referat glibenklamid (blum sempurna)
DESCRIPTION
tugas referat Glibenklamid ( belum di ediit lgi broo)TRANSCRIPT
T U G A S FARMASI
GLIBENKLAMID
Disusun oleh : KELOMPOK 12
Semester Genap
No Nama NPM1. Yola 077002. Angga Restu P. 077007703. Dedik Apriyono 077000524 Risha 0770005. Syamsul Arifin 077001716. Ismail Sholeh 07700
PEMBIMBING TUTOR :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini kami dari kelompok 2 menyajikan hasil diskusi kelompok kami mengenai
glibenklamid terapi diabetes Tujuan kami adalah dalam rangka memperdalam pengetahuan kami
mengenai glibenklamid sehingga akan kami gunakan sebagai referensi bila sudah menjadi dokter
kelak.
Dalam proses pembuatan makalah ini tentunya kami mendapat bimbingan dan arahan
sehingga makalah ini dapat kami selesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih banyak
untuk dr Nur Farida besrta rekan-rekan mahasiswa yang telah memberikan kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini menjadi baik.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, untuk itulah kami harapkan saran
dan kritik dari pembaca sehingga dapat membuat makalah ini menjadi lebih baik.
Surabaya, 6 Maret 2012
Penyusun
PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang berdampak pada
produktivitas dan dapat menurunkan Sumber Daya Manusia. Penyakit ini tidak hanya
berpengaruh secara individu, tetapi sistem kesehatan suatu negara. Walaupun belum ada survei
nasional, sejalan dengan perubahan gaya hidup termasuk pola makan masyarakat Indonesia
diperkirakan penderita DM ini semakin meningkat, terutama pada kelompok umur dewasa keatas
pada seluruh status sosial ekonomi.
Saat ini upaya penanggulangan penyakit Diabetes Mellitus belum menempati skala prioritas
utama dalam pelayanan kesehatan, walaupun diketahui dampak negatif yang ditimbulkannya
cukup besar antara lain komplikasi kronik pada penyakit jantung kronis, hipertensi, otak, sistem
saraf, hati, mata dan ginjal. Diabetes Mellitus merupakan salah satu penyakit degeratif, dimana
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, lemak dan protein serta ditandai dengan tingginya
kadar gula dalam darah (hiperglikemia) dan dalam urin (glukosuria). Diabetes mellitus atau
penyakit kencing manis adalah suatu gangguan kronis dengan gejala hiperglikemia dan
khususnya menyangkut metabolisne glukosa dalam tubuh. Harapan hidup penderita diabetes
rata-rata 5-10 tahun lebih rendah dan resikonya akan PJP adalah 2-4 kali lebih besar.
Penyebabnya adalah kekurangan hormone insulin yang berfungsi memungkinkan glukosa masuk
ke dalam sel untuk dimetabolisir dan demikian dimanfaatkan sebagai sumber energi. Akibatnya
asalah glukosa bertumpuk di dalam darah dan akhirnya diekskresi lewat kemih tanpa digunakan.
Karena itu produksi kemih sangat meningkat dan penderita sering berkemih, merasa amat haus,
berat badan menurun dan merasa leleh. Penyebab lainnya adalah menurunya kepekaan reseptor
bagian insulin yang diakibatkan terlalu banyak makan dan kegemukan.
Rata-rata 1,5-2% dari seluruh penduduk dunia menderita diabetes yang bersifat menurun. Di
Indonesia diperkirakan tiga juta orang.
Salah satu obat diabetes oral yang sering di gunakan untuk terapi diabetes adalah
glibenklamid yaitu preparat insulin secretagogues generasi kedua golongan sulfonylurea
penjelasan lebih lanjut akan dibahas pada bab selanjutnya
Sasaran terapi
Diabetes mellitus terjadi karena gangguan metabolisme kronis yang ditandai
denganmeningkatnya atau tingginya kadar glukosa darah, sehingga yang menjadi sasaran terapi
yang paling utama diabetes mellitus adalah upaya pengendalian atau mengendalikan kadar
glukosa darah dengan menjaga kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal.
