seminar
DESCRIPTION
seminarTRANSCRIPT
![Page 1: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/1.jpg)
SEMINAR MANAJEMEN PEMASARAN
September 172009
MEMBANGUN MEREK
OLEH : HIRDINIS M, SE, MM.
MATERI :Membangun MerekMengukur Kinerja MerekMengelola Merek
MODUL 6 TATAP MUKA 6
PKK MERCUBUANA JAKARTAFAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI MANAJEMEN S.1
VI. MEMBANGUN MEREK
![Page 2: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/2.jpg)
A. Membangun Merek
Keahlian khas para pemasar profesional adalah kemampuan mereka
menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek produk dan
jasa mereka. Merek adalah suatu nama, kata, tanda, simbol, atau desain, atau
kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasi pembuat atau penjual produk
dan jasa tertentu. Konsumen melihat merek sebagai bagian produk yang
penting dan merek dapat menambah nilai produk.
Barangkali keterampilan pemasar profesional yang paling menonjol adalah
kemampuan untuk menciptakan, menjaga, melindungi dan menaikkan citra
merek. Asosiasi Pemasaran Amerika (the American Marketing Association)
mendefinisikan merek atau brand sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain,
atau kombinasinya, yang ditujukan agar dapat mengenali barang atau jasa
dari satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk dan jasa
para pesaing. Berdasarkan peraturan perundang-undangan merek dagang,
penjual tersebut diberikan hak eksklusif untuk menggunakan nama mereknya
selamanya. Merek berbeda dengan aset lainnya seperti hak paten atau hak
cipta yang memiliki tanggal kadaluarsa. (Kotler, 2004)
Perusahaan mempunyai empat pilihan ketika harus memilih strategi merek.
Perusahaan dapat memperkenalkan perluasan lini (merek yang telah ada
diubah ke dalam bentuk, ukuran, dan rasa yang baru untuk kategori produk
yang sudah ada), perluasan merek (nama merek yang ada diperkenalkan ke
kategori produk baru), aneka merek (nama merek baru diperkenalkan ke
kategori produk yang sama), atau merek baru (merek baru untuk kategori
produk yang baru).
Kategori Produk
Yang telah ada Baru
![Page 3: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/3.jpg)
Yang telah ada
Nama Merek
Baru
Source: Kotler P & Amstrong G., 2004
Gambar : Empat strategi merek
Berikut penjelasan tabel : tentang strategi pengembangan merek,
1. Line Extension (Perluasan Lini Produk)
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang
sudah dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi
seperti rasa baru, warna, ukuran kemasan, dsb pada suatu kategori
produk dengan menggunakan nama merek yang sama.
Contoh : Merek laptop Fujitsu meluncurkan koleksi Lifebook Series
terbaru dengan varian lini produk antara lain S2110, C1320, dan P1510
2. Brand Extension (Perluasan Merek)
Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang
sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk baru atau
produk modifikasi pada kategori produk yang baru.
Contoh : Merek sabun mandi Lifebouy yang memperluas mereknya pada
kategori produk shampo
3. Multibrand (Aneka Merek)
Strategi pengembangan merek ini meluncurkan banyak merek pada satu
macam kategori produk yang sama.
Contoh : PT Unilever Indonesia Tbk memiliki tiga macam merek untuk
kategori produk sabun mandi yaitu Lux, Lifebouy, dan Dove.
4. New Brand (Merek Baru)
Strategi pengembangan merek ini menggunakan merek yang benar –
benar baru untuk peluncuran produk baru perusahaan.
Perluasan
Lini
Perluasan
Merek
Aneka
Merek
Merek
Baru
![Page 4: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/4.jpg)
Contoh : PT Coca – Cola Indonesia Tbk. meluncurkan merek Freshtea
untuk produk baru minuman produk perusahaan yaitu teh dalam kemasan
botol dengan aroma bunga melati.
