laporan tutorial 3
TRANSCRIPT
Skenario 3
“Ada Apa dengan Pretty?”
Pretty umur 21 tahun berat badan 85 kg, tinggi badan 162 cm, datang ke
rumah sakit dengan keluhan sering kencing yang dirasakan lebih dari 15 kali dalam
satu hari. Pretty juga mengeluh sering merasa lapar sering merasa haus dan banyak
minum. Kedua orang tuanya menderita Diabetes Melitus dan masih hidup, tetapi
ayahnya hemiparesis sinistra akibat komplikasi dari penyakitnya. Saat ini ayahnya
menggunakan terapi insulin karena dengan obat yang sebelumnya sering mengalami
hipoglikemia. Sekarang Pretty datang bermaksd untuk mengetahui diagnosis
penyakitnya dan penatalaksanaan supaya tidak seperti orang tuanya.
1
SEVEN JUMP
I. Klarifikasi Istilah
1. Diabetes Melitus
- Sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
tuntutan dan suplai insulin. Sindrom ini ditandai oleh
hiperglikemia dan berkaitan dengan abnormalitas
metabolime karbohidrat.
(Underood, 1999)
- Suatu penyakit yang dapat menganggu metbolisme karbohidrat, lemak dan
protein serta keseimbangan cairan dan asam basa. Penyakit ini juga
berdampak pada system pernapasan, ginjal, system sirkulasi dan system
saraf.
(Sherwood, 2011)
2. Insulin
- Poipeptida yang mengandung 51 asam amino yang
tersusun dalam dua rantai (A dan B) dan dihubungkan oleh
ikatan polipeptida. Suatu prekusor, proinsulin, dehidrolisis
dalam granula penyimpan untuk membentuk insulin dan
peptida C residual.
(Neal, 2006)
- Hormon protein yang di hasilkan oleh sel beta pulau-pulau langerhans,
berfungsi sebagai sinyal hormonal pada keadaan setelah makan,untuk
meningkatkan masukan glukosa, asam amino, serta assam lemak dalam
sel.
(Dorland, 2010)
3. Hipoglikemia
2
- Hiperglikemia adalah kadar glukosa puasa yang lebih rendah dari dari 70
mg/dl. Kadar glukosa serum puasa normal (teknik autoanalisis) adalah 70-
100 mg/dl.
(Price, 2005)
4. Komplikasi
- Penyakit atau beberapa penyakit yang konkuren dengan penyakt lain.
(Dorland, 2010)
5. Hemiparesis
- Hemiparesis merupakan kelumpuhan pada otot-otot muka, tangan,lengan,
kaki dan tungkai pada paruh sisi tubuh yang biasanya dikarenakan oleh
kegagalan fungsi otak dari kebalikan fungsi tubuh.
(Cahyono, 2008)
II. Identifikasi Masalah
1. Bagaimana cara perhitungan berat badan ideal?
2. Apa penyebab Pretty sering makan, sering minum, dan sering kencing?
3. Apakah Diabetes Melitus merupakan penyakit keturunan?
4. Apa penyebab hipoglikemia pada skenario?
5. Bagaimana histologi dan fisiologi organ yang berkaitan dengan skenario di
atas?
6. Bagaimana efek terapi insulin pada penderita Diabetes Melitus?
III. Analisis Masalah
1. Bagaimana cara perhitungan berat badan ideal?
Berat badan ideal dapat dihitung dengan berdasarkan usia serta jenis
kelamin masing- masing individu, misal pada seorang bayi usia 0-12 bulan
3
dapat menggunakan rumus: (umur(bulan)/2)+4, sedangkan pada anak usia 1-
10 tahun dapat dihitung dengan: (umur(tahun)*2)+8,hasil tersebut merupakan
hasil dari berat badan ideal seharusnya. Sedangkan untuk menghitung BB
ideal pada skenario dapat dengan cara TB-110=BB, misal Pretty 162cm-
110=52kg, itu merupakan BB ideal seharusnya, karena BB Pretty lebih 10%
dari seharusnya jadi Pretty masuk dalam kategori Obesitas.
Aplikasi klinisnya jika seseorang obesitas karena mulanya insulin
resistensi terhadap glukosa yang ada dalam tubuh, sehingga insulin yang
seharusnya mengikat glukosa yang akan masuk dalam sel menjadi tidak bias,
hal tersebut di sebabkan karena sel lemak hasilkan hormon adipositokin yang
berfungsi sebagai penyimpanan lemak serta organ endokrin, sehingga
hormone tersebut menyebabkan peningkatan pengeluaran glukosa, sehingga
glukosa dalam darah meningkat sedangkan insulin resistensi pada glukosa.
(Sherwood, 2012)
Kelebihan berat badan (overweight) pada dewasa : Body Mass Index
≥25kg/m2, disertai dengan satu atau lebih dari:
a. Riwayat penyakit keluarga
b. Ras atau etnik
c. Riwayat diabetes gestasional atau pernah melahirkan bayi dengan berat
badan lahir > 9 pons
d. Hipertensi : tekanan darah >140/90
e. Abnormalitas lipid : HDL kolesterol <35mg/dL, trigliserid >250mg/dL
f. IGT (impaired glucose tolerance) atau IFG (impaired fasting glucose) :
pada pemeriksaan sebelumnya
g. Tanda-tanda resistensi insulin : seperti canthosis nigricans atau polycystic
ovarian syndrome
h. Riwayat penyakit vascular : didiagnosa dari pemeriksaan fisik
i. Pola hidup yang kurang gerak : melakukan aktifitas fisik kurang dari 3
kali seminggu
4
Dengan faktor-faktor risiko yang ada di atas, orang yang berumur ≥45
tahun perlu dipertimbangkan dan harus dilakukan pemeriksaan.
(W. Lee et al., 2009)
2. Apa penyebab Pretty sering makan, sering minum, dan sering kencing?
a. Penyebab sering kencing
Dilihat berdasarkan skenario bahwa ayah Pretty menderita
Diabetes Melitus (DM). Tidak menutup kemungkinan bila Pretty
mengalami Diabetes Melitus juga. Dimana bila pada penderita DM
mengalami peningkatan kadar glukosa darah dimana jumlah glukosa
yang tersaring melebihi kemampuan sel tubulus malakukan reabsorpsi
sehingga glukosa muncul di urin (glikosuria). Glukosa urin ini memiliki
efek osmotik yang menarik H2O bersamanya yang menyebabkan diuresis
osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih).
(W. Lee et al., 2009)
b. Penyebab sering haus
Sering berkemih menyebabkan dehidrasi dimana sel-sel
mengalami kehilangan air sewaktu pergeseran osmotik air dari sel ke
ekstrasel, akibatnya tubuh memberi respon dengan cara merasa haus.
