keperawatan Maternitas I

Page 11

Situasional: Mempunyai tujuan secara individual, sudah merupakan kebutuhan bagi dirinya sendiri. Seringkali penggunaan ini merupakan cara untuk melarikan diri atau mengatasi masalah yang dihadapi. Misalnya individu menggunakan zat pada saat sedang mempunyai masalah, stres, dan frustasi. Penyalahgunaan: Penggunaan zat yang sudah cukup patologis, sudah mulai digunakan secara rutin, minimal selama 1 bulan, sudah terjadi penyimpangan perilaku mengganggu fungsi dalam peran di lingkungan sosial, pendidikan, dan pekerjaan. Ketergantungan: Penggunaan zat yang sudah cukup berat, telah terjadi ketergantungan fisik dan psikologis. Ketergantungan fisik ditandai dengan adanya toleransi dan sindroma putus zat (suatu kondisi dimana individu yang biasa menggunakan zat adiktif secara rutin pada dosis tertentu menurunkan jumlah zat yang digunakan atau berhenti memakai, sehingga menimbulkan kumpulan gejala sesuai dengan macam zat yang digunakan. Sedangkan toleransi adalah suatu kondisi dari individu yang mengalami peningkatan dosis (jumlah zat), untuk mencapai tujuan yang biasa diinginkannya.

2.6

Tanda dan Gejala Pengaruh NAPZA pada tubuh disebut intoksikasi. Selain intoksikasi, ada

juga sindroma putus zat yaitu sekumpulan gejala yang timbul akibat penggunaan zat yang dikurangi atau dihentikan. Tanda dan gejala intoksikasi dan putus zat berbeda pada jenis zat yang berbeda (3). Tabel tanda dan gejala Intoksikasi Opiat - Eforia - Mengantuk - bicara cadel - konstipasi - penurunan kesadaran Ganja - eforia - mata merah - mulut kering - banyak bicara dan tertawa Sedatif-Hipnotik - pengendalian diri berkurang - jalan sempoyongan - mengantuk Alkohol - mata merah - bicara cadel - jalan sempoyong an Amfetamine - selalu terdorong untuk bergerak - berkeringat - gemetar - cemas - depresi

- memperpanjang - perubahan tidur - hilang persepsi - penurunan

Keperawatan Maternitas I

Page 12

- nafsu makan meningkat - gangguan persepsi Tanda dan gejala Putus Zat Opiat- nyeri - mata dan hidung berair - perasaan panas dingin - diare - gelisah - tidak bisa tidur

kesadaran

kemampua n menilai

- paranoid

Ganja - jarang ditemukan

Sedatif-Hipnotik - cemas - tangan gemetar - perubahan persepsi - gangguan daya ingat - tidak bisa tidur

Alkohol - cemas - depresi - muka merah - mudah marah - tangan gemetar - mual muntah - tidak bisa tidur

Amfetamine - cemas - depresi - kelelahan - energy berkurang - kebutuhan tidur meningkat

2.7

Populasi Spesifik Pengguna NAPZA Gangguan ketergantungan obat dapat terjadi pada populasi secara umum,

meskipun demikian manifestasi yang tampak dan kesempatan mereka untuk memperoleh intervensi dapat bervariasi sangat luas pada kelompok-kelompok demografik tertentu. Pemahaman terhadap populasi spesifik ini sangat membantu dalam penegakan diagnosis dan pelaksanaan terapi (2). (1) Kelompok remaja dan dewasa muda Kelompok usia 18-25 tahun merupakan kelompok yang paling sering menggunakan obat-obat terlarang. Usia saat mulainya seorang remaja menggunakan alkohol dan obat-obat terlarang merupakan prediktor kuat bagi masalah akibat penggunaan bahanbahan tersebut di kemudian hari, terutama bagi mereka yang mulai menggunakannya pada usia kurang dari 15 tahun (2).

Keperawatan Maternitas I

Page 13

Para remaja menggunakan alcohol dan tembakau lebih dari penggunaan obat-obat lainnya. Insidensi dari pengguna alkohol berat di kalangan anak sekolah lanjutan atas di Amerika Serikat (didefinisikan sebagai minum 5 kali atau lebih dalam satu kali kesempatan selama 2 minggu sebelumnya) mencapai puncak sekitar 41% pada awal tahun1980-an, dan sejak itu turun sampai 29,8%, dimana angka tersebutpun masih cukup tinggi (2). Penggunaan obat-obat terlarang meningkat lagi secara signifikan pada tahun 1993. Pada anak sekolah lanjutan atas, prevalensi penggunaan obat terlarang mencapai 42,9%. Secara khusus, penggunaan mariyuana, Lysergic Acid Diethylamide (LSD) dan inhalan meningkat pada tahun 1993. Data terbaru menunjukkan bahwa mariyuana telah digunakan setidaknya sekali oleh 12,6% anak usia sekolah lanjutan pertama dan 35,3% pada anak sekolah lanjutan atas. LSD telah digunakan oleh 3,5% anak usia sekolah lanjutan pertama dan 10,3% oleh anak usia sekolah lanjutan atas. Penggunaan inhalan seperti lem dan bahan pelarut (seperti tiner) telah dicoba oleh 19,4% anak usia sekolah lanjutan pertama dan 17,4% dari anak usia sekolah lanjutan atas. Penggunaan bahan serbuk seperti kokain telah digunakan sebesar 2,9% pada anak usia sekolah lanjutan pertama dan 6,1% pada anak usia sekolah lanjutan atas (2). Pada umumnya kecenderungan penyalahgunaan obat berawal dari pemakaian obat-obatan yang tersedia secara umum di masyarakat, seperti alcohol dan tembakau. Para remaja kemudian mulai menggunakan mariyuana dan berlanjut menjadi memakai obat-obat lain atau bahkan kombinasi

bermacammacam obat. Karena alasan itulah maka pemakaian rokok dan alcohol seringkali disebut gerbang masuk dari pemakaian obat-obatan. Penggunaan bermacam-macam obat (polydrug) lebih umum dilakukan oleh remaja daripada orang dewasa. Di antara perokok tembakau yang berusia 12-17 tahun, dua pertiganya juga menggunakan obatobat terlarang (2). Penyebab utama kematian pada remaja/ dewasa muda berusia 15-24 tahun pada umumnya karena kekerasan, termasuk di dalamnya adalah usaha bunuh diri, pembunuhan, dan kecelakaan; banyak dari kematian ini dikaitkan dengan penggunaan obat -obatan dan alkohol. Mereka pada umumnya kurang menaruh perhatian pada bahaya yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan obat. Keadaan ini

Keperawatan Maternitas I

Page 14

khas pada perilaku remaja yang memiliki perilaku senang menyerempet bahaya; mereka tidak menyadari akibat jangka panjang dari perbuatan mereka, terutama bila diberikan peringatan oleh kedua orang tua mereka. Meskipun demikian, apabila telah terjalin kerjasama dalam hal medis dengan dokter keluarga mereka, maka dokter keluarga memiliki kesempatan besar untuk memberikan

nasihat/pengertian mengenai bahaya penyalahgunaan obat-obatan (2). (2) Wanita hamil Selama kehamilan, sedikitnya 25% wanita menggunakan nikotin. Selama masa prenatal, 5-8% ibu hamil berisiko untuk mendapatkan masalah akibat pemakaian alkohol. Prevalensi penggunaan obat-obat terlarang masih belum jelas, akan tetapi tampaknya lebih rendah daripada penggunaan alkohol dan nikotin (2). Wanita yang menggunakan obatobatan selama kehamilan mempunyai angka lebih tinggi untuk terjadinya meconium staining, fetalmonitor

abnormalities, kelahiran lebih cepat, prematuritas, dan abruption placentae. Bayi yang lahir dari ibu yang mengalami kecanduan obat lebih besar kemungkinannya untuk terjadi cacat lahir, karena sebagian besar ibu hamil tersebut juga menggunakan alkohol yang diketahui merupakan teratogen. Oleh karena itu diperlukan identifikasi dan anjuran untuk tidak menggunakan alkohol, tembakau dan obat-obat terlarang pada ibu hamil (2). Paparan terhadap teratogen sangat penting untuk dihindari khususnya selama kehamilan trimester pertama. Meskipun demikian, bila paparan terhadap obat-obatan sudah terjadi, terapi tetap harus diberikan. Pemberian gizi yang baik dan abstinensia obat (kecuali obat yang diresepkan oleh dokter) sampai kehamilan mencapai trimester kedua dan ketiga seringkali dapat membantu fetus mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal. Pola pengasuhan anak yang baik dan lingkungan yang mendukung akan bermanfaat juga dalam perkembangan bayi setelah lahir (2). Terapi pada ibu hamil yang mengalami kecanduan obat sebaiknya meliputi perawatan prenatal, kunjungan rumah oleh perawat/ tenaga kesehatan dan pemberian terapi terhadap ketergantungan obatnya. Rujukan untuk mendapatkan program terapi mungkin dilakukan bila dokter mengenali gejala adiksi pada wanita hamil dan hal ini dapat diperoleh melalui anamnesis mendalam dan

