siap
DESCRIPTION
siapTRANSCRIPT
�
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KO NDUKSI
PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT
ENERGI BERBENTUK SILINDER
SKRIPSI
NURZANNAH
090801014
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2014
�
SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI
PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI
BERBENTUK SILINDER
ABSTRAK
Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite
difference pada persamaan konduksi kalor dengan sistem fisis pembangkit energi
berbentuk silinder pada arah radial. Dalam tulisan ini diterangkan teknik solusi
analitik dan solusi numerik untuk menentukan distribusi temperatur dan aliran kalor
pada konduksi kalor dalam keadaan tunak berdimensi satu akibat pembangkit energi.
Dalam suatu benda yang memiliki gradien temperatur maka akan terjadi perpindahan
energi atau perambatan panas dari bagian yang bertemperatur tinggi ke bagian yang
bertemperatur rendah. Perhitungan distribusi temperatur melibatkan persamaan
diferensial parsial. Solusi analitik dan solusi numerik untuk menentukan distribusi
temperatur dan aliran kalor pada konduksi panas dalam keadaan tunak berdimensi satu
akibat pembangkit energi berbentuk silinder pada arah radial adalah dengan
menggunakan metode beda hingga. Dari hasil perhitungan tersebut diperoleh galat
antara solusi analitik dan solusi numerik, yaitu pada saat r = 0 galatnya 0.7 % dan
pada saat r = b ralatnya 0.9 %.
Kata kunci : konduksi panas, silinder, metode beda hingga
�
ANALYTIC AND NUMERICAL SOLUTIONS ON THE HEAT
CONDUCTION OF RADIAL DIRECTION FORM
THE ENERGY GENERATING CYLINDER
ABSTRACT
Calculation has been done analytically and numerically by finite difference approach
to the heat conduction equation with physical systems cylindrical energy generation in
the radial direction. This paper presents analytic and numerical solution techniques for
determining temperature distribution and heat flow in one dimensional steady state
heat conduction with energy generation. A plate having temperature gradient will
conduct energy transfer or heat transfer from high temperature side to low temperature
side. Temperature distribution calculation involves partial differential equation.
Analytical and numerical solutions to determine the temperature distribution and heat
flow in steady-state heat conduction in a one-dimensional energy generation due to the
particular object has a cylindrical shape is to use a finite difference method. The
calculation of the results obtained by the error between the analytical solution and
numerical solution, namely when r = 0 and the error 0.7% when r = b error 0.9%.
Key words: heat conduction, cylinder, finite difference method
�
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan i
Pernyataan ii
Penghargaan iii
Abstrak v
Abstract vi
Daftar Isi vii
Daftar Simbol ix
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Batasan Masalah 1
1.3 Rumusan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 2
1.5 Manfaat Penelitian 2
1.6 Metode Penulisan 3
1.7 Sistematika Penulisan 3
Bab 2 Tinjauan Pustaka
2.1 Umum 5
2.2 Laju Perpindahan Panas 5
2.3 Aliran Panas Lewat Konduksi 7
2.4 Konduksi Pada Silinder 8
2.5 Metode Beda Hingga 9
2.5.1 Beda Maju 11
2.5.2 Beda Mundur 11
2.5.3 Beda Tengah 12
Bab 3 Metodologi penelitian
3.1 Diagram Alir Penelitian 13
Bab 4 Hasil dan Pembahasan
4.1 Solusi Analitik 14
4.1.1 Benda Berbentuk Silinder dengan Pembangkit
Energi dan Temperatur Konstan 14
4.1.2 Fluks Panas 16
4.1.3 Benda Berbentuk Silinder dengan Pembangkit
Energi dan Konveksi 17
4.2 Solusi Numerik 19
4.2.1 Persamaan Konduksi Panas pada Koordinat Silinder 20
4.2.1 Metode Beda Hingga pada Koordinat Silinder 20
4.1.3 Menentukan Syarat Batas 23
Bab 5 Kesimpulan dan Saran
�
4.1 Kesimpulan 30
4.2 Saran 30
DAFTAR PUSTAKA 31
LAMPIRAN A : Alfabet Yunani 33
LAMPIRAN B : Penyelesaian Konduksi Secara Analitik 34
LAMPIRAN C : Penyelesaian Konduksi Secara Numerik 38
LAMPIRAN D : Kondisi Sistem Fisis 42
�
DAFTAR SIMBOL
Simbol-simbol yang digunakan dalam skripsi ini dan fungsinya:
r = Jari-jari
k = Konduktivitas termal
h = Koefisien pindah panas
g = Energi panas elektrik
T = Temperatur
Tw = Temperatur permukaan
T� = Temperatur fluida
= Laju perpindahan panas
q'' = Laju aliran panas melalui satuan luas
q''' = Laju produksi panas persatuan volume
A = Luas penampang
H = Panjang silinder
�
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Solusi analitik untuk masalah konduksi panas seperti pada geometrik yang
komplek, problem nonlinear, sistem termal yang meliputi coupling antara elemen-
elemen sangat rumit. Untuk menyelesaikan masalah konduksi panas satu dimensi
pada keadaan tunak dengan pembangkit energi adalah menentukan distribusi
temperature dan aliran rata – rata panas pada medium dengan bentuk geometrinya
diambil contoh yaitu; bidang datar, silinder.