(W. Lee et al., 2009)
c. Penyebab sering makan
Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalami
keseimbangan kalori negatif atau kekurangan kalori sehingga pasien
sering merasa lapar dan banyak makan.
(Price, 2005)
3. Apakah Diabetes Melitus merupakan penyakit keturunan?
Jika orang tua menderita dibetes melitus tipe 2, rasio
diabetes dan nondiabetes pada anak adalah 1:1, dan sekitar
5
90% pasti membawa (carrier) dibetes tipe 2. Diabetes tipe 2
di tandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin.
(Price, 2005)
4. Apa penyebab hipoglikemia pada skenario?
Karena kadar insulin darah dapat meningkat abnormal, sehingga sel
beta terlalu peka terhadap glukosa menyebabkan hipoglikemia. Sel beta
mengeluarkan insulin jauh lebih besar dari yang di butuhkan, insulin yang
berlebihan mendorong sebagian besar glukosa masuk dalam sel.
(Sherwood, 2012)
5. Bagaimana histologi dan fisiologi organ yang berkaitan dengan skenario di
atas?
Pankreas merupakan kelenjar dengan fungsi eksokrin dan
endokrin. Bagian Eksokrin pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar
besar, berlobulus, tubuloasinosa kompleks. Asinus berbentuk tubular,
6
dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5 sampai 8 sel berbentuk piramid
yang tersusun mengelilingi lumen sempit.
Gambar 1. Histologi Pancreas. (Mescher, 2011)
Tidak terdapat sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat
halus mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe, saraf dan saluran
keluar.Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil
protein). Ductus ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak
sebagai sel sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi
sekresi asini dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang
kemudian berlanjut sebagai ductus interlobular.
Bagian endokrin pancreas yaitu pulau langerhanssebagai penjalan
fungsi endokrin. Pulau langerhans merupakan massa sferis padat jaringan
endokrin yang terbenam dalam jaringan eksokrin asinar pankreas. Setiap
pulau terdiri ata sel-sel bulat atau poligonal pucat yang lebih kecil dan lebih
terpulas lemah ketimbang sel asinar di sekitarnya, tersusun berderet yang
dipisahkan oleh suatu jalinan kapiler bertingkap.
Sel pulau penghasil hormon utama paling mudah diidentifikasi dan
dipelajari dengan imunositokimiawi :
a. Sel αatau Sel A
a) Penghasil glukagon.
b) Terletak di tepi pulau.
c) Mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm.
d) Batas inti kadang tidak teratur.
b. Sel β atau Sel B
a) Penghasil insulin.
b) Terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau.
c) Mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah.
d) Mitokondria kecil bundar dan banyak.
c. Sel δ atau Sel D
a) Penghasil somatostatin.
7
b) Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan dengan
sel A.
c) Mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan
granula homogen.
Aktivitas kedua sel pulau utama, sel α dan sel β, diatur terutama
oleh kadar glukosa datah di atas atau di bawah kadar sebesar 70mg/dL.
Peningkatan kadar glukosa merangsang sel β melepaskan insulin dan
menghambat sel α melepaskan glukagon. Kerja hormon-hormon ini yang
berlawanan membantu mengatur kadar gula darah secara tepat, suatu faktor
penting dalam homeostasis tubuh.
(Mescher, 2011)
6. Bagaimana efek terapi insulin pada penderita Diabetes Melitus?
Jika seseorang terkena suatu penyakit DM pasti penatalaksanaanya
menggunakan obat atau injeksi insulin, dalam hal ini ada perbedaan antara
pemberian obat dengan injeksi insulin. Mekanisme kerja obat pada penderita
DM dimaksudkan agar insulin peka terhadap glukosa, tetapi kadar insulin
yang dibutuhkan tidak dapat di ketahui jumlahnya, sehingga jika kadar insulin
berlebihan maka kepekaan terhadap glukosa akan meningkat, menyebabkan
glukosa yang ada dalam tubuh sering kali masuk dalam sel, sedangkan yang
ada di dalam sirukulasi pembuluh darah berkurang, menyebabkan hipoglikemi
ataupun menyebabkan kelainan pada otak, karena seharusnya glukosa yang
ada dalam aliran darah mengalir terhadap otak, karena glukosanya kurang jadi
sirkulasi glukosa yang ada dalam pembuluh darah tidak sampai ke otak,
sehingga otak kekurangan glukosa, dari situlah otak mengalami kerusakan
yang menyebabkan hemiparesis sinistra pada skenario.
(Silbernagl, 2007)
8
IV. Sistematika Masalah
9
Putri 21 th, BB 85 kg, TB 162 cm
Kedua orang tuanya DM
Obesitas Sering kencing, sering haus, sering lapar
Diagnosis Banding
Diabetes Melitus Sindrom Metabolik
- GDS ≥200 mg/dL
- GDP ≥126 mg/dL
- Glukosa 2 jam setelah pemberian beban glukosa (2hPG) ≥ 200mg/dL
-Obesitas abdominal
-Kenaikan kadartrigliserida
-Penurunan HDL-kolesterol
-Kenaikankadar gula puasa hingga 110 – 126 mg/ml
-Kenaikan tekanan darahDM tipe 1:
-Gejala klasik (poiluri, polidipsi, polifagi)
-Bb Turun
-Kelemahan Otot
DM tipe 2:
-Obesitas
-gejala klasik sedikit
-Cenderung tidak ketoasidosis
Skema 1. Sistematika Masalah
V. Tujuan Pembelajaran (Learning Objective)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan efek metabolisme insulin.
2. Mahasiswa mampu menjelaskan metabolisme insulin.
3. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi hemiparesis.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi pada organ yang berkaitan dengan
skenario.
5. Mahasiswa mampu menjelaskan kriteria diagnosa penyakit Diabetes Melitus
tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
6. Mahasiswa mampu menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Diabetes
Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan farmakologis pada Diabetes
Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan non farmakologis pada
Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
9. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi pada Diabetes Melitus tipe 1,
Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
10. Mahasiswa mampu menjelaskan prognosis pada Diabetes Melitus tipe 1,
Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
VI. Belajar Mandiri
VII. Berbagi Informasi
1. Efek metabolisme insulin.
10
Penatalaksanaan:
-Pola diet dan latihan fisik
-Obat hipoglikemia oral
-Terapi insulin
Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak dan
protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino
darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul
nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absortif, insulin mendorong
penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing
menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Insulin melaksanakan banyak
fungsinya dengan mempengaruhi transpornutrient darah spesifik masuk ke
dalam sel atau mengubah aktifitas enzim-enzim yang berperan dalam jalur-jalur
metabolik tertentu.
Skema 2. Peningkatan dan Penurunan Glukosa Darah. (Sherwood, 2011)
Keterangan :
= faktor yang meningkatkan glukosa darah
= faktor yang menurunkan glukosa darah
11
Produksi glukosa oleh hati:
Melalui glikogenesis glikogen simpanan
Melalui glukoneogenesis glukosa darah
Glukosa darah
Ekskresi glukosa melalui urin (terjadi secara abnormal, ketika kadar glukosa darah sangat tinggi sehingga melebihi kemampuan reabsortif tubulus ginjal selama pembentukan urin.