Keperawatan Maternitas I

Page 15

pemeriksaan fisik yang teliti. Pemeriksaan urin untuk mendeteksi adanya bahanbahan toksik dari obat mungkin dapat membantu konfirmasi diagnosis, seperti juga pemeriksaan terhadap adanya penyakit menular seksual pada wanita hamil tersebut. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan oleh dokter dan yang harus diperhatikan bahwa pemeriksaan tersebut jangan sampai menyebabkan ibu dijatuhi hukuman kriminal dan juga jangan sampai menyebabkan hilangnya hak pengasuhan anak (2). Terapi kecanduan heroin selama kehamilan penting dilakukan, karena zat tersebut dapat menyebabkan intoksikasi maupun withdrawal, yang akan memicu terjadinya kelahiran prematur, abortus spontan dan efek berbahaya lainnya. Terapi yang dianjurkan untuk kecanduan heroin selama kehamilan adalah terapi pemeliharaan dengan methadone, yang akan menghasilkan efek relative konstan dan secara fisiologis aman. Kehamilan meningkatkan metabolism methadone dan beberapa pasien memerlukan dua dosis perhari untuk menjaga kestabilan dalam darah (2). Bayi lahir dari ibu yang dilakukan pemeliharaan dengan methadone dapat terjadi ketergantungan secara fisik terhadap opioid; meskipun demikian mereka tidak akan mengalami adiksi dan dapat diterapi dengan mudah di ruang perawatan anak-anak. Keadaan withdrawal intrauterin yang tidak termonitor akan lebih berbahaya. Karena dosis rendah methadone lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadi sindroma withdrawal pada neonatus, pertimbangan paling penting dalam pemberian dosis methadone adalah memberikan jumlah yang cukup pada pasien untuk mencegah relaps terhadap heroin (2). (3) Orang tua Seiring dengan meningkatnya usia, insidensi gangguan nyeri kronik yang mungkin dapat diterapi dengan bahan yang berpotensi menimbulkan

ketergantungan juga akan meningkat. Kerentanan untuk menggunakan obatobatan terlarang yang dapat menyebabkan terjadinya adiksi, mungkin akan lebih ditingkatkan oleh perasaan kecemasan, marah, depresi, rasa frustasi akibat penurunan daya pengelihatan, pendengaran dan berkurangnya ketangkasan yang terjadi akibat proses ketuaan. Depresi kronik yang tidak terdiagnosis dapat menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan benzodiazepin dan selanjutnya

Keperawatan Maternitas I

Page 16

menyebabkan penyalahgunaan obat jangka panjang serta mengakibatkan masalah adiksi di sepanjang usia yang tersisa (2). Alkoholisme pada orang tua tetap belum dapat dilaporkan angkanya secara pasti. Masalah yang sering muncul adalah tingginya risiko interaksi alkohol dan obat-obatan. Orang tua sering mengkonsumsi sejumlah obat dan pada umumnya menggunakan obat lebih dari satu resep dan seringkali kerja obat tersebut saling berlawanan. Banyak orang tua menggunakan obat antidepresan dan tranquilizer dan sering digunakan bersama dengan alkohol. Interaksi yang terjadi sering mengakibatkan pneumonia aspirasi, fraktur pangkal paha, atau kecelakaan lalulintas (2). Penyalahgunaan obat pada orang tua seringkali menimbulkan salah diagnosis, karena gejala yang tampak, seperti perubahan perilaku, perubahan fungsi kognitif dan fisik cenderung dikaitkan dengan usia tuanya atau akibat kondisi medik yang mendasari. Pemahaman yang benar mengenai kondisi normal yang terdapat pada orang tua akan membantu dokter untuk membuat diagnosis secara benar (2).

2.8

NAPZA dan Kehamilan Sebenarnya untuk wanita hamil zat-zat tertentu, baik berupa alcohol,

nikotin, obat yang terlarang maupun yang biasa digunakan dapat menimbulkan efek yang membahayakan baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi janin yang dikandungnya. Oleh karena itu setiap wanita hamil harus hati-hati terhadap apa yang dikonsumsinya (5). Wanita yang tergantung pada obat cenderung menimbulkan respon pasif terhadap hidup dan tanggung jawabnya. Ia dapat menimbulkan tingkat depresi yang tinggi. Penggunaan zat ialah cara dirinya untuk mengurangi distres psikologis, mendorong interaksi sosial, dan memerangi perasaan sepi dan kosong, yang merupakan bagian dari depresi. Kehamilan biasanya tidak direncanakan. Kehamilan terjadi sangat fenomena tidak sengaja. Sebaliknya, kehamilan dapat berperan sebagai peristiwa positif, yang mengkonfirmasi bahwa dirinya berharga sebagai seoarng wanita (1).

Keperawatan Maternitas I

Page 17

Namun, setelah melahirkan, wanita tersebut akan dihadapkan pada tugas orang tua, merawat, dan mengasuh bayi yang sangat bergantung pada dirinya serta membentuk hubungan yang hangat, dekat, dan intim dengan anak tersebut. Merawat wanita yang kecanduan dengan obat merupakan tantangan besar bagi bidang keperawatan. Kesulitan tantangan ini segera menjadi nyata. Wanita yang mengalami ketergantungan dan lebih banyak berfokus pada perilaku menerima daripada memberi dituntut untuk menjadi seorang ibu. Kebanyakan orang tergantung pada zat, mengalami kesulitan dalam mentapkan hubungan yang positif dan intim dan tidak memiliki sistem pendukung yang berarti (1). Dengan adanya pemulangan dini pasien, yang sering dilakukan dalan 24 jam setelah melahirkan, pengkajian menjadi lebih sulit dan tantangan dalam keperawatan semakin meningkat. Kemampuan ibu unutk merawat bayinya setalah pulang dari rumah sakit harus dikaji melalui observasi yang sering, termasuk beberapa kali pengawasan di lingkungan rumah. Wanita tersebut harus dirujuk ke pusat penanganan ketergantungan zat kimia sebelum kembali ke rumah (1). Beberapa zat dapat berbahaya apabila dikonsumsi kapanpun saat hamil, tetapi ada juga beberapa zat yang sangat berbahaya apabila digunakan pada tahap kehamilan tertentu, seperti (5): Tahap pembentukan organ tubuh Pada tahap ini, beberapa jenis obat & alcohol, dapat menyebabkan kegagalan pembentukan organ tertentu seperti jantung, lengan & fungsi wajah. Tahap pertumbuhan janin Pada usia kehamilan sekitar 10 minggu, janin akan mengalami pertumbuhan berat & ukuran yang pesat. Pada tahap ini, beberapa jenis obat dapat menghambat pertumbuhan organ yang masih berkembang, seperti misalnya mata ataupun sistem syaraf. Penggunaan narkoba secara terus-menerus juga dapat meningkatkan resiko terjadinya keguguran & kelahiran premature, termasuk juga kemungkinan bayi lahir dengan ukuran & berat badan yang kurang dari semestinya. Tahap kelahiran Selain itu ada juga beberapa jenis narkoba yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh ibu hamil saat mendekati waktu kelahiran, karena dapat menyebabkan

Keperawatan Maternitas I

Page 18

proses kelahiran menjadi sulit & berbahaya, atau juga menyebabkan adanya gangguan kesehatan pada bayi yang baru dilahirkan.