Perambatan panas konduksi pada katagori sistem dengan bentuk fisik
silinder adalah perambatan satu dimensi bilamana suhu benda hanya merupakan
fungsi jarak radial dan tidak bergantung dari sudut azimut. Perambatan panas
dipengaruhi sifat-sifat fisik medium yang dilalui diantaranya konduktivitas panas k,
panas spesifik c dan kepadatan massa m yang dibangun dengan menganggap
bahwa panas mengalir merambat secara kontinu. Penelitian ini bertujuan untuk
melakukan kajian tentang model perambatan panas pada benda-benda dengan
bentuk fisik silinder dengan memandang sebagai persoalan konduksi satu dimensi.
1.2 Batasan Masalah
Adapun batasan masalahnya adalah sebagai berikut:
1. Banyaknya bahan bakar, proses dan energi yang dihasilkan diabaikan.
2. Temperatur permukaan pada benda berbentuk silinder dianggap konstan.
3. Fluks panas terjadi pada arah radial saja.
4. Tidak memperhitungkan nilai konduktivitas termal
�
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan digunakan
yaitu:
1. Bagaimana menentukan solusi analitik konduksi panas pada pembangkit
energi?
2. Bagaimana menentukan solusi numerik konduksi panas pada pembangkit
energi?
3. Bagimana perbandingan hasil penyelesaian dari solusi analitik dan solusi
numerik konduksi panas?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini adalah
1. Mendeskripsikan solusi analitik konduksi panas pada pembangkit energi.
2. Mendeskripsikan solusi numerik konduksi panas pada pembangkit energi.
3. Mendeskripsikan perbandingan hasil penyelesaian dari solusi analitik dan
solusi numerik konduksi panas pada pembangkit energi.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi penulis, sebagai tambahan informasi dan wawasan mengenai bagaimana
menentukan solusi analitik dan solusi numerik konduksi panas pada
pembangkit energi.
2. Bagi pembaca, sebagai masukan dan sumbangan pemikiran untuk
memecahkan permasalahan dalam menentukan distribusi temperature dan
aliran panas pada konduksi panas dengan menggunakan metode beda hingga.
�
1.6 Metode Penulisan
Metode kajian pustaka dipilih dalam penelitian ini dengan menggunakan
beberapa literatur dari berbagai sumber pustaka terkait. Kegiatan studi penelitian
ini diuraikan secara lebih rinci dibawah ini.
1. Studi Literatur
Merupakan tahap pengumpulan literatur mengenai : Perpindahan Panas,
Konduksi, Konveksi, Fluks Panas, Koordinat Silinder, dan Metode Beda
Hingga.
2. Pengkajian Literatur
Merupakan tahap penyelesaian dengan permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian sehingga didapat informasi yang diinginkan.
3. Pengolahan Informasi
Merupakan tahap untuk menganalisa informasi sehingga didapat informasi
yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dalam
penelitian.
4. Merangkum Kesimpulan
Merupakan jawaban dari setiap permasalahan yang akhirnya suatu fakta
ilmiah mengenai fenomena yang ditinjau.
5. Penulisan Laporan
Merupakan tahap penulisan laporan penelitian yang telah dilakukan dalam
bentuk skripsi.
1.7 Sistemetika Penulisan
Sistematika penulisan masing-masing bab adalah sebagai berikut :
BAB I Pedahuluan
Bab ini merupakan Latar Belakang, Rumusan Masalah, Batasan
Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penulisan, dan
Sistematika Penulisan dari Tugas Akhir ini.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi teori yang mendasari penelitian ini.
�
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang metode yang digunakan dan diagram alir
dari penelitian.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini mencakup hasil penelitian berupa penejelasan metode beda
hingga yang digunakan untuk menentukan distribusi temperature pada
benda berbentuk silinder.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang diperoleh dari bab sebelumnya yaitu
hasil dan pembahasan terkait dari tujuan penelitian. Dan juga saran
yang diberikan untuk kajian lebih lanjut dari skripsi ini.
�
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material
yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya
kesetimbangan panas. Kesetimbangan panas terjadi jika panas dari sumber panas sama
dengan jumlah panas benda yang dipanaskan dengan panas yang disebarkan oleh
benda tersebut ke medium sekitarnya. Proses perpindahan panas ini berlangsung
dalam 3 mekanisme, yaitu:
1. Konduksi
2. Konveksi
3. Radiasi
Dalam prakteknya ketiga proses perpindahan panas tersebut sering terjadi secara
bersama-sama. Namun, dalam bab ini akan dijelaskan teori perpindahan panas secara
konduksi.
2.2 Laju Perpindahan Panas
Konduksi adalah proses perpindahan panas dari suatu bagian benda padat atau
material ke bagian lainnya. Perpindahan panas secara konduksi dapat berlangsung
pada benda padat, umumnya logam.
