laporan tutorial emergency 3

79
LAPORAN TUTORIAL BLOK KEDARURATAN MEDIK SKENARIO III “Kenapa Perutku Sakit Setelah Makan?” KELOMPOK 18 LES YASIN G0012244 M. BEIZAR YUDHISTIRA G0012134 RIZKI FEBRIAWAN G0012190 YUSUF ARIF SALAM G0012240 TRIA MULTI FATMAWATI G0012222 LELY AMEDHIA RATRI G0012114 TIA KANZA NURHAQIQI G0012220 R.Rr ERVINA KUSUMA W G0012168 LATIFA ZULFA S G0012112 RIANITA PALUPI G0012180 OKI SARASWATI UTOMO G0012156 TUTOR: Muthmainnah, dr.

Upload: leliamedia

Post on 05-Nov-2015

107 views

Category:

Documents


15 download

DESCRIPTION

emergency skenario 3

TRANSCRIPT

LAPORAN TUTORIALBLOK KEDARURATAN MEDIK

SKENARIO IIIKenapa Perutku Sakit Setelah Makan?

KELOMPOK 18LES YASING0012244M. BEIZAR YUDHISTIRAG0012134RIZKI FEBRIAWANG0012190YUSUF ARIF SALAMG0012240TRIA MULTI FATMAWATIG0012222LELY AMEDHIA RATRIG0012114TIA KANZA NURHAQIQIG0012220R.Rr ERVINA KUSUMA WG0012168LATIFA ZULFA SG0012112RIANITA PALUPIG0012180OKI SARASWATI UTOMOG0012156

TUTOR:Muthmainnah, dr.

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2015

BAB IPENDAHULUAN

Skenario 3Seorang laki-laki berusia 40 tahun diantar oleh keluarganya ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.dari anamnesis didapatkan nyeri kepala, mulut terasa terbakar dan terasa seperti logam, sesak nafas, nyeri perut, mual, muntah, terjadi 1 jam setelah makan masakan ikan tuna dan minum minuman keras yang dibeli dari warung makan dekat rumahnya.Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi delirium, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 120x/menit isi dan tekanan kurang, laju respirasi 28x/menit serta suhu 36,9oC dengan rash eritematous di wajah dan dada, wheezing pada auskultasi paru disertai akral yang mulai dingin. Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hemoglobin 12 gr%, hematokrit 40%, leukosit 10.600/ul, trombosit 375.000/ul, ureum 43 mg/dl, kreatinin 1,3 mg/dl, saturasi oksigen 90%, natrium 130 mmol/L, kalium 3,3 mmol/L. Saat di IGD diberikan terapi oksigen nasal kanul 3 lpm, Infus Ringer Laktat tetesan cepat, injeksi adrenalin dan injeksi difenhidramin intravena 1 Ampul, inhalasi salbutamol dan arang aktif. Pasien selanjutnya diputuskan untuk rawat inap.

BAB IIDISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKASeven JumpJump I: Klarifikasi IstilahDalam skenario ini beberapa istilah yang perlu diklasifikasi adalah sebagai berikut:

1. Minuman keras: Minuman yang mengandung etanol 5-55%2. Rash eritematous: Kulit kemerahan oleh karena pelebaran pembuluh darah supefisial3. Delirium: Suatu keadaan disfungsi otak yang reversibel yang ditandai dengan manifestasi abnormalitas neuropsikiatri yang luas4. Oksigenasi nasal kanul:Pemberian oksigen dengan alat yang dimasukan melalui hidung dengan kecepatan 1-6 liter per menit, saturasi 22-24%5. Difenhidramin: Antihistamin golongan etanolamin, yang bekerja dengan cara berkompetisi dengan histamin untuk menduduki reseptor H1. Termasuk golongan I generasi 1.6. Wheezing: Suara napas tambahan berupa nada tinggi oleh karena aliran udara pada saluran napas yang menyempit7. Arang aktif:Suatu zat kimia berupa karbon dalam bentuk serbuk atau tablet yang berfungsi untuk menyerap racun 8. Salbutamol: Suatu obat golongan agonis reseptor adrenergik yang biasa digunakan untuk mengatasi sesak napas dan juga berfungsi sebagai bronkodilator

Jump II: Menentukan/mendefinisikan permasalahan1. Mengapa ditemukan keluhan mual,muntah, sesak nafas, nyeri perut, nyeri kepala?2. Apakah hubungan maka ikan tuna dan minum minuman keras dengan munculnya keluhan?3. Bagaimana interprertasi hasil pemeriksaan fisik?4. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan Lab?5. apa sajakah penyebab munculnya rash eritematosus, wheezing dan akral dingin?6. Indikasi oksigenasi nasal kanul 3 lpm, infus RL cepat dan injeksi adrenalin?7. Hubungan usia dengan gejala pasien?8. Mengapa pasien dirawat inap?9. Adakah kemungkinan intoksikasi? Jenis dan gejala khasnya ?10. Indikasi masuk IGD?11. Apakah penanganan awal pada pasien?12. Bagaimanakah dosis oksigenasi?13. Pemeriksaan penunjang lanjutan?14. Bagaimana cara menentukan kadar alkohol dalam darah ?15. Efek hiponatremia dan hipokalemia?16. Bagaimana patofisiologi mulut terasa seperti logam?17. Bagaimana gejala intoksikasi zat kimia?18. Bagaimana penanganan syok hipovolemik dan anafilaktik?

Jump III: Menganalisis permasalahan dan membuat penyataan sementara mengenai permasalahan1. Bagaimana patofisiologi manifestasi klinis yang dialami pasien?Adanya mulut terbakar dan rasa seperti logam biasa terjadi pada kondisi keracunan logam seperti merkuri, dan ini terjadi sering pada kasus dimana seseorang makan jenis ikan scombrid, seperti ikan tuna, sarden, dsb.Sesak nafasdisertas wheezing pada pemeriksaan kemungkinan dikarenakan.Salah satu efek dari histamine adalah adanya bronkospasme.Adanya peningkatan kadar histamine dapat dikarenakan konsumsi ikan tuna pada kasus. Selain itu, mulut terasa seperti logam juga bisa disebabkan oleh keracunan merkuri yang terdapat pada ikan tuna yang terkontaminasi. Pada ikan jenis scombroid dilaporkan mengandung cukup tinggi kadar histamine apalagi pada kondisi dimanacara penyimpanan dan pengolahan yang tidak tepat. Mulut terasa terbakar juga bisa diakibatkan oleh adanya refluks HCL pada lambung.Mual muntah dapat terjadi karena histamin yang diakandung oleh ikan yang dikonsumsi oleh pasien berikatan dengan reseptor H2 sehingga merangsang refleks muntah. Nyeri perut terjadi akibat histamin meningkatan ambang batas rangsang nyeri perut dan peningkatan peristaltik usus.Sesak nafas dapat terjadi pada kasus keracunan pada bagian saluran nafas dikarenakan adanya mekanisme pertahanan pada mukosa saluran nafas dengan mengeluarkan lendir yang akhirnya dapat menghambat jalan nafas.

