sgd i dan jigsaw 2.docx
DESCRIPTION
ffdfsTRANSCRIPT
SGD I1. Jelaskan prosedur atau tindakan sebelum terjadi bencana berikut ini:
a. Pencegahanb. Mitigasic. Persiapan bencana
2. Jelaskan pihak-pihak yang terlibat dalam penanganan bencana3. Jelaskan peran perawat dalam pencegahan terjadinya bencana
JIGSAW 2man made disaster:
a. Kecelakaan kendaraan di darat, laut dan udarab. Bioterorismec. Bencana kimiad. Ledakan bome. Kerusuhan f. Kebakarang. Termonuklir(bahasan: definisi, contoh kejadian masing-masing bencana yang terbesar yang pernah terjadi di dunia, penanggulangan yang dilakukan pemerintah setempat)
KOMPETENSI PERAWAT DALAM PENANGANAN BENCANA: IMPLIKASI DALAM KURIKULUM KEPERAWATAN BENCANA DI INDONESIA
ESSAY
KOMPETENSI PERAWAT DALAM PENANGANAN BENCANA: IMPLIKASI
DALAM KURIKULUM KEPERAWATAN BENCANA DI INDONESIA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Ujian Tengah Semester (UTS)
Pendidikan Keperawatan Klinik
Dosen: Ns. Dian Susmarini, S. Kep., M. Nurs
Oleh:
ANISSA CINDY NURUL AFNI
126070300111015
PROGRAM MAGISTER KEPERAWATAN
PEMINATAN GAWAT DARURAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
ESSAY
KOMPETENSI PERAWAT DALAM PENANGANAN BENCANA: IMPLIKASI
DALAM PENYUSUNAN KURIKULUM KEPERAWATAN BECANA
A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengartikan bencana sebagai suatu
peristiwa luar biasa yang mengganggu dan mengancam kehidupan dan
penghidupan yang dapat disebabkan oleh alam ataupun manusia, ataupun
keduanya (Toha, 2007). Untuk menurunkan dampak yang ditimbulkan akibat
bencana, dibutuhkan dukungan berbagai pihak termasuk keterlibatan perawat.
Perawat sebagai tenaga kesehatan hendaknya berada di lini terdepan dalam
penanganan bencana di Indonesia (Chan, Chan, Cheng, Fung, Lai, Leung, Leung,
Li, Yip, Pang, 2010). Peran perawat dapat dimulai sejak tahap mitigasi
(pencegahan), tanggap darurat bencana dalam fase prehospital dan hospital, hingga
tahap recovery.
Namun sejauh ini, tidak hanya di Indonesia di negara-negara lain juga
dihadapkan pada kondisi kurangnya peran perawat dalam respon terhadap
penanganan bencana. Sehingga diperlukan suatu pengetahuan dan kompetensi
yang mumpuni oleh seorang perawat untuk mengimbangi potensi dan kompleksitas
bencana dan dampaknya yang mungkin akan lebih besar pada masa mendatang.
Pertemuan yang dilakukan oleh American Public Health Association pada tahun
2006 telah menyebutkan bahwa diperlukan kesiapan dari tenaga kesehatan dalam
mengahadapi kejadian luar biasa melalui pendidikan bencana yang menjadi prioritas
dalam kurikulum (WHO dan ICN, 2009).
Melihat betapa besarnya peran perawat dan pentingnya kebutuhan akan
keperawatan bencana dalam kurikulum maka penulis tertarik mengangkat masalah
kompetensi perawat dalam penanganan bencana; implikasi keperawatan bencana
dalam kurikulum pendidikan keperawatan. Terdapat beberapa pertanyaan yang ingin
diulas dalam kajian ini yaitu kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam
penanganan bencana, pembuatan kurikulum disaster nursing, dan aplikasinya di
Indonesia. Literature yang digunakan sebagai bahan kajian diperoleh melalui
pencarian dengan menggunakan kata kunci “disaster, competencies nursing in
disaster, disaster nursing”. Beberapa jurnal yang mendukung kemudian diambil
sebagai bahan kajian dan ditindak lanjuti dengan membaca references dari masing-
masing jurnal. Sehingga hasil akhir menemukan enam (6) jurnal yang mendukung
pembahasan kompetensi perawat dalam bencana dan kurikulum disaster nursing
sebagai bahan kajian.
