skripsikenikmatan sesaat serta ingin memiliki barang-barang dengan model terbaru karena takut kolot...

140
i MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Agato NIM : 041124006 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2008

Upload: others

Post on 07-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN

    KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE

    SKRIPSI

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

    Oleh:

    Agato NIM : 041124006

    PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

    KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

    JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

    FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA

    YOGYAKARTA

    2008

  • ii

  • iii

  • iv

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan kepada:

    Seluruh anggota Kongregasi Bruder Kristiani Santa Maria Perawan Tersuci dan

    Bunda Allah yang Dikandung Tanpa Noda (MTB), atas segala perhatian, dukungan,

    kepercayaan, doa dan cinta kasih yang mendalam, khususnya para Bruder MTB

    Propinsi Indonesia.

  • v

    MOTTO

    “Berikanlah kepada setiap orang yang meminta kepadamu;

    dan janganlah meminta kembali kepada orang yang mengambil kepunyaanmu”.

    (Luk 6:30)

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Penulis menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini tidak memuat karya

    orang lain kecuali seperti yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,

    sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 26 Juni 2008

    Penulis

    Agato

  • vii

    ABSTRAK

    Judul dari skripsi ini adalah “MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE”. Judul ini dipilih karena penulis melihat adanya permasalahan yang dihadapi para Bruder MTB dalam penghayatan kaul kemiskinan dan ingin memberi gagasan untuk membantu meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan tersebut. Kenyataannya, penghayatan kaul kemiskinan zaman sekarang mulai mengendor. Mengendornya penghayatan kaul kemiskinan ini karena kurangnya pemahaman tentang makna kaul kemiskinan dan kurang mampu mengendalikan diri dari tawaran-tawaran dunia yang memberi kenikmatan sesaat serta ingin memiliki barang-barang dengan model terbaru karena takut kolot atau ketinggalan zaman.

    Kongregasi Bruder MTB berusaha mengikuti kemiskinan Yesus yang merendahkan diri dan hidup miskin di tengah orang miskin, dan kemiskinan Santo Fransiskus Assisi yang diwariskan oleh pendiri. Menghayati hidup miskin perlu bercermin pada hidup Yesus yang bersikap lepas bebas untuk mencapai kesederhanaan dengan rela melepaskan miliknya dan sungguh hidup miskin. Kemiskinan Yesus tampak dalam kata-kata dan perbuatan. Untuk melaksanakan kemiskinan zaman sekarang tidaklah gampang. Untuk itu, perlu pertobatan terus menerus, mampu bersikap lepas bebas dan giat bekerja yang ditopang oleh semangat doa.

    Untuk meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan para Bruder MTB, katekese dapat dijadikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat dalam memungkinkan para Bruder MTB kembali kepada spiritualitas yang diwariskan pendiri. Penulis mengusulkan program pembinaan dalam bentuk katekese dengan model Shared Christian Praxis (SCP). Model ini dirasa sesuai karena menekankan pengalaman peserta. Peserta dapat berdialog, sharing, dan saling meneguhkan. Melalui katekese para Bruder diharapkan terbantu dalam meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan yang telah diikrarkan.

  • viii

    ABSTRACT

    The title of this skription is “DEVELOPMENT OF THE VOW OF POVERTY LIFE IN THE SERVICE AND FRATERNITY OF THE CONGREGATION BROTHERS OF THE IMMACULATE OF MARY (MTB) THROUGH CATECHISM”. This title is chosen by the writer to see the problems that faced by MTB Brothers in the life of poverty and to give ideas to help the development of the vows of the religious life especially the vow of poverty. In the reality life we see that the spirit of the vow poverty is decreasing. One of the reason why the decreasing of the poverty life because of understanding about the vow of poverty is less and there is lack of ability of self govern toward the invitation of the world which give pleasure in short term self satisfaction and the will to have many kind of the new model things in order not to be said “live in classic time”.

    The congregation of MTB Brothers try to make effort to follow the poverty of Jesus who humble himself and live in poverty together with the people in His time and the poverty life of St. Fransis of Asissi and what was heirloomed by the founder of MTB Brothers. To live in poverty life we need the mirror of the life of Jesus who free himself in order to reach the simplicity of life and give away what we have and really live in poverty. The poverty life of Jesus appear in words and deeds. To live in poverty in this time is not eassy. For that, we need the repentance anytime and work hard, ride the spirit of prayer.

    To develop poverty life as congregation of MTB Brothers, catechism can be one way to approach the MTB Brothers in order to return to the root of the spirituality of the congregation of MTB Brothers. The writer would like to give an idea of formation program in the form of catechism following the model Shared Christian Praxis (SCP). Hope that this model is in accordance to this time because this model insisting the life exsperience of the participant. The participant can do the dialogue, sharing and mutual suport. Through this catechism model the Brothers are hoped be able to develop their religious vows especially the vow of poverty that have already vowed.

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Allah yang Mahakasih dan karunia-Nya yang melimpah

    . “Semoga penghayatan kaul kemiskinan sungguh-sungguh dihayati dengan benar”.

    Itulah ungkapan yang terlontar dalam hati penulis ketika menyelesaikan skripsi ini

    yang berjudul “MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL KEMISKINAN

    DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN KONGREGASI BRUDER

    MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI KATEKESE”. Skripsi ini ditulis

    bertolak dari pengalaman dan keprihatinan penulis terhadap penghayatan kaul

    kemiskinan zaman sekarang yang mulai mengendor. Penyusunan skripsi ini

    membantu para Bruder MTB meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan yang telah

    diikrarkan sebagai jalan mengikuti Yesus. Selain itu, skripsi ini diajukan dalam

    rangka salah satu sarat memperoleh Sarjana Pendidikan di Program Studi Ilmu

    Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma.

    Penulis juga menyadari bahwa dalam rangka penulisan skripsi ini tidak terlepas

    dari banyak pihak yang terlibat baik secara langsung maupun secara tidak langsung

    memberikan perhatian, semangat, dukungan, pemikiran dalam rangka mengolah dan

    menyususn skripsi ini. Untuk itu, perkenankanlah penulis menghaturkan rasa terima

    kasih kepada:

    1. Segenap Staf Dosen program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan

    Agama Katolik, Universitas Sanata Dharma yang telah mendidik, memberikan

    bekal pengetahuan yang sangat berharga serta belajar khususnya dalam

    penyusunan skripsi ini.

    2. Dr. J. Darminta, SJ selaku pembimbing utama dan dosen penguji I yang dengan

    sabar, setia, teliti, membimbing serta mengarahkan dari awal sampai berakhirnya

    penulisan skripsi ini.

    3. Y. Kristianto, SFK sebagai dosen pembimbing akademik dan sekaligus dosen

    penguji II, atas kesediaan dan kerelaan membantu penulis dalam

    mempertanggungjawabkan skripsi ini.

  • x

    4. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, SJ, M.Ed sebagai dosen penguji III yang setia

    mendampingi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

    5. Br. Gabriel Tukan, MTB (Bruder Propinsial MTB) yang telah memberikan

    kesempatan dan kepercayaan serta semangat bagi penulis dalam menyelesaikan

    skripsi ini.

    6. Para Bruder MTB di komunitas Alverna Ngadikan, Yogyakarta yang dengan

    caranya masing-masing telah banyak mendukung penulis.

    7. Rekan-rekan Mahasiswa IPPAK Universitas Sanata Dharma, khususnya angkatan

    2004/2005 yang telah turut serta memberi semangat dan dukungan.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu,

    penulis sangat membutuhkan kritikan serta sumbang saran dari siapa saja yang

    membangun, memperkembangkan dan penyempurnaan pemikiran-pemikiran yang

    tertuang dalam skripsi ini. Penulis berharap agar pokok-pokok pikiran yang tertuang

    dalam skripsi ini dapat membantu anggota Kongregasi dalam menghayati nilai-nilai

    khas Kongregasi.

    Yogayakrta, 26 Juni 2008

    Penulis

    Agato

  • xi

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL…………………………………………………………

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………

    HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………

    HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………

    MOTTO……………………………………………………………………

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………

    ABSTRAK…………………………………………………………………

    ABSTRACT……………………………………………………………….

    KATA PENGANTAR………………………………………………………

    DAFTAR ISI…………………………………………………………………

    DAFTAR SINGKATAN................................................................................

    BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………

    A. Latar Belakang…………………………………………………

    B. Rumusan Masalah………………………………………………

    C. Tujuan Penulisan………………………………………………

    D. Manfaat Penulisan……………………………………………

    E. Metode Penulisan………………………………………………

    F. Sistematika Penulisan…………………………………………

    BAB II KAUL KEMISKINAN DALAM HIDUP MEMBIARA……………

    A. Hidup Membiara………………………………………………

    1. Hidup Membiara Dalam Gereja……………………………

    2. Panggilan Khas Kenabian…………………………………

    3. Radikalisme Melalui Kaul…………………………………

    4. Kaul Sebagai Persembahan Diri……………………………

    B. Kaul Kemiskinan Religius………………………………………

    1. Peranan Kaul Kemiskinan………………………………......

    i

    ii

    iii

    iv

    v

    vi

    vii

    viii

    ix

    xi

    xv

    1

    1

    5

    5

    6

    6

    6

    9

    9

    9

    12

    14

    15

    17

    17

  • xii

    2. Makna Kaul Kemiskinan……………………………………

    3. Kemiskinan Ungkapan Kenabian……………………………

    C. Tantangan Dan Pergumulan Kemiskinan Dewasa Ini…………

    1. Sekularisme…………………………………………………

    2. Kesenjangan Sosial Ekonomi………………………………

    3. Gaya Hidup Modern…………………………………………

    4. Korupsi………………………………………………………

    D. Nilai Kesaksian Kemiskinan Zaman Sekarang………………….

    1. Keterlibatan Kaum Religius Terhadap Kaum Miskin………

    2. Solider Dengan Kaum Miskin……………………………….

    3. Kerelaan Berbagi…………………………………………….

    BAB III KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN

    PERSAUDARAAN BRUDER MARIA TAK BERNODA

    (MTB)………………………..........................................................

    A. Kemiskinan Dalam Kongregasi Maria Tak Bernoda

    (MTB)……...................................................................................

    1. Mengikuti Kristus Yang Miskin Melalui Teladan Fransiskus

    Dari Assisi…………………………………………………...

    2. Kemiskinan Dalam Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular

    Santa Fransiskus Dari Assisi…………………………………

    3. Kemiskinan Dalam Konstitusi Kongregasi…………………..

    4. Dasar Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Kongregasi…...

    B. Dimensi Penghayatan Kaul Kemiskinan Dalam Kongregasi……

    1. Miskin Harta………………………………………………...

    2. Miskin Radikal………………………………………………

    3. Miskin Dalam Roh…………………………………………..

    C. Ciri Khas Kemiskinan Fransiskus Dalam Kongregasi Bruder

    MTB….........................................................................................

    20

    22

    24

    25

    26

    27

    32

    34

    34

    35

    37

    39

    39

    40

    42

    44

    45

    50

    50

    53

    55

    56

  • xiii

    1. Sikap Lepas Bebas…………………………………………

    2. Giat Bekerja Dengan Semangat Doa………………………

    3. Hidup Dalam Pertobatan……………………………………

    D. Kemiskinan Sebagai Penjiwa Hidup…………………………….

    1. Dalam Persaudaraan…………………………………………

    2. Dalam Karya………………………………………………..

    BAB IV KATEKESE SALAH SATU UPAYA MEMBANTU

    MENINGKATKAN PENGHAYATAN KAUL

    KEMISKINAN….........................................................................