Transpor glukosa ke dalam sel:
Digunakan untuk menghasilkan energi
Disimpan sebagai glikogen melalui glikogenesis dan trigliserida
Penyerapan glukosa dan saluran cerna
a. Efek pada karbohidrat
Insulin memilki 4 efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan
mendorong penyimpanan karbohidrat:
a) Insulin mempermudah transpor glukosa ke dalam sebagian
besar sel
b) Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari
glukosa, di otot rangka dan hati
c) Insulin menghambat glikogenolisis (penguraian glikogen
menjadi glukosa). Dengan menghambat penguraian glikogen
menjadi glukosa maka insulin cenderung menyebabkan
penyimpanan karbohidrat dan mengurangi pengeluaran
glukosa oleh hati
d) Insulin menurunkan pengeluaran glukosa oleh hati dengan
menghambat glukoneogenesis (perubahan asam amno menjadi
glukosa di hati).Insulin melakukannya dengan mengurangi
jumlah asam amino di darah yang tersedia bagi hati untuk
glukoneogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati
yang di perlukan untuk mengubah asam amino menjadi
glukosa.
Pengangkutan glukosa ke sel dg pengangkut membaran plasma
yg di kenal sebagai (GLUT).
12
Tabel 1. Subtipe Transport Glukosa. (Sherwood, 2011)
GLUT 4 bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan
glukosa oleh sel tubuh.
GLUT 4 bekerja setelah berikatan dg insulin
(krn glukosa tdk mudah menembus membran sel tanpa adanya
insulin)
Insulin mendorong penyerapan glukosa melalui proses
rekrutmen pengangkut
(sel-sel dependen insulin mempertahankan vesikel-vesikel
intrasel yg mengandung GLUT 4)
insulin memicu vesikel-vesikel tsbt bergerak ke membran
plasma dan menyatu dg insulin shg glut 4 dapat masuk ke
dalam membran plasma
Dengan cara ini, peningkatan sekresi insulin menyebabkan
peningkatan penyerapan glukosa 10-30x lipat oleh sel-sel
dependen insulin.
Skema 3. Mekanisme Kerja GLUT 4. (Sherwood, 2011)
b. Efek pada lemak
13
a) Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke
dalam sel jaringan lemak
b) Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel jaringan
lemak melalui rekrutmen GLUT 4
c) Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia dan glukosa untuk
mendorong sintesis trigliserida
d) Insulin menghambat lipolisis (penguraian lemak)
c. Efek pada protein
a) Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke
dalam otot dan jaringan lain
b) Insulin meningkatkan pembentukprotein yang ada di sel
c) Insulin menghambat penguraian protein
(Sherwood, 2011)
Pada keadaan tertentu insulin mengalami resistensi. Diabetes
mellitus tipe 2 terjadi ketika fungsi sel-beta gagal untuk mengkompensasi
resistensi insulin. Fungsi sel-Beta progresif memburuk dengan durasi
meningkat diabetes, sebagian karena kematian sel-beta melalui apoptosis..
Tergantung pada kondisi budaya, tinggi kadar glukosa meningkatkan
produksi sel-beta dan pelepasan interleukin-1β, diikuti oleh fungsional
penurunan nilai dan apoptosis.
Temuan ini menunjukkan bahwa produksi intra-pulau kecil dari
inflamasi mediator memiliki peran dalam patogenesis diabetes tipe 2 dan
interleukin-1β adalah target terapi yang potensial untuk melestarikan
betacell massa dan fungsi pada pasien dengan kondisi ini. Antagonis
interleukin-1-reseptor, secara alami terjadi inhibitor kompetitif
interleukin-1 mengikat ke reseptor tipe I, melindungi manusia sel-sel beta
dari gangguan fungsional yang disebabkan glukosa dan apoptosis.
Interleukin-1-reseptor antagonis dilaporkan memiliki aktivitas atletik. 7,15
14
ekspresi interleukin-1-reseptor antagonis menurun dalam sel beta yang
diperoleh dari pasien dengan tipe 2 diabetes. Mengingat pengamatan, kita
hipotesis bahwa intervensi di keseimbangan islet antara interleukin-1-
reseptor antagonis dan interleukin-1β dapat meningkatkan betacell fungsi
dan kontrol glikemik pada pasien dengan diabetes tipe 2.
(Larcen, C. M., et al. 2007)
2. Metabolisme insulin.
Secara umum insulin dapat mengontrol jalur metabolisme mealui:
Secara umum insulin dapat mengontrol jalur metabolisme melalui:
a. Menginduksi deposporilasi beberapa enzim regulator yang berperan dalam
jalur anabolisme maupun katablisme
b. Menginduksi regulasi level transkripsi dari beberapa gen yang mengkode
enzim metabolik
Insulin terdiri dari 51 asam amino. Molekul insulin disusun oleh 2 rantai
polipeptida A dan B yang dihubungkan dengan ikatan disulfida. Rantai A
terdiri dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino.
15
Gambar 2. Urutan asam amino pada manusia dan konformasi rantai A &
rantai B. (Brange, et, al, 1993)
Gambar 3. Urutan asam amino pada manusia dan konformasi rantai A dan
rantai B. Variasi pada tipe residu asam amino dan potensinya dalam
keterlibatan primer dan atau heksamer telah diidentifikasi. (Brange, et, al,
1993)
Ada site-site pada insulin yang rentan terhadap degradasi oleh suatu
enzim seperti carboxypeptidase A, leucin aminopeptidase, trypsin, dan Glu C.
Glu C adalah suatu enzim mikrobial yang diproduksi oleh bakteri
Staphylococcus. Glu C memotong insulin pada 4 tempat. Site tempat
pengenalan enzim tripsin yaitu pada asam amino glisin dan arginin.
16
Gambar 4. Tempat-tempat pemotongan insulin oleh enzim. (Brange, et, al,
1993)
Proinsulin mengalami proteolisis menjadi insulin dan residu 34 asam
amino C peptida. Mature insulin terdiri dari 2 rantai polipeptida yang
dihubungkan 2 ikatan disulfida dalam rantai. Proinsulin sendiri sebenarnya
sudah mempunyai aktivitas sebagai insulin tanpa harus berubah menjadi
insulin (aktivtasnya 10% dari aktivitas insulin). Oleh sebab itu, jika
diharapkan long acting maka diberikan dalam bentuk proinsulin karena
proinsulin sudah beraktivitas sementara proteolisis proinsulin menjadi insulin
tetap berjalan sehingga waktu aksi akan lebih panjang.