2.9

Penggunaan dan Penyalahgunaan Zat Psikoaktif pada Ibu Hamil Pernah diyakini bahwa plasenta beraksi sebagai penghambat protektif,

mencegah masuknya bahan-bahan berbahaya ke dalam tubuh janin. Hal ini adalah tidak benar. Bahan-bahan yang dapat membahayakan janin (teratogen) dapat melewati plasenta dan dapat memperburuk perkembangan janin. Keseriusan pengaruh ini tergantung pada (6): 1. Tahap perkembangan janin 2. Kandungan kimia pada bahan tersebut 3. Apakah bahan tersebut diminum sendiri atau dengan bahan kimia lainnya yang meningkatkan efeknya. Juga ditemukan bahwa banyak bahan-bahan yang umum digunakan seperti kafein, nikotin dan alkohol adalah membahayakan janin (6). Pengaruh maternal Pasien yang kecanduan obat-obatan seperti heroin, kokain dan psikotropik biasanya malnutrisi, mendapat perawatan prenatal yang sangat sedikit atau tidak sama sekali, dan lebih mudah terserang pada segala jenis penyakit infeksi, termasuk AIDS dan hepatitis. Sebagai akibatnya, mereka memiliki risiko lebih tinggi terhadap PIH, perdarahan trimester ketiga, dan sepsis puerperal. Di samping itu, terdapat risiko toksisitas obat, dan kemampuan mereka mengatasi stres selama kehamilan sangat kurang (6). Wanita yang mengalami kecanduan alkohol seringkali malnutrisi dan mengalami defisiensi asam folat dan tiamin, supresi sumsum tulang dan menurunnya daya tahan terhadap infeksi. Bila alkohol dengan tiba-tiba dihentikan, mereka mungkin akan mengalami kejang ketagihan obat, halusinasi dan delirium (6). Wanita yang mendapatkan obat-obatan berdasarkan resep dan bagi mereka yang meminum kopi dan alkohol atau merokok dalam tingkatan sedang mungkin tidak mengetahui bahwa mereka hamil. Mereka mungkin tidak mengetahui pengaruh obat-obat tersebut atau bahan-bahan sejenin pada janin mereka. Ketika

Keperawatan Maternitas I

Page 19

mereka mengetahui, mereka mungkin menjadi sangat cemas dan merasa bersalah, ketakutan dan kelainan yang akan diderita bayi (6). Pengaruh psikologis dari penyalahgunaan obat terlarang sangat bervariasi. Obat-obat murni adalah mahal dan sering mengarah pada prostitusi dan tindak criminal untuk memenuhi kencanduannya. Sebagai akibatnya, wanita ini mungkin mengalami ketakutan, marah, sedih, rasa bersalah, keputusasaan, tidak berguna dan tidak ada harapan (6). Pengaruh janin-neonatus Pengaruh dari berbagai obat terlarang pada janin dan neonatus dijelaskan pada tabel di bawah ini (6): Obat-obatan Alkohol Pengaruh pada janin dan neonatus Intrauterine growth retardation (IUGR), retardasi pertumbuhan intrauterine, kelainan jantung, fetal alcohol syndrome (FAS) Heroin Gejala-gejala putus obat, kejang-kejang, kematian, asidosis respiratorik, hiperbilirubinemia, IUGR Metadone Distres janin, aspirasi mekonium, gejala-gejal putus obat, kematian neonatus Barbiturat Peningkatan insiden kelainan, depresi neonatus, gejalagejal putus obat, kejang-kejang, hiperaktivitas, hiperefleksia, instabilitas vasomotor Pentazicine (Talwin) Aman digunakan selama kehamilan (mendepresi pernapasan bila diminum dekat dengan saat persalinan) Diazepam (Valium) Hipotonia, hipotermia, skor apgar rendah, depresi pernapasan, refleks menghisap kurang, kemungkinan bibir sumbing Derivat fenotiasin Gejala-gejal putus obat, disfungsi ekstrapiramidal, penundaan awal pernapasan, hiperbilirubinemia, penurunan hitung sel-sel darah, hipotonia, hiperaktivitas Lithium Racemic amphetamine Kelainan kongenital, letargi, sianosis pada neonatus Sumbing langit-langit, transposisi pembuluh besar, kesulitan belajar, koordinasi motorik rendah, artritis

Keperawatan Maternitas I

Page 20

(Benzedrine) Dextroamphetamine (Dexedrine) Kokain Kafein (lebih dari 600 mg/ hari, sekitar 6 cangkir) Nikotin (10-20 batang rokok per hari)

umum Kelainan jantung kongenital, hiperbilirubinemia

Kesulitan belajar Aborsi spontan, IUGR, sumbing langit-langit, kelainan kongenital

Aborsi spontan, pelepasan plasenta, penurunan panjang badan, lingkar kepala kecil, kecil untuk usia gestasi yang sesuai (SGA)

PCP (debu angel)

Penampilan flaccid, kontrol kepala kurang, gangguan perkembangan neurologis

LSD Marijuana

Kemungkinan kelainan kromosom Potensial gangguan mekanisme immunologis, IUGR

2.10 Efek Zat Psikoaktif Fensiklidin PCP adalah obat sintetis yang dikenal dengan berbagai nama (peace pil, agenl dust, hog). Efek obat ini tidak dapat diperkirakan dan mencakup sikap bermusuhan, agresif, perilaku kasar. Karena beberapa efeknya menyerupai skizoprenia, para penggunanya bisa dimasukkan ke unit psikiatrik. Setelah digunakan, PCP mengendap di otak dan lemak tubug dalam waktu yang lama. Obat ini dapat menembus plasenta dan cenderung ditemukan dalam konsentrasi yang tinggi dalam jaringan janin daripada dalam jaringan maternal. Karena PCP cenderung digunakan dalam berbagai kombinasi alkohol, kokain, dan mariyuana, efek khusus pada kehamilan, janin, dan neonatus belum diidentifikasi (1). Metamfetamin Metabolit aktif metamfetamin adalah amfetamin, suatu stimulan SSP. Bentuk bubuk metamfetamin dikenal sebagai speed dan meth. Angka melahirkan bayi prematur dan memiliki neonatus yang mengalami retardasi pertumbuhan intrauterina dan lingkar kepala yang lebih kecil, lebih tinggi pada wanita yang menggunakan metamfetamin, dibanding kelompok wanita yang tidak

Keperawatan Maternitas I

Page 21

menggunakan obat. Pola perilaku neonatus berubah. Perilaku tersebut ditandai dengan perilaku tidur yang abnormal, perilaku minum yang buruk, tremor, dan hipertonia. Perilaku ini muncul jika janin terpapar kokain, metamfetamin, atau kombinasi keduanya. Penambahan koakian secara signifikan dapat meningkatkan angka perdarahan plasenta dan angka bayi lahir mati. Perilaku neonatal lain meliputi disorganisasi status bayi dan penurunan tidur. Pemberian makanan menjadi lama dan disertai dengan refleks rooting dan mengisap yang tidak teratur. Pemberian makan/minum melalui selang selalu perlu dilakukan. Gejala putus obat dapat diobati dengan fenobarbital atau tingtur alkohol opium (Paregoric) (1). Es Bentuk kristal metamfetamin dikenal dengan sebutan es. Bentuk yang dapat diisap ini tidak berbau. Obat ini dapat menimbulkan perasaan melayang yang sangat lama. Obat ini lebih adiktif daripada heroin dan lebih berat daripada crack kokain. Es dapat membuat seseorang tidak makan dan tidak istirahat selama 24 jam, hanya untuk teler selama 24 jam berikutnya. Tanda-tanda yang umum muncul meliputi takikardi, takipnea, waham, paranoid, dan perilaku kekerasan. Gejala penyalahgunaan amfetamin muncul setelah dua tahun, yakni paranoid dan waham, tidak rasional, dan perilaku tidak logis. Kejang, koma, dan kematian akan terjadi setelah penggunaan berlebihan (overdosis) (1). Obat ini sangat disukai wanita muda yang ingin cepat menurunkan berat badan dan juga kaum muda yang ingin terjaga sepanjang malam. Ketergantungan obat ini memiliki konsekuensi yang serius pada wanita hamil. Obat ini menyebabkan kejang pada ibu dan bayinya. Selain itu, pengaruhnya pada janin/bayi sama dengan efek yang dialami janin/bayi yang terpapar metamfetamin bubuk (1). Mariyuana Mariyuana merupakan obat terlarang yang paling sering digunakan selama masa hamil. Mariyuanan dapat diisap dalam rokok, pipa, pipa air, atau dicampur ke dalam makanan dan kemudian dimakan. Obat ini menimbulkan keracunan (intoksikasi) dan sensori tinggi (melayang). Asap mariyuana memiliki karakteristik asap tembakau dan memiliki bahaya yang sama. Mariyuana dengan mudah menembus plasenta. Baik rokok maupun mariyuana dapat meningkatkan