Jika salah satu ujung sebuah batang logam diletakkan di atas nyala api,
sedangkan ujung yang satu lagi dipegang, bagian batang yang dipegang ini suhunya
akan naik, walaupun tidak kontak secara langsung dengan nyala api. Pada
perpindahan panas secara konduksi tidak ada bahan dari logam yang berpindah. Yang
terjadi adalah molekul-molekul logam yang diletakkan di atas nyala api membentur
molekul-molekul yang berada di dekatnya dan memberikan sebagian panasnya.
Molekul-molekul terdekat kembali membentur molekulmolekul terdekat lainnya dan
�
memberikan sebagian panasnya, dan begitu seterusnya di sepanjang bahan sehingga
suhu logam naik.
Jika pada suatu logam terdapat perbedaan suhu, maka pada pada logam
tersebut akan terjadi perpindahan panas dari bagian bersuhu tinggi ke bagian bersuhu
rendah.
Besarnya laju perpindahan panas (q) berbanding lurus dengan luas bidang (A)
dan perbedaan suhu pada logam tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar
2-1. Secara matematis dinyatakan sebagai:
�����
Gambar 2.1 Laju Perpindahan Panas
Dengan memasukkan konstanta kesetaraan yang disebut konduktivitas thermal
didapatkan persamaan berikut yang disebut juga dengan hukum Fourier tentang
konduksi:
�����
dimana : = Laju perpindahan panas (W)
k = Konduktivitas termal (W/m oC)
A = Luas penampang (m2)
= Gradien suhu,yaitu laju perubahan suhu T dalam arah aliran x
(oC/m)
Tanda minus (-) menunjukkan arah perpindahan panas terjadi dari bagian yang
bersuhu tinggi ke bagian yang bersuhu rendah.
Nilai kondukitivitas thermal suatu bahan menunjukkan laju perpindahan panas
yang mengalir dalam suatu bahan. Konduktivitas thermal kebanyakan bahan
merupakan fungsi suhu, dan bertambah sedikit kalau suhu naik, akan tetapi variasinya
�
kecil dan sering kali diabaikan. Jika nilai konduktivitas thermal suatu bahan makin
besar, maka makin besar juga panas yang mengalir melalui benda tersebut. Karena itu,
bahan yang harga k-nya besar adalah penghantar panas yang baik, sedangkan bila k-
nya kecil bahan itu kurang menghantar atau merupakan isolator.
2.3 Aliran Panas Lewat Konduksi
Dalam konduksi, panas ditransmisikan dari satu lokasi dalam badan ke lokasi lain juga
dalam badan sebagai akibat dari perbedaan temperatur yang ada di dalam badan -
tidak ada gerakan makroskopik dari setiap bagian badan. Dengan mekanisme seperti
inilah, akan ditunjukkan dalam pasal ini, panas yang dihasilkan dalam batang bahan
bakar dipindahkan ke permukaan batang. Konveksi panas, sebaliknya, melibatkan
perpindahan panas ke cairan atau gas, yang bergerak sebagai hasil dari perbedaan
temperatur dan penolakan panas di lokasi lain. Jadi, panas yang di pindahkan dengan
cara konduksi ke permukaan batang bahan bakar dibawa ke pendingin dan keluar dari
sistem dengan cara konveksi.
Hubungan dasar yang mengatur konduksi panas adalah hukum Fourier, yang untuk
media
isotropik ditulis sebagai
�����
Laju produksi panas total di dalam V adalah sama dengan
�����
Dimana :
q'' : Laju aliran panas melalui satu satuan luas.
T : Temperature.
k : Sejumlah zat penting diberikan
q''' : Laju produksi panas per satuan volume.
Hasil ini dapat diterapkan untuk beberapa masalah yang menarik dalam reaktor
nuklir. Salah satu masalah sentral, seperti yang terlihat, adalah perhitungan jumlah
panas yang dapat dipindahkan keluar dari batang bahan bakar dan akhirnya ke
pendingin pada suatu temperature maksimum dalam bahan bakar. Temperatur bahan
�
bakar maksimal adalah suatu kondisi preset yang tidak boleh dilampaui untuk alasan
keamanan.
2.4 Konduksi pada Silinder
Arah perpindahan panas pada benda berbentuk silinder seperti tabung atau pipa adalah
radial. Pada Gambar 2.4 ditunjukkan suatu pipa logam dengan jarijari dalam ri, jari-
jari luar ro, dan panjang L, perbedaan suhu permukaan dalam dengan permukaan luar
adalah
Gambar 2.2 Aliran radial panas di dalam silinder
Perpindahan panas pada elemen dr yang jaraknya r dari titik pusat adalah:
�����
Luas bidang permukaan silinder berjari–jari r adalah
����
Sehingga
����
Bentuk umum persamaan konduksi panas silinder :
�����
Konduksi panas pada arah radial :
������
Konduksi panas arah radial pada silinder dengan pembangkit energi :
�
������
2.5 Metode Beda Hingga (Finite Difference Method)
Metode beda hingga adalah metode numerik yang umum digunakan untuk
menyelesaikan persoalan teknis dan problem matematis dari suatu gejala fisis. Secara
umum metode beda hingga adalah metode yang mudah digunakan dalam penyelesaian
problem fisis yang mempunyai bentuk geometri yang teratur, seperti interval dalam
1D (satu dimensi), domain kotak dalam dua dimensi, dan kubik dalam ruang tiga
dimensi.