B. Literatur Review
Kondisi emergensi dan disaster merupakan suatu peristiwa yang membutuhkan
kompetensi yang unik dalam penanganannya. Dalam setiap tahapan penanganan
bencana, perawat membutuhkan kompetensi yang berbeda-beda. Pada tahap
mitigasi-prevention and preparedness competencies, kompetensi yang dibutuhkan
adalah public health promotion and education. Pada tahap ini perawat memiliki
peran untuk memberikan pendidikan dan promosi kesehatan terkait pencegahan
bencana, tanda-tanda bencana, penanggulangan bencana oleh masyarakat dan
juga respon masyarakat saat terjadi bencana (WHO dan ICN, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Hermawati (2010) bertujuan mengetahui
gambaran tingkat pengetahuan dan keterampilan perawat dalam kesiapsiagaan
bencana (preparedness) serta menyelidiki hubungan antara keparahan dan risiko
yang dirasakan, pengalaman klinis, pelatihan dan pendidikan dan juga kehadiran
perawat dalam simulasi manajemen bencana di rumah sakit serta pengetahuan dan
keterampilan kesiapan perawat dalam merawat pasien akibat tsunami. Hasil
penelitian menunjukkan keparahan dan risiko yang dirasakan, pengalaman klinis,
pelatihan dan pendidikan memiliki tingkat signifikansi korelasi yang rendah dengan
pengetahuan dan keterampilan perawat yang dirasakan dalam menghadapi
bencana. Hermawati menyimpulkan bahwa diperlukan penyusunan kurikulum
perawat dalam tatanan klinik mengenai kesiapan perawat dalam menghadapi
bencana (Hermawati, 2010).
Penelitian lain dilakukan oleh Fung, Loke, dan Lai (2008) kepada 164 perawat
Register Nurse (RN) yang melanjutkan study S 2 Keperawatan di Universitas di
Hongkong. Penelitian ini menyebutkan, untuk mendukung kemampuan perawat
dalam penanganan bencana, terdapat beberapa kompetensi yang harus dipenuhi
yaitu: First aid, Basic Life Support (BCLS), Advanced Cardiovascular Life Support
(ACLS), infection control, field triage, pre-hospital trauma life support, advanced
trauma care nursing, post traumatic psychological care, dan peri-trauma counseling.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Yin, He, Arbon, dan Zhu (2011) kepada 24
perawat yang menjadi bagian dalam penanganan bencana gempa bumi di
Wenchuan. Hasil penelitian yang didapatkan terhadap kompetensi yang sangat
penting harus dimiliki perawat saat terjadi bencana adalah; intravenous insertion,
monitoring dan observasi, mas casualty triage, manajemen pasien trauma (control
homeostatis, bandaging, fixation, manual handling), dan mas casualty transportation.
Sedangkan kompetensi yang sering digunakan adalah: debridement dan dressing,
intravenous insertion, observasi dan monitoring. Berdasarkan hasil penelitian,
terdapat beberapa kompetensi membutuhkan pelatihan khusus, seperti: mas
casualty transportation, emergensi manajemen, dan trauma manajemen.
Hasil penelitian yang didapatkan oleh Yin (2011) menunjukkan hasil yang sedikit
berbeda dengan yang dilakukan oleh Fung (2008). Hal ini terjadi karena partisipan
pada masing-masing penelitian memiliki karakteristik berbeda. Pada penelitian Yin,
partisipan yang terlibat mengalami sendiri ikut serta dalam tim penanganan bencana
gempa bumi di Wenchuan, sedangkan partisipan Fung belum memiliki pengalaman
dalam penanganan bencana.
Penelitian yang dilakukan oleh Husna (2011) mendukung kesebelas kompetensi
yang telah disebutkan pada beberapa jurnal di atas. Dimana beberapa kompetensi
yang harus dimiliki oleh perawat ketika akan berperan dalam penanganan bencana
adalah triage, acute respiratory care, spiritual care, mental health care, wound care,
patient referral, psychosocial care. Selain itu, kompetensi lain yang memerlukan
pelatihan adalah BLS, ATLS, ACLS, BTLS, disaster management, dan mental health
care untuk penanganan tsunami.