Keperawatan Maternitas I

Page 22

kadar karbon monoksida dalam darah ibu, yang dapat menurunkan kadar oksigen dalam darah janin. Temuan riset tentangpengaruh mariyuana terhadap kehamilan tidak konsisten. Pemakaina oleh ibu tidak selalu meningkatkan insiden abortus spontan atau insiden bayi lahir mati. Pengaruh pada neonatus juga bervariasi dan meliputi perubahan pola tidur dan terjaga serta bayi menjadi gemetar. Hal yang mendasari hasil yang tidak konsisten ini ialah komposisi obat yang bervariasi, faktor maternal lain (misalnya gaya hidup, kesehatan), masalah penggunaan mariyuana yang tidak dilaporkan, atau isu metodologi. Wanita yang sering menyalahgunakan mariyuana lebih sering melahirkan anak dengan gambaran yang mirip dengan fetal alcohol syndrome. Temuan ini mendukung kemungkinan mariyuana memiliki efek sinergis pada alkohol dan zat lain. Mariyuana dengan cepat masuk ke dalam air susu ibu. Karena pengaruh air susu ibu yang terkontaminasi mariyuana belum diketahui, ibu pengguna zat ini tidak disarankan untuk menyusui bayinya,. Efek pascanatal paparan mariyuana pada masa prenatal belum diketahui. Heroin Pengkajian penggunaan heroin sama dengan pengkajian menggunakan alkohol dan kokain. Wawancara dan diskusi terbuka akan membuka masalah dan luas permasalahan (misalnya lama kecanduan, jumlah biaya yang diperluka dalam sehari). Pemeriksaan fisik menunjukkan bebas suntikan intravena, selulitis, dan abses kulit ditempat penyuntikan. Pengakjian lebih jauh sistem pembuluh darah perifer dapat menimbulkan sensari terbakar tidak normal atau penurunan denyut nadi atau tidak ada denyut nadi perifer (atau keduanya) di ekstremitas yang disuntik. Tanda PMS dan infeksi saluran kemih sering ditemukan (1). Uji laboratorium yang dilakukan meliputi toksikologi, PMS, hepatitis B, dan antibodi terhadap HIV (human immunodeficiency syndrome). Penentuan nitrogen urea darah, kreatinin serum, kadar protein total, rasio albumin terhadap globulin, kapasitas total ikatan zat besi, dan nilai hemoglobin dan hematokrit dilakukan. Pemeriksaan rontgen dada dapat dilakukan untuk penyakit pulmoner. Ditemukan hilar lymphadenopathy pada 95% pecandu juga, edema pulmoner, pnemonia bakteri, dan emboli benda asing (dari zat yang digunakan untuk memotong obat-obatan terlarang) (1).

Keperawatan Maternitas I

Page 23

Pemeriksaan ultrasound awal dan serial dilakukan untuk menentukan usia gestasi karena amenorea, yang umum dialami para pengguna obat, menghambat penetapan riwayat periode menstruasi terakhir. Namun, tes non-stres dan tes stres tidak banyak bermanfaat dalam pengkajian kesejahteraan janin. Janin yang kecanduan heroin lebih sering mengalami ketuban pecah dini dan persalinan prematur (1). Merokok Wanita yang mengisap rokok tembakau menempatkan diri dan janinya pada risiko berbagai masalah selama masa hamil. Mereka berisiko mengalami kehamilan ektopik dan abortus spontan pada awal kehamilan. Pada kehamilan lanjut mereka berisiko mengalami solusio plasenta, plasenta previa, ketuban pecah dini, dan retardasi pertumbuhan janin. Nikotin dan karbon monoksida dianggap sebagai materi utama rokok yang menghasilkan efek merugikan. Nikotin dapat menyebabkan pembuluh darah plasenta mengalami vasokonstriksi dan karbon monoksida menonaktifkan hemoglobin maternal dan janin, yang penting untuk mentranspor oksigen ke janin (1). Janin akan berisiko lahir kecil untuk usia gestasi, dengan berat lahir sampai 200 gram lebih rendah daripada berat badan yang lahir dari ibu bukan perokok. Janin juga akan berisiko lahir prematur, terutama jika wanita merokok lebih dari satu pak per hari. Sindrom kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome [SIDSI]) pada bayi kulit putih juga dihubungkan dengan ibu yang merokok selama masa kehamilan (1). Ganja Penelitian mengenai efek penggunaan ganja oleh wanita hamil sebenarnya tidak terlalu spesifik. Hal ini karena biasanya ganja digunakan berbarengan dengan obat lain, rokok & alcohol. Seperti bahan berbahaya lainnya, maka penggunaan ganja saat kehamilan beresiko menyebabkan kelahiran bayi premature & bayi lahir dengan berat badan rendah (5). Alkohol Penelitian menunjukkan, ibu yang mengkonsumsi alcohol secara berlebihan pada waktu hamil berhubungan dengan berbagai komplikasi kehamilan

Keperawatan Maternitas I

Page 24

seperti multiple birth defects, fetal alcohol sindrom dan peningkatan resiko berat badan lahir rendah (7). Kafein Penelitian menunjukkan, konsumsi kafein selama kehamilan berkaitan dengan peningkatan resiko restriksi dan resiko ini berlanjut selama kehamilan. Disarankan untuk mengurangi konsumsi kafein sebelum konsepsi dan selama kehamilan (8).

2.11 Mencegah Efek Buruk Narkotika pada Saat Hamil Di Amerika Serikat, hampir 4 % dari wanita hamil menggunakan narkotika & bahan berbahaya lainnya seperti ganja, kokain, ecstasy & heroin. Pada akhirnya wanita hamil yang menggunakan narkotika & bahan berbahaya biasanya juga terlibat dalam prilaku tak sehat lainnya yang dapat beresiko terhadap janin yang dikandungnya seperti minum alcohol, merokok, malnutrisi atau menderita penyakit infeksi seksual (9). Cacat pada janin & masalah kesehatan lain yang dapat timbul akibat penggunaan narkotika & bahan berbahay sebenarnya dapat dicegah seluruhnya. Caranya adalah dengan menghentikan penggunaan narkotika & bahan berbahaya lainnya sebelum hamil atau mencegah terjadinya kehamilan sebelum merasa yakin dapat menghindari narkotika saat hamil. Apabila ternyata baru mengetahui hamil saat masih mengkonsumsi narkotika & bahan berbahaya lainnya (kecuali heroin), maka sebaiknya hentikan penggunaan bahan-bahan tersebut segera setelah mengetahui dirinya hamil. Hal ini karena bahaya akan terus meningkat apabila terus digunakan. Bagi yang menggunakan heroin, sebaiknya konsultasi dengan tenaga kesehatan mengenai terapi untuk menanggulangi gejala putus obat (9).

2.12 Penanggulangan Masalah NAPZA Penanggulangan masalah NAPZA dilakukan mulai dari pencegahan, pengobatan sampai pemulihan (rehabilitasi) (3). 1) Pencegahan Pencegahan dapat dilakukan, misalnya dengan: a. Memberikan informasi dan pendidikan yang efektif tentang NAPZA

Keperawatan Maternitas I

Page 25

b. Deteksi dini perubahan perilaku c. Menolak tegas untuk mencoba (Say no to drugs) atau Katakan tidak pada narkoba 2) Pengobatan Terapi pengobatan bagi klien NAPZA misalnya dengan detoksifikasi. Detoksifikasi adalah upaya untuk mengurangi atau menghentikan gejala putus zat, dengan dua cara yaitu: a. Detoksifikasi tanpa subsitusi Klien ketergantungan putau (heroin) yang berhenti menggunakan zat yang mengalami gajala putus zat tidak diberi obat untuk menghilangkan gejala putus zat tersebut. Klien hanya dibiarkan saja sampai gejala putus zat tersebut berhenti sendiri. b. Detoksifikasi dengan substitusi Putau atau heroin dapat disubstitusi dengan memberikan jenis opiat misalnya kodein, bufremorfin, dan metadon. Substitusi bagi pengguna sedatifhipnotik dan alkohol dapat dari jenis anti ansietas, misalnya diazepam. Pemberian substitusi adalah dengan cara penurunan dosis secara bertahap sampai berhenti sama sekali. Selama pemberian substitusi dapat juga diberikan obat yang menghilangkan gejala simptomatik, misalnya obat penghilang rasa nyeri, rasa mual, dan obat tidur atau sesuai dengan gejala yang ditimbulkan akibat putus zat tersebut. 3) Rehabilitasi Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan non medis, psikologis, sosial dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindroma ketergantungan dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial, dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan. Sesudah klien

penyalahgunaan/ketergantungan NAPZA menjalani program terapi (detoksifikasi) dan konsultasi medik selama 1 (satu) minggu dan dilanjutkan dengan program pemantapan (pascadetoksifikasi) selama 2 (dua) minggu, maka yang bersangkutan