2. Apa hubungan konsumsi ikan tuna dan minuman keras 1 jam sebelumnya dengan munculnya gejala pada skenario?Keracunan histamin merupakan salah satu bentuk keracunan yang paling umum yang terjadi sehubungan dengan konsumsi ikan. Manifestasi yang muncul mirip dengan reaksi alergi namun sebenarnya adalah keracunan akibat racun yang dihasilkan bakteri yang hidup di dalam jaringan tubuh ikan. Gejala yang dapat muncul pada keracunan ringan adalah munculya ruam, kulit kemerahan, rasa terbakar, dan muka merah. Keracunan sedang ditandai dengan gejala kulit kemerahan yang persisten, urtikaria, takikardia, sakit kepala, ansietas, mual, muntah, dan diare. Sedangkan pada keracuan berat gejala yang dapat muncul adalah adanya hipotensi, bronkospasme, angioderma, gangguan pada saluran nafas, dan bisa mengalami gagal nafas.Jenis ikan yang biasanya menyebabkan keracunan histamin adalah ikan famili scombroidae seperti ikan tuna, ikan makarel, ikan tongkol, ikan marlin, dan hampir 100 spesies lainnya. Karena berasal dari ikan famili scombroidae maka racun yang dihasilkan disebut dengan skombrotoksin atau disebut juga racun histamin.Skombrotoksin dapat menyebabkan keracunan ketika seseorang mengkonsumsi ikan yang telah terbentuk histamin pada tubuhnya. Keracunan histamin berkaitan langsung dengan proses penanganan ikan yang tidak benar setelah ditangkap seperti ikan yang sudah tidak segar lagi dan ikan tidak segera dibekukan. Ikan seharusnya didinginkan setelah ditangkap agar suhu internalnya mencapai 50oF (10oC) dalam waktu 6 jam setelah ikan ditangkap. Setelah itu, jika tidak langsung diolah, ikan harus disimpan dalam suhu dibawah 40oF (400 mg/hari (contoh : 3 L/hari larutan garam elektrolit normalnya adalah yang mengandung 155 mEq/L natrium) biasanya mendapatkan masalah keseimbangan cairan yang dapat dilihat dengan timbulnya udema atau tekanan darah yang meningkat. Kondisi tubuh yang sehat dapat mengakomodasi peningkatan asupan jumlah natrium sepanjang terdapat mekanisme haus dan kemampuan fungsi ginjal yang baik. Banyak obat yang mempengaruhi secara langsung konsentrasi natrium atau secara tidak langsung mempengaruhi pengeluaran natrium melalui air seni (urin). Kekurangan total air dalam tubuh sebesar 1 liter terjadi pada penambahan setiap 3 mmol Na+ > normal.

Kalium 3,3mmol/LNilai normal: 0 - 17 tahun : 3,6 - 5,2 mEq/L (SI unit : 3,6 - 5,2 mmol/L) 18 tahun : 3,6 4,8 mEq/L (SI unit :3,6 4,8 mmol/L)Deskripsi :Kalium merupakan kation utama yang terdapat di dalam cairan intraseluler, (bersama bikarbonat) berfungsi sebagai buffer utama. Lebih kurang 80% - 90% kalium dikeluarkan dalam urin melalui ginjal. Aktivitas mineralokortikoid dari adrenokortikosteroid juga mengatur konsentrasi kalium dalam tubuh. Hanya sekitar 10% dari total konsentrasi kalium di dalam tubuh berada di ekstraseluler dan 50 mmoL berada dalam cairan intraseluler, karena konsentrasi kalium dalam serum darah sangat kecil maka tidak memadai untuk mengukur kalium serum. Konsentrasi kalium dalam serum berkolerasi langsung dengan kondisi fisiologi pada konduksi saraf, fungsi otot, keseimbangan asam-basa dan kontraksi otot jantung.Implikasi klinik: Hiperkalemia. Faktor yang mempengaruhi penurunan ekskresi kalium yaitu: gagal ginjal, kerusakan sel (luka bakar, operasi), asidosis, penyakit Addison, diabetes yang tidak terkontrol dan transfusi sel darah merah. Hipokalemia, adalah konsentrasi kalium dalam serum darah kurang dari 3,5 mmol/L. Jika dari beberapa tes ditemukan kecenderungan rendahnya konsentrasi kalium (contoh: 0,1-0,2 mmol/L/hari) akan lebih mengkhawatirkan dibandingkan dengan nilai yang rendah pada satu pengukuran. Kondisi hipokalemia akan lebih berat pada diare, muntah, luka bakar parah, aldosteron primer, asidosis tubular ginjal, diuretik, steroid, cisplatin, tikarsilin, stres yang kronik, penyakit hati dengan asites, terapi amfoterisin. Nilai kalium tidak berubah dengan sirkulasi volume. Kalium adalah ion intraseluler dan konsentrasi serumnya tidak terpengaruh oleh volume sirkulasi. Garam kalium klorida (KCl) lebih banyak digunakan untuk pengobatan hipokalemia. Bilamana kadar K masih diatas 3mEg/L. Bila kurang, berikan KCl injeksi (KCl injeksi termasuk HIGH ALERT MEDICATION). Dosis KCl optimal yang diberikan tergantung pada tingkat hipokalemia dan perubahan EKG. Pasien dewasa mendapat asupan 60-120 mmoL/hari kalium dan pasien yang tidak menerima makanan melalui mulut mendapat 10-30 mEq/L K+ dari cairan IV. Hipokalemia dan hiperkalemia dapat meningkatkan efek digitalis dan dapat menyebabkan toksisitas digitalis, sehingga perlu memeriksa nilai K sebelum pemberian digoksin Kalium darah meningkat sekitar 0,6 mmol/L untuk setiap penurunan 0,1 penurunan pH darah (pH normal = 7,4) Perubahan EKG yang spesifi k terkait dengan perubahan kadar kalium dalam serum Hipokalemia mungkin sulit untuk dikoreksi dengan penambahan KCl jika pasien juga mengalami hypomagnesemia Fungsi neuromuskular dipengaruhi baik oleh hiperkalemia dan hypokalemia Terapi penurunan glukosa dengan insulin, secara IV drip dapat menurunkan kadar gula darah melalui penggantian kalium intraseluler Perhitungan kekurangan kalium total tubuh tidak dapat ditentukan dengan tepat. Setiap 1 mmol/L penurunan kalium dalam serum menunjukan kekurangan kalium 100-200 mmol/L. Bila kadar serum turun di bawah 3 mmol/L, tiap 1 mmol/L menunjukan penurunan 200-400 mmol/L kalium dari persediaan total kalium tubuh. Sintesis protein menurun pada defisiensi kalium

