skenario 3 emergency

21
Vivi Vionita 1102012303 Sasaran Belajar 1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Urethra. 2. Memahami dan Menjelaskan Ruptur Urethra. 1

Upload: vivi-vionita

Post on 05-Dec-2015

55 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

sk3 emergency

TRANSCRIPT

Page 1: Skenario 3 Emergency

Vivi Vionita

1102012303

Sasaran Belajar

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Urethra.2. Memahami dan Menjelaskan Ruptur Urethra.

1

Page 2: Skenario 3 Emergency

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Urethra.

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria

menuju lingkungan luar. Uretra dimulai dari rongga pelvis dan terletak ekstraperitoneal

(Snell, 2008).

.

Gambar 1. Letak Uretra Terhadap Pelvis

Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria

memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan

dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain

itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari

m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa,

bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal

inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter) (Rosesntein et al, 2006).

2

Page 3: Skenario 3 Emergency

Gambar 2. Perbedaan Uretra Maskulina dan Feminina

1. Uretra Maskulina

Gambar 3. Letak Uretra Maskulina

Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20-25cm. Selain berfungsi untuk

mengeluarkan urin, uretra masculine juga berfungsi untuk mengeluarkan cairan

3

Urethra

Page 4: Skenario 3 Emergency

semen. Uretra masculine terbagi atas 3 bagian , yakni (Tobias et al, 2008; Snell, 2008)

:

a. Uretra pars prostatica

Sesuai dengan namanya, uretra pars prostatica ini terletak di dalam Prostat.

Uretra pars prostatica memiliki panjang sekitar 3 cm. Uretra pars prostatika

merupakan bagian uretra dengan diameter yang pali besar. Didalam prostat, uretra

menerima sepasang ductus ejaculatorius yang merupakan penyatuan antara ductus

ekskretorius dan ductus vesicular seminalis. Selain itu, uretra pars prostatica juga

mendapatkan muara dari ductus-ductus dari kelenjar prostat itu sendiri (Tobias et

al, 2008).

b. Uretra pars membranosa

Uretra pars membranosa merupakan bagian uretra yang paling pendek (1-

2cm) dan juga paling sempit. Uretra pars membranosa terbentang dari apex prostat

sampai ke bulbus penis. Uretra pars membranosa terletak di dalam diaphragma

pelvis (diaphragma urogenitalia). Uretra bagian ini berdinding tipis dan dikelilingi

oleh m. sfingter uretra externa dan merupakan bagian yang mudah robek saat

dilakukan kateterisasi urin.

c. Uretra pars spongiosum

Uretra pars spongiosa merupakan bagian uretra yang terpanjang (15 cm)

terletak di dalam bulbus penis, corpus spongiosum dan glans penis. Uretra pars

spongiosa juga dimuarai oleh ductus glandula bulbouretralis dan lacuna uretralis

yang merupakan muara dari ductus glandula uretralis. Terdapat 2 buah pelebaran

yakni fossa intrabulbaris (pelebaran pada bulbus penis) dan fossa navicularis

(pelebaran pada glans penis). Uretra pars spongiosa kemudian akan berakhir pada

Orificium (ostium) uretra externum (OUE) pada glans penis (Tobias et al, 2008).

Berdasarkan letaknya, uretra di bagi menjadi dua bagian yang dibatasi oleh

diafragma urogenital. Terdiri dari:

a. Uretra Anterior

Terdiri dari uretra pars prostatika dan pars membranosa

b. Uretra Posterior

Terdiri dari uretra pars spongiosum yang meliputi pars bulbaris, pars spongiosa

dan pars glandis (Tobias et al, 2008; Snell, 2008).

4

Page 5: Skenario 3 Emergency

Gambar 4. Potongan Melintang Penis

Penis terdiri dari 3 rongga yang berisi jaringan spons, dua rongga yang terletak

dibagian atas berupa jaringan spons korpus karvenosa. Satu rongga lagi berada

dibagian bawah yang berupa jaringan spons korpus spongiosum. 3 Rongga pada penis

dibungkus oleh fascia buck. Korpus spongiosum membungkus uretra. Uretra pada

penis dikelilingi oleh jaringan erektil yang rongga-rongganya banyak mengandung

pembuluh darah dan ujung-ujung saraf perasa (Snell, 2008).