Keperawatan Maternitas I

Page 26

dapat melanjutkan ke program berikutnya yaitu rehabilitasi. Lama rawat di unit rehabilitasi untuk setiap rumah sakit tidak sama karena tergantung pada jumlah dan kemampuan sumber daya, fasilitas, dan sarana penunjang kegiatan yang tersedia di rumah sakit. Menurut Hawari (2003), bahwa setelah klien mengalami perawatan selama 1 minggu menjalani program terapi dan dilanjutkan dengan pemantapan terapi selama 2 minggu maka klien tersebut akan dirawat di unit rehabilitasi (rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan unit lainnya) selama 3-6 bulan. Sedangkan lama rawat di unit rehabilitasi berdasarkan parameter sembuh menurut medis bisa beragam 6 bulan dan 1 tahun, mungkin saja bisa sampai 2 tahun. Kenyataan menunjukkan bahwa mereka yang telah selesai menjalani detoksifikasi sebagian besar akan mengulangi kebiasaan menggunakan NAPZA, oleh karena rasa rindu (craving) terhadap NAPZA yang selalu terjadi (DepKes, 2001). Dengan rehabilitasi diharapkan pengguna NAPZA dapat: 1. Mempunyai motivasi kuat untuk tidak menyalahgunakan NAPZA lagi 2. Mampu menolak tawaran penyalahgunaan NAPZA 3. Pulih kepercayaan dirinya, hilang rasa rendah dirinya 4. Mampu mengelola waktu dan berubah perilaku sehari-hari dengan baik 5. Dapat berkonsentrasi untuk belajar atau bekerja 6. Dapat diterima dan dapat membawa diri dengan baik dalam pergaulan dengan lingkungannya. Jenis program rehabilitasi a) Rehabilitasi psikososial Program rehabilitasi psikososial merupakan persiapan untuk kembali ke masyarakat (reentry program). Oleh karena itu, klien perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan misalnya dengan berbagai kursus atau balai latihan kerja di pusat-pusat rehabilitasi. Dengan demikian diharapkan bila klien selesai menjalani program rehabilitasi dapat melanjutkan kembali sekolah/kuliah atau bekerja. b) Rehabilitasi kejiwaan Dengan menjalani rehabilitasi diharapkan agar klien rehabilitasi yang semua berperilaku maladaptif berubah menjadi adaptif atau dengan kata lain sikap dan tindakan antisosial dapat dihilangkan, sehingga mereka dapat bersosialisasi

Keperawatan Maternitas I

Page 27

dengan sesama rekannya maupun personil yang membimbing dan mengasuhnya. Meskipun klien telah menjalani terapi detoksifikasi, seringkali perilaku maladaptif tadi belum hilang, keinginan untuk menggunakan NAPZA kembali atau craving masih sering muncul, juga keluhan lain seperti kecemasan dan depresi serta tidak dapat tidur (insomnia) merupakan keluhan yang sering disampaikan ketika melakukan konsultasi dengan psikiater. Oleh karena itu, terapi psikofarmaka masih dapat dilanjutkan, dengan catatan jenis obat psikofarmaka yang diberikan tidak bersifat adiktif (menimbulkan ketagihan) dan tidak menimbulkan ketergantungan. Dalam rehabilitasi kejiwaan ini yang penting adalah psikoterapi baik secara individual maupun secara kelompok. Untuk mencapai tujuan psikoterapi, waktu 2 minggu (program pascadetoksifikasi) memang tidak cukup; oleh karena itu, perlu dilanjutkan dalam rentang waktu 3 6 bulan (program rehabilitasi). Dengan demikian dapat dilaksanakan bentuk psikoterapi yang tepat bagi masing-masing klien rehabilitasi. Yang termasuk rehabilitasi kejiwaan ini adalah psikoterapi/konsultasi keluarga yang dapat dianggap sebagai rehabilitasi keluarga terutama keluarga broken home. Gerber (1983 dikutip dari Hawari, 2003) menyatakan bahwa konsultasi keluarga perlu dilakukan agar keluarga dapat memahami aspek-aspek kepribadian anaknya yang mengalami penyalahgunaan NAPZA. c) Rehabilitasi komunitas Berupa program terstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal dalam satu tempat. Dipimpin oleh mantan pemakai yang dinyatakan memenuhi syarat sebagai koselor, setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan. Tenaga profesional hanya sebagai konsultan saja. Di sini klien dilatih keterampilan mengelola waktu dan perilakunya secara efektif dalam kehidupannya sehari-hari, sehingga dapat mengatasi keinginan mengunakan narkoba lagi atau nagih (craving) dan mencegah relaps. Dalam program ini semua klien ikut aktif dalam proses terapi. Mereka bebas menyatakan perasaan dan perilaku sejauh tidak membahayakan orang lain. Tiap anggota bertanggung jawab terhadap perbuatannya, penghargaan bagi yang berperilaku positif dan hukuman bagi yang berperilaku negatif diatur oleh mereka sendiri. d) Rehabilitasi keagamaan

Keperawatan Maternitas I

Page 28

Rehabilitasi

keagamaan

masih

perlu

dilanjutkan

karena

waktu

detoksifikasi tidaklah cukup untuk memulihkan klien rehabilitasi menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agamanya masing-masing. Pendalaman, penghayatan, dan pengamalan keagamaan atau keimanan ini dapat menumbuhkan kerohanian (spiritual power) pada diri seseorang sehingga mampu menekan risiko seminimal mungkin terlibat kembali dalam penyalahgunaan NAPZA apabila taat dan rajin menjalankan ibadah, risiko kekambuhan hanya 6,83%; bila kadangkadang beribadah risiko kekambuhan 21,50%, dan apabila tidak sama sekali menjalankan ibadah agama risiko kekambuhan mencapai 71,6%.

2.13

Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian Anamnesis / Riwayat Pasien Skrining pemeriksaan alkohol dan gangguan obat dapat dilakukan secara bersamaan dengan anamnesis riwayat penggunaan atau dapat dilakukan bila pasien menampakkan masalah spesifik yang berhubungan dengan ketergantungan obat dan alkohol. Pasien harus ditanya apakah dia menggunakan tembakau dan berapa banyak alkohol yang mereka konsumsi. Pertanyaan di atas merupakan pertanyaan rutin yang ditanyakan pada pasien sebagai bagian dari anamnesis riwayat sosial atau anamnesis pada pasien yang baru mengalami alergi obat dan riwayat penggunaan obat dengan resep dokter, obat bebas, vitamin dan mineral, alkohol, tembakau dan penggunaan obat lain. Sebagian kecil pasien akan diketahui sebagai penyalahguna obat, bukan termasuk adiksi tembakau (2). Manifestasi psikososial dari Gangguan Ketergantungan Obat Ringan dan Sedang (2): Tingkah laku / Psikologis Agitasi, iritabel, disforia, kesulitan pengendalian diri, gangguan suasana perasaan, kekerasan, sikap bermusuh, gejala psikosomatik, hiperventilasi, kecemasan, serangan panik, depresi dan psikosis. Keluarga

Keperawatan Maternitas I

Page 29

Masalah pernikahan, permasalahan dalam keluarga, perubahan perilaku dan penurunan prestasi belajar pada anakanak, kecemasan dan depresi pada anggota keluarga lain, perceraian dan kekerasan. Sosial Pengasingan diri dan kehilangan teman lama, berubah kepada pergaulan yang menunjukkan gaya hidup penyalahguna obat. Pekerjaan/ Sekolah Penurunan prestasi, berubah-ubah pekerjaan, sering bolos (terutama pada hari Senin), dan permintaan ijin/ bebas kerja. Legal/ Hukum Ditangkap karena mengganggu ketenagan masyarakat, mengendarai

kendaraan dalam keadaan mabuk, mencuri, dan terlibat dalam peredaran obat. Keuangan Banyak hutang atau menjual barang-barang berharga milik pribadi atau keluarga. Pasien jauh lebih suka untuk merespon pertanyaan tentang penggunaan obat bila seorang perawat menunjukkan rasa hormat, empati, menghargai dan tidak menghakimi pasiennya. Ketika menggunakan pendekatan langsung, perawat harus menanyakan secara spesifik tentang jumlah dan frekuensi penggunaan alkohol dan obat-obatan lain pada bulan, minggu dan hari yang lalu. Bila pasien menyangkal penggunaan obat dalam waktu dekat, lebih tepat bila ditanyakan riwayat penggunaan pada waktu lalu, untuk mengidentifikasi apakah ada riwayat penggunaan obat atau alkohol di masa lalu. Bila pasien telah menyatakan ada riwayat penggunaan alkohol atau obat lain, maka perawat harus menanyakan lebih lanjut tentang berapa konsumsinya tiap minggu, secara rata-rata dan berapa banyak alkohol yang dikonsumsi pada tiap kesempatan. Sebagai tambahan perawat juga harus menanyakan apakah penderita telah menggunakan marijuana lebih dari 5 kali dalam hidupnya, secara statistik penggunaan marijuana lebih dari 5 kali kesempatan menunjukkan korelasi dengan peningkatan penyalahgunaan obat lain. Penggunaan resep dari dokter yang berganti-ganti dan penggunaan obat yang didapatkan dari perdagangan gelap harus diinvestigasi secara khusus (2).

