laporan tutorial gastritis
DESCRIPTION
menjelaskan tentang patofisio gastritis, anatomi n fisologi dllTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastritis atau lebih dikenal sebagai magh berasal dari bahasa yunani yaitu
gastro, yang berarti perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan.
Gastritis bukan merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa
kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung.
Biasanya, peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang
sama dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu
Helicobacter pylori. Tetapi factor – factor lain seperti trauma fisik dan pemakaian
secara terus menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan
gastritis.
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menyebabkan terjadinya borok (ulcer)
dan dapat meningkatkan resiko dari kanker lambung. Akan tetapi bagi banyak
orang, gastritis bukanlah penyakit yang serius dan dapat segera membaik dengan
pengobatan.
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominant menyerang
hati. Hepatitis virus akut meupakan urutan pertama dari berbagai jenis penyakit
hati di seluruh dunia. Penyakit tersebut ataupun gejala sisanya bertanggung jawab
atas 1-2 juta kematian setiap tahunnya. Penyakit tersebut dapat mengenai semua
kelompok usia seperti orang tua, dewasa muda, anak – anak, maupun jenis
kelamin laki – laki atau perempuan, wanita hamil juga tidak luput dari penyakit
tersebut. Pada umumnya penyakit ini memiliki gejala seperti sakit pada abdomen,
feses berwarna merah bata, urin berwarna gelap, anoreksia, mual, muntah,
malaise, dan lain –lain.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, cara penularan,
dan menivestasi dari gastritis pada rongga mulut?
2. Apakah etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, cara penularan,
dan menivestasi dari ulseratif colitis pada rongga mulut?
3. Apakah etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, cara penularan,
dan menivestasi dari hepatitis pada rongga mulut?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, cara
penularan, dan menivestasi dari gastritis pada rongga mulut.
2. Mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, cara
penularan, dan menivestasi dari ulseratif colitis pada rongga mulut.
3. Mengetahui etiologi, patogenesis, gejala klinis, pemeriksaan, cara
penularan, dan menivestasi dari hepatitis pada rongga mulut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gastritis
2.1.1 Definisi
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung (Mansjoer Arif, 1999,
hal : 492)
Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan
mukosa gaster (Sujono Hadi, 1999, hal : 181).
Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa
lambung dan berkembang dipenuhi bakteri (Charlene. J, 2001, hal :
138).
Gastritis dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Gastritis akut
Salah satu bentuk gastritis akut yang sering dijumpai di klinik ialah
gastritis akut erosif. Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan
mukosa lambung yang akut dengan kerusakan-kerusakan erosif.
Disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
daripada mukosa muskularis.
2. Gastritis kronis
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang menahun (Soeparman, 1999, hal : 101).
Gastritis kronis adalah suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus
lambung jinak maupun ganas atau oleh bakteri helicobacter pylori
(Brunner dan Suddart, 2000, hal : 188).
Dari ketiga definisi, penulis dapat disimpulkan gastritis adalah
inflamasi atau peradangan pada dinding lambung terutama pada
mukosa lambung dapat bersifat akut dan kronik.
3
2.1.2 Etiologi
Penyebab gastritis adalah obat analgetik anti inflamasi terutama aspirin;
bahan kimia, misalnya lisol; merokok; alkohol; stres fisis yang disebabkan oleh
luka bakar, sepsis, trauma, pembedahan, gagal pernafasan, gagal ginjal,
kerusakan susunan saraf pusat; refluk usus lambung (Inayah, 2004, hal : 58).
Gastritis juga dapat disebabkan oleh obat-obatan terutama aspirin dan
obat anti inflamasi non steroid (AINS), juga dapat disebabkan oleh gangguan
mikrosirkulasi mukosa lambung seperti trauma, luka bakar dan sepsis
(Mansjoer, Arif, 1999, hal : 492).
2.1.3 Gambaran Klinis
Sindrom dispepsia berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah
merupakan salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan juga perdarahan
saluran cerna berupa hematemesis dan melena, kemudian disusul dengan
tanda-tanda anemia pasca perdarahan. Biasanya jika dilakukananamnesa lebih
dalam, terdapat riwayat penggunaan obat-obatan atau bahankimia tertentu.
Pasien dengan gastritis juga disertai dengan pusing, kelemahan dan rasa
tidak nyaman pada abdomen (Mansjoer, Arif, 1999, hal : 492-493).
2.1.4 Patofisiologi
1. Gastritis Akut
Gastritis akut dapat disebabkan oleh karena stres, zat kimia misalnya
obat-obatan dan alkohol, makanan yang pedas, panas maupun asam.
Pada para yang mengalami stres akan terjadi perangsangan saraf
simpatis NV (Nervus vagus) yang akan meningkatkan produksi asam
klorida (HCl) di dalam lambung. Adanya HCl yang berada di dalam
lambung akan menimbulkan rasa mual, muntah dan anoreksia. Zat
kimia maupun makanan yang merangsang akan menyebabkan sel epitel
kolumner, yang berfungsi untuk menghasilkan mukus, mengurangi
produksinya. Sedangkan mukus itu fungsinya untuk memproteksi
mukosa lambung agar tidak ikut tercerna. Respon mukosa lambung
karena penurunan sekresi mukus bervariasi diantaranya asodilatasi sel
4
mukosa gaster. Lapisan mukosa gaster terdapat sel yang memproduksi
HCl (terutama daerah fundus) dan pembuluh darah. Vasodilatasi
mukosa gaster akan menyebabkan produksi HCl meningkat. Anoreksia
juga dapat menyebabkan rasa nyeri. Rasa nyeri ini ditimbulkan oleh
karena kontak HCl dengan mukosa gaster. Respon mukosa lambung
akibat penurunan sekresi mukus dapat berupa eksfeliasi (pengelupasan).
Eksfeliasi sel mukosa gaster akan mengakibatkan erosi pada sel
mukosa. Hilangnya sel mukosa akibat erosi memicu timbulnya
perdarahan. Perdarahan yang terjadi dapat mengancam hidup penderita,
namun dapat juga berhenti sendiri karena proses regenerasi, sehingga
erosi menghilang dalam waktu 24-48 jam setelah perdarahan.
2. Gastritis Kronis
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif. Organisme
ini menyerang sel permukaan gaster, memperberat timbulnya
desquamasi sel dan muncullah respon radang kronis pada gaster yaitu :
destruksi kelenjar dan metaplasia. Metaplasia adalah salah satu
mekanisme pertahanan tubuh terhadap iritasi, yaitu dengan mengganti
sel mukosa gaster, misalnya dengan sel desquamosa yang lebih kuat.
Karena sel desquamosa lebih kuat maka elastisitasnya juga berkurang.
Pada saat mencerna makanan, lambung melakukan gerakan peristaltik
tetapi karena sel penggantinya tidak elastis maka akan timbul kekakuan
yang pada akhirnya menimbulkan rasa nyeri. Metaplasia ini juga
menyebabkan hilangnya sel mukosa pada lapisan lambung, sehingga
akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah lapisan mukosa.
Kerusakan pembuluh darah ini akan menimbulkan perdarahan. (Price,
Sylvia dan Wilson, Lorraine, 1999 : 162(
2.1.5 Pemeriksaan Diagnostik
1. EGD (Esofagogastriduodenoskopi) = tes diagnostik kunci untuk
perdarahan GI atas, dilakukan untuk melihat sisi perdarahan /
derajat ulkus jaringan / cedera.