4. Penyebab munculnya rush eritem, wheezing, akral dingin Rash eritemtous pada kulit pasien diakibatkan oleh adanya histamin yang mempunyai efek vasodilatasi pada pembuluh darah superfisial. Sesak nafas dan adanya wheezing pada pemeriksaan paru diakibatkan oleh sifar bronkospasme dari histamin.Akral yang mulai dingin menandakan pasien mengalami syok, dugaannya syok anafilaktik, karena terjadi setelah pasien mengkonsumsi makanan ikan tuna yang mengandung histamin. Namun syok anafilaktik pada kasus ini tidak disebabkan oleh faktor imunologik namun merupakan reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid yang merupakan reaksi sistemik umum yang melibatkan penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi hipersensitivitas tipe I seperti pada kasus ini yaitu adanya rash eritematosus di wajah dan dada, wheezing karena efek dari bronkospasme yang disebabkan oleh histamin pada ikan tuna.

5. Indikasi ogsigenasi nasal kanul, infus RL cepat, injeksi adrenalin, kortikosteroida. TERAPI CAIRANMacam atau jenis cairan infus dan kegunaanya :

1. Cairan hipotonik.Adalah cairan infuse yang osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+ lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi sel-sel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Contohnya adalah NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.

2. Cairan Isotonik.Adalah cairan infuse yang osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat (RL), dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%).

3. Cairan hipertonik.Adalah cairan infus yang osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.

Pembagian cairan lain adalah berdasarkan kelompoknya :-. Kristaloid: bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volume expanders) ke dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat, dan berguna pada pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktat dan garam fisiologis.-. Koloid: ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluar dari membran kapiler, dan tetap berada dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik, dan dapat menarik cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.

Cairan elektrolit (kristaloid) :Sesuai dengan penggunaannya dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu untuk pemeliharaan, pengganti dan tujuan khusus.Cairan pemeliharaan (rumatan) :Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh lewat urin, feses, paru dan keringat. Jumlah kehilangan air tubuh ini berbeda sesuai dengan umur, yaitu:Dewasa : 1,5 2 ml/kg/jamAnak-anak : 2 4 ml/kg/jamBayi : 4 6 ml/kg/jamOrok (neonatus) : 3 ml/kg/jamMengingat cairan yang hilang dengan cara ini sedikit sekali mengandung elektrolit, maka sebagai cairan pengganti adalah hipotonik, dengan perhatian khusus untuk natrium.Cairan kristaloid untuk pemeliharaan misalnya dekstrosa 5% dalam NaCl 0,45% (D5NaCl 0,45).

Sediaan Cairan Pemeliharaan (rumatan)Cairan pengganti :Tujuannya adalah untuk mengganti kehilangan air tubuh yang disebabkan oleh sekuestrasi atau proses patologi yang lain (misalnya fistula, efusi pleura, asites drainase lambung dsb).Sebagai cairan pengganti untuk tujuan ini digunakan cairan isotonis, dengan perhatian khusus untuk konsentrasi natrium, misalnya dekstrose 5 % dalam ringer laktat (D5RL), NaCl 0,9 %, D5 NaCl.

Sediaan Cairan PenggantiCairan untuk tujuan khusus (koreksi):Yang dimaksud adalah cairan kristaloid yang digunakan khusus, misalnya natrium bikarbonat 7,5 %, NaCl 3 %, dll.

Sediaan Cairan Koreksi

Cairan non elektrolit :Contoh dekstrose 5 %, 10 %, digunakan untuk memenuhi kebutuhan air dan kalori, dapat juga digunakan sebagai cairan pemeliharaan.

Cairan koloid :Disebut juga sebagai plasma ekspander, karena memiliki kemampuan besar dalam mempertahankan volume intra-vaskuler.Contoh cairan ini antara lain : Dekstran, Haemacel, Albumin, Plasma, Darah.Cairan koloid ini digunakan untuk menggantikan kehilangan cairan intra-vaskuler.

b. TERAPI OKSIGEN

Terdapat 3 sistem untuk memberikan oksigen kepada pasien tanpa intubasi. Untuk konsentrasi oksigen rendah, kanula hidung dapat memberikan oksigen antara 24% (IL/menit) sampai 36% (4 -5L/menit). Konsentrasi oksigen sedang (40-60%) dicapai dengan pemberian lewat masker oksigen, sedangkan konsentrasi hingga 100% hanya dapat dicapai dengan menggunakan stingkup muka reservoir. Pada kegawatan napas trauma diberikan oksigen 6L/menit dengan sungkup muka. Pada penderita kritis berikan 100% oksigen, meskipun secara umum terapi oksigen memberikan manfaat yang bermakna pada bentuk hipoksik hipoksemia dan anemi hipoksemia. Efek samping yang sering dikhawatirkan adalah keracunan oksigen, tetapi hal tersebut terjadi setelah 24-48 jam terapi oksigen dengan fraksi inspirasi oksigen (Fi02)>60%. Oleh karena itu sedapat mungkin setelah masa kritis, terapi oksigen diturunkan bertahap sampai Fi02pada pemberian jangka lama dan berlebihan dapat dihindari dengan pemantauan AGD dan Oksimetri 1. Nekrose C02 ( pemberian dengan Fi02 tinggi) pada pasien dependent on Hypoxic drive misal kronik bronchitis, depresi pemafasan berat dengan penurunan kesadaran . Jika terapi oksigen diyakini merusak C02, terapi 02 diturunkan perlahan-lahan karena secara tiba-tiba sangat berbahaya 2. Toxicitas paru, pada pemberian Fi02 tinggi ( mekanisme secara pasti tidak diketahui). Terjadi penurunan secara progresif compliance paru karena perdarahan interstisiil dan oedema intra alviolar 3. Retrolental fibroplasias. Pemberian dengan Fi02 tinggi pada bayi premature pada bayi BB < 1200 gr. Kebutaan 4. Barotrauma ( Ruptur Alveoli dengan emfisema interstisiil dan mediastinum), jika 02 diberikan langsung pada jalan nafas dengan alat cylinder Pressure atau auflet dinding langsung.Pemantauan Terapi O21. Wamakulit pasien. Pucat/ Pink / merah membara. 2. Analisa Gas Darah (AGD) 3. Oksimetri 4. Keadaan umum