Berbeda dengan metode elemen hingga (Finite Element Method) yang
memiliki banyak variasi bentuk elemennya, yaitu bentuk segi empat, segi tiga dan segi
yang lain. Sedangkan metode beda hingga bentuk diskritisasi elemennya hanya
berbentuk segi empat saja.
Aplikasi penting dari metode beda hingga adalah dalam analisis numerik,
khususnya pada persamaan diferensial biasa dan persamaan diferensial parsial.
Prinsipnya adalah mengganti turunan yang ada pada persamaan diferensial dengan
diskritisasi beda hingga berdasarkan deret Taylor. Secara fisis, deret Taylor dapat
diartikan sebagai besaran tinjauan pada suatu ruang dan waktu (ruang dan waktu
tinjauan) dapat dihitung dari besaran itu sendiri pada ruang dan waktu tertentu yang
mempunyai perbedaan yang kecil dengan ruang dan waktu tinjauan (Anderson, 1984).
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai:
������
Dengan h adalah �r , subskrip i merupakan titik grid, superskrip n
menunjukkan time step dan adalah reminder atau biasa disebut truncation error
yang merupakan suku selanjutnya dari deret tersebut yang dapat dinyatakan sebagai
berikut,
������
Metode ini akan membuat pendekatan terhadap harga-harga yang tidak
diketahui pada setiap titik secara diskrit. Dimulai dengan pemodelan dari suatu benda
dengan membagi-bagi dalam grid atau kotak-kotak hitungan kecil yang secara
�
keseluruhan masih memiliki sifat yang sama dengan benda utuh sebelum terbagi
menjadi bagian-bagian yang kecil. Penerapan metode ini pada persamaan adveksi
adalah memperkirakan persamaan differensial yang bersangkutan beserta syarat-syarat
batasnya dengan seperangkat persamaan aljabar. Dengan mengganti daerah yang
kontinu dengan suatu pola titik-titik tersebut. Sistem dibagi menjadi sejumlah subluas
yang kecil dan memberi nomor acuan kepada setiap subluas.
Metode beda hingga bersifat eksplisit, artinya keadaan suatu sistem atau solusi
variabel pada suatu saat dapat digunakan untuk menentukan keadaan sistem pada
waktu beriukutnya. Berbeda dengan metode implisit, yang mana penentuan solusi
sistem harus dengan memecahkan sistem pada kedua keadaan, sekarang dan yang
akan datang.
Berdasarkan ekspansi Taylor di atas (persamaan 2.12), terdapat tiga skema beda
hingga yang biasa digunakan dalam diskritisasi PDP, yaitu beda maju, maju mundur,
dan maju tengah. Berikut adalah skema beda hingga untuk koordinat silinder pada
arah radial.
Gambar 2.3 Skema beda hingga pada arah radial koordinat silinder
2.5.1 Beda Maju
Untuk beda maju, mencari nilai suatu fungsi independent variabelnya di geser
ke depan sebesar �r. Berikut ekspansi Taylor :
�
Secara umum, symbol �T/�r*�r menunjukkan kemiringan (gradient) nilai
fungsi T pada jika r digeser sebesar �r. Sementara symbol �2T/�r
2
menunjukkan lengkungan (curvature) dari titik tsb jika r digeser sebesar
�r.
����� ��
� ��
������������������������������ ����� � �
2.5.2 Beda Mundur
Untuk beda mundur, mencari nilai suatu fungsi independent variabelnya di
geser ke belakang sebesar �r. Berikut ekspansi Taylor :
Maka,
����� ��
� ��
����������������������������� ����� ��
�
�
2.5.3 Beda Tengah
Jenis beda hingga yang ketiga adalah beda tengah, di mana untuk mencari
kemiringan dari fungsi tersebut dengan menggunakan perbedaan nilai
fungsinya dari beda depan dan beda belakang. Secara matematis, beda
tengah adalah penjumlahan dari beda depan dan beda belakang.
----------------------- +
���� ��
atau
���� �
�
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Diagram Alir Penelitian
Berikut adalah diagram alir penelitian konduksi pada arah radial dari pembangkit
energy berbentuk silinder.
Gambar 3.1 diagram alir penelitian konduksi
�
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Solusi Analitik
Metode Analitik adalah metode penyelesaian model matematika dengan rumus-rumus
aljabar yang sudah lazim.
4.1.1 Benda yang Berbebntuk Silinder dengan Pembangkit Energi dan
Temperatur Permukaan Konstan
Perhatikan suatu silinder panjang dengan jari-jari dalam r, dan panjang L, seperti pada
gambar 4.1. Untuk silinder yang panjangnya sangat besar dibandingkan dengan
diameternya, dapat diandaikan bahwa aliran kalor berlangsung menurut arah radial,
sehingga koordinat ruang yang diperlukan untuk menentukan sistem ini adalah r .