Tujuan terapi
Terapi diabetes melitus hendaklah bertujuan untuk mencegah akibat-akibat defisiensi insulin
yang akan timbul, yang meliputi hiperglikemia simptomatik (yaitu : polyuria, polydipsia dan
penurunan berat badan), ketoasidosis diabetika (KAD) dan sindroma hyper osmolar non-ketotic
(SHNK). dan pencegahan atau meminimalkan komplikasi-komplikasi penyakit yang berlangsung
lama yang timbul akibat diabetes mellitus. Fakta menunjukkan komplikasi-komplikasi kronis
diabetesmellitus berasal dari kelainan-kelainan metabolik sehingga pengendalian hiperglikemia
dapat menurunkan insiden terjadinya komplikasi-komplikasi itu. Dokter sebaiknya membuat
rancangan terapi untuk setiap pasien sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh pengendalian
kadar glukosa plasma yang sebaik-baiknya tanpa mendorong timbulnyahiperglikemia yang berat
atau berulang.
Strategi terapi
Strategi terapi (penatalaksanaan terapi) untuk penderita diabetes mellitus secara
nonfarmakologi dan farmakologi
1. terapi non farmakologis
semua pasien dianjurkan untuk mengikuti terapi nutrisi medical. Untuk pasien
underweight dengan DM tipe 1. fokus pada regulasi pemberian insulin dengan diat
yang seimbang untuk mencapai dan mempertahankan berat badan yang sehat. Pada
umumnya diberikan diet tinggi karbohidrat(dengan asupan simple sugar sedang),
rendah lemak, diet rendah kolestrol.
Pada umumnya DM tipe 2 juga memerlukan penurunan kalori.
Pada umumnya pasien membaik dengan meningkatkan aktifitas fisik. Olahraga
menurunkan resistensi insulin dan memperbaiki glicemia. Pad pasien lanjut usia, olah
raga dimulai perlahan-lahan. Pasien lanjut usia dan dengan atherosclerotic, harus
diprikasa keadaan cardiovascularnya sebelum olah raga
2. Terapi farmakologis dengan menggunakan glibenklamid
FARMASI-FARMAKOLOGI
Sifat Fisikokimia : Serbuk kristal berwarna putih
Struktur Kimia
1-[[p-[2-(5-chloro-o-anisamido)-ethyl]phenyl]-sulfo-nyl]-3-cyclohexylurea
Farmasi umum
Dosis dan Penggunaan
Terapi glibenklamid selalu dimulai dari dosis rendah 1 kali pemberian per hari, setelah itu
dosis dapat dinaikkan sesuai dengan respons terhadap obat. Dosis awal 2,5 mg bersama sarapan,
maksimal 15 mg per hari.
Preparat : -Abenon - Clamega - Condiabet - Daonil - Diacella - Euglucon
-Fimediab -Glidanil -Glimel -Gliseta -Gluconic -Glyamid
-Glynase Pres Tab - Harmida - Hisacha - Latibet -Libronil
-Merzanil -Prodiabet -Prodiamel -Renabetic -Samclamide
-SemiEuglucon -Semi Gliceta -Tiabet -Glibenclamide (Generik)
Sediaan : kaplet 5mg dan tablet 2,5 – 5 mg setengah jam sebelum makan atau saat
makan.
Farmakologi umum
Khasiat : stimulasi rilis insulin pada penderita diabetes dengan kebutuhan insulin
Kegunan terapi : menjaga glukosa darah dalam batas normal
Indikasi : DM tipe 2 ringan-sedang
Konta indikasi : DM jouvenil yaitu pasien dengan kebutuhan insulinnya tidak stabil, DM berat,
DM dengan kahamilan dan keadaan gawat.
FARMAKODINAMIK
Mekanisme Kerja
Golongan obat ini sering disebut sebagai insulin secretagogues, kerjanya merangsang
sekresi insulin dari granul sel-sel Beta Langerhans pankreas. Rangsanganya melalui interaksinya
dengan ATP-sensitive K channel pada membran sel-sel Beta yang menimbulkan depolarisasi
membran dan keadaan ini akan membuka kanal Ca. Dengan terbukanya kanal Ca maka ion Ca++
akan masuk sel Beta, merangsang granula yang berisi insulin dan akan terjadi sekresi insulin
dengan jumlah yang ekuivalen dengan peptida-C. Kecuali itu sulfonilurea dapat mengurangi
klirens insulin di hepar.
Pada penggunaan jangka panjang atau dosis yang besar dapat menyebabkan hipoglikemia.