Uretra masculine divaskularisasi oleh cabang dari a. vesicalis inferior, a.

rectalis media, dan a. uretralis. Uretra masculine mendapatkan persarafan dari

n.pudendus dan plexus prostaticus.

2. Uretra Feminina

5

Urethra

Page 6: Skenario 3 Emergency

Gambar 5. Letak Uretra Feminina

Uretra pada wanita hanya berukuran 3,75 - 5cm, berbentuk lurus dan mudah

diregangkan. Karena alasan ini pulalah yang menyebabkan wanita sering mengalami

Infeksi Saluran Kemih (ISK). Uretra akan berakhir pada Orificium (Ostium) Uretra

Externum (OUE) pada vestibulum vagina (Snell, 2008; Jung, J et al. 2012).

2. Memahami dan Menjelaskan Ruptur Urethra.

2.1 Definisi

Trauma uretra adalah trauma yang terjadi pada uretra. Secara klinis dibedakan

menjadi trauma uretra anterior dan trauma uretra posterior (Pineiro et al, 2010).

2.2 Etiologi

Trauma uretra dapat terjadi akibat cedera dari luar (eksternal) dan cedera

iatrogenik akibat instrumentasi pada uretra.

a. Cedera Eksternal, misalnya : Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang

pelvis menyebabkan ruptura uretra pars membranasea, sedangkan trauma tumpul

pada selangkangan atau sering disebut straddle injury dapat menyebabkan ruptur

uretra pars bulbosa.

b. Cedera iatrogenik, misalnya : pemasangan kateter yang kurang hati-hati atau

tindakan operasi trans uretra (Purnomo, 2010).

2.3 Gambaran Klinis

Dicurigai terjadi suatu trauma uretra apabila didapatkan :

a. Adanya perdarahan peruretram. Perdarahan peruretram adalah keluarnya darah

dari meautus uretra eksternum setelah mengalami trauma.

b. Hematuria, yaitu keluarnya urine bercampur darah.

c. Retensio urine, hal ini sering terjadi akibat terjadinya trauma yang berat. Pada

keadaan retensi urin, tidak boleh dilakukan pemasangan kateter karena dapat

menyebabkan kerusakan uretra yang lebih parah.

Diagnosis ditegakkan melalui foto uretrografi dengan memasukkan kontras

melalui uretra (Rosesntein et al, 2006; Purnomo, 2010).

6

Page 7: Skenario 3 Emergency

2.4 Klasifikasi

a. Ruptura Uretra Anterior

Trauma uretra anterior yang terdiri dari uretra pars glanularis, pars

pendulans dan pars bulbosa. Trauma uretra anterior biasanya disebabkan oleh

straddle injury (cedera selangkangan) dan iatrogenik seperti instrumentasi atau

tindakan endoskopik. Jenis kerusakan yang sering terjadi berupa: kontusio

dinding uretra, ruptur parsial maupun ruptur total dinding uretr (Purnomo, 2010).

1) Patologi

Uretra anterior terbungkus dalam corpus spongiosum penis.

Sedangkan corpus spongiosum bersamaan dengan corpora cavernosum

dibungkus oleh fascia buck dan fascia colles. Apabila terjadi ruptur uretra

beserta corpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tetapi masih

terbatas pada fasia buck, dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas

pada penis. Namun apabila robek terjadi hingga ke fascia buck, ekstravasasi

darah dan urin dapat menjalar hingga ke scrotum atau ke dinding abdomen

dengan gambaran seperti kupu-kupu sehingga sering disebut butterfly

hematoma (Rosesntein et al, 2006).

Trauma uretra pars bulbosa terjadi akibat jatuh terduduk atau

terkangkang sehingga uretra terjepit antara objek yang keras, seperti batu,

kayu atau palang sepeda dengan tulang simfisis (Rosesntein et al, 2006).

Gambar 7. Mekanisme trauma tumpul pada uretra anterior. A) Ilustrasi Straddle injury dimana uretra terjepit diantara tulang pelvis dengan benda tumpul. B.) trauma uretra anterior hingga terjadi robekan pada fascia buck, menyebabkan perdarahan meluas ke fascia colles (Rosesntein et al, 2006)

7

Page 8: Skenario 3 Emergency

2) Diagnosis

a) Riwayat jatuh dari tempat yang tinggi dan terkena daerah perineum atau

riwayat instrumentasi disertai adanya darah menetes dari uretra yang

merupakan gejala penting.

b) Nyeri daerah perineum dan kadang-kadang ada hematom perineal.

c) Retensio urin bisa terjadi dan dapat diatasi dengan sistostomi suprapubik

untuk sementara, sambil menunggu diagnose pasti. Pemasangan kateter

uretra merupakan kontraindikasi.

d) Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum darah dan urin keluar

dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia Buck, dan secara klinis terlihat

hematoma yang terbatas pada penis. Namun jika fasia Buck ikut robek,

ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia Colles sehingga darah

dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Oleh karena itu

robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut

butterfly hematoma atau hematoma kupu-kupu.