    A. Landasan Usaha Meningkatkan Penghayatan Kaul

    Kemiskinan…...............................................................................

    B. Gambaran Umum Katekese……………………………………..

    1. Pengertian Katekese………………………………………....

    2. Tujuan Katekese…………………………………………......

    3. Isi Katekese………………………………………………......

    4. Proses Katekese……………………………………………...

    5. Unsur-Unsur Katekese…………………………………….....

    C. Peran Katekese Dalam Meningkatkan Penghayatan Kaul

    Kemiskinan……………………………………………………

    D. Upaya Katekese Dalam Meningkatkan Penghayatan Kaul

    Kemiskinan……………………………………………………...

    1. Pembinaan…………………………………………………..

    2. Retret Dan Rekoleksi………………………………………

    E. Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese Yang

    Dapat Membantu Meningkatkan Penghayatan Kaul

    Kemiskinan……...........................................................................

    1. Pengertian Shared Christian Praxis…………………………

    2. Langkah-Langkah Shared Christian Praxis (SCP)………..

    56

    58

    60

    63

    63

    65

    68

    68

    70

    71

    74

    76

    77

    78

    80

    81

    81

    82

    82

    83

    87

  • xiv

    F. Usulan Program Katekese……………………………………...

    1. Latar Belakang Penyusunan Program……………………...

    2. Pengertian Program………………………………………...

    3. Tujuan Program……………………………………………

    4. Isi Program…………………………………………………

    5. Contoh Program……………………………………………

    G. Contoh Persiapan Katekese………………………………….....

    BAB V PENUTUP………………………………………………………….

    A. Kesimpulan…………………………………………………….

    B. Saran…………………………………………………………....

    DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………..

    LAMPIRAN…………………………………………………………………

    Lampiran 1 : Pakailah Daku...........................................................................

    Lampiran 2 : Orang Muda yang Kaya............................................................

    91

    91

    92

    93

    93

    94

    99

    114

    114

    117

    119

    122

    ( 1 )

    ( 3 )

  • xv

    DAFTAR SINGKATAN

    A. SINGKATAN KITAB SUCI Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini diambil dari singkatan Kitab Suci

    Perjanjian Baru: Arnoldus Ende.

    B. SINGKATAN DOKUMEN GEREJA.

    CT : Catechesi Tradendae.

    EN : Evangeli Nuntiandi

    KHK : Kitab Hukum Kanonik

    LG : Lumen Gentium

    PC : Perfectae Caritatis

    PKKI : Pertemuan Kateketik Antar Keuskupan Se-Indonesia

    VC : Vita Consecrata

    C. SINGKATAN LAIN-LAIN AD : Anggaran Dasar Ordo Regular Fransiskan

    AngTBul : Anggaran Dasar Tanpa Bula

    AngBul : Anggaran Dasar Dengan Bula

    Art : Artikel

    1 Cel : Thomas dari Celano 1

    HP : Hand Pone

    MTB : Maria Tak Bernoda

    Konst : Konstitusi

    KSM : Kelompok Swadaya Masyarakat

    LCD : Liquid Cristal Display

    SCP : Shared Christian Praxis

    TV : Televisi

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Berbicara tentang kaul kemiskinan tidak terlepas dari hidup membiara

    yang ditandai dengan kaul-kaul yang dihayati. Dengan kaul, seseorang akan

    mengikat diri dengan Tarekat/Kongregasi/Ordo yang akan mewarnai dan

    sekaligus menjadi pola hidupnya. Dengan berkaul berarti seseorang

    menggabungkan diri pada sekelompok orang yang dengan bersama-sama rela dan

    bersedia melaksanakan visi dan misi Tarekat/Kongregasi/Ordo. Hidup religius

    yang dihayati merupakan perwujudan dari penyerahan diri seseorang secara total

    kepada Allah. Penyerahan diri ini merupakan suatu persembahan diri yang murni

    dari setiap pribadi yang ingin menggabungkan diri ke dalam

    Tarekat/Kongregasi/Ordo tertentu melalui pengikraran ketiga kaul yakni kaul

    kemiskinan, kaul kemurnian, dan kaul ketaatan. Penghayatan kaul oleh masing-

    masing anggota diwarnai dengan semangat dasar dan kharisma pendiri serta

    spiritualitas Kongregasi. Pengikraran kaul merupakan suatu keputusan dan pilihan

    yang bebas untuk mengikat diri pada suatu persekutuan dalam mengembangkan

    diri sesuai dengan nasehat Injil untuk mencari Allah dalam setiap peristiwa hidup.

    Memilih dan memasuki salah satu Tarekat/Kongregasi/Ordo berarti berani

    mengikuti Yesus Kristus yang miskin secara radikal.

    Pada kesempatan ini penulis akan memfokuskan satu kaul yaitu kaul

    kemiskinan yang menjadi ciri khas Tarekat/Kongregasi Fransiskan-Fransiskanes.

  • 2

    Kongregasi Maria Tak Bernoda (MTB) adalah salah satu Kongregasi yang

    bernaung pada spiritualitas Fransiskus dari Assisi. Kongregasi Bruder Maria Tak

    Bernoda (MTB) berusaha mengikuti Yesus Kristus menurut teladan dan semangat

    hidup Santo Fransiskus dari Assisi yang bersemangat hidup miskin. Fransiskus

    berusaha keras menyerupai hidupnya dengan hidup Yesus yang mencintai

    kemiskinan. Hidup miskin bagi Fransiskus bukan hanya tidak memiliki sesuatu,

    tetapi ada hati untuk hidup di tengah-tengah orang yang putus harapan dan

    hidupnya sangat sederhana. Namun pada kenyataannya banyak terjadi

    penyelewengan dalam tugas pelayanan dan persaudaraan. Adapun tugas dan

    pelayanan yang dikelola Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda bergerak dalam

    bidang karya pendidikan, karya sosial, pembinaan kaum muda (asrama), pastoral,

    dan katekese di paroki. Oleh karena itu penting adanya pemahaman yang sungguh

    akan kaul kemiskinan agar dapat menghayatinya dengan baik dan benar.

    Kemiskinan menjadi salah satu ciri khas Bruder Maria Tak Bernoda

    (MTB) yang harus dipahami, dihayati dan dilaksanakan oleh setiap anggota

    Kongregasi. Demi kelancaran tugas dan pelayanannya para Bruder berhak

    memiliki segala sesuatu yang diperlukan untuk kebutuhan hidup di dunia dan

    karyanya, tetapi tetap diusahakan jangan sampai memberi kesan mewah,

    mendapatkan keuntungan yang berlebihan dan penumpukan harta. Penulis

    melihat dan mengalami banyak para Bruder telah mengikrarkan kaul kemiskinan

    kurang menghayati makna kaul kemiskinan atau pura-pura tidak tahu bahkan

    sengaja melanggarnya. Akibatnya banyak para Bruder yang secara sadar atau

    tidak telah melanggar kaul kemiskinan yang telah diucapkan. Zaman sekarang ini

  • 3

    banyak tawaran dan peluang untuk memiliki atau mendapatkan harta hingga

    akhirnya menyeleweng dari kaul kemiskinan. Kaum biarawan-biarawati sering

    mendapat cibiran dari umat “mereka yang mengucapkan kaul, kami yang

    melaksanakannya”. Keinginan memiliki barang-barang secara berlebihan banyak

    dipengaruhi faktor orang lain (mendapat hadiah dari kenalan), terlalu lama

    berkarya di suatu tempat khususnya daerah basah sehingga sulit untuk

    dipindahkan, pengaruh zaman modern agar tidak dipandang kolot, pengaruh iklan

    yang menimbulkan keinginan untuk memiliki sesuatu walaupun tidak sungguh

    dibutuhkan. Karena kurangnya penghayatan terhadap kaul kemiskinan maka

    dengan sendirinya penghayatan terhadap kaul kemiskinan akan menurun dan tidak

    terlaksana sebagai mana diwariskan oleh pendiri dan semangat Santo Fransiskus

    dari Assisi. Selain itu ada juga Bruder yang menggunakan barang bersama seolah-

    oleh milik pribadi sendiri dan tak terpisahkan dari padanya. Kelekatan pada

    barang, harta, materi akan menimbulkan adanya egoisme, iri hati, pertengkaran,

    serakah, ingin menang sendiri, ingin melebihi orang lain, bahkan lupa akan tugas

    dan lain-lain. Melalui situasi ini ternyata masih banyak para Bruder yang kurang

    paham akan makna kaul kemiskinan dalam hidup membiara. Diharapkan setiap

    anggota Kongregasi harus kembali kepada konstitusi/statuta yang berbicara

    tentang kaul kemiskinan agar para anggota dapat memahami dan menghayatinya

    dengan baik.

    Kemiskinan yang dihayati oleh para anggota Kongregasi Bruder Maria Tak

    Bernoda (MTB) belumlah mencerminkan penghayatan akan kaul kemiskinan

    yang dihayati oleh semangat pendiri dan Santo Fransiskus dari Assisi. Pada

  • 4

    kenyataannya banyak anggota yang sudah berkaul terutama yang berkaul

    sementara, dan bahkan yang berkaul kekal cenderung untuk memiliki barang-

    barang duniawi. Banyak para Bruder sepertinya berlomba untuk mendapatkan

    barang-barang duniawi. Bahkan barang yang tidak terlalu penting, tetapi hanya

    karena ingin mengikuti tawaran-tawaran masa kini dan kesenangan sendiri.

    Akhirnya barang dipandang seakan-akan menjadi tujuan bukan lagi sebagai sarana

    untuk pelayanan yang sampai pada penyerahan diri kepada Allah. Kita diajak

    untuk dengan segenap hati berusaha untuk menghayati kaul kemiskinan dalam

    keseluruhan aktivitas diri khususnya dalam tugas pelayanan. Kita harus kembali

    kepada cita-cita dan semangat pendiri.

    Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan seseorang dapat membebaskan diri

    dari segala yang mengikat atau yang menghambat kasih Allah. Pengosongan diri

    seperti yang dilakukan oleh Yesus merupakan suatu usaha penelanjangan diri

    secara total bagi kita sehingga kasih Allah dicurahkan ke dalam hati dengan

    berlimpah. Dengan pengosongan diri, kita mampu rendah hati sesuai dengan

    semangat Santo Fransiskus dari Assisi yang diwariskan kepada pengikutnya.

    Melihat masalah dan keprihatinan yang dialami para Bruder Maria Tak

    Bernoda (MTB) dewasa ini dalam menghayati kaul kemiskinan menunjukkan

    bahwa semangat kemiskinan dan cita-cita pendiri belum tercapai sebagai mana

    mestinya. Hal ini menjadi keprihatinan penulis. Untuk itu dalam tulisan ini,

    penulis ingin menyumbangkan gagasan-gagasan yang berguna bagi anggota

    Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) untuk menghayati kaul

    kemiskinan, dengan mengambil judul “MENINGKATKAN PENGHAYATAN

  • 5

    KAUL KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN

    KONGREGASI BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB) MELALUI

    KATEKESE”.

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

    permasalahan sebagai berikut:

    a) Bagaimana kaul kemiskinan religius memberikan nilai kesaksian di zaman

    sekarang.

    b) Bagaimana upaya membangun sikap dan kesadaran diri dalam menghayati

    makna kaul kemiskinan dalam dunia modern ini?.

    c) Apa sumbangan katekese dalam usaha meningkatkan penghayatan kaul

    kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan.

    C. Tujuan Penulisan

    Skripsi ini ditulis dengan tujuan sebagai berikut:

    1. Memberikan gambaran yang jelas tentang kaul kemiskinan religius yang

    bernilai kesaksian di zaman sekarang.

