laporan tutorial blok geriatri sken 3

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Imobilisasi merupakan masalah besar pada usia lanjut karena angka kejadiannya yang tinggi, serta beragam dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan. Pasien geriatri kehilangan kemampuan gerak anatomis akibat perubahan fungsi fisiologis yang berlangsung selama 3 hari atau lebih. Tentu saja ini merupakan problem besar bagi pasien terutama yang memiliki keinginan untuk selalu aktif di masa tuanya. Hal ini bukan hanya disebabkan ketidakmampuan bergerak, namun bisa juga ketidakmauan untuk bergerak akibat gangguan fisik, mental psikologis, dan faktor lingkungan yang dialami seseorang. Jika kita amati, prevalensi imobilisasi di lingkungan rumah sakit ataupun komunitas cukup tinggi. Data penelitian menyebutkan, di ruang rawat akut geriatri RSCM tahun 2008-2009 prevalensi imobilisasi adalah sebesar 19,4 persen. Angka yang tidak jauh berbeda juga didapat di negera maju tetangga, yaitu Singapura sebesar 18 persen pada pasien-pasien yang berobat di klinik geriatri. Imobilisasi yang timbul dari berbagai penyebab tersebut, justru akan melahirkan berbagai masalah baru, yaitu terjadinya perubahan pada beberapa sistem organ dan fungsi metabolik. Bagai masalah beruntun, perubahan tersebut akan menimbulkan berbagai komplikasi yang akan memperberat kondisi

Upload: frakturhepatika

Post on 30-Dec-2014

145 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

geriatri

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imobilisasi merupakan masalah besar pada usia lanjut karena angka kejadiannya yang tinggi, serta beragam dan beratnya komplikasi yang ditimbulkan. Pasien geriatri kehilangan kemampuan gerak anatomis akibat perubahan fungsi fisiologis yang berlangsung selama 3 hari atau lebih. Tentu saja ini merupakan problem besar bagi pasien terutama yang memiliki keinginan untuk selalu aktif di masa tuanya. Hal ini bukan hanya disebabkan ketidakmampuan bergerak, namun bisa juga ketidakmauan untuk bergerak akibat gangguan fisik, mental psikologis, dan faktor lingkungan yang dialami seseorang.

Jika kita amati, prevalensi imobilisasi  di lingkungan rumah sakit ataupun komunitas cukup tinggi. Data penelitian menyebutkan, di ruang rawat akut geriatri RSCM tahun 2008-2009 prevalensi imobilisasi adalah sebesar 19,4 persen. Angka yang tidak jauh berbeda juga didapat di negera maju tetangga, yaitu Singapura sebesar 18 persen pada pasien-pasien yang berobat di klinik geriatri.

Imobilisasi yang timbul dari berbagai penyebab tersebut, justru akan melahirkan berbagai masalah baru, yaitu terjadinya perubahan pada beberapa sistem organ dan fungsi metabolik. Bagai masalah beruntun, perubahan tersebut akan menimbulkan berbagai komplikasi yang akan memperberat kondisi dan memperlambat proses penyembuhan serta menyebabkan kematian.

Dalam skenario 3 ini, akan dibahas mengenai imobilisasi dan risikonya, yaitu sebagai berikut :

MBAH SURO MOGOK MAKAN

Mbah Suro, 80 tahun dibawa ke UGD RS Moewardi karena tidak mau makan, lemas, dan nampak gelisah. Sudah 5 hari tidak buang air besar. Hampir 2 minggu, Mbah Suro tiduran terus, karena lemas dan batuk, berdahak, tidak berdarah, tidak demam, tidak didapatkan nyeri dada. Dan tidak mau dibawa berobat.

Page 2: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

Dari hasil pemeriksaan didapatkan kesadaran : apatis, TD 120/70 mmHg, RR 30x/menit, T 36 C, HR 108x/menit. Pada pemeriksaan paru sebelah kanan didapatkan ronkhi basah kasar, suara dasar bronchial, dan fremitus raba meningkat. Tampak luka pada punggung bawah berukuran 4x5 cm dengan dasar luka kemerahan. Skor Norton 9. Hasil lab : leukosit 7500. Foto thorax menunjukkan kesuraman homogen pada paru sebelah kanan.

