skenario a blok 12 fix
DESCRIPTION
haiTRANSCRIPT
LAPORAN TUTORIAL BLOK 12
SKENARIO A
DISUSUN OLEH : KELOMPOK 3
Tutor :FatmawatiRegina Paranggian 04011281320009Tri Kurniawan 04011281320019Diana Astria 04011281320039Vivi Lutfiyani 04011281320043Kms.M.Afif Rahman 04011381320019Virdhanitya Vialetha 04011381320045M.Auzan Ridho P. 04011381320075Bella Bonita 04011181320043Patima Sitompul 04011181320069Zakira Tifany Fajrianty 04011181320079Nilam Siti Rahmah 04011181320083Nabilla Faradilla A 04011181320085Rani Juliantika 04011181320089
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2014
Kata Pengantar
Pertama, marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat, dan ridho-Nya lah laporan tutorial blok 12 ini dapat terselesaikan dengan baik
dan tepat waktu.
Terima kasih penulis tujukan kepada Dosen Pembimbing (tutor) untuk penyusunan laporan
ini. Tak lupa ucapan terima kasih ditujukan untuk pihak yang telah membantu penyusunan
laporan ini dari segi moril maupun segi lainnya.
Laporan ini merupakan tugas hasil dari kegiatan tutorial pertama di blok 12 . Adapun
kegiatan yang di laporkan dalam laporan ini adalah klarifikasi istilah, identifikasi masalah,
analisis masalah, meninjau ulang masalah, menyusun keterkaitan antar masalah,
mengidentifikasi topik pembelajaran, dan Hipotesis.
Tak ada gading yang tak retak, maka pada kesempatan kali ini, penulis memohon maaf
sekiranya terdapat kesalah dalam penyebutan maupun pengejaan. Apabila ada kritik maupun
saran yang membangun kiranya dapat disampaikan, demi tercapainya kebaikan untuk sesama.
Palembang, Oktober 2014
Kelompok 3
DAFTAR ISI
2
Kata Pengantar ..........................................................................................................................2
Daftar Isi ...................................................................................................................................3
Skenario ....................................................................................................................................4
I. Klarifikasi Istilah ..........................................................................................................4
II. Identifikasi Masalah .....................................................................................................5
III. Analisis Masalah ..........................................................................................................5
IV. Keterkaitan Antar masalah .........................................................................................30
V. Learning Issue..............................................................................................................31
VI. Sintesis masalah ..........................................................................................................32
VII. Kerangka Konsep ........................................................................................................57
VIII. Kesimpulan ..................................................................................................................58
Daftar Pustaka .........................................................................................................................59
3
SKENARIO A BLOK 12
Mr.Hypertension,62-years old came to primary care physician to control hypertension who
have suffered for 6 years later. At present, given antihypertension therapy is consisting of
enalaprin and hydrochlorothiazide. He also suffered a chronic obstructive pulmonary disease
(COPD), peptic ulcer, and chronic low back pain. On physical examination were foundblood
pressure (BP) 165/95 mmHg; heart rate (RR) 85x/min, respiratory rate (RR) 18x/min, while
laboratory examination show data serum creatinine; 1.5 mg/Dl, K+;5.0 mEq/L. Based on
these data, the physician will provide omepazole, enalapril, hydrochlorothiazide,
acetaminophen, and metoprolol as adjunctive antihypertensive agent.
I. KLARIFIKASI ISTILAH
NO. Istilah Arti
1. Hipertensi tekanan darah atau denyut jantung yang lebih tinggi
daripada normal karena penyempitan pembuluh darah atau
gangguan lainnya
2 Enalapril inhibitor enzim pengkonversi angiotensin yang digunakan
dalam bentuk garam maleat pada pengobatan
hipertensi,gagal jantung kongesif,dan disfungsi ventrikel
kiri asimtomatik
3 Terapi antihipertensi
4 Hydrochlorothiazide diuretic gol.thiazide yang digunakan untuk terapi hipertensi
dan edema
5 COPD sakit paru obtruktif yang menahun
6 Ulkus peptikum kerusakan pada lapisan mukosa, submukosa sampai lapisan
otot saluran cerna yang disebabkan oleh aktifikas pepsin
dan asam lambung yang berlebihan
7 Chronic low back pain
4
8 Serum creatine produk sisa dari perombakan creatine fosfat yang ada dalam
otot yang bersifat toksik dan ditemukan dalam serum darah,
9 Omeprazol inhibitor sekresi adsam lambung yang digunakan dalam
terapi dyspepsia,penyakit reflux gastroesofageal,gangguan
hipersekresi lambung,dan ulkus peptic,termsuk yang
disebabkan oleh infeksi helicobacter pylori
10 Acetaminophen analgesic dan antipiretik yang mempunyai efek serupa
dengan aspirin,tetapi hanya sedikit memiliki efek anti
inflamasi
11. Metoprolol jenis obat beta blocker yang bekerja dengan cara
mempengaruhi tekanan saraf dalam beberapa bagian tubuh
seperti jantung
II. IDENTIFIKASI MASALAH
NO. Masalah Konsen
1. Mr.Hypertension,62-years old came to primary care physician
to control hypertension who have suffered for 6 years later. At
present, given antihypertension therapy is consisting of
enalaprin and hydrochlorothiazide. On physical examination
were foundblood pressure (BP) 165/95 mmHg; heart rate
(RR) 85x/min, respiratory rate (RR) 18x/min, while
laboratory examination show data serum creatinine; 1.5
mg/Dl, K+;5.0 mEq/L.
VVV
2. He also suffered a chronic obstructive pulmonary disease
(COPD), peptic ulcer, and chronic low back pain.
VV
3. Based on these data, the physician will provide omepazole,
enalapril, hydrochlorothiazide, acetaminophen, and
V
5
metoprolol as adjunctive antihypertensive agent.
III. ANALISIS MASALAH
1 Mr.Hypertension,62-years old came to primary care physician to control
hypertension who have suffered for 6 years later. At present, given
antihypertension therapy is consisting of enalaprin and hydrochlorothiazide. On
physical examination were foundblood pressure (BP) 165/95 mmHg; heart rate
(RR) 85x/min, respiratory rate (RR) 18x/min, while laboratory examination
show data serum creatinine; 1.5 mg/Dl, K+;5.0 mEq/L.
a. Apa saja jenis terapi anti hipertensi ?
1. Diuretik
DIURETIK THIAZID
merupakan obat utama dalam terapi antihipertensi pada penderita dengan fungsi ginjal
yang normal
Tiazid digunakan sebagai obat tunggal pada penderita hipertensi ringan sampai
sedang
ESO:hipokalemia,hipomagnesia,hiperkalsemia,hiperuresemia,hiperglisemia,hiperlipid
emia, dan disfungsi seksual
LOOP DIURETIK (Diuretik Kuat)
lebih efektif dibandingkan tiazid untuk hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal atau
gagal jantung
Tidak menyebabkan hipokalsemia seperti thiazide → Loop Diuretik meningkatkan
kandungan kadar kalsium urin, sedangkan tiazide menurunkan konsentrasi kalsium
pada urin
Contoh : Furosemid, bumetanid, torasemid
DIURETIK HEMAT KALIUM dan Antagonis Aldosteron
Diuretik ini bekerja pada segmen yg berespon thd aldosteron,dimana homeostasis
kalium (K+) dikendalikan
Contoh:
Hemat kalium: Amilorid, Triamteren
Antagonis aldosteron : Spironolakton
6
ESO : menyebabkan hiperkalemia berat
2. ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor)
Obat-obat ini menghambat enzim pengkonversi angiotensin (ACE) yang mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II → vasodilatasi
ESO yang sering terjadi adalah batuk kering (akibat ↑ bradikinin yg dimetabolisme
oleh ACE)
Contoh:
Benazepril, Captopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Moexipril, Perindopril,
Quinapril, Ramipril, Trandolapril
3. CCB(Calsium Channel Blocker)
Bukan firstline, hanya sebagai terapi tambahan → namun sangat efektif sbg
antihipertensi
Jenis:
* dihidropiridin
→ Amlodipine, Felodipine, Isradipine,Nicardipine, Nifedipine, Nisoldipine
* nondihidropiridin
→ Diltiazem, Verapamil
4. SIMPATOLITIK
BETA BLOCKER
memiliki efek kronotropik dan ionotropik negatif pada jantung yang dapat
mengurangi curah jantung.
Contoh:
* non selektif β-blocker (β1/β2)
→ propanolol, betaxolol, bisoprolol, nadolol, timolol
* selektif β1
→ Atenolol, metoprolol
b. ALPHA BLOCKER
selektif memblok adrenoreseptor α1, yang berguna untuk pengobatan hipertensi
Contoh: prazosin, terazosin, doksazosin, dan bunazosin
5. ARB/AIIRA
Mekanisme kerja:
7
Akan berikatan dengan reseptor angiotensin II shg angiotensin II tdk dapat berikatan
dg reseptornya → relaksasi otot polos → vasodilatasi
Contoh:
Candesartan, Eprosartan, Irbesartan, Losartan, Olmesartan, Telmisartan, Valsartan
6. VASODILATOR LANGSUNG
Arteri
→ hidralazin, minoksidil, diazoksid
Arteri dan vena
→ nitroprusid
b. Bagaimana hubungan usia dan jenis kelamin terhadap hipertensi ?
Usia dan jenis kelamin termasuk dalam faktor resiko yang tidak dapat dikendalikan
pada hipertensi. Hipertensi dapat terjadi pada semua usia, tetapi semakin
bertambahnya usia seseorang maka resiko terserang hipertensi semakin meningkat.
Hal ini terjadi akibat perubahan alami pada jantung, pembuluh darah, dan hormon.
Hipertensi banyak terjadi pada laki-laki dewasa muda dan paruh baya. Sebaliknya
pada wanita sebagia besar terjadi pada usia setelah 55 tahun atau yang mengalami
menopause. Hal ini terjadi karena wanita yang belum mengalami menopause
dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam meningkatkan kadar High
Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL yang tinggi merupakan faktor
pelindung dalam mencegah terjadinya prosesaterosklerosis.
c. Bagaimana patofisiologi dan pathogenesis hipertensi ?
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di
pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf
simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula
spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
d. Mekanisme kerja, farmokokinetik dan farmakodinamik obat ?
- Enalapril
8
MEKANISME KERJA:
Competitive inhibitor dari angiotensin-converting enzyme (ACE); mencegah
konversi angiotensin I menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor yang poten;
menghasilkan kadar angiotensin II yang lebih rendah yang mana dapat menyebabkan
peningkatan aktivitas renin dalam plasma dan mereduksi sekresi aldosteron 1,2,5,9.
• Mula kerja obat (onset of action) :
o oral : 1 jam
o intravena : 15 menit.
• Lama kerja obat (duration)
o oral : 12-24 jam
• Absorpsi : 55%-65 %
• Ikatan dengan protein : 50%-60 %
• Metabolisme: prodrug, melalui biotransformasi hepatic menjadi enalaprilat.
• Waktu paruh eliminasi :
Enalapril :
o dewasa : sehat 2 jam
o congestive heart failure : 3,4-5,8 jam
Enalaprilat :
o bayi usia 6 minggu–8 bulan : 6-10 jam
o dewasa : 35-38 jam
• Waktu untuk mencapai puncak, serum : oral :
Enalapril : 0,5-1,5 jam
Enalaprilat (aktif) : 3-4,5 jam
• Eksresi : urin (60 %-80 %); sebagian dalam faeces. Sesudah pemberian dosis
oral, enalapril dieskresi terutama di dalam urin dan sebagian dalam faeces, sebagai
enalaprilat dan senyawa aslinya (unchanged drug), lebih dari 90 % dosis iv enalaprilat
dieksresi di dalam urin. Eliminasi enalaprilat adalah multiphasic tapi waktu paruh
efektif untuk akumulasi sesudah dosis ganda enalapril dilaporkan terjadi kira – kira 11
jam pada pasien dengan fungsi ginjal normal. Enalaprilat dikeluarkan melalui
hemodialis dan peritonial dialisis.
- Hydroclorothiazide
9
Obat-obat hipertensi dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu : diuretik, penyekat
reseptor Beta Adrenergik (β-Blocker), penghambat angiotensin converting enzyme
(ACE-Inhibitor), penghambat reseptor angiotensin dan antagonis kalsium.
Hydrochlorothiazide (HCTZ) termasuk golongan diuretik tiazid yang sering
digunakan dalam manajemen terapi edema dan hipertensi (baik tunggal maupun
dalam kombinasi dengan agen antihipertensi lain). Mekanisme kerja tiazid adalah
meningkatkan ekskresi Na, Cl, dan air melalui penghambatan transport ion Na
melalui epitel tubuli ginjal. Interaksi obat HCTZ dengan antihipertensi/diuretik lain
akan menimbulkan efek aditif (efek samping hipotensi ortostatik). Apabila HCTZ
dikombinasikan bersama diuretik hemat kalium (spironolakton, amilorid, triamteren)
dapat menurunkan resiko hipokalemia. Kombinasi sering digunakan sebagai
pengganti suplemen kalium
e. Bagaimana interaksi obat enalapril dan hydrochlorothiazide ?