    2. Membantu para Bruder MTB untuk dapat membangun sikap dan

    kesadaran diri dalam memahami dan menghayati kaul kemiskinan.

    3. Memberi sumbangan pemikiran bagi para Bruder MTB dalam usaha

    meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan dalam pelayanan dan

    persaudaraan..

  • 6

    4. Memenuhi persyaratan kelulusan Sarjana Strata 1 (S1) pada Program Studi

    Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Universitas

    Sanata Dharma.

    D. Manfaat Penulisan

    1. Religius akan mendapat sumbangan pemikiran dalam memaknai kaul

    kemiskinan yang bernilai kesaksian di zaman sekarang.

    2. Mendorong para Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) agar semakin

    memperdalam penghayatannya terhadap kaul kemiskinan.

    3. Menjadi sebuah bahan refleksi bagi penulis sebagai seorang religius

    Bruder MTB yang telah berjanji untuk hidup menghayati kaul

    kemiskinan.

    E. Metode Penulisan

    Metode yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

    pendekatan dekriptif analisis melalui pengalaman penulis maupun studi pustaka

    tentang buku-buku yang berbicara tentang kaul kemiskinan.

    F. Sistematika Penulisan

    Judul skripsi yang dipilih ini adalah: “Meningkatkan Penghayatan Kaul

    Kemiskinan Dalam Pelayanan dan Persaudaraan Kongregasi Bruder Maria Tak

    Bernoda Melalui Katekese”. Judul ini akan diuraikan dalam lima bab:

  • 7

    BAB I Pendahuluan yang terdiri dari lima bagian : bagian pertama terdiri

    dari latar belakang penulisan yang memuat tiga unsur (fakta, ideal dan aktual)

    yang menjadi alasan bagi penulis untuk memilih judul ini. Bagian ke dua adalah

    rumusan masalah. Pada bagian ini, penulis mencoba untuk merumuskan

    permasalahan-permasalahan dalam beberapa kalimat tanya berdasarkan latar

    belakang yang telah dipaparkan. Rumusan masalah ini juga akan membantu

    penulis untuk memecahkan permasalahan yang akan dikaji dalam daftar pustaka.

    merupakan identifikasi masalah . Identifikasi masalah ini merupakan jarak yang

    terjadi antara fakta dan ideal. Bagian ketiga adalah tujuan penulisan yang

    memaparkan tujuan penulis memilih judul ini. Bagian keempat adalah manfaat

    penulisan. Penulis merumuskan manfaat dari judul yang akan didalami.

    Sedangkan bagian kelima adalah metode penulisan yang memaparkan bahwa

    dalam penulisan skripsi ini penulis mengunakan studi pustaka

    BAB II berbicara tentang kaul kemiskinan dalam hidup membiara yang

    meliputi: hidup membiara, kaul kemiskinan religius, tantangan dan pergumulan

    kemiskinan dewasa ini, dan nilai kesaksian kemiskinan zaman sekarang.

    BAB III membahas mengenai penghayatan kemiskinan dalam pelayanan dan

    persaudaraan Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda yang meliputi: kemiskinan

    dalam Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda, dimensi-dimensi penghayatan kaul

    kemiskinan dalam Kongregasi. Ciri khas kemiskinan Fransiskus Assisi dalam

  • 8

    Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda dan kemiskinan sebagai penjiwaan hidup

    dalam pelayanan dan persaudaraan.

    BAB IV membahas tentang upaya meningkatkan penghayatan kaul

    kemiskinan dalam pelayanan dan persaudaraan Bruder Maria Tak Bernoda

    melalui katekese yang meliputi : landasan usaha meningkatkan penghayatan kaul

    kemiskinan, gambaran umum katekese, pengertian katekese, tujuan katekese,

    pemilihan model katekese, usulan program katekese, dan contoh katekese.

    BAB V merupakan bagian penutup yang meliputi kesimpulan dan saran dari

    seluruh hasil yang telah penulis sajikan dari bagian pendahuluan, BAB I – BAB

    IV, sekaligus membantu siapa saja yang membaca tulisan ini untuk selanjutnya

    dalam meningkatkan penghayatan kaul kemiskinan.

  • 9

    BAB II

    KAUL KEMISKINAN DALAM HIDUP MEMBIARA

    Hidup membiara selalu ditandai dengan adanya kaul kebiaraan yaitu :

    kemurnian, ketaatan dan kemiskinan. Dalam bab II ini penulis akan membahas

    kaul kemiskinan dalam hidup membiara yang meliputi: hidup membiara, kaul

    kemiskinan religius, tantangan dan pergumulan kemiskinan dewasa ini dan nilai

    kesaksian kemiskinan zaman sekarang.

    A. Hidup Membiara

    Hidup membiara merupakan salah satu bentuk hidup menggereja yang

    membaktikan dirinya secara khusus bagi tugas pelayanan seturut panggilan dan

    dilaksanakan melalui ketiga nasehat Injil.

    1. Hidup Membiara Dalam Gereja.

    Ladjar (1993:7) mengatakan : “hidup membiara merupakan suatu panggilan

    dari Tuhan dan merupakan salah satu kharisma roh atau kharisma dalam gereja”.

    Hidup membiara tidak dengan sendirinya muncul tetapi karena adanya panggilan

    dari Allah dengan meneladan Kristus seperti diungkapkan dalam anjuran

    Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC,1996 art 1) sebagai

    berikut:

    Hidup Bakti yang berakar mendalam pada teladan dan ajaran Kristus Tuhan merupakan karunia Allah Bapa kepada gereja-Nya melalui Roh Kudus, melalui pengikraran nasehat-nasehat Injil. Ciri-ciri khas Yesus, murni, miskin, dan taat tiada hentinya, ditampilkan di tengah dunia, dan pandangan

  • 10

    umat beriman diarahkan kepada misteri Kerajaan Allah yang sudah berkarya dalam sejarah meskipun masih mendambakan perwujudannya sepenuhnya di surga”. Di zaman sekarang banyak orang yang terpanggil untuk memenuhi

    panggilan Allah dan memilih secara khusus untuk mengikuti Yesus Kristus

    dengan hati yang terbagi (1 Kor 7:34). Orang-orang yang terpanggil masuk dalam

    hidup membiara berusaha membantu misi Gereja yang memancarkan sinar demi

    pembaharuan masyarakat. Jacobs (1987:19) mengatakan: “Hidup membiara

    berarti menjawab panggilan Kristus dalam hubungan pribadi yang semakin nyata

    sehingga semakin menemukan arti hidupnya sendiri”.

    Dari pernyataan ini hidup membiara dipahami sebagai jawaban akan

    panggilan Allah secara khusus dalam gereja dan membantu pewartaan Injil demi

    pembaharuan hidup masyarakat. Tentang hidup membiara dan gereja, Kongregasi

    untuk Tarekat Hidup Bakti Dan Serikat Hidup Apostolik (2002: 14) mengatakan:

    “Kaum hidup bakti menerima panggilan untuk pengudusan baru dan khas untuk

    kebaikan Gereja, yang mendorong mereka untuk menghayati hidup mengikuti

    jejak Yesus Kristus, Sang Perawan, dan para Rasul dengan kasih yang meluap-

    luap”. Dalam pewartaannya para religius bercermin pada jejak hidup Kristus

    untuk dapat memancarkan kasih Allah yang dalam. Anjuran Apostolik Paus

    Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC,1996 art 3 dikatakan: “Hidup

    membiara berada pada inti gereja sendiri sebagai unsur yang banyak menentukan

    misinya, karena menampilkan sifat batiniah panggilan Kristiani”.

    Hidup membiara tidak mengandung unsur paksaan tetapi dengan penuh

    kebebasan. Unsur kebebasan ini membantu seseorang untuk dapat menghayati

  • 11

    panggilannya secara pribadi. Penghayatan akan panggilan sangat penting

    sebagaimana diungkapkan oleh Darminta (1975: 8): “Panggilan itu bersifat bebas

    dan merdeka, suasana kebebasan dan kemerdekaan itulah yang mewarnai hidup

    membiara”. Penghayatan akan panggilan yang mengandung kebebasan dan

    kemerdekaan yang telah diterimanya dapat membantunya untuk menjalani

    panggilan hidup mengikuti jejak Kristus.

    Hidup membiara merupakan bentuk konkret dari penghayatan panggilan

    melalui kaul-kaul kebiaraan. Status kebiaraan diadakan dengan pengikraran

    nasehat-nasehat Injil (LG, art 44). Dengan mengucapkan kaul seseorang

    menggabungkan diri pada Tarekat/Kongregasi/Ordo tertentu untuk menepati

    ketiga nasehat Injil yaitu kemiskinan, ketaatan, dan kemurnian dengan bebas

    tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hidup membiara selalu diwarnai dengan

    hidup berkomunitas sebagai tempat bagi orang-orang yang mempunyai cita-cita

    yang sama untuk mengungkapkan diri pada hadirat Allah. Kebersamaan

    menghayati hadirat Allah dituangkan dalam aturan hidup dalam bentuk konstitusi

    yang memberi arah pengungkapan amanat hidup religius. Pendalaman amanat itu

    sebagai tugas bersama ditegaskan oleh Darminta (1975:15) sebagai berikut:

    Masing-masing tarekat, komunitas dan anggota diharapkan untuk selalu mampu mengungkapkan amanat hidup membiara di tengah masyarakat sebagai kesaksian hidup membiara yang diungkapkan dalam karya dan pengabdiannya. Untuk melaksanakan tugas itu perlu kesadaran akan hadirat Allah yang dibina lewat doa, refleksi dan renungan. Tugas memberikan kesaksian kepada masyarakat mengajak kaum religius

    untuk tidak menutup telinga terhadap jeritan dan kegelisahan manusia. Kaum

    religius harus mampu menjawab tuntutan zaman melalui pelayanan kepada gereja

  • 12

    dan umat secara konkrit. Dalam Konsili Vatikan II (LG, art 14) dikatakan: “Hidup

    rohani orang-orang religius harus dibaktikan kepada kesejahteraan seluruh

    gereja”. Di sini pihak religius di tuntut supaya melaksanakan tugas pelayanan

    mengemban hadirat Allah dengan memperhatikan jeritan dan kegelisahan

    masyarakat di sekitarnya. Kehadiran biara sangat diharapkan untuk menjalankan

    tugas kenabian dalam gereja dan masyarakat.