Merek merupakan investasi jangka panjang perusahaan yang apabila dikelola
dengan maksimal akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan yang
mengelolanya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa merek-merek global yang
sudah bertahan puluhan tahun beberapa diantaranya kini berhasil menjadi
merek-merek termahal karena dikelola oleh perencanaan manajemen merek
yang sukses. Adakalanya perusahaan berpikir bahwa berinvestasi pada aset
seperti gedung, tanah dan mesin adalah investasi riil yang memberikan suatu
manfaat bagi perusahaan dibandingkan berinvestasi pada merek. Dalam
jangka waktu yang lebih lama sebenarnya dapat dilihat bahwa berinvestasi
pada merek memberikan hasil yang lebih menguntungkan. Ada kalanya
perusahaan akan dijual oleh pemiliknya beserta merek yang menjadi
portofolio perusahaan kepada investor untuk mendapatkan keuntungan.
Walau berganti pemilik setelah bisnis/perusahaan tersebut dibeli, perusahaan
dapat melanjutkan langkah perjalanan merek yang panjang dan terencana,
sehingga dapat menghasilkan ekuitas merek yang tinggi dan juga memberi
keuntungan lebih besar bagi perusahaan, terlebih lagi bagi investor yang
memilikinya.
Upaya membangun identitas merek memerlukan sejumlah keputusan
tambahan terkait dengan nama, logo, warna, tagline (slogan) dan simbol.
Sebuah merek lebih dari itum merek hanyalah alat dan taktik pemasaran.
Sebuah merek pada intinya adalah janji pemasar untuk menyampaikan
sejumlah fitur, keuntungan dan pelayanan yang konsisten kepada pembeli.
Pemasar harus menentukan sebuah misi untuk merek tersebut dan visi
mengenai ingin menjadi apa dan apa yang bisa dilakukan oleh merek
tersebut. Pemasar harus berpikir bahwa saat ini ditawarkan sebuah kontrak
kepada konsumen mengenai bagaimana merek tersebut akan berkinerja.
Kontrak merek tersebut haruslah jujur.
![Page 5: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/5.jpg)
Paling maksimal, kampanye merek hanya akan menciptakan pengakuan
nama, pengetahuan tentang merek, bahkan kecenderungan terhadap merek,
namun kampanye iklan tidak akan menciptakan keterikatan merek (brand
bonding), seberapa pun perusahaan mengeluarkan dana untuk iklan dan
publikasi. Brand bonding atau keterikatan merek hanya akan terjadi jika
konsumen mengalami manfaat langsung yang dijanjikan oleh perusahaan.
Faktanya adalah merek tidak dibangun oleh iklan tetapi oleh pengalaman
terhadap merek tersebut. Banyak perusahaan membuat janji-janji merek tetapi
gagal melatih karyawannya untuk memahami dan memberikan apa yang
dijanjikan oleh merek tersebut. Perusahaan dapat melakukan penanaman
merek secara internal (internal branding) di kalangan karyawannya agar
mereka dapat memahami, menginginkan, dan memberikan janji yang diusung
oleh merek tersebut (Kotler, 2004).
B. Mengukur Kinerja Merek
Sebuah merek yang diposisikan dengan baik mengasosiasikan namanya
dengan keuntungan yang diinginkan. Sejumlah contoh penentuan posisi
merek (brand positioning) yang sukses adalah Toyota (dapat dipercaya,
berorientasi keluarga), Raffles Hotel (dewasa, aristokratis), Sony (kreatif),
Tiger Balm (kuat sekaligus lembut) dan Lexus (kualitas). Penentuan posisi ini
akan berjalan dengan sukses jika dirasakan dengan penuh antusias oleh
setiap orang dalam organisasi tersebut, dan pasar sasaran (target market)
percaya bahwa perusahaan adalah yang terbaik dalam memberikan
keuntungan tersebut (Kotler, 2004).