C. Pembahasan
Mengacu pada 10 (sepuluh) domain kerangka konsep yang telah dijabarkan oleh
ICN (Lampiran 1) berdasar pada tahapan manajemen bencana dan kompetensi
yang dibutuhkan perawat dalam penanganan bencana, kurikulum yang dapat
disusun adalah sebagai berikut (Chan, Chan, Cheng, Fung, Lai, Leung, Leung, Li,
Yip, Pang, 2010):
Tabel 1: Kerangka kurikulum bencana dan kegiatan belajar mengajar
No
.
Topik Metode
1. Konsep bencana Diskusi
2. Jenis-jenis bencana Seminar/PBL
3. Peran perawat dalam Manajemen Bencana PBL
4. Promosi dan pendidikan kesehatan Role play
5. Komunikasi dan transportasi dalam bencana Diskusi
6. Rumah Sakit lapangan dan rujukan Diskusi
7. Prinsip legal etik dalam manajemen bencana Diskusi
8. Pre hospital penanganan bencana Seminar/PBL
9. Kontrol infeksi dalam penanganan bencana PBL
10. Pengkajian individu keluarga dan komunitas Role play/diskusi
11. Triage bencana Role
play/Simulasi
12. Mental Health care Diskusi
13. Perawatan psikososial dan spiritual Diskusi
14. Recovery pasca bencana individu, keluarga dan
komunitas
Seminar/PBL
Metode pembelajaran yang dapat digunakan adalah Problem Based Learning
(PBL), role play, simulasi, group discussion, praktik klinik rumah sakit dan kunjungan
langsung lokasi bencana. Berdasarkan penelitiannya, Chan dkk (2010)
mengungkapkan bahwa metode PBL efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan siswa dalam memahami materi yang ada. PBL dapat menjadi triggers
bagi siswa untuk lebih aktif belajar mandiri, mengantisipasi isu-isu lain yang muncul
dalam penanganan bencana.
Untuk mengetahui perkembangan siswa, sistem evaluasi yang dapat digunakan
antaralain; ujian tertulis untuk mengevaluasi kognitif mahsiswa, tes skill dan
penilaian PBL melalui seminar ataupun diskusi kelompok. Penilaian individu dalam
kelompok perlu dilakukan dikarenakan dalam situasi bencana, perawat akan bekerja
sebagai tim dengan tenaga kesehatan lain dan profesi lainnya. Sehingga
kemampuan individu dalam kelompok dan kemampuan kelompok dalam
menyelesaikan masalah perlu untuk diperhitungkan dalam penilaian (Chan dkk,
2010).
Selain topik-topik di atas, terdapat beberapa kompetensi dasar yang harus
dimiliki perawat dalam penanganan emergensi, trauma dan bencana yaitu:
pengkajian kardiovaskuler, pengkajian luka bakar, pengkajian status mental,
management crush injury dan fraktur. Kompetensi-kompetensi tersebut dapat
dimasukkan ke dalam kurikulum keprawatan gawat darurat mauapun medical bedah
sebagi pendukung. Untuk meningkatkan psikomotor mahasiswa, dapat dilanjutkan
dengan mengikuti pelatihan-peltihan yang mendukung kompetensi dalam
penanganan bencana.
Tabel 2: Pelatihan atau training bagi Perawat
No. Topik
1. Basic Life Support (BLS)
2. Acute Cardiac Life Support (ACLS)
3. Basic Trauma Life Support (BTLS)
4. Wound Debridement/wound care
Garis besar kerangka konsep kegiatan belajar mengajar terkait kompetensi
dalam disaster nursing telah coba diterapkan oleh Chan dkk (2010) yang mencoba
mengevaluasi penerapan pelatihan atau kursus “Introduction to Disaster Nursing”
selama 2 minggu terhadap 150 mahasiswa keperawatan di Cina. Chan dkk
mengevaluasi kompetensi yang dimiliki siswa sebelum dan setelah pelatihan dan
juga mencari tahu kebutuhan akan pelatihan mengenai manajemen bencana.
Pelatihan yang dilakukan menggunakan berbagai metode pembelajaran yang
disesuaikan dengan kerangka konsep ICN seperti kelompok kerja, PBL,
diskusi/seminar, dan perkuliahan. Hasil yang diapatkan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara kemampuan yang dimiliki sebelum dan sesudah pelatihan
dimana terjadi peningkatan kemampuan dan pengetahuan mahasiswa terhadap
bencana dan penanganannya. Sebagian besar mahasiswa memiliki keinginan untuk
ikut serta sebagai penolong dalam bencana dan berkompeten untuk terjun ke lokasi
bencana namun berada dalam pengawasan (Chan dkk, 2010).
Dalam penyusunan kurikulum disaster nursing, terdapat 3 (tiga) prinsip yang
harus dipertahankan berdasarkan Global Standart for the Initial Education of
Professional Nurses and Midwives yaitu konten isi dari pembelajaran, kegiatan
belajar mengajar, dan metode yang akan digunakan (WHO dan ICN, 2009). Dengan
arti lain, kurikulum yang akan disusun harus dibangun berdasarkan pada kompetensi
yang telah distandarkan. Kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan
bagaimana pencapaian target interaksi antara siswa dengan kondisi bencana
sebagai fokus kualitas pendidikan dan penerapan metode pembelajaran yang tepat
untuk membangun profesionalitas dan berpikir kritis.
Presiden ICN (Interantional Council of Nurses) Dr. Hiroko Minami melihat betapa
pentingnya perawat mendalami tentang disaster. Diharapkan lulusan program
pendidikan keperawatan di USA, Eropa dan Asia telah dipersipakan menjadi experts
dalam penanganan bencana beserta isu-isu yang ada didalamnya seperti
kepemimpinan, pendidikan dan peran keperawatan dalam penanganan bencana.
Namun, sejauh ini yang menjadi isu tersendiri dalam perkembangan kurikulum
bencana dalam pembelajaran adalah standar kompetensi dalam keperawatan
bencana yang masih belum pasti, kurangnya alat dalam pembelajaran,
ketidakadekuatan dana pembelajaran dan kurangnya pengalaman tim pengajar
dalam penanganan bencana (WHO dan ICN, 2009). Hal ini yang menjadikan
fakultas-fakultas keperawatan merasa kurang percaya diri untuk mengembangkan
kurikulum bencana dalam pembelajaran keperawatan (WHO dan ICN, 2009).
Sejak tahun 1970an, United State of Amerika telah menerapkan disaster nursing
dalam kurikulum pembelajaran perawat (WHO dan ICN, 2009). Meskipun memiliki
banyak kekurangan dalam pembelajarannya, namun pengembangan pengetahuan
siswa mengenai bencana dan peran perawat dalam manajemen bencana menjadi
dasar pembelajarannya. Dan kurikulum ini terus ditingkatkan dalam
pembelajarannya terutama sejak tahun 1990an (WHO dan ICN, 2009).
Penerapan kurikulum keperawatan bencana di Indonesia belum menyeluruh.
Kurikulum keperawatan bencana pertama kali dicetuskan oleh Provinsi Aceh pada
empat Akademi Keperawatan (Akper) sejak tahun 2006. Namun sejauh ini
keperawatan bencana baru masuk ke dalam muatan lokal di keempat Akper
tersebut. Keempat pendidikan tersebut adalah Akper Tjoet Nyak Dhien, Akper
Abulyatama, Akper Teungku Fakinah dan Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Aceh, Said Mustafa (Ucok, 2009).
Pendidikan keperawatan ini didukung oleh Palang Merah Jepang dalam
pelaksanaannya. Pendidikan keperawatan bencana ini diharapkan dapat
mendukung perawat nantinya dalam berespon lebih tanggap dalam bencana.
Pendidikan ini tidak hanya diberikan kepada mahasiswa, namun juga kepada dosen
(Ucok, 2009). Presiden Sekolah Keperawatan Internasional Palang Merah Jepang
Kyushu, Prof Etsuko Kita, menyebutkan “sejak dibukanya pendidikan keperawatan
bencana di Aceh, telah lebih dari 42 pertemuan working group telah digelar untuk
membahas pengembangan silabus dan buku teks Keperawatan bencana. selain itu
juga digelar enam kali lokakarya untuk meningkatakan keterampilan dan
pengetahuan keperawatan bencana dalam bidang managemen keperawatan
bencana, keperawatan bencana dan anak-anak, manula, ibu hamil dan kesehatan
jiwa serta pertolongan pertama (Ucok, 2009).
Kurikulum keperawatan bencana juga telah diterapkan juga di Universitas
Andalas di Indonesia. Modul pembelajaran yang disusun dengan total 3 SKS
(Satuan Kredit Semester) dengan 2 teori dan 1 praktikum. Universitas Andalas juga
telah mulai ikut serta dalam penanganan bencana longsor yang terjadi pada tanggal
27 Januari 2013 di Kenagarian Batang Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam.
Menurut Prof. Dr. Dachriyanus, APT, Universitas Andalas telah memiliki mata kuliah
keperawatan bencana sehingga tim yang dikirim telah terpapar dan siap dalam
penanganan bencana (Humas dan Protokol Universitas Andalas, 2013).
D. Kesimpulan
Perawat memiliki peran penting dalam manajemen penanganan bencana dimulai
dari Sehingga dibutuhkan kemampuan dan pengetahuan untuk mengimbangi
kompleksitas dampak dari bencana. untuk meningkatkan itu semua diperlukan
adanya kurikulum bencana sebagi sarana pembelajaran. Dalam penyusunan
kurikulum disaster nursing, yang paling utama adalah mengetahui kompetensi yang
akan dicapai dalam pembelajaran. Kompetensi yang harus dimiliki perawat dalam
penanganan bencana adalah promotion and education, mas casualty
transportation/prehospital transportation, emergency management (BLS and ACLS),
trauma management (BLS dan ATLS), monitor dan observasi, mas casualty triage,
controlling specific infection, psychological first aid and crisis intervention, wound
management (debridement and dressing), community health assessment dan
terakhir patient care recording. Kurikulum bencana di Indonesia telah mulai
dilakukan oleh pemerintah Provinsi Aceh pada Akper Tjoet Nyak Dhien, Akper
Abulyatama, Akper Teungku Fakinah dan Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Aceh, Said Mustafa dan juga Universitas Andalas Sumatera Barat.
E. Daftar Pustaka
Chan, S, S, S., Chan, W., Cheng, Y., Fung, O., Lai, T, K., Leung, A, W, K., Leung, K., Li
Sijian, Yip, A., Pang, S. (2010). Development and Evaluation of an Undergraduate
Training Course for Developing International Council of Nurses Disaster Nursing
Competencies in China. Journal of Nursing Scholarship. 42 (2): 405-413.
Fung, O, W, M., Loke, A, Y, and Lai, C, K, Y. (2009). Nurses’ perception of disaster:
implications for disaster nursing curriculum. Journal of Clinical Nursing. 18: 3165-
3171.
Hermawati, D. (2010). Nurses’s perceived preparedness of knowledge and skills in
caring for patients attacked by tsunami in Banda Aceh, Indonesia and Its related
factors. The 2nd International Conference on Humanities and Social Sciences.
Faculty of Liberal Arts. Prince of Songkla University.
Humas dan Protokol Universitas Andalas (Unand). (2013). Pelepasan Tim Peduli
Bencana Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Diakses tanggal 4 April 2013.
Husna Cut. (2011). Emergency training, education and perceived clinical skills for
tsunami care among nurses in Banda Aceh Indonesia. Nurse Media Journal of
Nursing. 1: 75-86.
Toha, M. (2007). Berkwan dengan Ancaman; Strategi dan Adaptasi Mengurangi Resiko
Bencana. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia.
Ucok Parta. (2009). Aceh siapakan perawat tanggap bencana. www.acehkita.com.
Diakses tanggal 4 April 2013
Universitas Andalas. (2010). Modul Pembelajaran Mata Kuliah: Keperawatan Bencana.
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.
World Health Organization (WHO) and International Council of Nurses (ICN). (2009).
ICN Framework of Disaster Nursing Competencies.
Yin. H., He. H., Arbon, P., Zhu. J. (2011). A survey of the practice of nurse’s skills in
Wenchuan earthquake disaster sites; implication for disaster training. Journal of
Advanced Nursing. 67(10): 2231-2238.
Lampiran 1: Garis besar konsep kerja kompetensi keperawatan bencana dalam kegiatan belajar mengajar
(WHO dan ICN, 2009)
Kompetensi keperawatan
bencana (ICN)
Kegiatan belajar dan mengajar
Action learning Masalah dasar dalam
pembelajaran
Skill training Dosen
Kompetensi dalam tahap mitigasi
1. Identifikasi risiko bencana,
pencegahan dan promosi
kesehatan
Menggunakan media
seni untuk
mengilustrasikan kondisi
bencana
Pengembangan rencana
kesiapsiagaan bencana untuk
scenario disaster yang berbeda
Definisi dan jenis-
jenis bencana
2. Perkembangan kebijaksanaan
dan rencana
Kompetensi dalam tahap Preparedness
3. Informasi dan komuniksi Kesadaran komunitas,
persiapan personal dan
peralatan emergensi
untuk orang-orang yang
rawan bencana.
Kemampuan komunikasi
4. Kesiapsiagaan dan pendidikan Respon pelayanan
kesehatan untuk
penyebaran penyakit
akut respiratory
5. Ethical practice, legal practice,
and accountability
Nilai etik dalam pengambilan
keputusan dibawah tekanan dalam
kondisi bencana
Prinsip etik dalam
pengambilan
keputusan pada
situasi bencana
Kompetensi dalam tahap response
6. Perawatan komunitas Kunjungan lapangan ke
lokasi gempa bumi,
rumah sakit lapangan,
perawatan emergency,
intensive care,
perawatan trauma, dan
departemen rehabilitasi.
Berhubungan langsung dengan
masalah dengan korban yang
berbeda pada setiap bencana baik
itu kebakaran, banjir, dan gempa
bumi
Kemampuan transfer
pasien pre hospital,
manajemen luka,
kemampuan
wawancara, pertolongan
pertama psycologi.
7. Perawatan individu Kemampuan
menghibur diri
sebagai respon
psikologi
hubungannya
dengan emosi
8. Perawatan psikologi Membantu kelompok korban
bencana yang berbeda-beda
dengan memberikan solusi dalam
setiap permasalahan emergensi.
9. Care of vulnerable populations
Kompetensi pada tahap Recovery
10Recovery jangka panjang untuk
individu, keluarga dan
komunitas.
Kunjungan area pasca
bencana
Role play: kunjungan rumah ke
korban pasca bencana
Pengkajian kebutuhan
komunitas, manajemen
kesehatan diri secara
manual untukhipertensi,
arthritis, insomnia dan
kesehatan mental
Disaster Nursing Peran Perawat Pada Pase pra, intra/saat, post/pasca Bencana
1. Bagaimana Peran Perawat Pada Pase pra Bencana ?
Siklus penanganan bencana pada pase pra bencana yaitu Kesiapan Dan
Pencegahan dengan peran perawat pada pase pra bencana :
a. Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam
penanggulangan ancaman bencana untuk setiap fasenya.
b. Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,
paling merah nasional, maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam
memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana
kepada masyarakat.
c. Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan
masyarakat dalam menghadapi bencana yang meliputi hal-hal berikut.
1) Usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut).
2) Pelatihan pertolongan pertama pada keluarga seperti menolong anggota keluarga
yang lain.
3) Pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan
makanan dan penggunaan air yang aman.
4) Perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti
dinas kebakaran, rumah sakit, dan ambulans.
5) Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan dan posko-posko
bencana.
6) Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa seperti pakaian
seperlunya, radio portable, senter beserta baterainya, dan lainnya.
2. Bagaimana Peran Perawat Pada Pase intra/saat Bencana ?
Siklus penanganan bencana pada pase intra/saat bencana yaitu Tanggap darurat
dengan peran perawat pada pase intra/saat bencana :
1) Bertindak cepat
2) Do not promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti,
dengan maksud memberikan harapan yang besar pada para korban selamat.
3) Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
4) Koordinasi dan menciptakan kepemimpinan.
5) Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang terkait dapat mendiskusikan dan
merancang master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan
pertama.
3. Bagaimana Peran Perawat Pada Pase post/pasca Bencana ?
Siklus penanganan bencana pada pase post/pasca bencana yaitu Rekuntruksi dan
rehabilitasi dengan peran perawat pada pase post/pasca bencana :
a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaaan fisik, sosial, dan psikologis
korban.
b. Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post-traumatic
stress disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan tiga kriteria utama.
Pertama, gejala trauma pasti dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami
gejala ulang traumanya melalui flashback, mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang
memacunya. Ketga, individu akan menunjukkan gangguan fisik. Selain itu, individu
dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi, perasaan bersalah, dan
gangguan memori
c. Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama
dengan unsur lintas sektor menangani masalah kesehatan masyarakat pasca-gawat
darurat serta mempercepat fase pemulihan menuju keadaan sehat dan aman.
Referesi
Efendi, Ferry Makhfudli, 2009. Keperawatan Kesehtan Komunitas: Teori dan Praktik
Dalam Keperawatan, Salemba Medika, Jakarta.