    2. Panggilan Khas Kenabian.

    Dengan baptisan semua orang kristiani mendapat tugas kenabian. Hidup

    membiara juga mendapat tugas kenabian sebagai mana seluruh umat Allah

    mendapat tugas kenabian. Hidup kenabian dapat dilaksanakan dan dihayati dalam

    kesaksian hidup sehari-hari. Hidup membiara sebagai salah satu cara hidup yang

    mengkhususkan perhatian akan Kerajaan Allah dan memiliki kekhasan melalui

    kesaksian kenabian. Darminta (1995: 20-22) mengungkapkan:

    Hidup religius melanjutkan kenabian Yesus Kristus, yang memperjuangkan perubahan, pembaruan dalam hidup ini, supaya umat manusia tidak akan mengalami malapetaka yang semakin memburuk dengan konsekwensi berani hidup dalam semangat dan tatapan bahwa tata kehidupan baru tidak hanya harus berkembang tetapi harus berubah menjadi lebih adil, merdeka serta berperan aktif dalam menentukan tatanan baru. Hidup membiara memiliki kesaksian kenabian sebagaimana ditegaskan

    dalam anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Hidup Bakti (VC, 1996

    art 84) di katakan: “Kesaksian kenabian dicetuskan dengan mengecam apapun

    yang bertentangan dengan kehendak Ilahi, dan dengan menjajagi cara-cara baru

    untuk menerapkan Injil pada situasi dan peristiwa sejarah sambil mendambakan

    kedatangan Kerajaan Allah”. Kehidupan yang dihayati menurut nasihat-nasihat

  • 13

    Injil (kemiskinan, keperawanan, ketaatan) merupakan kehidupan yang

    mengabdikan diri secara total kepada Kerajaan Allah yang merupakan kesaksian

    yang bersifat kenabian. Kaum religius secara terbuka memberikan perhatian

    terhadap orang-orang miskin yang ada di sekitarnya, baik miskin material, rohani,

    maupun miskin perhatian. Dalam Apostolik Paus Paulus VI tentang karya

    pewartaan Injil di zaman moden (EN, 1975 art 69) dikatakan:

    Berkat penyerahan diri mereka berkesanggupan besar dan bebas untuk meninggalkan segala-galanya, serta untuk mewartakan Injil di seluruh dunia. Mereka giat dalam usaha serta kerasulannya kerap kali ditandai oleh keorisinilan (keaslian), oleh kepandaian yang patut dikagumi. Mereka murah hati, kerap kali mereka tinggal di tempat-tempat terpencil dan mereka berani mempertaruhkan kesehatan dan nyawanya. Pernyataan di atas hendak mengatakan bahwa orang yang menyerahkan diri

    secara total kepada Allah berarti berani mengambil resiko meninggalkan segala-

    galanya demi Kerajaan Allah tanpa mengkhawatirkan hidupnya sendiri. Kesaksian

    kenabian memerlukan usaha terus menerus dan penuh semangat mencari

    kehendak Allah, penyerahan diri sendiri, hidup dalam persekutuan sepenuhnya

    dalam Gereja (VC, 1996 art 24). Dengan demikian hidup kenabian dapat

    diwujudkan melalui kaul-kaul hidup membiara. Seluruh hidup membiara

    merupakan tugas kenabian di tengah-tengah masyarakat di mana kita diutus. Para

    anggota hidup bakti diharapkan memberi kesaksian di manapun juga dengan

    keberanian seorang nabi yang tidak takut menghadapi resiko hidupnya (VC, 1996

    art 85). Mereka yang menghayati kaul kemurnian, kemiskinan dan ketaatan

    sungguh-sungguh mengabdikan diri kepada sesama dan Tuhan.

  • 14

    3. Radikalisme Melalui Kaul

    Pengucapan kaul dalam hidup membiara merupakan sarana untuk mengikuti

    Yesus Kristus. Dengan mengucapkan kaul seseorang telah mengikuti Yesus

    Kristus dan mempersembahkan seluruh hidupnya dengan hidup perawan, miskin

    dan taat. Hidup religius merupakan pemberian diri karena cinta mengikuti Kristus

    dari dekat dan mau menjadi milik Kristus. Dengan kaul para religius dapat

    mengikuti Kristus dengan penuh kebebasan seperti diungkapkan oleh Darminta

    (1981: 14):

    Melalui kaul-kaul, hidup religius secara langsung dan khusus diperuntukkan bagi Tuhan, bagi kemuliaan dan pelayanan. Hidup religius menjadi tanda yang khas dari kemauan dan usaha terus menerus mencari Tuhan, tanda cinta tak terbagi kepada Kristus dan tanda dari penyerahan diri yang absolut bagi pertumbuhan Kerajaan-Nya. Berani mengikuti Kristus secara lebih dekat memungkinkan seorang religius

    untuk menyerahkan seluruh kemampuan, bakat dan talenta sebagai tanda cinta

    yang utuh. Mengikuti Kristus sepenuhnya menjadikan mereka milik Kristus

    sehingga mau tidak mau harus ikut ambil bagian dalam misi pewartaan Kristus

    serta mengikuti seluruh pola hidupnya. Hidup membiara yang ditandai dengan

    adanya kaul, akan memberi kesan aneh bila tidak memahami makna dan arti yang

    sebenarnya dari kaul tersebut. Misalkan, mereka mengucapkan kaul kemiskinan

    tetapi pada kenyataannya mereka tidak hidup miskin. Oleh karena itu perlu diberi

    kesadaran bahwa mengikuti Kristus dengan menghayati nasehat Injil merupakan

    turut ambil bagian dalam hidup Kristus. Demikian yang ditegaskan oleh Darminta

    (1975: 27):

    Hidup membiara tanpa adanya kaul taat, miskin dan perawan itu tidak mungkin, sebab hanya dengan ketiga kaul itu jelas-jelas kita mempunyai

  • 15

    kemungkinan untuk mengungkapkan hadirat Allah. Melalui keterbukaan kepada situasi, sesama manusia dan barang-barang kita mau mencapai hadirat Allah dalam hidup. Maka kaul dalam hidup membiara tidak mengandung unsur penolakan dan penekanan terhadap situasi, sesama dan benda, tetapi lebih berarti suatu penerimaan terhadap unsur-unsur itu sebagai tempat menemukan hadirat Allah. Kaul merupakan radikalisme untuk mengikuti Kristus. Hanya melalui kaul

    kita mengambil bagian dalam hidup Kristus secara utuh dan menyeluruh

    walaupun sebenarnya hal itu dapat juga dalam hidup perkawinan. Namun perlu

    disadari bahwa dalam hidup perkawinan mereka mempunyai keterbatasan waktu

    yang kurang untuk mengungkapkan hadirat Allah secara lebih jelas.

    4. Kaul Sebagai Persembahan Diri.

    Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, kaul berarti niat yang diucapkan

    secara sungguh-sungguh sebagai janji untuk melakukan sesuatu. Dengan kaul

    kemiskinan seseorang berjanji mengikatkan diri untuk hidup miskin, kaul

    keperawanan mengikatkan diri untuk tidak kawin, dan kaul ketaatan mengikuti

    aturan hidup Ordo/Kongregasi/Tarekat yang telah dipilihnya. Berani

    menggabungkan diri dalam salah satu Ordo/Kongregasi/Tarekat merupakan

    panggilan khusus yaitu untuk mengenal Allah secara lebih dalam melalui ketiga

    nasehat Injil. Panggilan Allah ditanggapi secara bebas dengan mempersembahkan

    seluruh hidupnya yang diungkapkan dalam pengikraran ketiga kaul.

    Kaul sebagai persembahan cinta yang perlu dilihat dari segala aspek dan

    dimensinya. Kaul harus didasarkan atas suatu keyakinan bahwa itu merupakan

    sarana untuk memanusiawikan hidup dan harus dihayati dengan kebebasan dan

    kebesaran hati. Penghayatan ketiga kaul merupakan ciri khas persembahan diri

  • 16

    religius. Persembahan diri bukan berarti meninggalkan dunia melainkan berperan

    melibatkan diri dalam hidup bermasyarakat. Pernyataan tersebut diungkapkan

    oleh Darminta (1981: 13) sebagai berikut:

    Mempersembahkan diri dengan hati tak terbagi merupakan hakekat fundamental hidup religius dan mencakup seluruh hidup manusia. Secara konkret orang juga mencoba mengikuti Kristus, yang mempersembahkan diri dengan hati tak terbagi kepada Bapa-Nya dengan hidup perawan, miskin dan taat.

    Mengikuti Kristus dengan menghayati nasehat-nasehat Injil yang dikaulkan

    merupakan bentuk konkret penghayatan untuk ambil bagian kesucian Kristus.

    Yesus menegaskan agar kita rela mempersembahkan diri tanpa hati terbagi.

    Memilih hidup religius berarti ikut bersama Yesus mempersembahkan diri agar

    mengikuti Allah dengan segala pola hidupNya. Tujuan hidup religius pertama-

    tama supaya para anggotanya mengikuti Kristus dan bersatu dengan Allah melalui

    pengikraran ketiga nasehat Injil (PC, 1992 art 2). Berdasarkan uraian tersebut,

    keputusan untuk mengikuti Kristus dan mempersembahkan diri merupakan unsur

    hidup religius yang sebenarnya. Kaul keperawanan, kemiskinan dan ketaatan

    merupakan perwujudan kesanggupan para religius menjadi pengikut Kristus

    sekaligus menjadi sarana untuk memberikan diri sepenuhnya secara bebas.

    Melalui ketiga kaul, hidup religius diperuntukkan bagi Tuhan demi kemuliaan dan

    pelayanan sehingga berani meninggalkan segala-galanya. Dengan kaul

    kemiskinan orang dibebaskan dari kelekatan pada harta dunia, kedudukan,

    pangkat dan segala yang sering menghambat orang bersatu dengan Tuhan.

    Ketiga nasehat Injil yang dirumuskan dalam kaul merupakan sarana bagi

    perkembangan hidup manusia dan pembentukan pribadi yang mampu mencintai

  • 17

    kebebasan. Cinta dan keinginan untuk mengikuti Kristus merupakan dorongan

    untuk menghayati kaul. Persembahan cinta dalam kaul mempunyai nilai karena

    hidup sendiri mempunyai nilai religius.

    B. Kaul Kemiskinan Religius

    Kaul kemiskinan merupakan salah satu sarana untuk lebih mendekatkan diri

    kepada Allah dan sesama dalam penyerahan diri secara total dan penuh.

    Pengikraran kaul kemiskinan merupakan ungkapan semangat kemiskinan yang

    dihayati. Mengucapkan kaul kemiskinan berarti mengikuti Kristus yang miskin

    dan penuh cinta kasih yang diwujudkan dalam pelayanan terhadap mereka yang

    tidak mampu dan tidak berdaya. Seperti yang diungkapkan oleh Suparno (2007:

    96) sebagai berikut: “Kita menjadi dan memilih hidup miskin untuk dapat lebih

    bebas membantu orang lain sesuai dengan panggilan Allah”. Kaul kemiskinan

    bukan tujuan karena tujuan ditentukan oleh Tarekat/Kongregasi/Ordo dalam

    konstitusi menurut kharisma pendiri masing-masing karena setiap

    Tarekat/Kongregasi/Ordo harus memahami apa peran dan makna kaul kemiskinan

    dalam pelayanan.

    1. Peranan Kaul Kemiskinan

    Banyak orang menganggap kemiskinan merupakan hal yang tidak masuk

    akal dan selalu mengidentifikasikannya dengan kepemilikkan dan kekayaan. Para

    religius yang mengucapkan kaul kemiskinan harus mengetahui peran kaul

    kemiskinan. Menurut Soenarja (1984: 100) peranan kaul kemiskinan adalah:

  • 18

    Mendobrak semangat kaya, tidak puas dengan yang ada, selalu serakah mau milik orang lain, menipu, menimbun harta. Semangat kemiskinan akan mendorong orang melepaskan diri dari godaan, kemewahan, menunjukan kebahagiaan dalam hidup sederhana dan bahagia, ikut merasakan akibat nyata kemiskinan. Ada orang yang dengan sengaja menolak semangat kaya dengan kaul

    kemiskinan. Namun ada juga yang sulit meninggalkan semangat kaya. Di sini

    berlaku apa yang dikatakan Yesus “Alangkah sukarnya orang kaya masuk ke

    dalam Kerajaan Allah, lebih mudah seekor unta untuk masuk melewati lobang

    jarum (Mrk 10:23-25)”. Kata-kata Yesus ini merupakan teguran bagi para religius

    agar bersedia berbelarasa dan berpihak pada kaum miskin. Kesaksian kemiskinan

    akan nampak jika para religius meningkatkan semangat kemiskinan sehingga ia

    mau berpartisipasi dengan kaum miskin.

    a). Kaul Kemiskinan Sebagai Ikatan.