ENALAPRIL
Interaksi enalapril dengan obat lain : Efek Cytochrome P450 : substatre of CYP34A
(major) Efek meningkat / toksisitas : suplemen kalium, kotrimoksazol (dosis tinggi),
angiotensin II reseptor antagonist (contoh candesartan, losartan, irbesartan) atau
diuretik hemat kalium (amiloride, spironolakton, triamterene) dapat menghasilkan
kadar kalium dalam darah bila dikombinasi dengan enalapril. Efek ACE inhibitor
dapat ditingkatkan oleh phenothiazine atau probenecid (kadar kaptopril meningkat).
ACE inhibitor dapat meningkatkan konsentrasi dalam serum obat lithium. Diuretik
dapat meningkatkan efek hipotensi dengan ACE inhibitor, dan meningkatkan
hipovolimia yang potensial menimbulkan adverse renal effects dari ACE inhibitor.
Pada pasien dengan compromised renal fuction pemberian bersamaan dengan
NSAIDs dapat memperburuk fungsi ginjal. Allopurinal dan ACE inhibitor dapat
meningkatkan resiko hipersensitivitas bila digunakan bersamaan. Efek menurun :
Aspirin (dosis tinggi) dapat menurunkan efek terapi ACE inhibitor; pada dosis rendah
efek ini tidak signifikan. Antasid dapat mengurangi bioavailabilitas ACE inhibitor;
berikan terpisah dengan selang waktu 1–2 jam. NSAIDs dapat menurunkan efek
hipotensi ACE inhibitor. CYP3A4 inducer dapat menurunkan kadar atau efek
enalapril; contoh inducer termasuk amino glutethimide, karbamazepin, nafcillin,
nevirapine, phenobarbital, phenytoin, rifampisin5.
10
HIDROKLOROTIAZID
Peningkatan efek hidroklorotiazida dengan furosemida dan diuretik loop. Peningkatan
hipotensi dan/atau efek samping pada ginjal dari inhibitor ACE akan menghasilkan
diuresis berat pada pasien/ Beta bloker meningkatkan efek hiperglikemia;dari tiazida
pada diabetes mellitus tipe 2. Siklosporin dan tiazida akan meningkatkan risiko gout
atau toksisitas ginjal. Toksisitas digoksin dapat meningkat jika tiazida menginduksi
hipokalemia atau hipomagnesemia. ;Toksisitas lithium dapat jika tiazida
meningkatkan ekskresi ginjal litium. Tiazida dapat memperpanjang durasi pada
penggunaan bloking neuromuskular. Efek hipoglikemia dapat diturunkan. Penurunan
absorpsi oleh kolestiramin dan kolestipol. ;Antiinflamasi non steroid dapat
mengurangi efikasi tiazida, menurunkan efek diuretik dan antihipertensi.
f. Bagaimana factor komorbid dari efek farmakologi obat enalapril dan
hydrochlorothiazide ?
Enalapril merupakan salah satu prodrug antihipertensi golongan ACE inhibitor.
Enalapril diubah menjadi bentuk aktif nya yaitu enalaprilalat. Kombinasinya dengan
obat antihipertensi golongan diuretik akan memberikan efek sinergistik dan efek
hipokalemia akibat diuretik dapat dicegah. Kombinasi dengan beta blocker akan
memberikan efek aditif .
g. Mengapa setelah diberi obat enalapril dan
hydrochlorothiazide ,hipertensi yang telah diderita selama 6 tahun tetap
tidak normal ?
Karena telah terjadi desentisasi yaitu jika obat yang digunakan berulang-ulang maka
efek obat tersebut akan menurun, dapat disebut juga toleran. Hal tersebut
menyebabkan tekanan darah cenderung naik lagi.
h. Bagaimana interprestasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan lab ?
No
.
Pemeriksaan Hasil pemeriksan Nilai normal Interpretasi
1. Tekanan darah 165/95 mmHg 120/80 mmHg Diatas normal =
Hipertensi
2. Heart rate 85x/min Anak-anak 70-100 Normal
11
x/min
Dewasa
60-100x/min
3. Respiratory Rate 18x/min 16-24 x/min Normal
4. Serum Kreatinin 1.5 mg/dl Laki-laki = 0.7 – 1.1
mg/dl
Perempuan = 0.6 –
0.9 mg/dl
Diatas normal
5. K+ K+;5.0 mEq/L 3,5-5 mEq/L Normal
i. Bagaimana mekanisme abnormalitas dari pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan lab?
Hipertensi, pada kasus mungkin termasuk golongan hipertensi pada usia lanjut. TDS
(Tekanan darah sistolik) meningkat sesuai dengan peningkatan usia.
Kreatinin, meningkat disebabkan oleh hipertensi yang dialami oleh tuan hypertensi
yang mengakibatkan gangguan filtrasi di glomelurus (gangguan ginjal) sehingga
kreatinin nya meningkat
i. Bagaimana dosis dan cara pemberian obat antihipertensi (enalapril dan
hydrochlorothiazide) ?
Dosis Enalapril
Melalui mulut (per oral) 2.5 mg/hari, satu hari sekali atau 2 kali sehari dengan dosis
terpisah.
Boleh menyesuaikan dosis setelah 1-2 minggu.
Dosis lanjutan: 20 mg/hari, melalui mulut (per oral), satu hari sekali atau 2 kali sehari
dengan dosis terpisah.
Dosis Hydrochlorothiazide
Dosis,min/max dewasa : 12.5mg/200.0mg
Dosis min/max anak-anak : 1.0mg/kg/3.3mg/kg
1. Anak 6 bulan sampai 12 tahun : 1-2 mg/kg 1 atau 2x sehari
12
2. Anak-anak di bawah 6 bulan : 3mg/kg 2x sehari
Total pemakaian Hydrochlorothiazide pada anak-anak berumur dibawah 2 tahun tidak
boleh lebih dari 37,5 mg/hari dan pada anak-anak umur 2-12 tahun tidak boleh
melebihi 100mg/hari.
Dosis manula : 12,5mg
Cara Pemberian Obat
Bentuk sediaan obat ini adalah tablet dan sirup cara pemberiaannya lewat oral.
Pemberiannya biasanya satu kali sehari atau dua kali sehari.Apabila diminum sekali
sehari maka diminum pada pagi hari.Apabila diminum dua kali sehari maka diminum
pada pagi dan sore.Dalam pemakaian obat ini dapat dengan makan atau snack dan
bisa juga tidak.Ikuti petunjuk yang ada dilabel obat, apabila ada hal yang tidak
diketahui maka tanyakan pada dokter atau apoteker untuk menjelaskan hal – hal yang
tidak dimengerti.
2 He also suffered a chronic obstructive pulmonary disease (COPD), peptic ulcer,
and chronic low back pain.
a. Bagaimana patofisiologi dari COPD,peptic ulcer,dan chronic low back
pain ?
- COPD
Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus
tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal,
akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga
menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan
inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru
yang berkurang.
- Ulkus peptikum
Faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi dan ulkus pada saluran pencernaan bagian
atas adalah perimbangan antara faktor agresif (asam dan pepsin) dan faktor
pertahanan (defensif) dari mukosa. Faktor pertahanan ini antara lain adalah
pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan difusi
kembali ion hidrogen pada epitel serta regenerasi epitel.
- Low back pain
13
Pinggang adalah bagian belakang badan yang mengemban bagian tubuh dari toraks
keatas dan perut. Bagian tersebut ialah tulang belakang lumbal khususnya dan seluruh
tulang belakang umumnya. Tiap ruas tulang belakang berikut dengan diskus
intervertebralis sepanjang kolumna vertebralis merupakan satuan anatomic dan
fisiologik. Bagian depan yang terdiri dari korpus vertebralis dan diskus
intervertebralis berfungsi sebagai pengemban yang kuat, tetapi cukup fleksibel serta
bisa tahan terhadap tekanan-tekanan menurut porosnya. Yang menahan tekanan
tersebut ialah nucleus pulposus. Fleksibilitas dijamin oleh ligamenta dan fasia-fasia
yang kuat yang mengikat dan membungkus korpus serta diskus intervertebralis.
Tetapi fleksibilitas tersebut dijamin terhadap penekukan kebelakang dan kesamping
yang berlebihan oleh artikulus posterior superior yang merupakan bagian belakang
tiap ruas tulang belakang. Bagian belakang ini terdiri dari pedikel, lamina serta
processus spinosus dan transverses.
Dalam keseluruhannya bagian belakang menyediakan terowongan yang dikenal
sebagai kanalis vertebralis. Serta fasies artikulus inferior bersendi dengan faises
artikulus tetangganya. Persendian tersebut terdiri dari semua unsure jaringan yang
dimiliki setiap sendi biasa tubuh, yaitu kartilago, sinovial dan kapsul.
Diantara padikel-padikel sepanjang kolumna vertebralis terdapat lubang yang
dinamakan foramen intervertebralis. Dinding belakang dibentuk oleh artikulus
posterior dan dinding depannya dibentuk sebagian besar oleh diskus intervertebralis.
Didalam kanalis vertebralis terdapat medulla spinalis yang membujur kebawah
sampai L2 melalui setiap foramen intervertebralis setiap segmen medulla spinalis
menjulurkan radiks dorsalis dan ventralisnya ke periferi menuju cervical dan torakal
berkas serabut tepi itu (radiks dorslis dan ventralis) menuju ke foramen tersebut
secara horizontal. Tetapi didaerah lumbal dan sacral, radiks dorsalis dan ventralis
berjalan secara curam kebawah dahulu sebelum tiba ditingkat foramen intervertebralis
yang bersangkutan. Hal ini disebabkan oleh karena medulla spinalis membujur hanya
sampai tingkat L.2 saja. Otot-otot yang terdapat sekeliling tulang belakang
mempunyai origo dan inserio pada processus transverses atau processus spinosus.
Stabilitas kolumna vertebralis dijamin oleh ligamenta secara impuls nyeri terdapat
ligamenta, otot-otot, periostium, lapisan louar annulus fibrosus dan sinovia artikulus
posterior.
14
b. Bagaimana hubungan penyakit COPD,peptic ulcer, dan chronic low back
pain dengan hipertensi ?
Tidak ada hubungannya,dikarenakan :
COPD
Penyebab utama yaitu emphysema ataupun chronic asthmatic bronchitis. Sebagian
besar penderita chronic obstructive pulmonary disease mengidap kedua penyakit
tersebut. Chronic obstructive pulmonary disease dipicu oleh rokok, debu, asap bahan
kimia dari pabrik, dan polusi udara.
Ulkus peptikum
Penyebabnya adalah oleh aktivitas pepsin dan asam lambung yang berlebihan.
Terdapat 3 faktor utama yang menyebabkan ulkus peptikum yaitu faktor asam dan
pepsin, dimana kelebihan produksi asam akan menimbulkan luka pada mukosa
saluran pencernaan.[2] Faktor kedua adalah terdapat faktor ketahanan mukosa, dimana
faktor agresif atau agen perusak mukosa lebih dominan daripada faktor defensif atau
agen yang melindungi mukosa.[2] Faktor agresif yang utama adalah asam lambung dan
pepsin.[1] Faktor defensif yang berperan adalah mucous barrier (mukus dan
bikarbonat), mucosal resistance barrier (resistensi mukosa), microcirculation (aliran
darah mukosa) dan prostaglandin.[1] Faktor ketiga adalah akibat bakteri Helicobacter
pylori
LBP, Herniasi diskus (carram) intervertebralis (HNP) merupakan penyebab utama
nyeri punggung bawah yang berat, kronik dan berulang (kambuh), mungkin sebagai
dampak trauma atau perubahan degeneratif yang berhubungan dengan proses
penuaan. (Doenges, Marylinn, 1999:320).
c. Bagaimana hubungan penyakit COPD,peptic ulcer, dan chronic low back
pain dengan pemberiat obat anti hipertensi ? afif
d. Bagaimana factor resiko dari penyakit COPD,peptic ulcer,dan chronic
low back pain?
Faktor resiko COPD:
- Merokok
15
- Polusi udara
- Infeksi saluran nafas berulang
Faktor resiko ulkus peptikum:
- Faktor resiko independen: usia lebih dari 60 tahun, riwayat ulkus peptikum
sebelumnya, riwayat pendarahan saluran gastrointestinal atas, sedang
menjalani terapi kortikosteroid, penggunaan beberapa AINS (Antiinflamasi
Nonsteroid) dalam dosis tinggi, penggunaan antikoagulan atau koagulopati,
kerusakan organ kronis (misalnya; gagal jantung atau gagal ginjal)
- Faktor resiko pendukung: penggunaan AINS yang berhubungan dengan
dispepsia, durasi penggunaan AINS, infeksi HP, reumatoid arthritis.
Faktor resiko chronic low back pain:
- Usia
Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berusia 20-50 tahun. Bahkan
keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga umur sekitar 55
tahun.
- Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap keluhan nyeri pinggang
sampai umur 60 tahun, pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya pada saat
mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga dapat menyebabkan
kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon estrogen sehingga
memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
- Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko timbulnya nyeri pinggang
lebih besar, karena beban pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga
dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang.
- Pekerjaan
Faktor risiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan gangguan otot rangka
terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan cara pengangkatan barang, gerakan
berulang, posisi atau sikap tubuh selama bekerja, getaran, dan kerja statis.
- Aktivitas / olahraga
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat beban pada posisi
yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang. Posisi berdiri yang salah yaitu berdiri
16
dengan membungkuk atau menekuk ke muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur
pada kasur yang tidak menopang tulang belakang. Posisi mengangkat beban dari
posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban merupakan posisi yang salah,
seharusnya beban tersebut diangkat setelah jongkok terlebih dahulu.
Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas
berat seperti melakukan aktivitas dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari,
melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam
sehari, naik turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari, berjalan lebih
dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri pinggang.
- Kebiasaan merokok
Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki kecenderungan untuk
mengalami gangguan pada peredaran darahnya, termasuk ke tulang belakang.
Abnormalitas struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada skoliosis, lorodosis, maupun
kifosis, merupakan faktor risiko untuk terjadinya NPB.
e. Bagimana tatalaksana dari penyakit COPD,peptic ulcer,dan chronic low
back pain?
COPD
1. Berhenti merokok/mencegah pajanan gas/partikel berbahaya
2. Menghindari faktor pencetus
3. Vaksinasi Influenza
4. Rehabilitasi paru
5. Pengobatan/medikamentosa di antaranya penggunaan bronkodilator kerja singkat
(SABA, antikolinergik kerja singkat), penggunaan bronkodilator kerja lama (LABA,
antikolinergik kerja lama), dan obat simtomatik. Pemberian kortikosteroid dapat
digunakan berdasarkan derajat PPOK.
6. Pada PPOK derajat sangat berat diberikan terapi oksigen
7. Reduksi volume paru secara pembedahan (LVRS) atau endoskopi (transbronkial)
(BLVR)
Ulkus Peptikum
17
Beberapa faktor mempengaruhi penyembuhan ulkus dan kemungkinan untuk
kambuh. Faktor yang reversibel harus diidentifikasi seperti infeksi Helicobacterpylori,
penggunaan NSAID dan merokok.
Waktu penyembuhan ulkus tergantung pada ukuran ulkus. Ulkus lambung yang
besar dan kecil bisa sembuh dalam waktu yang relatif sama jika terapinya efektif.
Ulkus yang besar memerlukan waktu yang lebih lama untuk sembuh (Soll, 2009)
Bedah
Pembedahan sekarang tidak digunakan lagi dalam penatalaksaan ulkus peptikum,
kecuali pada saat keadaan darurat.
Antasida dan antikolinergik
Antasida dan antikolinergik biasanya tidak terlalu efektif dan harus digunakan terus-
menerus dan menghasilkan efek samping.
H2 reseptor antagonis
Pengobatan pertama kali yang efektif pada ulkus peptikum terungkap ketika H2
reseptor antagonis ditemukan. Untuk saat itu obat seperti cimetidine dan ranitidine
dipakai di pakai diseluruh dunia.
Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI secara ireversibel menghentikan produksi asam oleh sel parietal. Omeprazole
merupakan salah satu obat PPI pertama kali.
Menghentikan Helicobacter pylori
Menghentikan Helicobacter pylori merupakan cara paling ampuh dan secara
permanen menghentikan hampir semua kasus ulkus. Diperlukan kombinasi terapi
antara penghenti asam dan dua atau tiga antibiotik agar berhasil.
Penatalaksanaan Darurat
Pendarahan atau perforasi memerlukan operasi darurat dan terapi endoskopi, seperti
menyuntik adrenaline disekitar pembuluh darah agar pendarahan berhenti (Keshav,
2004).
Chronic Low Back Pain
Penatalaksanaan HNP
Penatalaksanaan NPB diberikan untuk meredakan gejala akut dan mengatasi
etiologi. Pada kasus HNP, terapi dibagi berdasarkan terapi konservatif dan bedah.
18
Terapi konservatif
Tujuan terapi konservatif adalah mengurangi iritasi saraf, memperbaiki kondisi
fisik pasien dan melindungi dan meningkatkan fungsi tulang punggung secara
keseluruhan. 90% pasien akan membaik dalam waktu 6 minggu, hanya sisanya yang
membutuhkan pembedahan.
Terapi konservatif untuk NPB, termasuk NPB akibat HNP meliputi:
1. Tirah baring
Tujuan tirah baring untuk mengurangi nyeri mekanik dan tekanan intradiskal,
lama yang dianjurkan adalah 2-4 hari. Tirah baring terlalu lama akan menyebabkan
otot melemah. Pasien dilatih secara bertahap untuk kembali ke aktivitas biasa.
Posisi tirah baring yang dianjurkan adalah dengan menyandarkan punggung, lutut
dan punggung bawah pada posisi sedikit fleksi. Fleksi ringan dari vertebra
lumbosakral akan memisahkan permukaan sendi dan memisahkan aproksimasi
jaringan yang meradang.
1. Medikamentosa
1. Analgetik dan NSAID
2. Pelemas otot: digunakan untuk mengatasi spasme otot
3. Opioid: tidak terbukti lebih efektif dari analgetik biasa. Pemakaian jangka
panjang dapat menyebabkan ketergantungan
4. Kortikosteroid oral: pemakaian masih menjadi kontroversi namun dapat
dipertimbangkan pada kasus HNP berat untuk mengurangi inflamasi.
5. Analgetik ajuvan: dipakai pada HNP kronis
Terapi fisik
Traksi pelvis
Menurut panel penelitian di Amerika dan Inggris traksi pelvis tidak terbukti
bermanfaat. Penelitian yang membandingkan tirah baring, korset dan traksi dengan
tirah baring dan korset saja tidak menunjukkan perbedaan dalam kecepatan
penyembuhan.
Diatermi/kompres panas/dingin
19
Tujuannya adalah mengatasi nyeri dengan mengatasi inflamasi dan spasme otot.
Pada keadaan akut biasanya dapat digunakan kompres dingin, termasuk bila terdapat
edema. Untuk nyeri kronik dapat digunakan kompres panas maupun dingin.
Korset lumbal
Korset lumbal tidak bermanfaat pada NPB akut namun dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya eksaserbasi akut atau nyeri pada NPB kronis. Sebagai
penyangga korset dapat mengurangi beban pada diskus serta dapat mengurangi
spasme.
Latihan
Direkomendasikan melakukan latihan dengan stres minimal pada punggung
seperti jalan kaki, naik sepeda atau berenang. Latihan lain berupa kelenturan dan
penguatan. Latihan bertujuan untuk memelihara fleksibilitas fisiologik, kekuatan otot,
mobilitas sendi dan jaringan lunak. Dengan latihan dapat terjadi pemanjangan otot,
ligamen dan tendon sehingga aliran darah semakin meningkat.
Latihan kelenturan
Punggung yang kaku berarti kurang fleksibel akibatnya vertebra lumbosakral
tidak sepenuhnya lentur. Keterbatasan ini dapat dirasakan sebagai keluhan “kencang”.
Latihan untuk kelenturan punggung adalah dengan membuat posisi meringkuk
seperti bayi dari posisi terlentang. Tungkai digunakan sebagai tumpuan tarikan. Untuk
menghasilkan posisi knee-chest, panggul diangkat dari lantai sehingga punggung
teregang, dilakukan fleksi bertahap punggung bawah bersamaan dengan fleksi leher
dan membawa dagu ke dada. Dengan gerakan ini sendi akan mencapai rentang
maksimumnya. Latihan ini dilakukan sebanyak 3 kali gerakan, 2 kali sehari.
Latihan penguatan
Latihan pergelangan kaki: Gerakkan pergelangan kaki ke depan dan belakang
dari posisi berbaring.
Latihan menggerakkan tumit: Dari posisi berbaring lutut ditekuk dan kembali
diluruskan dengan tumit tetap menempel pada lantai (menggeser tumit).
Latihan mengangkat panggul: Pasien dalam posisi telentang, dengan lutut dan
punggung fleksi, kaki bertumpu di lantai. Kemudian punggung ditekankan pada lantai
20
dan panggul diangkat pelan-pelan dari lantai, dibantu dengan tangan yang bertumpu
pada lantai. Latihan ini untuk meningkatkan lordosis vertebra lumbal.
Latihan berdiri: Berdiri membelakangi dinding dengan jarak 10-20 cm, kemudian
punggung menekan dinding dan panggul direnggangkan dari dinding sehingga
punggung menekan dinding. Latihan ini untuk memperkuat muskulus kuadriseps.
Latihan peregangan otot hamstring: Peregangan otot hamstring penting karena
otot hamstring yang kencang menyebabkan beban pada vertebra lumbosakral
termasuk pada anulus diskus posterior, ligamen dan otot erector spinae. Latihan
dilakukan dari posisi duduk, kaki lurus ke depan dan badan dibungkukkan untuk
berusaha menyentuh ujung kaki. Latihan ini dapat dilakukan dengan berdiri.
Latihan berjinjit: Latihan dilakukan dengan berdiri dengan seimbang pada 2 kaki,
kemudian berjinjit (mengangkat tumit) dan kembali seperti semula. Gerakan ini
dilakukan 10 kali.
Latihan mengangkat kaki: Latihan dilakukan dengan menekuk satu lutut,
meluruskan kaki yang lain dan mengangkatnya dalam posisi lurus 10-20 cm dan tahan
selama 1-5 detik. Turunkan kaki secara perlahan. Latihan ini diulang 10 kali.
Proper body mechanics: Pasien perlu mendapat pengetahuan mengenai sikap
tubuh yang baik untuk mencegah terjadinya cedera maupun nyeri.
Beberapa prinsip dalam menjaga posisi punggung adalah sebagai berikut:
o Dalam posisi duduk dan berdiri, otot perut ditegangkan, punggung tegak dan
lurus. Hal ini akan menjaga kelurusan tulang punggung.
o Ketika akan turun dari tempat tidur posisi punggung didekatkan ke pinggir
tempat tidur. Gunakan tangan dan lengan untuk mengangkat panggul dan berubah
ke posisi duduk. Pada saat akan berdiri tumpukan tangan pada paha untuk
membantu posisi berdiri.
o Pada posisi tidur gunakan tangan untuk membantu mengangkat dan
menggeser posisi panggul.
o Saat duduk, lengan membantu menyangga badan. Saat akan berdiri badan
diangkat dengan bantuan tangan sebagai tumpuan.
21
o Saat mengangkat sesuatu dari lantai, posisi lutut ditekuk seperti hendak
jongkok, punggung tetap dalam keadaan lurus dengan mengencangkan otot perut.
Dengan punggung lurus, beban diangkat dengan cara meluruskan kaki. Beban yang
diangkat dengan tangan diletakkan sedekat mungkin dengan dada.
o Jika hendak berubah posisi, jangan memutar badan. Kepala, punggung dan
kaki harus berubah posisi secara bersamaan.
o Hindari gerakan yang memutar vertebra. Bila perlu, ganti wc jongkok
dengan wc duduk sehingga memudahkan gerakan dan tidak membebani punggung
saat bangkit.
Dengan melakukan latihan setiap hari, atau setidaknya 3-4 kali/minggu secara
teratur maka diperkirakan dalam 6-8 minggu kekuatan akan membaik sebanyak 20-
40% dibandingkan saat NPB akut.
Terapi operatif
Terapi bedah berguna untuk menghilangkan penekanan dan iritasi pada saraf
sehingga nyeri dan gangguan fungsi akan hilang. Tindakan operatif pada HNP harus
berdasarkan alasan yang kuat yaitu berupa:
o Defisit neurologik memburuk.
o Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
o Paresis otot tungkai bawah.
Pada discectomy, sebagian dari discus intervertebralis diangkat untuk mengurangi
tekanan terhadap nervus. Laminectomy dapat dilakukan sebagai dekompresi.
3 Based on these data, the physician will provide omepazole, enalapril,
hydrochlorothiazide, acetaminophen, and metoprolol as adjunctive
antihypertensive agent.
a. Mekanisme kerja, farmokokinetik dan farmakodinamik dari obat :
- Omeprazole
Omeprazole merupakan antisekresi, turunan benzimidazole, yang bekerja menekan
sekresi asam lambung dengan menghambat aktivitas enzim H/K ATPase (pompa
22
proton) pada permukaan kelenjar sel pariental gastrik pada pH<4. Omeprazole yang
berikatan dengan proton (H) secara cepat akan diubah menjadi sulfonamida, suatu
penghambat proton yang aktif. penggunaan Omeprazole secara oral menghambat
sekresi asam lambung basal dan stimulasi pentagastrik. Interaksi obat Omeprazole
dapat memperpanjang eliminasi obat-obat yang dimetabolisme melalui sitokrom P450
di dalam hati seperti: Diazepam, Fenitoin dan Warfarin. Tidak ditemukan interaksi
dengan Propanolol dan Teofilin. Omeprazole juga mengurangi absorpsi obat-obat
yang absorpsinya dipengaruhi oleh pH lambung seperti; Ketokonazole, ester,
Ampisilin, garam besi.
- Acetaminophen
MEKANISME KERJA
Obat ini bekerja mengurangi produksi prostaglandin pada otak. Prostaglandin
melayani sejumlah fungsi perlindungan dalam tubuh, tetapi dapat menghasilkan nyeri,
peradangan dan demam. Prostaglandin menyebabkan rasa sakit dan peradangan
setelah cedera sel oleh sejumlah mekanisme, terutama dilokasi cedera saraf perifer
yaitudiluar otak dan sumsum tulang belakang juga dalam sistem saraf pusat.
Prostaglandin juga meningkatkan suhu tubuh dengan mempengaruhi hipotalamus.