17
Gambar 5. Proteolytic processing of proinsulin yielding mature insulin.
(Brange, et, al, 1993)
Formulasi Insulin
Penelitianuntuk menemukanformulasiinsulinbaru danrutebaru
administrasiterus berlanjut.Insulin manusiabiosintesis(rapid-acting,
menengah-acting danlong-acting), yang diproduksidengan
teknikDNArekombinan, saat ini tersedia. Profilfarmakokinetikinsulinkerja-
cepattidak cukupmereproduksiresponinsulinpost-prandial fisiologis. Hal
initelah
menyebabkanpengembangananalogmolekuldenganmodifikasisedikityang
mencegahpolimerisasispontanmendasaripenyerapantertunda. Formulasi
insulin yang dapat memberikan aksinya dengan cepat yaitu insulin Lyspro
(LysB28ProB29 hormon insulin)danaspartyang dapat disuntikkansegerasebelum
makan. Insulin ini akan terpecah langsung dari heksamer menjadi monomer
sehingga monomernya bisa didapat dalam konsentrasi yang lebih besar (10 -3
M) sehingga cepat berefek.
18
Gambar 6. A hypothecal schematic of the dissociation of soluble insulin lispro
hexamer after a subcutaneous injection. (Signorini, 2001)
3. Patofisiologi hemiparesis.
19
Skema 4. Mekanisme terjadinya hemiparesis. (Damin Sumardjo, 2008)
Mioinositol merupakan satu dari 9 isomer heksahidrosikloheksana
(Bios 1). Merupakan gula dlm otot.
(Damin Sumardjo, 2008)
4. Anatomi pada organ yang berkaitan dengan skenario.
20
Pankreas merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang
sekitar 12,5 cm dan tebal + 2,5 cm (pada manusia). Pankreas terbentang
dariatas sampai ke lengkungan besar dari perut dan biasanya dihubungkan
oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari), terletak pada dinding posterior
abdomen di belakang peritoneum sehingga termasuk organ retroperitonial
kecuali bagian kecil caudanya yang terletak dalam ligamentum lienorenalis
1) Bagian pancreas
a. Caput Pancreatis
Berbentuk seperti cakram dan terletak di dalam bagian cekung
duodenum. Sebagian caput meluas di kiri di belakang arteri dan vena
mesenterica superior serta dinamakan Processus Uncinatus.
b. Collum Pancreatis
Merupakan bagian pancreas yang mengecil dan menghubungkan caput
dan corpus pancreatis. Collum pancreatis terletak di pangkal vena
portae hepatis dan tempat dipercabangkannya arteria mesenterica
superior dari aorta.
c. Corpus Pancreatis
Berjalan ke atas dan kiri, menyilang garis tengah. Pada potongan
melintang sedikit berbentuk segitiga.
d. Cauda Pancreatis
Berjalan ke depan menuju ligamentum lienorenalis dan mengadakan
hubungan dengan hilum lienale.
(Faiz, 2004)
2) Hubungan
a. Ke anterior : Dari kanan ke kiri: colon transversum dan perlekatan
mesocolon transversum, bursa omentalis, dan gaster.
b. Ke posterior : Dari kanan ke kiri: ductus choledochus, vena portae
hepatis dan vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteria
21
mesenterica superior, glandula suprarenalis sinistra, rensinister, dan
hilum lienale.
(Faiz, 2004)
3) Vaskularisasi Pancreas
Pancreas divaskularisasi oleh a.pancreaticoduodenalis superior
cabang dari a.gastroduodenalis cabang dari a.hepatica communis cabang
dari triple hallery yg dicabangkan dari aorta abdominalis setinggi
Vertebrae thoracal XII – Vertebrae Lumbal I.
Selain itu juga divaskularisasi oleh a. pancreaticoduodenalis
inferior yang merupakan cabang dari a. mesenterica superior yang
dicabangkan dari aorta abdominalis setinggi Vertebrae Lumbal I.
Selain itu, juga divaskularisasi oleh R. Pancreatici a. lienalis
cabang dari triple hallery yang dicabangkan dari aorta abdominalis
setinggi Vertebrae thoracal XII – Vertebrae Lumbal I. Sedangkan aliran
venanya melalui v. pancreaticoduodenalis superior dan v.
pancreatricoduodenalis inferior bermuara ke v. portae hepatis.
(Faiz, 2004)
4) Aliran Limfatik dan Inervasi
a. Kelenjar limfe terletak di sepanjang arteria yang mendarahi kelenjar.
Pembuluh eferen akhirnya mengalirkan cairan limfe ke nodi limfe
coeliacus dan mesenterica superiors.
b. Berasal dari serabut-serabut saraf simpatis (ganglion seliaca)
dan parasimpatis (vagus).
(Faiz, 2004)
5) Ductus Pancreaticus
a. Ductus Pancreaticus Mayor (Wirsungi )
Mulai dari cauda dan berjalan di sepanjang kelenjar menuju ke caput,
menerima banyak cabang pada perjalanannya. Ductus ini bermuara ke
pars desendens duodenum di sekitar pertengahannya bergabung
22
dengan ductuscholedochus membentuk papilla duodeni mayor vateri.
Kadang-kadang muara ductus pancreaticus di duodenum terpisah dari
ductus choledochus.
b. Ductus Pancreaticus Minor ( Santorini )
Mengalirkan getah pancreas dari bagian atas caput pancreas dan
kemudian bermuara ke duodenum sedikit di atas muara ductus
pancreaticus pada papilla duodeni minor.
c. Ductus Choleochus et Ductus Pancreaticus
Ductus choledochus bersama dengan ductus pancreaticus bermuara
kedalam suatu rongga, yaitu ampulla hepatopancreatica (pada kuda).
Ampullaini terdapat di dalam suatu tonjolan tunica mukosa duodenum,
yaitu papilladuodeni major. Pada ujung papilla itu terdapat muara
ampulla.
(Snell, 2002)
5. Kriteria diagnosa penyakit Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2,
dan Sindrom Metabolik.
1) Diabetes Melitus
Kriteria untuk diagnosis diabete mellitus adalah sebagai berikut:
a. Gejala diabetes (poliuria, polydipsia, polifagia, penururnan berat
badan, penglihatan kabur) ditambah konsentrasi glukosa plasma
sewaktu (kapan saja tanpa pertimbangan makan terakhir) ≥ 200 mg/dl.
b. Glukosa plasma puasa (FPG) (tidak ada asupan kalori paling sedikit 8
jam) ≥ 126 mg/dL.
c. Glukosa 2 jam setelah pemberian beban glukosa (2hPG) ≥ 200mg/dL,
dengan menggunakan dosis beban oral 75 g glukosa anhidrosa yang
dilarutkan dalam air.
(Sacher, 2002)
Diagnosis ditegakkan apabila salah satu dari ketiga kriteria tersebut
dipenuhi diikuti oleh konfirmasi dengan kriteria lain pada hari berikutnya.