Gambar 4.1 Konduksi panas radial pada silinder.
Pada gambar 4.2 benda silinder dengan radius r = b , di mana temperature permukaan
disebut temperatur yang sama yaitu Tw, konduktiviti termal dan pembangkit energi
konstan.
�
Gambar 4.2 Benda Silinder dengan Pembangkit Energi
Persamaan konduksi panas, dimana :
Temperatur permukaan = Tw
T(r) = Tw pada r = b �������
Persamaan (4.3a) diselesaikan dengan integrasi pertama :
Untuk maka distribusi temperature menjadi
Dengan mengintegrasikan persamaan (4.5), maka
Untuk syarat batas pada temperature T(r) = Tw pada r = b, maka
�
Distribusi temperatur dari pers (4.5) dimasukkan ke pers (4.4) menjadi ;
4.1.2 Fluks Panas
Hukum dasar yang memberikan hubungan antara laju aliran panas dengan gradient
temperatur, berdasarkan observasi eksperimen, yang secara umum dinamakan setelah
ahli Matematika dan Fisika dari Perancis Joseph Fourier yang menggunakannya dalam
teori analisanya tentang panas. Untuk material homogen, solid isotropic (contohnya:
material yang konduktivitas termalnya tidak bergantung pada arah. Hukum Fourier
diberikan dalam bentuk dimana gradient temperatur adalah normal vektor ke
permukaan isothermal, vektor flux panas q(r,t) menggambarkan laju aliran panas per
satuian waktu, per satuan luas dari permukaan isothermal pada arah yang mengalami
penurunan temperatur, dan k adalah konduktiviats termal dari material yang positif
secara kuantitas skalarnya. Jika vektor flux panas q(r,t) berada pada arah yang
temperaturnya menurun, tanda minus pada persamaan (4.2) membuat laju aliran panas
bernilai positif. Jika flux panas dalam W/m2 dan gradient temperatur adalah
oC/m,
konduktivitas termal bersatuan W/m oC.
Sehingga jelas bahwa laju aliran panas untuk gradient temperatur yang
diberikan secara langsung proporsional terhadap konduktivitas termal dari material.
Sehingga dalam analisa perpindahan panas konduksi, konduktifitas termal dari
material adalah sifat yang sangat penting, yang mengontrol laju aliran panas dalam
suatu medium.
Fluks panas di dalam medium didefinisikan sebagai berikut :
Untuk fluks panas pada batas permukaan adalah
Jika r = b maka fluks panas menjadi :
Jika temperatur tinggi terjadi ditengah silinder maka temperatur digaris tengah
diperoleh dari pers (4.6) dengan menentukan r = 0 menjadi :
�
4.1.3 Benda Berbentuk Silinder dengan Pembangkit Energi dan Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas oleh gerakan massa pada fluida dari suatu daerah
ruang ke daerah lainnya. Perpindahan panas konveksi merupakan mekanisme
perpindahan panas antara permukaan benda padat dengan fluida. Mekanisme fisis
perpindahan panas konveksi berhubungan dengan proses konduksi. Guna menyatakan
pengaruh konduksi secara menyeluruh digunakan hukum Newton tentang
pendinginan, yaitu :
dimana:
= Laju perpindahan panas (W)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi
A = Luas permukaan
Tw = Suhu permukaan (oC)
= Suhu fluida (oC)
Pada gambar 4.3, aplikasi energi pada disipasi energi secara konveksi yang berasal
dari luar permukaan menuju ke dalam dengan temperatur yang konstan .
Konveksi
Gambar 4.3 Benda berbentuk silinder dengan pembangkit energi ke kondisi batas
konveksi
�
Secara matematik dapat ditulis persamaan:
Persamaan (4.14a) diintegrasikan dan diaplikasikan ke syarat batas pers (4.14b)
dengan menentukan C1 = 0 maka,
Persamaan diatas diintegrasikan untuk mendapatkan distribusi temperatur pada C2
menjadi :
Pers (4.14c) diintegrasikan dengan syarat batas r = b maka C2 menjadi :
Distribusi temperatur pada silinder menjadi :
Secara fisika koefisien perpindahan panas mempunyai 2 batasan yaitu :
1. Distribusi temperatur pada bidang datar (slab) pada koefisien perpindahan
panas
maka,
2. Koefisien perpindahan panas yang bernilai kecil di mana temperature T(r)
menjadi tak terhingga, maka syarat batas pada pers (4.14b) menjadi :
Fluks panas didefenisikan menjadi :
�
Persamaan (4.14) disubtitusikan ke persamaan (4.19), maka menjadi :
4.2 Solusi Numerik
Metode Numerik adalah teknik yang digunakan untuk memformulasikan persoalan
matematika sehingga dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan biasa (+, - , / , *).
4.2.1 Persamaan Konduksi Panas pada Koordinat Silinder
Persamaan konduksi panas pada koordinat silinder adalah sebagai berikut.