Acetaminophen mengurangi rasa sakit dengan meninggikan ambang nyeri. Ini
mengurangi demam melalui aksinya pada panas yang mengatur pusat otak. Secara
khusus, acetaminophen memberitahu pusat untuk menurunkan suhu tubuh ketika suhu
meningkat. Acetaminophen mengobati demam dan sakit ringan dan nyeri pada anak-
anak dan bayi juga dapat mengobati migrain.
FARMAKODINAMIK
Efek analgesik parasetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Acetaminophen menurunkan suhu tubuh
dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek
anti inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu acetaminophen tidak digunakan
sebagai antitreumatik. Obat ini merupakan penghambat biosintesis prostaglandin yang
lemah. Efek iritasi erosi dan perdarahan lambung tidak terlihat pada obat ini,
demikian juga gangguan pernafasan dan keseimbangan asam basa
FARMAKOKINETIK
23
Acetaminophen diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi
tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu setengah jam dan masa paruh antara 1-3
jam. Obat ini tersebar ke seluruh cairan tubuh. Dalam plasma 25% acetaminophen
terikat protein plasma. Obat ini dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Sebagian
acetaminophen (80%) dikonjugasi dengan asam glukoronat dan sebagian kecil lainnya
dengan asam sulfat. Selain itu, obat ini juga dapat mengalami hidroksilasi dan
menimbulkan methamoglobenemia dan hemolisis eritrosit. Obat ini diekskresikan
melalui ginjal sebagian kecil sebagai acetaminophen (3%) dan sebagian besar dalam
bentuk terkonjugasi
- Metoprolol
MEKANISMEAKSI
Inhibitor beta1- adrenergic reseptor memblok/menghambat beta1-reseptor, dengan
sedikit atau ada efek pada beta 2 reseptor pada dosis <100 mg.3.
FARMAKOLOGI
Absorpsi : Metoprolol tartrate cepat dan hampir sempurna diserap dari saluran cerna;
penyerapan dosis tunggal oral 20-100 mg bisa sempurna dalam waktu 2,5-3 jam
setelah dosis oral, sekitar 50% obat yang diberikan dalam bentuk tablet nampak
mengalami metabolisme pada hati.Bioavaibilitas dari metoprolol tartrate yang
diberikan secara oral naik seiring kenaikan dosis. Distribusi : Metoprolol disalurkan
luas ke dalam jaringan tubuh. Konsentrasi dari obat lebih besar pada jantung, paru-
paru dan air liur pada plasma. Metoprolol 11-12% terikat pada protein serum,yang
nampak hanya pada albumin.setelah menerima dosis terapi konsentrasi metoprolol
pada eritrosit adalah 20% lebih tinggi dari pada konsentrasi pada plasma. konsentrasi
metoprolol pada CSF adalah sekitar 78% dari konsentrasi pada plasma. Metoprolol
didistribusikan ke dalam jaringan lunak pada konsentrasi sekitar 3-4 kali dari
konsentrasi plasma ibu, tetapi jumlah sebenarnya yang disalurkan ke dalam jaringan
lunak nampak sangat kecil. Eliminasi : Eliminasi metoprolol nampak mengikuti gaya
kinetik tingkat pertama dan terjadi terutama pada hati, waktu yang diperlukan untuk
proses tersebut bebas dosis dan lamanya terapi. Metoprolol dimetabolisme oleh
cytochrome P-450 (CYP) sistem enzim mikrosomal, yang sebelumnya 2D5
(CYP2D6). Bila diberikan secara oral, metoprolol dapat menghambat metabolisme
stereoselective yang tergantung pada oksidasi phenotipe. Metoprolol dan
metabolitnya diekskresi dalam urin terutama melalui filtrasi glomerular, walaupun
24
sekresi dan reabsorpsi bisa terjadi. Sekitar 95% dari dosis tunggal diekskresi dalam
urin dalam waktu 72 jam. Kurang dari 5% dan sekitar 10% dosis metoprolol dieksresi
pada urin yang tidak berubah setelah minum obat.
b. Bagaimana interaksi obat enalapril dan hydrochlorothiazide, omeprazole,
acetaminophen, metoprolol ?
Interaksi enalapril dengan obat lain : Efek Cytochrome P450 : substatre of CYP34A
(major) Efek meningkat / toksisitas : suplemen kalium, kotrimoksazol (dosis tinggi),
angiotensin II reseptor antagonist (contoh candesartan, losartan, irbesartan) atau
diuretik hemat kalium (amiloride, spironolakton, triamterene) dapat menghasilkan
kadar kalium dalam darah bila dikombinasi dengan enalapril. Efek ACE inhibitor
dapat ditingkatkan oleh phenothiazine atau probenecid (kadar kaptopril meningkat).
ACE inhibitor dapat meningkatkan konsentrasi dalam serum obat lithium. Diuretik
dapat meningkatkan efek hipotensi dengan ACE inhibitor, dan meningkatkan
hipovolimia yang potensial menimbulkan adverse renal effects dari ACE inhibitor.
Pada pasien dengan compromised renal fuction pemberian bersamaan dengan
NSAIDs dapat memperburuk fungsi ginjal. Allopurinal dan ACE inhibitor dapat
meningkatkan resiko hipersensitivitas bila digunakan bersamaan. Efek menurun :
Aspirin (dosis tinggi) dapat menurunkan efek terapi ACE inhibitor; pada dosis rendah
efek ini tidak signifikan. Antasid dapat mengurangi bioavailabilitas ACE inhibitor;
berikan terpisah dengan selang waktu 1–2 jam. NSAIDs dapat menurunkan efek
hipotensi ACE inhibitor. CYP3A4 inducer dapat menurunkan kadar atau efek
enalapril; contoh inducer termasuk amino glutethimide, karbamazepin, nafcillin,
nevirapine, phenobarbital, phenytoin, rifampisin5.
Omeprazole : dapat memperpanjang eliminasi obat-obat yang dimetabolisme melalui
sitokrom P-450 dalam hati yaitu diazepam, warfarin, fenitoin. Omeprazole
mengganggu penyerapan obat-obat yang absorbsinya dipengaruhi pH lambung seperti
ketokonazole, ampicillin dan zat besi.
Metoprolol : Peningkatan efek/toksisitas : Inhibitor CYP2D6 dapat meningkatkan
level/efek metoprolol, contoh inhibitor, klorpromazin, delaviridin, fluoksetin,
mikonazol, paroxetine, pergolid, kuinidin, kuinin, ritonavir dan ropinirol,
Aminokuinolon (antimalaria), propafenon dan propoxyfen meningkatkan efek
metoprolol. Metoprolol juga dapat meningkatkan efek obat lain yang mempunyai
25
konduksi AV lambat ( seperti digoksin, verapamil, diltiazem), dipiridamol,
disopiramid, inhibitor asetilkolinesterase, amiodaron, bloker alfa 1 ( prazosin,
terazosin) dan alfa/beta agonis ( aksi langsung) dan midodsin.3
Hydrochlorothyazide : interaksi dengan obat antiinflamasi non steroid dapat
mengurangi efek HCT tersebut, antiaritmia dan digitalismeningkatkan resiko
toksisitas akibat kekurangan kalium, korikosteroid dapat meningkatkan pengeluaran
kalium dan mengurangi efek diuretic thiazid, dan lithium ditingkatkan oleh HCT
sehingga menyebabkan efek samping yang serius.
Acetaminophen : Obat penurun kolesterol cholestyramine dapat mengurangi tingkat
penyerapan paracetamol oleh usus, sedangkan metoclopramide dan domperidone,
yang digunakan untuk meringankan gejala gangguan perut, mungkin memiliki efek
sebaliknya. Parasetamol diduga dapat menaikkan aktivitas koagulan dari kumarin.
c. Bagaimana factor komorbid dari efek farmakologi obat omeprazole,
acetaminophen, metoprolol?
Omeprazol ,merupakan obat yang berfungsi sebagai inhibitor asam lambung, jadi
faktor komorbid yang dipengaruhi yaitu peptic ulcer.
Acetaminophen ,merupakan obat antipiretik/untuk mengatasi nyeri, jadi faktor
komorbid yang dipengaruhi yaitu chronic low back pain.
Metoprolol ,merupakan Beta bloker yang berfungsi untuk mengobati hipertensi yang
dialami. Metoprolol digunakan karena metoprolol merupakan Beta bloker
kardioselektif yang tidak menimbulkan bronkospasme sehingga tidak mempengaruhi
jalan nafasnya sehingga tidak memperberat COPD yang dialaminya.
d. Bagaimana pengaruh rangsangan adrenalin dan noradrenalin terhadap
reseptor alfa dan beta ?
Efek stimulasi Saraf Simpatis dan Saraf Parasimpatik
Organ Reseptor Efek Stimulasi
S. Adrenergik S. Kolinergik
Mata (pupil) ∞ : diperbesar Diperkecil
Paru-paru
(bronchia)β : dilatasi Konstriksi
Jantung β : daya kontraksi Diperlemah
26
diperkuat,
denyutan
dipercepat
Arteriola ∞ β : konstriksi
Vena ∞ : konstriksi
Diperlambat
Dilatasi
Lambung-usus
(peristaltik dan
sekresi)
∞ β: dikurangi
relaksasi-
Kantong kemih
dan empedu, rahim∞ : relaksasi
Diperbesar
Konstriksi
Berubah berubah
Rahim yang
mengandung,
Kulit, otot-otot
β
∞
: konstriksi
: konstriksi
-
-
e. Bagaimana pengaruh hambatan atau blockade adrenalin dan noradrenalin
pada reseptor alfa dan beta ?
RESEPTOR RESPONS-RESPONS
Alfa1 Vasokontriksi menurunkan tekanan darah. Dapat terjadi
reflek takikardia. Miosis: kontriksi pupil. Menekan
ejakulasi
Beta1 Menurunkan denyut jantung
Beta2 Konstriksi bronkiolus. Kontraksi uterus
f. Bagaimana distribusi atau letak reseptor alfa dan beta dalam jaringan atau
organ ?
27
Adrenergik dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik-kerjanya di sel-sel efektor
dari organ-ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta (Ahlquist 1948).Perbedaan
antara kedua jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin
(NA), dan isoprenalin.Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta
lebih sensitif bagi isoprenalin.
Diferensiasi lebih lanjut dapat dilakukan menurut efek fisiologinya, yaitu dalam alfa-1
dan alfa-2, serta beta-1 dan beta-2. Pada umumnya, stimulasi dari masing-masing
reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai berikut:
- Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-
selkelenjar dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
- Alfa-2 : menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenergis dengan
turunnyatekanan darah. Mungkin pelepasan ACh dan saraf kolinergis dalam usus pun
terhambat sehingga antara lain menurunnya peristaltik.
- Beta-1 : memperkuat daya dan frekuensi konstraksi jantung (efek inotrop dan
kronotrop).
- Beta-2 : bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut:
- Alfa-1 dan beta-1 : postsinaptis, artinya sinaps di organ efektor.
- Alfa-2 dan beta-2 : presinaptis dan ekstrasinaptis, yaitu di muka sinaps atau
diluarnya, antara lain di kulit otak, rahim, dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga
terdapat presinaptis.
g. Bagaimana dosis dan cara pemberian obat omeprazole, acetaminophen,
metoprolol ?
Omeprazole : dewasa : dikonsumsi secara oral, dosis 20-40mg sekali sehari. Kapsul
ditelan utuh dengan air dan diminum sebelum makan. Pada penderita tukak duodenal
penyembuhan memerlukan waktu 2 minggu dan bila tidak sembuh pada tahap
pengobatan awal diperlukan periode pengobatan 2 minggu lagi. Pada tukak lambung,
28
Hipertensi 6 tahun
Diberi enalapril dan hydrochlorothiazide
penyembuhan memerlukan waktu 4 minggu dan bila belum sembuh dibutuhkan
periode pengobatan 4 minggu lagi. Pada penderita yang sukar disembuhkan dengan
pengobatan lain, diperlukan 40mg sekali sehari dan kesembuhan tercapai dalam
waktu 4 minggu (penderita tukak duodenal) atau 8 minggu (penderita tukak lambung
atau refluks sofagitif erosif/ulseratif). Pada penderita sindroma zollinger ellison dosis
awal 20-160mg sehari disesuaikan masing2 penderita dan pengobatan sebaiknya
diberikan selama diindikasi secara klinis. Untuk dosis diatas 80mg sehari, dosis harus
dibagai 2x sehari. Untuk pasien usia lanjut dan gangguan fungsi hati dan ginjal tidak
diperlukan dosis khusus dan tidak ada pengalaman penggunaan omeprazole bagi
anak-anak.
Paracetamol/asetominofen : terbagi 5 kemasan, paracetamol tablet 500mg,
paracetamol sirup 125mg/5ml, 160mg/5ml, 250mg/5ml, dan paracetamol
suppositoria. Untuk paracetamol tablet bagi dewasa dan anak diatas 12 tahun, dosis 1
tablet 3-4 kali sehari dan bagi anak-anak 6-12 tahun ½ tablet 3-4 hari sekali. Untuk
paracetamol sirup pada anak usia 0-1 tahun ½ sendok takar (5ml) 3-4 kali sehari, 1-2
tahun 1 sendok takar 3-4 kali sehari, 2-6 tahun 1-2 sendok takar 3-4 kali sehari, 6-9
tahun 2-3 sendok takar 3-4 kali sehari, dan anak 9-12 tahun 3-4 sendok takar 3-4 kali
sehari.
