pemaknaan kharisma kongregasi fransiskanes santa … · 2018. 3. 26. · pemaknaan kharisma...

189
i PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Oleh: Riahukur M. Purba NIM : 031124012 PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2009

Upload: others

Post on 08-Feb-2021

3 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • i

    PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA

    ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT

    PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT

    SANTA ELISABETH MEDAN

    S K R I P S I

    Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

    Oleh:

    Riahukur M. Purba NIM : 031124012

    PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

    JURUSAN ILMU PENDIDIKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

    2009

  • ii

  • iii

  • iv

    PERSEMBAHAN

    Skripsi ini kupersembahkan kepada

    Allah Bapa yang Penuh Kasih

    Persaudaraan Suster Fransiskanes St. Elisabeth dan Yayasan RSE, Medan

    Tim Pastoral Orang Sakit RSE, Medan dan Saudara-saudari yang menderita sakit

    Ayah dan Ibu serta Seluruh Keluarga yang penuh cinta

    almamaterku,

    dan

    Saudara-saudari yang berkehendak baik.

  • v

    MOTTO

    “Allah Adalah Kasih”

    (1Yoh 4:16 )

  • vi

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

    Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

    memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan

    dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

    Yogyakarta, 10 Februari 2009

  • vii

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

    UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Riahukur M. Purba Nomor Mahasiswa : 031124012 Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmah saya yang berjudul: PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA

    ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT

    PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT

    SANTA ELISABETH MEDAN

    Beserta perangkat yang diperlakukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu minta izin dari saya maupun memberi royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 17 April 2009 Yang menyatakan (Riahukur M. Purba)

  • viii

    ABSTRAK

    Judul skripsi ini adalah PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI

    FRANSISKANES SANTA ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT SANTA ELISABETH MEDAN. Pemilihan judul ini didasari oleh keprihatinan penulis terhadap pendampingan Tim pastoral orang sakit bagi pasien rawat inap di Rumah sakit St. Elisabeth (RSE), Medan. Fakta menunjukkan bahwa pelaksanaan pendampingan Tim pastoral orang sakit terhadap pasien di RSE Medan belum sepenuhnya disemangati oleh kharisma kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE). Pendampingan yang dilakukan Tim pastoral orang sakit berjalan seadanya. Dan ada kecenderungan bahwa pendampingan terhadap pasien sebatas urusan Sakramen semata.

    Keprihatinan di atas menjadi latar belakang penulisan skripsi ini. Skripsi ini dimaksudkan untuk membantu Tim pastoral orang sakit RSE untuk dapat memberikan pendampingan yang lebih baik. Oleh karena itu, tim akan dibantu meningkatkan semangat pendampingan terhadap pasien dengan memaknai kharisma kongregasi FSE, dengan menggunakan katekese model Shared Christian Praxis (SCP). Model katekese ini adalah katekese model dialog partisipatif. Tim akan dituntun untuk sampai pada suatu refleksi yang dalam. Sejauh mana Tim pastoral orang sakit RSE menyadari pentingnya pemaknaan terhadap kharisma kongregasi FSE dalam pendampingan terhadap pasien? Usaha apa yang harus dibuat untuk membantu Tim dalam meningkatkan pemaknaan dan penghayatan terhadap kharisma kongregasi FSE?

    Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitis berdasarkan pengalaman dan pengamatan penulis. Penulis juga menggunakan data sekunder yang diperoleh dan hasil wawancara dengan anggota Tim pastoral orang sakit di RSE. Selain itu, penulis juga menggunakan studi pustaka untuk memperoleh pemikiran-pemikiran maupun gagasan baru yang dapat mendukung untuk meningkatkan semangat pendampingan Tim pastoral orang sakit RSE sesuai dengan kharisma kongregasi.

    Hasil akhir menunjukkan bahwa katekese model Shared Christian Praxis terbukti berhasil membantu Tim pastoral orang sakit RSE dalam meningkatkan semangat pendampingan terhadap pasien rawat inap dengan memaknai kharisma kongregasi FSE. Dengan model katekese ini mereka dapat merefleksikan pengalaman hidup dalam mendampingi pasien.

  • ix

    ABSTRACT

    The title of this writing is FRANSISKANES SANTA ELISABETH CONGREGATION CHARISMA IN INCREASING THE ASSISTANCE SPIRIT OF PASTORAL TEAM FOR THE SICK IS SINT ELISABETH HOSPITAL MEDAN. The choosing of this title is based on the writer’s concern towards the assistance of the sick-pastoral Team in St. Elisabeth Hospital (RSE), Medan. The fact is that the assistance given by sick-pastoral Team to the patient in RSE has not been fully inspired by the charism of the congregation of the Franciscans of St. Elisabeth (FSE). It is not well-prepared and planed. Even, there is tendency to see that assistance is merely a matter of sacrament.

    Taking this fact as a concern, the writer has been prompted and eager to compose this writing. It is meant to be a help for the RSE sick-pastoral Team that they may give a better assistance. By it, the team will helped to enhance the spirit of assistance to the patient by living out the charism of the congregation of FSE through the Shared Christian Praxis (SCP) Model of catechism. This model of catechism offers a participative dialog. The team will be led to a deep reflection of their assistance. How far the RSE sick-pastoral Team realizes the importance of living out the charism of the congregation in assistance of the sick? What afford should be made to help the Team in living out the charism of the congregation of FSE.

    In composing this writing, the writer uses the descriptive-analytic method based on the writer’s experience and observation. The writer also uses the secondary data and the interview with the personnel of the FSE sick-pastoral care Team. Beside that, the writer also uses literature study in which the writer found new thoughts and ideas supporting the spirit of assistance for RSE sick-pastoral Team according to the charism of the congregation of FSE.

    The final result shows that this Shared Christian Praxis Model of catechism is very helpful for the RSE sick-pastoral Team to enhance the spirit of assistance to the patient. Through this catechism, the team is able to reflect their experience of life in assistance of the patient.

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih-Nya yang

    melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA

    ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT

    PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT

    SANTA ELISABETH MEDAN”.

    Penulisan skripsi ini diilhami oleh keterlibatan penulis sendiri dalam

    pendampingan terhadap orang sakit sebagai seorang anggota Tim pastoral orang

    sakit di Rumah Sakit St. Elisabeth (RSE) Medan. Sebagai seorang anggota

    persaudaraan FSE penulis merasa bahwa semangat pendampingan terhadap orang

    sakit (pasien) penting dan perlu ditingkatkan. Pasien tetap dibantu agar tetap

    beriman, mempunyai harapan dan mampu memaknai derita yang dialami.

    Tim pastoral orang sakit adalah orang yang secara khusus mendampingi

    pasien dalam segala keberadaan mereka. Suatu tugas yang tidak mudah berhadapan

    dengan berbagai macam pribadi dan situasi pasien maupun keluarga. Pendamping

    diharapkan tetap mempunyai semangat, kesabaran dan iman akan Allah.

    Penulis merasa penting memberi perhatian terhadap kekhasan pelayanan di

    RSE sesuai kharisma kongregasi FSE yaitu, “Daya kasih Kristus yang

    menyembuhkan..” terinspirasi dari Mat 25:35 “ ketika Aku sakit kamu melawat aku”

    (motto FSE dan RSE). Pemaknaan kharisma ini penting dalam pendampingan

    terhadap orang sakit.

    Untuk meningkatkan semangat pendampingan Tim pastoral orang sakit perlu

    diadakan suatu usaha pendampingan terhadap Tim pastoral orang sakit. Usaha

  • xi

    pendampingan tersebut berupa katekese. Diharapkan dengan pendampingan terhadap

    Tim pastoral orang sakit ini, sungguh membantu mewujudkan cita-cita pelayanan

    RSE Medan.

    Skripsi ini berhasil disusun tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai

    pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis dengan hati

    yang tulus mengucapkan terima kasih kepada:

    1. Dra. J. Sri Murtini, M. Si., selaku dosen pembimbing utama yang telah

    mendampingi, membimbing, memberikan perhatian dan sumbangan pemikiran,

    mengkritik, dan memotivasi penulis dalam proses penulisan skripsi ini.

    2. Dr. C. Putranta, S.J., selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah bersedia

    mendampingi membimbing dan memotivasi penulis selama ini.

    3. P. Banyu Dewa HS., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji III yang telah bersedia

    meluangkan waktu untuk mempelajari keseluruhan isi dari skripsi ini.

    4. Segenap staf dosen dan karyawan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan

    Pendidikan Agama Katolik, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Ilmu Keguruan

    dan Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang mendidik,

    membantu, dan memberi teladan yang baik bagi penulis selama studi sampai

    selesainya penulisan skripsi ini.

    5. Dewan Pemimpin Umum Persaudaraan FSE, yang memberikan kesempatan,

    kepercayaan, perhatian dan segala dukungan selama kuliah hingga

    menyelesaikan skripsi ini.

    6. Para Saudari FSE Komunitas Don Bosco Yokyakarta yang setia mendoakan,

    memberi perhatian, pengertian serta mendukung dengan berbagai cara.

    7. Seluruh persaudaraan FSE yang memberi perhatian dan dukungan dengan

    caranya masing-masing.

  • xii

    8. Ayah, Ibu, Saudara-saudariku dan seluruh keluarga yang sungguh mencintai,

    mendoakan, memotivasi, menyapa serta meneguhkan penulis.

    9. Teman-teman mahasiswa IPPAK USD, Yogyakarta.

    10. Sahabat yang dikaruniakan Tuhan dalam hidup penulis yang selalu setia

    mendoakan dan mendukung dengan penuh cinta.

    11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, yang telah memberi

    bantuan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.

    Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan, pemahaman dan pengalaman

    sehingga penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Karena itu, penulis

    mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi perbaikan skripsi ini.

    Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan banyak manfaat bagi pembaca

    sekalian.