5
2. Minum barium dengan foto rontgen = dilakukan untuk
membedakan diganosa penyebab / sisi lesi.
3. Analisa gaster = dapat dilakukan untuk menentukan adanya darah,
mengkaji aktivitas sekretori mukosa gaster, contoh peningkatan
asam hidroklorik dan pembentukan asam nokturnal penyebab ulkus
duodenal. Penurunan atau jumlah normal diduga ulkus gaster,
dipersekresi berat dan asiditas menunjukkan sindrom Zollinger-
Ellison.
4. Angiografi = vaskularisasi GI dapat dilihat bila endoskopi tidak
dapat disimpulkan atau tidak dapat dilakukan. Menunjukkan
sirkulasi kolatera dan kemungkinan isi perdarahan.
5. Amilase serum = meningkat dengan ulkus duodenal, kadar rendah
diduga gastritis. (Doengoes, 1999, hal : 456)
2.2 Colitis (Colitis Ulcerosa, Uc)
2.2.1 Pengertian
Kolitis ulserattiva merupakan penyakit radang non spesifik kolon
yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi
yang berganti-ganti. Sakit abdomen, diare dan perdarahan rektum
merupakan tanda dan gejala yang penting. Lesi utamanya berupa reaksi
peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripttus
Lieberkuhn, yang akhirnya dapat menimbulkan pertukakan pada
mukosa. Frekuensi penyakit paling banyak antara usia 20 -40 tahun,
dan menyerang ke dua jenis kelamin sama banyak. Insiden kolitis
ulserativa adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasda kulit putih per
tahun.
2.2.2 Etiologi
Etiologi kolitis ulserativa tidak diketahui. Faktor genetik tampaknya
berperan dalam etiologi, karena terdapat hubungan familial. Juga
terdapat bukti yang menduga bahwa autoimunnita berperan dalam
patogenisis kolitis ulserativa. Antibodi antikolon telah ditemukan dalam
6
serum penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limfosit dari
penderrita kolitis ulserativa merusak sel epitel pada kolon. Selain itu
ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya
colitis ulseratif diantaranya adalah : hipersensitifitas terhadap factor
lingkungan dan makanan, interaksi imun tubuh dan bakteri yang tidak
berhasil (awal dari terbentuknya ulkus), pernah mengalami perbaikan
pembuluh darah, dan stress.
2.2.3 Patofisiologis
Lesi patologis awal adalah terbatas pada lapisan mokusa dan terdiri
atas pembentukan abses dalam kriptus. Pada permulaan penyakit,
terjadi udema dan kongesti mukosa. Udema dapat mengakibatkan
kerapuhan yang hebat sehingga terjadi perdarahan dari trauma yang
ringan, seperti gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kriptus pecah
melewati didinding kriptus dan menyebar dalam lapisan mukosa,
menimbulkan terowongan dalam mukosa. Mukosa kemudian terkelopas
dalam lumen usus, meninggalkan daerah yang tidak diliputi mukosa
(tukak). Pertukakan mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada
stadium lebih lanjut permukaan mukosa yang hilang luas sekali
mengakibatkan banyak kehilangan jaringan, protein dan darah.
Pada kondisi yang fisiologis system imun pada kolon melindungi
mukosa kolon dari gesekan dengan feses saat akan defekasi, tetapi
karena aktifitas imun yang berlebihan pada colitis maka system
imunnya malah menyerang sel-sel dikolon sehingga menyebabkan
terjadi ulkus.
Ulkus terjadi di sepanjang permukaan dalam (mukosa) kolon atau
rectum yang menyebabkan darah keluar bersama feses. Darah yang
keluar biasanya bewarna merah, karena darah ini tidak masuk dalam
proses pencernaan tetapi darah yang berasal dari pembuluh darah
didaerah kolon yang rusak akibat ulkus. Selain itu ulkus yang lama ini
7
kemudian akan menyebabkan peradangan menahun sehingga terbentuk
pula nanah (pus).
Ulkus dapat terjadi pada semua bagian kolon baik, pada sekum,
kolon ascenden, kolon transversum maupun kolon sigmoid.
2.2.4 Gejala Klinis ulseratif Colitis
Gejala utama colitis ulseratif adalah diare berdarah dan nyeri
abdomen, seringkali dengan demam dan penurunan berat badan pada
kasus berat. Pada penyakit yang ringan, bisa terdapat satu atau dua feses
yang setengah berbentukyang mengandung sedikit darah tanpa
manifiestasi sistemik.
2.2.5 Pemeriksaan
Untuk mengetahui pasti diagnose penyakit ini adalah dengan cara
melakukan beberapa test penunjang.
Tes pertama yang dilakukan adalah anamnesis dan pemeriksaaan
fisik tentunya, pada pemeriksaan fisik , periksalah kekauan dari otot-
otot abdominal kemudian perhatikan. Apakah pasien demam dan
dehidrasi jika ya, kemungkinan pasien mengalami gejala awal ulkus.
Pemeriksaan feses (berdarah, lender dan nanah). Pada pemeriksaan
laboratorium terlihat anemic dan malnutrisi.
Sigmoidoskopi, cara yang paling baik yaitu dengan cara memasukan
kamera kedalam saluran cerna, dan tampaklah bagian mana yang telah
menganai ulkus
2.3 HEPATITIS
2.3.1 Pengertian
Hepatitis adalah istilah yang sering digunakan untuk peradangan
yang terjadi pada hati dimana terjadi peradangan yang difus pada
jaringan hati, umumnya disebabkanoleh virus Hepatitis.
Berdasarkan tingkat keparahannya hepatitis dibagi menjadi 2 bagian
yaitu hepatitis akut dan kronis. Hepatitis akut dapat terjadi baik tanpa
8
gejala (asimptomatik), namun kadang timbul gejala seperti ikterus
ringan dengan peningkatan kadar transaminase dalam darah, keadaan
yang parah disetai ikteruus berkepanjangan, dapat mengakibatkan
kegagalan fungsi hati. Hepatitis kronis terjadi dengan gejala yang
specific seperti ascites (retensi cairan pada abdomen), ikterus,
talangiektase, dan eritema palmar (kemerahan di telapak tangan).
2.3.2 Etiologi dan Cara Penularannya
Penyebab dari hepatitis dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu:
virus, infeksi bakteri, bahan hepatoksik, alcohol, autoimun dan gizi
yang buruk. Masing – masing penyakit hepatitis memiliki penyebab dan
pola tersendiri walaupun umumnya memiliki tanda dan gejala yang
sama.
2.3.3 Patofisiologi
Setiap proses peradangan akan menimbulkan gejala, berat ringannya
gejala yang timbul tergantung dari ganasnya penyebab penyakit dan
daya tahan tubuh penderita. Infeksi hati yang dikenal dengan Hepatitis
memiliki gejala yang dapat dikenali baik secara klinis maupun
laboratories.
Secara umum penyakit hepatitis virus mengenal 4 stadium yang
timbul akibat proses peradangan, yaitu:
1. Masa tunas (inkubasi), yaitu sejak masuknya virus pertama kali
sampai menimbulkan gejala secara klinis.