Keperawatan Maternitas I

Page 30

Bila jawaban pasien menunjukkan kerjasama yang baik, perawat harus mengkaji lebih dalam untuk memperoleh informasi tentang efek dari alkohol atau obat lain dalam kehidupan pasien. Masalah bisa didapatkan berkaitan dengan masalah kesehatan, keluarga, pekerjaan, masalah keuangan atau masalah hukum. Pasien mungkin dengan sendirinya akan menceritakan dan mengakui tentang riwayat kehidupan gelapnya (2). Dengan petunjuk pertanyaan ini perawat dapat dengan cepat mempelajari lebih luas tentang akibat penggunaan obat dan alkohol pada diri pasien. Kerugian dari petunjuk pertanyaan di atas adalah kesulitan bagi perawat untuk memperkirakan akibat luas dari penyalahgunaan obat bila informasi yang didapatkan dari pasien masih meragukan (2). Bila perawat tidak bisa mendapatkan informasi yang berkaitan dengan masalah pasien dengan pertanyaan-pertanyaan di atas, maka bisa digunakan pendekatan alternatif dengan pertanyaan (CAGE) (2): 1. Apakah anda merasa harus menghentikan (Cut down) kebiasaan minum alkohol ataupenggunaan obat? 2. Apakah orang merasa terganggu (Annoyed) dan mengkritik anda tentang kebiasaan minum alkohol dan penggunaan obat? 3. Apakah anda merasa berdosa (Guilty) tentang kebiasaan minum dan penggunaan obat? 4. Apakah di saat bangun tidur (Eye opening), anda harus meminum alkohol atau menggunakan obat untuk dapat melakukan aktivitas hari anda? Jawaban yang ada dari salah satu pertanyaan di atas, haru dikejar lebih dalam. Misalnya, bila pasien mengakui merasa berdosa tentang kebiasaan minum atau menggunakan obat, harus dikejar untuk mengetahui secara spesifik mengapa dia merasa berdosa?. Jawaban positif yang ada pada dua atau lebih dari pertanyaan-pertanyaan di atas, mengindikasikan asesmen tambahan dari masalah penggunaan obat dan alkohol (2). Bila perawat mengerti pasien merasa terancam dengan pendekatan langsung ini, diperlukan pertanyaan dengan menggunakan bahasa yang lebih halus. Perawat bisa mendapatkan informasi riwayat sosial pasien terlebih dahulu untuk kemudian dapat dikejar informasi mengenai potensi akibat penggunaan

Keperawatan Maternitas I

Page 31

alkohol dan obat. Pertanyaan dimulai dengan pertanyaan terbuka seperti : Alasan apa yang menyebabkan anda berada di sini?, Ada apa dengan kehidupan anda?. Penggunaan teknik interview standard dengan tata bahasa yang halus untuk menarik respon pasien dan merasakan emosi pasien akan membantu membangun hubungan perawat pasien dan mengurangi sikap pasien yang defensif. Namun demikian, pasien mungkin tetap menolak pertanyaan yang berkaitan dengan masalah keluarga, masalah perkawinan, hukum dan keuangan sebagai akibat dari pengunaan obat dan alkohol. Berdasar kesulitan ini dengan rasa simpati dan sikap tidak menghakimi dapat membesarkan hati pasien dan pasien dapat lebih terbuka. Kemudian bila hal ini telah dilalui maka ketika pertanyaan tentang alkohol dan obat ditanyakan, pasien akan memberikan jawaban dengan jujur (2). Kerugian dari pendekatan ini adalah memakan waktu yang cukup lama. Bila dokter tidak punya cukup waktu, misalnya hanya untuk skrining pada pasien dalam layanan dokter keluarga pertanyaan tersebut terlalu panjang untuk dilakukan (2). Pemeriksaan Fisik dan Laboratorium Gangguan penyalahgunaan obat secara awal jarang didiagnosis dari hasil pemeriksaan fisik. Sedikit kasus tentang penggunaan alkohol ditunjukkan dari tanda hipertensi refrakter (labil) atau palpasi dari abdomen bagian atas yang teraba lunak. Beberapa kasus penyalah guna obat menghisap kokain dapat diidentifikasi dengan melihat mukosa nasal yang rusak. Penggunaan jarum suntik akan ditunjukkan tanda hipodermik pada kulit bekas suntikan (2). Pemeriksaan yang utama adalah pemeriksaan mata. Nistagmus sering dijumpai pada penyalahguna obat hipnotik/ sedatif atau ganja. Midriasis sering dijumpai pada seseorang yang terpengaruh oleh stimulan dan halusinogen atau pada penderita sindrom withdrawal opiat. Miosis adalah tanda klasik dari efek opioid (2). Pemeriksaan laboratorium pada pengguna alkohol sering menunjukkan gangguan organ target, seperti gangguan fungsi liver dan gangguan hematologi. Kadang-kadang dilakukan pemeriksaan untuk mengecek residu dari urin atau nafas yang menunjukkan adanya kadar alkohol. Demikian juga pemeriksaan urin untuk deteksi kandungan obat terlarang dapat sangat membantu sekali bila

Keperawatan Maternitas I

Page 32

diketahui hasil yang positif, tetapi karena waktu yang terbatas maka sering digunakan test urin untuk beberapa jenis obat sekaligus. Namun demikian dengan pemeriksaan ini, bila terdapat kanabioid yang larut dalam lemak dalam sampel, akan menyebabkan kepekaan terhadap deteksi zat lain menjadi menurun (2). Pemeriksaan rambut untuk deteksi zat terlarang akan sangat memantu sekali, karena kandungan zat tersebut akan dipertahankan dalam waktu yang cukup lama, namun demikian positif palsu pemeriksaan ini juga besar kemungkinannya karena adanya paparan dari lingkungan dan negatif palsu yang disebabkan oleh kesalahan teknis pemeriksaan (2). Pengkajian pada Ibu Hamil Pengkajian (6) 1. Status kesehatan umum, dengan perhatian khusus pada infeksi dan nutrisi 2. Kondisi obstetri ibu dan janin 3. Obat-obatan yang digunakan oleh ibu

II. Diagnosa Keperawatan 1. Risiko kekurangan volume cairan 2. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan faktor biologi 3. Risiko cidera 4. Risiko infeksi 5. Defisit perawatan diri : makan berhubungan dengan penurunan motivasi 6. Ketidakefektifan koping berhubungan dengan dukungan sosial yang tidak adekuat yang diciptakan oleh karakteristik hubungan dan ragu/ tidak percaya diri 7. Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri

Keperawatan Maternitas I

Page 33

Diagnosa Keperawatan (10) 1. Ketidakseimbangan

NOC (11)

NIC (12)

Dalam waktu 2 x 24 jam

1. Nutrition Management Gali apakan pasien memiliki riwayat

nutrisi : kurang dari asupan nutrisi Px kebutuhan berhubungan tubuh tercukupi sesuai dengan kebutuhan metabolik

faktor psikologis dan tubuh dengan : faktor biologi 1. status nutrisi indikator : Batasan karakteristik : Menghindari makan Kehilangan berlebihan Kurang makanan Membran mukosa pucat Tonus otot menurun Berat badan 20% atau lebih dibawah berat minat pada rambut masukan nutrisi (1- 5) masukan (1-5) masukan cairan (15) energi (1-5) rasio berat dan makanan

allergi makanan Pastikan pilihan

makanan klien Kolaborasi ahli dengan diet,

menentukan jumlah kalori dan tipe zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi Anjurkan klien

tinggi badan (1-5) hematokrit (1-5) kekuatan otot (1-5) hidrasi (1-5) nutrisi :

meningkatkan intake protein, zat besi dan vitamin C Tawarkan makanan ringan Pastikan mengandung : makanan tinggi berserat untuk diet

badan ideal

2. status

masukan makanan dan cairan (1-5) 3. status nutrisi

masukan nutrisi (15) 4. selera (1-5)

mencegah konstipasi Sediakan makanan Nilai pasien kemampuan memenuhi pilihan

kebutuhan nutrisi

Keperawatan Maternitas I

Page 34

Berikan gula Pantau nutrisi

substansi

jumlah dan

kandungan kalorinya 2. Nutrition Monitoring Ukur BB klien Pantau kenaikan penurunan BB Pantau jumlah type dan perubahan dan

aktivitas

yang bisa dilakukan Pantau respon emosi pasien saat

melakukan kegiatan yang berhubungan

dengan makan dan makanan. Pantau orang selama makan Pantau lingkungan interaksi tua/anak pemberian

selama makan Jadualkan dan tindakan

pengobatan

pada waktu diluar waktu makan Pantau adanya

Keperawatan Maternitas I

Page 35

kekeringan, defigmentasi sisik pada kulit Pantau turgor kulit Pantau adanya mual dan muntah Pantau albumin, nilai protein dan

total, Hb dan Hct Pantau limfosit dan elekrolit Pantau energi, tingkat kelelahan,

lemas, dan lemah Pantau asupan zat gizi dan kalori Tentukan klien apakah

memerlukan

diet khusus Pantau pilihan dan pemilihan makanan Catat besar perubahan pada status

nutrisi dan lakukan pengobatan Berikan lingkungan yang optimal saat waktu makan

2. Resiko Kekurangan Dalam Waktu 2 x 24 jam volume cairan masukan cairan Px

1. Fluid/Electrolyte Management

Keperawatan Maternitas I

Page 36

terpenuhi dengan : Faktor resiko : Penyimpangan mempengaruhi asupan cairan Penyimpangan mempengaruhi absorbsi cairan Berat badan ekstrem Faktor mempengaruhi kebutuhan cairan Kurang pengetahuan yang yang yang 1. Kesimbangan cairan Indikator : tekanan darah (1-5) rate nadi radial (1-5) tekanan antara arteri (1-5) tekanan vena pusat (1-5) tekanan paru-paru (15) nadi sekeliling (1-5) 24 jam keseimbangan masukan dan pengeluaran (1-5) Berat badan (1-5) Turgor kulit (1-5) Membran basah lendir (1-5) Serum elektrolit (1-5) Hemtokrit (1-5)

Pantau adanya tingkat serum elektrolit yang abnormal

Ambil spesimen lab untuk memantau perubahan tingkat cairan dan elektrolit

Pantau trend dan BB setiap hari Beri cairan, jika tepat Dukung intake oral Kelola penggantian nGT sesuai output Sediakan air untuk makanan melalui pipa.