23
Tipe-tipe DM antara lain:
a. Diabetes Melitus tipe 1
Didominasi oleh tanda-tanda metabolisme:
a) Poliuria
b) Polidipsia
c) Polifagia
Efek katabolik:
a) Timbul penurunan berat badan (kurus)
b) Kelemahan otot
Tanda-tanda kimiawi berupa:
a) Insulin plasma yang rendah atau tidak ada
b) Kenaikan kadar glukosa plasma
(Mitchell, 2008)
b. Diabetes Melitus tipe 2
a) Obesitas
b) Gejala klasik (polidipsi, polyuria, polifagia) sedikit
c) Cenderung tidak mengalami ketoasidosis
(Richard N. Mitchell, 2008)
d) Penyakit kardiovaskular
e) Kebutaan
f) Gagal ginjal
g) Fraktur
h) Kelemahan
(Gerstein, 2008)
2) Sindrom Metabolik
24
WHO menyebutkan, sindrom metabolic ditandai paling sedikit tiga
diantara lima kriteria dalam NCEP-ATP III ( the National Cholesterol
Education Program – Adult Treatment Panel III) yaitu:
a. Obesitas abdominal (≥ 80cm pada wanita, ≥ 90cm pada laki-laki)
b. Kenaikan kadar trigliserida
c. Penurunan HDL-kolesterol
d. Kenaikan kadar gula puasa hingga 110 – 126 mg/ml
e. Kenaikan tekanan darah
Menurut Prof. Askandar, lingkaran perut yang melebihi 90cm (pada laki2)
atau 80cm (pada wanita) dengan kadar trigliserida di atas normal (lebih
dari 175%) sudah menunjukkan kemungkinan besar adanya sindrom
metabolik.
(Hartono, 2006)
6. Pemeriksaan penunjang pada Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2,
dan Sindrom Metabolik.
A. Pemeriksaan penunjang Diabetes melitus tipe 1
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu
pemeriksaan kadar gula darah, darah perifer lengkap,
HbA1c, C-peptida, dan bila pasien menderita KAD (Keto
Asidosis Diabetik) diperiksa juga analisis gas darah, ureum
dan kreatinin, serta elektrolit darah. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran klinis dan
laboratorium DM tipe-1.
(Price, 2006)
25
B. Pememriksaan Diabetes melitus tipe 2 :
1) Pemeriksaan kadar glukosa darah.
a. Untuk engetahui apakah sasaran terapi tercapai.
b. Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila
belum tercapai sasaran terapi. Dapat dilakukan
pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2
jam pos prandial, atau glukosa darah waktu yang
lain secara berkala sesuai kebutuhan.
(Price, 2006)
2) Pemeriksaan A1C.
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga
sebagai glikohemoglobin glikosilasi, merupakan cara
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya. Tidak digunakan untuk menilai hasil
pengobatan jangka pendek, dianjurkan 3 bulan,
minimal 2 kali dalam satu tahun.
(Price, 2006)
Pemeriksaan Penunjang untuk Diabetes Melitus
a. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan
pemeriksaan glukosa darah sewaktu, kadar glukosa
darah puasa, kemudian diikuti dengan tes toleransi
glukosa oral standar. Untuk kelompok resiko tinggi
Diabetes Melitus, seperti usia dewasa tua, tekanan
darah tinggi, obesitas, dan adanya riwayat
keluarga, dan menghasilkan hasil pemeriksaan
negatif, perlu pemeriksaan penyaring setiap tahun.
Bagi beberapa pasien yang berusia tua tanpa
26
faktor resiko, pemeriksaan penyaring dapat
dilakukan setiap 3 tahun.
(Mansjoer, 2000)
Bukan
Diabetes
melitus
Belum pasti
Diabetes
melitus
Diabetes
melitus
Kadar glukosa
darah sewaktu
Plasma vena <110 110-199 >200
Darah kapiler <90 90-199 >200
Kadar glukosa
darah puasa
Plasma vena <110 110-125 >126
Darah kapiler <90 90-109 >110
Tabel 2. Interpretasi Kadar glukosa darah (mg/dl).
(Mansjoer, 2000)
b. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO), digunakan
untuk mendiagnosis diabetes awal secara pasti,
namun tidak dibutuhkan untuk penapisan dan tidak
sebaiknya dilakukan pada pasien dengan
manifestasi klinis diabetes dan hiperglikemia.
Pada keadaan sehat :
a) Kadar glukosa darah puasa individu yang
dirawat jalan dengan toleransi glukosa normal
adalah 70 - 110 mg/dl.
27
b) Setelah pemberian glukosa, kadar glukosa akan
meningkat, namun akan kembali ke keadaan
semula dalam waktu 2 jam.
c) Kadar glukosa serum yang < 200 mg/dl setelah
½. 1, dan 1 ½ jam setelah pemberian glukosa,
dan <140 mg/dl setelah 2 jam setelah
pemberian glukosa, ditetapkan sebagai nilai
TTGO normal.
(Mansjoer, 2000)
c. Rothera test
Pada tes ini, digunakan urin sebagai
spesimen, sebagai reagen dipakai, Rothera
agents,dan amonium hidroxida pekat. Test ini
untuk berguna untuk mendeteksi adanya aceton
dan asam asetat dalam urin, yang
mengindikasikan adanya kemungkinan dari
ketoasidosis akibat Diabetes melitus kronik yang
tidak ditangani. Zat – zat tersebut terbentuk dari
hasil pemecahan lipid secara masif oleh tubuh
karena glukosa tidak dapat digunakan sebagai
sumber energy dalam keadaan Diabetes melitus,
sehingga tubuh melakukan mekanisme
glukoneogenesis untuk menghasilkan energi. Zat
awal dari aceton dan asam asetat tersebut adalah
Trigliseric Acid/TGA, yang merupakan hasil
pemecahan dari lemak.
(Mansjoer, 2000)
C. Sindrom Metabolik
28
Merupakan kumpulan dari factor-faktor risiko untuk
terjadinya penyakit kardiovaskular yang ditemukan pada
seorang individu. Faktor-faktor risiko tersebut meliputi
dislipidemi, hipertensi, gangguan toleransi glukosa dan
obesitas abdominal/sentral.
(Mansjoer, 2000)
7. Penatalaksanaan farmakologis pada Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus
tipe 2, dan Sindrom Metabolik.
A. Terapi farmakologi diabetes mellitus
Terapi farmakologi terdiri dari:
1) Obat Oral
Obat oral untuk penderita DM adalah Obat Hipogiklemi Oral (OHO)
yang dibagi menjadi beberapa golongan:
a. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan
glinid.
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan
tiazolidindion.
c. Penghambat glukoneogenesis: metformin
d. Penghambat Glukosidase Alfa ( Acarbose )
a. Pemicu sekresi insulin
a) Sulfonilurea
1) Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan
sekresi insulin di sel beta pankreas.