Metoprolol : 5 mg (diberikan IV) selama 2 menit, boleh diulangi selama setiap 5
menit untuk total keseluruhan 15 mg. Berikan dosis oral 15 menit setelah pemberian
IV terakhir: 50 mg melalui mulut (per oral) diberikan 4 kali sehari x 48 jam setelah
itu: Dosis lanjutan 100 mg melalui mulut (per oral), diberikan 2 kali sehari.
IV. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
29
V. LEARNING ISSUE
TopikWhat I
knowWhat I don’t know
What I have to
prove
How I will
learn
Fisiologi
system saraf
otonom
Definisi Neurotransmitter dan
neurotransmission
- Textbook,
Internet,
Jurnal
reseptor
adrenergic alfa
beta
Arti Jenis, distribusi,
pengaruh stimulasi,
dan inhibisi
-
Obat agonis
dan antagonis
dari reseptor
alfa beta
adrenergic
Definisi Jenis, mekanisme,
farmakodinamik,
farmakokinetik,
interaksi obat, dan
factor komorbid
-
Hipertensi Definisi Etiologi,
patofisiologi,
tatalaksana, factor
resiko, manifestasi
klinik,dan
30
pathogenesis
VI. SINTESIS MASALAH
SISTEM SARAF OTONOM
System saraf otonom disebut juga system saraf visceral, bekerja pada otot polos dan kalenjar.
Fungsi dari sitem saraf otonom adalah mengendalikan dan mengantur jantung, system
pernafasan, saluran gastrointestinal, kandung kemih, mata, dan kalenjar. System saraf otonom
mempersarafi otot polos, tetapi system saraf otonom merupakan system saraf involunter yang
kita tidak atau sedikit bisa kendalikan. Kita bernafas dan jantung kita berdenyut sehingga
menimbulkan peristaltik terjadi tanpa kita sadari. Tetapi tidak seperti system saraf otonom,
system saraf somatic merupan system volunteer yang mempersarafi otot rangka, yang dapat
kita kendalikan.
Perbedaan pokok antara system saraf otonom dengan system saraf somatic :
1. Saraf otonom menginnervasi semua struktur dalam badan, kecuali otot rangka (otot
lurik)
2. Sinaps saraf otonom terletak dalam ganglion yang berada di luar susunan saraf pusat.
Sinaps saraf somatic terletak di dalam susunan saraf pusat.
3. Saraf otonom membentuk flexsus yang terletak di perifer(di luar susunan saraf pusat)
dan saraf somatic tidak berflexsus.
4. Saraf somatic diselubungi dengan sarung myelin, saraf otonom post ganglion tidak
bersarung myelin.
5. Saraf otonom menginnervasi sel effektor yang bersifat otonom. Artinya bahwa sel
effektor masih dapat bekerja tanpa persarafan. Sebaliknya jika saraf somatic putus
maka alat yang bersangkutan mengalami paralisis.
Dua perangkat neuron dalam komponen otonom pada system saraf perifer adalah:
1. Neuron aferen atau sensorik
Neuron aferen mengirimkan impuls ke sistenm saraf pusat dimana impuls itu
diinterpretasikan.
2. Neuron eferen atau motorik
31
Neuron eferen menerima impuls atau informasi dari otak dan meneruskan impuls ini
melalui medulla spinalis ke sel-sel organ efektor. Jalur eferen dalam system saraf
otonom dibagi menjadi dua cabang yaitu saraf simpatis dan parasimpatis. Yang
keseluruhannya disebut sebagai system saraf simpatis dan system saraf parasimpatis.
System saraf simpatis dan system saraf parasimpatis bekerja pada organ-organ yang sama
tetapi menghasilkan respon yang berlawanan agar tercapainya homeostasis atau
keseimbangan.
Kerja obat-obat pada system saraf simpatis dan parasimpatis dapat berupa respon yang
merangsang atau menekan.
System saraf simpatis
System saraf simpatis juga dikenal sebagi system adrenergic karena dulu diperkirakan bahwa
adrenalin merupakan neurotransmitter yang mempersarafi otot-otot polos. Kini
neurotransmitter dikenal sebagai norepinefrin yaitu sebagai obat adrenergik atau
simpatomimetik. Obat-obat itu juga dikenal dengan nama antagonis adrenergic karena
memulai respon pada tempat reseptor adrenergic atau simpatolitik. Mencegah respon pada
tempat reseptor. Ada tiga jenis sel-sel organ reseptor adrenergic yaitu alfa, beta 1, dan beta 2.
Norepinefrin dilepaskan dari ujung saraf terminal dan merangsang reseptor sel untuk
menghasilkan suatu respon.
System saraf parasimpatis
System saraf parasimpatis juga dikenal seabagi system kolinergik karena neurotransmitter
yang tedapat pada ujung neuron yang mempersarafi otot adalah asetilkolin. Obat-obatan yang
menyerupai asetilkolin disebut sebagai obat-obat kolinergik atau parasimpatomimetik. Obat-
obat itu juga dikenal dengan nama agonis kolinergik karena memulai respon kolinergik,
sebaliknya obat-obat yang menghambat efek atsetilkolin disebut sebagai antikolinergik atau
parasimpatolitik. Obat-obat ini dikenal sebagai nama antgonis kolinergik karena menghambat
efek asetilkolon pada organ. Reseptor-reseptor kolinergik pada sel-sel organ dapat bersifat
nikotinik atau muskarinik yang berarti mereka dirangsang oleh alkaloid nikotin atau
muskarin. Asetilkolin merangsang sel saraf reseptor untuk menghasilkan suatu respon, tetapi
enzim asetilkolinesterase dapat mengaktivasi asetilkolin sebelum ia mencapai sel reseptor.
Obat-obat yang menyerupai neurotransmitter norepinefrin dan asetilkolin menghasilkan
respon yang saling berlawanan pada organ yang sama contohnya: suatu obat adrenergik
32
(simpatomimetik) meningkatkan denyut jantung sedangkan obat kolinergik
(parasimpatomimetik menurunkan denyut jantung. Tetapi suatu obat yang menyerupai system
saraf simpatis dan suatu obat yang menghambat system saraf parasimpatis dapat
menghasilkan respon yang serupa pada organ, contohnya: obat-obat simpatotimetik dan
parasimpatolitik, keduanya meningkatkan denyut jantung. Penghambat adrenergic dan obat
kolinergik, keduanya menurunkan denyut jantung.
Asetilkolin menghatarkan semua sinyal parasimpatis ke organ akhir (hati, paru-paru, dll)
dengan cara mengikat reseptor muskarinik (M). Dan lagi, asetilkolin memainkan tiga peranan
penting lain dalam neurotransmisi.
a. Transmisi ganglionik: asetilkolin menghantarkan impuls simpatis maupun
parasimpatis dari neuron “preganglionik” dalam otak dan medula spinalis ke reseptor-
reseptor ganglionik nikotinik (N8) pada neuron “pascaganglionik” di sistem saraf
otonom. Hal ini terjadi pada ganglia simpatis yang terletak disepanjang medula
spinalis, dan pada ganglia arasimpatis, yang terletak dekat organ akhir. Karena semua
transmisi ganglionik bersifat kolinergik, obat-obatan yang memblok transmisi
ganglionik menghambat sinyal simpatis maupun parasimpatis, tergantung sistem
mana yang dominan pada saat itu.
b. Transmisi neuromuskular: asetilkolin, yang dilepaskan ari neuron-neuron,
menyebabkan kontraksi otot dengan cara berikatan dengan reseptor otot nkotinik
(Nm) pada sel-sel otot, yang menyebabkan influks kalsium.
c. Neurotransmisi pusat: asetilkolin adalah neurotransmiter dalam otak, yang bekerja
terutama melalui reseptor muskarinik.
Zat-zat yang berguna secara klinis untuk meningkatkan neurotransmisi meliputi:
a. Agonis reseptor
b. Zat yang menginduksi pelepasan neurotransmitter
c. Obat yang mencagah degradasi transmiter
Zat-zat yang berguna secara klinis untuk menekan neurotrmisi meliputi:
a. Bloker saraf prasipnatik
b. Antagonis reseptor
c. Bloker ganglion
33
Transmisi Neurohumoral
Impuls saraf SSp hanya dapat diteruskan ke ganglion dan sel efektor melalui pelepasan zatt
kimia yang khas yang disebut transmiter neurohumoral atau disingkat transmiter. Konduksi
saraf hanya dapat dipengaruhi oleh anastetik lokal dosis terapi yang diinfiltrasikan dalam
kadar yang relatif tinggi di sekitar batang saraf dan oleh beberapa zat lain misalnya
tetrodoksi, racun dari sejenis ikan, dan saksitosin, racun dari sejenis kerang, yang memblok
kanal natrium.
Transmisi Koligernik
Asetilkolin : Kolinasetilase, Kolinesterase, Kolinesterase
Sintesis Dan Pemecahan Asetilkolin
Bila N. vagus dirangsang maka di ujung saraf tersebut akan dilepaskan suatu zat aktif
yang oleh Otto Loewi. (1926) disebut dengan Vagusstoff. Sejarah penemuan zat vagus ini
sering dikutip oleh para penulis buku fisiologi dan farmakologi. Setelah diteliti ternyata zat
vagus tersebut adalah Ach. (asetilkolin). Dalam ujung sarag kolinergik, Ach disimpan dalam
gelembung sinapsndan dilepaskan oleh PAS.
Terdapat dua jenis enzim yang berhubungan erat dengan Ach yaitu kolinasetilase dan
kolinesterase.
Kolinasetilase (Kolin Asetiltranferase).
Enzi mini pertama- tama ditemukan dalam alat listrik ikan belut listrik dari daerah Amazon.
Zat ini mengkatalisis sintesis Ach, pada tahap pemindahan gugus asetil dari asetilkoenzim A
ke molekul kolin. Reaksi ini merupakan langkah terakhir dalam sintesis Ach, yang terjadi
ditransportasi ke dalam gelembung sinaps tempat Ach kemudian disimpan dalam kadar
tinggi.
Kolinase tilase disintesis dalam perikaroin sel saraf dan ditransportasi sepanjang akson ke
ujung saraf. Asetil KoA disintesis di mitokondria ujung saraf sedangkan kolin diambil secara
aktif ke dalam ujung saraf. Proses ambilan kolin ke dalam saraf ini tergantung dari Na+
ekstrasel dan dihambat oleh hemikolinium.
Kolinesterase.
34
Asetilkolin sebagai transmitter harus diinaktifkan dalam waktu yang cepat. Kecepatan
inaktivasi tergantung dari jenis sinaps (sambungan saraf otot atau sambungan saraf efektor)
dan jenis neuron. Pada sambungan saraf otot, Ach dirusak secara kilat, dalam waktu kurang
dari 1 milidetik.
Kolinesterase yang terbesar luas di berbagai jaringan dan cairan tubuh, menghidrolisis Ach
menjadi kolin dan asam asetat. Kekuatan kolin sebagai transmitter hanya 1/100.000 kali Ach.
Ada 2 macam kolinesterase, yakni asetilkolinesterase (AChE) dan butirilkolinesterase
(BuChE). Asetilkolinesterase ( juga dikenal sebagai kolinesterase yang spesifik atau
kolinesterase yang sejati) terutama terdapat di tempat transmisi kolinergik pada membrane
pra- maupun pascasinaps, dan merupakan kolinesetrase yang terutama memecah Ach
butirilkolinesterase ( juga dikenal sebagai serum esterase atau pseudokolinesterase) terutama
mmecah butlirikolin dan banyak terdapat dalam plasma dan hati : fungsi fisiologisnya tidak
diketahui. Enzi mini berperan dalam eliminasi suksinikolin, suatu obat relaksan otot rangka.
Metakolin dihidrolisis ole AChE tapi tidak dihidrolisis oleh BuChE.
Transmisi kolinergik praktis dihentikan oleh enzim AChE sehingga penghambatan enzim ini
akan menyebabkan aktivitas kolinergik yang berlebihan dan perangsangan reseptor
kolinergik secara terus-menerus akibat penumbpukan Ach yang tidak dihidrolisis. Kelompok
zat yang menghambat AChE dikenal sebagai antikolinesterase ( anti- ChE ). Hamper semua
efek farmakologik anti- ChE adalh akibat penghambatan enzim AChE, bukan BuChE. Dalam
urutan kekuatan yang meningkat kita kenal : fisostigmin, prostigmin, diisopropilfluorofosfat (
DFP ) dan berbagai insektisid organofosfat.
PENYIMPANAN DAN PENGLEPASAN ASETILKOLIN
Pada tahun 1950 Fatt dan Katz menemukan Ach dilepaskan dari ujung saraf somatic
dalam satuan- satuan yang jumlahnya konstan ( kuanta). ACh dalam jumlah tersebut hanya
menimbulkan perubahan potensial kira-kira 0,5 mV. Potensial miniature lempeng saraf
( miniature end-plate potensial = MEPP ) yang tidak cukup untuk menimbulkan potensial
aksi ini, ditingkatkan dengan pemberian neostigmin dan diblog oleh d- tubokurarin.
Penyimpanan dan penlepasan Ach telah diteliti secara ekstensif di lempeng saraf ( end-plate)
otot rangka dan diduga proses yang sama juga berlaku di tempat lain.