    Yogyakarta, 10 Februari 2009

  • xiii

    DAFTAR ISI

    Halaman

    JUDUL................................................................................................................. i

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii

    PENGESAHAN................................................................................................... iii

    PERSEMBAHAN................................................................................................ iv

    MOTTO ............................................................................................................... v

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .............................................................. vi

    LEMBARAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

    ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................. vii

    ABSTRAK........................................................................................................... viii

    ABSTRACT......................................................................................................... ix

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... x

    DAFTAR ISI........................................................................................................ xiii

    DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... xviii

    BAB I. PENDAHULUAN................................................................................... 1

    A. Latar Belakang ....................................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah .................................................................................. 8

    C. Tujuan Penulisan.................................................................................... 8

    D. Manfaat Penulisan.................................................................................. 9

    E. Metode Penulisan ................................................................................... 9

    F. Sistematika Penulisan ............................................................................. 10

    BAB II. KETERLIBATAN KONGREGASI FRANSISKANES ST. ELISA-

    BETH DALAM PENDAMPINGAN PADA ORANG SAKIT .......... 12

    A. Sejarah Singkat Kongregasi Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE)......... 13

    1. Cikal Bakal Kongregasi FSE ........................................................... 13

    2. Riwayat Singkat Pendiri Kongregasi FSE ....................................... 16

    3. Misi Kongregasi FSE di Indonesia .................................................. 19

    B. Kharisma dan Spiritualitas ................................................................... 21

    1. Kharisma .......................................................................................... 21

    a. Arti Kharisma ............................................................................... 21

    b. Kharisma Tarekat Religius ............................................................ 23

    c. Kharisma Kongregasi FSE ............................................................ 24

  • xiv

    2. Spiritualitas Dalam Lingkup Gereja ................................................ 28

    a. Arti Spiritualitas ........................................................................... 28

    b. Unsur-unsur Spiritualitas .............................................................. 29

    c. Spiritualitas Tarekat Religius ........................................................ 33

    3. Spiritualitas FSE Berdasarkan Semangat Fransiskan ...................... 35

    a. Spiritualitas Fransiskan ................................................................. 35

    b. Pengalaman St. Fransiskus Asisi Sebagai Cara Hidup

    Mengikuti Yesus ........................................................................... 37

    c. Spiritualitas FSE ........................................................................... 41

    C. Perutusan Kongregasi FSE ................................................................... 45

    1. Tugas Perutusan Gereja ................................................................... 46

    2. Perutusan Kongregasi FSE .............................................................. 50

    a. Karya Perutusan FSE .................................................................... 51

    b. Karya-karya Kongregasi FSE di Indonesia .................................. 52

    c. Karya Pastoral di Rumah Sakit St. Elisabeth ................................ 54

    BAB III. PENDAMPINGAN PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH

    SAKIT ST. ELISABETH ................................................................... 60

    A. Situasi Hidup Orang Sakit Pada Umumnya ......................................... 60

    1. Pengertian Sakit ............................................................................... 61

    a. Sakit Dalam Pandangan Medis ...................................................... 61

    b. Sakit Dalam Pedoman Etis dan Pastoral Rumah Sakit

    Katolik (KWI) .…………………………………………............... 61

    c. Sakit Menurut Pandangan Teologis ............................................... 62

    d. Sakit Menurut St. Fransiskus dari Asisi......................................... 63

    2. Keadaan Orang Sakit ....................................................................... 64

    3. Kebutuhan Orang Sakit .................................................................... 65

    4. Tugas Hidup Orang Sakit ................................................................ 66

    B. Pendampingan Pastoral Bagi Orang Sakit Dalam Gereja..................... 70

    1. Pengertian Pastoral .......................................................................... 71

    2. Pelayanan Pastoral ............................................................................ 72

    3. Pastoral Orang Sakit Bagian Tugas Gereja....................................... 73

    a. Pengertian Pastoral Orang Sakit ................................................... 74

    b. Medan Pelayanan Pastoral Orang Sakit........................................ 74

  • xv

    c. Tujuan Pendampingan Pastoral Orang Sakit ............................... 77

    d. Pentingnya Pendampingan Pastoral Orang Sakit ....................... 78

    e. Peranan Pendampingan Pastoral Orang Sakit ............................. 80

    C. Konsep Pendampingan Orang Sakit di Rumah Sakit St. Elisabeth ...... 80

    1. Meneladani Semangat St. Fransiskus dari Asisi ............................... 82

    a. Membawa Kedirian ....................................................................... 82

    b. Persaudaraan Dalam Semangat Kerendahan Hati ......................... 82

    c. Cinta Kasih .................................................................................... 83

    d. Berdoa dan Mendoakan Saudara yang Sakit ................................. 85

    e. Semuanya Untuk Kemuliaan dan Kehormatan Allah ................... 85

    2. Meneladani St. Elisabeth Hongaria ................................................. 86

    a. Penyerahan Diri Pada Allah .......................................................... 87

    b. Dekat Dengan Allah dan Sesama di Dalam Cinta ………............. 88

    c. Berguru Pada Hati. ........................................................................ 89

    d. Menemukan Kristus Dalam Diri Penderita.................................... 90

    e. Kegembiraan Yang Sejati Cinta Kasih ......................................... 91

    D. Faktual Pelaksanaan Pendampingan Tim Pastoral bagi Pasien di

    Rumah Sakit St. Elisabeth ................................................................... 93

    1.Keberadaan Tim Pastoral Orang Sakit di Rumah Sakit

    St. Elisabeth ....................................................................................... 93

    a. Anggota Tetap .............................................................................. 93

    b. Tenaga Volunteer ......................................................................... 94

    2. Proses Pelaksanaan Pendampingan Pastoral Orang Sakit ................ 95

    a. Proses Pendampingan Oleh Anggota Tetap ................................. 97

    b. Proses Pendampingan Oleh Tenaga Volunteer ............................. 104

    3. Prioritas Dalam Pendampingan di Rumah Sakit St. Elisabeth ......... 106

    4. Kesulitan-kesulitan Yang Dialami oleh Tim Pastoral Orang Sakit .. 107

    a. Kesulitan Dari Pendamping Pastoral Sendiri ............................... 108

    b. Kesulitan Dari Pihak Pasien dan Keluarga ................................... 108

    c. Kesulitan Dari Pihak Rumah Sakit ............................................... 109

    E. Penggunaan Sarana Dalam Pelaksanaan Pendampingan ..................... 111

    1. Audio Pastoral .................................................................................. 111

    2. Buku-buku Rohani ........................................................................... 112

  • xvi

    3. Ruangan Ibadat ................................................................................ 112

    F. Refleksi Atas Pelaksanaan Pendampingan Pastoral .............................. 112

    G. Pendampingan Untuk Tim Pastoral Orang Sakit ................................. 115

    1. Pentingnya Pendampingan Untuk Tim Pastoral Orang Sakit .......... 115

    2. Tujuan Pendampingan Terhadap Tim Pastoral Orang Sakit ........... 116

    BAB IV. KATEKESE MODEL SCP (SHARED CHRISTIAN PRAXIS) SEBAGAI USAHA UNTUK PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FSE DALAM PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT ST. ELISABETH MEDAN ................................................................. 118

    A. Paham Katekese.................................................................................... 118

    1. Pengertian katekese .......................................................................... 118

    2. Tujuan katekese ................................................................................ 121

    3. Isi katekese........................................................................................ 123

    B. Pemilihan Shared Christian Praxis (SCP) Sebagai Model Katekese

    Yang Sesuai Untuk Pendampingan Tim Pastoral Orang Sakit ............ 124

    C. Shared Christian Praxis (SCP), Model Katekese Yang Dipilih

    Untuk Usaha pendampingan Tim Pastoral Orang Sakit ....................... 126

    1. Pengertian Model Katekese SCP: ..................................................... 126

    2. Langkah-langkah SCP ...................................................................... 129

    a. Langkah pendahuluan .................................................................... 129

    b. Langkah pertama: Pengungkapan Pengalaman Hidup Faktual .... 129

    c. Langkah kedua: Refleksi Kritis Atas Sharing Pengalaman Hidup

    Faktual ......................................................................................... 130

    d. Langkah ketiga: Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani

    lebih Terjangkau ........................................................................... 130

    e. Langkah keempat: Interpretasi/Tafsir Dialektis Antara Tradisi dan

    Visi Kristiani Dengan Tradisi dan Visi Peserta .............................. 131

    f. Langkah kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya

    Kerajaan Allah di Dunia Ini............................................................ 132

    D. Usulan Program Katekese dan Contoh Persiapan Katekese Untuk

    Tim Pastoral Orang Sakit ....................................................................... 132

    1. Latar Belakang dan Tujuan Pembuatan Program ............................ 133

    2. Materi Program ................................................................................ 133

  • xvii

    3. Penjabaran Program Katekese ......................................................... 135

    4. Contoh Persiapan Katekese .............................................................. 139

    BAB V PENUTUP ............................................................................................ 151

    A. Kesimpulan ............................................................................................ 151

    B. Saran ..................................................................................................... 155

    DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 156

    LAMPIRAN ..................................................................................................... 160

    Lampiran 1 : Tuntunan Pertanyaan Wawancara ................................................. (1)

    Lampiran 2 : Kisah dr. Eleanor Chesnut“Menjadi Pelayan Bagi Sesama” ....... (2)

    Lampiran 3 : Lagu Hymne Elisabeth .................................................................. (3)

    Lampiran 4 : Lagu Mars Elisabeth ..................................................................... (4)

  • xviii

    DAFTAR SINGKATAN

    A. Singkatan Kitab Suci

    Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

    Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada

    Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik

    Indonesia dalam rangka PELITA). Ende: Arnoldus, 1978/1979, hal. 8.

    B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

    AA :Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang

    Kerasulan Awam, 18 November 1965.

    CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus

    UU kepada para Uskup, Klerus, dan segenap umat beriman tentang

    Katekese Masa Kini, 16 Oktober 1979.

    EN : Evangelii Nuntiandi, Ajakan apostolik Paus Paulus VI tentang

    Pewartaan Injil dalam Dunia Modern, 8 Desember 1975.

    GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang

    Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.

    LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang

    Gereja, 21 November 1964.

    C. Singkatan Lain

    Art : Artikel

    AD III Reg : Anggaran Dasar Ordo Ketiga Regular

    Ang. Tbula : Anggaran dasar tanpa bulla

    Dep. Dokpen : Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI

  • xix

    FSE : Fransiskanes Santa Elisabeth

    Fioretti : ”Kuntum-kuntum kecil” (kisah hidup St. Fransiskus Asisi).

    IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

    KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

    KHK : Kitab Hukum Kanonik

    Konst. : Konstitusi

    Kan : Kanon

    MAWI : Majelis Wali Gereja Indonesia

    OFM Cap : Ordo Fratrum Minorum Capusin

    Psl : Pasal

    PERDHAKI : Persatuan Dharma Karya Indonesia

    Prodi : Program Studi

    RSE : Rumah Sakit St. Elisabeth

    SCP : Shared Ciristian Praxsis

    St : Santo atau Santa

    SEKAFI : Sekretariat Keluarga Fransiskan Indonesia

    UGD : Unit Gawat Darurat

    USD : Universitas Sanata Dharma

    PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pengalaman sakit merupakan suatu realitas dalam kehidupan manusia yang

    tidak dapat disangkal sekaligus merupakan tanda kebakaan manusia sebagai mahluk

    ciptaan Tuhan. Pengalaman sakit bukanlah suatu pengalaman yang mudah diterima

    apalagi penyakit yang diderita bukan penyakit ringan tetapi merupakan penyakit

    serius. Dalam menghadapi situasi sakit, manusia mempunyai reaksi yang berbeda-

    beda sesuai dengan pengaruh pengalaman itu pada kehidupannya dan bagaimana

    seseorang bersikap terhadap pengalaman sakit itu. Menurut Kieser “mereka yang

    menderita sakit beraneka ragam, ada yang tanpa harapan, putus asa, tak berdaya,

    sengsara, hancur, hilang bentuk, sedih, sepi, aib dan malu” (Kieser, 1996:325).

    Penderitaan karena sakit merupakan beban dalam hidup, bila kita tidak mampu

    memaknai penderitaan itu.

    Tidak ada manusia yang mengharapkan kemalangan atau penyakit. Setiap

    orang tentu mengharapkan diri atau keluarganya selalu sehat dan bahagia, tetapi tentu

    hal itu tidak mungkin. Selama manusia masih hidup di dunia ini, manusia selalu

    dihadapkan pada kenyataan hidup antara kebahagiaan dan penderitaan. Dalam

    kenyataan inilah manusia ditantang untuk melihat suatu realitas dirinya yang

    membutuhkan orang lain untuk menemani dengan setia.