    Kaul kemiskinan yang diucapkan merupakan menyucian diri kepada Tuhan

    dalam hidup bakti dan berfungsi untuk membebaskan manusia dari ikatan dan

    kelekatan pada harta milik duniawi sehingga ia bebas menyerahkan diri dalam

    pengabdian kepada Tuhan. Akan tetapi untuk masing-masing

    Ordo/Tarekat/Kongregasi penekanan penghayatan kaul kemiskinan berbeda sesuai

    dengan rumusan dalam konstitusi masing-masing. Hal ini senada dengan

    ungkapan Soenarja (1984: 94) sebagai berikut:

    Apa persis isi kaul kemiskinan untuk setiap tarekat itu diatur oleh kebijaksanaan konstitusi, yang paling kurang akan minta pertanggungjawaban atas penggunaan harta dunia demi kepentingan lembaga, anggota dan kerasulnya dapat menerapkan peraturan atau pembatasan seperlunya. Kaul dilakukan dalam Gereja, dan diatur oleh hukum Gereja.

  • 19

    Hubungan antar Tarekat dan anggotanya yang telah menyerahkan diri

    dengan ikatan kaul diatur atas hukum gereja (KHK kan 670) yang mengatakan:

    “Lembaga atau Tarekat harus mencukupi para anggotanya dengan segala sesuatu,

    yang menurut konstitusi diperlukan untuk melaksanakan tujuan mereka

    dipanggil”. Para anggota Tarekat tidak perlu memikirkan mengenai masalah

    kepemilikan harta duniawi karena telah diatur sejauh itu mendukung dalam tugas

    dan pelayanan. Sudah sangat jelas bahwa kaul kemiskinan merupakan suatu usaha

    ikatan ke dalam biara. Maksudnya dengan mengucapkan kaul kemiskinan

    seseorang menggabungkan diri ke dalam Tarekat tertentu. Oleh karena itu sebagai

    anggota mempunyai kewajiban untuk mematuhi segala peraturan yang ada dalam

    Tarekat termasuk mengenai kepemilikan harta duniawi.

    b). Kaul Kemiskinan Sebagai Pembangkit Semangat.

    Mengucapkan kaul kemiskinan berarti melepaskan segala milik pribadi

    menjadi milik bersama yang akan dipergunakan sejauh dibutuhkan dan

    mendukung karya pelayanan. Dengan kaul kemiskinan kita sungguh berkeinginan

    untuk mengungkapkan hadirat Allah dengan mengambil sikap yang wajar

    terhadap harta benda. Kemiskinan merupakan sarana perjumpaan kita dengan

    Allah, dan mengajak kita untuk menggunakan barang-barang sesuai dengan

    keperluan. Semangat kemiskinan sungguh nampak kalau orang tidak hanya

    berusaha melanggar peraturan kemiskinan dalam konstitusi tetapi berusaha

    mencari kebersihan dan kemurnian hatinya dengan menggunakan barang

    sesederhana mungkin dan penuh rasa syukur. Semangat kemiskinan yang dihayati

  • 20

    merupakan suatu kesempatan untuk mawas diri, memurnikan motivasi dengan

    semangat tanpa pamrih seperti yang ditegaskan oleh Soenarja (1984: 95) sebagai

    berikut:

    Semangat kemiskinan menolak mentah-mentah sikap “aji mumpung”, panggilan dijadikan jalan untuk mencapai “kemajuan” material pada tangga masyarakat. Semangat kemiskinan tidak menggerutu, tidak menuntut, tetapi merasa senang dan puas, sekali-sekali mengalami akibat kemiskinan, menderita kekurangan, dan mungkin menanggung ejekan. Semangat itu bukanlah tuntutan, tetapi suatu bukti nyata bahwa orang

    merasa puas, mapan dan mencintai kemiskinan. Orang yang menggunakan aji

    mumpung akan menggunakan kesempatan secara pamrih dengan berusaha

    memperkaya diri tanpa memikirkan orang lain. Semangat kemiskinan akan

    mendorong kita untuk menolak arus konsumtif yang ingin memiliki barang serba

    mewah, tetapi dengan semangat kemiskinan seseorang akan lebih senang memilih

    yang sederhana dan secukupnya sesuai dengan kebutuhan.

    2. Makna Kaul Kemiskinan.

    Makna kaul kemiskinan tidak terletak pada apa yang dimiliki secara pribadi

    maupun bersama, melainkan bagaimana bersikap pada kekayaan tersebut.

    Kemiskinan yang diucapkan para religius sangat bermakna untuk membantu

    pembaharuan hidup rohani bagi kaum miskin. Hadisumarta (1980: 305-306)

    mengatakan:

    Kemiskinan kita sebagai religius, baik dalam bentuk kemiskinan pribadi/induvidual, maupun kemiskinan komunitas atau kelompok, dan ungkapan lahiriah konkret kemiskinan harus benar-benar mampu menghadirkan Gereja di antara sesama membuktikan kerelaan Gereja untuk ikut mengusahakan keadilan sosial.

  • 21

    Dengan kaul-kaul kebiaraan termasuk kaul kemiskinan diharapkan dapat

    mendatangkan Kerajaan Allah di tengah-tengah kaum miskin. Kemiskinan

    menurut Injil yang kita hayati dengan pertolongan kaul bukanlah sekedar melepas

    diri dari pelbagai hal atau barang melainkan mampu bersikap tepat terhadap Allah

    dan terhadap dirinya sendiri dalam menggunakan harta benda. Dasar kemiskinan

    injili adalah keyakinan dan pengalaman akan cinta Allah, akan keagungan-Nya

    dan kesadaran bahwa kita sebenarnya tidak berarti apapun di hadapan Allah.

    Ajaran Yesus tentang kemiskinan dalam injil yang diwartakan melalui teladan-

    Nya terdapat dalam pelepasan diri yakni semangat lepas bebas. Semangat lepas

    bebas itu dimaksudkan agar kita sebagai manusia memang lebih mengutamakan

    Tuhan. Kita ingin menyatu dengan Tuhan dan semua hal yang lain dianggap

    sebagai sarana. Menurut Hadisumarta (1980: 307), “Pelepasan diri terdiri dari dua

    segi yang merupakan satu kesatuan yaitu segi teologis dan segi insani. Segi

    teologis kemiskinan yang dialami Yesus merupakan diri dari kemuliaanNya dan

    menjadi manusia, sedangkan segi insani kemiskinan-Nya adalah seluruh hidup di

    dunia mulai dari kelahiran-Nya di kandang Betlehem sampai kematianNya di

    kayu salib”.

    Yesus sungguh-sungguh memberikan teladan kemiskinan bagi kita. Ia rela

    mengosongkan diri dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama

    dengan manusia (Flp 2:7). Ia rela menghampakan diri dari tingkat Ilahi ke tingkat

    manusiawi bahkan memasuki golongan kaum miskin. Lebih lanjut Hadisumarta

    (1980: 308) menguraikan unsur-unsur kemiskinan sejati menurut Injil yaitu:

  • 22

    a) Allah diberi prioritas melebihi segala sesuatu. Pengalaman batin/rohani

    mengenai Allah dalam cinta dan keagunganNya, sedangkan segala lainnya

    tidak berarti.

    b) Pelepasan diri (renunsiasi): kemiskinan harus dilaksanakan atas pilihan

    sendiri, bukan sekedar sebagai pelaksanaan kewajiban, harus dialami, baik

    dalam sikap pribadi dalam batin, maupun dalam bentuk lahiriah.

    c) Kerendahan hati: Tertulianus, seorang Bapa Gereja berkata: tiada seorangpun

    miskin hatinya, kecuali orang yang rendah hati. Sebab kemiskinan kristiani tak

    dapat ada bersama dengan kesombongan, sebab yang satu akan

    menghancurkan yang lain.

    d) Pengabdian: merupakan suatu dimensi/segi horisontal kemiskinan. Dimensi

    vertikal kemiskinan ialah hubungannya dengan Allah, sedangkan dimensi

    horisontal ialah hubungannya dengan semua ciptaan Allah: kaum miskin,

    tertindas dan tersamping. Seperti kehampaan Kristus, “kenosis Kristus”

    ditujukan untuk mengisi dan memenuhi orang lain, untuk memperkaya orang

    lain, begitu juga kemiskinan kita ditujukan untuk mengabdi orang lain.

    3. Kemiskinan Ungkapan Kenabian

    Ungkapan yang sering kali muncul dari kalangan biarawan-biarawati,

    demikian: “kami tidak perlu memikirkan kebutuhan sehari-hari karena kami

    mempunyai rumah bagus, kebutuhan selalu terpenuhi, tak usah memikirkan soal

    makanan dan pakaian”. Pernyataan ini sering memunculkan pertanyaan yang tidak

    asing lagi yakni “masih relevankah kemiskinan zaman sekarang dalam hidup

  • 23

    membiara?”. Untuk menjawab pertanyaan ini kita harus kembali melihat tujuan

    hidup membiara yang terungkap dalam Anjuran Apostolik Paus Paulus II tentang

    Hidup Bakti (VC, 1996 art 22) sebagai berikut: “.....hidup bakti berarti mengikuti

    Kristus dari lebih dekat dan terus menerus mewujudkan dalam Gereja melalui

    ketiga kaul”. Ketiga kaul diucapkan sebagai perwujudan Kerajaan Allah. Dengan

    kaul-kaul yang diucapkan seorang religius mendapat tugas perutusan memberi

    kesaksian bahwa Allah adalah satu-satunya harta kekayaan manusia yang sejati.

    Kita dapat belajar dari kemiskinan Yesus yang rela mempersembahkan

    segala milik-Nya bahkan diri-Nya kepada Bapa. Sikap-Nya menerima sepenuhnya

    rencana Bapa nampak dalam sikap-Nya yang tidak melekat pada harta benda

    duniawi. Kemiskinan Yesus dapat dikonkretkan dengan membagikan kepada

    orang lain segala yang dimiliki-Nya, waktu, bakat dan kepandaian. Praktek

    kemiskinan sebagai penghayatan terhadap kaul kemiskinan dapat dilaksanakan

    dalam berbagai bentuk misalnya kemiskinan harta benda (jasmani) dan

    kemiskinan dalam roh (miskin batin). Kemiskinan religius terhadap harta benda

    dianggap tidak relevan lagi karena dalam melaksanakan karya pelayanan

    membutuhkan sarana yaitu kekayaan. Melalui pelayanan para religius dapat

    memberi kesaksian dan pewartaan terhadap orang lain. Kemiskinan religius

    mengungkapkan satu kenyataan dasar pada manusia yakni dia sepenuhnya

    tergantung pada Allah. Kemiskinan dapat dihayati sebagai sikap batin seperti

    yang diungkapkan oleh Ladjar (1983: 50) sebagai berikut:

    Di hadapan Allah dan manusia, kemiskinan rohani ini menjadi sikap rendah hati yang mendalam. Orang yang miskin demi Kerajaan Allah mengakui dengan rendah hati bahwa segalanya diterimanya dari Allah, dan karena itu segalanya mau dikembalikan kepada-Nya dengan memberikan kepada

  • 24

    sesama yang lebih membutuhkan. Ia tidak memegahkan diri entah atas harta kekayaan materiil atau atas harta milik rohani serta kemampuan yang dapat menjadi jaminan bagi dirinya. Maksudnya adalah pertemuan pribadi dengan Kristus, maka kemiskinan

    pertama-tama terletak dalam ikatan cinta kasih dengan Kristus, sehingga orang

    mampu mempercayakan diri kepada Tuhan dengan meninggalkan harta miliknya.