Persamaan konduksi panas pada koordinat silinder hanya dihitung pada arah radialnya
saja, terlihat pada persamaan (4.23).
Untuk persamaan konduksi panas pada arah radial dengan pembangkit energy,yaitu :
4.2.2 Metode Beda Hingga pada Koordinat Silinder
Metode beda hingga yang digunakan dalam menyelesaikan persamaan konduksi panas
pada silinder adalah metode beda tengah. Gambar 4.4 Menunjukkan penggunaan
metode beda hingga pada koordinat silinder.
�
��
����
���
����
��
�
Gambar 4.4 Metode Beda Hingga pada Koordinat Silinder
Pendekatan beda tengah untuk turunan parsial pada persamaan (4.22) adalah sebagai
berikut
Untuk persamaan konduksi panas pada arah radial dengan pembangkit energy,yaitu :
syarat batas dan , maka ;
Persamaan tersebut harus diturunkan untuk mendapatkan pendekatan orde dua. Dari
persamaan (4.24), maka didapat;
Subtitusikan persamaan (4.25a) dan (4.25a) kedalam persamaan (4.27) untuk
mendapatkan persamaan kesetmbangan panas.
Persamaan (4.28) dapat disederhanakan menjadi;
Bentuk beda hingga untuk persamaan energi dibagi kedalam M bagian, dan
ketebalannya (�r) adalah ;
�
Pada Gambar 4.6, setiap bagian berisi M + 1 pada lokasi berikut;
r = (m-1) ∆r pada m = 1,2,…, M+1 ������
Gambar 4.6 Seleksi Node pada Benda Berbentuk Silinder
dengan node – node m =1 dan m = M+1 sebanding dengan pusat dan luar batas
permukaan benda silinder, dan node m=2,3,…,M adalah node dalam (seperti gambar
diatas). Untuk temperatur node M+1 dinyatakan sebagai;
pada m =1,2,…,M+1 2-15 ������
Panas yang timbul pada element dengan ketebalan pada node m maka;
Dimana;
H = panjang silinder
Dari persamaan (4.28) didapat kesetimbangan energi pada silinder ;
Atau
untuk ������
untuk node m = 1 dengan radius maka;
�
������
Rata – rata panas yang timbul ������
Dari persamaan (4.31), persamaan beda hingga untuk kesetimbangan konduksi panas
pada tengah node m = 1, maka;
Pada syarat batas r = b maka perlu menentukan syarat batas temperatur , fluks panas
dan konveksi.
4.2.3 Menentukan Syarat Batas
a. Syarat Batas Temperatur
Jika temperatur pada batas permukaan di node M yang spesifik yang disebut
maka;
pada m = M + 1
b. Syarat Batas Fluks Panas
Kesetimbangan energi pada batas node M+1 di r = b maka;
Dimana �����
Dari ekspresi diatas diperoleh;
Untuk m = M + 1 ������
�
c. Syarat Batas Konveksi
�
Dimana ������
Subtitusikan persamaan (4.37)ke persamaan kesetimbangan energi dan
persamaan bedahingga dengan syarat batas r = b pada m = M + 1 maka dapat
ditulis sebagai berikut;
�������
Contoh benda yang berbentuk silinder.
Benda sejenis chrome nikel yang berbentuk batang dengan diameter 10 cm,
konduktiviti termal , energi yang timbul dari panas elektrik
dengan rata-rata . Permukaan batang dipanasi secara konveksi dengan
koefisien perpindahan panas pada temperatur
a. Tentukan distribusi temperatur secara analitik!
b. Tentukanlah persamaan beda hingga jika radius batang dibagi kedalam 5
interval!
c. Galat
Penyelesaian :
Dik :
�
Dit : a. Secara Analitik
b. Secara Numerik
c. Galat
Jawab :
a. Penyelesaian secara analitik
Dari persamaan (4.17) :
Maka,
Pada saat r = 0
Pada saat r = 0.01
Pada saat r = 0.02
Pada saat r = 0.03
�
Pada saat r = 0.04
Pada saat r = b
b. Penyelesaian secara numerik
M = 5, maka;
Persamaan beda hingga dipusat (4.35) pada node m =1 maka diperoleh;
untuk m = 1
Persamaan beda hingga dari persamaan (4.32) untuk node m =2 s/d 5 maka
diperoleh ;
Hasil akhir persamaan beda hingga (4.39) untuk syarat batas konveksi pada
node m = M+1 = 6 maka diperoleh;
�
Diperoleh persamaan berbentuk matrik 6 X 6 untuk 6 node temperatur Tm, m
= 1 s/d 6.
Dari persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks;
Dari persamaan diatas diperoleh matriks tridiagonal, maka selanjutnya dengan
menggunakan program aplikasi Matlab akan diperoleh temperaturnya dalam
bidang silinder.
�
Tabel 4.1 Hasil distribusi temperature secara numerik
Node Temperatur
1 1682.18
2 1666.55
3 1619.68
4 1541.55
5 1432.31
6 1291.78
c. Galat
Berdasarkan hasil distribusi analitik dan numerik, maka diperoleh galatnya.