Gambar 8. Butterfly Hematom pada Straddle Injury

e) Dengan pemeriksaan uretrografi retrograd, gambaran ruptur uretra berupa

adanya ekstravasasi kontras di pars bulbosa. Namun pada keadaan

kontusio uretra, biasanya tidak menunjukan adanya ekstravasasi kontras

(Purnomo, 2010).

8

Page 9: Skenario 3 Emergency

Gambar 9. Ekstravasasi kontras di urethra pars bulbaris pada straddle

injury (Ramchandani, 2009).

3) Tindakan

a) Pada Kontusio uretra umumnya tidak memerlukan tindakan khusus.

b) Pada ruptur uretra parsial dengan ekstravasasi ringan, dapat dilakukan

sistotomi dan pemasangan kateter foley untuk mengalihkan aliran urine.

Kateter dipertahankan hingga 2 minggu, kemudian dievaluasi dengan

pemeriksaan uretrografi hingga dipastikan tidak ditemukan lagi

ekstravasasi kontras maupun striktur uretra.

c) Pada ruptur uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra

dengan anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang

kateter silicon selama 3 minggu.

d) Pada ruptur dengan ekstravasasi urine dan hematom yang luas perlu

dilakukan debridement dan incisi hematoma untuk mencegah terjadinya

infeksi. Apabila luka sudah membaik, baru dilakukan reparasi uretra

e) Apabila terjadi striktur uretra, dilakukan reparasi uretra atau sachse.

(Sjamjuhidajat, Wim De Jong. 2004).

9

Page 10: Skenario 3 Emergency

b. Ruptura Uretra Posterior

Penyebab terseringnya adalah akibat fraktur tulang pelvis.

1) Patologi

Fraktur yang mengenai ramus atau simfisis pubis dan menimbulkan

kerusakan pada cincin pelvis, menyebabkan robekan uretra pars prostato

membranasea. Fraktur pelvis dan pembuluh darah yang berada di dalam

kavum pelvis menyebabkan hematoma yang luas di cavum retzius sehingga

apabila ligamentum pubo prostatikum ikut robek, maka prostat dan vesica

urinaria akan terangkat ke atas (Rosesntein et al, 2006).

2) Diagnosis

Gambaran klinis khasnya berupa :

a) Perdarahan peruretram adalah gejala yang paling penting dari ruptur

uretra dan sering merupakan satusatunya gejala, yang merupakan indikasi

untuk membuat urethrogram retrograde. Kateterisasi merupakan

kontraindikasi karena dapat menyebabkan infeksi prostatika dan

perivesika hematom serta dapat menyebabkan laserasi yang parsial

menjadi total.

b) Retensi urin

c) Pada pemeriksaan rectal touché didapatkan prostat mengapung (floating

prostate) akibat rupture total dari urethra pars membranacea oleh karena

terputusnya ligament puboprostatika (Purnomo, 2010).

10

Page 11: Skenario 3 Emergency

3) Klasifikasi

Gambar 9. Tipe Ruptur Uretra Posterior (Rosesntein et al, 2006)

Derajat Ruptura uretra posterior berdasarkan Colapinto dan McCollum

(1976) adalah sebagai berikut (Rosesntein et al, 2006):

a) Colapinto I

Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami peregangan

(stretching).

Gambaran uretrogram : Tidak ada ekstravasasi, uretra tampak

memanjang.

11

Page 12: Skenario 3 Emergency

Gambar 10. Gambaran urethra normal pada urethrogram retrograde

(Ramchandani, 2009)

Gambar 11. Gambaran urethra posterior yang teregang tetapi masih intak

tanpa adanya ekstravasasi kontras pada uretrogram ascending

(Ramchandani, 2009).

b) Colapinto II

Uretra posterior terputus pada perbatasan prostato membranasea,

sedagkan diafragma urogenitalia masih utuh.