    Sikap ini menunjukkan bahwa manusia tergantung sepenuhnya kepada Allah

    sebagai wujud sabda pengutusan Yesus yang melarang para pengikut-Nya

    membawa dan memiliki harta benda dalam perjalanan mewartakan Kerajaan

    Allah (Luk 10:1-12). Ketergantungan dalam tugas pewartaan merupakan

    ungkapan iman akan Allah dan kesediaan untuk ikut serta dalam penghampaan

    diri Kristus. Pewartaan akan Allah melalui kaul kemiskinan dapat dilakukan

    dengan memberi perhatian dan kesaksian terhadap kaum miskin. Pewartaan

    melalui kaul kemiskinan merupakan suatu ungkapan kenabian di tengah

    masyarakat dengan pengorbanan dan perjuangan. Para religius harus mampu

    memberi kesaksian dengan hidup sederhana dan rendah hati, serta terbuka

    terhadap situasi di sekitarnya.

    C. Tantangan dan Pergumulan Kemiskinan Dewasa Ini

    Kemiskinan bukanlah suatu hal yang mudah dilaksanakan. Pelaksanaan

    kemiskinan dewasa ini banyak mengalami tantangan karena pengaruh arus

    perkembangan zaman. Situasi zaman sekarang membuat orang semakin tidak

    memiliki arah hidup yang jelas. Demikianpun kehidupan di kalangan para

    religius. Kongregasi untuk Tarekat Hidup Bakti dan Serikat Hidup Apostolik

  • 25

    (2002: art 45) menegaskan: “Keinginan memiliki, mengumbar kenikmatan,

    berhala kekuasaan menjadi akar kejahatan masa kini yang hanya bisa diatasi bila

    nilai Injil kemiskinan, kemurnian dan pelayanan ditemukan kembali”. Tantangan

    kemiskinan memasuki diri kita untuk memiliki harta yang sebanyak-banyaknya.

    Tantangan dan pergumulan ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang.

    1. Sekularisme

    Sekularisme berarti suatu pandangan hidup bahwa agama atau

    pertimbangan-pertimbangan religius diabaikan dan ditiadakan dengan sengaja.

    Unsur-unsur religi seperti keyakinan, praktek moral dan perayaan liturgis kian

    diabaikan (Dermawan, 1997: 295). Pandangan ini menjelaskan dan memikirkan

    segala sesuatu secara duniawi. Sekularisme semakin marak di tengah-tengah

    kehidupan masyarakat seturut dengan kemajuan zaman yang meningkat pesat.

    Manusia seakan-akan menyelam dan tenggelam oleh buaian kenikmatan. Akibat

    mobilitas yang tinggi gaya hidup menjadi instan, hedonisme dan konsumtivisme

    semakin dikejar. Dengan sekularisme manusia telah berusaha untuk

    mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya dan menjadikannya Tuhan dan

    tuan yang menguasai dunia. Hal ini menjadi suatu tantangan besar bagi Gereja dan

    hidup membiara karena manusia secara perlahan-lahan mulai melepas unsur

    religius dengan mengutamakan nilai-nilai manusiawi. Pembangunan mall-mall

    yang besar menarik orang untuk menciptakan pemuasan nafsu dan hasrat duniawi.

    Orientasi masyarakat bertumpu pada hasil melulu sehingga manusia mengejar

    hasil dan mendewakan hasil. Akhirnya kaum religiuspun tidak bisa lari dari dunia

  • 26

    yang diwarnai sekularisme seperti yang diungkapkan oleh Dermawan (1997: 297)

    demikian:

    Arus-arus informasi yang menggiurkan, kemudahan-kemudahan yang ditawarkan maupun sajian-sajian duniawi yang membangkitkan rangsangan tidak luput dari kehidupan mereka. Mereka seakan-akan ditarik untuk mengikuti dan menikmati hasil-hasil dunia yang kerap kali mengaburkan nilai-nilai religius. Tidak mengherankan juga kalau kita menemukan kaum religius

    menimbunkan barang-barang di kamar, bergaya perlente biar dipandang modern,

    menghabiskan waktunya menonton televisi berjam-jam demi mencari kepuasan

    dan kesenangan. Untuk mengatasi situasi ini para religius perlu belajar dari

    kehidupan Yesus. Di tengah kesibukan mengadakan kegiatan pewartaan-Nya

    Yesus tetap menyisihkan waktu untuk berdoa. “Pagi-pagi benar, waktu hari masih

    gelap, Ia bangun dan pergi keluar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di

    sana” (Mrk 1:35). Hal ini mau menunjukkan bahwa ada keterkaitan yang erat

    antara dunia sekular dan dunia religi di mana dunia religi menjadi dasar hidup di

    dunia. Para religius diharapkan agar dapat menjadi terang di tengah dunia yang

    diwarnai oleh sekularisme yang memilah-milah mana kehidupan duniawi dan

    mana kehidupan religi. Para religius diharapkan membangun jembatan yang sudah

    dirintis oleh Yesus antara dunia sekular dan dunia religi.

    2. Kesenjangan Sosial Ekonomi

    Kemiskinan yang terjadi di masyarakat tidak lepas dari kemiskinan sosial

    ekonomi. Kita bisa melihat situasi di negara Indonesia ini. Di balik bangunan-

    bangunan megah banyak masyarakat yang menderita kelaparan dan tinggal di

  • 27

    bawah kolong-kolong jembatan, kumuh bahkan tidak mendapatkan penampungan.

    Bangunan mall-mall yang megah dan canggih mengalahkan pasar tradisional. Ibu-

    ibu yang menjunjung bakul sudah hilang ditelan oleh arus zaman dan banyaknya

    anak gelandangan, pengemis dan putus sekolah adalah bukti kemiskinan. Hal ini

    menunjukkan adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat Indonesia.

    Sorita (1966: 8-11) mengatakan:

    Penyebab kemiskinan adalah akibat dari kemalasan, pemabukan, kerakusan, kelobaan, kekikiran, hidup mewah melimpah, penjajahan, malapetaka, bencana alam. Kemiskinan juga terletak pada manusia itu sendiri. Pada hubungan manusia dengan manusia, golongan dengan golongan, masyarakat dengan masyarakat yang tidak mengindahkan hukum ketidak adilan. Situasi tersebut terjadi akibat adanya ketidakadilan dan perampasan hak

    pihak kaum miskin. Kemiskinan yang mengakibatkan kesenjangan sosial ekonomi

    terjadi karena adanya kemalasan dan pemabukan dari pihak miskin yang membuat

    mereka semakin miskin. Situasi ini menjadi tantangan dan pergumulan bagi para

    religius. Kehadiran para religius harus dapat membawa kesaksian, membantu

    meneguhkan dan membangkitkan semangat mereka bukan menjadi pelaku ketidak

    adilan bagi mereka. Di tengah masyarakat yang majemuk ini kita tidak boleh lari

    dari situasi yang demikian.

    3. Gaya Hidup Modern

    Gaya hidup modern ternyata sangat berpengaruh terhadap kehidupan para

    religius. Dampak dari gaya modern ini karena ada perasaan takut kalau dikatakan

    ketinggalan zaman. Gaya hidup modern sebagai arus kecenderungan bagaimana

    orang bereaksi dan bersikap menghadapi perubahan zaman yang terus menerus

  • 28

    bergulir. Gaya hidup modern yang merupakan proses pergeseran sikap dan

    mentalitas sebagai warga masyarakat untuk bisa hidup sesuai dengan tuntutan

    masa kini disebut modernisasi. Lebih lanjut Drost (1997: 497) mengatakan: “

    Usaha modernisasi dapat bermotifkan keinginan menyesuaikan diri dengan apa

    yang sekarang berlaku atau bermotifkan kesadaran akan keharusan meninggalkan

    barang yang sudah usang demi perbaikan hidup”. Hal ini dapat dipahami bahwa

    manusia berusaha sungguh untuk menyesuaikan diri dengan segala yang baru,

    misalkan saja dalam hal berpakaian, berbicara dan penggunaan sarana. Sikap yang

    mendasari keinginan menyesuaikan diri tersebut bukanlah modernisasi melainkan

    konformisme (ikut-ikutan). Gaya hidup modern dewasa ini juga sudah menjadi

    bagian dalam kehidupan para religius. Sudarminta (1997: 489) mengatakan:

    Ciri-ciri gaya hidup modern adalah semakin sentralnya peran teknologi, khususnya teknologi transfortasi, telekomunikasi dan informasi dalam kehidupan manusia. Orang semakin tergantung pada teknologi. Teknolgi menjadi semacam lingkungan yang kedua tempat manusia hidup. Sistem ekonomi kapitalistik terus menerus merangsang orang melalui iklan untuk membeli produk-produk baru. Hal ini mau menunjukkan bahwa gaya hidup modern merupakan suatu

    tantangan bagi penghayatan hidup religius yaitu sikap materialistik, hedonistik

    dan konsumtif. Menghadapi gaya hidup yang demikian, hidup religius ditantang

    untuk menegaskan kembali identitas diri dan misinya. Di satu pihak gaya hidup

    modern membawa arus sekularisasi ke biara, namun di lain pihak diharapkan dari

    biara dapat memberikan kesegaran rohani bagi orang-orang yang hidup di tengah

    dunia.

  • 29

    a) Materialisme

    Muncul dalam benak kita ketika mendengar kata materialistik yang

    menunjukkan bahwa seseorang hanya mementingkan materi. Manusia sangat

    mudah terobsesi bagaimana untuk mendapatkan uang yang sebanyak-banyaknya

    sebagai pemuasan dalam hidupnya. Tantangan kemiskinan zaman sekarang yakni

    materialisme yang haus akan harta milik, tanpa mengindahkan keperluan-

    keperluan dan penderitaan-penderitaan rakyat yang paling lemah (PC, 1996 art

    88). Untuk memenuhi sikap materialistik ini manusia akan melakukan apa saja

    untuk mendapatkan yang diinginkannya bahkan sampai mengorbankan orang lain.

    Akhirnya orang akan mudah melupakan persaudaraan dengan orang lain karena

    mementingkan harta. Gaya hidup seperti ini akan mendapat tantangan untuk dapat

    hidup sederhana dalam arti yang secukupnya. Lebih jelas Darminta (1997: 61)

    mengatakan:

    Melepaskan diri dari perbudakan dorongan pemilikkan barang dan uang sebagai tanda kualitas hidup baik dan terhormat itulah perjuangan rohani serta moral orang zaman sekarang. Dalam situasi seperti itu kaum religius harus berani mengatakan; kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon (Luk 16:13). Para religius diharapkan untuk dapat memperhatikan kehidupan bersama

    dengan tidak mementingkan diri sendiri. Para religius berani bersikap sederhana

    bersama mereka yang hidup sederhana, semangat mau berbagi dengan orang lain,

    solidaritas sosial dengan mereka yang miskin dan menderita dalam arti yang

    sebenarnya.

  • 30

    b) Hedonisme

    Dalam buku Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 302) dikatakan :

    “Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap bahwa kesenangan dan

    kenikmatan adalah tujuan utama dalam hidup”. Penganut paham hedonisme

    merupakan korban sekularisme yang meyakini ilmu pengetahuan dan teknologi

    dalam hidup modern. Dengan sistem media komunikasi yang daya jangkaunya

    cepat menyebar, para pemilik modal berusaha mengeruk harta kekayaan dari

    orang yang bermodal lemah, misalnya saja iklan HP berhasil menguasai dunia

    bisnis komunikasi. Hal ini menjadi kepuasan tersendiri bagi para pemilik modal,

    sedangkan bagi mereka pemeran iklan merupakan kesenangan tersendiri karena

    telah dibayar tinggi dan penampilannya dapat dinikmati banyak orang. Selain itu

    yang paling marak terjadi dalam masyarakat sekarang ini adalah dunia hiburan.