2. Fase prodormal (preikterus). Fase ini berlangsung beberapa hari.
Timbul gejala dan keluhan pada penderita seperti badan terasa
lemas, cepat lelah, lesu, anoreksia, mual, dan muntah, perasaan
tidak enak dan nyeri pada abdomen, demam, dan diare.
3. Fase ikterus (kuning). Bisanya setelah suhu badan turun, warna
kencing penderita menjadi kuning pekat. Bagian putih mata,
palatum dan kulit berwarna kekuning-kuningan.
9
4. Fase penyembuhan (konvalesen). Ditandai dengan hilangnya
keluhan yang ada dan warna kuning mulai hilang. Penderita akan
merasa lebih segar walaupun masih mudah lelah.
2.3.4 Pemeriksaan
Selain pemeriksaan fisik secara klinis diagnose penyakit ini juga
dapat ditentukan dengan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan
biokimia terhadap tes faal hati seperti SGOT dan SGPT juga petanda
serologis untuk mentukan virus penyebab hepatitis.
10
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Gastritis
3.1.1 Definisi
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan sub-mukosa
lambung. Secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya sebukan
sel radang pada daerah tersebut. Gastritis merupakan salah satu
penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam pada
umumnya (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut dan kronis.
Gastritis akut merupakan keadaan dimana peradangan mukosa lambung
masih bersifat ringan yang dapat sembuh sempurna, dimana peradangan
tersebut berupa terkikisnya mukosa lambung atau yang biasa disebut
dengan erosi. Oleh karena itu, gastritis akut sering juga disebut sebagai
gastritis erosif. Dalam gastritis akut ini terdapat infiltrasi sel- sel
radang.
Sedangkan gastritis kronis merupakan peradangan mukosa lambung
yang bersifat lebih berat, dimana infiltrasi sel- sel radang pada lamina
propiia dan daerah intraepithelial terdiri dari sel- sel radang kronik,
disertai dengan adanya aktivitas granulosit neutrofil.
3.1.2 Macam
11
Secara garis besar, gastritis dapat dibagi menjadi beberapa macam
berdasarkan pada :
1. Manifestasi klinis, dibagi menjadi akut dan kronik
2. Gambaran histopatologis yang khas
3. Distribusi anatomi
4. Kemungkinan pathogenesis, terutama gastritis kronik
(Suyono, Slamet, dkk. 2001)
Gastritis Akut
Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus
merupakan penyakit yang ringan dan sembuh sempurna. Salah satu
bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk
penyakit yang berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik.
Disebut gastritis hemoragik karena pada penyakit ini akan dijumpai
perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi erosi
yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa
tempat, menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut( Suyono,
Slamet, dkk. 2001).
ETIOLOGI
Gastritis akut terjadi tanpa diketahui penyebabnya. Kira-kira 80-
90% pasien yang dirawat di ruang intensif menderita gastritis akut
erosif. Gastritis akut jenis ini sering disebut gastritis akut stress.
Penyebab lain adalah obat-obatan. Obat-obatan yang sering
dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian besar
obat antiinflamasi nonsteroid (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
PATOGENESIS
Seleruh mekanisme yang menimbulkan gastritis erosif karena
keadaan-keadaan klinis yang belum diketahui benar. Factor-faktor yang
12
amat penting adalah iskemia pada mukosa gaster, di samping factor
pepsin, refluks empedu dan cairan pancreas (Suyono, Slamet, dkk.
2001).
Aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid merusak mukosa
lambung melalui beberapa mekanisme. Obat-obat ini dapat
menghambat aktivitas siklooksigenase mukosa. Siklooksigenase
merupakan enzim yang penting untuk pembetukan prostaglandin dari
asam arakidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah satu factor
defensive mukosa lambung yang amat penting. Selain menghambat
produksi prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi
nonsteroid tertentu dapat merusak mukosa secara topical. Kerusakan
topical terjadi karena kandungan asan dalam obat tersebut bersifat
korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian
aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan
sekresi bikarbonat dan mucus oleh lambung, sehingga kemampuan
factor defensive terganggu (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinisnya bervariasi mulai dari yang sangat ringan
asimtomatik sampai sangat berat yang dapat membawa kematian. Pada
kasus yang sangat berat, gejala yang sangat mencolok adalah
hematemesis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai
terjadi renjatan karena kehilangan darah. Pada sebagian besar kasus,
gejalanya amat ringan bahkan asimtomatis. Keluhan-keluhan itu
misalnya nyeri timbul pada ulu hati, biasanya ringan dan tidak dapt
ditunjuk dengan tepat lokasinya. Kadang-kadang disertai dengan mual-
mual dan muntah. Perdarahan saluran cerna sering merupakan satu-
satunya gejala (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
13
PENGOBATAN
Pengobatan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap
pasien dengan risiko tinggi, pengobatan terhadap penyakit yang
mendasari, dan menghentikan obat yang dapat menjadi kausa dan
menjadi pengobatan suportif (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida H2
sehingga dicapai pH lambung 4 atau lebih. Walaupun hasilnya masih
menjadi perdebatan, tetapi pada umumnya tetap dianjurkan (Suyono,
Slamet, dkk. 2001).
Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang
terjadi pada lamina propria dan daerah intra epithelial terutama terdiri
atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel plasma. Kehadiran
granulosit neutrofil pda daerah tersebut menandakan adanya aktivitas
(Suyono, Slamet, dkk. 2001).
Gastritis kronik dapat dibedakan berdasarkan kelainan histopatologi,
yaitu :
a. Gastritis kronik superfisialis apabila dijumpai sebukan sel-sel
radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa superfisialis
14
dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan
sel-sel kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik
superfisialis merupakan permulaan gastritis kronik.
b. Gastritis kronik atrofik, sebukan sel-sel radang kronik menyebar
lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi sel kelenjar
mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan
gastritis kronik superfisialis.
c. Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik.
Pada saat itu struktur kelenjar menghilang dan terpisah satu sama
lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan sebukan sel
radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat
menerangkan mengapa pembuluh darah bisa terlihat pada saat
pemeriksaan endoskopi.
d. Metaplasia intestinal, suatu perubahan histologist kelenjar-kelenjar
mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar mukosa usus halus
yang mengandung sel goblet. Perubahan–perubahan tersebut dapat
terjadi secara meyeluruh pada hamper seluruh segmen lambung,
tetapi dapat pula hanya merupakan bercak-bercak pada beberapa
bagian lambung.
(Suyono, Slamet, dkk. 2001)
Menurut distribusi anatomisnya, gastritis kronik dapat dibagi menjadi:
a. Gastritis kronis tipe A juga disebut sebagai gastritis atrofik atau
fundal (karena mengenai fundus lambung). Gastritis kronik tipe A
merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya
autoantibody terhadap sel parietal kelenjar lambung dan ffaktor
intrinsic dan berkaitan dengan tidak adanya sel parietal dan chief
cells, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan tingginya
kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi
factor intrinsic. Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien
15
karena tidak tersedianya factor intrinsic untuk mem[ermudah
absorbs vitamin B12 dalam ileum. Gastritis tipe A lebih sering
terjadi pada penderita dengan usia tua (Wilson, 2006).
b. Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena
umumnya mengenai daerah antrum lambung dan lebih sering
terjadi dibandingkan dengan gastritis kronik tipe A. bentuk gastritis
ini memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan
anemia pernisiosa. Kadar gastrin serum yang rendah sering terjadi.