FARMAKOKINETIK GLIBENKLAMID
Pola ADME ( Absorbsi, Distribusi, Metabolisme dan Ekskresi)
Pemberian glibenklamid secara oral akan diabsorbsi melalui saluran cerna dengan cukup
efektif. Makanan dan keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorbsi. Kadar optimal dapat
dicapai walau tidak harus diminum 30 menit sebelum makan. Hal ini disebabkan masa paruh
glibenklamid yang panjang, dengan alasan dalam plasma sekitar 90%-99% terikat dengan protein
plasma terutama albumin.
Penggunaannya dengan single dose pagi hari yang dapat menstimulir sekresi insulin pada
semua glukosa sewaktu makan. Dengan demikian tercapai regulasi gula darah optimal yang
mirip pola normal selama 24 jam. Dalam hepar zat ini dirombak menjadi metabolit kurang aktif
yang akan diekskresi lewat kemih 25% dan sisanya lewat empedu. Oleh karena glibenklamid
dimetabolisme dan diekskresi melalui ginjal, sediaan ini tidak boleh diberikan pada pasien
gangguan fungsi hepar atau ginjal berat. Pada penggunaannya dapat terjadi kegagalan primer dan
sekunder, dengan seluruh kegagalan kira-kira 21% selama 1,5 tahun
Waktu Paruh
Glibenklamid yang berpotensi 200x lebih kuat dari tolbutalid mempunyai waktu paruh
selama 4jam.
Ikatan protein
Glibenklamid berikatan dengan albumin
Bioavailability
Interaksi Obat
Obat yang dapat meningkatkan hipoglikemia sewaktu penggunaan glibenklamid adalah
insulin, alkohol, sulfonamid, salisilat dosis besar, anabolic steroid.
Propanolol dan penghambat adrenoseptor β lainnya menghambat reaksi takikardia,
berkeringat dan tremor pada hipoglikemia oleh berbagai sebab termasuk ADO, sehingga keadaan
hipoglikemi menjadi lebih hebat tanpa diketahui.
TOKSISITAS
Efeksamping dan toksisitasHipoglikemia, bahkan sampai koma tentu dapat timbul. Reaksi ini lebih sering terjadi pada
pasien usia lanjut dengan gangguan fungsi hepar atau ginjal. Efek samping lain, reaksi alergi jarang sekali terjadi, mual, muntah, diare, gejala hematologik, susunan saraf pusat, mata dan sebagainya.
Gangguan saluran cerna ini dapat berulang dengan mengurangi dosis, menelan obat bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis. Gejala susunan saraf pusat berupa fertigo, bingung, ataksia dan sebagainya. Gejala hematologikal. Leukopenia dan agranulositosis. Efek samping lain gejala hipotiroidisme, ikterus obstruktuf, yang bersifat sementara dan lebih sering timbul akibat klorpropamid(0.4%). Berkurangnya toleransi terhadap alkohol juga telah dilaporkan pada pemakaian tulbotamid dan klorpropamid.
Hipoglikemia dapat terjadi pada pasien yang tidak mendapat dosis tepat, tidak makan cukup atau dengan ganggaun fungsi hepar dan atau ginjal. Kecenderungan hipoglikemia pada orang tua disebabkan mekanisme kompensasi berkurang dan asupan makanan yang cenderung kurang. Selain itu, hipoglikemia tidak mudah dikenali pada orang tua karena timbul perlahan tanpa tanda akut ( akibat tidak ada refleks simpatis) dan dapat menimbulkan disfungsi otak sampai koma.penurunan kecepatan ekskresi klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia.
Efek hipoglikemia sulfonilurea generasi 2 lebih tinggi dari pada antidiabetes oral lainGejala toksisitas dan penanggulangannya
Hipoglikemi: hilangnya kesadaran bahkan sampai koma
Penanggulangannya:
pemberian preparat glukagon 1g IM
glucose 10-50 g
PENELITIAN YANG TELAH DILAKUKAN ORANG LAIN
GLIBENKLAMIDE SEBAGAI ANTI INFLAMASI
Latar belakang
Pasien dengan diabetes mellitus pada umumnya lebih rentan terhadap sepsis bakteri, tetapi ada
data yang berlawanan yang menunjukkan perbaikan kondisi sepsis pada pasien diabetes yang
sepsis dimana sebelumnya mendapat terapi dengan glibenklamid. Glibenklamid adalah agen
hipoglikemik oral digunakan untuk mengobati diabetes mellitus. Glibenklamid merupakan
blocker KATP-channel dan spektrum luas ATP-binding cassette (ABC) inhibitor transporter
yang memiliki efek luas pada sistem kekebalan tubuh, termasuk penghambatan pembentukan
inflammasome dan diperkirakan dapat mempengaruhi respon host terhadap infeksi.