Suatu potensial aksi yang mencapai ujung saraf akan menyebabkan penglepasan Ach
secara eksplosif sebanyak 100 atau lebih kuanta ( atau vesikel). Urutan kejadiannya secara
35
rinci telah dijelaskan, bahwa influx Ca++ memegang peranan penting dalam proses
penglepasan Ach. Penglepasan ini dihambat oleh Mg++ yang berlebihan.
TRANSMISI KOLINERGIK DI BERBAGAI TEMPAT
Terdapat perbedaan dalam hal arsitektur umum, mikrostruktur, distribusi AChE dan
factor temporal yang berperan dalam fungsi normal di berbagai tempat transmisi kolinergik.
Pada otot rangka, tempat transmisi merupakan bagian kecil dari permukaan masing- masing
serabut otot yang letaknya terpisah satu sama lain. Sebaiknya di ganglion servikal superiol
terdapat kira-kira 100.000 sel ganglion dalam ruang yang hanya beberapa mm3 dengan
serabut prasinaps dan pascasinaps membentuk anyaman yang rumit. Dengan demikian dapat
dimengerti bahwa terdapat cirri spesifik transmisi antar berbagai tempat transmisi.
1. Otot rangka
Ikatan ACh dengan reseptornya akan meningkatkan permeabilitas membrane
pasca- sinaps terhadap Na+ dan K+. setiap molekul ACh menyebabkan keluar
masuknya 50.000 kation. Proses ini merupakan dasar terjadinya potensial lempeng
saraf ( EPP, end plate potential) yang mencapai -15 mV pada end-plate. EPP akan
merangsang membrane otot disekitarnya dan menimbulkan potensial aksi otot
(MAP, muscle action potential), yang kemudian di ikuti kontraksi otot secara
keseluruhan.
Setelah denervasi saraf motorik otot rangka, dibutuhkan transmitter dalam ambang
dosis yang jauh lebih rendah untuk menimbulkan respons: fenomena ini disebut
supersensivitas denervasi. Pada otot rangka ini didasarkan meluasnya penyebaran
kolinoseptor ke seluruh permukaan serabut otot.
2. Efektor otonom
Berbeda dengan keadaan di otot rangka dan saraf, otot polos dan system konduksi
di jantung ( nodus SA, atrium, nodus AV dan system His-purkinje)
memperlihatkan aktivitas intrinsic elektrik maupun mekanik, yang diubah tetapi
tidak ditimbulkan oleh implus saraf otonom.
36
Pada otot polos usus yang terisolasi, pemberian ACh 10¯7 - 10¯6 M
menurunkan potensial istirahat (menjadi kurang negative) dan meningkatkan
potensial aksi, disertai peningkatan tegangan. Dalam hal ini, Ach melalui
reseptornya menyebabkan depolarisasi parsial membrane sel dengan cara
meningkatkan konduktivitas terhadap Na+ dan mungkin Ca++.
Pada sel efektor tertentu yang dihambat oleh implus kolinergik, ACh
menyebabkan hiperpolarisasi membrane melalui peningkatan permeabilitas K+
dan/ atau CL-.
Selain pada ujung saraf pascaganglion parasimpatis, ACh juga dilepaskan oleh
saraf pascaganglion simpatis yang mempersarafi kelenjar keringat. Respons
perangsangan kolinergik diberbagai efektor otonom.
3. Ganglion Otonom dan medulla adrenal
Transmisi implus diganglion cukup rumit. Medula adrenal secara embriologik
berasal dari sel ganglion simpatis sehingga organ ini dipersarafi oleh saraf
praganglion simpatis yang merupakan bagian dari saraf splanknikus. Saraf
pascaganglionnya sendiri mengalami obliterasi. Sekresi epinefrin oleh sel
medulla adrenal dirangsang oleh ACh. Berbeda dengan disambungan saraf –
efektor, di medulla adrenal NE hanya merupakan bagian kecil dari seluruh
transmitter yang disekresi sebagian besar berupa epinefrin.
4. Susunan Saraf Pusat
ACh berperan dalam transmisi neurohumoral pada beberapa bagian otak, dan
Ach hanya merupakan salah satu transmitter dalam susunan saraf pusat.
Berbagai neurotransmitter lain berperan di SPP misalnya dopamine, serotin,
histamine. Degenerasi saraf kolinergik di otak berhubungan dengan penyakit
Alzheimer.
5. Kerja Ach pada membran prasinaps.
Adanya kolinoseptor pada membran prasinaps terlihat dari terjadinya potensial
aksi antidromik pada saraf motorik setelah pemberian Ach atau anti-ChE, yang
dapat diblok dengan kurare. Walaupun inervasi kolinergik pada pembuluh darah
terbatas, agaknya terdapat reseptor kolinergik di ujung saraf adrenergik yang
mempersarafi pembuluh darah. Diduga aktivasi reseptor ini menyebabkan
37
berkurangnya pelepasan NE pada perangsangan saraf. Ini merupakan salah satu
mekanisme kerja Ach eksogen dalam menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah.
Transmisi Adrenergik
Katekolamin, Sintesis, Penyimpanan, Pelepasan, dan Terminasi Kerjanya:
Proses sintesis ini terjadi di ujung saraf adrenergic. Enzim-enzim yang berperan disintesis
dalam badan sel neuron adrenergic dan ditransportsepanjang aksonke ujung saraf.
Tiramin dan beberapa aminsimpatomimetik lainnya menyebabkan pelepasan NE dengan
dasar yang berbeda dengn impuls saraf dan memperlihatkan fenomen tafilaksis. Tafilaksis
berarti organ mengalami toleransi dalam waktucepat sehingga efek obat sangat menurun pada
pemberian berulang. Perangsangan saraf masih menyebabkan transmisi adrenergic setelah
saraf tidak lagi dapat dirangsang dengan obat-obatan ini.
Cara pelepasan NE dari ujung saraf adrenergic setelah suatu NAP sama dengan pelepasan
Ach dari ujung saraf kolinergik, yakni dengan proses eksositosis. Depolarisasi ujung saraf
akan membuka kanal Ca++. Ca++ yang masuk akanberikatan dengan membrane sitoplasma
bagian dalam yang bermuatan negative dan menyebabkan terjadinya fusi antara membrane
vesikel dengan membrane aksoplasma, dengan akibat dikeluarkannya seluruh isi vesikel.
Metabolisme Epinefrin dan Neronefrin
Peranan metabolism pada NE dan Epi agak berlainan dengan peranan metabolism pada
ACh.Hidrolisis Ach berlangsung sangat cepat, sehingga dapat menghentikan respons. Pada
katekolamin terdapat 2 macam enzim yang berperan dalam metabolismenya,yakni katekol-O-
metiltransferase (COMT) dan monoaminoksidase (MAO). MAO berada dalam ujung saraf
adrenergic sedangkan COMT berada dalam sitoplasma jaringan ekstraneuronal (termasuk sel
efektor). COMT menyebabkan metilasi dan MAO menyebabkan deaminasi kateklamin MAO
maupun COMT tersebar luas di seluruh tubuh, termasuk dalamotak, dengan kadar paling
tinggi di hati dan ginjal.
RESEPTOR ADRENERGIK
38
Adrenergik atau simpatomimetika adalah zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian) efek
yang sama dengan stimulasi susunan simpaticus (SS) dan melepaskan noradrenarlin (NA) di
ujung-ujung sarafnya.
Reseptor adrenergic, dibagi menjadi 2 :
Adrenergik dapat dibagi dalam dua kelompok menurut titik-kerjanya di sel-sel efektor dari
organ-ujung, yakni reseptor-alfa dan reseptor-beta (Ahlquist 1948). Perbedaan antara kedua
jenis reseptor didasarkan atas kepekaannya bagi adrenalin, noradrenalin (NA), dan
isoprenalin. Reseptor-alfa lebih peka bagi NA, sedangkan reseptor-beta lebih sensitif bagi
isoprenalin.
1. Reseptor alfa adrenergic, dibagi menjadi :
a. Alfa-1 adrenergik
Terdapat pada membran otot polos. Menyebabkan vasokonstriksi pada pembuluh
darah, saluran gastrointestinal, vasodilatasi otot bronkus (efeknya lebih kecil
disbanding beta-2).
b. Alfa-2 adrenergik
Terdapat pada membran otot polos. Alfa 2-adrenoreseptor prasinaptik terdapat pada
semua organ yang sarafnya dikontrol oleh system saraf simpatetik. Alfa 2-
adrenoreseptor postsinaptik terdapat pada otot polos vascular, pancreas,platelet,
adiposity, ginjal, melanosit, dan otot polos mata. Fungsi dari reseptor ini dapat
mengihibisi pelepasan insulin, induksi pelepasan glucagon, konstraksi spincther pada
gastro instestinal.
2. Reseptor beta adrenergic, dibagi menjadi 2:
a. Beta 1
Terdapat di otot polos jantung. Berfungsi menaikkan heart rate (jumlah denyut
jantung per unit waktu), menaikkan konstraksi jantung alfa 1-adrenorreseptor
postsinaptik terdapat pada otot polosvaskuler, otot miokardial, sel hepatosit, dan sel
adiposity.
b. Beta 2
Terdapat di otot polos pembuluh darah yang menyuplai darah ke otot rangka dan
jantung. Menyebabkan otot polos bronkus relaksasi, dilatasi arteri, dan
gluconeogenesis.
Hubungan struktur dengan aktivitas adrenergic
1. Struktur yang diperlukan untuk memberikan aktivitas agonis pada reseptor adrenergic
39
adalah sebagai berikut :
· Struktur induk fenietilamin
· Substuen 3-hidroksi fenolat pada cincin atau yang lebih baik adalah substituent 3,4
dihidroksifenolat pada cincin.
· Atom N paling sedikit mempunyai satu atom hydrogen ( R=H atau gugus alkil)
2. Tiap-tiap gugus mempunyai afinitas terhadap reseptor dan berhubungan dengan aktivitas
adrenergic. Reseptor yang terlibat disini adalah reseptor -adrenergik dan β-
adrenergik.
· Gugus hidroksi fenolat membantu interaksi obat dengan sisi reseptor melalui ikatan
hydrogen atau elektristatik.
· Gugus hidroksi alcohol dalam bentuk isomer, dapat mengikat reseptor secara serasi
melalui ikatan hydrogen atau elektrostatik.
· Adanya gugus amino dengan OCH3 akan menghilangkan aktivitas adrenergic.
· Adanya subsitusi gugus alkil yang besar pada atom N akan meningkatkan aktivitas
afinitas senyawa terhadap β reseptor dan menurunkan aktivitasnya pada α-reseptor.
· Pada β-agonis dan β-antagonis mempunyai struktur mirip. Sedangkan pada α-agonis
dan α-antagonis kemungkinan mirip kecil karena mereka mengikat paada sisi reseptor
yang berbeda.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, senyawa adrenergic terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu
adrenomimetik yang bekerja langsung. Adrenomimetik yang bekerja tidak langsung, dan
adrenomimetik yang bekerja campuran.
1. Adremometik yang bekerja secara langsung mekanisme aksinya yaitu obat ini
membentuk kompleks reseptor khas. Contoh senyawanya yaitu β-feniletilamin derivattif
(epinefrin, norepinefrin, isoproterenol, oximetazolin). Pada makalah ini akan dibahas
HKSA dari imidazolin derivative α-agonis. Imidazolin mungkin tidak selektif atau
mungkin selektif baik α1natau nα-adrenoreseptor.
2. Adrenomimetik bekerja tidak langsung yaitu bekerja dengan melepaskan katekolamin
terutama norepinefrin dari granul-granul penyimpanan di ujung saraf simpateetik atau
menghambat pemasukan norepinefrin pada membrane saraf.
3. Adrenomimetik bekerja campuran
40
Adrenomimetik ini dapat menimbulkan efek melalui pengaktifan adrenoreseptor dan
melepaska katekolamin dari tempat penyimpanan atau menghambat pemasukan
katekolamin.Contoh senyawanya adalah efedrin, fenilpropanolamin, oktopamin.
Reseptor adrenergic
· α1R : di pembuluh darah di kulit dan system pencernaan, kandung kemih,→ pada respon
flight or fight terjadi penurunan aliran poada organ ini→orang takut jadi pucat
· β1R : tertutama terdapat pada otot jantung→meningkatkan kekuatan dan frekuensidenyut
jantung
· α2R: terdapat pada ujung saraf prsinaptik→ autoreseptor
· β2R: bronkus, anteriol pada otot rangka,otot polos→relaksasi bronkus.
Pada umumnya stimulasi dari masing-masing reseptor itu menghasilkan efek-efek sebagai
berikut :
· Alfa-1 : menimbulkan vasokonstriksi dari otot polos dan menstimulasi sel-sel kelenjar
dengan bertambahnya antara lain sekresi liur dan keringat.
· Alfa-2 :menghambat pelepasan NA pada saraf-saraf adrenegis dengan turunnya tekanan
darah. Mungkin pelepasan ACh di saraf kolinergis dalam usus pun terhambat sehingga antara
lain menurunnya peristaltic.
· Beta-1 :memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung ( efek inotrop dan kronotop ).
· Beta-2 :bronchodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
Lokasi reseptor ini umumnya adalah sebagai berikut :
· alfa-1 dan beta-1 :postsinaptis artinya lewat sinaps di organ efektor
· alfa-2 dan beta-2:presinaptis dan ekstrasi-naptis yaitu dimuka sinaps atau diluarnya antara
lain dikulit otak,rahim,dan pelat-pelat darah. Reseptor-a1 juga terdapat presinaptis.