Siapkan laju aliran infus intravena yang tepat (untuk transfusi)

Pantau hasil lab sesuai dengan keseimbangan cairan

Pantau hasil lab sesuai dengan retensi cairan

Pantau status hemodinamik Pertahankan pencatatan intake dan output yang tepat

Monitor tanda dan

Keperawatan Maternitas I

Page 37

gejala retensi cairan Pantau tanda-tanda vital, yang sesuai Pertahankan aliran konstan larutan intravena yang berisi elekrolit Pantau adanya tandtanda ketidakseimbangan elektrolit Pantau respon klien terhadap terapi elektrolit yang dianjurkan Pantau efek samping dari pemberian suplemen elektrolit Sediakan diet yang ditentukan yang mendukung kesimbangan cairan atau elektrolit Berikan suplemen elektrolit yang ditetapkan Berikan resin pengikat/pelepas elektrolit yang ditentukan 2. Fluid Management Monitor tren dan ukur

Keperawatan Maternitas I

Page 38

BB tiap hari Pertahankan catatan intake dan output yang tepat Pantau status Hidrasi Pantau hasil laboratorium sesuai retensi cairan Pantau status hemodinamik, termasuk CVP, MAP, PAP dan PCWP, jika tersedia Pantau tanda-tanda vital, dengan tepat Pantau indikasi kelebihan /retensi cairan Pantau perubahan BB sebelum dan setelah dialisis, jika diperlukan Kaji lokasi dan paeningkatan edema, jika ada Pantau cairan/makanan yang dicerna dan hitung intaku kalori setiap hari Berikan terapi IV

Keperawatan Maternitas I

Page 39

sesuai anjuran Dukung oral intake Pantau status nutrisi Beri cairan, bila perlu Berikan Diuretik yag diresepkan jika peru Beri cairan IV sesuai suhu kamar Berikan intake cairan selama 24 jam, jika perlu Dukung orang terdekat untuk membantu klien makan, jika perlu Pantau respon klien terhadap terapi elektrolit yang dianjurkan Konsultasikan dengan dokter, jika ada tanda dan gejala kelebihan cairan atau mmemburuk Atur ketersediaan produk darah untuk transfusi , jika perlu Bersiap untuk pemberian produk darah. 3. Resiko Infeksi Dalam waktu 3 x 24 jam 1. Kontrol Infeksi

Keperawatan Maternitas I

Page 40

Px tidak beresiko infeksi Faktor resiko : Pertahanan primer adekuat Agens farmasis / obat Pertahanan tubuh yang dengan : tubuh 1. Kekerasan infeksi tidak Indikator : gegabah (1-5) uncrusted gelembung (1-5) kesalahan penghidu (1-5) dahak bernanah (1-5) sistem pengaliran bernanah (1-5) pyuria (1-5) demam (1-5) hipotermia (1-5) ketidakstabilan suhu (1-5) kelembutan (1-5) rasa tidak enak badan (1-5) gejala gastrointestinal (1-5) mengerikan (1-5) lesu (1-5) 2. Deteksi resiko Indikator : Kenali tanda dan gejala indikasi resiko (1-5) Identifikasi resiko (15)

Ubah perawatan peralatan pasien dari protokol agency

Cuci tangan sebelum dan setelah pasien beraktivitas

Instuksikan pengunjung untuk cuci tangan

sekunder yang tidak adekuat Penurunan imun

Dorong masukan cairan Dorong istirahat Kelola terapi antibiotik Pakai sarung tangan steril Mempertahankan lingkungan aseptik secara optimal selama insersi tempat tidur.

Keperawatan Maternitas I

Page 41

potensial kesehatan (1-5) Partisipasi di saringan rekomendasi interval (1-5)

Memperoleh pengetahuan riwayat keluarga (1-5)

Memelihara update pengetahuan riwayat keluarga dan riwayat personal (1-5)

Menggunakan perawatan kesehatan sesuai yang dibutuhkan (1-5)

3. Penyakit (1-5) 4. Status imun (1-5) 5. Status nutrisi (1-5) 4. Ketidakefektifan Dalam waktu 3-4 hari kx 1. Peningkatan koping Menilai penyesuaian perubahan pasien pada image tubuh, sebagai tanda Menilai dan mendiskusikan alternatif untuk menjawab situasi Bantu pasien mengenali informasi dia yang menarik untuk diperoleh

koping berhubungan menunjukan koping yang dengan sosial adekuat diciptakan karakteristik hubungan dan ragu/ tidak percaya diri dukungan baik dan dapat yang tidak beradaptasi dengan yang lingkungan dan stresor, oleh dengan : 1. Penyesuaian Psikososial : Perubahan Hidup indikator : Batasan karakteristik : Penyalahgunaan agens kimia Memelihara harga dirinya (1-5) Melaporkan perasaan

Keperawatan Maternitas I

Page 42

Penurunan penggunaan dukungan sosial

berguna akan dirinya (1-5) Menggunakan strategi koping yang baik (1-5) 2. Coping , indikator Identifikasi koping keluarga (1-5) Identifikasi koping tidak efektif keluarga (1-5) Menyatakan secara

Mengakui spritual pasien / latar belakang budaya

Perilaku

destruktif

Semangati sosial dan aktifitas kontinuitas Membantu pasien dalam mengenali tanggapan positif dari orang lain

terhadap diri sendiri Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar

Dukung menggunakan mekanisme pertahanan yang tepat

lisan tidak kendali (1- 2. Konsultasi 5) Laporan penurunan stress (1-5) Menyatakan secara lisan untuk situasi (15) Mengubah gaya hidup terhadap stress (1-5) Menggunakan strategi koping efektif (1-5) Mengubah adaptasi gaya hidup (1-5) Menggunakan sistem support orang (1-5) Menggunakan Mengumpulkan data dan mengidentifikasi masalah yang berfokus untuk konsultasi Menyediakan pengetahuan khusus atau ahli untuk mencari bantuan Berikan respon secara profesional untuk penerimaan atau menolak 3. Aktif mendengarkan Tampilkan perhatian / ketertarikan kepada pasien Menentukan tujuan

Keperawatan Maternitas I

Page 43

kebiasaan untuk mengurangi stress (15)

untuk berinteraksi Mencegah barier untuk aktif mendengarkan Gunakan pendengaran untuk mengoleksi ekspresi klien Tampilkan kesadaran untuk dan sensitifitas emosi

5. Resiko Cedera

Dalam waktu 2 x 24 jam Px terhindar dari resiko

1. Identifikasi resiko institut dugaan resiko rutin, menggunakan andal dan instrumen sah tinjau lewat sejarah medis dan dokumen untuk bukti ada atau sebelumnya medis dan merawat diagnosa identifikasikan patien dengan melanjutkan merawat memerlukan idebtify sabar dengan unik sicial keadaan yang mempersulit tepat waktu dan pembebasan efisien tentukan sistem dukungan komunitas tentukan finencial

Faktor resiko : Biologis Zat kimia Manusia Psikologis

cedera tehadap lingkungannnya dengan : 1. Control Resiko Indikator : Pelajari faktor resiko (1-5) Monitor faktor resiko peralatan (1-5) Monitor faktor resiko kelakuan individu (15) Ikuti strategi kontrol resiko (1-5) Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko (1-5) Partisipasi dalam asosiasi masalah

Keperawatan Maternitas I

Page 44

kesehatan (1-5) Menggunakan pelayanan perawatan kesehatan sesuai dengan dibutuhkan (1-5) Meggunakan support individu untuk mengurangi resiko (1-5) Peroleh imunisasi yang dianjurkan (1-5) 2. Deteksi resiko Indikator : Kenali tanda dan gejala indikasi resiko (1-5) Identifikasi resiko (15) potensial kesehatan (1-5) Partisipasi di saringan rekomendasi interval (1-5) Memperoleh pengetahuan riwayat keluarga (1-5) Memelihara update pengetahuan riwayat keluarga dan riwayat personal (1-5)

sumber daya tentukan keadaan pendidikan identifikasikan sendiri dan grup biasa strategi tepi batubata yang ditempelkan 2. Monitor vital sign 3. Screning kesehatan