Pasien dan metode
Cohort Study
Kami mengidentifikasi secara prospektif semua pasien berusia 15 tahun atau lebih yang
datang ke Rumah Sakit Sappasithiprasong, Ubon Ratchathani, timur laut Thailand, dengan
laporan endemis melioidosis antara 1 Januari 2002 dan 31 Desember 2006. Pasien yang didata
pertama harus memiliki kecocokan dengan gejala melioidosis, pasien yang kurang dari 15 tahun
tidak dimasukkan karena kasus pediatrik memiliki presentasi klinis dan prognosis yang berbeda.
Tidak ada kriteria khusus lainnya.
Pasien diklasifikasikan menjadi 3 kelompok berdasarkan status diabetes : mengidap diabetes,
hiperglikemia, dan tanpa diabetes. Pasien yang telah terdiagnosa diabetes sebelumnya dibuktikan
dengan pemeriksaan leb digolongkan sebagai telah mengidap diabetes. Kelompok pasien yang
terdiri dari hiperglikemia yang sebelumnya tidak diketahui mengidap diabetes, yang indek
glukosa darahnya > 200 mg / dL (11,1 mmol / L) pada setiap pemeriksaan disaat pendaftaran.
Kami membandingkan kadar inflamasom dalam makrofag perifer pada penderita diabetes
yang memakai glibenklamid dengan yang tidak memakai sulfonilurea ini atau memakai obat
diabetes oral yang lain (kontrol) saat masuk ke Rumah Sakit Sappasithiprasong dengan gejala
sepsis melioidosis.
Hasil
Diabetes dan Mortalitas
Kami mengidentifikasi 1384 pasien dengan gejala positif melioidosis, di antaranya 224 telah
dihapus dari analisis akhir karena tidak memenuhi syarat. Dari 1160 pasien yang tersisa, 410
(35%) terdiagnosa diabetes, 250 (22%) memiliki hiperglikemia, dan 500 (43%) tanpa diabetes.
Karakteristik pasien, data klinis melioidosis, dan hasil primer dan sekunder dibandingkan antara
3 kelompok.
Kadar inflamasome dalam darah pada penderita diabetes dengan terapi glibenklamid hampir
50% lebih rendah dibandingkan penderita tanpa glibenklamid
Pasien yang kebal terbatas pada kelompok pasien yang menggunakan glibenklamid.
Mortalitas di rumah sakit lebih rendah pada pasien dengan diabetes dibandingkan tanpa diabetes,
dalam perhitungan tingkat mortalitasvkami tidak membedakan pasien hiperglikemi dengan
pasien tanpa diabetes
KESIMPULAN
Kami menyajikan bukti pengamatan tentang manfaat glibenklamid terkait melioidosis pada
manusia dan efek anti-inflamasi glibenklamid dalam mempengaruhi sistem kekebalan tubuh.
Bahasan yang sering muncul mengenai sepsis adalah bahwa pentingnya respon inflamasi,
tingginya tingkat inflamasi merupakan penyabab mortalitas dalam studi observasional sepsis
pada manusia. Hal ini menimbulkan gagasan bahwa mempertahankan respon imun yang bagus
dapat meningkatkan ketahanan terhadap sepsis. Glibenklamid atau gliburid adalah KATP-
channel bloker dan spektrum luas ATP-binding cassette (ABC) transporter inhibitor yang
digunakan untuk mengobati diabetes tipe 2. fungsi farmakologis obat pada diabetes adalah
penghambatan saluran KATP dalam sel β pankreas menyebabkan stimulasi sekresi insulin,
namun fakta menunjukkan glibenklamid juga memiliki berbagai efek antiinflamasi. penjelasan
utamanya adalah efek penghambatan pada inflammasome host, komplek protein intraseluler
dalam makrofag yang mengaktifkan caspase 1 kemudian mengkonfersikan menjadi pre-
interleukin IL-1β dan (IL-18) interleukin bentuk aktif terbentuk saat berpasangan dengan
stimulus inflamasi.