c. PEMBERIAN ADRENALIN IV Indikasi : Henti jantung : fibrilasi ventrikel (VF), takikardi ventrikel tanpa denyut nadi (pulselessVT), asistol, PEA (Pulseless Electrical Activity) Bradikardia simtomatis Hipotensi berat Anafilaksis, reaksi alergi berat : kombinasi bersama sejumlah besar cairan, kortikosteroid, antihistamin

d. PEMBERIAN DIFENHIDRAMINDifenhidramin merupakan antihistamin turunan etanolamin. Difenhidramin berkompetisi dengan histamin bebas untuk mengikat reseptor H1. Difenhidramin bersifat antagonis kompetitif terhadap efek histamin pada saluran gastrointestinal, uterus, pembuluh darah besar, dan otot bronkial. Penghambatan reseptor H1 juga menekan pembentukan edema, panas dan gatal yang disebabkan oleh histamin.FarmakologiOnset : efek sedatif maksiimum : 1-3 jam. Durasi : 4-7 jam. Ikatan dengan protein : 78%. Metabolisme : sebagian besar di hati dan sedikit di paru dan ginjal. Bioavailabilitas : Oral : 40-60%. Waktu Paruh eliminasi : 2-8 jam; usila : 13,5 jam, waktu serum puncak 2-4 jam. Ekskresi : urin (dalam bentuk tidak berubah).Kontraindikasia) Hipersensitif terhadap difenhidramin atau komponen lain dari formulasi b) Asthma akut karena aktivitas antikolinergik antagonis H1 dapat mengentalkan sekresi bronkial pada saluran pernapasan sehingga memperberat serangan asma akutc) pada bayi baru lahir karena potensial menyebabkan kejang atau menstimulasi SSP paradoksikal.Efek Samping Kardiovaskuler : Hipotensi, palpitasi, takikardia Sistem saraf pusat : Sedasi, mengantuk, pusing, gangguan koordinasi, sakit kepala, kelelahan, kejang paraksikal, insomnia, euforia, bingung. Dermatologi : Fotosensitif, kemerahan, angioedema, urtikaria. Gastrointestinal : Mual, muntah, diare, sakit perut, xerostomia, peningkatan nafsu makan, peningkatan berat badan, kekeringan mukosa, anoreksia. Genitourinari : Retensi urin, sering atau sebaliknya, susah buang air kecil. Hematologi : Anemia hemolitika, trombositopenia, agranulositosis. Mata : Penglihatan kabur. Pernapasan : sekret bronki mengental. e. PEMBERIAN ARANG AKTIFArang aktif merupakan arang yang diproses sedemikian rupa sehingga mempunyai daya serap/absorpsi yang tinggi terhadap bahan yang berbentuk larutan atau uap. Bahan baku yang paling banyak beredar di pasaran adalah dari batok kelapa. Fungsi dari arang aktif adalah sebagai bahan penyerap, dan penjernih, juga bisa sebagai katalisator. Industri kimia, farmasi, makanan dan minuman adalah pengguna terbesar untuk produk ini. Arang aktif diperkirakan mengurangi penyerapan zat beracun sampai dengan 60%. Arang aktif itu sendiri merupakan bubuk hitam yang tidak berbau, tidak berasa, dan tidak beracun.Indikasi : hamper semua keracunan obat dan toksin kecuali bahan yang tertera pada tabel. Diberikan setelah bilas lambungKontra indikasi : ileus/obstruksi gastrointestinal setelah menelan bahan korosif (asam dan basa kuat) setelah menelan hidrokarbon apabila akan dilakukan pemeriksaan endoskopi karena dapat menghalangi pandanganDosis : 25-10 gr (dewasa/remaja), 25-50 gr (anak 1-12th), dan 1 gr/kg untuk anak kurang dari 1thCara pemberian : dicampur rata dengan perbandingan 30 gr arang aktif dengan 240ml air seperti sop kental. Dapat dicampur dengan sorbitol atau katartik saline.Komplikasi : muntah setelah pemberian yang cepat konstipasi distensi lambung efek katartik (jika diberi bersamaan) aspirasi arang aktif, empyema

6. Hub usia dengan keluhan dan alasan dirawat inapPada orang tua, angka morbiditas dan mortalitas akibat keracunan lebih tinggi. Gejala yang muncul pun akan lebih berat. Hal ini terjadi akibat penurunan imunitas tubuh, penurunan produksi asam lambung, penurunan motilitas usus, kekurangan gizi, kurang olahraga dan penggunaan antibiotic yang berlebihan. Pada skenario didapatkan pasien mengeluh nyeri kepala, mulut terasa terbakar, terasa logam, sesak nafas, nyeri perut, mual muntah. Keluhan tersebut muncul satu jam setelah makan masakan ikan tuna dan minum minuman keras. Hal ini merupakan gejala dari keracunan makanan yang dikonsumsi oleh penderita. Keracunan makanan yang kemungkinan besar disebabkan oleh masakan ikan tuna yang mengandung banyak zat histamin dan merkuri bersifat toksik apabila dikonsumsi berlebihan.Dari hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pada kasus ini, pasien kemungkinan besar mengalami syok anafilaktik sehingga perlu kontrol dan evaluasi kondisinya lebih lanjut dengan rawat inap supaya komplikasi dan prognosisnya tidak tambah buruk.