Penyebab utama gastritis kronik tipe B adalah infeksi kronis oleh
H.pylori (Wilson, 2006).
ETIOLOGI
Ada dua aspek etiologi gastritis kronik, yaitu :
1. Aspek imunologis
Hubungan antara system imun dan gastritis kronik mejadi
jelas dengan ditemukannya autoantibody terhadap factor intrinsic
lambung (intrinsic factor antibody) dan sel parietal (parietal cell
antibody) pada pasien dengan anemia pernisiosa. Antibody
terhadap sel parietal lebih dekat hubungannya dengan gastritis
kronik korpus dalam berbagai gradasi. Pasien gastritis kronik yang
antibodinya positif dab nerlanjut menjadi anemia pernisiosa
mempunyai cirri-ciri khusus sebagai berikut:
- Secara histologist berbentuk gastritis kronik atrofik
predominasi korpus
- Dapat menyebar ke antrum dan hipergastrinemia
Gastritis autoimun adalah diagnosis histologist karena
secara endoskopik amat sukar menentukannya, kecuali apabila
sudah amat lanjut. Hipergastrinemia yang terjadi terus-menerus
16
dan hebat dapat memicu timbulnya karsinoid. Gastritis tipe ini
jarang dijumpai (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
2. Aspek bakteriologis
Bakteri yang paling penting sebagai penyebab gastritis
adalah Helicibacter pylori. Gastritis yang ada hubungannya dengan
Helicobacter pylori lebih sering dijumpai dan biasanya berbentuk
gastritis kronik aktif antrum. Sebagian besar gastritis kronik
merupakan gastritis tipe ini. Atrofi mukosa lambung akan terjadi
pada banyak kasus, setelah bertahun-tahun mendapat infeksi
Helicobacter pylori. Atrofi dapat terbatas pada antrum, pada
korpus atau mengenai keduanya. Dalam stadium ini pemeriksaan
serologi terhadap Helicobacter pylori lebih sering member hasil
negatif (Suyono, Slamet, dkk. 2001).
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum
meningkat sesuai dengan peningkatan usia. Selain mikroba dengan
proses imunologis, factor lain yang juga berpengaruh terhadap
pathogenesis gastritis kronik adalah refluks kronik cairan
pankreatobilier, asam empedu, dan lisolesitin(Suyono, Slamet, dkk.
2001).
3.1.3 Etiologi
Gastritis memiliki banyak etiologi, diantaranya adalah :
1. Bakteri Helycobacter pylori. Penyebab gastritis yang paling sering
terutama di Negara berkembang adalah infeksi dari Helycobacter
pylori .
2. Konsumsi NSAID Penggunaan dosis tinggi atau menggunakan dua
jenis NSAID dapat menyebabkan terjadinya gastritis.
17
3. Penggunaan antibiotika, terutama untuk infeksi paru dicurigai
mempengaruhi penularan kuman diskomunitas karena antibiotika
tersebut mampu mengerasikasi infeksi Helycobacter pylori.
4. Infeksi cytomegalovirus. Gambar infeksi dari virus tersebut khas,
biasanya juga menyerang pada organ lain, terutama pada organ muda
dan imunocompromized. Ada juga enteric rotavirus dan calicivirus,
tetapi secara histopatologi tidak spesifik.
5. Jamur Candida species, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae
dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien
imunocompromized.
6. Konsumsi alcohol dan rokok yang dapat menimbulkan jejas langung
terhadap lambung.
3.1.4 Patofisiologi
Mekanisme bakteri H. Pylori sehingga dapat menyebabkan gastritis:
1. Memicu respon peradangan dan imun yang intens.
2. Menyebabkan cedera epitel dan induksi peradangan. Dengan
mengeluarkan suatu urease yang menguraikan urea untuk
membentuk senyawa toksik (ammonium klorida dan mokloramin),
fosfolipase yang merusak sel epitel permukaan, protease dan
fosfolipase dapat menguraikan kompleks glikoprotein lemak di
mucus lambung.
3. Meningkatkan sekresi asam lambung dan menggangu produksi
bikarbonat duodenum sehingga pH lumen menurun.
18
4. Dengan adanya pH lumen yang menurun maka akan mempermudah
adanya deskuamasi epitel yang berangsur-angsur akan menyebabkan
erosi.
Mekanisme obat NSAID (aspirin) sehingga dapat menyebabkan gastritis:
Obat-obatan golongan NSAID dapat menyebabkan gastritis apabila
dikonsumsi secara terus-menerus dan dalam dosis yang tak proporsional.
Obat-obatan golongan NSAID seperti aspirin mengandung zat analgesic
anti-inflamasi dan anti-piretik. Golongan obat ini mengandung zat yang
dapat menghambat sekresi prostaglandin dalam tubuh. Fungsi
prostaglandin salah satunya adalah menekan sekresi prostaglandin dan
memicu sekresi natrium bikarbonat (natrium bikarbonat berfungsi untuk
menetralisir keasaman lambung.
Pengkonsumsian obat golongan NSAID menyebabkan sel parietal
pada lapisan di sekeliling gastric pit memproduksi jumlah HCL yang
berlebih, sedangkan produksi natrium bikarbonat ditekan. Selanjutnya,
lambung menjadi lebih asam, suasana asam dapat membuat lapisan
mukosa lambung menjadi erosive sehingga membentuk suatu ulserasi.
Ulser pada lambung menyebabkan radang pada lambung.
3.1.5 Gejala Klinis
1. Gastritis Akut
• Adanya nyeri di daerah epigastrium dengan keparahan yang
bervariasi
• Suatu perasaan penuh atau terbakar di perut bagian atas.
• Gejala mual dan muntah
• Bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, dan pengeluaran
darah yang mematikan
19
• Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
2. Gastritis Kronis
• Biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala
• Dapat timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta mual dan
muntah
• Apabila terjadi pada gastritis autoimun terjadi banyak kerusakan
sel parietal, biasanya terdapat hipoklorhidria atau aklorhidria
3.1.6 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan radiologis dengan menggunakan barium
2. Endoskopi
Endoskopi merupakan pemeriksaan visual dengan menggunakan
alat endoskop. Pemeriksaan endoskopi dibagi mejadi dua macam,
yang pertama yaitu esofagoduodenoskopi (pemeriksaan saluran
pencernaan bagian atas), yang kedua yaitu kolonoskopi
(pemeriksaan saluran pencernaan bagian bawah).