Di sini dilaporkan efek glibenklamid pada hasil penelitian dengan metode kohort, lebih dari
1000 pasien yang terinfeksi dengan patogen tunggal (melioidosis, infeksi karena Burkholderia
pseudomallei). Melioidosis adalah "perlakuan" yang penting dalam penelitian ini karena
penderita diabetes mengisi sampel hampir 50% dari pasien keseluruhan, manifestasi infeksi
sering parah, kematian sekitar 40% di timur laut Thailand di mana banyak kasus didiagnosis, dan
terapi glibenklamid diresepkan pada sekitar setengah penderita diabetes di wilayah ini. Kami
menemukan bahwa pasien dengan diagnosis diabetes dapat terhindar dari kematian namun
pasien yang mampu bertahan terbatas pada pasien dengan terapi glibenklamid sebelum
terjadinya infeksi. Kami membuat hipotesis bahwa glibenklamid adalah modulator respon imun
terhadap infeksi B. pseudomallei, sebuah hipotesis yang didukung oleh temuan sebuah hasil studi
tentang profil dari respon leukosit darah perifer di mana kita membandingkan pasien diabetes
dengan melioidosis, pasien diabetes yang sehat dengan atau tanpa terapi glibenklamid.
GLIBENKLAMID MENURUNKAN AKTIFITAS KATALASE RADIKAL BEBAS
Pendahuluan
1. Radikal bebas
Radikal bebas adalah zat kimia yang memiliki elektron terpisah dalam molekul-molekulnya
atau orbit atom, radikal bebas mempunyai peranan penting dalam kerusakan jaringan. Banyak
temuan yang menunjukkan bahwa radikal bebas dan stress berperan dalam etiologi diabetes dan
komplikasinya diantarannya radikal derivate oxygen yang reaktif yang meningkatkan efek
diabetogenik seperti alloxan dan streptozotosin, Sedangkan aktifitas antioksidan pada ensim
pancreas menurun sehingga meningkatkat serangan radikal oksidative, khususnya pada serangan
radikal H2O2
2. Glibenklamid
Glibenklamid sulfonylurea generasi kedua yang efektif dalam terapi diabetes. Glyburide
menormalkan glukosa darah secara langsung dengan cara meningkatkan sekresi insulin,
menurunkan glukoneogenesis, dan meningkatkan utilitas glukosa diperifer
Bahan dan metode
Dalam penelitian ini, kami menguji cobakan glibenklamid pada tikus dengan diabetes yaitu
dengan cara menggunakan injeksi streptozotosin untuk menginduksi diabetes kemudian
menentukan pengaruh glibenklamid pada aktivitas katalase otot (M.gastrocinemius, M.soleus,
M.quadriceps femoris). Tikus (Sprague Dawley), dengan berat 150 - 200g yang hanya digunakan
dalam penelitian ini.
kelompok eksperimen tersebut disuntikkan intraperitonial dengan streptozotosin (STZ,
dilarutkan dalam buffer sitrat, pH 4.5 dosis 55 mg \ kg). . Semua tikus dibebaskan untuk makan
dan minum setiap waktu selama 5 minggu. Sampel darah diambil pada vena ekor tikus dan
diukur dengan glukometer ames.
1. Kelompok pertama tikus dengan diabetes tanpa terapi glibenklamid (kontrol)
2. Kelompok kedua mendapatkan terapi dengan glibenklamid
Terapi glibenklamid:
5 minggu setelas induksi diabetes, sama kami memberi perlakuan pada tikus dengan
memberikan glibenklamid (5 mg\kg oral) selama 4 minggu
Persiapan sample
M.soleus, m. gastrocinemius, dan m. quadriceps femoris dipotong secara cepat setelah
pemberian ketamin anastesi. Semua sampel dibekukan dalam nitrogen cair pada suhu -70 °C
Sampel dihancurkan dan dilarutkan dengan cairan buffer potassium fosfat yang beisi anti
koagulan EDTA sampai homogen pada suhu -28 °C. Sampel di sentrifus pada suhu 5 °C selama
15 menit dengan kecepatan 3400 rpm. Cairan yang jernih dibekukan kembali pada suhu -70 °C
Pengukuran
Pengukuran tinggi rendahnya katalase di mediasi dengan cara mengukur komposisi H2O2.
subtrat direaksikan dengan sodium phosphate dan diukur kebutuhan sodium pohsphat hingga
kadar H2O2 habis. Semakin banyak kebutuhan sodium phosphate semakin tinggi tingkat aktifitas
katalase sebaliknya semakin rendh kebutuhan sodium fosfat semakin rendah aktifitas katalase
Hasil
Dalam penelitian ini, aktifitas katalase otot Terjadi penurunan kebutuhan sodium phosphate
dalam memecah H2O2 sebanyak 0,001 liter pada subtrat tikus dengan diabetes yang diterapi
glibenklamid dibandingkan control dalam hal ini berarti terjadi penurunan aktifitas katalase
secara signifikan pada tikus dengan diabetes yang diinduksi STZ. Efektifitas glibenklamid pada
pengobatan diabetes terhadap otot tikus menunjukkan perbaikan yang terukur dalam
menciptakan sedikit reduksi dalam menurunkan aktifitas katalase.