Praktik branding telah berlangsung selama beberapa abad, namun teori
branding praktis baru berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Pakar
periklanan terkemuka David Ogilvy mencuatkan isu pentingnya citra merek di
tahun 1951. Klarifikasi perbedaan antara merek dan produk diungkapkan
secara gamblang pertama kali dalam sebuah artikel klasik berjudul ’the
product and the brand’ yang dipublikasikan di Harvard Business Review di
![Page 6: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/6.jpg)
tahun 1955 oleh Burleigh Garder & Sidney Levy. Wacana tentang
konseptualisasi dan pengukuran brand equity baru berkembang di akhir
dekade 1980 an. Pada dekade 1990 an isu global branding muncul ke
permukaan dan mendominasi literatur pemasaran internasional dan bisnis
internasional (Tjiptono, 2005).
Secara umum merek yang kuat adalah :
1. Berharga, yaitu dalam pengembangan mereka dapat membantu
perusahaan untuk membuka peluang/kesempatan (melalui brand
extension) dan menetralisir ancaman lingkungan persaingan
2. Jarang dimiliki oleh kompetitor saat ini maupun kompetitor potensial
3. Mahal untuk ditiru dan
4. Tidak ada pengganti/substitutor strategis
Coca Cola & Starbucks menggunakan corporate brand Coca Cola atau biasa
dikenal sebagai Coke, Starbucks menggunakan nama merek yang sama
untuk semua kafe-kafenya di seluruh dunia sedangkan HM Sampoerna
dengan beberapa mereknya yang terkenal Dji Sam Soe & A-Mild (X-Mild,
Sampoerna Exclusive & Sampoerna Hijau tidak dimasukkan dalam kategori
merek kuat karena merek tersebut sedang dibangun oleh perusahaan).
C. Mengelola Merek
Dalam mengelola merek dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :
1. Mengelola merek sebenarnya merupakan satu hal yang cukup kompleks.
Ada kalanya perusahaan yang sudah memiliki merek yang kuat bukan
berarti merek tersebut selain memiliki ekuitas tinggi berarti sudah dalam
posisi yang aman bagi perusahaan, namun juga di sisi lain perusahaan-
perusahaan yang memiliki merek terkenal juga pernah melakukan
kesalahan yang cukup fatal, antara lain kasus ’New Coke’ Coca Cola.
Dulu, sejumlah eksekutif minuman ringan yakin bahwa pemasaran adalah
pertarungan rasa. Coca Cola Company memproduksi cola yang
![Page 7: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/7.jpg)
mempunyai rasa lebih manis dan melakukan 200.000 uji rasa untuk
membuktikan bahwa ‘Coke Baru’ (New Coke) memiliki rasa lebih baru
dari Pepsi Cola dan formula orisinil mereka, yang kini disebut ‘Coca-Cola
Classic’. Soda yang disebut oleh riset memiliki rasa paling buruk, Coca-
Cola Classic, kini merupakan cola paling laku, konsumen tidak tertarik
pada ‘Coke Baru’. (Trout, 2002)
2. Konsumen bersedia membayar lebih untuk merek yang ternama. Para
pencinta Coca Cola bersedia membayar kenaikan 50 % dari harga produk
daripada membeli produk pesaing dengan harga yang hampir sama;
Lexus dan Toyota Camry menggunakan mesin yang sama namun merek
Lexus lebih mahal US$ 10.000 daripada merek Camry. Jelas bahwa
ekuitas adalah aset. Brand Equity adalah dampak pembeda positif
setelah mengetahui nama merek terhadap respon, konsumen terhadap
produk atau jasa dengan merek tersebut. Ekuitas merek harus dibedakan
dari valuasi merek (brand valuation), yaitu perkiraan total nilai finansial
merek tersebut (Kotler, 2004).
3. Model brand equity mapan dalam aliran psikologi kognitif yaitu model
Aaker (Aaker, 2004) dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam model Aakerl
brand equity diformulasikan dari sudut manajerial dan strategi korporat,
meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker
menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand
equity ke dalam empat dimensi yaitu brand awareness (kemampuan
konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek
merupakan anggota dari kategori produk tertentu), perceived quality
(merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas
produk secara keseluruhan), brand associations (segala sesuatu yang
terkait dengan memori terhadap sebuah merek) dan brand loyalty (suatu
ikatan/tautan yang dimiliki konsumen terhadap sebuah merek).