    Media hiburan semakin berkembang baik berupa majalah maupun melalui film.

    Para redaktur majalah dan media hiburan merasa puas dengan usaha mereka,

    namun mereka lupa bahwa orang lain yang menjadi korban. Kaum wanita dan

    anak-anak di bawah umur dieksploitasi berlebihan. Inilah kenyataan hidup yang

    terjadi di dunia. Hal semacam ini sangat mungkin terjadi di kalangan para religius.

    Namun diharapkan para religius harus berani bersikap tegas agar tidak mudah

    terpengaruh dengan semuanya ini melainkan dengan kehadiran mereka dapat

    membawa kesaksian bagi orang-orang yang menjadi korban hedonisme.

  • 31

    c) Konsumerisme

    Konsumerisme adalah paham atau gaya hidup yang menganggap barang-

    barang sebagai ukuran kebahagiaan. Sikap konsumerisme yang dimiliki seseorang

    adalah akibat dari maraknya informasi iklan baik melalui televisi, radio, koran,

    ataupun majalah. Ini menunjukkan adanya ketergantungan kepada barang-barang

    hasil produksi seperti alat-alat teknologi. Dengan demikian tidaklah heran banyak

    orang berlomba ingin memiliki fasilitas yang lengkap dalam hidup. Sudarminta

    (1997: 492) menegaskan:

    Mengenai ketergantungan pada alat-alat teknologi tengok saja misalnya bagaiman acara di TV cukup berpengaruh terhadap penentuan jadwal dan dinamika hidup berkomunitas di cukup banyak rumah biara. Demikian juga telepon dan fax rupanya sudah semakin menjadi kebutuhan banyak anggota komunitas, sehingga kadang jadi barang rebutan. Gaya hidup modern telah berpengaruh besar pada kehidupan religius dewasa

    ini. Situasi ini dapat membawa dampak positif karena mempermudah untuk

    memenuhi karya pelayanan. Tapi juga ada dampak negatif karena tidak pernah

    merasa puas dengan apa yang sudah dimiliki. Corak masyarakat konsumeristis

    berarti sikap masyarakat yang didorong untuk terus menerus menambah tingkat

    konsumsi, tidak lagi karena membutuhkan tapi demi status (Teguh Kusbiantoro,

    1995: 205). Di kalangan para religius sekarang sering terjadi penumpukan harta.

    Lihat saja banyak para religius yang punya fasilitas lengkap seperti mengendarai

    mobil pribadi, komputer pribadi, telepon seluler, LCD, sepeda motor. Semua

    serba lengkap, padahal bukan hanya kelengkapan fasilitas yang menjamin

    besarnya produktivitas kerja dan kualitas pelayanan. Darminta (1997: 62)

    menegaskan: “Manusia yang bersikap konsumerisme adalah manusia pelahap

  • 32

    yang dibius secara halus melalui iklan sehingga manusia dibentuk menjadi

    manusia penyerap barang-barang konsumsi baik makanan maupun barang untuk

    dimiliki”. Untuk mendapatkan semuanya ini manusia akan mencari jalan pintas

    dengan menghalalkan segala cara.

    Bagi kita para religius perlu dipertanyakan, “Sungguhkah kita memerlukan

    semuanya itu?”. Beranikah kita mengatakan: “Ini sudah cukup bagiku, tanpa

    memiliki itupun aku dapat bekerja dengan baik”. Dengan sikap seperti ini aspek

    kenabian dari penghayatan kaul kemiskinan akan sangat relevan, seperti yang

    diungkapkan oleh Sudarminta (1997: 492): “Kebebasan batin terhadap harta

    milik, kesederhanaan hidup, sikap ugahari, semangat mau berbagi dengan orang

    lain, solidaritas sosial dengan mereka yang miskin dan menderita merupakan

    sikap dan nilai yang relevan”. Para religius harus berani melihat hidupnya secara

    jujur, apakah dalam hidupnya ia menjadi manusia pelahap atau tidak khususnya

    lewat karya mereka. Kalau para religius dapat memberikan kesaksian nyata

    tentang nilai-nilai hidup, maka hidup religius tidak hanya berfungsi kritis dan

    korektif untuk Gereja, tetapi juga bagi umat manusia secara keseluruhan.

    4. Korupsi

    Korupsi sudah merajalela khususnya di Indonesia, dan merupakan hal yang

    tidak langka lagi. Korupsi dari hal yang besar hingga hal-hal yang kecil. Tidak

    mengherankan kalau korupsi terjadi di setiap lapisan masyarakat mulai dari

    kalangan bawah hingga kalangan atas dengan merasa diri tak bersalah sedikitpun.

    Korupsi terjadi karena ketidak jujuran, kelobaan, keserakahan, ingin memiliki

  • 33

    lebih banyak dengan memeras orang lain secara halus. Perampasan hak-hak

    masyarakat kecil dari pihak penguasa dengan tujuan untuk memperkaya diri sndiri

    sehingga terjadi pemiskinan bagi yang lemah. Kejujuran adalah kunci untuk

    memberantas korupsi yang telah menjamur di setiap lapisan masyarakat. Para

    religius harus berani bersikap jujur tanpa mengusahakan penyimpangan dalam

    karya yang dirasa membawa untung bagi diri sendiri dan merugikan orang lain.

    Hak milik ditentukan oleh perubahan masyarakat dengan tolok ukur kesejahteraan

    umum. Untuk mencapai perubahan pasti ada kepastian hukum yang didasarkan

    atas kesadaran dan ketertiban untuk membangun kepercayaan satu sama lain.

    Sebagaimana ditegaskan dalam buku Iman Katolik (1996: 112) sebagai berikut:

    Sebab justru kepercayaanlah yang sering dihancurkan oleh suap, pemerasan, nepotisme (mementingkan diri sendiri, keluarga, dan golongan), korupsi, penipuan dan lain sebagainya. Hanya dengan kesadaran bahwa masing-masing orang bertanggung jawab membangun relasi dengan sesama akan terjamin pembangunan yang intergral. Untuk itu perlu bukan hanya kesaksian yang benar melainkan keberanian untuk berkata sejujurnya, sebagaimana dikatakan Yesus: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat” (Mat 5:37). Dalam hal ini mau dikatakan bahwa seorang religius haruslah bersikap jujur

    dan percaya diri. Tidaklah perlu berusaha untuk mengejar harta milik demi

    kepentingan diri sendiri atau karya pelayanan dengan cara menghalalkan segala

    macam cara karena merupakan pelanggaran terhadap kaul kemiskinan. Harta

    bukanlah tujuan utama tetapi dimanfaatkan sebagai sarana mempersembahkan diri

    kepada kehendak Allah.

  • 34

    D. Nilai Kesaksian Kaul Kemiskinan Zaman Sekarang

    Kaul kemiskinan yang diucapkan para religius merupakan tanda sukarela

    untuk mengikut Kristus yang mempunyai nilai kesaksian hidup mereka di tengah

    masyarakat zaman sekarang. Kemiskinan itu hendaknya dihayati dengan tekun

    oleh para religius. Nilai kesaksian tersebut diwujudkan dalam rangka mewartakan

    Kerajaan Allah di tengah kaum miskin agar nilai kesaksian dapat terwujud maka

    para religius harus terlibat dalam kehidupan kaum miskin.

    1. Keterlibatan Kaum Religius Terhadap Kaum Miskin

    Dengan mengikrarkan kaul kemiskinan diharapkan seseorang mampu

    memberikan kesaksian tentang kemiskinan di hadapan kaum miskin secara

    konkret. Hendaknya kemiskinan itu dihayati dengan tekun oleh para religius.

    Penghayatan itu diwujudkan dengan keterlibatan kaum religius terhadap kaum

    miskin merupakan ungkapan paling nyata dengan tindakan konkret seperti yang

    dianjurkan dalam Konsili Vatikn II (PC, 1992 art 13) yang mengatakan: “

    Hendaknya mereka dengan sukarela menyumbangkan sesuatu dari harta milik

    mereka untuk ikut memenuhi kebutuhan-kebutuhan Gereja lainnya dan ikut

    menanggung keperluan hidup kaum miskin”. Tindakan memberi sedekah secara

    otomatis mempunyai keterlibatan terhadap kaum miskin tetapi menuntut kepekaan

    akan kebutuhan mereka. Memberi sedekah dengan hati yang tulus tanpa

    mengharapkan imbalan atau balas jasa, seperti sabda Yesus: “Jika engkau

    memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan

    kananmu” (Mat 6:3). Sikap orang yang peka terhadap kaum miskin menurut

  • 35

    Sebastian (1994: 104) adalah: “Tangan dan hatinya akan terbuka dan terulur untuk

    memberi serta membagi kepada para miskin, namun tetap tengadah dan terarah

    kepada pemberian dari para miskin itu, entah itu jagung bakar atau ketela rebus

    atau bahkan ucapan terima kasih melulu”. Keterlibatan kaum religius pada kaum

    miskin tergantung pada penghayatan terhadap orang miskin. Bila seseorang

    menghayati kemiskinan secara konsekwen maka keterlibatan terhadap kaum

    miskin belum cukup kalau kita hanya bergerak ‘turun ke bawah’ tetapi lebih-lebih

    merupakan suatu usaha untuk menjadi pendamping yang sehati seperasaan. Kita

    bercermin pada Kristus, “.....Ia turut serta dalam kepapaan dan kehinaan manusia.

    Ia merasa kerasan tinggal di tengah-tengah kaum papa, miskin dan kaum hina

    dina, sebab Dia menganggap diri-Nya termasuk golongan mereka” (Bruyan, 1984:

    107). Keterlibatan dengan kaum miskin merupakan usaha menjadi sama dengan

    mereka dalam arti kita mengalami langsung kehidupan kaum miskin.

    2. Solider Dengan Kaum Mskin

    Bersikap solider atau solidaritas harus kita hayati dalam hidup sehari-hari di

    mana saja kita berada. Yesus sendiri hadir dalam diri orang-orang kecil, lemah,

    miskin, dan tertindas. “Dan Raja itu menjawab mereka: Aku berkata kepadamu,

    sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari

    saudaraku yang paling hina ini, kamu lakukan untuk Aku” (Mat 25:40). Orang –

    orang berbuat sesuatu untuk salah satu dari mereka berarti telah berbuat sesuatu

    untuk Yesus, karena Yesus mengindentikkan diri-Nya dengan orang-orang lemah,

    miskin. Dalam hal ini Bruyan (1994: 107) mengatakan: “Jika Kristus telah

  • 36

    menjadi solider dengan manusia yang menderita, kitapun hendaknya demikian

    pula”. Bentuk solider Yesus adalah Ia mendatangi dan hidup bersama kaum

    miskin, lemah dan tertindas. Orang-orang itu miskin tidak punya harta dan

    dipandang rendah. Mereka ini perlu pertolongan dan bantuan melalui penghiburan

    seperti disabdakan Yesus: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah

    karena merekalah yang empunya Kerajaan Allah” (Mat 5:3). Untuk dapat solider

    dengan kaum miskin, para religius perlu membuka hati bagi sesama. Orang-orang

    miskin itu merupakan saudara. Meskipun orang miskin tidak tahu berterima kasih,

    bahkan menyulitkan dan mengecewakan kita, namun mereka tetap saudara kita.