Pembahasan
Dalam penelitian ini, kami meneliti aktifitas katalase otot pada tikus dengan diabetes yang
diinduksi streptozotocin setelah 5 minggu penggunaan glibenklamid.
Hypoinsulinemia meningkatkan aktivitas suatu enzim, fatty acil-KoA oksidase, yang
memulai β-oksidasi fatty acid yang diperlukan dalam produksi H2O2. H2O2 tidak hanya
beracun, tetapi juga permeable melalui membran sel. Dalam lingkungan ekstraseluler H2O2
bereaksi dengan logam transisi seperti, besi dan tembaga menghasilkan radikal hidroksil yang
sangat reaktif, yang dapat bereaksi dengan makromolekul di sekitarnya dan dapat menyebabkan
kerusakan
Ada kemungkinan bahwa peningkatan oksigen radikal selama periode diabetical dapat
meningkatkan aktifitas katalase
Glibenklamid merupakan sulfonylurea generasi kedua mekanisme kerjanya menstimulasi
rilis insulin dengan cepat karena potensinya lebih kuat 200x dari pada sulfonylurea generasi
pertama.
PENGARUH WAKTU PEMBERIAN GLIBENKLAMID TERHADAP PASIEN DIABETES YANG
DIPUASAKAN
Di Amerika Serikat, diabetes melitus merupakan penyebab kematian nomer tujuh. Prevalensi
diabetes melitus di Indonesia terus meningkat berkisar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih dari
15 tahun dan diperkirakan pada tahun 2010 jumlah penderita diabetes di Indonesia menjadi 5 juta
orang . Didunia terdapat 1,1-1,5 miliar umat muslim, diantaranya terdapat 40-50 juta pasien
diabetes berpuasa selama Ramadhan. Orang yang berpuasa, tidak boleh makan dan minum sejak
sahur hingga waktu berbuka, sehingga terjadi perubahan jadwal makan dan minum termasuk
perubahan jadwal pemberian obat-obatan. Saat ini terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu
pemberian obat anti diabetes. Menurut Belkhadir (dalam Azizi, 1998) menyarankan untuk
diminum saat berbuka. Sedangkan Sani (2001) sebaiknya dikonsumsi bersama dengan makan
sahur. Dalam penelitian di 13 negara (termasuk Indonesia), terjadi perubahan terapi pada pasien
diabetes berpuasa Ramadan hampir 50% populasi (Salti, 2004). Prinsip dasar pengelolaan
diabetes melitus tipe 2 adalah mengontrol glukosa darah, hipoglikemia dilaporkan terjadi pada
pasien yang mengubah dosis obat anti diabetes, pada pasien yang mengubah dosis insulin atau
pasien yang memodifikasi aktifitas fisiknya. Obat anti diabetes yang digunakan dalam penelitian
ini ialah glibenklamid. glibenklamid diindikasikan untuk pengendalian hiperglikemia diabetes
melitus tipe 2 yang tidak bisa dicapai dengan mengatur diet dan latihan fisik saja. Tujuan
penelitian adalah untuk mengetahui waktu yang tepat dalam pemberian glibenklamid terhadap
kadar gula darah pasien diabetes yang dipuasakan. Penelitian dilakukan pada bulan Juli-Agustus
2006 oleh Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Jember. Sampel terdiri atas 10 pasien
diabetes sampel dipilih secara acak dan dibagi dalam 2 (tiga) kelompok yaitu kelompok
perlakuan pertama (P1) yang di puasakan dan diberi glibenklamid saat sahur, dan kelompok
perlakuan kedua (P2) yang di puasakan dan diberi glibenklamid saat berbuka. Variabel yang
diukur yaitu kadar gula darah. Pengukuran kadar gula darah menggunakan alat berupa
glukometer. Uji T independent menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
kedua kelompok perlakuan (p<0,05). Berdasarkan nilai Mean Difference, nilai rata-rata kadar
gula darah kelompok P1 (249,83) mg/dl lebih tinggi daripada kelompok P2 (208.33mg/dl).