7. Kemungkinan intoksikasi bakteri Keracunan pangan yang disebabkan oleh produk toksik bakteri patogen (baik itu toksin maupun metabolit toksik) disebut intoksikasi. Bakteri tumbuh pada pangan dan memproduksi toksin Jika pangan ditelan, maka toksin tersebut yang akan menyebabkan gejala, bukan bakterinya. Beberapa bakteri patogen yang dapat mengakibatkan keracunan pangan melalui intoksikasi adalah: a. Bacillus cereus Bacillus cereus merupakan bakteri yang berbentuk batang, tergolong bakteri Gram-positif, bersifat aerobik, dan dapat membentuk endospora. Keracunan akan timbul jika seseorang menelan bakteri atau bentuk sporanya, kemudian bakteri bereproduksi dan menghasilkan toksin di dalam usus, atau seseorang mengkonsumsi pangan yang telah mengandung toksin tersebut. Ada dua tipe toksin yang dihasilkan oleh Bacillus cereus, yaitu toksin yang menyebabkan diare dan toksin yang menyebabkan muntah (emesis). Gejala keracunan: - Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab diare, maka gejala yang timbul berhubungan dengan saluran pencernaan bagian bawah berupa mual, nyeri perut seperti kram, diare berair, yang terjadi 8-16 jam setelah mengkonsumsi pangan. - Bila seseorang mengalami keracunan yang disebabkan oleh toksin penyebab muntah, gejala yang timbul akan bersifat lebih parah dan akut serta berhubungan dengan saluran pencernaan bagian atas, berupa mual dan muntah yang dimulai 1-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Bakteri penghasil toksin penyebab muntah bisa mencemari pangan berbahan beras, kentang tumbuk, pangan yang mengandung pati, dan tunas sayuran. Sedangkan bakteri penghasil toksin penyebab diare bisa mencemari sayuran dan daging. Tindakan pengendalian khusus bagi rumah tangga atau penjual makanan terkait bakteri ini adalah pengendalian suhu yang efektif untuk mencegah pertunasan dan pertumbuhan spora. Bila tidak tersedia lemari pendingin, disarankan untuk memasak pangan dalam jumlah yang sesuai untuk segera dikonsumsi. Toksin yang berkaitan dengan sindrom muntah bersifat resisten terhadap panas dan pemanasan berulang, proses penggorengan pangan juga tidak akan menghancurkan toksin tersebut.

b. Clostridium botulinum Clostridium botulinum merupakan bakteri Gram-positif yang dapat membentuk spora tahan panas, bersifat anaerobik, dan tidak tahan asam tinggi. Toksin yang dihasilkan dinamakan botulinum, bersifat meracuni saraf (neurotoksik) yang dapat menyebabkan paralisis. Toksin botulinum bersifat termolabil. Pemanasan pangan sampai suhu 800 C selama 30 menit cukup untuk merusak toksin. Sedangkan spora bersifat resisten terhadap suhu pemanasan normal dan dapat bertahan hidup dalam pengeringan dan pembekuan. Gejala keracunan: Gejala botulism berupa mual, muntah, pening, sakit kepala, pandangan berganda, tenggorokan dan hidung terasa kering, nyeri perut, letih, lemah otot, paralisis, dan pada beberapa kasus dapat menimbulkan kematian. Gejala dapat timbul 12-36 jam setelah toksin tertelan. Masa sakit dapat berlangsung selama 2 jam sampai 14 hari. Penanganan: Tidak ada penanganan spesifik untuk keracunan ini, kecuali mengganti cairan tubuh yang hilang.Kebanyakan keracunan dapat terjadi akibat cara pengawetan pangan yang keliru (khususnya di rumah atau industri rumah tangga), misalnya pengalengan, fermentasi, pengawetan dengan garam, pengasapan, pengawetan dengan asam atau minyak. Bakteri ini dapat mencemari produk pangan dalam kaleng yang berkadar asam rendah, ikan asap, kentang matang yang kurang baik penyimpanannya, pie beku, telur ikan fermentasi, seafood, dan madu. Tindakan pengendalian khusus bagi industri terkait bakteri ini adalah penerapan sterilisasi panas dan penggunaan nitrit pada daging yang dipasteurisasi. Sedangkan bagi rumah tangga atau pusat penjualan makanan antara lain dengan memasak pangan kaleng dengan seksama (rebus dan aduk selama 15 menit), simpan pangan dalam lemari pendingin terutama untuk pangan yang dikemas hampa udara dan pangan segar atau yang diasap. Hindari pula mengkonsumsi pangan kaleng yang kemasannnya telah menggembung.

c. Staphilococcus aureus Terdapat 23 spesies Staphilococcus, tetapi Staphilococcus aureus merupakan bakteri yang paling banyak menyebabkan keracunan pangan. Staphilococcus aureus merupakan bakteri berbentuk kokus/bulat, tergolong dalam bakteri Gram-positif, bersifat aerobik fakultatif, dan tidak membentuk spora. Toksin yang dihasilkan bakteri ini bersifat tahan panas sehingga tidak mudah rusak pada suhu memasak normal. Bakteri dapat mati, tetapi toksin akan tetap tertinggal. Toksin dapat rusak secara bertahap saat pendidihan minimal selama 30 menit. Pangan yang dapat tercemar bakteri ini adalah produk pangan yang kaya protein, misalnya daging, ikan, susu, dan daging unggas; produk pangan matang yang ditujukan dikonsumsi dalam keadaan dingin, seperti salad, puding, dan sandwich; produk pangan yang terpapar pada suhu hangat selama beberapa jam; pangan yang disimpan pada lemari pendingin yang terlalu penuh atau yang suhunya kurang rendah; serta pangan yang tidak habis dikonsumsi dan disimpan pada suhu ruang. Gejala keracunan: Gejala keracunan dapat terjadi dalam jangka waktu 4-6 jam, berupa mual, muntah (lebih dari 24 jam), diare, hilangnya nafsu makan, kram perut hebat, distensi abdominal, demam ringan. Pada beberapa kasus yang berat dapat timbul sakit kepala, kram otot, dan perubahan tekanan darah. Penanganan: Penanganan keracunannya adalah dengan mengganti cairan dan elektrolit yang hilang akibat muntah atau diare. Pengobatan antidiare biasanya tidak diperlukan. Untuk menghindari dehidrasi pada korban, berikan air minum dan larutan elektrolit yang banyak dijual sebagai minuman elektrolit dalam kemasan. Untuk penanganan leboih lanjut, hubungi puskesmas atau rumah sakit terdekat.

8. Syarat pasien gawat darurat Kriteria pasien pasien gawat darurat:a. Nyeri dadab. Perdarahan yang tidak dapat dihentikanc. Nyeri yang tidak tertahankand. Batuk darah/muntah darahe. Sesak napas/kesulitan bernapasf. Pusing yang disertai adanya kelemahan otot/penglihatan kaburg. Diare/muntah yang hebath. Penurunan kesadaran yang tiba-tibai. Korban kecelakaan/kekerasan