Tabel 4.2 Hasil galat dari distribusi temperatur secara analitik dan numerik
Node R T analitik (oC)
T numerik (oC)
Galat (%)
1 0 1670.625 1682.18 0.7
2 0.01 1655 1666.55 0.7
3 0.02 1608.125 1619.68 0.7
4 0.03 1530 1541.55 0.7
5 0.04 1420.625 1432.31 0.8
6 0.05 1280 1291.78 0.9
�� Hasil Simulasi Numerik�
Penyelesaian masalah kajian perambatan panas dilakukan dengan simulasi
komputer menggunakan software matematika MATLAB 7.10. Berdasarkan
Tabel 4.2 maka diperoleh hasil simulasi numerik.�
�
�
Gambar 5.1 Hasil Simulasi Distribusi suhu
�
�
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Secara analitik bahan krom nikel memiliki temperatur permukaan isolasi pada
r = 0 diperoleh sebesar , temperatur pada batas konveksi r = b
diperoleh sebesar
2. Secara numerik bahan krom nikel memiliki temperatur pemukaan isolasi r = 0
terjadi pada node m = 1 sebesar , temperatur pada batas konveksi r
= b terjadi pada node m = 6 sebesar
3. Galat perambatan kalor antara solusi analitik dan solusi numerik pada bahan
krom nikel adalah pada saat r = 0 galatnya 0.7 % dan pada saat r = b galatnya
0.9 %.
3.2 Saran
Pada tulisan ini dalam menentukan perambatan panas pada arah radial dari benda
berbentuk silinder. Oleh karena itu diharapkan untuk peneliti selanjutnya dapat
menentukan perambatan panas pada arah radial dari benda berbentuk bola.
�
�
LAMPIRAN A
Alfabet Yunani
Alfabet Yunani
Alpha Nu
Beta Xi
Gamma Omicron
Delta Pi
Epsilon Rho
Zeta Sigma
Eta Tau
Theta Upsilon
Iota phi
Kappa Chi
Lambda Psi
Mu Omega
�
LAMPIRAN B
PENYELESAIAN KONDUKSI PANAS SECARA ANALITIK
1. Temperatur Konstan
benda silinder dengan radius r = b , di mana temperature permukaan disebut
temperatur yang sama yaitu Tw, konduktiviti termal dan pembangkit energi
konstan.
Temperatur permukaan = Tw
T(r) = Tw pada r = b � ���
Persamaan diatas dapat diperoleh persamaan (4.4) diselesaikan dengan
mengintegrasi persamaan tersebut:
Untuk maka distribusi temperature menjadi
Dengan mengintegrasikan persamaan (4.5), maka
�
Untuk syarat batas pada temperature T(r) = Tw pada r = b, maka
Distribusi temperatur dari pers (B.5) dimasukkan ke pers (B.4) menjadi ;
2. Konveksi
Secara matematik dapat ditulis persamaan:
Persamaan ( a)diintegrasikan dan diaplikasikan ke syarat batas pers
( b)dengan menentukan C1 = 0 maka,
Persamaan diintegrasikan untuk mendapatkan distribusi temperatur pada
C2 menjadi :
�
Persamaan ( c) diintegrasikan dengan syarat batas r = b maka C2 untuk
mendapatkan persamaan menjadi :
Bagikan ruas kiri dan kanan dengan , sehingga menjadi;
Subtitusikan persamaan pada persamaan untuk menentukan
distribusi temperature pada silinder menjadi :
�
LAMPIRAN C
PENYELESAIAN KONDUKSI PANAS SECARA NUMERIK
1. Temperatur Konstan
Untuk persamaan konduksi panas pada arah radial dengan pembangkit
energy,yaitu : syarat batas dan , maka ;
Pendekatan beda tengah untuk turunan parsial pada persamaan (C.21) adalah
sebagai berikut
Subtitusikan persamaan dan kedalam persamaan (C.2) untuk
mendapatkan persamaan kesetmbangan panas untuk mendapatkan persamaan
�������� ���� �� persamaan energi dibagi kedalam M bagian, dan ketebalannya
(�r) adalah ;
setiap bagian berisi M + 1.