Di UGD diberikan oksigenasi, antibiotik, dan terapi cairan. Kemudian dirawat di ruang rawat geriatri dengan medikasi dan kasur dekubitus. Direncanakan konsul ke rehabilitasi medik.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana patofisiologi terjadinya gejala dalam skenario?

2. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan dalam skenario?

3. Bagaimana hubungan antargejala dalam skenario?

4. Apakah DD, komplikasi, dan prognosisnya?

5. Bagaimana terapi yang sesuai dan terapi yang ada dalam skenario?

6. Bagaimana tindakan preventifnya?

7. Bagaimana pengaturan gizi pada lansia?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui patofisiologi terjadinya gejala dalam skenario

2. Untuk mengetahui interpretasi hasil pemeriksaan dalam skenario

3. Untuk mengetahui hubungan antargejala dalam skenario

4. Untuk mengetahui DD, komplikasi, dan prognosisnya

5. Untuk mengetahui terapi yang sesuai dan terapi dalam skenario

6. Untuk mengetahui tindakan preventifnya

7. Untuk mengetahui pengaturan gizi pada lansia

Page 3: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

BAB II

SEVEN JUMP

JUMP I: KLARIFIKASI ISTILAH

1. Kesuraman homogen :Foto thoraks dimana paru terlihat putih,warna sama. Terjadi pada pneumonia berat.

2. Apatis :Keadaan yang sadar tetapi acuh pada lingkungan sekitar. Respon stimulus (+). Skor GCS 12-13.

3. Skor Norton (9) : Suatu checklist yang digunakan untuk mengukur terjadinya resiko

dekubitus (≤14). 5 komponen utama : kondisi umum, kesadaran, mobilitas, aktivitas,

inkontinensia.4. Fremitus raba meningkat :

Terabanya getaran paru ketika difungsikan pada gangguan paru, fibrosis. Teraba jika bronkus terbuka.

5. Kasur dekubitus :Alas tidur (berisi udara) yang dapat bergerak sendiri, seperti gerakan memijat, bergelombang, suhu dingin, untuk menghindari luka. (rawan bocor).

6. Ronkhi basah kasar :Suara saat udara melewati jalan nafas yang pernah eksudat, terdengar saat inspirasi, tidak hilang saat dibatukkan, biasanya terjadi pada pneumonia,TB,Bronkhitis. Biasanya terdapat eksudat pada bronchiolus.

7. Tiduran terus :(Imobilisasi) keadaan dimana seseorang tidak bergerak aktif/pasif, terikat pada 1 posisi selama 3 hari. Salah satu faktor resiko “ulkus dekubitus”

8. Suara dasar bronchial :Suara kasar, frekuensi tinggi, fase inspirasi=ekspirasi terdapat pada bronchus utama, terletak di antara scapula.

9. Terapi cairan :Tindakan dengan pemberian cairan untuk mengatasi syok dang anti cairan yang hilang karena dehidrasi/perdarahan bisa enteral/parenteral.

Page 4: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

JUMP II: PERUMUSAN MASALAH

1. Patofisiologi terjadinya gejala dalam skenario

2. Intepretasi hasil pemeriksaan dalam skenario

3. Kerangka konsep hubugan gejala-gejala pada skenario

4. Differential diagnosis, komplikasi dan prognosis kasus dalam skenario

5. Terapi penyakit dalam skenario

6. Upaca preventif untuk mencegah terjadinya penyakit dalam skenario

7. Kebutuhan gizi pada lansia

JUMP III&IV: BRAIN STORMING & ANALISIS MASALAH

1. Patofisiologi terjadinya gejala :a) Tidak BAB 5 hari

Kurang gerak,kurang minum,kurang serat,sering menunda BAB

Obat pencahar dengan efek samping usus tersumbat Lansia terjadi penurunan rangsang saraf pada otot polos

sirkuler menyebabkan gerak usus lambat,sphincter ani menurun.

b) Apatis Keracunan Dehidrasi Infeksi tekanan intracranial Aliran darah ke otak menurun

c) Luka punggung bawah Imobilisasi Terjadi iskemik pada kulit Pada tulang-tulang yang menonjol Kemungkinan ulkus dekubitus

d) Tidak mau makan Atrofi papil lidah Gigi tanggal – nutrisi menurun – lemas- tiduran terus –

ulkus dekubitus;tidak BAB; apatis.e) Tiduran terus

Lemas akiban kekurangan asupan nutrisi

Page 5: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

f) Delirium Gelisah Bingung Halusinasi Disorientasi orang-tempat- waktu.

g) Ronkhi basah Abnormalitas jaringan paru : pneumonia,fibrosis. Abnormalitas jalan nafas : bronchitis, bronkhiektasis.