2) Pilihan utama untuk pasien dengan BB normal dan
kurang.
3) Untuk menghindari hipogiklemi berkepanjangan maka
tidak dianjurkan pengguna sulfonilurea yang
berkepanjangan.
b) Glinid
29
1) Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan
sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan
sekresi insulin fase pertama.
2) Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu
Repaglinid (derivat asam benzoat) dan nateglinid
(derivat fenilalanin).
3) Obat diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekresi secara cepat melalui hati. Obat ini
dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.
(Price, 2012)
b. Peningkat Sensitivitas Terhadap Insulin
a) Tiazolidindion
1) Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada perokisome
proliferator activated receptor gamma (PPAR-g), suatu
reseptor inti di sel otot dan lemak.
2) Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumblah protein
pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan
glukosa di perifer.
3) Tiazolidindion dikontraindisikan pada pasien dengan
gagal jantung karena dapat memperberat edema/retensi
cairan dan juga pada gangguan faal hati.
4) Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu di
lakukan pemantauan faal hati secara berkala.
(Price, 2012)
c. Penghambat glukoneogenesis
a) Metformin
1) Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi
glukosa hati (glukoneogenesis). Disamping juga
30
memperbaiki ambilan glukosa parifer. Terutama di
pakai pada penyandang diabetes gemuk.
2) Metformin dikontraindisikan pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal ( serum kreatini > 1,5 mg/dl )
dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan
hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular,
sevsis, ranjatan, gagal jantung).
3) Metformin dapat memberikan efek samping mual.
Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan
pada saat atau sesudah makan, selain itu harus di
perhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi
pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk
memantau efek samping obat tersebut.
b) Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di
usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar
glukosa darah sesudah makan, acarbose tidak menimbulkan
efek samping hipoglikemia, efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
(Price, 2012)
2) Injeksi Insulin
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel β pankreas dalam
merespon glukosa. Insulin merupakan polipeptida yang terdiri dari 51
asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri dari 21 asam
amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai
peran yang sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme,
efek kerja insulin adalah membantu transport glukosa dari darah ke
dalam sel.
Macam-macam sediaan insulin:
a. Insulin kerja singkat
31
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru
sesudah setengah jam dan mencapai kerja max dlm waktu
beberapa menit sampai 6 jam setelah penyuntikan. Biasanya
digunakan untuk mengontrol hiperglikemi postprandial.
b. Insulin kerja panjang (long-acting)
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya
larutnya di cairan jaringan dan menghambat resorpsinya dari
tempat injeksi ke dalam darah. Mencapai kadar puncaknya dlm
waktu 14 jam-20jam. Jarang digunakan pd pemakaian rutin pasien
diabetes.
c. Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan
dengan mencampurkan beberapa bentuk insulin dengan lama
kerja berlainan. Mencapai kerja max antara 6jam-8jam setelah
penyuntikan dan digunakan untuk pengontrolan harian pasien
diabetes.
(Price, 2012)
Perbedaan Terapi Farmakologi pada DM tipe 1 dan DM tipe 2
a. DM tipe 1
Pada penderita DM 1 biasanya penderita hanya diberi injeksi insulin oleh
karena penderita telah mengalami kerusakan sel-sel β pulau
Langerhanssehingga mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Sehingga
akan menjadi tidak efektif apabila diberi Obat Hipoglikemi Oral terkait
dengan sifat kerja masing-masing obat.
(Price, 2012)
b. DM tipe 2
32
Pada penderita DM tipe 2 selain pemberian obat dapat juga dilakukan
injeksi insulin. Pada DM tipe 2 dapat dilakukan pemberian obat karena
pada penderita masih terdapat sisa-sisa sel pulau Langerhanz yang masih
berfungsi, sehingga masih dapat dilakukan rangsangan fungsi sel beta dan
maningkatkan insulin.
(Price, 2012)
Terapi kombinasi dengan statin ditambah fibrat,
dibandingkan dengan statin monoterapi, akan mengurangi
risiko penyakit kardiovaskular pada pasien dengan
diabetes mellitus tipe 2 yang berisiko tinggi untuk
kardiovaskular penyakit. Kombinasi fenofibrate dan
simvastatin tidak mengurangi tingkat yang fatal kejadian
kardiovaskular, infark miokard nonfatal, atau stroke
nonfatal, dibandingkan dengan simvastatin saja. Hasil ini
tidak mendukung penggunaan rutin kombinasi terapi
dengan fenofibrate dan simvastatin untuk mengurangi
risiko kardiovaskular pada mayoritas pasien berisiko tinggi
dengan diabetes tipe 2.
Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 memiliki
peningkatan insiden aterosklerotik kardiovaskular disease.
Peningkatan inI disebabkan, sebagian, untuk risiko yang
terkait faktor, termasuk hipertensi dan dislipidemia. Yang
terakhir ini ditandai dengan peningkatan trigliserida
plasma tingkat, tingkat rendah high-density lipoprotein
33
(HDL) kolesterol, dan kecil, padat low-density lipoprotein
(LDL) particles, 6 Aksi untuk Risiko Pengendalian
Kardiovaskular di Diabetes (ACCORD) Penelitian ini
dirancang untuk menguji pengaruh intensif pengobatan
glukosa darah dan tekanan darah baik atau lipid plasma
pada hasil kardiovaskular pada 10.251 pasien dengan
diabetes tipe 2 yang berisiko tinggi untuk penyakit
kardiovaskular.
(GinsbergH. N., et al., 2010)
B. Terapi farmakologi Sindrom Metabolik
a. Pada sindrom metabolik terapi obat penurun LDL (lipoprotein densitas
rendah) di indikasikan untuk mencapai tujuan LDL-C (kolesterol
lipoprotein densitas rendah).
b. Tersedia beberapa pilihan, termasuk HMG CoA (3-hydroxy-
3methylglutaryl coenzyme A) inhibitor reduktase (statin), sekuestran
asam empedu, asam nikotin, dan fibric acid.
c. Obat penurun LDL yang pertama kali di berikan biasanya adalah statin
(misal, atorvastatin {lipitor}), simvastatin {Zocor}, lovastatin
{mevacor}).
d. Tetapi tersedia obat alternatif yang merupakan obat bebas berupa
sekuestran asam empedu (misal, cholestiramine, cholestipol), atau
asam nikotinat.
e. Statin menghambat HMG CoA reduktase, yaitu suatu enzim dalam
jalur biosintesis kolesterol. Akibatnya, sintesis LDL-C menurun, dan
bersihan oleh hati menjadi makin kuat.
(Price, 2012)
8. Penatalaksanaan non farmakologis pada Diabetes Melitus tipe 1 dan Diabetes
Melitus tipe 2.