Gambaran uretrogram : menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih

terbatas pada diafragma urogenital.

Gambar 12. Tampak ekstravasasi kontras (panah putih) dengan gambaran

diafragma urogenital yang masih intak (panah hitam).

Menunjukan trauma urethra posterior (Ramchandani, 2009).

12

Page 13: Skenario 3 Emergency

c) Colapinto III

Uretra posterior, diafragma urogenital dan uretra pars bulbosa

proksimal ikut rusak.

Gambaran uretrogram : menunjukkan ekstravasasi kontras meluas

sampai bawah diafragma urogenital hingga ke perineum.

Gambar 13. Gambaran ekstravasasi kontras meluas sampai bawah

diafragma urogenital hingga ke perineum (Ramchandani,

2009).

4) Tindakan

Ruptura uretra posterior biasanya diikuti oleh trauma mayor pada

organ lain (abdomen dan fraktur pelvis) yang menyebabkan perdarahan hebat,

sehingga pada bidang urologi diminimalkan tindakan invasif agar tidak

menambah perdarahan terutama pada cavum pelvis dan prostat. Perdarahan

tersebut hanya akan memperparah kerusakan uretra (Rosesntein et al, 2006).

Ruptur uretra posterior ketika tidak disertai cedera organ intraabdomen

maka sebagai penanganan akut, dilakukan sistotomi untuk diversi urine.

Setelah pasien stabil, dilakukan pemasangan kateter uretra melalui uretroskopi

agar kedua ujung uretra yang terpisah dapat saling didekatkan. Tindakan

tersebut dilakukan sebelum 1 minggu pasca rupture (2-3 hari). Kateter uretra

dipertahankan selama 14 hari. Setelah itu dapat dilakukan uretroplasti setelah

13

Page 14: Skenario 3 Emergency

3 bulan pasca ruptur, dimana jaringan parut pada uretra diperkirakan sudah

stabil untuk tindakan rekonstruksi (Purnomo, 2010; Rosesntein et al, 2006).

Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan

reparasi dalam waktu kurang dari 1 minggu, sebaiknya dipasang kateter secara

langsir (rail roading) (Rosesntein et al, 2006).

Gambar 14. Teknik kateterisasi railroading (Rosesntein et al, 2006)

Keterangan (rail roading) :

A. Selang karet atau plastik diikat ketat pada ujung sonde dari meatus uretra.

B. Sonde uretra pertama masuk dari meatus eksternus dan sonde kedua

melalui sistostomi yang dibuat lebih dahulu saling bertemu, ditandai bunyi

denting yang juga dirasa di tempat rupture.

C. Selanjutnya sonde dari uretra masuk ke kandung kemih dengan bimbingan

sonde dari buli-buli.

D. Sonde dicabut dari meatus uretra.

E. Sonde dicabut dari kateter Nelaton dan diganti dengan ujung kateter Foley

yang dijepit pada kateter Nelaton

14

Page 15: Skenario 3 Emergency

F. Ujung kateter ditarik kearah buli-buli sehingga ujung kateter Foley muncul

di buli-buli.

G. Kateter Nelaton dilepas, kemudian balon dikembangkan dan diklem.

H. Selanjutnya dipasang kantong penampung urin dan traksi ringan sehingga

balon kateter Foley tertarik dan menyebabkan luka rupture merapat. Insisi

di buli-buli ditutup.

(Rosesntein et al, 2006)

2.5 Komplikasi Trauma Uretra

a. Striktur uretra

b. Disfungsi ereksi : akibat kerusakan saraf parasimpatis atau insufisiensi arteria

yang disebabkan oleh kerusakan neurovaskuler disekitar uretra saat terjadi

trauma.

c. Inkontinensia urine: akibat kerusakan sfingter uretra eksterna yang disebabkan

oleh kerusakan neurovaskuler disekitar uretra saat terjadi trauma (Purnomo,

2010).

2.6 Prognosis

Prognosis pada pasien dengan ruptur uretra ketika penanganan awal baik dan

tepat akan lebih baik. Ruptur uretra anterior mempunyai prognosis yang lebih baik

ketika diketahui tidak menimbulkan striktur uretra karena apabila terjadi infeksi dapat

membaik dengan terapi yang tepat. Sedangkan pada ruptur uretra posterior ketika

disertai dengan komplikasi yang berat maka prognosis akan lebih buruk (Palinrungi.

2009).

15