9. Efek hipokalemia,hiponatreimia, hipernatremi dan hiperkalemiTubuh kita ini adalah ibarat suatu jaringan listrik yang begitu kompleks, didalamnya terdapat beberapa pembangkit lokal seperti jantung, otak dan ginjal. Juga ada rumah-rumah pelanggan berupa sel-sel otot. Untuk bisa mengalirkan listrik ini diperlukan ion-ion yang akan mengantarkan perintah dari pembangkit ke rumah-rumah pelanggan. Ion-ion ini disebut sebagai elektrolit. Ada dua tipe elektrolit yang ada dalam tubuh, yaitu kation (elektrolit yang bermuatan positif) dan anion (elektrolit yang bermuatan negatif). Masing-masing tipe elektrolit ini saling bekerja sama mengantarkan impuls sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan tubuh.Disamping sebagai pengantar aliran listrik, elektrolit juga mempunyai banyak manfaat, tergantung dari jenisnya. Contohnya : Natrium : fungsinya sebagai penentu utama osmolaritas dalam darah dan pengaturan volume ekstra sel. Kalium : fungsinya mempertahankan membran potensial elektrik dalam tubuh. Klorida : fungsinya mempertahankan tekanan osmotik, distribusi air pada berbagai cairan tubuh dan keseimbangan anion dan kation dalam cairan ekstrasel. Kalsium : fungsi utama kalsium adalah sebagai penggerak dari otot-otot, deposit utamanya berada di tulang dan gigi, apabila diperlukan, kalsium ini dapat berpindah ke dalam darah. Magnesium : Berperan penting dalam aktivitas elektrik jaringan, mengatur pergerakan Ca2+ ke dalam otot serta memelihara kekuatan kontraksi jantung dan kekuatan pembuluh darah tubuh.1. HiponatremiaHiponatremia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi natrium serum ke tingkat bawah 136 mmol per liter. Sedangkan hipernatremia selalu menunjukkan hipertonisitas, hiponatremia dapat dikaitkan dengan rendah, normal, atau tinggi tonisitasGambaran klinis dari hiponatremia : Mild 130 135 mmol/ l Often no features, or, anorexia, headache, nausea, vomiting, lethargyModerate 120 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle weakness, confusion, ataxia, personality change Severe 120 mmol /l Drowsiness, reduced reflexes, convulsions, coma, death2. HipernatremiaHipernatremia didefinisikan sebagai natrium serum lebih besar dari 145 mmol / l dan selalu dikaitkan dengan keadaan hiperosmolar. Gambaran klinis hipernatremia non spesifik seperti anoreksia, mual, muntah, kelelahan dan mudah tersinggung. Seperti natrium meningkat akan ada perubahan dalam fungsi neurologis yang lebih menonjol jika natrium telah meningkat pesat dan tingkat tinggi. Bayi cenderung menunjukkan takipnea, kelemahan otot, gelisah, tangisan bernada tinggi, dan kelesuan menyebabkan koma. Diagnosis diferensial utama untuk gejala-gejala tersebut pada populasi ini adalah sepsis yang bisa diperparah oleh hipernatremia.3. HipokalemiaHipokalemia (kadar kalium yang rendah dalam darah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalium dalam darah kurang dari 3.8 mEq/L darah. Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali. Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung.4. HiperkalemiaSecara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang naiknya secara abnormal. Tingkat potassium dalam darah yang normal adalah 3.5- 5.0 milliequivalents per liter (mEq/L). Tingkat-tingkat potassium antara 5.1 mEq/L sampai 6.0 mEq/L mencerminkan hyperkalemia yang ringan. Tingkat-tingkat potassium dari 6.1 mEq/L sampai 7.0 mEq/L adalah hyperkalemia yang sedang, dan tingkat-tingkat potassium diatas 7 mEq/L adalah hyperkalemia yang berat/parah. Hiperkalemia dapat menjadi asymptomatic, yang berarti bahwa ia tidak menyebabkan gejala-gejala. Adakalanya, pasien-pasien dengan hyperkalemia melaporkan gejala-gejala yang samar-samar termasuk: mual, lelah, kelemahan otot, atau perasaan-perasaan kesemutan. Gejala-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung yang perlahan dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat pada berhentinya jantung yang fatal. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya secara perlahan (seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada tigkat-tingkat potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium adalah sangat cepat, gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas hingga tingkat-tingkat potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau lebih tinggi)

10. Patofisiologi mulut terasa seperti logam Menurut Gossel dan Bricker (1990), ada 5 logam yang berbahaya bagi kehidupan manusia: arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg), dan besi (Fe). Selain itu ada 3 logam yang kurang beracun, yaitu tembaga (Cu), selenium (Se) dan seng (Zn).Logam-logam berat tersebut diketahui dapat menggumpal dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi.Merkuri, baik logam maupun metil merkuri (CH3Hg+), biasanya masuk tubuh manusia lewat pencernaan. Bisa dari ikan, kerang, udang, maupun perairan yang terkontaminasi. Namun bila dalam bentuk logam, biasanya sebagian besar bisa diekresikan. Sisanya akan menumpuk di ginjal dan sistem saraf, yang suatu saat akan mengganggu bila akumulasinya makin banyak.Dampak merkuri terhadap kesehatan manusiaBeberapa hal terpenting yang dapat dijadikan patokan terhadap efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh, adalah sebagai berikut:a. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh, apabila berada dalam jumlah yang cukup.b. Senyawa merkuri yang berbeda, menunjukkan karakteristik yang berbeda pula dalam daya racun, penyebaran, akumulasi dan waktu retensi yang dimilikinya di dalam tubuh.c. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan dan atau dalam tubuh organisme hidup yang telah kemasukan merkuri, disebabkan oleh perubahan bentuk atas senyawa - senyawa merkuri dari satu tipe ke tipe lainnya.d. Pengaruh utama yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja enzim dan merusak selaput dinding (membran) sel. Keadaan itu disebabkan karena kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang mengandung belerang, yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.Dikenal 3 bentuk merkuri, yaitu: 1. Merkuri elemental (Hg): terdapat dalam gelas termometer, tensimeter air raksa, amalgam gigi, alat elektrik, batu batere dan cat. Juga digunakan sebagai katalisator dalam produksi soda kaustik dan desinfektan serta untuk produksi klorin dari sodium klorida. 2. Merkuri inorganik : dalam bentuk Hg++ (Mercuric) dan Hg+ (Mercurous) Misalnya: - Merkuri klorida (HgCl2) termasuk bentuk Hg inorganik yang sangat toksik, kaustik dan digunakan sebagai desinfektan - Mercurous chloride (HgCl) yang digunakan untuk teething powder dan laksansia (calomel) - Mercurous fulminate yang bersifat mudah terbakar. 3. Merkuri organik : terdapat dalam beberapa bentuk, a.l. : - Metil merkuri dan etil merkuri yang keduanya termasuk bentuk alkil rantai pendek dijumpai sebagai kontaminan logam di lingkungan. Misalnya memakan ikan yang tercemar zat tsb. dapat menyebabkan gangguan neurologis dan kongenital. - Merkuri dalam bentuk alkil dan aryl rantai panjang dijumpai sebagai antiseptik dan fungisida.Merkuri Inorganik pada pemaparan akut setelah menelan zat ini timbul gejala iritasi mukosa berupa stomatitis, rasa logam, rasa panas, hipersalivasi, edema laring, erosi oesofagus, mual, muntah, hematemesis, hematokhezia, keram perut, ARDS, shock dan gangguan ginjal berupa proteinuri, hematuri dan glikosuri. Gagal ginjal akut dapat terjadi dalam 24 jam. Perdarahan gastrointestinal dapat menyebabkan anemia dan syok hipovolemi. Kontak pada kulit akibat penggunaan krem yang mengandung garam merkuri dapat menimbulkan pigmentasi, rasa terbakar dan dapat menyebabkan toksisitas sistemik. HgCl2 dapat menyebabkan iritasi kulit sedangkan merkuri fulminat dan merkuri sulfida menyebabkan dermatitis kontak. Penggunaan calomel (HgCl) dapat menyebabkan Pinks disease pada anak-anak yang ditandai: rash eritematosus, febris, splenomegali, iritabilitas dan hipotonia. Pemaparan kronis menimbulkan triad yang klasik, yaitu: ginggivitis dan salivasi, tremor dan perubahan neuropsikiatri Aplikasi garam merkuri pada kulit dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan neuropati perifer, nefropati, eritema, dan pigmentasi Rasa logam yang timbul dapat disebabkan karena merkuri terdapat pada saliva orang yang mengalami intoksikasi merkuri (Dreisbach et al., 1987; Elberger, 1993)