Terapi nutrisi DM 1
34
1) Makan- makanan secara teratur (3X makanan pokok dan 3X cemilan
dalam sehari pada waktu yang hamper bersamaan)
2) Makan makanan dengan jumlah kalori yang adekuat untuk
memungkinkan tumbuh kembang yang normal.
3) Hindari makanan yang berlemak, khususnya lemak jenuh rantai panjang.
4) Batasi asupan gula sederhana termasuk gula pasir, aren, madu, sirup
jagung dan mungkin pula fruktosa
5) Meningkatkan asupan serat 25gr/hari.
6) Turunkan berat badan sampai ideal
7) Ikut olahraga dalam perencanaan kesehatan
8) Olah raga 1 jam terlebih dahulu sebelum makan, agar meningkatkan
pengendalian glukosa.
(Hartono, 2006)
Terapi nutrisi DM 2
1) Pencegahan obesitan pada pasien yang resiko DM
2) Asupan serat 25grm/1000 kalori, khususnya serat larut dapat
mengendalikan glukosa darah dan menambah rasa kenyang
3) Menghindari asupan kalori yang berlebihan
4) Olahraga teratur (-+ 3X seminggu)
(Hartono, 2006)
9. Komplikasi pada Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan
Sindrom Metabolik.
A. Komplikasi pada DM dibagi 2 kategori mayor:
a. Komplikasi Metabolik akut
Penyebab perubahan yang relatif akut pada konsentrasi glukosa
plasma.
Paling sering pada tipe 1 “ketosidosis diabetik”.
Ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah (300-600mg/dL)
Contoh komplikasi akut:
35
1) Hiperglikemi Hiperosmolarglukosa darah (600-1200 mg/dL).
2) Hipoglikemimenurunnya kadar glukosa darah < 60 mg/dL.
Penyebabpemberian sulfonilurea yang lama. Gejalanyadebar-
debar, keringat banyak, gemetar, lapar, pusing, gelisah,kesadaran
turun-koma.
3) Diabetes Ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.
4) Ketoasidosis (DM tipe 1)
Karena dicernanya lemak sebagai cadangan energi sehingga terjadi
sisa-sisa metabolisme meningkat keton bodiesTerapi:
NaCl/dektrosa pada 4 jam pertama, terapi insulin.
(Price, 2012)
B. Komplikasi kronik
Komplikasi jangka panjang diabetes dapat menyerang semua sistem
organ dalam tubuh. Kategori komplikasi kronis diabetes yang terjadi:
Komplikasi Makrovaskuler
a) Penyakit Arteri Koroner
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh arteri koroner
menyebabkan peningkatan insidensi infark miokard pada penderita
Diabetes Mellitus.
b) Penyakit Serebrovaskuler
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah serebral atau
pembentukan tempat lain dalam sistem pembuluh darah yang
kemudian terbawa aliran darah sehingga terjepit dalam pembuluh.
c) Penyakit Vaskuler Perifer
Perubahan aterosklerotik dalam pembuluh darah besar pada
ekstremitas bawah merupakan penyebab utama meningkatnya
insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien Diabetes
36
Mellitus. Hal ini disebabkan karena pada penderita Diabetes
Mellitus sirkulasi buruk, terutama pada area yang jauh dari
jantung, turut menyebabkan lamanya penyembuhan jika terjadi
luka.
(Price, 2012)
Komplikasi Mikrovaskuler
a) Retinopati Diabetik
Kelainan patologis mata yang disebabkan oleh perubahan dalam
pembuluh-pembuluh darah kecil pada retina mata.
b) Nefropati
Segera sesudah terjadi diabetes, khususnya bila kadar glukosa
darah meninggi, maka mekanisme filtrasi ginjal akan mengalami
stress yang menyebabkan kebocoran protein darah ke dalam urin.
Sebagai akibatnya, tekanan dalam pembuluh darah ginjal
meningkat. Kenaikan tekanan tersebut diperkirakan berperan
sebagai stimulus untuk terjadinya nefropati.
c) Neuropati Diabetes
Neuropati dalam diabetes mengacu pada sekelompok penyakit
yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer
(sensorimotor), otonom, dan spinal. Kelainan tersebut tampak
beragam secara klinis dan bergantung pada lokasi sel saraf yang
terkena. Ex: kesemutan.
(Price, 2012)
2) Komplikasi Sindrom Metabolik
- Gangguan pengaturan glukosa
- Resistensi insulin
- Hipertensi
- Kadar kolesterol meningkat
(Price, 2012)
37
10. Prognosis pada Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom
Metabolik.
DIABETES TIPE I
Sekitar 60 % pasien diabetes melitus tipe I yang mendapatkan insulin
dapat bertahan hidup seperti orang normal dan sisanya dapat mengalami
kebutaan, gagal ginjal kronik dan kemungkinan meninggal lebih cepat.
(Arief, 2001)
DIABETES TIPE II
Jika pasien cepat didiagnosa dan diobati maka akan memperlambat
terjadinya komplikasi pada pasien sehingga morbiditas dan mortalitasnya
menurun. Jika telat didiagnosa dan diobati, maka tingkat mortalitas dan
morbiditasnya akan meningkat karena komplikasi mudah terjadi.
(Arief, 2001)
Apabila diabetes melitustipe 2 dikaitkan dengan
komplikasitingkattinggi yang terkait denganpenyakit jantung
dandiabetesnefropati, retinopati, danneuropati. Tingkatkematian di antara
pasiendengandiabetestipe 2adalah sekitardua kali lebih tinggi dibanding
dengan orang-orangtanpagangguan tersebut.
(Peter and Henrick, 2008)
KETOASIDOSIS DIABETIK
Apabila telat penanganan, pasien akan dapat menjadi hipotensi dan
mengalami syok. Akibatnya, pasien akan mengalami koma dan meninggal.
Namun kasus ini jarang terjadi, karena para tenaga medis telah mengetahui
akan bahaya tersebut, maka mereka melakukan pengobatan sedini mungkin.
(Price, 2005)
HIIPERGLIKEMIA, HIPEROSMOLAR, KOMA NONKETOTIK (HHKN)
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak
segera ditangani. Dan angka mortalitas pada kasus ini dapat mencapai 50%.
38
(Price, 2005). Angka kematian HHKN lebih banyak dibandingkan dengan
KAD karena insiden lebih sering pada usia lanjut dan berhubungan dengan
penyakit kardiovaskular atau penyakit utama lainnya, dan dehidrasi.
(Arief, 2001)
HIPOGLIKEMIA
Serangan hipoglikemia adalah berbahaya, bila sering terjadi atau
terjadi dalam waktu yang lama, dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen bahkan kematian.
(Price, 2005)
KESIMPULAN
Pretty usia 21 tahun, berat badan 85 kg, tinggi badan 162 cm. Mengalami
keluhan sering kencing, sering minum dan sering makan. Kedua orang tuanya
39
menderita penyakit Diabetes Melitus. Kemungkinan besar Pretty juga terkena
Diabetes Melitus, karena dilihat dari kedua jenis Diabetes Melitus, Diabetes Melitus
tipe 1 merupakan penyakit autoimun yang menyerang sel beta yang berfungsi sebagai
penghasil insulin, sehingga terjadi kekurangan insulin absolut, sedangkan tipe yang
kedua merupakan sebab dari keturunan yang mengakibatkan resistensi terhadap
insulin, jika kedua orang tua terkena Diabetes Melitus tipe 2 makan 90% akan
menular kepada keturunannya. Faktor lain yang mendukung adalah dengan melihat
tinggi badan dan berat badan Pretty, ia di kategorikan sudah mengalami obesitas atau
kelebihan berat badan.
Berdasarkan gejala-gejala yang disebutkan di skenario, didapatkan diagnosis
banding yaitu: Diabetes Melitus tipe 1, Diabetes Melitus tipe 2, dan Sindrom
Metebolik.
Kriteria diagnosis untuk Diabetes Mellitus yaitu: 1) Jika terdapat keluhan
klasik (poliuria, poldpsia, polifagia) ditambah kadar glukosa darah sewaktu ≥200
mg/dL. 2) Jika terdapat keluhan klasik ditambah kadar glukosa darah puasa ≥126
mg/dL. 3) Glukosa 2 jam setelah pemberian beban glukosa (2hPG) ≥ 200mg/dL,
dengan menggunakan dosis beban oral 75 g glukosa anhidrosa yang dilarutkan dalam
air.Diabetes Melitus dibagi 2 yaitu: 1) Diabetes Melitus tipe 1 dengan gejala: a)
dominasi keluhan klasik (poliuria, polidipsia, polifagia). b) penurunan berat badan
dan kelemahan otot. c) insulin plasma rendah dan glukosa darah tinggi. 2) Diabetes
Melitus tipe 2 dengan gejala: a) obesitas. b) gejala klasik sedikit. c) cenderung tidak
mengalami ketoasidosis. Kriteria diagnosis untuk sindrom metabolik yaitu bila
terdapat 3 gejala dari 5 gejala berikut: 1) Obesitas. 2) kenaikan kadar trigliserida. 3)
Penurunan HDL-kolesterol. 4) Kenaikan kadar gula puasa. 5) Kenaikan tekanan
darah.
Penatalaksanaannya untuk Diabetes Melitus antara lain: 1) rencana diet. 2)
latihan fisik. 3) obat hipoglikemia oral. 4) terapi insulin. 5) pengawasan glukosa di
rumah. 6) pengetahuan tentang diabetes dan perawatan diri. Penatalaksanaan untuk
Sindrom Metabolik yaitu: 1) Pola makan teratur (diet rendah kalori dan peningkatan
40
asupan serat), 2) latihan fisik, dan 3) Obat hipoglikemia oral. Diabetes Melitus hanya
bisa dicegah dengan mengurangi angka mordibilitas dan mortalitas.
SARAN
Hambatan
41
1. Mahasiswa kurang termotivasi dalam mencari informasi sehingga referensi
yang didapat pun tidak bervariasi.
2. Waktu yang disediakan kurang sehingga masih ada masalah atau informasi
yang belum diselesaikan dan disampaikan.
3. Mahasiswa kurang kreatif dalam menyampaikan informasi melalui
powerpoint sehingga terasa membosankan.
Harapan
1. Mahasiswa harus meningkatkan motivasinya dalam mencari inforasi.
2. Waktu yang disediakan seharusnya ditambah agar semakin banyak informasi
yang didapat.
3. Mahasiswa harus kreatif dalam membuat powerpoint agar tutorial tidak
membosankan
DAFTAR PUSTAKA
42
Dorland, W. A. Newman. 2010. Kamus Kedokteran
Dorland. Jakarta: EGC
Faiz, Omar, dkk. 2004. At a Glance Anatomi. Erlangga: Jakarta
Gerstein, H. C., Miller, M. E, Byington, R. P., et al. (2008). Effects of
Intensive Glucose Lowering in Type 2 Diabetes: The Action to
Control Cardiovascular Risk in Diabetes Study Group. The New
England Journal of Medicine. (358) 24: 2545
Ginsberg, H. N., Elam, M. B., Lovato, L. C., et al. (2010). Effect of
Combination Lipid Therapy in Type 2 Diabetes Mellitus. The New
England Journal of Medicine. 362: 1563-74
Gualandi-Signorini AM, Giorgi G. Insulin formulations. Eur Rev Med
Pharmacol Sci. 2001 May-Jun; 5(3):73-83. Review. PubMed
PMID: 12004916.
Hartono, Andry. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit , Ed.2. Jakarta:
EGC
J.B Suharjo B Cahyono spd. 2008. Gaya hidup penyakit modern.
Yogyakarta: Kamisius
Larcen, C. M., Faulenbach, M., Vaag, A., et al. (2007). Interleukin-1:
Receptor Antagonist in Type 2 Diabetes Mellitus. The New
England Journal of Medicine. 356: 1517-26
Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid
Kesatu. Jakarta: Media Aesculapius
Mescher, Anthony L. 2011. Histologi Dasar Junquiera : Teks & Atlas.
Jakarta:EGC
Mitchell, Richard N. 2008. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robins &
Cotran, Ed.7. Jakarta: EGC
Neal, Michael J. 2006. At Glance a Farmakologi Medis Ed.5. Jakarta :
Erlangga
Patrick A. Vigueira, Feorge G. Schweitzer William G. Mcdonald, Rolf F.
Kletzien, Jerry R. Colca, Bian N. Fincik., St. Louis, MO,
43
Kalamazoo, MI., (2014) Insulin Action Molecular Metabolism.
ADA-Funded Research. 1768-P
Peter and Henrick. (2008). Effect of a Multifactorial Interventionon
Mortality in Type 2 Diabetes.The New England Journal of
Medicine358:580, 2
Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Jakarta: EGC
S. Snell, Richard. 2002. Clinical Anatomy for Medical Students. USA:
Lippincot Williams & Wilkins Inc
Sacher, Ronald A & McPherson, Richard A. 2002. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Ed.11. Jakarta: EGC
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Jakarta:
EGC
Silbernagl, Stefan dan Florian Lang. 2007. Text dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta: EGC
Sumardjo, Damin. 2008. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah
Mahasiswa Kedokteran dan Progam Strata I Fakultas Bioeksata.
Jakarta: EGC
Underood, J.CE. 1999. Patologi Umum dan Sistemik Vol.1 Edisi 2.
Jakarta: EGC
W. Lee et al. (2009).Guiding Principles for Diabetes Care: For Health
Care Professionals. The U.S. Department of Health and Human
Services National Diabetes Education Program, 4
44