Berdasarkan hasil tersebut, terdapat perbedaan kadar gula darah yang bermakna antara kelompok
P1 dengan P2.
PEMBAHASANPankreas adalah suatu organ lonjong yang terletak di belakang lambung dan sebagian di
belakang hati. Organ ini terdiri dari 98% sel-sel sekresi yang memproduksi enzim-enzim cerna
yang disalurkan ke duodenum, sisanya terdiri dari kelompok sel dengan sekresi intern. Dalam
pancreas terdapat 4 jenis sel endrokin, yakni:
1) Sel alpha memproduksi glikagon.
2) Sel beta menghasilkan insulin
3) Sel D memproduksi somatostatin (antagonis somatoprin)
4) Sel PP memproduksi PP (Pancreatic Polipeptida) yang mungkin berperan dalam
penghambatan sekresi endokrin dalam empedu.
Insulin merupakan protein kecil yang mengandung dua rantai polipeptida yang dihubungkan
oleh ikatan disulfide. Disintesis sebagai precursor (pro-insulin) yang mengalami pemisahan
proteolitik untuk membentuk insulin dan peptide-C, keduanya disekresikan oleh sel-β pancreas.
Sekresi insulin diatur tidak hanya oleh kadar glukosa darah tetapi juga oleh hormone lain dan
mediator autonomic. Sekresi insulin umumnya dipacu oleh ambilan glukosa darah yang tinggi
dan difosforilasi dalam sel β pancreas. Kadar adenosine trifosfat (ATP) meningkat dan
menghambat saluran K+, menyebabkan membrane sel depolarisasi dan influks Ca2+, yang
menyebabkan pulsasi eksositosis insulin.
Insulin di rilis dari sel β pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan rendah dan pada
keadaan stimulasi sebagai respons terhadap berbagai stimulus, khususnya glukosa, dengan suatu
kecepatan yang lebih tinggi. Stimulan lain seperti gula lain (misalnya mannose), asam amino
tertentu (misal leucine, arginine), dan juga dikenal aktivitas vagal.
Hiperglikemia menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal
kalium yang tertantung pada ATP. Penurunan arus keluar dari kalium melalui kanal tersebut
menyebabkan depolarisasi sel B dan terbukanya kanal kalsium yang tergantung dari voltase
(voltage-gated). Hasil peningkatan kalsium intraselular memicu sekresi hormon tersebut.
Mekanisme tersebut jelas lebih kompleks daripada ringkasan pendek yang diungkapkan di
depan, karena beberapa pembawa pesan (messenger) intyraselular terbukti memodulasi proses
tersebut (cAMP, inositol triphosphate, diacygliserol) dan respon insulin terhadap peningkatan
monofasik glukosa bersifat bifasik.
Sekali insulin memasuki sirkulasi, maka insulin diikat oleh reseptor khusus yang terdapat
pada membran sebagian besar jaringan. Walaupun demikian, respon biologis yang dipicu oleh
terjadinya kompleks reseptor insulin tersebut, hanya dapat diidentifikasikan pada beberapa
jaringan target saja, misalnya hati, otot, dan jaringan lemak. Reseptor mengikat insulin dengan
spesifitas dan afinitas yang tinggi dalam rentang pikomolar. Reseptor insulin yang penuh terdiri
dari dua heterodimer, masing-masing mengandung suatu subunit alfa, yang seluruhnya
ekstraseluler dan merupakan situs pengenalan, serta subunit beta yang membentang membran.
Subunit beta mengandung suatu kinase tyrosine.
Apabila insulin mengikat subunit alfa yang berada diluar permukaan sel, terjadi aktivasi
tyrosine kinase pada bagian beta. Walaupun bentuk dimerik (ab) mampu mengikat insulin, ikatan
tersebut terjadi dalam afinitas yang lebih rendah daripada ikatan yang terbentuk pada bentuk
tetramerik (aabb). Terjadi fosforilisasi diri sendiri dari reseptor bagian beta yang menyebabkan
peningkatan agregasi heterodimer ab dan stabilisasi keadaan aktivasi reseptor kinase tyrosine.