11. Penanganan syok Penatalaksanaan Syok Berdasarkan Jenisnya1. Syok AnafilaktikPenatalaksanaan syok anafilaktik menurut Haupt MT and Carlson RW (1989, hal 993-1002) adalahKalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:a. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki curah jantung dan menaikkan tekanan darah.b. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:1) Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas, yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan buka mulut.2) Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial. Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen. Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.3) Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a. karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasaryang penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru. Thijs L G.(1996 4)c. Segera berikan adrenalin 0.30.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau 0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit.d. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang member respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena dosis awal yang diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.e. Dapat diberikan kortikosteroid, misalnya hidrokortison 100 mg atau deksametason 510 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.f. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat. Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari perkiraan kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syokanafilaktik berat diperkirakan terdapat kehilangan cairan 20 40% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.g. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.h. Apabila syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah mendapat terapi adrenalin lebih dari 23 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit semalam untuk observasi.

2. Syok Hipovolemika. Ketika syok hipovolemik diketahui maka tindakan yang harus dilakukan adalah menempatkan pasien dalam posisi kaki lebih tinggi, menjaga jalur pernapasan dan diberikan resusitasi cairan dengan cepat lewat akses intra vena atau cara lain yang memungkinkan seperti pemasangan kateter CVP (central venous pressure) atau jalur intraarterial.b. Cairan yang diberikan adalah garam isotonus yang ditetes dengan cepat (hati-hati terhadap asidosis hiperkloremia) atau dengan cairan garam seimbang seperti Ringer laktat (RL) dengan jarum infus yang terbesar. Tak ada bukti medis tentang kelebihan pemberian cairan koloid pada syok hipovolemik. Pemberian 2-4 L dalam 20-30 menit diharapkan dapat mengembalikan keadaan hemodinamik.c. Guna mengetahui cairan sudah memenuhi kebutuhan untuk meningkatkan tekanan pengisisan ventrikel dapat dilakukan pemeriksaan tekanan baji paru dengan menggunakan kateter Swan-Ganz. Bila hemodinamik tetap tak stabil, berarti perdarahan atau kehilangan cairan belum teratasi. Kehilangan darah yang berlanjut dengan kadar hemoglobin 10 mg/dL perlu penggantian darah dengan transfuse. Jenis darah transfuse tergantung kebutuhan. Disarankan agar yang digunakan telah menjalani tes cross-match (uji silang), bila sangat darurat maka dapat digunakan Packed red cells tipe darah yang sesuai atau O-negatif.d. Pada keadaan yang berat atau hipovolemia yang berkepanjangan, dukungan inotropic dengan dopamine, vasopressin atau dobutamin dapat dipertimbangkan untuk mendapatkan kekuatan ventrikel yang cukup setelah volume darah dicukupi dahulu. Pemberian norepinefrin infus tidak banyak memberi manfaat pada hipovolemik. e. Selain resusitasi cairan, saluran pernapasan harus dijaga. Kebutuhan oksigen pasien harus terpenuhi dan bila dibutuhkan intubasi dapat dikerjakan. Kerusakan organ akhir jarang terjadi dibandingkan dengan syok septik atau traumatik. Kerusakan organ dapat terjadi pada susunan saraf pusat, hati dan ginjal dan gagal ginjal merupakan komplikasi yang penting pada syok ini.

12. Pemeriksaan penunjang lanjutan yang dibutuhkan dalam kasus Px toksikologi dengan sampel urin dan serum pasien Px radiologi untuk melihat adanya inhalasi zat racun dan perforasi lambung Analisa gas darah Px fungsi hati dan ginjal Px darah perifer EKG