Tujuan dari pemeriksaan endoskopi ini antara lain:
a. Diagnostik, berperan menentukan penyebab pendarahan dan
lokasi lesi yang terjadi.
b. Terapeutik, berperan menghentikan pendarahan yang terjadi,
yakni dngan pemberian obat, pengangkatan polip, dll.\
3. Sitologi eksfoliatif
Sitologi eksfoliatif merupakan pengumpulan sel-sel dengan cara
bilas lambung menggunakan larutan garam normal merupakan
teknik untak mengetahui keganasan yang tidak dapat langsung
20
dilihat melalui gastroskop. Sel-sel ganas eksfoliatif lebih mudah
terlepas dibandingkan dengan sel-sel yang normal. Larutan yang
terkumpul sebaiknya disimpan dalam es dan segera dibawa ke
laboratorium untuk dianalisis. Apabila proses ini terlambat akan
menyebabkan kerusakan sel oleh enzim pencernaan. Bilasan
sitologik memiliki keakuratan sekitar 50% untuk menegakkan
Pemeriksaan HPA
21
A B
Gastritis atrofik antrum. Gmb A. Mukosa mengandung lebih
sedikit kelenjar daripada normal dan stroma disebuk oleh sel-sel
radang kronik. Gmb B Kelenjar memperlihatkan metaplasia yang
ditandai oleh sel Goblet (G) dan sel Paneth (P)
22
Diketahui terdapat dua jenis gastritis atrofik yaitu antrum
dan fundus. Gastritis antrum mengenai antrum pilori dan biasanya
berkaitan dengan aklorhidria. Gastritis fundus berkaitan dengan
penurunan jumlah sel parietal dalam korpus lambung dan anemia
perniosa. Secara histologist, kedua bentuk gastritis ini
memperlihatkan gambaran serupa. Mukosa mengandung lebih sedikit
kelenjar sehingga lebih tipis daripada normal. Mukosa ini juga
memperlihatkan metaplasia interstitium, dimana epitel lambung
diganti kelenjar usus. Kelenjar-kelenjar ini mirip dengan kelenjar
pada usus halus dan mengandung sel goblet dan sel paneth.
gastritis dan tukak peptic. A. Mukosa lambung normal. B gastritis
erosive. C. Gastritis atrofik. D. gastritis hipertrofik. E. tukak peptik
23
Gastritis yang disebabkan oleh helicobacter pylori. Basil melekat
ke permukaan apeks sel-sel lambung
gastritis erosif. Mukosa superfisial hilang disertai kongesti dan
perdarahan
gastritis erosif biasanya bersifat akut dan ditandai oleh defek
mukosa superfisial (erosi)
24
3.17 Penularan
Apabila penyebabnya adalah Helicobacter pilory,maka gastritis ini
dapat menular malalui beberapa cara yaitu :
1. Penggunaan alat makan bersama secara bergantian, misal sendok dan
sumpit.
2. Penularan juga dapat terjadi dari dokter gigi ke pasien ataupun dari
pasien ke dokter gigi
Manivestasi Rongga Mulut
1. Rongga mulut asam dikeranakan pada penderita gastritis sering
muntah dan apabila setelah muntah tersebut tidak segera
dibersihkan ronnga mulutnya.
2. Bibir menjadi pucat karena pengaruh dari penyakit anemia
pernisiosa.
3. Dalam perawatan ronnga mulut, hindari penggungaan obat-obat
yang dapat memicu gastritis seperti NSAID.
3.2 Ulseratif Colitif
3.2.1 Definisi
Kolitis ulseratif merupakan penyakit radang kolon yang
nonspesifik yang umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan
eksaserbasi yang berganti-ganti. Lesi utamanya adalah reaksi
peradangan daerah subepitel yang timbul pada basis kripte liberkuhn,
yang akhirnya menimbulkan ulserasi mukosa.
3.2.2 Etiologi
25
1. Belum diketahui secara pasti, tetapi nampaknya faktor genetik
berperan dalam etiologi ini.
2. Kelainan sistem imun. Penderita ulseratif colitis memang memliliki
kelainan sistem imun, tetapi tidak diketahui apakah hal ini
merupakan penyebab atau akibat efek ini.
3. Virus atau bakteri yang terus menyebabkan berlangsungnya
peradangan pada dinding usus
4. Tidak disebabkan oleh stress emosional atau sensitifitas terhadap
makanan.
3.2.3 Patofisiologi
Lesi patologis awal terbatas pada lapisan mukosa berupa
pembentukan abses dalam kriptus. Pada permulaan penyakit, timbul
edema dan kongesti mukosa. Edema dapat mengakibatkan kerapuhan
hebat sehingga dapat terjadi perdarahan akibat trauma ringan, seperti
gesekan ringan pada permukaan.
Pada stadium penyakit yang lebih lanjut, abses kripte pecah dan
menyebar dalam lapisan submukosa, menimbulkan terowongan dalam
mukosa. Mukosa kemudian terkelupas menyisakan daerah tidak
bermukosa (tukak). Tukak mula-mula tersebar dan dangkal, tetapi pada
stadium lebih lanjut, permukaan mukosa yang hilang menjadi luas
sekali sehingga mengakibatkan hilangnya jaringan, protein, dan darah
dalam jumlah banyak.
3.2.4 Gejala Klinis
1. Nyeri abdomen
2. Diare
3. Perdarahan rectum
4. Nausea
26
5. Muntah
6. Demam yang menyebabkan berkurangnya cairan dan elektrolit
dengan cepat.
3.2.5 Pemeriksaan
1. Pemeriksaan endoskopi
2. Biopsi
Pengangkatan atau pengambilan organ yang rusak, baik sebagian
atau seluruhnya.
3.2.6 Penularan
1. Sanitasi lingkungan yang jelek yang diakibatakn oleh padatnya
penduduk pada suatu daerah mempermudah penularan penyakit
ulseratif colitis
2. Ulseratif colitis yang disebabkan oleh gen dapat ditularkan melalui
gen
3.2.7 Manivestasi Rongga Mulut
1. Xerostomia, efek samping dari penggunaan obat anti kolinergik yang
dapat menyebabkan halitosis dan burning sensation.
2. Minimalkan stress saat perawatan gigi
3. Hindari obat-obat yang dapat merusak mukosa, seperti NSAID
3.3 Hepatitis
3.3.1 Definisi
Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta
27
bahan-bahan kimia. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus
disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas (Smeltzer, 2001).
2. Bakteri :
• Staphylococcus Aureus pada keadaan sindrom syok toksik.
• Salmonella typhi pada demam tifoid.
3. Penyakit – penyakit yang melibatkan hati :
• Malaria
• Skistosomiasis
28
3.1.2 Etiologi
1. virus
Virus hepatitis A
Virus hepatitis B
Virus hepatitis C
Virus hepatitis D
Virus hepatitis E
Agen Kapsid ikosahedral ssRNA
dsDNA berselubung
ssRNA berselubung
ssRNA berselubung
ssRNA tidak berselubung
Virus RNA
Penularan Orofekal Parental, kontak erat
Parental, kontak erat
Parental, kontak erat
Melalui air Parental
Masa tunas 2-6 minggu 4-26 minggu
2-26 minggu
4-7 minggu 2-8 minggu Tidak diketahui
Hepatitis kronik
Tidak 5-10% dari infeksi
>50% <5% koinfeksi, 80% superinfeksi
Tidak Tidak
Karsinoma hepatoseluler
Tidak Ya Ya Tidak,mengingat
Tidak diketahui, tetapi kecil kemungkinannya
Tidak
• Strongiloidiasis
• Kriptosporidiosis
• Leismaniasis
• Ekinokokus
4. Infeksi cacing hati :
• Fasciola hepatica
• Clonorchis sinensis
• Opisthorchis viverrini
3.3.4 Patofisiologi
1. Hepatitis A
Target primer dari HAV adalah sel-sel hati (hepatosit). Setelah
partikel virus tertelan, mereka akan terabsorpsi melalui pembuluh
darah diangkut ke hati. Begitu sampai dihati, partikel virus akan
ditelan hepatosit. Di dalam sel, materi genetic atau genome dari
HAV yang terdiri dari single stranded RNA akan bertindak sebagai
template yang akan memproduksi protein-protein virus selanjutnya.