Keperawatan Maternitas I

Page 45

Menggunakan perawatan kesehatan sesuai yang dibutuhkan (1-5)

3. Kontrol resiko : penggunaan obat

6. Defisit diri :

perawatan

Dalam waktu 2 x 24 jam

1. Promosi kesehatan mulut 2. Asisten perawatan diri : makan

makan Px dapat menyelesaikan aktivitas makan sendiri

berhubungan dengan motivasi

penurunan dengan : 1. Status nutrisi : makanan dan

Batasan karakteristik : Ketidakmampuan menghabiskan makanan

masukan cairan 2. Perawatan diri : Aktivitas seharihari

Ketidakmampuan memakan dalam memadai makanan jumlah

7. Resiko

prilaku Dalam waktu 3 x 24 jam

1. Identifikasi resiko institut dugaan resiko rutin, menggunakan andal dan instrumen sah tinjau lewat sejarah medis dan dokumen untuk bukti ada atau sebelumnya medis dan merawat diagnosa

kekerasan terhadap Px terhindar dari resiko diri sendiri prilaku kekerasan terhadap dirinya dengan : Faktor resiko : Isyarat perilaku Hubungan interpersonal penuh konflik Masalah emosional yang 1. Control resiko : penggunaan obat Indikator : Mengakui resiko untuk penyalahgunaan obat

Keperawatan Maternitas I

Page 46

Kurang sumber sosial Masalah mental kesehatan

(1-5) Mengakui konsikuensi penyalahgunaan obat (1-5) Monitor peralatan untuk resiko penyalahgunaan obat (1-5) Monitor pola penggunaan obat (15) Mengembangkan strategi efektif kontrol obat (1-5) Atur strategi kontrol penggunaan obat (15) Ikuti strategi pilihan obat yang di anjurkan (1-5) Menggunakan pelayanan kesehatan yang sesuai (1-5) 2. Control Resiko Indikator : Pelajari faktor resiko (1-5) Monitor faktor resiko peralatan (1-5) Monitor faktor resiko

identifikasikan patien dengan melanjutkan merawat memerlukan

idebtify sabar dengan unik sicial keadaan yang mempersulit tepat waktu dan pembebasan efisien

tentukan sistem dukungan komunitas tentukan finencial sumber daya tentukan keadaan pendidikan identifikasikan sendiri dan grup biasa strategi tepi batubata yang ditempelkan

2. Monitor vital sign 3. Screning kesehatan

Keperawatan Maternitas I

Page 47

kelakuan individu (15) Ikuti strategi kontrol resiko (1-5) Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi resiko (1-5) Partisipasi dalam asosiasi masalah kesehatan (1-5) Menggunakan pelayanan perawatan kesehatan sesuai dengan dibutuhkan (1-5) Meggunakan support individu untuk mengurangi resiko (1-5) Peroleh imunisasi yang dianjurkan (1-5) 3. Deteksi resiko 4. Kontrol resiko : penggunaan alkohol

Keperawatan Maternitas I

Page 48

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan Penyalahgunaan zat adalah penggunaan zat secara terus menerus bahkan sampai setelah terjadi masalah. Ketergantungan zat menunjukkan kondisi yang parah dan sering dianggap sebagai penyakit. Adiksi umumnya merujuk pada perilaku psikososial yang berhubungan dengan ketergantungan zat.

Penyalahgunaan bahan psikoaktif (Penggunaan Bermasalah) yaitu penggunaan suatu zat/ bahan untuk mengubah atau mengendalikan suasana hati atau pikiran dengan cara yang ilegal atau membahayakan bagi orang itu sendiri atau bagi orang lain dan sering disebut sebagai penyalahgunaan obat. Adiksi/ kecanduan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan pencarian atau penggunaan berulang dan kompulsif dari suatu bahan psikoaktif meskipun hal tersebut akan membawa dampak merugikan bagi psikologis, fisik maupun sosial. Napza adalah singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya. Napza akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan gangguan fisik, psikologis dan fungsi sosial. Yang termasuk dalam napza adalah opiat, ganja, kokain, sedatif hipnotik, amfetamin, halusinogen, alkohol, inhalansia, nikotin dan kafein (ditemukan dalam kopi). Penyalahgunaan zat ini dapat merusak kesehatan fisik dan mental, serta dianggap sebagai pelanggaran hokum. Sebenarnya untuk wanita hamil zat-zat tertentu, baik berupa alcohol, nikotin, obat yang terlarang maupun yang biasa digunakan dapat menimbulkan efek yang membahayakan baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi janin yang dikandungnya. Oleh karena itu setiap wanita hamil harus hati-hati terhadap apa yang dikonsumsinya. Pasien yang kecanduan obat-obatan seperti heroin, kokain dan psikotropik biasanya malnutrisi, mendapat perawatan prenatal yang sangat sedikit atau tidak sama sekali, dan lebih mudah terserang pada segala jenis penyakit infeksi, termasuk AIDS dan hepatitis. Sebagai akibatnya, mereka memiliki risiko lebih tinggi terhadap PIH, perdarahan trimester ketiga, dan sepsis puerperal. Di samping itu, terdapat risiko toksisitas obat, dan kemampuan mereka

Keperawatan Maternitas I

Page 49

mengatasi stres selama kehamilan sangat kurang. Pengaruh psikologis dari penyalahgunaan obat terlarang sangat bervariasi. Obat-obat murni adalah mahal dan sering mengarah pada prostitusi dan tindak criminal untuk memenuhi kencanduannya. Sebagai akibatnya, wanita ini mungkin mengalami ketakutan, marah, sedih, rasa bersalah, keputusasaan, tidak berguna dan tidak ada harapan. Menangani masalah ini dapat dilakukan pencegahan, pengaobatan dan rehabilitasi kepada ibu yang mengonsumsi penyalahgunaan obat-obatan. Diagnosa keperwatan yang dapat di ambil yaitu : Risiko kekurangan volume cairan , Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor psikologis dan faktor biologi, Risiko cidera, Risiko infeksi, Defisit perawatan diri : makan berhubungan dengan penurunan motivasi,

Ketidakefektifan koping berhubungan dengan dukungan sosial yang tidak adekuat yang diciptakan oleh karakteristik hubungan dan ragu/ tidak percaya diri, Resiko prilaku kekerasan terhadap diri sendiri.

3.2 Saran Guna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran dan kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan keperawatan ibu hamil dengan masalah psikososial: penggunaan zat psikoaktif. Untuk dosen yang mengampu atau dosen yang memberikan tugas dalam pembuatan makalah ini agar dapat menjelaskan pada mahasiswa lebih detail lagi pada bagian yang masih kurang pada pembahasan yang dilakukan pada saat diskusi.

Keperawatan Maternitas I

Page 50

DAFTAR PUSTAKA

1. Bobak LJ. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC, 2004. 2. Fibriana AI. Penyalahgunaan Obat Terlarang (Aspek Kesehatan Masyarakat). KEMAS 2005;1(1):54-67 3. Purba JM, Sri EW, Mahnum LN, Wardiyah D. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU Press, 2008. 4. Fitriani H. Penyalahgunaan Napza. AMI, Kesehatan Jiwa 2008;9:29-30. 5. http://www.faikshare.com/2010/07/bahaya-narkoba-bagi-kehamilan.html. diakses pada tanggal 15 Oktober 2011. 6. Hamilton PM. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas Edisi 6. Jakarta: EGC, 1995. 7. Bakker R, Liane EP, Eric APS, Hein R, Henning T, Albert H, et al. Associations of Light and Moderate Maternal Alcohol Consumption With Fetal Growth Characteristics in Defferent Periods of Pregnancy: The Generation R Study. International Journal of Epidemiology 2010;39:777-789. 8. Konje JC. Maternal CaffeineIntake During Pregnancy and Risk of Fetal Growth Restriction: a Large Prospective Observational Study. BMJ 2008;337:1-8. 9. http://www.bnpjabar.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id= 447:narkotika-a-kehamilan&catid=71:artikel&Itemid=172. tanggal 15 Oktober 2011 10. Wiley, Blackwell. Nursing Dianoses Definition and Classification 2009-2011. 2009. United States of America: Mosby Elsevier. 11. Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. Nursing Outcome Classification (NOC) Fourth Edition. United States of America: Mosby Elsevier, 2009 12. Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM. Nursing Interventions Classification (NIC) Fifth Edition. United States of America: Mosby Elsevier, 2009 Diakses pada

Keperawatan Maternitas I

Page 51