BAB IIIPEMBAHASAN

Pada skenario dituliskan bahwa pasien mengeluh nyeri kepala, mulut terasa terbakar dan terasa logam, sesak nafas, nyeri perut, mual, muntah, 1 jam setelah makan masakan ikan tuna dan minum minuman keras. Hal ini merupakan gejala dari keracunan makanan yang dikonsumsi oleh penderita. Keracunan makanan yang kemungkinan besar disebabkan oleh masakan ikan tuna. Kandungan zat dari ikan tuna yang dapat bersifat toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan yaitu merkuri dan histamin. Keracunan merkuri memiliki gambaran klinis seperti gangguan pada gastric, sakit kepala, rasa logam dalam mulut karena merkuri terekskresi dalam saliva dan mukosa mulut cenderung terjadi ulserasi pada ginggiva, palatum dan lidah sedangkan gejala keracunan dari histamin sendiri yaitu rasa mual dengan atau tanpa muntah, rasa terbakar pada tenggorokkan, bibir bengkak, sakit kepala, muka dan leher kemerah-merahan, kulit gatal dan badan lemas. Keracunan makanan tidak mengarah kearah minuman keras yang kemungkinan disebabkan oleh konsumsi alkohol karena gejala yang muncul tidak khas pada keracunan alkohol seperti frekuensi muntah sering, adanya bau alkohol dan pupil mata dilatasi.Pemeriksaan fisik didapatkan kondisi delirium, tekanan darah 80/60 mmHg, nadi 120x/menit isi dan tekanan kurang, RR 28x/menit, suhu 36,9oC dan akral yang mulai dingin. Hal ini menandakan pasien mengalami syok, dugaannya syok anafilaktik, karena terjadi setelah pasien mengkonsumsi makanan ikan tuna yang mengandung histamin. Namun syok anafilaktik pada kasus ini tidak disebabkan oleh faktor imunologik namun merupakan reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid yang merupakan reaksi sistemik umum yang melibatkan penglepasan mediator oleh sel mast yang terjadi tidak melalui IgE. Secara klinis reaksi ini menyerupai reaksi hipersensitivitas tipe I seperti pada kasus ini yaitu adanya rash eritematosus di wajah dan dada, wheezing karena efek dari bronkospasme yang disebabkan oleh histamin pada ikan tuna. Pemeriksaan lab yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui apakah keracunan disebabkan oleh alkohol karena alcohol dapat mengakibatkan perdarahan saluran pencernaan yang tampak pada pemeriksaan lab darah adanya penurunan kadarhemoglobin, namun dalam kasus ini masih dalam batas normal yaitu diatas 12 gr%. Pemeriksaan kadar darah lainnya seperti hematokrit 40% (N), leukosit 10.600/ul meningkat akibat adanya reaksi inflamasi, trombosit 375.000/ul (N). Pemeriksaan urin juga dilakukan untuk melihat juga apakah ada kemungkinan adanya keracunan dari alkohol yaitu gagal ginjal akut, namun dalam kasus ini ureum 43 mg/dl kompensasi dari adanya kekurangan energi akibat gejala yang ditimbulkan seperti muntah dan kreatinin 1,3 mg/dl (N), kadar natrium 130 mmol/L (N), kalium 3,3 mmol/L adanya penurunan akibat muntah dari gejala klinisnya. Saturasi oksigen 90% menandakan adanya hipoksemia dan merupakan indikasi pemberian terapi oksigen dengan aliran rendah pada kasus ini diberikan nasal kanul 3 lpm (liter per menit). Infus ringer laktat tetesan cepat diberikan untuk menggantikan cairan yang hilang akibat muntah dan mempermudah pemberian obat melalui intravena yaitu injeksi adrenalin untuk mengatasi syok anafilaktik dan injeksi difenhidramin 1 ampul sebagai antihistamin yang merupakan antidotum keracunan histamin selain itu juga merupakan salah satu tata laksana syok anafilaktik derajat sedang. Inhalasi salbutamol merupakan suatu bronkodilator untuk mengatasi bronkospasme yang dialami pasien, sedangkan arang aktif diberikan bertujuan sebagai penyerap racun yang ada ditubuh utamanya saluran cerna yaitu lambung dan usus. Pasien dirawat inap bertujuan untuk monitoring dari terapi yang telah diberikan yaitu adakah komplikasi dari terapi contoh pada pemberian terapi oksigen yang jika berlebihan dapat mengakibatkan keracunan dan terapi cairan yang jika berlebihan dapat mengakibatkan edema paru selain itu perlu adanya pemeriksaan tambahan lainnya untuk memeriksa kemajuan dari terapi seperti pulse oxymetri untuk mengetahui saturasi oksigen dan analisis gas darah untuk memberikan gambaran tentang keseimbangan asam-basa. Jadi pada kasus ini gejala yang ditimbulkan bukan karena reaksi alergi namun merupakan suatu intoksikasi makanan yaitu keracunan yang diakibatkan oleh merkuri atau histamin yang terdapat pada ikan tuna yang dikonsumsi pasien.

BAB IVPENUTUP

A. Simpulan1. Padaskenario pasien mengalami keracunan makanan. Keracunan kemungkinan besar disebabkan oleh masakan ikan tunayang dikonsumsi. Kandungan zat dari ikan tuna yang dapat bersifat toksik apabila dikonsumsi secara berlebihan yaitu merkuri dan histamin.2. Keracunan makanan tidak mengarah kearah minuman keras yang kemungkinan disebabkan oleh konsumsi alkohol karena gejala yang muncul tidak khas pada keracunan alkohol seperti frekuensi muntah sering, adanya bau alkohol dan pupil mata dilatasi.3. Dari hasil pemeriksaan fisik, pasien mengalami syok anafilaktik,karena terjadi setelah pasien mengkonsumsi makanan ikan tuna yang mengandung histamin. Namun syok anafilaktik pada kasus ini tidak disebabkan oleh faktor imunologik namun merupakan reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid.4. Pasien perlu dirawat inap untuk monitoring terapi yang diberikan.B. Saran 1. Pelaksanaan diskusi tutorial harus dikembalikan pada problem-based learning dan bukan berorientasi pada problem solving agar hal yang dipelajari mahasiswa dari skenario lebih luas dan tidak hanya terpaku pada pemecahan masalah di skenario.2. Setiap mahasiswa terutama pada pertemuan sesi kedua tutorial sebaiknya masing-masing telah mencari sumber pustaka, agar diskusi dapat berjalan dengan hidup dan antarmahasiswa dapat terjadi pertukaran ilmu.

DAFTAR PUSTAKA

Adrogu, Horacio J. et al. 2000. Hyponatremia. N Engl J Med 2000; 342:1581-1589.

Boswick John. A, 1997., 1997., Perawatan Gawat Darurat., EGC., Jakarta

Dreisbach RH, Robertson WO, Handbook of Poisoning , 12th ed, Appleton&Lange, California, 1987, 238-242.

Elberger ST, Brody GM, Cadmium, Mercury, and Arsenic, in: Viccellio P, (Editor). Handbook of Medical Toxicology, First edition,. Little, Brown and Co. Boston. 1993, 286-288.

Haupt M T, Carlson R W., 1989, Anaphylactic and Anaphylactoid Reactions. Dalam buku: Shoemaker W C, Ayres S, Grenvik A eds, Texbook of Critical Care. Philadelphia

Sentra Informasi Keracunan Nasional, Badan POM RI dalam http://ik.pom.go.id/v2014/

Sosialine, Engko (2011). Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Skeet Muriel.,1995., Tindakan Paramedis Terhadap Kegawatan dan Pertolongan Pertama., EGC, Jakarta

T. A. Gossel and J. D. Bricker. Principles of clinical toxicology, 2nd Edn. Raven Press, New York, 1990; 413Tambunan Karmell., et. All., 1990., Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat., FKUI, Jakarta

.