Pembahasan ulkus dekubitus :

1) Derajat ulkus dekubitus : I. Kemerahan pada kulitII. Epidermis – dermis mengalami abrasi, berbatas tegas.III. Luka sudah sampai subkutan-fascia. Jaringan nekrotik

sudah berbau.IV. Luka sudah sampai otot, bahkan sampai tulang

menyebabkan infeksi tulang + sendi.2) Kasur dekubitus :

Cara alternatif : perubahan posisi tiap 2 jam sekali Bisa mencegah komplikasi selain “ulkus dekubitus”

3) Skor Norton :

4) Faktor penyebab dekubitus pada lansia :

Page 6: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

Kondisi fisik pada lansia itu sendiri (perubahan kulit, status gizi, penyakit-penyakit neurogenik, pembuluh darah dan keadaan hidrasi/cairan tubuh)

Faktor perawatan yang diberikan oleh petugas kesehatan Faktor kebersihan lansia terfiksasi pada suatu sikap

2. Intepretasi hasil pemeriksaana) Tekanan Darah : 120/70 (normal 120/80)b) RR : 30x/menit (dewasa 12-20x/menit)c) Suhu : 36ºC (normal 36ºC-37,5ºC)d) HR : 108x/menit (HR istirahat 60-80x/menit)e) Ronkhi basah kasar f) Suara dasar bronchial : terjadi konsolidasi jaringan parug) Fremitus raba meningkat : bisa karena konsolidasi jaringan paruh) Kesuraman homogeny paru dekstra : pneumonia, TBi) Leukosit : normal 5000-10.000

Page 7: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

3. Kerangka konsep

JUMP V: LEARNING OBJECTIVE

1. Terapi Oksigenasi

2. Patofisiolagi gejala tidak mau makan, lemas, dan tampak gelisah

3. Patofisiologi gejala tidak nyeri dada dan batuk tidak berdahak

4. Patofisiologi adanya luka pada punggung bawah

5. Differential diagnosis, komplikasi dan prognosis

6. Terapi penyakit pada skenario

7. Upaya preventif penyait pada skenario

8. Gizi pada lansia

JUMP VI: BELAJAR MANDIRI

JUMP VII: DISKUSI

1. Oksigenasia. Tujuan : mengoptimalkan oksigenasi jaringan dan meminimalkan

asidosis respiratorik.

Tidak mau makan

dehidrasi Nutrisi menurun

Tidak BAB

apatislemas

Imobilisasi (tidur terus)

Ulkus dekubitusDrainase secret terganggu

Ronkhi basah kasar

pneumonia

Page 8: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

b. Terdapat 2 macam, yaitu:1) Oksigenasi jangka pendek dengan indikasi :

a) Hipoksemia akutb) Cardiac and respiratory arrestc) Hipotensi d) Curah jantung rendahe) Asidosis metabolikf) Respiratory disstress

2) Oksigensi jangka panjang dengan indikasi :a) Kontinu : edema pada congestive heart failure.b) Non kontinu : selama latihan dan tidur.

2. Tidak mau makan, lemas, dan tampak gelisaha. Dapat disebabkan adanya beban pikiran atau akibat kondisi badan

yang tidak baik.3. Tidak nyeri dada dan batuk tidak berdahak

a. Kemungkinan pasien tidak menderita penyakit jantung.b. Pada pasien kemungkinan juga tidak terdapat adanya tuberkulosis

(TB) maupun batuk darah (hemoptoe).4. Luka pada punggung bawah

a. Merupakan ulkus dekubitus.b. Disebabkan adanya peningkatan tekanan kapiler pada kulit yang

mendapat tekanan. Tekanan normal kapiler adalah 16 – 33 mmHg, sedangkan pada pasien dengan imobilitas, tekanan kapiler akan meningkat menjadi 60 – 70 mmHg dan pada bagian tumit meningkat menjadi 30 – 45 mmHg. Peningkatan tekanan kapiler tersebut menyebabkan terjadinya iskemik yang kemudian akan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan kulit. Apabila lama tekanan masih kurang dari waktu 2 jam, maka iskemik yang terjadi masih bersifat reversible.

c. Faktor pemberat:1) Teregangnya kulit pada pasien dengan posisi setengah berbaring.2) Terlipatnya kulit akibat tergeseknya badan dengan tempat tidur

yang menyebabkan terjadinya iskemik.d. Pencegahan: mengganti posisi berbaring setiap jamnya.

5. Differential diagnosis, komplikasi dan prognosisa. Penumonia: radang pada parenkim paru.

1) Etilogi:a) Infeksi: Staphylococcus pneumoniae (terutama), dan H.

Influenza.b) Inhalasi alergen dan zat kimia

Page 9: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

c) Radiasid) Idiopatik

2) PatogenesisTerdapatnya faktor – faktor penyebab tersebut dan penumpukan sekret yang terbawa masuk ke paru melalui bronkus menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada jaringan parenkim paru.

3) Gejala umuma) Dewasa: demamb) Lansia: suhu dapat naik/tetap/turun akibat menurunnya respon

IL – 1 dan IL – 6 terhadap benda asing dan menurunnya jumlah leukosit.

c) Hubungan penumonia dengan imobilisasiPada pasien dengan imobilisasi akan terjadi penumpukan sputum yang dapat menyebabkan terjadinya aspirasi. Ditambah lagi dengan fungsi otot diafragma dan otot interkosta yang sudah mengalami penurunan sehingga pengeluaran sputum akan terganggu.

d) Pemeriksaan: Palpasi: fremitus raba meningkat Auskultasi: ronki basah Radiologi: kesuraman lapangan paru yang terinfeksi

e) Differential diagnosis Gagal jantung Emboli paru Sindrom kegawatan napas orang dewasa Pneumonia aspirasi lambung Keganasan paru Pneumonitis radiasi Hipersensitivitas tipe obat

f) Komplikasi Emphyema Efusi pleura Gagal napas Sepsis: meningitis Ateletaksis

g) Prognosis Dipengaruhi keadaan ginjal dan derajat dehidrasi pada

lansia.

Page 10: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

Dapat diperparah oleh adanya cardiac pulmonal, gangguan kesadaran, dan adanya peningkatan kadar ureum dalam dalam.

b. Ulkus dekubitus1) Terapi

a) Luka dibersihkan dan jaringan nekrotik dibuang.b) Ulkus dengan derajat 3

Masih dapat sembuh bila jaringan yang nekrosis diambil dan luka dibersihkan. Kalau diperlukan dapat diberikan oksigenasi.

c) Ulkus dengan derajat 4: tingkat mortalitas tinggi.2) Komplikasi

a) Infeksib) Keterlibatan tulang dan sendi:

Periostitis Osteotitis Osteomyelitis Arthritis septik

c) Septikemiad) Hipoalbuminemiae) Kematian

3) Prognosis: tergantung derajat ulkus yang diderita.6. Terapi

a. Antibiotik 1) Diberikan atas indikasi adanya tanda ke arah penyakit infeksi.2) Upaya pencegahan terjadinya infeksi pada luka di punggung

bawah.3) Kadar leukosit yang tergolong normal dapat disebabkan oleh

respon sistem imun yang lambat.b. Terapi cairan

1) Digunakan untuk memenuhi kebutuhan cairan.2) Terdapat 2 jenis:

a) Enteral: melalui saluran cerna (misal: oralit)b) Parenteral: melalui infus, disesuaikan dengan kondisi pasien.

Dehidrasi: NaCl 0,9%, ringer laktat Karbohidrat: dextrose 5%

c. Rehabilitasi medik pada lansia1) Tujuan pokok: meningkatkan kemandirian pada lansia2) Konsep: reintegrasi3) Program:

Page 11: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

a) Fisioterapi Tempat tidur Mobilisasi: bangun sendiri, transfer diri

b) Okupasi terapi: meningkatkan daily living activityc) Ortotik prostetik: memberikan alat bantu sesuai dengan

keadaan penderita.d) Terapi wicara: pada pasien paska strokee) Sosial medik: mengubah tatanan rumah sesuai dengan keadaan

dan kebutuhan penderita.f) Psikologi: pemberian motivasi pada lansia agar tujuan

rehabilitasi medik dapat tercapai.7. Upaya preventif

a. Ulkus dekubitus1) Mengganti posisi berbaring setiap 2 jam sekali.2) Kalau pasien tidak dapat bergerak sama sekali, bantu pasien untuk

mengubah posisi berbaringnya.b. Imobilisasi

1) Asupan nutrisi yang cukup dan tepat untuk penderita.8. Gizi pada lansia

a. Kebutuhan gizi pada lansia lebih rendah bila dibandingkan dengan kebutuhan gizi pada dewasa.

b. Tabel angka kecukupan gizi pada lansia

Zat Gizi Angka Kecukupan Gizi

Pria (tahun) Wanita (tahun)

50 – 64 ≥ 65 50 – 64 ≥ 65

Energi (kal) 2250 2050 1750 1600

Protein (gr) 60 60 50 45

Kalsium (mg) 800 800 800 800

Phosfor (mg) 600 600 600 600

Vitamin A 600 600 500 500

Vitamin C 90 90 75 75

c. Jumlah energi yang diperlukan lansia lebih rendah daripada jumlah energi yang diperlukan oleh orang dewasa. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penurunan massa otot sehingga terjadi penurunan jumlah

Page 12: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

kalori yang dibutuhkan karena otot memerlukan energi besar untuk dapat bekerja dengan baik.

d. Kebutuhan energi yang dibutuhkan juga dipengaruhi oleh berat ringannya aktivitas lansia itu sendiri.

Page 13: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

BAB III

PEMBAHASAN

Sebab penyakit pada orang lanjut usia pada umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini umpamanya disebabkan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh karena proses menua. Sel-sel parenkim banyak diganti dengan sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormon yang menurun, produksi enzim menurun, dan sebagainya.

Selain itu daya imunitas tubuh juga akan menurun yang mengakibatkan faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih mudah hinggap. Diagnosis penyait pada lansia juga lebih sukar untuk ditegakkan karena seringkali tidak khas gejalanya. Keluhan-keluhan pun tidak khas dan tidak jelas, atipik, dan tidak jarang asimptomatik. Pada umumnya perjalanan penyakit lansia bersifat kronis dan progresif.

Dalam skenario ini disebutkan bahwa Mbah Suro yang usianya sudah 80 tahun dibawa ke UGD RS Moewardi karena tidak mau makan. Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami, pada pasien ini mengeluhkan tidak mau makan karena telah terjadi proses menua pada saluran pencernaan mbah Suro yang menyebabkan nafsu makan turun dan akhirnya tidak mau makan.

Pada lansia seperti mbah Suro kebanyakan gigi geliginya sudah banyak yang tanggal, disamping itu juga terjadi kerusakan gusi akibat proses degenerasi. Kedua hal ini sangat mempengaruhi mastikasi makanan. Lansia mulai sukar, kemudian malas untuk makan makanan berkonsistensi keras. Kelenjar saliva menurun produksinya yang mengakibatkan fungsi lidah sebagai pelicin makanan berkurang sehingga proses menelan lebih susah. Proses menelan yang susah ini diperparah dengan melemahnya otot polos pada faring dan esofagus.

Selain itu terjadi juga atrofi mukosa lambung yang menyebabkan sekresi asam lambung, pepsin dan faktor intrinsik berkurang. Ukuran lambung lansia menjadi kecil sehingga daya tampung terhadap makanan juga berkurang. Karena sekresi asam lambung berkurang maka rangsang lapar juga berkurang. Mukosa usus halus juga mengalami atrofi yang menyebabkan terjadinya malabsorbsi dan maldigesti. Terjadi pula penurunan motilitas kolon yang menyebabkan peningkatan absorbsi air dan elektrolit meningkat (pada kolon sudah tidak terjadi absorbsi makanan), feses menjadi lebih keras, sehingga kesulitan buang air menjadi salah satu keluhan utama pada lansia seperti yang dialami pasien dalam

Page 14: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

skenario ini. Kondisi konstipasi ini juga disebabkan oleh peristaltik kolon yang melemah gagal mengosongkan rektum.

Pada kasus dalam skenario mbah Suro menjadi lemas karena nafsu makan yang turun menyebabkan beliau tidak mau makan yang menjadikan Basal Metabolism Rate menurun. Kondisi ini menyebabkan penyediaan energi untuk beraktivitas terganggu karena kurangnya intake makanan sehingga tidak ada energi yang cukup untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Keluhan gelisah juga dimungkinkan karena tidak adanya asupan makanan yang adekuat sehingga menyebabkan tubuh mengkompensasi ini dengan respon gelisah ini atau kondisi hipogikemik.