Telah diidentifikasi sembilan substrat untuk mengaktifkan reseptor insulin. Protein-protein
pertama yang difosforilasi oleh reseptor kinase tyrosine termasuk protein pengait (docking),
substrat reseptor insulin-1 (IRS-1), yang mempunyai lebih dari 22 situs untuk fosforilisasi
tyrosine, dan substrat reseptor insulin-2 (IRS-2).
Setelah fosforilasi tyrosine pada beberapa situs kritis, IRS-1 dan IRS-2 terikat dan
mengaktifkan kinase alin dan mengaktifkan fosforilasi selanjutnya. Jaringan kerja fosforilasi
dalam sel tersebut mewakili pesan insulin yang kedua dan menyebabkan translokasi beberapa
protein seperti transporter glukosa dari situs-situs yang etrpisah dalam sel-sel adiposit dan otot
untuk memaparkan lokasi pada pertukaran sel. Akhirnya, kompleks reseptor insulin
diinternalisasi.
Diabetes Mellitus atau kencing manis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh karena
peningkatan kadar gula dalam darah (hiperglikemi) akibat kekurangan hormon insulin baik
absolut maupun relatif. Absolut berarti tidak ada insulin sama sekali sedangkan relatif berarti
jumlahnya cukup/memang sedikit tinggi atau daya kerjanya kurang. Hormon Insulin dibuat
dalam pancreas.
Gejala klinis yang khas pada DM yaitu “Triaspoli” yaitu:
a) polidipsi (banyak minum)
b) poli phagia (banyak makan)
c) poliuri (banyak kencing),
d) disamping disertai dengan keluhan sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan
e) badan terasa lemas, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh.
f) Kadang-kadang BB menurun secara drastic
. Ada 2 macam type DM :
1) DM type I. atau disebut DM yang tergantung pada insulin. DM ini disebabkan akibat kekurangan
insulin dalam darah yang terjadi karena kerusakan dari sel beta pancreas. Gejala yang menonjol
adalah terjadinya sering kencing (terutama malam hari), sering lapar dan sering haus, sebagian besar
penderita DM type ini berat badannya normal atau kurus. Biasanya terjadi pada usia muda dan
memerlukan insulin seumur hidup.
2) DM type II atau disebut DM yang tak tergantung pada insulin. DM ini disebabkan insulin yang
ada tidak dapat bekerja dengan baik, kadar insulin dapat normal, rendah atau bahkan meningkat
tetapi fungsi insulin untuk metabolisme glukosa tidak ada/kurang. Akibatnya glukosa dalam darah
tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia, 75% dari penderita DM type II dengan obersitas atau ada
sangat kegemukan dan biasanya diketahui DM setelah usia 30 tahun.Kegemukan atau obesitas salah
satu faktor penyebab penyakit DM, dalam pengobatan penderita DM, selain obat-obatan anti
diabetes, perlu ditunjang dengan terapi diit untuk menurunkan kadar gula darah serta mencegah
komplikasi-komplikasi yang lain.
Diabetes melitus disebabkan oleh penurunan kecepatan insulin oleh sel-sel beta Pulau
langerhans. Biasanya dibagi dalam dua jenis berbeda : diabetes juvenilis, yang biasanya tetappi
tak selalu, dimulai mendadak pada awal kehidupan dan diabetes dengan awitan maturitas, yang
dimulai di usia lanjut dan terutama pada orang kegemukan.
Herediter berperanan penting dalam perkembangan kedua jenis diabetes ini. Pada beberapa
kasus, jenis juvenilis disebabkan oleh predisposisi herediter terhadap perkembangan antibodi
terhadapa sel-sel beta atau dedgenerasi sederhana pada sel-sel ini. Diabetes jenis awitan
maturitas jelas disebabkan oleh degenerasi sel-sel beta sebagai akibat penuaan yang lebih cepat
pada orang yang lebih rentan daripada yang lain. Obesitas mempredisposisi seseorang tetrhadapa
jenis diabetes ini karena diperlukan insulin dalam jumlah lebih besar untuk pengaturan
metabolisme pada orang kegemukan dibandingkan dengan orang normal.
Patofisiologi Diabetes
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dikaitkan dengan satu dari tiga efek utama
kekurangan insuliun sebagai berikut:
1) pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh , dengan akibat peningkatan konsentrasi
glukosa darah setinggi 300 sampai 1200 mg. Per 100ml.
2) peningkatan nyata mobilisasi lemak dari daerah-daerah penyimpanan lemak, menyebabkan
kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskular yang
mengakibatka aterosklerosis
3) pengurangan protein dalam dalam jaringan tubuh