Protein-protein ini akan kembali bergabung kembali membentuk
kapsid virus yang baru, setiap kapsid mengandung RNA virus yang
baru saja terduplikasi. Turunan HAV yang baru ini, lalu akan dirilis
melalui saluran empedu kecil yang terdapat diantara sel-sel tuan
rumah. Mereka lalu secara bebas akan dibuang melalui tinja atau
akan menulari hepatosit –hepatosit tetanggangu.Yang merusak dan
memusnahkan sel hati bukanlah replikasi HAV, tetapi yang benar
adalah respon imun sel-sel hati yang terserang yang berperan
menghancurkan sel hati.
29
2. Hepatitis B
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral.
Dari peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi
proses replikasi virus. Sellanjutnya sel-sel hati akan memproduksi
dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bualt
dan tubuler, dan HbeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus.
VHB merangsang respons imun tubuh, yang pertama kali datang
adalah respon imun nonspesifik yang diikuti oleh respon imun
spesifik.
3. Hepatitis C
Pathogenesis virus hepatitis B sama dengan virus hepatitis C.
3.3.5 Gejala Klinis
Pada kebanyakan orang terutama anak-anak apabila terinfeksi
hepatitis B tidak menimbulkan gejala. Gejala baru timbul apabila
seseorang telah terinfeksi selama 6 minggu. Gejala yang timbul dapat
berupa kehilangan nafsu makan, mual, muntah-muntah, lemas, merasa
lelah, nyeri perut terutama di sekitar hati, urin berwarna gelap, kulit
menjadi kuning, dan juga terlihat terutama pada mata, serta
kadangkadang pula disertai nyeri otot dan tulang-tulang.
Gambaran klinis infeksi akut HVA dapat sangat beragam berupa
bentuk yang asimtomatik atau simtomatik yang mungkin anikterik atau
dengan ikterik dan biasanya pada anak lebih ringan serta singkat
dibandingkan dengan dewasa.
Hepatitis asimtomatik
30
Infeksi yang asimtomatik ini selanjutnya dapat dibagi menjadi sub-
klinik atau tidak nyata (inapparent). Infeksi sub-klinik ditandai dengan
adanya kelainan fungsi hati, yaitu peningkatan aminotransferase serum,
sementara infeksi tak nyata hanya dapat diketahui dari pemeriksaan
serologik.
Hepatitis simptomatik
Gejala dan perjalanan penyakit hepatitis virus secara klinis dapat
dibedakan dalam 4 stadium yaitu masa inkubasi, pra-ikterik, ikterik, dan
fase penyembuhan.
Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah waktu antara terpapar oleh virus dengan
peningkatan nilai aminotransferase yang dapat berlangsung selama 18-
50 hari, dengan rata-rata kurang lebih 28 hari, Variasi jangka waktu
masa inkubasi ini mungkin tergantung dari dosis virus.
Masa prodromal (pra-ikterik) dan gambaran klinik
Masa prodromal adalah masa sebelum terjadinya ikterus, yang dapat
berlangsung selama 4 hari sampai 1 minggu. Masa pra-ikterik ini dapat
lebih dari 1 minggu pada <10% kasus dan pada beberapa kasus dapat
sampai 2 minggu.
Berbagai gejala klasik gastrointestinal, traktus respiratorius dan gejala
ekstra hepatik lainnya dapat dilihat dalam masa pra-ikterik ini. Gejala
yang paling banyak adalah lesu, lelah, anoreksia, nausea, muntah, rasa
tidak nyaman didaerah kanan atas abdomen, demam (biasanya < 39°C),
merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu, nasal discharge, sakit
tenggorokan dan batuk. Sakit kepala pada anak mungkin berat dan
disertai kekakuan leher sehingga menyerupai meningitis.
Intensitas anoreksia makin bertambah dari hari kehari, terutama pada
pagi sampai siang hari, sehingga makan malam lebih bisa ditoleransi
31
dibandingkan makan pagi atau siang. Muntahyang biasanya terjadi
jarang menjadi berat dan tidak berlangsung lama. Bila muntah menetap
dan mengakibatkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit,
harus dipikirkan kemungkinan variant virus hepatitisyang lebih serius
atau adanya komplikasi lain yang tidak berhubungan dengan hepatitis
ini. Penurunan berat badan yang ringan, mungkin terjadi pada masa
prodromal dan stadium akut. Mialgia dan fotofobia dapat terjadi pada
1/3 hasus. Gejala artralgia jarang terjadi. Gejala neurologik lainnyayang
dilaporkan oleh Pelletier dkk : 1985, berupa mononeurie kranial atau
perifer selama fase pra- ikterik dan ikterik.Pada pemeriksaan fisik
dalam masa prodromal ini mungkin hanya ditemukan hepatomegali
ringan yang nyeri tekan pada 70% kasus, atau manifestasi ekstrahepatik
lain pada kulit, sendi. Splenomegali dapat ditemukan pada 5-20%
penderita.
Masa ikterik dar penyembuhan.
Sebelum ikterus timbul, warna urin menjadi lebih gelap sampai seperti
teh tua akibat ekskresi bilirubin kedalam urin, dan warna tinja mungkin
terlihat lebih pucat, akibat berkurangnya ekskresi bilirubin kedalam
saluran cerna. Tanda penyakit pertamayang membawa penderita
mencari pertolongan dokter biasanya adalah warna urin yang berwarna
gelap dan ikterus. Gejala anoreksia, lesu, lelah, nausea, dan muntah
yang sudah terjad pada masa pra-ikterik menjadi lebih berat untuk
sementara waktu, pada saa ikterus terjadi. Dengan bertambah berat
ikterus, gejala menjadi lebih ringan. Pruritus dapat ditemukan
bersamaan dengan timbulnya ikterus atau beberapa hari sesudah.
Ikterus menghilang secara bertahap dalam 2 minggu 85% sudal
menghilang. Persentase berbagai gejala klinik pada anak berbeda
dengan orang dewasa. Nausea, muntah dan diare lebih banyak pada
anak, sementara mialgia, artralgia, lelah/lemah dan ikterus lebih banyak
pada dewasa.
32
3.3.6 Pemeriksaan
1. Hepatitis A
Diagnosis HAV ditegakkan dengan tes darah. Tes darah ini mencari
dua jenis dua antibodi terhadap virus yang disebut dengan IgM dan
IgG. Pertama yang dicari antibodi IgM, yang dibuat oleh sistem
kekebalan tubu lima sampai sepuluh hari sebelum gejala muncul,
dan biasanya hilang dalam enam bulan. Tes juga mencarai antibodi
IgG yang menggantikan IgM dan seterusnya melindungi terhadap
inveksi HAV.
- Bila tes darah menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan IgG, kita
kemungkinan tidak pernah terinfeksi HAV, dan sebaiknya dipertimbankan
untuk melakukan vaksinasi terhadap HAV
- Bila tes menunjukkan positif untuk antibodi IgM dan negatif untuk IgG
kita kemungkinan tertular HAV dalam enam bulan terakhir ini dan sistem
kekebalan sedang mengeluarkan virus atau infeksi menjadi semakin parah.