Selama dua minggu mbah Suro dikabarkan tiduran terus (mengalami imobilisasi) tanpa melakukan aktivitas apapun yang dibuktikan dengan skor Norton yang didapatkan juga rendah. Kondisi ini juga dimungkinkan karena telah terjadi proses degeneratif pada sistem pencernaan mbah Suro yang diperparah dengan batuk yang diderita beliau.

Imobilisasi diatas menyebabkan penumpukan sputum yang dapat menyebabkan terjadinya aspirasi. Ditambah lagi dengan fungsi otot diafragma dan otot interkosta yang sudah mengalami penurunan sehingga pengeluaran sputum akan terganggu. Disebutkan bahwa pada pasien tidak didapatkan nyeri dada dimana hal ini menyingkirkan diagnosis peyakit jantung. Batuk tidak berdarah juga secara tidak langsung menyingkirkan diagnosis penyakit tuberkulosis. Kondisi tidak demam pada pasien belum tentu menandakan tidak adanya infeksi pada pasien ini. Pada lansia ketika terjadi proses infeksi dalam tubuhnya bisa saja suhu dapat naik/tetap/turun akibat menurunnya respon IL – 1 dan IL – 6 terhadap benda asing dan menurunnya jumlah leukosit.

Berdasarkan diskusi kelompok kami disepakati bahwa pada pasien ini kemungkinan besar juga mengalami pneumonia. Hal ini didasari oleh penumpukan sputum yang terjadi pasien diatas karena imobilisasi yang dialami olehnya. Terdapatnya faktor – faktor penyebab tersebut dan penumpukan sekret yang terbawa masuk ke paru melalui bronkus menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi pada jaringan parenkim paru. Hasil pemeriksaan paru yang menunjukkan bahwa didapatkan ronkhi basah kasar, suara dasar bronkhial, dan fremitus raba meningkat juga memperkuat dugaan terjadinya pneumonia karena semua yang didapatkan tersebut merupakan tanda-tanda penyakit ini. Selain itu juga pada pemeriksaan radiologi didapatkan foto thorax menunjukkan kesuraman homogen pada paru sebelah kanan.

Page 15: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

Dalam skenario ini juga disebutkan bahwa tampak luka pada punggung bawah berukuran 4x5 cm dengan dasar luka kemerahan. Kondisi ini mengarahkan kami kemungkinan pada pasien ini juga mengalami ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus memang sangat erat kaitannya dengan imobilitas seperti yang dialami pasien dalam skenario ini. Imobilitas hampir pasti menyebabkan dekubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan gangguan aliran darah setempat yaitu adanya peningkatan tekanan kapiler pada kulit yang mendapat tekanan dan juga keadaan umum dari penderita. Peningkatan tekanan kapiler tersebut menyebabkan terjadinya iskemik yang kemudian akan menyebabkan terjadinya nekrosis jaringan kulit.

Pemberian oksigenasi dilakukan untuk mengatasi ulkus dekubitus karena berfungsi untuk mengoptimalkan oksigenasi jaringan yang mengatasi kondisi iskemik. Pemberian antibiotik diberikan atas indikasi adanya pneumonia. Sedangkan terapi cairan diberikan untuk memenuhi kebutuhan cairan tubuh karena pasien mogok makan. Ulkus dekubitus juga dapat dikurangi dampaknya menggunakan kasur dekubitus untuk memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah. Konsul ke rehabilitasi medik dimaksudkan agar mendapatkan penanganan yang terintegrasi untuk meningkatkan kemandirian lansia.

Page 16: Laporan Tutorial Blok Geriatri Sken 3

BAB IVPENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat ditarik dari kasus pada sekenario adalah dengan kecermatan dan ketelitian dalam menganalisa kasus pada seorang geriatri akan meningkatkan kemandirian pasien geriatri.

B. Saran

1. Perlu diberikan nutrisi lebih lanjut kepada Mbah Suro untuk menangani gejala-gejala yang dialami oleh Mbah Suro

2. Perawatan secara intensif sangat diperlukan sebagai terapi untuk menunjang penyembuhan pasien

3. Diperlukan adanya pendamping keseharian dari pasien untuk mendampingi dan mengawasi kehidupan dari pasien.