Persamaan dikalikan dengan , dan dapat disederhanakan menjadi;
untuk
�
Rata – rata panas yang timbul
Persamaan (4.35), didapat dengan menjumlahkan pesaman dan ,
sehingga persamaan beda hingga untuk kesetimbangan konduksi panas pada
tengah node m = 1, adalah;
bagikan persamaan diatas dengan k, maka;
Kemudian kalikan persamaan diatas dengan 4, maka
2. Syarat Batas
a. Fluks panas
Kesetimbangan energi pada batas node M+1 di r = b maka;
Dimana
Dari ekspresi diatas diperoleh persamaan ����� ;
Bagikan persamaan diatas dengan , maka;
�
Bagikan persamaan diatas dengan k, maka;
Bagikan persamaan diatas dengan M, maka;
Dari persamaan tersebut dapat disederhanakan, sehingga diperoleh
persamaan �����;
Untuk m = M + 1 �
b. Konveksi
Dimana
Dari ekspresi diatas diperoleh persamaan ��������
Bagikan persamaan diatas dengan , maka;
�
Bagikan persamaan diatas dengan k, maka;
Bagikan persamaan diatas dengan M, maka;
�
LAMPIRAN D
KONDISI SISTEM FISIS
Penyelesaian :
Dik :
Dit :
a. Secara Analitik
b. Secara Numerik
c. Galat
Jawab :
a. Penyelesaian secara analitik
Dari persamaan (4.18) :
Maka,
Pada saat r = 0
�
Pada saat r = 0.01
Pada saat r = 0.02
�
Pada saat r = 0.03
Pada saat r = 0.04
Pada saat r = b
�
b. Penyelesaian secara numerik
M = 5, maka;
Persamaan beda hingga dipusat (4.35) pada node m =1 maka diperoleh;
untuk m = 0
Persamaan beda hingga dari persamaan (4.32) untuk node m =2 s/d 5 maka
diperoleh ;
Untuk m = 2
Untuk m = 3
Untuk m = 4
�
Untuk m = 5
Hasil akhir persamaan beda hingga (4.39) untuk syarat batas konveksi pada
node m = M+1 = 6 maka diperoleh;
Diperoleh persamaan berbentuk matrik 6 X 6 untuk 6 node temperatur Tm, m
= 1 s/d 6.
Dari persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk matriks;
Dari persamaan diatas diperoleh matrix tridiagonal maka dapat digunakan
program Matlab untuk menentukan hasil temperatur dari setiap node.
�
�
Dari input diatas diperoleh temperatur dari setiap node, yaitu:
Node Temperatur
1 1682.18
2 1666.55
3 1619.68
�
4 1541.55
5 1432.31
6 1291.78
c. Galat
Galat saat r = 0
�
Galat saat r = 0.01
�
Galat saat r = 0.02
�
Galat saat r = 0.03
�
Galat saat r = 0.04
�
Galat saat r = 0.05
�
DAFTAR PUSTAKA
Ainur Rosidi, M. Juarsa. 2008. Analisa Distribusi Temperatur pada Btang Panas
Bagian Uji heating 01. Batan : Pusat Pengembangan Teknologi dan
Keselamatan Nuklir.
Buchori, luqman. Perpindahan Panas. Semarang : UNDIP
Faires, J. Douglas. 1993. Numerical Method. Boston : PWS-KENT Publishing
Company.
Handayanto, Agung. Persamaan Differensial Parsial dalam Koordinat Silindris
pada Masalah Konduksi Panas. Semarang : IKIP PGRI.
Hill, J. M & Dewynne, J.N. 1987. Heat Conduction, Blackwell Scientific
Publications.
Holman, J & P, Jasjfi E. 2002. Perpindahan Kalor. Erlangga.
Klara, Syerly. 2008. Peningkatan Kreatifan Mahasiswa dengan Penerapan Metode
Student Centre Learning pada Mata Kuliah Perpindahan Panas. Makassar :
Universitas Hasanuddin.
Kreith, Frank. 2002. Principles of Heat Transfer. New York : Mc Graw – Hill Book
Company New York.
Nasution, Amrinsyah & Zakaria Hasballah. 2001. Metode Numerik dan Ilmu
Rekayasa Sipil. Bandung : ITB Press.
Ozisik, M. Necati. Heat Conduction. Jhon Willey & Sons.
Purwadi, P K. 2001. Metode ADI dalam Penyelesaian Persoalan Perpindahan Panas
Konduksi Benda Padat Tiga Dimensi Keadaan Tunak. Yogyakarta :
Universitas Sananta Dharma.
Putra S, M. Kelana. 2007. Rancangan Bangunan dan Analisa Perpindahan Panas
pada Ketel Uap Bertenaga Listrik. Medan : USU.
Putro, Paranto W S. Perancangan dan Simulasi Transfer Panas pada Material
Pendingin Peralatan Listrik Jenis Heat Pipe dengan Metode Finite Element.
Jakarta : FTI Institut Sains dan Teknologi Nasional.
Rao, K. Sankara, 2001. Numerical Method for Scientists and Engineering. New Delhi:
Prentice Hall of India.
�
Saragi, Elfrida. Solusi Analitik dan Numerik Konduksi Panas pada Pembangkit
Energi. Batan : Pusat Pengembangan Teknologi Informatika dan Komputasi.
Soehardjo. 1980. Matematika 3. Semarang : ITS Press.
Susatio, Yerri. 2005. Metode Numerik Berbasis MathCAD. Yogyakarta : Andi.
Tovani, Novan. 2008. Studi Model Numerik Konduksi Panas Lempeng Baja Silindris
yang Nerinteraksi dengan Laser. Bogor : ITB
Tristono, Toni. 2011. Algoritma Simplifikasi Perambatan Panas Konduksi pada
Benda dengan Bentuk Bola. Universitas Merdeka Madiun.
Yunus, Asyuri Darami. 2009. Perpindahan Panas dan Massa. Jakarta : Universitas
Darma Persada.
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�
