sgd 11 modul tropis lbm 1 bary iskandar

Upload: jundi-azmi

Post on 07-Mar-2016

241 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

;

TRANSCRIPT

SGD 11 MODUL TROPISShivering FeverSGD1

STEP 1-

STEP 21. Patofisiologi dari demam?2. Macam-macam jenis demam ?3. Mengapa demamnya naik turun ?4. Apa etiologi dari splenomegali ?5. Hubungan Papua dengan penyakit yang di derita pasien ?6. Etiologi ikterik pada sclera?7. Mengapa di dapatkan palpebra conjungtiva yang pucat ?8. Pemeriksaan penunjang apa selain rapid test yang dapat dilakukan untuk menegakan diagnosis?9. Penatalaksanaan apa yang tepat untuk gejala klinis yang ditimbulkan ?10. DD ?

STEP 31. Patofisiologi dari demam?Pirogen (eksogen(dari luar tubuh manusia),endogen(dari dalam tubuh manusia)) dalam tubuh --> IL1 (dihasilkan oleh proses inflamasi) berjalan di sirkulasi sistemik IL1 sampai di hipotalamus bagian anterior mengakibatkan pengeluaran asam arakidonat masuk ke siklooksigenase menjadi prostaglandin2 peningkatan set point di hipotalamus

Normalnya : 37 derajat , jika terjadi peningkatan suhu lebih dari 37 derajat maka ada gangguan atau masuknya pirogen contohnya naik menjadi 38 derajat

(referensi : Human Physiology ; Termo Regulation hal 47 ; guyton(volume 11) thn 2011 & ganong(volume 5) tahun 2005)

Variable biologis : secara biologis organ viscera melakukan kegiatan di suhu tetap yaitu 37 derajat

Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau merupakan suatu hasil reaksi imunologis yang tidak berdasarkan suatu infeksi.Pirogen diduga sebagai suatu protein yang identik dengan interleukin-1.Di dalam Hipotalamus zat ini merangsang penglepasan asam arakidonat serta mengakibatkan peningkatan sintesis prostalglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia.Pengaruh pengaturan otonomvasokonstriksi periferpengeluaran (dissipation) panas menurundemamPeningkatan aktivitas metabolismepenambahan produksi panaspenyaluran ke permukaaan tubuh inadekuatrasa demam bertambah pada pasienIPD FKUI jilid 3 edisi 4

2. Macam-macam jenis demam ? Etiologi dari demam : Infeksi dari plasmodiumDarah kotor (toksemia)Terjadinya keganansanPemakaian obat-obatan tertentuGangguan pada set pointPerdarahan internal

Continue : demam dalam 3 hari yang tidak pernah kembali ke suhu normal utamanya pada malam hari (ex: demam thypoid) Intermiten :demam naik turun dalam beberapa jam satu hari dan juga ada fase bebas demam 2 hari Remiten : demam naik turun tapi tidak ada fase bebas demam Cyclic : suhu badan naik beberapa hari , ada periode bebas demam , dan kemudian naik lagi (ex: penyakit malaria) Septic : hipertermi pada malam hari dan normal pada pagi hari, sring disertai keluhan menggigil dan berkeringat (ex: Sepsis atau bakteriemia)

(Referensi : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 FKUI edisi 4 tahun 2006)

Tipe Demam Demam septic, Suhu badan berangsur naik ke tingkat tinggi pada malam hari dan turun kembali ke tingkat di atas normal pada pagi hari. Sering di sertai keluhan menggil dna berkerngat. Bila demam turun ke suhu normal di sebut demam heptik. Demam remiten, Demam dengan suhu badan yang dapat turun setiap hari namun tidak mencapai suhu normal. Perbedaan suhu sekitar 2 oC. Demam intermiten, Suhu badan turun ke tingkat normal selama beberapa jam daolam satu hari. Bila demam ini terjadi setiap 2 hari sekali di sebut Tertiana. Bila terjadi 2 hari bebas diikuti 2 hari demam di sebut Kuartana.

Demam kontinyu, Terjadi variasi suhu sepanjang hari tidak lebih dari 1oC. Pada demam yang terus menerus meninggi tiap hari di sebut hiperpireksia. Demam siklik, Terjadi kenaikan suhu selama beberapa hari yang diikuti periode bebas demam selama bebrapa hari kemudian diikuti kenaiakan suhu seperti semua.

( Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III Edisi IV )

Pola demamPenyakit

KontinyuDemam tifoid, malaria falciparum malignan

RemittenSebagian besar penyakit virus dan bakteri

IntermitenMalaria, limfoma, endokarditis

Hektik atau septikPenyakit Kawasaki, infeksi pyogenik

QuotidianMalaria karena P.vivax

Double quotidianKala azar, arthritis gonococcal, juvenile rheumathoid arthritis, beberapa drug fever (contoh karbamazepin)

Relapsing atau periodikMalaria tertiana atau kuartana, brucellosis

Demam rekurenFamilial Mediterranean fever

Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi. Gambaran pola demam klasik meliputi:1,2,6-81. Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan.

Gambar 1. Pola demam pada demam tifoid (memperlihatkan bradikardi relatif)

1. Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar 2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.

Gambar 2. Demam remiten

1. Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis.

Gambar 3. Demam intermiten

1. Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar. 1. Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari.1. Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)

Gambar 4. Demam quotidian

1. Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal.1. Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran nafas atas.1. Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ multipel.1. Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda (camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa).1. Relapsing fever dan demam periodik:10. Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis.

Gambar 5. Pola demam malaria

10. Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF).

Gambar 6. Pola demam Borreliosis (pola demam relapsing)

Penyakit ini ditandai oleh demam tinggi mendadak, yang berulang secara tiba-tiba berlangsung selama 3 6 hari, diikuti oleh periode bebas demam dengan durasi yang hampir sama. Suhu maksimal dapat mencapai 40,6oC pada tick-borne fever dan 39,5oC pada louse-borne. Gejala penyerta meliputi myalgia, sakit kepala, nyeri perut, dan perubahan kesadaran. Resolusi tiap episode demam dapat disertai Jarish-Herxheimer reaction (JHR) selama beberapa jam (6 8 jam), yang umumnya mengikuti pengobatan antibiotik. Reaksi ini disebabkan oleh pelepasan endotoxin saat organisme dihancurkan oleh antibiotik. JHR sangat sering ditemukan setelah mengobati pasien syphillis. Reaksi ini lebih jarang terlihat pada kasus leptospirosis, Lyme disease, dan brucellosis. Gejala bervariasi dari demam ringan dan fatigue sampai reaksi anafilaktik full-blown.10. Contoh lain adalah rat-bite fever yang disebabkan oleh Spirillum minus dan Streptobacillus moniliformis. Riwayat gigitan tikus 1 10 minggu sebelum awitan gejala merupakan petunjuk diagnosis.10. Demam Pel-Ebstein (Gambar 7.), digambarkan oleh Pel dan Ebstein pada 1887, pada awalnya dipikirkan khas untuk limfoma Hodgkin (LH). Hanya sedikit pasien dengan penyakit Hodgkin mengalami pola ini, tetapi bila ada, sugestif untuk LH. Pola terdiri dari episode rekuren dari demam yang berlangsung 3 10 hari, diikuti oleh periode afebril dalam durasi yang serupa. Penyebab jenis demam ini mungkin berhubungan dengan destruksi jaringan atau berhubungan dengan anemia hemolitik.

Gambar 7. Pola demam penyakit Hodgkin (pola Pel-Ebstein).

. Klasifikasi demam

Klasifikasi demam diperlukan dalam melakukan pendekatan berbasis masalah.2 Untuk kepentingan diagnostik, demam dapat dibedakan atas akut, subakut, atau kronis, dan dengan atau tanpa localizing signs.7 Tabel 3. dan Tabel 4. memperlihatkan tiga kelompok utama demam yang ditemukan di praktek pediatrik beserta definisi istilah yang digunakan.1

Tabel 3. Tiga kelompok utama demam yang dijumpai pada praktek pediatrik

KlasifikasiPenyebab terseringLama demam pada umumnya

Demam dengan localizing signsInfeksi saluran nafas atas 35 x/menit, 5. Penurunan kesadaran (GCS < 11) 6. Manifestasi perdarahan (petekhiae, purpura, hematom)7. Tanda dehidrasi (mata cekung, turgor dan elastisitas kulit berkurang, bibir kering, produksi air seni berkurang)8. Anemia berat9. Ikterik10. Ronkhi pada kedua paru11. Pembesaran limfa dan hepar12. Gagal ginjal (oliguri / anuri)13. Gajala neurologik Kaku kuduk, reflak patologis Pemeriksaan Lab:1. Pemeriksaan dengan mikroskop:Pemeriksaan sediaan darah tebal dantipis di puskesmas/lapangan/RS untukmenentukan: 1. ada tidaknya parasit malaria (+/-) 2. spesies dan stadium plasmodium 3. Kepadatan parasit2. Pemeriksaan dengan test diagnostik cepat (Rapid diagnostik test):Berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dg menggunakan metode imunokromatografi dlm bentuk dipstik Pemeriksaan penunjang untuk malaria berat:1. Hb dan Ht2. hitung jumlah lekosit dan trombosit3.GD, Serum bilirubin, SGOT/SGPT, Alkali posfatase, Albumin/globulin, ureum/kreatinin, Na, K, analisa gas darah4. EKG5. Foto toraks6. Analisa cairan cerebrospinal7. Biakan darah dan uji serologi8. Urinalisis Pengobatan: Pengobatan Lini I Malaria P.falciparum dengan ACT

*) Artesunate: 4 mg/KgBB per hari**) Amodiaquine : 10 mg/KgBB per hari Pengobatan Lini Kedua Malaria P. falciparum dosis Dewasa (BB > 60 Kg BB)

*) Bumil dan anak < 8 tahun tak diberikan tetrasiklin/doxysiklin Pengobatan lini 1 Pvivax/ovale

Pengobatan lini 2 P. Vivax

*) Dosis berdasarkan berat badan : - Kina 30 mg/KgBB/hari (dibagi 3 dosis)- Primakuin 0,75 mg/KgBB, dosis tunggal Pengobatan Lini Pertama Malaria Klinis

Pengobatan Lini Kedua Malaria Klinis*)

*) Apabila pada hari ke 4 setelah pengobatan lini pertama penderita tetap demam, tidak memburuk (tidak berkembang menjadi malaria berat), di daerah yang sulit mendapatkan pemeriksaan laboratorium maka pengobatan malaria klinis diulangi dengan kina selama 7 hari dan primakuin 1 hari (pengobatan lini kedua)**) Dosis untuk bayi (0 11 bln) berdasarkan BB : - kina 30 mg/KgBB/hr (dibagi 3 dosis) - primakuin 0,75 mg/KgBB, dosis tunggal (tidak diberikan pd bumil dan bayi).Malaria, Dr.M.JUFRI MAKMUR.SpPDwww.fk.unja.ac.idKomplikasi malaria:Malaria otak (Cerebral Malaria)Malaria otak sering timbul sebagai malaria berat yang menyebabkan kematian. Gejala yang timbul dapat tampak sebagai penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma, kejang- kejang atau psikosis organik (Chipman dkk, 1967). Penyebab malaria otak masih merupakan hipotesa yaitu akibat eritrosit yang mengandung parasit menjadi lebih mudah melekat pada dinding pembuluh kapiler (Miller, 1972). Hal ini disebabkan karena menurunnya muatan listrik permukaan eritrosit (Conrad, 1969) dan pembentukan tonjolan-tonjolan kecil dipermukaan eritrosit sehingga terjadi bendungan di pembuluh darah otak kecil (Miller, 1972). Semakin matang parasit dalam eritrosit semakin besar daya lekat eritrosit tersebut, terutama di organ dalam tetapi tidak di peredaran darah, yang memungkinkan penyakit menjadi berat walaupun konsentrasi eritrosit yang terinfeksidi peredarandarah rendah (Hall, 1977). Melekatnya eritrosit yang terinfeksi pada pembuluh darah kapiler dapat mengakibatkan terhambatnya aliran darah otak dan oedema (Maegraith, 1974). Oedema otak ini sering ditemukan pada waktu otopsi, tetapi gejala klinik dari peningkatan tekanan intrakranial jarang sekali ditemukan (Harinasuta dkk, 1982) dan CT scan tidak menyokong oedema sebagai gambaran primer dari malaria otak (Looareesuwan dkk, 1983). Sedangkan Schmutzhard dkk (1984) menemukan gejala sisa saraf yang cukup lama dari sindroma psikosaorganik, heminaresia atau hemihipestesia dan epilepsi.

Kelainan darahHemolisis dapat disebabkan oleh malaria dan obat anti malaria. Hemolisis dapat juga disebabkan karena meningkatnya fragilitas osmotik dari eritrosit yang terinfeksi dan tidak terinfeksi, sehingga umur eritrosit menurun (Fogel, 1966). Pada penderita dengan defisiensi glukosa 6pospat dehidrogenase dan hemoglobin abnormal, hemolisis yang terjadi meningkat dalam pengobatan dengan anti malaria (Pinder, 1973). Sedangkan Black Water Fever yang sebenarnya yaitu hemolisis tanpa adanya defisiensi G6PD, jarang terjadi dan selalu disertai adanya hemoglobinuria, hemolisis intravaskuler, kegagalan ginjal dan infeksi berat malaria (Bell, 1983). Anemia terjadi akibat meningkatnya eritrosit yang rusak (hemolisis), fagositosis eritrosit dan penurunan pembentukan eritrosit oleh sumsum tulang (Srichaikul dkk, 1967). Trombositopenia mungkin disebabkan oleh memendeknya umur platelet (Skudowitz dkk, 1973), juga didga karena Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) akibat hemolisis (Fletcher dkk, 1972) sehingga menimbulkan perdarahan pada kulit, mukosa dan kadang-kadang pida retina (Harinasuta, dkk, 1982). Perdarahan dapat jugs disebabkan karena kerusakan berat hati yang terinfeksi malaria sehingga timbul gangguan koagulopati.

Edema paruEdema paru merupakan komplikasi yang sering dan hampir selalu menyebabkan kematian. Patogenesisnya belum jelas, mungkin berhubungan dengan menurunnya volume aliran darah yang efektif, tidak berfungsinya aliran pembuluh, darah kecil paru-paru, meningkatnya permeabilitas kapiler, volume cairan intravena yang berlebihan (Brooks dkk, 1968) DIC atau uremia (Punyagupta dkk, 1974).

Kegagalan hatiPembesaran hati, jaundice, dan kelainan fungsi hati sering terjadi pda malaria falsiparum (Ramachandran dkk, 1976). Jaundice yang timbul umumnya karena kelainan sel hati, biasanya ringan, kadang-kadang berat. Transaminase yang meningkat jarang melebihi 200 IU (WHO, 1980). Peningkatan yang cukup tinggi dari beberapa kadar ensim serum dan bilirubin mungkin sebagian disebabkan karena hemolisis (Hall dkk, 1975). Sedangkan perpanjangan masa protrombin disebabkan karena DIC atau akibat efek dari kina (Pirk dkk, 1945).

Kegagalan ginjalKelainan fungsi ginjal sering ditemui pada malaria falsiparum berat seperti proteinuria, oliguria, anuria dan uremia. Kegagalan ginjal hampir selalu disebabkan oleh nekrosis tubulus akut yang diperkirakan akibat kelainan perfusi ginjal karena hipovolemi atau berkurangnya peredaran darah pada pembuluh darah kapiler ginjal (Sitprija dkk, 1967). Glomerulonefritis akut terjadi sebagai komplikasi malaria falsiparum karena terjadi nefritis imun kompleks (Bhamarapravati dkk, 1973).

DiareKurang berfungsinya penyerapan usus pada malaria disebabkan karena adanya kelainan mukosa berupa edema, kongesti, perdarahan petechiae dan terdapat banyak eritrosit yang terinfeksi sehingga terjadi nekrosis dan ulserasi usus (Hall, 1977). Malabsorpsi diketemukan selama fase akut malaria falsiparum E oleh Karney dkk (1972).

HipoglikemiaSering ditemukan pada penderita malaria falsiparum sedang, berat dan tersering pada wanita hamil. Kemungkinan penyebab hipoglikemi adalah karena konsumsi glukosa oleh parasit dan iangsangan pengeluaran insulin oleh obat anti malaria (White dkk, 1983). Kelaparan yang timbul akibat tak mau makan dan muntah-muntah serta penggunaan glikogen hati memungkinkan terjadinya hipoglikemia tersebut.

Abortus, kelahiran prematur, stillbirth dan bayi berat lahir rendahKeadaan-keadaan ini mungkin disebabkan karena berkurangnya aliran darah plasenta akibat kongesti dan timbunan eritrosit yang terinfeksi serta makrofag di dalam villus-villus plasenta dan sinus-sinus vena (McGregor dkk, 1983). Eritrosit yang mengandung parasit banyak terdapat pada aliran darah bagian maternal dan biasanya talc terlihat pada bagian fetal (Hall, 1977). Menurut McGregor (1984) hiperpireksia dapat juga mengakibatkan terjadinya abortus.http://myluvlylynn.blog.uns.ac.id/2012/02/29/komplikasi-malaria/