    Dua sisi kehidupan ini rasanya lengkap ketika melihat realitas di sebuah

    rumah sakit, yang menampilkan gambaran kehidupan manusia di dunia ini. Di

    dalamnya mencerminkan pengalaman manusia yang mengalami suatu kegembiraan,

  • 2

    pergulatan dan pemberontakan, tawar menawar, ketegangan, kecemasan, hingga

    pengalaman yang sungguh menyedihkan. Suatu kegembiraan dapat kita lihat ketika

    sebuah keluarga menyambut seorang anak yang dirindukan lahir dengan selamat, atau

    melihat angota keluarga yang mengalami kesembuhan. Sebaliknya ada suatu

    pergulatan ketika melihat anggota keluarga yang sedang sakit dan berjuang dalam

    penderitaannya. Bahkan banyak pengalaman yang sungguh menyedihkan ketika

    harus melepas anggota keluarga karena meninggal dunia. Disadari atau tidak,

    pengalaman-pengalaman ini senantiasa mewarnai kehidupan setiap orang selama

    masih ada di dunia ini. Pengalaman sakit ternyata bukanlah suatu hal yang mudah

    diterima seperti ketika mengalami kegembiraan. Karena pada umumnya orang yang

    menderita sakit akan berontak, walaupun mereka merasa tidak berdaya sedikitpun

    (Kieser, 1996:325).

    Ketika tertimpa penyakit setiap orang akan berusaha untuk sembuh dengan

    berbagai macam usaha. Salah satunya adalah mencari bantuan perawatan medis di

    rumah sakit, dengan harapan akan mendapat pelayanan lebih baik dan memuaskan

    dalam proses penyembuhan. Dalam hal ini, kehadiran karya kesehatan atau rumah

    sakit yang siap melayani akan sangat penting. Pelayanan sepenuh hati sungguh

    dibutuhkan oleh penderita karena mereka sepenuhnya tergantung kepada bantuan

    orang lain yang mencintai dan menemani mereka dalam situasi yang rapuh itu.

    Gereja senantiasa berpihak pada orang-orang yang menderita sama dengan

    teladan Yesus Kristus semasa hidup-Nya. Yesus memberikan perhatian yang

    istimewa pada orang-orang yang menderita dan menyembuhkan mereka yang sakit.

    Keberpihakan Gereja itu secara jelas dapat dilihat dalam Dokumen Konsili Vatikan II

    teristimewa dalam Gaudium et Spes, ”duka dan kecemasan orang-orang zaman

  • 3

    sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan

    kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga” (GS, art.1).

    Karya kesehatan merupakan suatu tugas perutusan Gereja yang khusus

    membantu orang-orang yang menderita sakit. Gereja senantiasa memperhatikan

    kebutuhan konkrit umatnya, teristimewa mereka yang sangat membutuhkan bantuan.

    Perutusan Gereja ini menjadi tugas perutusan setiap orang Kristen demi suatu karya

    keselamatan. Setiap orang berhak mendapat perlakuan yang manusiawi dari

    sesamanya dan penghargaan martabat sebagai mahluk ciptaan yang mulia sekalipun

    dalam keadaan yang kurang menguntungkan secara manusiawi. Tugas perutusan

    Gereja ini menjadi tugas perutusan lembaga-lembaga dalam Gereja yang senantiasa

    memperhatikan keprihatinan yang ada di tengah-tengah umat manusia. Sebagai

    pengikut Yesus Kristus semua harus terlibat dalam karya keselamatan sesuai dengan

    kemampuan dan bidang masing-masing.

    Kongregasi Fransiskanes St. Elisabeth (FSE) Medan yang mengikuti Yesus

    Kristus lewat teladan St. Fransiskus dari Asisi dan St. Elisabeth dari Hongaria, juga

    ikut ambil bagian dalam tugas perutusan Gereja di berbagai bidang kehidupan. Di

    antaranya karya kesehatan (rumah sakit) yang menjadi prioritas utama dalam

    Kongregasi ini, yang sesuai dengan sejarah berdirinya bersama keprihatinan Gereja

    saat itu. Seluruh gerak hidup Kongregasi disemangati dan dijiwai oleh Kharisma

    Kongregasi yang ada dalam rumusan “ Daya Kasih Kristus Yang Menyembuhkan

    Orang-Orang Yang Kecil dan Menderita, Sampai Rela Wafat Di Kayu Salib”

    (Konst.FSE, 2000:7). Warisan ini terinspirasi dari Injil Matius 25:36, ”ketika Aku

    sakit kamu melawat Aku”. Untuk menunjang karya ini Kongregasi FSE mendirikan

  • 4

    Rumah Sakit St. Elisabeth (RSE) Medan yang terbuka bagi masyarakat luas dan siapa

    saja yang datang membutuhkan pelayanan.

    Pelayanan di RSE Medan pada umumnya diwarnai dengan pelayanan yang

    berciri khas Katolik, terbuka dan menghormati siapa saja dan secara khusus

    memperhatikan semangat pelayanan yang ada dalam Kongregasi FSE yang

    diwariskan oleh ibu pendiri Sr.M. Mathilda Leenders, “Daya Kasih Kristus Yang

    Menyembuhkan...”. Pelayanan di RSE memadukan pelayanan secara medis dan

    pendampingan secara rohani. Hal ini sebagai penghormatan terhadap pribadi pasien

    yang bermartabat mulia, sekalipun situasi mereka kurang menguntungkan.

    Pendampingan ini dikenal dengan pastoral orang sakit yang biasa disebut dengan

    istilah Pastoral Care yang menjadi nilai tersendiri dalam pelayanan di RSE Medan.

    Pendampingan terhadap pasien selama perawatan menjadi kebutuhan yang

    penting baik oleh dokter, perawat, pegawai, maupun pastoral orang sakit. Mengingat

    situasi dan keadaan orang sakit yang sungguh membutuhkan perhatian dan

    pendampingan dalam hal rohani, maka penting pendampingan yang khusus untuk

    menemani, berempati dan mendengarkan mereka. Untuk itu dibentuk suatu Tim

    untuk mendampingi dan memperhatikan kebutuhan rohani orang sakit yaitu Tim

    Pastoral orang sakit, karena diyakini penyembuhan tidak cukup dengan usaha medis

    saja tetapi dibutuhkan sentuhan-sentuhan kasih (Melanie, 1989:231). Pendampingan

    pastoral orang sakit terhadap pasien merupakan usaha pelayanan yang seimbang

    antara pelayanan medis dan aspek lain yang ada dalam diri pasien, mis: hubungan

    sosial, spiritual (hidup kerohanian) pasien. Penyembuhan yang diusahakan tidak

    cukup hanya pengobatan medis (fisik) namun harus memperhatikan kebutuhan yang

    lebih dalam yaitu kebutuhan rohani dan kebutuhan spiritual walaupun segi ini kadang

  • 5

    terabaikan. Karena dengan penderitaan fisik, biasanya psikis, relasi dan keberimanan

    seseorang juga ikut terganggu. Penyembuhan yang diharapkan adalah penyembuhan

    yang utuh sebagai suatu penghormatan bagi martabat manusia. Tim Pastoral orang

    sakit hadir sebagai teman dalam pergulatan, penderitaan maupun proses

    penyembuhan. Ini merupakan medan pastoral yang meliputi seluruh pribadi pasien.

    Hal ini merupakan pesan-pesan KWI kepada Karya-karya Kesehatan Katolik di

    Indonesia (Hadisumarta, 1987:5).

    Rumah Sakit St. Elisabeth Medan yang mempunyai motto “ketika Aku sakit

    kamu melawat Aku,” (Mat 25:36), senantiasa berusaha memberikan pelayanan yang

    terbaik sesuai dengan kharisma. Dalam hal ini memperhatikan penyembuhan yang

    menyeluruh bagi para pasien yang merindukan kesembuhan. Namun dalam

    perjalanan waktu ada fakta yang memperlihatkan bahwa pengembangan pelayanan di

    bidang medis lebih mendapat perhatian dari pada bidang pendampingan pastoral

    orang sakit.

    Tim pastoral orang sakit bergerak dalam pelayanan pendampingan orang sakit

    senantiasa berusaha mendampingi dengan penuh perhatian dan pengabdian, supaya

    pasien tetap berpengharapan. Tim pastoral orang sakit sering dihadapkan pada situasi

    yang sulit. Misalnya pasien yang dalam penolakan terhadap penyakit, tawar-menawar

    dan berbagai reaksi yang lain. Berbagai situasi pasien itu membutuhkan semangat

    pendampingan yang penuh kesabaran, empati dan kesetiaan.

    Berhadapan dengan situasi-situasi pasien yang sulit dan berat, medorong Tim

    pendamping Pastoral untuk tetap setia dalam tugas panggilan perutusan mereka.

    Tetapi disisi lain keadaan demikian sering mempengaruhi kehidupan dan hidup

    keberimanan Tim Pastoral orang sakit. Tidak jarang diantara mereka ada yang jatuh

  • 6

    sakit, bahkan harus diopname, mungkin karena kelelahan atau stres saat melakukan

    pendampingan pada pasien atau keluarga pasien. Masalah-masalah yang dihadapi

    sedemikian kompleks. Kekurang seimbangan tenaga pastoral orang sakit dengan

    jumlah pasien yang harus didampingi adalah salah satu penyebabnya. Selain itu,

    anggota Tim kurang dipersiapkan untuk tugas pendampingan orang sakit. Dituntut

    kedewasaan dan kematangan pribadi dari seorang pendamping orang sakit, sehingga

    mampu menjadi pendamping yang setia untuk mendengarkan, sabar dan berempati.

    Tim Pastoral orang sakit perlu dipersiapkan, baik dari segi pengetahuan dan

    ketrampilan serta hal-hal yang mendukung untuk tugas pendampingan mereka

    terhadap orang sakit (pasien). Lebih penting lagi bahwa Tim Pastoral orang sakit

    perlu meningkatkan pemaknaan dan penghayatan terhadap kharisma Kongregasi

    yaitu, “Daya kasih Kristus yang menyembuhkan...” yang terinspirasi dari Injil Mat

    25:36, ”Ketika Aku sakit kamu melawat Aku”, dan sesuai dengan keteladanan St.

    Fransiskus Asisi dan St. Elisabeth Hongaria.

    Situasi ini menuntut Tim pastoral orang sakit RSE Medan untuk senantiasa

    tekun menggali makna kharisma Kongregasi dalam tugas pelayanan dan

    pendampingan mereka kepada orang sakit. Semangat hidup dan pendampingan

    mereka dijiwai oleh semangat Yesus yang senantiasa hadir sebagai penyembuh.

    Kesembuhan yang sejati itu ada dan berasal dari Dia yang memberikan daya-Nya

    kepada setiap orang. Mengandalkan Allah dalam tugas pendampingan akan

    memampukan mereka senantiasa kuat dan setia dalam tugas pelayanan dan

    pendampingan sekalipun penuh pengorbanan dan tantangan. Daya Kasih Kristus

    yang menyembuhkan, pertama-tama harus dialami dalam dirinya sendiri, sehingga

    mereka mampu menghayati dalam kehidupan dan pendampingan kepada pasien.

  • 7

    Yesus Kristus memberikan daya kasih-Nya kepada mereka dalam setiap pengalaman

    hidup. Maka Tim Pastoral orang sakit juga didorong untuk mencintai orang-orang

    yang menderita. Dalam hal ini mereka yang menderita sakit dan yang dirawat di

    rumah sakit.

    Menyadari bahwa tugas sebagai pendamping orang sakit adalah suatu

    panggilan khusus maka dibutuhkan suatu relasi yang mendalam dengan Tuhan

    sehingga para pendamping orang sakit dapat membantu orang sakit memaknai

    penderitaannya dan memberi arti positif terhadap penderitaan mereka (Melania,

    1989:229). Tim Pastoral orang sakit di RSE harus berjuang menggali lebih dalam

    makna kharisma kongregasi untuk meningkatkan pemaknaan mereka terhadap

    kharisma kongregasi, sehingga mereka sungguh menghayati dan menghidupi

    pelayanan mereka dalam mendampingi orang sakit.

    Tim Pastoral orang sakit kiranya membutuhkan hal-hal yang dapat membantu

    mereka untuk meningkatkan penghayatan dan pemaknaan tentang kharisma

    Kongregasi untuk pendampingan yang penuh persaudaraan dan cinta yang tulus pada

    pasien serta hidup keberimanan mereka terhadap Yesus Kristus sebagai Gembala

    utama. Maka dengan melihat kebutuhan dan keprihatinan ini, penulis merasa

    terpanggil untuk membantu Tim Pastoral orang sakit di RSE dalam pemaknaan

    Kharisma Kongregasi FSE dengan mengusulkan sebuah katekese model SCP (Shared

    Christian Praxis). Untuk tujuan ini penulis memberi judul pada karya tulis ini:

    PEMAKNAAN KHARISMA KONGREGASI FRANSISKANES SANTA

    ELISABETH DALAM RANGKA MENINGKATKAN SEMANGAT

    PENDAMPINGAN TIM PASTORAL ORANG SAKIT DI RUMAH SAKIT

    SANTA ELISABETH MEDAN.

  • 8

    B. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah-masalah yang akan dibahas

    dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

    1. Apa makna Kharisma Kongregasi FSE bagi Tim Pastoral Orang Sakit di RSE

    Medan ?

    2. Sejauh mana Tim Pastoral Orang Sakit menyadari pentingnya pemaknaan terhadap

    kharisma Kongregasi FSE dalam pendampingan kepada pasien di RSE Medan?

    3. Upaya apa yang harus dibuat untuk membantu Tim Pastoral orang sakit

    meningkatkan penghayatan Kharisma Kongregasi FSE sehingga dapat

    mendampingi lebih baik?

    C. Tujuan Penulisan

    Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah :

    1. Menemukan makna Kharisma Kongregasi FSE dalam pendampingan orang sakit

    yang menyembuhkan.

    2. Menemukan gambaran pelayanan pendampingan Tim pastoral orang sakit dalam

    menghayati tugas mereka sesuai dengan Kharisma Kongregasi FSE (Daya Kasih

    Kristus yang menyembuhkan…).

    3. Menemukan usaha yang dapat membantu Tim pastoral orang sakit dapat

    mendampingi pasien lebih baik.

    4. Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program

    Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik, Fakultas Keguruan

    dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.

  • 9

    D. Manfaat Penulisan

    Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah :

    1. Bagi penulis sendiri merasa diperkaya dalam pengetahuan, pengalaman,

    khususnya pendampingan orang sakit sesuai dengan Kharisma Kongregasi FSE.

    2. Memberikan sumbangan bagi pelayanan Tim pastoral orang sakit di RSE

    Medan

    3. Bagi para suster FSE yang berkarya dalam bidang kesehatan lebih menyadari

    tugas perutusan mereka

    4. Bagi yayasan, direktur dan semua yang terkait dalam kepengurusan yayasan RSE

    Medan lebih menyadari pentingnya pendampingan Pastoral orang sakit.

    5. Untuk Karyawan dan karyawati RSE Medan, ambil bagian dalam pendampingan

    lewat tugas mereka

    E. Metode Penulisan

    Metode penulisan yang digunakan adalah metode deskriptif analitis. Penulis

    akan menggambarkan realitas lapangan melalui pengalaman penulis dalam

    keterlibatan dalam pendampingan orang sakit di rumah sakit, dan wawancara yang

    diadakan terhadap pendamping orang sakit, ditambah dengan data sekunder yang

    telah diperoleh sabelumnya. Keadaan aktual pemaknaan kharisma kongregasi dalam

    pastoral orang sakit di RSE Medan kemudian dianalisa berdasarkan pemaparan isi

    kajian pustaka yang dapat mendukung.

  • 10

    F. Sistematika Penulisan

    Skripsi ini mengambil judul “Pemaknaan Kharisma Kongregasi Fransiskanes

    Santa Elisabeth Dalam Rangka Meningkatkan Semangat Pendampingan Tim Pastoral

    Orang Sakit di RSE Medan” yang diuraikan dalam lima bab:

    BAB I. Pendahuluan

    Bab pertama ini berisi pendahuluan yang menguraikan Latar belakang,

    Rumusan masalah, Tujuan penulisan, Manfaat penulisan, Metode penulisan

    dan Sistematika penulisan.

    BAB II. Keterlibatan Kongregasi FSE Dalam Pendampingan Pada Orang Sakit.

    Pada bab ini Penulis akan memaparkan keterlibatan Kongregasi FSE dalam

    pelayanan pada orang sakit sesuai dengan kharisma dan spiritualitas

    Kongregasi. Pemaparan itu diawali dengan sejarah Kongregasi hingga

    aplikasi pastoralnya dalam pendampingan orang sakit, teristimewa di RSE

    yang merupakan salah satu karya perutusan Kongregasi FSE di Indonesia.

    BAB III. Pendampingan Pastoral Orang Sakit di Rumah Sakit St. Elisabeth

    Pada bab ini akan ditampilkan situasi hidup orang sakit dengan segala

    permasalahannya serta tugas hidup orang sakit. Kemudian dilanjutkan

    dengan suatu konsep pendampingan orang sakit dalam Gereja dan

    pendampingan Tim Pastoral orang sakit terhadap pasien di RSE.

    Ditampilkan juga fakta pelaksanaan pendampingan Tim Pastoral orang sakit

    bagi Pasien di RSE. Bagian terakhir bab ini akan diangkat pentingnya suatu

    pendampingan terhadap Tim pastoral orang sakit dalam pemaknaan

    kharisma kongregasi FSE sehingga dapat mendampingi pasien lebih baik.

  • 11

    BAB IV. Katekese Model SCP (Shared Ciristian Praxsis) Sebagai Usaha Untuk

    Pemaknaan Kharisma Kongregasi FSE Dalam Pendampingan Tim Pastoral

    Orang Sakit di RSE Medan. Bab ini merupakan suatu usulan program

    dalam usaha pendampingan terhadap Tim Pastoral Orang Sakit di RSE

    Medan untuk pemaknaan kharisma kongregasi FSE, yang dirasa cukup

    signifikan dan efektif, yakni dengan Katekese model SCP (Shared

    Ciristian Praxsis).

    BAB V. Penutup

    Bab yang terakhir ini berisi kesimpulan dan saran terhadap keseluruhan

    penulisan skripsi.

  • 12

    BAB II

    KETERLIBATAN KONGREGASI FRANSISKANES SANTA ELISABETH

    DALAM PENDAMPINGAN PADA ORANG SAKIT

    Setiap Kongregasi religius lahir dalam suatu konflik yang menimbulkan

    keprihatinan dalam setiap zamannya. Melihat situasi demikian setiap pendiri Tarekat

    religius di bawah inspirasi Roh Kudus, dikaruniai rahmat istimewa (kharisma) untuk

    ambil bagian dalam karya keselamatan Allah. Setiap pendiri Tarekat religius

    diundang untuk terlibat dalam tugas perutusan Gereja untuk karya keselamatan sesuai

    dengan karunia khusus yang dianugerahkan kepada mereka dan diwariskan kepada

    anggotanya.

    Keprihatinan yang ada dalam setiap zaman mendorong pendiri untuk bertindak

    sesuai dengan nilai-nilai dan semangat yang dihidupi Yesus Kristus sendiri. Hal ini

    diwujudkan dalam keterlibatan setiap Tarekat religius dalam tugas perutusan Gereja.

    sesuai dengan kekhasan masing-masing Tarekat religius. Kharisma yang

    dianugerahkan mengundang mereka untuk melayani Kerajaan Allah serta pengabdian

    pada Kerajaan Allah (Darminta, 1999:209).

    Mereka dianugerahi kharisma khusus dalam rangka pembangunan jemaat dalam

    tugas pelayanan Gereja kepada umat yang sungguh membutuhkan. Demikian halnya

    Kongregasi FSE yang merupakan salah satu Tarekat religius, turut serta ambil bagian

    dalam tugas perutusan Gereja sesuai dengan semangat Kongregasi FSE.

    Kelahiran Kongregasi FSE berawal dari suatu keprihatinan pendiri (Sr.M.

    Mathilda Leenders) terhadap orang-orang yang menderita pada zamannya.

  • 13

    Pengalaman ini mendorong beliau untuk bersolider dengan mereka yang menderita.

    Hal ini menjadi latar belakang berdirinya Kongregasi FSE (Konst. FSE, 2000:1).

    Pelayanan yang diaplikasikan dalam karya-karya kongregasi FSE selalu

    didasarkan pada semangat pendiri dengan kharisma serta spiritualitas yang telah

    diwariskan kepada para suster FSE. Kharisma kongregasi menjadi dasar dan

    pedoman yang penting untuk dihayati dan dikembangkan dalam tugas perutusan

    Kongregasi FSE.

    Rumah sakit St. Elisabeth menjadi salah satu karya Kongregasi FSE yang

    bergerak dalam pelayanan kesehatan masyarakat umum. Pelayanan kepada orang

    sakit menjadi perhatian yang besar dalam Kongregasi FSE, mengingat semangat awal

    berdirinya Kongregasi FSE adalah perhatian pada mereka yang menderita sakit.

    Orang sakit juga dipandang sebagai citra Allah dan mahluk yang bermartabat tinggi

    yang wajib mendapatkan perhatian dan cinta. Mereka merupakan bagian tubuh

    Gereja yang menderita dan layak mendapat perhatian khusus.

    A. Sejarah Singkat Kongregasi Suster Fransiskanes Santa Elisabeth (FSE)

    Untuk mengenal lebih jauh Kongregasi FSE, maka pada bagian ini akan

    dipaparkan sejarah singkat Kongregasi FSE yang diawali dengan cikal bakal

    Kongregasi, riwayat singkat pendiri, dan akhirnya melihat misi serta karya-karya

    Kongregasi FSE di Indonesia.

    1. Cikal Bakal Kongregasi FSE

    Pada tahun 1878-1879, di kota Breda negeri Belanda perawatan orang sakit

    dari rumah ke rumah merupakan kebutuhan mendesak karena banyak orang sakit

  • 14

    yang tinggal di rumah masing-masing terlantar tanpa mendapat perawatan. Situasi ini

    menggerakkan hati Mgr. Henricus van Beek (Uskup Breda) untuk melakukan

    sesuatu demi keselamatan orang-orang sakit yang terlantar itu. Didukung oleh

    semangat pelayanan yang tinggi dan tugasnya sebagai Uskup, ia membutuhkan

    keterlibatan dan uluran tangan dari orang-orang yang bersedia mewujudkan

    keinginannya melayani orang sakit dari rumah ke rumah.

    Atas dasar kebutuhan dan keprihatinan tersebut, Mgr. Henricus van Beek

    mulai berunding dengan para “suster hitam” (karena memakai jubah warna hitam)

    dari Biara Antwerpen Belgia untuk kemungkinan mendirikan biara di Keuskupan

    Breda. Ketika perundingan belum selesai ada sesuatu hal yang sulit untuk disepakati,

    yakni biara tersebut memiliki cara hidup yang tertutup (clausura ketat) tidak mungkin

    untuk melakukan pelayanan dari rumah ke rumah. Kenyataan ini mendorong Mgr.

    Henricus van Beek meminta nasehat dari pemuka masyarakat dan Dewan Paroki di

    kota Breda. Setelah dipertimbangkan bersama, mereka menyampaikan kepada Uskup

    supaya mencari kongregasi pribumi yang anggotanya berasal dari Belanda, yang

    memiliki budaya dan bahasa yang sama. Dengan pertimbangan akan lebih mudah

    baik bagi suster yang merawat maupun bagi orang yang dirawat. Mgr Henricus van

    Beek memahami usul itu, tetapi ia dihadapkan pada kesulitan, sebab zaman itu

    semua kongregasi memiliki peraturan dan tradisi biara clausura (pingitan) abadi yang

    ketat (Wilfrida, 2008:1).

    Kemungkinan besar tidak ada kongregasi yang bersedia menerima karya

    pelayanan merawat orang sakit dari rumah ke rumah. Pemuka masyarakat dan Dewan

    Paroki menyampaikan kepada Mgr. Henricus van Beek, bahwa mereka mengenal

    seorang suster bernama Sr.M. Mathilda Leenders dari Rumah Sakit Haagdijk (yang

  • 15

    dimaksud adalah Kongregasi religius), yang diyakini memiliki kemampuan untuk

    menangani karya baru tersebut (Wilfrida, 2008:1).

    Rumah Sakit Haagdijk yang kemudian disebut Biara Alles voor Allen

    didirikan oleh Moeder Theresia Saelmakers pada tahun 1826. Biara ini secara khusus

    membaktikan diri pada perawatan orang sakit di rumah sakit dan memiliki corak

    hidup yang khas yakni mengejar kesempurnaan hidup, dengan menjunjung tinggi dan

    mencintai secara mendalam anggaran dasar yang mengikat hidup rohani dan

    persaudaraan. Mereka akan mempertahankan keanggotaan kongregasinya di atas

    segala-galanya (Wilfrida, 2008:2).

    Ketika Mgr. Henricus van Beek mengetuk pintu Biara Alles voor Allen dan

    meminta kepada pemimpin umum (Sr. Alfonse) untuk melayani orang sakit dari

    rumah ke rumah langsung ditolak karena situasi biara yang sedemikian ketat. Bahkan

    untuk membicarakan secara resmi lebih lanjut pun tidak bersedia karena clausura

    abadi. Pemimpin umum tidak yakin, para suster dapat menyelaraskan usul yang baru

    itu dengan Anggaran Dasar Ordo III Regular yang telah mereka hidupi.

    Mgr. Henricus van Beek menjelaskan, bahwa anggaran dasar tidak

    bertentangan dengan permintaannya. Mengenai cara hidup peniten recolektin, akan

    disesuaikan dengan karya pelayanan yang baru. Usulan ini tetap ditolak. Akan tetapi,

    Mgr. Henricus van Beek tidak putus asa, malah mendesak pemimpin umum Alles

    voor Allen supaya menerima karya pelayanan tersebut.

    Sebagai biarawati yang taat pada Gereja, pemimpin umum akhirnya

    mempersilahkan Mgr. Henricus van Beek menanyakan langsung kepada setiap suster

    yang rela dan bersedia untuk diutus. Dengan satu syarat bahwa tidak seorang pun

    diharuskan menerima tugas perutusan itu. Untuk menghindari bermacam-macam

  • 16

    cerita yang tidak berdasar mengenai pendirian kongregasi baru maka kedua belah

    pihak sepakat supaya dibuat satu surat resmi dengan isi sebagai berikut:

    Berhubungan dengan pendirian kongregasi suster-suster yang bertujuan merawat orang sakit dari rumah ke rumah, Yang Mulia Mgr. Henricus van Beek, telah mengajukan permohonan kepada Pemimpin Umum Kongregasi “Alles voor Allen” yang berpusat di Rumah Sakit Swasta (Gasthuis) di Breda, agar kiranya mereka bersedia menyerahkan beberapa suster untuk memulai usaha tersebut. Setelah perembukan bersama, diputuskan bahwa yang mulia Mgr. Henricus van Beek akan bertanya kepada setiap suster mengenai kesediaannya untuk turut memulai karya kasih itu. Sebagai syarat ditentukan bahwa tak seorang pun dapat dipaksa atau diwajibkan atas nama ketaatan untuk menerima penugasan ini. Orang yang bersangkutan hanya boleh secara bebas memilih dan dengan demikian bersedia secara bebas juga meninggalkan Kongregasi “Alles voor Allen”, tanpa menuntut hak apapun dari Kongregasi tersebut. Mengenai dote yang telah dibawa masuk ke kongregasi, Mgr. Henricus van Beek dan Pemimpin Umum Kongregasi Alles voor Allen akan berunding di kemudian hari (Buku 100 tahun Alles voor Allen, 104-105).

    Setelah Mgr. Henricus van Beek mendengar pendapat semua suster, ternyata

    hanya dua orang yang bersedia dalam rencana itu. Kedua suster itu adalah Sr. M.

    Mathilda Leenders dan Sr. M. Anna yang atas kehendaknya sendiri meninggalkan

    Kongregasi Alles voor Allen, sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Surat

    resmi ini ditanda tangani kedua suster tersebut pada tanggal 25 Juli 1880 (Wilfrida,

    2008:3).

    2. Riwayat Singkat Pendiri Kongregasi FSE

    Sr. M. Mathilda Leenders lahir di Nijmegen 21 Desember 1825 dengan

    nama Wilhelmina Leenders. Ayahnya bernama Adrianus Leenders dan Ibunya

    Gertrude Saes. Wilhelmina Leenders dibesarkan dalam keluarga yang saleh dan taat

    beragama. Sejak kecil orangtuanya memperkenalkan hidup menggereja sehingga ia

    tumbuh menjadi seorang yang beriman. Pendidikan dalam keluarga membentuk

    Wilhelmina Leenders tumbuh menjadi seorang pemberani. Ia memiliki prinsip hidup

  • 17

    yang teguh, bijaksana, hati-hati, ramah dan peka pada situasi lingkungan hidupnya

    (Eddy Kristianto, 2008:5).

    Wilhelmina Leenders terpanggil untuk memasuki hidup membiara pada usia

    26 tahun, usia yang cukup matang menentukan pilihan hidupnya. Maka tepat pada

    tanggal 12 September 1849, ia masuk biara Alles voor Allen, dengan nama Sr. M.

    Mathilda Leenders dan mengucapkan kaul kekal 26 Oktober 1851.

    Biara Alles voor Allen adalah biara yang menganut cara hidup Ordo III

    Regular Santo Fransiskus Asisi sebagai peniten rekolektin. Mereka menghayati hidup

    religius dalam bentuk pengabdian total kepada Allah dan dunia, dalam keheningan

    dan kontemplasi. Mereka tinggal dalam clausura ketat, tidak ‘merasul’ ke luar kintal

    biara (lingkungan biara). Hidup doa, matiraga, penitensi dan kerja tangan sangat

    dijunjung tinggi (Wilfrida, 2008:6).

    Kehidupan religius sebagai peniten rekolektin di Biara Alles voor Allen telah

    memperkokoh pribadi dan membentuk hidup religius Sr. M. Mathilda Leenders

    menjadi seorang pengikut Fransiskus Asisi sebagai peniten rekolektin. Ia memiliki

    semangat hidup yang menekankan penyangkalan diri dan mati raga. Menurutnya,

    pandangan dan kehendak sendiri harus dikekang secara keras. Dengan demikian

    jiwa-jiwa akan tumbuh kuat, sehingga mampu menghadapi setiap kesulitan yang ada.

    Doa yang mendalam menjadi dasar bagi kehidupan religiusnya. Dalam doanya ia

    mampu melihat wajah Kristus dalam diri orang yang menderita. Semangat hidupnya

    itulah menjadi fundasi yang kokoh bagi generasi penerus kongregasi (Wilfrida,

    2008:7).

    Ketika diminta untuk memulai karya baru Sr. M. Mathilda Leenders telah

    berusia 55 tahun. Suatu perjuangan untuk mengubah gaya hidup, karena sudah

  • 18

    dibentuk dengan hidup religius peniten rekolektin di Biara Alles voor Allen. Namun

    keprihatinan untuk melayani orang sakit dari rumah ke rumah yang ditawarkan Tuhan

    lewat Mgr. Henricus van Beek, Uskup Breda sangat menggugah hatinya. Ia

    dihadapkan pada dua pilihan, tetap tinggal di dalam biara awal atau menerima

    tawaran Mgr. Henricus van Beek untuk pelayanan pada masyarakat yang sangat

    membutuhkan.

    Sr. M. Mathilda Leenders memikirkan dan merenungkan secara matang

    dalam doanya. Akhirnya dalam keheningan ia menemukan jawaban bahwa pelayanan

    dari rumah ke rumah merupakan panggilan kedua dari Tuhan baginya untuk

    dilaksanakan segera. Maka pada tanggal 25 Juli 1880, Sr. M. Mathilda Leenders dan

    Sr. M. Anna, menandatangani surat yang menyatakan kerelaan melepaskan diri dari

    keanggotaan Biara Alles voor Allen. Empat hari kemudian tanggal 29 Juli 1880,

    mereka meninggalkan Biara Alles voor Allen. Kedua suster ini tinggal di sebuah

    rumah sederhana di St. Janstraat, di belakang Gereja St. Antonius Breda (Yubileum

    FSE dalam bahasa Belanda, Wilfrida 2008:12).

    Tiga hari kemudian, tepat 01 Agustus 1880, resmi berdiri kongregasi baru

    dengan nama “Kongregasi Religieuze Penitenten Recolectinen van de Heilige

    Franciscus van Asisi”. Sebagai Pelindung Kongregasi dipilih “Santa Elisabeth dari

    Hongaria”, karena santa ini diteladani Gereja Katolik sebagai pencinta orang-orang

    miskin dan menderita, khususnya orang-orang sakit.

    Kemudian anggota Kongregasi baru itu memilih dan mengangkat Sr. M.

    Mathilda Leenders sebagai pemimpin umum pertama. Tidak lama kemudian setelah

    Kongregasi berdiri, dua orang suster datang dari Biara Alles voor Allen untuk

  • 19

    membantu yakni Sr.Yuliana dan Sr. Berta. Namun setelah sembilan bulan, kedua

    suster terakhir ini kembali ke biara asal.

    Sesuai dengan kharisma, tujuan dan cita-cita pertama pendirian Kongregasi

    baru, adalah “merawat orang sakit dari rumah ke rumah” maka cara hidup peniten

    rekolektin yang kontemplatif ketat, tidak mungkin lagi dilaksanakan oleh Sr. M.

    Mathilda Leenders. Namun demikian, penghayatan Anggaran Dasar Ordo III

    Regular St. Fransiskus Asisi sebagai peniten rekolektin, yang dihidupi dari Biara

    Alles voor Allen, tidak ditinggalkan. Tetapi Sr. M. Mathilda Leenders bersama suster

    yang lain menghayati dan menghidupinya secara baru dengan menyusun aturan

    hidup guna menyeimbangkan antara hidup doa dan kerja, sesuai dengan karya

    pelayanan yang dimulai. Sebagai peniten rekolektin, ia tetap menaruh tekanan kuat

    pada penyangkalan diri dan matiraga. Relasi dengan Tuhan selalu diutamakan

    sebagai sumber hidup religiusnya.

    Kesibukan dalam pelayanan tidak menghalangi Sr. M. Mathilda Leenders dan

    para suster yang lain untuk mencari kekuatan Tuhan dalam doa dan Perayaan

    Ekaristi. Kesatuan dengan Tuhan dalam doa mendorong mereka rajin dan bergembira

    dalam melaksanakan karya pelayanan. Sr. M. Mathilda Leenders menanamkan bahwa

    pelayanan yang benar ádalah pelayanan yang mengandalkan daya penyembuhan dari

    Allah.

    Daya penyembuhan Allah itu ditandai dengan kasih yang tulus dan universal.

    Ia melihat wajah Kristus dalam diri orang-orang sakit yang dilayani. Karena ia

    yakin, kekuatan penyembuhan tidak hanya bertumpu pada pengobatan medis, tapi

    terutama pada daya afeksi yang berasal dari Allah (lawatan hati). Kharisma itulah

  • 20

    yang diwariskan oleh Sr.M. Mathilda Leenders untuk menjiwai seluruh kehidupan

    mereka.

    3. Misi Kongregasi FSE di Indonesia

    Cinta kasih Allah yang tumbuh dalam diri para suster yang pertama di negeri

    Belanda didorong untuk disebarkan dan dibagikan keseluruh dunia, hingga sampai ke

    Indonesia. Kerinduan misi ini mulai pada tahun 1922, saat itu Mgr. Mathias Brans,

    pemimpin misi OFM Cap di Sumatera, ingin mengembangkan misi khususnya di

    bidang kesehatan. Mgr. Mathias Brans, meminta tenaga ke Belanda melalui Mgr.

    Petrus Hopmans. Pilihan itu jatuh pada Kongregasi FSE Breda yang sudah

    berpengalaman dalam merawat orang sakit. Tawaran itu disambut baik oleh Moeder

    Asisia, selaku pemimpin umum Kongregasi FSE saat itu (Konst. FSE, 2000:8).

    Pada awalnya tawaran tersebut tidak dipedulikan oleh para anggotanya,

    mereka tidak ada yang mendaftarkan diri. Baru setelah 16 Juli 1924, ada empat orang

    suster yang dikirim ke Indonesia untuk menjadi missionaris yaitu ; Sr. Pia, Sr.

    Philotea, Sr. Gonzaga dan Sr. Antoninette. Para suster ini tiba di Indonesia satu tahun

    kemudian yaitu pada tanggal 29 September 1925 (Konst. FSE, 2000:8).

    Di Indonesia mereka tinggal di sebuah rumah yang beralamat di Jl. Kol.

    Sugiono 8, Medan. Rumah ini dikontrakkan oleh Pastor de Wolf. Setelah empat

    bulan, mereka pindah ke Jl. Padang Bulan, yang sekarang dikenal dengan Jl. S.

    Parman, Kompleks SMA St. Tomas. Kemudian setelah beberapa bulan mereka

    mendirikan asrama dengan nama Internat Asisia tempatnya masih satu lokasi dengan

    tempat tinggal para suster. Asrama ini berfungsi untuk menampung anak-anak

    miskin dan terlantar. Para suster juga mendirikan Rumah sakit dan susteran di Jl.

  • 21

    Imam Bonjol Medan. Pada tanggal 1 Februari 1934 mereka membangun sebuah

    rumah istirahat bagi penderita TBC di Berastagi (Konst. FSE, 2000:9).

    Pada awalnya karya kesehatan berjalan dengan baik. Namun dengan

    kehadiran Jepang di Indonesia, khususnya di Medan, memberi dampak yang kurang

    baik. Salah satu dampaknya adalah Rumah sakit milik Kongregasi harus diserahkan

    kepada Jepang. Sedangkan para suster ditawan dan dimasukkan ke dalam penjara

    (Konst. FSE, 2000:10). Sekalipun di dalam penjara, para suster tetap merawat orang

    sakit dan menjalin relasi yang akrab dengan Tuhan. Penderitaan yang dialami di

    penjara membuat para suster banyak yang meninggal, antara lain Sr. Philotea yang

    adalah seorang suster missionaris pertama di Indonesia.

    Memasuki tahun 1945 Jepang kalah dan perang berakhir. Maka pada tahun

    1947 RSE dikembalikan dan sejak itu RSE mulai beroperasi lagi. Pada tahun 1950

    FSE memulai kembali karyanya, banyak gadis setempat yang berminat dan

    menggabungkan diri. Kemudian calon-calon ini di kirim ke Belanda untuk dibekali

    pendidikan iman. Karena calon hari demi hari bertambah, akhirnya pada tanggal 19

    November 1955, Kongregasi memutuskan untuk mendirikan Novisiat di Jl. Slamet

    Riyadi 10, Medan (Konst. FSE, 2000:10).

    B. Kharisma dan Spiritualitas

    Pada bagian ini akan dipaparkan kharisma dan spiritualitas dalam lingkup

    Gereja Katolik. Secara khusus akan dibicarakan kharisma Kongregasi FSE dan

    spiritualitas Fransiskan yang merupakan inspirasi spiritualitas Kongregasi FSE yang

    menghidupi keteladanan St. Fransiskus dari Asisi.

  • 22

    1. Kharisma

    a. Arti Kharisma

    Kharisma berasal dari bahasa Yunani charisma, yaitu pemberian karunia

    secara pribadi untuk kepentingan umat beriman. Menurut Santo Paulus, Kharisma

    merupakan karunia (hadiah istimewa) atau anugerah Roh Kudus yang luar biasa,

    yang diberikan kepada orang beriman supaya membantu karya keselamatan dan

    melayani umat. Karunia atau anugerah itu bermacam-macam (1Kor 12:1-4, Rm.12).

    Kharisma ialah bakat kemampuan baik yang sederhana maupun yang luar biasa dan

    dijiwai oleh Roh.

    Karunia-karunia itu diwujudkan untuk perkembangan dan kemajuan Gereja,

    bukan hanya kegiatan atau kesibukan belaka, tetapi terutama pada pengembangan

    umat. Paulus menyatakan bahwa Gereja adalah Tubuh Kristus. Komunitas Kristiani

    merupakan kesatuan. Dalam komunitas Kristiani setiap anggota mempunyai talenta

    masing-masing, tetapi semua anggota adalah penting dan tubuh komunitas

    membutuhkan karya masing-masing. Setiap anggota melaksanakan tugas pelayanan

    lewat pewartaan iman Kristiani, kesaksian hidup, semangat melayani. Dapat

    dikatakan bahwa kharisma merupakan rahmat khusus yang diterima oleh orang

    tertentu maupun kelompok dalam bermacam-macam anugerah (1 Kor 12:11) yang

    harus dikembangkan (Jacobs, 1997:19).

    Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium secara spesifik menjelaskan

    kharisma sebagai berikut:

    Kharisma-kharisma itu, entah yang amat menyolok, entah yang lebih sederhana dan tersebar lebih luas, sangat sesuai dan berguna untuk menanggapi kebutuhan Gereja, maka hendaknya diterima dengan rasa syukur dan gembira. Namun kharisma-kharisma yang luar biasa janganlah dikejar-kejar begitu saja; jangan pula terlalu banyak hasil yang pasti diharapkan dari padanya untuk karya kerasulan (LG, art. 12).

  • 23

    Dalam pelayanan setiap orang mampu bersikap dan bertindak sebagai murid Kristus,

    yang mau berjuang bersama sesamanya dalam segala aspek kehidupan.

    Kharisma merupakan anugerah kepada setiap pribadi atau suatu kelompok.

    Kelompok ini dapat menimba kelimpahan anugerah yang diberikan pada seorang

    tokoh. Kharisma juga dapat dimengerti sebagai anugerah Roh Kudus yang diberikan

    kepada perorangan atau kelompok untuk membangun jemaat, yang disertai dengan

    kemampuan untuk mewujudkannya dalam bentuk pelayanan (Darminta, 1983:14).

    Dari penjabaran di atas dapat dipahami bahwa setiap orang Kristen adalah

    karismatis karena masing-masing menerima rahmat Allah dengan cuma-cuma dengan

    segala pemberian rohani dalam Roh Kudus, teristimewa keselamatan dalam Yesus

    Kristus dan hidup kekal. Setiap orang maupun kelompok dianugerahi kemampuan

    dalam Roh Kudus, sehingga mampu melakukan hal-hal yang sesuai dengan

    kebutuhan jemaat.

    Kharisma yang dianugerahkan menuntut suatu pilihan bagi setiap orang atau

    kelompok yang menerimanya. Ada orang menanggapi kharisma yang dianugerahkan

    dengan hidup di tengah-tengah dunia ini sebagai seorang awam yang

    memperkembangkan jemaat. Ada juga orang menanggapi kharisma dengan memilih

    hidup sebagai seorang selibat. Dengan demikian orang tersebut bergabung dalam

    tarekat yang ia masuki yang tentunya memiliki kharisma khusus yang dihidupi.

    b. Kharisma Tarekat Religius

    Dalam hidup selibat seseorang diikat oleh kesatuan dengan yang lain dalam

    suatu Tarekat (Kongregasi) yang mempunyai cita-cita yang sama sesuai dengan

  • 24

    semangat pendiri Tarekat yang telah terlebih dahulu digerakkan oleh Roh. Dalam hal

    ini kharisma dimengerti sebagai berikut :

    Daya kekuatan Allah dalam Roh sebagai daya cipta. Kharisma merupakan daya kehidupan untuk melawan daya kematian dan penghancuran. Kharisma merupakan kekuatan untuk menjalankan Misi sesuai dengan Visi Tarekat. Sesuai dengan kebutuhan keadaan, Allah menganugerahkan daya hidup ilahi-Nya. Kharisma memberikan kekhasan dalam menjawab kebutuhan. Kharisma memberikan ciri khas dalam hidup dan menjawab tantangan serta kebutuhan. Kharisma merupakan kekuatan atau keunggulan jawaban Allah. Berdasarkan kharisma, setiap Tarekat memberikan sumbangan khas dalam pelayanan terhadap kemanusiaan dan kehidupan. Kekhasan dan keunggulan bukan berarti mengungguli yang lain, melainkan melakukan pelayanan secara berbeda kualitatif, melakukan pelayanan yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak lain. Dari sini terdapat salah satu pembentuk unsur khas dari kerohanian Tarekat Religius. Dari sini akan muncul prinsip pengabdian (Darminta, 1999:20). Secara umum dapat dikatakan bahwa kharisma tarekat dianugerahi Roh

    untuk pembangunan Gereja dan pelayanan misi dari Tuhan di dalam Gereja. Secara

    historis kharisma dianugerahkan kepada Gereja lewat orang tertentu atau kelompok

    tertentu untuk menjawab tantangan-tantangan hidup, supaya kuasa Allah nampak

    dalam kehidupan manusia. Maka kharisma dapat berkaitan dengan misteri hidup

    Allah dalam wujud konkretnya dalam hidup Yesus, sifat-sifat ilahi yang nampak

    dalam pribadi Yesus, tindakan-tindakan Allah dalam diri dan hidup Yesus terhadap

    banyak orang.

    Dapat memberi kesan bahwa kharisma itu merupakan sebagian kecil dari

    seluruh aspek dan kekayaan hidup ilahi. Namun yang sebagian kecil bagaikan

    merupakan pintu masuk ke dalam seluruh misteri dan hakekat hidup ilahi, yang

    dinamis menyapa manusia demi keselamatan dunia. Bagaimanapun juga kharisma

    akan membawa dan menghantar orang ke dalam hidup mistik-kesatuan manusia

    dengan Allah serta membawa keputusan dan pilihan ’politis’ dalam pengabdian dan

  • 25

    keterlibatan hidup bagi kepentingan sesama. Oleh karena itu kharisma selalu

    mempunyai ciri pengabdian atau pelayanan.

    Pada zaman sekarang orang semakin menyadari bahwa sebagaimana Gereja

    dipanggil untuk melayani Kerajaan Allah, maka kharisma tidak dapat tidak juga

    tertuju kepada pengabdian kepada Kerajaan Allah. Boleh dikatakan kalau demikian

    kharisma merupakan pelayanan ilahi bagi manusia, supaya hidup menurut nilai-nilai

    Kerajaan Allah, sekaligus memperjuangkan terwujudnya hidup berdasarkan Kerajaan

    Allah (Darminta, 1999: 208).

    c. Kharisma Kongregasi FSE

    Sebagai Tarekat Religius, Kongregari FSE mempunyai warisan kharisma

    lewat pribadi pendiri. Karena itu kharisma Kongregasi senantiasa terkait dengan

    pendiri Kongregasi, yang telah menerima anugerah khusus dari Tuhan dan alat

    istimewa untuk karya penyelamatan di dunia. Dengan demikian seluruh anggota

    wajib menyesuaikan prilaku, cara melihat dan mendasarkan hidup dan karya, cara

    berpikir sesuai dengan apa yang telah diwariskan Pendiri.

    Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa pada awalnya Sr.M.

    Mathilda Leenders yang atas permintaan Mgr. Henricus van Beek, melayani orang-

    orang sakit dan menderita dengan mengunjungi dari rumah ke rumah. Di dalam relasi

    dan keintimannya dengan Tuhan, ia merasa senasib dan sependeritaan dengan orang-

    orang yang menderita. Ia sungguh memahami dan mengerti penderitaan masyarakat

    sekitarnya (Konst. FSE, 2000:2). Motto hidupnya adalah, “ketika Aku sakit kamu

    melawat Aku” (Mat 25:36). Baginya Allah bukanlah sesuatu yang jauh tak terhampiri

    (transenden), tetapi Allah dialami sebagai yang dekat dan nyata (imanen), bahkan

  • 26

    Allah dialami sebagai kesatuan dengan dirinya, dengan seluruh keprihatinan dan

    kepeduliannya (Konst. FSE, 2000:3). Kesatuan ini melahirkan tindakan berbela rasa

    dengan orang-orang sakit, sekaligus melihat Kristus yang menderita dalam diri orang-

    orang sakit dan mau melayani mereka yang menderita sebagai saudara. Karena itu

    dapat disimpulkan bahwa kharisma yang menjiwai pendiri lebih mengarah pada

    mistik serafika (memandang wajah Allah dari muka ke muka). Mistik serafika ialah

    menyatakan jiwa manusia yang mau membangun kesatuan mesra/afektif dari hati ke

    hati (Wilfrida, 2007:24).

    Motto pendiri serta penghayatannya terhadap sabda itu diwariskan kepada

    Kongregasi FSE dan karya-karyanya. Motto pendiri semakin memperjelas identitas

    mereka sebagai Kongregasi peniten recolektin yang berkarya dalam pelayanan

    terhadap orang-orang miskin dan menderita khususnya yang menderita sakit. Sebuah

    pelayanan yang tidak hanya mengandalkan kekuatan fisik dari para suster, tetapi

    pertama-tama mengandalkan kekuatan Allah. Itulah mengapa penginjil maupun

    pendiri tidak merumuskan motto itu dengan, ”ketika Aku sakit kamu mengobati

    Aku”. Karena pendiri menyadari bahwa daya kekuatan penyembuhan yang

    sesungguhnya berasal dari Allah, bukan hanya tergantung pengobatan medis. Isi dan

    inti pokok yang mau diperlihatkan di sini adalah keyakinan iman akan karya Allah.

    Motto Kongregasi yang diwariskan pendiri itu kemudian dirumuskan kembali

    dalam kharisma Kongregasi yaitu: ”daya kasih Kristus yang menyembuhkan orang-

    orang kecil dan menderita, sampai rela wafat di kayu salib” (Konst. FSE, 2000:6-7).

    Unsur-unsur yang mendasar dari Kharisma di atas adalah sebagai berikut :

  • 27

    Pertama; Kasih, hidup dan pelayanan seorang suster FSE mengalir dari kasih

    oleh kasih dan demi kasih Allah. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seluruh

    hidup anggota FSE, merupakan ungkapan kasih Allah kepada sesama.

    Kedua; Penyembuhan dan Pengampunan, berarti kasih yang benar dan sejati

    merupakan suatu daya yang mengalirkan kesembuhan bagi orang “sakit”. Oleh

    karena itu seorang suster FSE diharapkan adalah orang yang berkualitas penyembuh

    baik bagi dirinya sendiri, bagi saudara sekongregasi, sekomunitas dan bagi orang-

    orang yang dilayani. Menjadi penyembuh bukan saja berarti bagi penderita fisik,

    tetapi juga bagi setiap orang yang menderita, baik secara fisik maupun secara psikis.

    Penyembuhan hati sangat erat terkait bahkan menyatu dengan pengampunan. Oleh

    sebab itu anggota FSE sejati adalah orang yang mampu mengampuni dan sebaliknya

    dengan rendah hati mau dengan rela minta diampuni dan rela mengampuni.

    Ketiga; Opsi orang kecil, berarti bahwa dalam pelayanan kasih seorang

    anggota FSE senantiasa mengutamakan orang-orang yang paling membutuhkan.

    Karena itu orang-orang kecil dan menderita menjadi prioritas (option of the poor).

    Dalam opsi ini seorang anggota FSE hadir sebagai hamba dan menjadi hamba bagi

    orang-orang yang dilayani. Hal ini dihayati dalam kesederhanaan hidup.

    Keempat; Salib, berarti hidup yang mengutamakan orang-orang kecil dan

    menderita serta selalu berpihak pada mereka menurut kemauan dan usaha keras serta

    pengorbanan yang tidak ringan. Atas dasar ini, menjadi korban merupakan salah satu

    ciri hidup anggota FSE. Seperti Yesus tabah menjalani dan menerima salib,

    demikian seorang anggota FSE dalam hidupnya rela berkurban sambil

    mengidentifikasikan diri dengan Kristus yang tersalib (Wilfrida, 2007:9-10).

  • 28

    Kharisma ini mau menggambarkan unsur kemuridan Suster FSE yang mau

    mengikuti Sang Guru. Mereka rela memperjuangkan kasih bagi yang miskin dan

    lemah sekalipun mereka sendiri harus berkorban dan menderita. Karena kharisma

    yang sejati tidak pernah terpisahkan dari salib, yaitu menanggung derita karena

    memperjuangkan manusia secara adikodrati, yang biasanya ditentang oleh hidup

    duniawi (Formator Junior FSE, 2006:4). Sifat dan ciri kharisma ini kemudian

    diwariskan secara turun-temurun dalam Kongregasi FSE.

    Kemudian kharisma ini dipertajam dalam visi dan misi Kongregasi. Visi itu

    adalah: “Allah adalah Kasih, yang secara konkret menyapa umat manusia khususnya

    kaum tertindas dan menderita. Allah menghendaki agar semua orang diselamatkan

    dan dipersatukan menjadi umatnya” (Konst. FSE, 2000:6). Untuk itu Kongregasi

    dipanggil untuk dibentuk dalam Roh-Nya, disucikan lewat wafat dan kebangkitan-

    Nya, serta dipanggil secara pribadi untuk mengikuti Kristus (Rom 6:4-5), yang adalah

    jalan, kebenaran dan hidup (Yoh14:6). Sedangkan misinya adalah: “Merawat orang

    sakit dan orang-orang yang memerlukan pertolongan serta bersedia membagi kasih

    kepada sesama dengan semangat pengosongan diri dan penuh kegembiraan di dalam

    melayani” (Konst. FSE, 2000:7-8).

    2. Spiritualitas Dalam Lingkup Gereja

    Pada bagian ini akan diuraikan spiritualitas dalam lingkup Gereja yang di

    awali dengan arti spiritualitas dilanjutkan dengan spiritualitas menurut beberapa

    tokoh dalam Gereja dan diakhiri dengan hubungan spiritualitas dengan Tarekat

    Religius.

  • 29

    a. Arti Spiritualitas

    Kata, “spiritualitas” pertama-tama digunakan pada abad ke-17. Spiritualitas

    berasal dari kata Latin spiritus, yang berarti roh, jiwa dan semangat. Dari kata Latin

    ini terbentuk kata Prancis l,esprit dan kata bendanya laspiritualite. Dari kata ini, kita

    mengenal kata Inggris spirituality, yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan kata

    spiritualitas. Spiritualitas berarti hidup berdasarkan atau menurut roh. Dalam

    hubungan dengan Yang Transanden, roh itu adalah Roh Allah sendiri. Spiritualitas

    adalah hidup yang didasarkan pada pengaruh bimbingan Roh Allah. Dengan

    spiritualitas, manusia bermaksud memberi diri dan hidupnya dibentuk sesuai dengan

    semangat dan cita-cita Allah (Hardjana Agus, 2005:64).

    Karena spiritualitas terasa begitu umum dan abstrak, agar penghayatan

    spiritualitas menjadi konkret dan jelas, maka dalam praktek spiritualitas diwujudkan

    dengan mengikuti jejak atau hodup tokoh-tokoh agama, para pendiri agama atau para

    pengikut agama yang dapat diteladani (Hardjana Agus, 2005:65).

    Dapat disimpulkan bahwa pengertian dan makna spiritualitas, yaitu

    perwujudan harapan akan hidup Kristiani melalui Kristus dalam Roh yang mengarah

    pada suatu tujuan bersama. Spiritualitas digunakan untuk melukiskan cara yang

    berbeda yang menjadi sarana orang mengalami Yang Transanden. Orang memupuk

    hidup kristiani dalam Kristus sejauh iman merupakan akar hidup yang dipahami

    sebagai jawaban manusia atas rahmat Allah.

    b. Unsur-unsur Spiritualitas

  • 30

    Secara sadar kita sebagai orang beriman sedang menghidupkan warisan

    rohani (spiritualitas) dalam situasi konkrit kita: di sini dan saat ini. Berdasarkan

    pengalaman, kita mengetahui dengan baik sekali bahwa cara pandang, cara tafsir,

    aturan (statuta atau konstitusi) sangat dipengaruhi oleh siapa yang mengajar kita

    (dengan berbagai bobot dan kualifikasi), bagaimana kita sendiri mencoba mendalami

    warisan rohani itu dan mengembangkannya dalam hidup sehari-hari, bagaimana kita

    mengkomunikasikan kepada sesama apa yang merupakan keyakinan rohani kita, dan

    lain sebagainya (Kristianto Eddy, 2005:11).

    Spiritualitas yang diwariskan dan dilestarikan oleh seorang tokoh kepada para

    pengikutnya tidak berdiri sendiri. Dalam hal ini Darminta (1999:10), menyatakan

    bahwa terbentuknya spiritualitas terdiri dari beberapa unsur yaitu:

    1) Visi Keadaan Serta Visi ke Depan

    Visi adalah penglihatan tentang keadaan yang ditandai oleh gerakan perubahan.

    Visi merupakan penglihatan arah atas arah baru perjalanan hidup dengan segala

    kebutuhan-kebutuhan untuk menciptakan kemanusiaan baru. Bila dihubungkan

    dengan visi kristiani, visi dapat dimengerti sebagai penglihatan iman. Visi

    menunjukkan arah hidup dari Allah, yang nampak dalam kebutuhan-kebutuhan

    baru, yang mendorong perlunya jawaban-jawaban yang sesuai dan baru.

    2) Misi

    Misi hal yang harus dilakukan untuk menjawab situasi dan mewujudkan masa

    depan. Dalam hidup iman, misi adalah jawaban yang ditemukan dalam peristiwa

  • 31

    dan keadaan dan diyakini sebagai kehendak dan pengutusan Allah. Misi adalah

    sesuatu yang harus diperjuangkan demi terwujudnya arah perubahan yang

    ditemukan dalam visi. Misi merupakan buah penemuan dari daya daya imaginatif,

    kreatif dan innovatif Allah, yang dianugerahkan kepada pendiri Tarekat untuk

    menjawab kebutuhan agar terwujud kemanusiaan dan kehidupan yang lebih.

    3) Pengalaman Akan Allah yang Melahirkan Model Mistik

    Mistik adalah pengalaman akan Allah dalam Roh Kudus yang membawa

    Injil yaitu Yesus Kristus, sejalan dengan tantangan yang perlu dijawab,

    melahirkan pengalaman mistik para pendiri. Hidup mistik ialah hidup kedalaman

    manusia serta seluruh alam cipataan. Dari situlah akan nampak sumbangan khas

    hidup atau Tarekat Religius. Di dalam nya muncul prinsip kebersamaan:

    persatuan, persaudaraan, kesatuan hati dan budi, solidaritas dan belas kasih.

    Berdasarkan kemuridan dari Yesus, dapatlah disebut tiga model mistik

    sebagaimana dimiliki oleh Yesus Kristus yakni:

    Pertama; Model kenyataan manusia sebagai gambaran dan rupa Allah (Kej 1:26)

    yang dinyatakan secara utuh dan sempurna oleh Yesus Kristus (Kol 1:15; 3:10;

    Ibr 1: 3). Mistik Kecitraan inilah dalam teologi para Bapa Gereja disebut mistik

    Kerubika. Mistik kerubika ini disebut juga mistik intelektual, yang

    mengungkapkan kebenaran manusia dalam Allah. Manusia sebagai manifestasi

    Allah diharapkan mengenakan sifat-sifat Allah dan cara bertindak Allah.

    Kedua; Model kenyataan hubungan manusia dengan Allah yang diungkapkan

    dengan anak Allah atau milik Allah. Hidup keanakan pada Allah Bapa inilah yang

    dianugerahkan kepada para murid oleh Yesus (Mat 6:9-14; Luk 11:2 dan lain-

  • 32

    lain). Dalam tradisi para Bapa Gereja disebut mistik serafika, mistik hati dan

    afeksi. Fokus mistik ini adalah nilai persaudaraan, karena sama-sama anak Bapa

    yang sama. Dalam hubungan jiwa dan Allah sering disebut mistik kemempelaian.

    Ketiga; Model hidup yang terarah kepada pelaksanaan kehendak Allah dalam

    kehidupan yang intergral. Model ini sering disebut model mistik hamba. Yesus

    pun juga dimengerti sebagai Hamba (Mat 12:15b-21; Luk 4:16-21). Dalam tradisi

    para Bapa Gereja, mistik ini disebut mistik angelika, mistik kehendak.

    4) Kharisma

    Kharisma adalah daya kekuatan Allah dalam Roh sebagai daya cipta. Kharisma

    merupakan daya kehidupan untuk melawan daya kematian dan penghancuran.

    Kharisma merupakan kekuatan untuk menjalankan misi sesuai visi. Sesuai

    dengan kebutuhan keadaan, Allah menganugerahkan daya hidup ilahi-Nya.

    Karisma memberikan cirikhas dalam hidup dan menjawab tantangan serta

    kebutuhan.

    5) Pilihan Pola Hidup untuk Memperjuangkan Visi dan Misi

    Pilihan-pilihan untuk membangun pola hidup religius baru disertai dengan

    pendalaman sejarah Tarekat serta riwayat hidup pendiri beserta kharisma dan visi

    pendiri. Pilihan pola hidup dikhususkan untuk memperjuangkan visi dan misi

    yang telah dipilih.

    6) Sumbangan Khas Berdasarkan Kekuatan Dasar untuk Menyampaikan

    Pengabdian Kepada Gereja dan Umat Manusia.

  • 33

    Pangilan pada jalan kemuridan merupakan suatu undangan untuk masuk

    ke dalam dan terlibat dalam seluruh dinamika komunitas. Berdasarkan semangat

    dasar yang dimiliki dalam kharisma memberikan ciri khas dan sumbangan khas

    dalam hidup Gerja dan pelayanan pada umat manusia. Kekhasan atau keunggulan

    bukan berarti mengungguli yang lain, melainkan melakukan pelayanan secara

    berbeda kualitatif, melakukan pelayanan yang tidak dilakukan oleh pihak-pihak

    lain.

    7) Inner Force dan Inner Fire

    Perpaduan antara kebutuhan jaman, jawaban Allah serta pilihan orang, yang

    melahirkan model mistik, mengkristalisasikan dalam keyakinan iman dasar.

    Keyakinan dasar itulah yang merupakan daya juang asasi dari Tarekat Religius.

    Keyakinan dasar sebagai daya juang asasi merupakan Inner Force untuk hidup

    bertindak. Keyakinan dasar sebagai buah Inner Force dari Allah yang

    dianugerahkan akan berciri tiga macam secara asasi, sebagaimana tiga mistik.

    Inner Force yang merupakan kekuatan dasar kerohanian itu dapat berupa sesuatu

    doa, atau syahadat baik singkat atau panjang.

    Inner Fire merupakan kekuatan untuk menimbulkan semangat dan gairah

    hidup serta pemurnian. Inner Fire sebagai penggerak, penyemangat serta

    memotivasi biasanya berupa trilogi, yang merupakan daya penggerak semangat

    juang dalam hidup. Trilogi sebagai semboyan merupakan rumus singkat dari jiwa

    dan semangat juang Tarekat dalam perjalanan dan pengabdian. Trilogi itu dapat

    dilihat dalam kerelaan menderita, kesetiaan dan kebesaran jiwa. Inner Fire dalam

  • 34

    bentuk trilogi pada umumnya akan dirumuskan sesuai dengan mistik yang

    dimiliki, sejalan dengan Inner Force yang dianugerahkan pula.

    c. Spiritualitas Tarekat Religius

    Dalam hubungan dengan Tarekat Religius, Darminta (1999:15), melihat dan

    mengemukakan hubungan erat antara spiritualitas dengan kharisma (pendiri), serta

    unsur-unsur yang ada dalam spiritualitas. Spiritualitas, atau ”inner force” yang

    memberikan jiwa dan semangat (inner fire) sesuai dengan kharisma, karena inner

    force melekat dengan kharisma yang dianugerahkan. Spiritualitas ini mencakup

    pokok-pokok sebagai berikut:

    1) Spiritualitas sebagai ‘Inner Force’ dan ‘Inner Fire.

    Kharisma memiliki dimensi pendayaan dan penyemangatan. Kharisma

    merupakan kekuatan kedalaman hidup sekaligus kekuatan penggerak hidup. Dengan

    demikian kharisma memberikan model kedalaman, ketinggian, serta keluasan hidup.

    Kharisma merupakan kekuatan kedalaman hidup yang bersumber pada Roh. Setiap

    Tarekat religius memiliki kekuatan dasar, dalam hal ini sebagai penentu kekhasan

    kerohanian serta perjalanan hidup dan pengabdian.

    2) Spiritualitas Fundamental

    Spiritualitas fundamental, artinya spiritualitas yang sangat berkaitan dengan

    model mistik yang dimiliki. Dari sini terbentuk pusat hidup yang menjadi dasar dan

    arus perjalanan. Spiritualitas fundamental ini menyentuh kenyataan awali

    (principium) manusia, yang akan membentuk kualitas manusia dalam Allah.

  • 35

    Spiritualitas ini akan bergerak dalam pilihan-pilihan fundamental dalam hidup.

    Karena itu spiritualitas ini akan membentuk kepribadian dalam arti pancaran hidup

    yang akan berpengaruh ke sekitar. Di sinilah daya dan obor hidup mendapatkan arah

    ke depan, karena kepribadian terutama adalah kenyataan diri yang akan diwujudkan,

    sekaligus kekuatan untuk mewujudkan. Kepribadian sesungguhnya akan nampak

    pada akhir serta tujuan.

    3) Spiritualitas sebagai Kebatinan atau Interioritas

    Spiritualitas ini menyangkut daya-daya batin serta jiwa manusia sebagai

    akibat ‘Inner Force’ dan Inner Fire’ di dalam model mistik yang hidup di dalam diri

    seseorang. Daya-daya batin ini merupakan kekuatan unutk mempengaruhi dalam

    pembentukan bangunan jiwa manusia. Dalam perjumpaan dan relasi dengan sesama

    ciptaan disebut keutamaan-keutamaan. Keutamaan-keutamaan itu dapat dibagi

    menjadi tiga, yaitu keutamaan teologal, keutamaan kardinal dan keutamaan moral.

    Sesuai dengan model mistik yang dimiliki oleh orang, maka akan terjadi penekanan-

    penekanan menenai keutamaan mana yang sentral, atau memberikan konsistensi

    gerak dalam hidup.

    4) Spiritualitas Sosial-Historis yang Mengikuti Hukum Inkarnasi

    Spiritualitas merupakan perwujudan hidup Roh dalam kondisi kemanusiaan.

    Kondisi kema