Sel, organ dan system yang
dipengaruhi
Tipe
adrenoreseptor
Respon yang ditimbulakn
Jantung β 1>β2
β 1
β1
β1
Meningkatkan automatimatis
Meningkatkan kecepatan konduksi
Meningkatkan ekstabilitas
Meningkatkan kekuatan kontraksi
Saluran darah α Kontriksi arteri dan vena
41
β 1
β2 Dilatasi arteri coroner
Dilatasi darti kebanyakan arteri
Paru α
β2>β1
Bronkokontriksi
bronkodilatasi
Otot rangka β2 Meningkatkan kekuatan dan
memeperpanjang kontraksi dari otot
yang berkontraksi cepat menurunkan
kekuatan dan lama kontraksi dari otot
yang berkontraksi lambat
Otot polos
Uterus
Mata
Usus
β2
α
β1
Relaksasi
Midriasis
relaksasi
Sel mast α
β1
Memperbesar pelepasan mediator
anafilaksi
Menghambat pelepasan mediator
anafilaksis
Platelet α2, β Meningkatkan agregasi
Metabolism
Gluconeogenesis
Glikogenolisis
Lipolysis (adiposity putih)
Kalorigenesis(adiposity coklat)
α
α (hati)
β2(jantung)
β1
β1
Mneningkatkan
Meningkatkan
Meningkatkan
Meningkatkan
Meningkatkan
Sekresi hormone
Glukogen
Insulin
paratiroid
β2
α
β2
β
Meningkatkan
Menghambat
42
Meningkatkan
Meningkatkan
Rennin β2 meningkatkan
Pelepasan neurotransmitter
Asetilkolin
Noradrenalin
Α
α2
β(?β2)
Memudahkan (openghubung saraf
otot rangka
Menghambat (simpatetik dari ganglia
dan usus)
Menghambat
Memudahkan
Mekanisme Kerja
Katecholamin bekerja sebagai transmitter dan mengikat diri pada reseptor yang
berada di bagian luar membrane sel. Penggabungan ini mengaktifkan suatu enzim dibagian
dalam membrane sel. Untuk meningkatkan pengubahan adhenosintriphosphate (ATP) ini
kaya akan energy, yang dibebaskan pada pengubahanya menjado cAMP (cyclic
adenosinemonophosphate). Peningkatan kadar cAMP di dalam sel, mengakibatkan berbagai
efek adrenergic seperti tertera di atas.
Tidak semua adrenergic menghasilkan setiap efek yang diikhtisarkan di attas dengan
potensi yang sama, tetapi perbedaan antara zat masing-masing hanya bersifat kuantitatif. Ada
obat dengan efek jantung kuat, tetapi dengan efek bronchi hanya ringan dan dikenal pula obat
yang khusus berefek bronchodilatasi dengan sedikit efek lainya.
Efek Terapi
1. Kardiovaskular (pembuluh darah)
Efek vaskular terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler, tetapi vena dan arteri besar
juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi
reseptor α oleh obat adrenergik. Pada manusia pemberian dalam dosis terapi menimbulkan kenaikan
tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi menimbulkan peningkatan aliran
darah otak.
2. Arteri koroner
43
Meningkatkan aliran darah koroner tetapi juga dapat menurunkan aliran darah kroner karena
kompresi akibat peningkatan kontraksi otot jantung dan karena vasokonstriksi pembulu darah koroner
akibat efek reseptor α.
OBAT AGONIS DAN ANTAGONIS ADRENERGIK ALFA BETA
Sistem saraf otonom atau sistem saraf tidak sadar mengatur kerja otot yang terdapat peda
organ dan kelenjar.Contohnya fungsi vital seperti denyut jantung, salivasi dan pencernaan
yang berlangsung terus-menerus diluar kesadaran baik waktu bangun maupun waktu tidur.
Sistem saraf otonom dapat dibagi kedalam dua kelompok besar yang umumnya satu sama
lain saling menyeimbangkan. Kedua sestem saraf tersebut adalah :
Sistem saraf simpatis : Mempunyai efek eksitasi antara lain melonggarkan saluran
pernafasan, dan meningkatkan aliran darah ke ekstremitas.
Sistem saraf parasimpatis : Mempunyai efek inhibisi misalnya melambatkan denyut
jantung, dan menghambat aliran darah ke ekstremitas
Meskipun kerja fungsional dari kebanyakan organ dihasilkan karena kerjasama kedua sistem
tersebut, otot-otot disekeliling pembuluh darah hanya memberikan respon terhadap sinyal
saraf simpatik. Pembuluh darah mengalami dilatasi atau kontriksi tergantung kepada
perangsangan relatifnya terhadap reseptor alfa atau beta.
Neurotransmitter adalah senyawa yang menghantarkan sinyal dari satu neuron ke neuron
lain atau mencetuskan respon pada efektor yaitu otot atau organ. Neurotransmiter pada
saraf simpatik adalah Adrenalin dan noradrenalin, Neurotransmiter pada saraf
parasimpatik adalah asetilkolin.Reseptor saraf parasimpatik adalag α, β1 dan
β2.Reseptor pada sistem saraf parasimpatik terdiri dari : Reseptor muskarinik : M1 pada
sel parietal lambung dan otak, M2 pada jantung dan M3 pada otot polos dan kelenjar. Dan
reseptor nikotinik.
Efek stimulasi reseptor pada sistem saraf otonom
1. Adrenergik
Reseptor alfa 1 : mengaktivasi organ-organ efektor misalnya otot polos
(vasokonstriksi), bertambahnya sekresi ludah dan keringat
44
Reseptor alfa 2: menghambat pelepasan noradrenalin pada saraf-saraf adrenergik
menyebabkan turunya takanan darah
Reseptor beta 1: memperkuat daya dan frekuensi denyut jantung
Reseptor beta 2: Bronkodilatasi dan stimulasi glikogen dan lemak.
2. Kolinergik
Reseptor Muskarinik
Reseptor Nikotinik
Perbandingan Kerja Adrenergik Dan Kolinergik Pada Sistem Organ
Adrenergik:
Jantung : Peningkatan kekuatan dan laju denyut jantung
Pembuluh darah kulit : Konstriksi
Pupil : Dilatasi
Saluran nafas : Relaksasi bronkus, dan pelebaran sal. Nafas
Sal Cerna : Pengurangan aktifitas dinding sal cerna
Kandung kemih : Relaksasi dinding kand. Kemih, kontriksi otot spincter
Kelenjar ludah : Peningkatan sekresi saliva kental
Pankreas : Peningkatan sekresi innsulin (beta), penurunan sekresi (alfa)
Kolinergik
Jantung: Penurunan laju dan kekuatan denyut jantung
Pembulh darah di kluit: Tak ada efek
Pupil: Kontriksi
Paru-paru: Kontraksi bronkus, penyempitan sal. Nafas
Sal Cerna: Peningkatan aktifitas dinding sal c erna
Kandung kemih: Kontraksi dinding sal kemih, relaksasi otot spincter
Kelenjar ludah: peningkatan sekresi saliva encer
Sekresi Insulin: Peningkatan sekresi insulin
Obat-obat adrenergik bekerja dengan dua cara yaitu :
1. Bekerja tidak langsung: dengan cara
45
o Menggantikan fungsi adrenalin
o Merangsang pengeluaran adrenalin dari vesikel penyimpannya
o Menghambat re-uptake adrenalin oleh ujung saraf simpatis
o Contoh : Amfetamin dan seny. Turunannya, Cocain
2. Bekerja Langsung:
o Menirukan efek adrenalin
o Contoh : Adrenalin, dopamin, Isoprenali
1. Amfetamin dan Senyawa turunannya
o Efek stimulasi amfetamin terutama disebabkan oleh pelepasan adrenalin dari
vesikel penyimpannya.
o Amfetamin digunakan pada narkollepsi dan kadang-kadang digunakan dapa
anak hiperkinetik.
o Senyawa turunan amfetamin lainnya dietilpriphion, deksfenfluramin
(Ponderal), mazidol dan pentheramin dulu sering digunakan sebagi obat
penekan nafsu makan pada penderita obesitas, tapi karena banyak efek
sampingnya, sekarang jarang digunakan.
o Senyawa turunan amfetamin lainnya tidak digunakan dalam bidang medis, tapi
sering di salah gunakan karena efek perangsangannya. Contohnya adalah
meth amfetamin (shabu-shabu), metilene dioksi methamphetamin (ekstasi).
2. Kokain
o Selain mempunyai efek anaestesi lokal, kokainjuga mempunyai efek
simpatomimetik karena menghambat re-uptake noradrenalin oleh ujung saraf
simpatis.
o Efek sentral utama mirip dengan amfetamin dan sering disalah gunakan.
3. Adrenalin /Epinefrin
o Adrenalin adalah obat yang tidak stabil dalam saluran cerna, karena dirusak
oleh enzim usus. Masa kerja obat ini juga relatif singkat karena re uptake oleh
ujung saraf dan metabolisme oleh enzim Mono Amin Oksidase (MAO).
o Adrenalin meningkatkan tekanan darahmelalui stimulasi laju dan kekuatan
denyut jantung (reseptor beta1), stimulasi reseptor alfa pada pembuluh darah
viscera kulit menyebabkan vasokontriksi, tapi stimulasi reseptor beta pada
pembuluh darah otot rangka menyebabkan vasodilatasi
46
o Obat ini di indikasikan pada brokospasme, reaksi anafilaktik, henti jantung
dan pengobatan glaukoma sudut terbuka
4. Farmakokinetik/dinamik
o Waktu mula kerja obat: 1-10 menit, broknkodilatasi akan terjadi 1 menit
setelah injeksi sub kutan, pada tetes mata, tekanan intraokular akan turun
dalam 1 jam.
o Durasi kerja 10 menit. Obat ini terdistribusi ke s elruruh tubuh, dapat
melintasi plalsenta dan ditemukan dalam air susu ibu. Setelah pemberian
intravena obat segera dimetabolesme oleh enzim Mono Amin Oksidase dan
yang masuk sirkulasi akan dimetabolisme di hati.
o Efek Samping Obat
Efek samping yang sering terjadi adalah muka merah (Flushing),
hipertensi, pusing, mual, muntah, takikardia, cemas dan gelisah.
Kadang-kadang dapat terjadi lemah otot dan tenggorokan kering.
o Stabilitas
Epinefrin akan rusak bila terkena cahaya matahari (Ultraviolet), warna
akan berubah menjadi merah muda lalu coklat. Jangan gunakan bila
terjadi perubahan warna atau pengendapan. Larutan pengencer yang
dapat digunakan adalah NaCl 0,9% 1mg/250 ml. Obat ini tidak boleh
dicampurkan dengan aminofilin, Na Bikarbonat atau larutan alkalis.
Dapat dicampurkan dengan dopamin, dobutamin atau diltiazem
o Dosis
Untuk anafilakstik Shock: SC. 0,2-0,5 mg (0,2-0,5 ml larutan 1:1000)
di ulang bila perlu tiap 5-10 menit. Jika Sc tiddak efektif : IV 0,1-0,25
mg (1-2,5 ml larutan 1:10.000) dapat diulang tiap 5-15 menit.
Untuk Bronkodilator:
10 mcg/Kg BB.
Untuk Support hemodinamik: 1 mcg/Kg BB (1 mg dalam 500 ml NaCl
0,9% atau Dekstrosa 5%) dengan laju 2-10 mcg/menit disesuaikan
dengan respon.
Cara pemberian lain : iv, im (hindari menyuntikkan pada otot paha)
dan intrakardial.
5. Dopamin
47
o Adalah senyawa adrenergik yang bekerja langsung terhadap reseptor alfa dan
beta.
o Selain itu obat ini juga merangsang pengeluaran adrenalin dari vesikel
penyimpannya.
o Pada dosis kecil obat ini merangsang reseptor dopaminergik yang
menyebabkan relaksasi renal dan mesentrik
o Obat ini di indikasikan untuk pengobatan syok kardiogenik atau bedah
jantung.
6. Farmakokinetik/Dinamik
o Waktu mula kerja obat 5-10 menit dengan durasi kerja kurang dari 10 menit.
Waktu paruh obat 2 menit. Metabolit segera diekskresi melalui urine.
o Efek Samping:
Mual, muntah, vasokonstriksi perifer, hipertensi dan takikardia. Pernah
dilaporkan terjadi angina pectoris. Kurangi dosis bila terjadi
peningkatan ektopi ventrikular.
o Kontra Indikasi
Obat ini rtidak boleh diberikan kepada penderita takiaridmia dan
feokromositoma.
o Stabilitas:
Lindungi larutan dari cahaya matahari. Jangan gunakan lagi bila
larutan berwarna kuning muda atau lebih gelap. Jangan dicampur
dengan larutan alkalis spt (Na-Bic) dan garam besi.
o Interaksi Obat
Kombinasi dengan bretilium, guanetidin dan antidepresan trisiklik (spt
Chlorpromazin) dapat menambah kerja vasopresor.
Kombinasi dengan oksitosin dapat menyebabkan hipertensi yang
persisten.
o Dosis
Shock : Infus iv, 2,5 mg/KgBB/menit dinaikkan bila perlu sampai 5-10
mg/Kg/menit atau 20-50 mg/Kg/menit sesuai respon. Bila dosis >20
mg/Kg/Menit, pertimbangkan penggunaan obat lain
Pada Chronic Heart Failure: 2-3 mcg/KgBB/Menit
7. Isoprenalin
48
Adalah obat yang secara selektif merangsang reseptor beta dan meningkatkan
laju dan kekuatan denyut jantung.
8. Efedrin
Adalah alkalioda dari tumbuhan Ephedra vulgaris kini dibuat secara sintetis.
Khasiat sama dengan adrenalin , tetapi lebih lemah
Mekanisme kerja terpenting dari efedrin adalah langsung terhadap otot polos dan
jantung, disamping itu juga secara tak langsung melepskan adrenalin dari
depotnya.
Indiksai utama dari efedrin adalah untuk pengobatan asma,dekongestan,
midriatik.
Efek samping: kerja sentral terhadap jantung, cemas, gelisah, sukar tidur,
gemetaran, jantung berdebar.
Dosis: oral 3 kali sehari 25-50 mg, dalam tetes hidung 0,5-2%, dan tetes mata 3-
4%.
Senyawa turunan: Pseudo efedrin, norefedrin (fenilpropanolamin), Oksifedrin.
OBAT PENGHAMBAT ADRENERGIK (SIMPATOLITIK)
Alfa Bloker
Obat ini mengurangi tegangan arteriol dan vena, menyebabkan menurunnya resistensi
periferal dan hipotensi Contoh : Prazosin
Beta bloker:
Dibedakan dalam dua kelompok berdasarkan kardioseloktifitasnya : Kardioselektif : Contoh:
Atenolol, Non kardioselektif: Contoh Propranolol.
OBAT-OBAT KOLINERGIK
Stimulan Gangglion
49
Adalah obat yangsecara luas mepunyai kerja pada reseptor nikotinik pada saraf
parasimpatik.Efeknya termasuk meningkatkan motilitas saluran cerna, meningkatkan sekresi
saliva dan bronkus.
Agonis Muskarinik
Obat ini secara langsung mengkativasi reseptor muskarinik manghasilkan berbagai respon di
berbagai jaringan.Di jantung menyebabkan bradikardia, di sel otot polos menyababkan
kontraksi.
Ester Kolin
Termasuk kedalam kelompok obat ini adalah metakolin, karbakol dan betanekol .Ester kolin
secara kimia marupakan amonium kuaterner yang tidak bisa menembus sawar darah
otak.Kerjanya lebih lama dari asetilkoloin, karena lebih tahan terhadap hidrolisis oleh
cholinesterase dibandingkan asetilkolin. Karbakol juga menstimulasi reseptor nikotinik.
Pilocarpin
Adalah alkaloida yang pempunyai sebuah atom nitrogen tersier yang maningkatkan
kelarutannya di dalam lemak. Hal ini memnyebabkan obat mampu menembus kornea dengan
cepat ketika diberikan sebagai tetes mata, dan masuk kedalam otak bila diberikan s ecara
sistemik
Antikolin Esterase
Obat antikolin esterase secara tidak langsung bekerja sebagai kolinergik.Obat yang paling
umum digunakan adalah senyawa amonium kuaterner yang tidak bisa menembus sawar darah
otak.
Obat golongan ini juga sangat sedikit yang diserap di saluran cerna.Physostigmin (eserine)
adalah amina tersier yang lebih larut kedalam lemak, physostigmin bisa diserap dengan baik
bila diberikan secara lokal atau oral.
Antikolin esterase bekerja dengan cara sebagai berikut :
Pada tahap awalnya, asetilkolin berikatan dengan sisi aktif dari enzim esterase,
dihidrolisa menjadi kolin bebas dan enzim yang diasetilasi.
50
Pada tahap kedua, ikatan kovalen antara enzim dan asetil terlepas dengan
adanya air.
Endorfin adalah salah satu contoh utama dari anikolinesterase yang reversibel.
Obat ini berikatan dengan kekuatan elektrotatik dengan sisi aktif dari enzim.
Ester karbamat (Contohnya neostigmin, physostigmin) bekerja dengan proses
yang sama dengan tahap kedua, , akan tetapi pemecahan ikatan enzim-
karbamat jauh lebih lambat yaitu 30 menit sampai 6 jam.
Senyawa organofosfat (contoh: ethiophate) membetuk ikatan enzim-posfat
pada sisi aktifnya, .
Ikatan ini bersifat kovalen diinkativasi sampai ratusan jam karena itu ikatan
oleh senyawa organoposfat disebut ikatan irreversibel. Senyawa ini sangat
toksik dan umum digunakan sebagai insektisid
HIPERTENSI
Pengertian Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas
140 mmHg dan tekanan diastolik diatas 90 mmHg. Pada populasi lanjut usia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
(Sheps,2005).
Hipertensi diartikan sebagai peningkatan tekanan darah secara terus menerus sehingga
melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 110/90 mmHg. Hipertensi merupakan
produk dari resistensi pembuluh darah perifer dan kardiak output (Wexler, 2002)
Klasifikasi Hipertensi
Berdasarkan penyebab dikenal dua jenis hipertensi, yaitu :
Hipertensi primer (esensial) Adalah suatu peningkatan persisten tekanan arteri yang
dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal, Hipertensi
ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup + 90% dari kasus hipertensi (Wibowo,
1999).
Hipertensi sekunder Adalah hipertensi persisten akibat kelainan dasar kedua selain
hipertensi esensial. Hipertensi ini penyebabnya diketahui dan ini menyangkut + 10%
dari kasus-kasus hipertensi. (Sheps, 2005).
Berdasarkan bentuk hipertensi,yaitu hipertensi diastolic,campuran,dan sistolik.
51
Hipertensi diastolik (diastolic hypertension) yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti
peningkatan tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa
muda.Hipertensi campuran (sistol dan diastol yang meninggi) yaitu peningkatan tekanan
darah pada sistol dan diastol. Hipertensi sistolik (isolated systolic hypertension) yaitu
peningkatan tekanan sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya
ditemukan pada usia lanjut. (Gunawan, 2001)
Etiologi hipertensi
Corwin (2000) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung,
volume sekuncup dan Total Peripheral Resistance (TPR).Maka peningkatan salah satu dari
ketiga variabel yang tidak dikompensasi dapat menyebabkan hipertensi.
Peningkatan kecepatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau
hormon pada nodus SA.Peningkatan kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik
sering menyertai keadaan hipertiroidisme. Namun, peningkatan kecepatan denyut jantung
biasanya dikompensasi oleh penurunan volume sekuncup atau TPR, sehingga tidak
meninbulkan hipertensi (Astawan,2002)
Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat
peningkatan volume plasma yang berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan
air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan.Peningkatan pelepasan renin atau
aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningkatan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume
diastolik akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.
Peningkatan preload biasanya berkaitan
dengan peningkatan tekanan sistolik ( Amir,2002).
Peningkatan Total Periperial Resistence yang berlangsung lama dapat terjadi pada
peningkatan rangsangan saraf atau hormon pada arteriol, atau responsivitas yang berlebihan
dari arteriol terdapat rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan
pembuluh darah. Pada peningkatan Total Periperial Resistence, jantung harus memompa
secara lebih kuat dan dengan demikian menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk
mendorong darah melintas pembuluh darah yang menyempit.Hal ini disebut peningkatan
dalam afterload jantung dan biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan
diastolik.Apabila peningkatan afterload berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai
mengalami hipertrifi (membesar). Dengan hipertrofi, kebutuhan ventrikel akan oksigen
52
semakin meningkat sehingga ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi
untuk memenuhi kebutuhan tesebut. Pada hipertrofi, serat-serat otot jantung juga mulai
tegang melebihi panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan
kontraktilitas dan volume sekuncup.( Hayens, 2003 ).
Patofisiologi hipertensi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengandilepaskannya norepinefrin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas
vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi.
Korteks adrenal mengsekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon
vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah
ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya
merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi
natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua
faktor tersebut cenderung mencetus keadaan hipertensi ( Dekker, 1996 )
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung jawab
pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut meliputi
aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi otot polos
pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer (Corwin,2001).
53
Tanda dan Gejala Hipertensi
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah yang tinggi,
tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat (kumpulan
cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat, edema pupil (edema pada diskus
optikus).
Faktor-faktor Resiko Hipertensi
Faktor usia sangat berpengaruh terhadap hipertensi karena dengan bertambahnya umur maka
semakin tinggi mendapat resiko hipertensi.
Jenis kelamin juga sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi dimana pada masa
muda dan paruh baya lebih tinggi penyakit hipertensi pada laki-laki dan pada wanita lebih
tinggi setelah umur 55 tahun, ketika seorang wanita mengalami menopause.
Riwayat keluarga juga merupakan masalah yang memicu masalah terjadinya hipertensi
hipertensi cenderung merupakan penyakit keturunan.
Garam dapur merupakan faktor yang sangat dalam patogenesis hipertensi.Hipertensi hampir
tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Garam mempunyai sifat menahan air. Mengkonsumsi garam lebih atau makan-makanan yang
diasinkan dengan sendirinya akan menaikan tekanan darah.
Merokok merupakan salah satu faktor yang dapat diubah, adapun hubungan merokok dengan
hipertensi adalah nikotin akan menyebabkan peningkatan tekana darah karena nikotin akan
diserap pembulu darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan oleh pembulu dadarah hingga ke
otak, otak akan bereaksi terhadap nikotin dengan member sinyal pada kelenjar adrenal untuk
melepas efinefrin (Adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembulu darah dan
memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi.Selain itu,
karbon monoksida dalam asap rokokmenggantikan iksigen dalam darah. Hal ini akan
menagakibatkan tekana darah karena jantung dipaksa memompa untuk memasukkan oksigen
yang cukup kedalam orga dan jaringan tubuh ( Astawan, 2002 ).
Aktivitas sangat mempengaruhiterjadinya hipertensi, dimana pada orang yang kuan aktvitas
akan cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tingi sehingga otot jantung
54
akan harus bekerja lebih keras pada tiap kontraksi.Makin keras dan sering otot jantung
memompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri ( Amir, 2002 ).
Stress juga sangat erat merupakan masalah yang memicu terjadinya hipertensi dimana
hubungan antara stress dengan hipertensi diduga melalui aktivitas saraf simpatis peningkatan
saraf dapat menaikan tekanan darah secara intermiten (tidak menentu). Stress yang
berkepanjangan dapat mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum
terbukti akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota (Dunitz, 2001).
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Non Farmakologis
1. Diet pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat
menurunkan tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam
plasma dan kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan denganbatasan
medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,bersepeda atau
berenang.
Penatalaksanaan Farmakologis
Secara garis besar terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian atau
pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
55
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi sepertigolongan diuretic,
golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,golongan penghambat konversi rennin
angitensin.
Patogenesis
Patogenesis hipertensi melibatkan banyakfaktor. Termasuk diantaranya peningkatancardiac
output, peningkatan tahanan perifer,vasokonstriksi dan penurunan vasodilatasi.Ginjal juga
berperan pada regulasi tekanandarah melalui kontrol sodium dan ekskresi air,dan sekresi
renin, yang mempengaruhi tekananvaskular dan ketidakseimbangan elektrolit.Mekanisme
neuronal seperti sistem sarafsimpatis dan sistem endokrin juga terlibat padaregulasi tekanan
darah.Oleh karena itu, systemsistemtersebut merupakan target untuk terapiobat untuk
menurunkan tekanan darah.
VII. KERANGKA KONSEP
56
Mr.H,62th,hipertensi
hidrochlorothiazide
Ekskresi Na+,Cl- tinggi
Vol.darah & cairan ekstrasel turun
Curah jantung turun
enalapril
Angiotensin II turun
Vasodilatasi
Tek.darah turun
Terjadi desentisisasiCOPD
PEPTIC ULCER
OMEPRAZOL
TD naik lagi
Tahanan perifer tinggi
Aliran ke ginjal turun
Kerja ginjal berat
Kreatinin meningkat
Metoprolol (beta blocker selektif)
LBP Acetaminophe (PG inhibitor)
Aldosteron turun
Retensi K+ sehingga hiperkalemia
VIII. KESIMPULAN
57
Mr.H 62 tahun mengalami desintisisasi obat antihipertensi yang menyebabkan
hipertensinya tetap tinggi,ditambah dengan penyakit tambahan (COPD, ulcus
peptikum, dan low back pain). Kemudian diberi obat yang tidak memiliki
interaksi satu sama lain.
Daftar Pustaka
58
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. 2001. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex Media
Komputindo.
http://m.tempo.co/read/news/2012/10/10/061434938/Penemu-Reseptor-Pintar-Raih-Hadiah-
Nobel-Kimia
http://www.scribd.com/doc/75365473/Obat-Adrenergik
zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp.../adrenergic-dopamine-receptor.pd...
Anonim.Enalapril.2010.http://www.informasiobat.com/enalapril%20maleate.Diakses pada
tanggal 29 Oktober 2014.
Anonim.Penyakit Paru Obstruktif Kronik.2010.
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_paru_obstruktif_kronik.Diakses pada tanggal 29
Oktober 2014.
Diandra, M.Ulkus Peptikum.2014.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/40648/4/Chapter%20II.pdf.Diakses pada
tanggal 30 Oktober 2014.
59