- Bila tes menunjukkan negatif untuk antibodi IgM dan positif untuk
antibodi IgG, kita kemungkinan terinfeksi HAV pada suatu waktu
sebelumnya, atau kita sudah divaksinasikan terhadap HAV.
2. Hepatitis B
- Viral Load HBV
Tes viral load yang serupa dengan tes yang dilakukan untuk
mengukur jumlah virus HIV dalam darah, yang dapat
mengetahui apakah HBV menggandakan diri di dalam hati.
HBV di atas 100.000 menunjukkan bahwa virus adalah aktif dan
mempunyai potensi besar untuk menyebabkan kerusakan pada
hati
33
- Tes Enzim Hati
Tingkat tes enzim hati yang dsebut SGPT dan SGOT diukur
dengan tes tes enzim hati yang sering disebut dengan tes fungsi
hati. Tingkat enzim hati yang tinggi menunjukkan bahwa hati
tidak berfungsi dengan baik. Dan memungkinkan memiliki
resiko kerusakan permanen pada hati. Selam infeksi hepatitis B
akut,tingkat enzim akan tinggi untuk sementara, tetapi hal ini
jarang menimbulkan masalah jangka panjang pada hati.
- Alfa-fetoprotein (AFP)
Ada tes yang mengukur tingkat AFP, yaitu sebuah protein yang
dibuat oleh sel hati kanker. Karena sesorang dengan hepatitis B
kronis beresiko lebih tinggi terhadap kanker hati. Tes ini paling
berguna untuk seseorang yang menderita sirosis.
- Ultrasound
Banyak spesialis hati juga mengusulkan pemeriksaan ultrasound
untuk mengetahui timbulnya kanker hati pada seseorang dengan
hepatitis B kronis, karena tes ini lebih peka dalam mendeteksi
tumor dibandingkan dengan AFP. Seperti halnya dengan
pemeriksaan AFP tes ini paling berguna untuk seseorang dengan
sirosis.
- Biopsi Hati
Mengukur viral blood HBV, tingkat enzim hati, dan AFP dalam
darah tidak dapat menentukan apakah ada kerusakan, bila ada
seberapa besar tingkat kerusakan. Untuk itu dibutuhkan biopsi
34
hati. Biopsi hati hanya diusulkan untuk pasien dengan dengan
viral blood HBV yang tinggi (diatas 100.000 kopi) dan tingkat
enzim hati yang tinggi.
3. Hepatitis C
- Tes antibodi HCV
Mendiagnosis infeksi HCV mulai dengan tes antibodi, serupa
dengan tes yang dilakukan untuk mendiagnosis infeksi HIV.
Antibodi terhadap HCV biasanya dapat dideteksi dalam darah
dalam enam atau tujuh minggu setelah virus tersebar dan masuk
ke tubuh. Bila tes HCV positif tes ulang biasanya dilakukan
untuk konfirmasi. Tes konfirmasi ini dapat tes antibodi lain atau
PCR.
- Tes viral Load HCV
Tes ini merupakan tes laboratorium yang sangat penting. Tes
viral load tidak dapat menentukan bila atau kapan seseorang
terkena hepatitis C akan mengalami sirosis atau gagal hati.
Namun viral load HVC dapat membantu meramalkan
kenerhasilan pengobatan. Sebagai petunjuk praktis, semakin
rendah viral load HCV, semakin mungkin kita berhasil dalam
pengobatan untuk HCV.
Viral load HVC dianggap rendah bila dibawah 2 juta kopi. Viral
load biasanya dilaporkan dalam satuan internasional (IU).
• Rendah: di bawah 2 juta kopi (600.000-800.000 IU)
• Tinggi: di atas 2 juta kopi (600.000-800.000 IU)
35
- Tes Enzim Hati
Seperti dengan hepatitis A dan B, enzim hati yang paling
penting dipantau adalah SGPT dan SGOT. Pada kurang lebih
dua pertiga orang dengan hepatitis C kronis tingkat SGPT terus
menerus meninggi. Hal ini menunjukkan pengrusakan terus
menerus pada sel hati. Tingkat SGOT juga sering tinggi pada
orang dengan hepatitis C kronis. Namun biasanya tingkat SGOT
biasanya lebih rendah dari pada SGPT. Bila sirosis terjadi
tingkat SGOT dapat naik di atas tingkat SGPT- ini tanda bahwa
kerusakan hati bertambah buruk.
- Biopsi hati
Viral load HCV dan pemeriksaan enzim hati adalah tes yang
sangat berguna. Namun, tes ini tidak dapat menentukan apakah
ada kerusakan pada hati oleh infeksi HCV, dan bila ada , berat
kerusakan tersebut.
Pemeriksaan HPA
36
A B
C D
hepatitis virus akut. A. Arsitektur keseluruhan lobulus menjadi tidak
jelas akibat peradangan intralobulus dan reaksi hepatoseluler terhadap
infeksi virus. B.Hepatosit periportal memperlihatkan perubahan-
perubahan reaktif dan dikelilingi oleh sel-sel radang serta sel kupffer
yang membesar. C. Peradangan intralobulus disertai sel kupffer yang
membesar dan badan-badan asidofilik (tanda panah). D. Degenerasi
balon pada sel hati. Tanda panah menunjukkan sebuah badan asidofilik.
37
Hepatitis virus B
1.Sel-sel hepatosit menunjukkan nekrosis fokal dan peradangan
infiltrat.
2. Tampak adanya infiltrasi sel-sel radang akut (MN) yang luas di
sekelilingi segitiga porta (portal triad).
3. Sel besar berwarna muda yang mengalami ballooning degeberation
4. pada tahap kemudian, hepatosit yang mati akan menyusut sebagai
bahan asidofilik
38
Hepatitis virus
1. Tampak daerah-daerah nekrosis yang luas pada lobus hati dan terlihat
berwarna kuning pucat. Lobus hati juga tampak mengalami kolaps
2. Pada potongan melintang tampak adanya daerah-daerah perdarahan
dan jaringan parut yang tidak teratur dan permukaan irisan
bergranular
3.3.7 Penularan
1. Kontak dengan virus dalam tinja.
Cara ini merupakan cara transmisi HVA yang tersering, mungkin
melalui jalur fekal-oral akibat kontak erat antar individu. Dari
beberapa studi disimpulkan bahwa masa infeksius pada sebagian
besar penderita adalah 2-3 minggu sebelum, sampai 8 hari sesudah
timbul ikterus. Penderita tidak infeksius pada 4 minggu/lebih
sebelum atau 19 hari / lebih sesudah timbul ikterus. Dengan
39
pemeriksaan PCR, HAV RNA dalam tinja masih dapat dideteksi
sampai 3-6 bulan, walaupun aminotransfferase sudah normal
kembali. Tidak ada infeksi persisten atau viremia yang menetap pada
hepatitis A.
2. Kontak dengan sumber virus hepatitis A yang bukan tinja
Tidak banyak data yang melaporkan tentang hal ini. Di antaranya
adalah kontak dengan sekret traktus respiratorius, urin dan saliva.
Transmisi melalui urin, secara epidemiologis tidak penting.
3. Transmisi perkutan melalui viremia
Jalur transmisi ini jarang terjadi. Virus ditemukan di dalam darah
pada akhir masa inkubasi. Akhir periode viremia ini, pada sebagian
besar tidak diketahui dengan tepat. Masih diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk mengetahui dengan tepat lamanya viremia berlangsung.
Karenaperiode viremia jauh lebih singkat dibandingkan hepatitis B
dan tidak ada iafeksi persisten, maka potensi transmisi perkutan
HVA dari penderita yang asimtomatik sangat sedikit jika
dibandingkan dengan HBV Jadi walaupun secara teori transmisi
perkutan HVA dimungkinkan, tetapi untuk infeksi dalam komunitas
tidak bermakna.
4. Makanan dan air
Makanan dan air merupakan bahan untuk transmisi yang banyak
dilaporkan disamping kontak erat individu. Sebagai contoh adalah
epidemi dan endemi yang dihubungkan dengan memakan kerang,
kontaminasi susu dengan air pencuci kontainer. Contoh lain adalah
juru masakyang menderita hepatitis A yang dapat menjadi sumber
infeksi.
40
Penularan macam-macam hepatitis
1. Hepatitis A
Hepatitis A ini terutama ditularkan per oral dengan menelan
makanan yang sudah terkontaminasi feses. Penyakit ini sering
terjadi pada anak-anak atau terjadi akibat kontak dengan orang
terinfeksi melalui kontaminasi feses pada makanan atau air minum,
atau dengan menelan kerang yang mengandung virus yang tidak
dimasak dengan baik. Penularan ditunjang oleh sanitasi yang buruk,
kesehatan pribadi yang buruk, dan kontak yanng intim (tinggal
serumah atau seksual). Masa penularan tertinggi adalah pada
minggu kedua segera sebelum timbulnya ikterus(Sylvia, Lorraine.
2005.).
2. Hepatitis B
Cara utama penularan hepatitis B adalahh melalui
parenteral dan menembus membran mukosa, terutama melalui
hubungan seksual. HbsAg ditemukan pada hampir semua cairan
tubuh orang yang terinfeksi darah, semen, saliva, air mata, air susu
ibu, urine, dan bahkan feses. Sebagian cairan tubuh (terutama
darah, semen, saliiva) telah terbukti bersifat infeksius
3. Hepatitis C
Terdapat dua bentuk virus hepatitis C, yang ditularkan
melalui darah dan ditularkan melalui enterik. Seperti hepatitis B,
hepatitis C diyakini dittularkan melalui jalur parenteral dan
kemungkinan melalui pemakaian obat IV dan transfusi darah
41
3.3.8 Manivestasi Rongga Mulut
1. Manifestasi Klinik
Kadang bisa saja seorang yang terinfeksi HAV tidak menunjukkan
gejala yang berarti, namun walaupun ditemukan kejadian seperti ini
feses dari orang tersebut tetaplah infeksius. Gejala yang biasanya
diderita adalah: meriang / tidak enak badan, nausea, vomiting, dan
diare, kehilangan nafsu makna sehingga berat badan turun, ikterik,
kulit gatal,sakit di bagian abdominal.(Magee,2008)
Masa infeksi biasanya berakhir dalam dua bulan, tetapi kadang-
kadang menjadi lebih lama pada sebagian orang. Sekali terinfeksi
dan tubuh dapat mengalahkan virus maka tubuh akan memiliki
kekebalan.
2. Manifestasi di rongga mulut
Salah satu manifestasi hepatitis pada rongga mulut adalah:
- Bau mulut yang khas, yaitu bau keton (gas protein)
- Bisa terjadi ikterus yaitu pewarnaan seperti pigmentasi berwarna
kuning pada mukosa rongga mulut akibat tingginya kadar
bilirubin dalam darah
- Palatum kuning
- Bleeding Spontan
- Lichen planus
- Pembentukan batu pada saluran kelenjar saliva → Xerostomia
dan halitosis
- Gingiva berwarna kuning karena adanya penumpukan bilirubin
42
BAB IV
KESIMPULAN
1. Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan
mukosa gaster. Gastritis dibagi menjadi dua, yaitu gastritis akut dan
gastritis kronis.
2. Gastritis memiliki banyak etiologi, diantaranya adalah :Bakteri
Helycobacter pylori, konsumsi NSAID, penggunaan antibiotika, Infeksi
cytomegalovirus, Enteric rotavirus dan Calicivirus, Jamur Candida
species, Histoplasma capsulatum
3. dan Mukonaceae, serta konsumsi alcohol dan rokok .
Gejala klinis dari gastritis diantaranya :
Gastritis Akut
• Adanya nyeri di daerah epigastrium dengan keparahan yang
bervariasi
• Suatu perasaan penuh atau terbakar di perut bagian atas.
• Gejala mual dan muntah
• Bermanifestasi sebagai hematemesis, melena, dan pengeluaran
darah yang mematikan
• Terjadi ulkus, kalau prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
Gastritis Kronis
• Biasanya tidak atau sedikit menimbulkan gejala
43
• Dapat timbul rasa tidak enak di abdomen atas serta
mual dan muntah
4. Kolitis ulserattiva merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang
umumnya berlangsung lama disertai masa remisi dan eksaserbasi yang
berganti-ganti.
5. Etiologi dari colitis ulseratif yaitu belum diketahui secara pasti, tetapi
nampaknya faktor genetik, kelainan sistem imun, virus atau bakteri serta
tidak disebabkan oleh stress emosional atau sensitifitas terhadap makanan.
6. Gejala klinis dari colitis ulseratif yaitu nyeri abdomen, diare, perdarahan
rectum, nausea, muntah, dan demam
7. Hepatitis adalah suatu proses peradangan difus pada jaringan yang dapat
disebabkan oleh infeksi virus dan oleh reaksi toksik terhadap obat-obatan serta
bahan-bahan kimia. Hepatitis virus merupakan infeksi sistemik oleh virus
disertai nekrosis dan klinis, biokimia serta seluler yang khas
8. Etiologi dari hepatitits ini adalah :
• Virus hepatitis A, B, C, D, E, G, TT
• Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella typhi.
• Penyakit – penyakit yang melibatkan hati
• Infeksi cacing hati
9. Gejala klinis dari hepatitis meliputi fase-fase :
• Fase Inkubasi
• Fase Prodormal
• Fase Ikterus
• Fase penyembuhan
44
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia and M. Wilson, Lorraine. Patofisiologi Edisi 6 Volume 1. Jakarta:
EGC.
Aleq Sander, Mochamad. 2003. Atlas Berwarna Patologi Anatomi. Jakarta : PT.
Raja Gravindo Persada.
Bayle, T.J. 1995. Ilmu Penyakit Dalam untuk Profesi Kedokteran Gigi. Alih
Bahasa : dr Iyan Darmawan. Jakarta : EGC
Birnkrant J, et al.2006. Crash Course Pediatrics. Elseveier. Philadelphia
Dina Aprilia A.2008. Kolitis Ulseratif Ditinjau dari Aspek Etiologi, Klinik, dan
Patogenesa.USU:e-Repository
Hirlan. 2007. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. IPD FK UI.
Jakarta
Lawrence T, et al. 2004. Current Medical Diagnosis & Treatment. Mc Graw Hill.
USA
Robbins, Stanley L, Ramzi Cotran,MD,dkk. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta:
EGC
Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem (Ed 2). EGC. Jakarta
Sibuea, Herdin W., 2005. Ilmu Penyakit Dalam . Jakarta : Rineka Cipta
Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
45
46