    “Bila kamu hanya mengasihi orang yang mengasihi kamu, manakah pahalamu

    kelak?” (Mat 5:46). Sikap mengakui sesama yang miskin sebagai saudara inilah

    yang dapat membuka hati dan mengembalikan martabatnya sebagai manusia.

    Solider terhadap kaum miskin merupakan kekuatan rohani untuk

    mengalahkan kekuatan egoisme yang menguasai dunia dan diri kita sendiri.

    Jacobs (1987: 100) mengatakan: “Kemiskinan menuntut kita bekerja keras.

    Penghayatan kemiskinan bersama menciptakan suasana di mana kemalasan tidak

    mungkin dan pengangguran bikin malu”. Hal ini makin dipertegaskan lagi dalam

    Konsili Vatikan II (PC, 1992 art 13) dikatakan: “Hendaknya dalam tugas mereka

    masing-masing para anggota merasa diri terikat pada keharusan umum untuk

    bekerja”. Para religius diharapkan mampu untuk bekerja keras. Apapun yang

    diperoleh adalah hasil kerja sendiri bukan menunggu uluran tangan dari orang

    lain. “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat

  • 37

    kepada semua orang” (Gal 6:10). Tindakan solider dengan kaum miskin

    mewujudkan nilai kesaksian di tengah masyarakat.

    3. Kerelaan Berbagi

    “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, jualah segala milikmu dan

    berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di

    surga, kemudian datanglah kemari dan ikutilah Aku” (Mat 19:21). Gagasan pokok

    yang terdapat di dalamnya adalah larangan menumpukkan harta di dunia,

    melainkan rela untuk berbagi harta yang dimiliki kepada sesama saudara yang

    menderita kekurangan.. Seandainya kita tidak dapat membantu secara materiil,

    sumbangan kata-kata dapat sungguh merupakan bantuan yang besar nilainya.

    Berbagi bukan hanya soal rejeki yang kita dapatkan tapi bakat, kemampuan dapat

    juga kita bagikan. Kerelaan berbagi sangat erat hubungannya dengan mengikuti

    Yesus. Hubungan ini dapat ditemukan dalam Konsili Vatikkan II (PC, 1992 art

    13) yaitu: “Kemiskinan sukarela dan rela berbagi merupakan tanda mengikuti

    Kristus, dan kemiskinan itu hendaknya dihayati para religius dengan tekun”. Di

    sini Yesus ditampilkan sebagai teladan dan model untuk rela berbagi. Sebagai

    mana Yesus rela menjadi miskin untuk memperkaya kita, demikianpun kita harus

    rela berbagi untuk memperkaya sesama kita. Kerelaan berbagi dapat dilihat

    sebagai tanda mengikuti Kristus. Mengikuti Kristus merupakan suatu anugerah,

    inisiatifnya datang dari Kristus, karena Kristuslah yang mengundang ataupun

    memanggil. Kristuslah yang memperkenalkan diri dan menganugerahkan

    pengenalan akan diri-Nya. Bila kerelaan berbagi dilihat sebagai tanda mengikuti

  • 38

    Yesus, maka tekad seseorang mengikuti Yesus mengakibatkan adanya sikap lepas

    bebas. Santo Paulus, hidupnya sungguh dikuasai Kristus sehingga ia berani

    berkata: “Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku, sekarang

    kuanggap rugi karena Kristus. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan

    semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Flp

    3:7-8). Bagi Santo Paulus hidup adalah Kristus. Santo Paulus merasa begitu

    bahagia dan beruntung bahwa ia diperkenankan mengenal Kristus. Baginya

    pengenalan akan Kristus lebih bernilai daripada apapun. Berdasarkan pengalaman

    Santo Paulus yang bersikap lepas bebas karena relasinya dengan Kristus.

    Harjawiyata (2003: 242) memberi penekanan mengenai kerelaan berbagi sebagai

    berikut: “Pengenalan akan Kristus itu menjadikan orang lepas bebas dan

    mendorongnya untuk rela berbagi. Sikap lepas bebas yang terungkap dalam

    kerelaan berbagi diakibatkan oleh anugerah pengenalan akan Kristus. Bukan

    kemiskinan, melainkan Kristuslah yang membebaskan”. Orang-orang miskin

    patut dibantu dan diperhatikan karena sungguh membutuhkan pertolongan.

    Berbagi dengan orang yang hina dina berarti berbagi dengan Kristus yang kita

    ikuti.

  • 39

    BAB III

    KEMISKINAN DALAM PELAYANAN DAN PERSAUDARAAN

    BRUDER MARIA TAK BERNODA (MTB)

    Setelah berbicara seputar hidup membiara dan kaul kemiskinan secara

    umum dalam bab II, maka dalam bab III ini kaul kemiskinan akan dibicarakan

    secara lebih khusus sehubungan dengan pelayanan dan persaudaraan Bruder

    Maria Tak Bernoda (MTB).

    A. Kemiskinan Dalam Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB)

    Menghayati kaul kemiskinan berarti menghidupi jalan Yesus yang miskin.

    Yesus lahir dalam kemiskinan dan memilih cara hidup miskinan dalam hidup dan

    karya-Nya. Yesus berkata kepadanya: “Serigala mempunyai liang dan burung

    mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk

    meletakkan kepala-Nya.” (Mat 8:20). Bruder Maria Tak Bernoda sebagai salah

    satu Ordo Ketiga Regular Fransiskan berusaha hidup mengikuti kemiskinan

    Yesus melalui Santo Fransiskus Assisi. Mereka yakin dengan laku tapa dan

    bantuan Allah segala usaha mereka akan berhasil. Dasar kemiskinan yang dihayati

    adalah kemiskinan Yesus yang dikonkretkan dalam kemiskinan Santo Fransiskus

    Assisi yang dituangkan dalam Anggaran Dasar dan Konstitusi Kongregasi.

  • 40

    1. Mengikuti Kristus yang Miskin Melalui Teladan Fransiskus dari Assisi.

    Fransiskus dari Assisi telah memilih kemiskinan sebagai jalan istimewa

    untuk mengikuti Tuhan. Bagi Fransiskus, mengikuti Yesus Kristus berarti

    menepati perkataanNya dan meniru perbuatanNya dalam Injil. Seperti yang

    diungkapkan Yan Ladju (1984: 31) demikian:

    Fransiskus menemukan bahwa Kristus yang mau ditiru dan diikutinya adalah Kristus sebagaimana ditemukannya dalam Injil. Yesus tak punya sumber nafkah, tak punya pengaruh, tak punya kedudukan. Ia miskin sejak lahir dan kemiskinanya itu dibawa sampai ke salib. Yesus yang diikuti Santo Fransiskus adalah Yesus yang miskin, yang

    mengosongkan diri dari kemurahan IlahiNya dan menjadi manusia yang hina dina.

    Ia lahir dan mati dalam kemiskinan. Yesus menghabiskan hidupNya untuk

    melayani orang-orang miskin, tertindas dan buta. Tidak hanya melayani orang

    miskin (option for the poor), tetapi Yesus menjadi orang miskin (to be the poor)

    selama hidup-Nya (Seta. 2003:99). Bagi Fransiskus, Yesus dapat ditemukan

    secara fisik dalam diri orang miskin. Sebagai pengikut Kristus, Fransiskus tidak

    hanya melayani orang miskin tetapi menjadi miskin seperti orang miskin. Setelah

    melepaskan diri dari dunia, maka tidak ada hal lain yang dapat diperbuat kecuali

    mengikuti kehendak Tuhan dan berkenan pada-Nya (AngTBul XXII:9).

    Pilihannya ini mendapat tantangan dari banyak orang termasuk orang tuanya.

    Kecintaannya kepada “Tuan Putri Kemiskinan” menjadikan ia rela meninggalkan

    segala-galanya. Santo Fransiskus bukanlah seorang pendengar Injil yang tuli,

    melainkan seorang yang menyimpan segala sesuatu yang didengarnya dalam

    ingatannya dan berusaha menepatinya. Setelah mendengarkan Injil, Fransiskus

    melepaskan sepatu, tongkat, dan ia puas dengan satu jubah. Ikat pinggang dari

  • 41

    kulit ditukarnya dengan seutas tali. Ia mengenakan jubah dari kain kasar yang

    berbentuk salib (I Cel 1981: IX, art 22)

    Setelah ditangkap “Tuan Putri Kemiskinan”, Fransiskus mengambil

    tindakan hidup miskin. Kristus yang miskin dan telanjang ditemukan Fransiskus

    dalam diri orang miskin terutama dalam diri orang kusta. Ia menjadi senasib

    dengan orang jelata dan yang dipandang hina, orang miskin dan lemah, orang

    sakit dan orang kusta serta pengemis di pinggir jalan (AngTBul IX:2). Semuanya

    ini dilakukan karena ia sungguh mengalami kasih Allah justru dalam diri orang-

    orang miskin. Seluruh cara hidup Fransiskus sungguh mengikuti jejak Tuhan kita

    Yesus Kristus dan menepati Injil Tuhan kita Yesus Kristus (AngBul I:1).

    Fransiskus mau menyerupakan dirinya dengan Tuhan kita Yesus Kristus yang

    telah mengosongkan diri-Nya sendiri dan menjadi sama dengan manusia,

    merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati bahkan sampai mati di kayu salib (Flp

    2:8). Yesus mengosongkan diri agar dapat leluasa berkarya dan berjuang bersama

    orang miskin. Yesus menghendaki agar orang miskin mengalami kasih dan

    keselamatan dari Allah. Yesus mendidik para murid-Nya untuk hidup miskin,

    sederhana dan meninggalkan segala sesuatu yang dicintainya untuk mengikuti-

    Nya. Hal inilah yang diikuti St. Fransiskus Assisi dalam hidupnya. Cita-cita

    eksistensialnya adalah “telanjang mengikuti Kristus yang telanjang” (Alex Anam

    2002: 60) maksudnya miskin mengikuti Kristus yang miskin. Yesus Kristus yang

    tersalib menjadi faktor dominan dalam menentukan kehidupan St. Fransiskus

    Assisi. Antara Fransiskus dan Yesus Kristus terjadi hubungan yang sangat

    mendalam yang memaksa Fransiskus semakin serupa dengan Tuhan yang tersalib.

  • 42

    Fransiskus sadar bahwa semua yang diciptakan Allah sederajat, setara dan

    bersaudara di hadapan Allah sehingga ia menganggap semua yang ada di dunia

    adalah saudara (I Cel. XXI, art 58). Fransiskus telah meneladan kemiskinan

    Yesus dan mengajarkannya kepada para pengikutnya. Mengikuti Yesus bagi

    Fransiskus berarti mengikuti kerangka berpikir/pandangan dan semangat Yesus

    yaitu belarasa terhadap orang miskin dan memberi hidupNya kepada mereka.

    Kongregasi Bruder Maria Tak Bernoda (MTB) berusaha mengikuti Yesus

    yang miskin seturut teladan dan semangat Santo Fransiskus. Anggota Kongregasi

    Bruder Maria Tak Bernoda diharapkan tetap berjiwa miskin dan terlibat dalam

    hidup orang miskin, peka dan tanggap terhadap kebutuhan mereka dan sedapat

    mungkin memberi bantuan. Tetapi barangkali para pengikut St. Fransiskus Assisi

    termasuk anggota Bruder Maria Tak Bernoda kurang berani untuk mewujudkan

    dan melakukan secara radikal, seperti yang telah dilaksanakan oleh Santo

    Fransiskus Assisi.

    2. Kemiskinan Dalam Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular Santo

    Fransiskus dari Assisi.

    Dalam Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular, Fransiskus mem