![Page 8: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/8.jpg)
Sumber : Aaker (2004)
Gambar : Elemen Brand Equity
Kesalahan manajemen merek diantara banyak perusahaan merupakan hal
yang sangat mengejutkan. Lebih dari 60% perusahaan tidak memiliki rencana
candangan, 56 % mengatakan mereka tidak mengukur nilai merek, dan 33 %
tidak memiliki strategi merek formal jangka panjang.
Di sejumlah negara, perusahaan multinasional mulai mengembangkan sendiri
merek-merek lokalnya dan/atau mengincar merek-merek lokal yang kuat
untuk diakuisisi. Beberapa contoh diantaranya : Unilever mengembangkan
minyak goreng Key Soap dan Frytol di Ghana, Cussons membeli sabun
Asoka di Indonesia, Coca Cola Membeli Parle Products merek minuman
ringan terbesar di India, Heinz membeli bisnis makanan Glaxo di India dan
Unilever membeli bisnis sabun mandi dan deterjen Tata Group dan merek es
krim India, Kwality. Merek-merek lokal terkemuka Indonesia yang sudah
diambil alih atau dibeli sahamnya oleh perusahaan asing meliputi saus tomat
dan saus sambal ABC (HJ Heinz); susu SGM (Numico); air mineral Aqua
(Danone); kecap cap Bango dan makanan ringan Taro (Unilever); biskuit
Helios dan Nyam-Nyam (Campbell); Indocement (Heidelberg, Jerman);
Semen Gresik (Cemex, Mexico); Danamon (Asia Financial Indonesia,
konsorsium antara Deutsche Bank & Temasek Singapura); BCA (Konsorsium
Farallon), dan lain-lain (Tjiptono,2005). Berdasarkan fakta-fakta tersebut,
![Page 9: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/9.jpg)
sebagian besar perusahaan lebih menyukai untuk mengakuisisi perusahaan
yang memiliki merek cukup kuat dan membangun merek tersebut lebih lanjut.
Pada dasarnya investor yang membeli perusahaan memiliki kecenderungan
untuk mempertahankan merek mula-mula, yaitu merek yang sejak awal dibeli
bersama dengan perusahaan sudah ada yang cukup kuat di benak
konsumen. Membuat sebuah merek baru jauh lebih beresiko dan mahal
dibandingkan perusahaan meneruskan/membangun merek yang ada. Merek
memiliki peranan penting dan tidak sekedar adalah nama, simbol, slogan,
dsb. Merek bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi
para konsumennya. Adakalanya juga bahwa investor justru membeli/
mengakuisisi perusahaan untuk menambahkan portofolio merek perusahaan
(misalnya Philip Morris mengakuisisi HM Sampoerna) dan membangun merek
tersebut di bawah manajemen perusahaan, contoh lain adalah Unilever saat
mengakuisisi merek snack Taro, Danone & Nestle saat mengakuisisi AMDK
(Air Mineral Dalam Kemasan) Aqua serta Coca Cola saat mengakuisisi Ades.
Penetapan merek telah lama popular di kalangan barang konsumen.
Beberapa merek menjadi semakin demikian kuat hingga dipakai sebagai
nama generic produk itu sendiri. Aspirin, shredded wheat, dan cellopane pada
suatu masa merupakan nama merek. Pertumbuhan penetapan merek terjadi
setelah perang saudara (civil war), sejalan dengan pertumbuhan perusahaan
nasional dan media iklan nasional. Beberapa merek dari zaman itu masih
bertahan, terutama Boarden’s, Quaker Oats, Vaseline dan Ivory Soap.
Sebagian besar merek nasional dalam industri pariwisata bertahan kurang
dari 30 tahun. Dewasa ini penetapan merek merupakan kekuatan yang
dahsyat dalam industri pariwisata. Direktur Kleinworth Benson Securities Ltd.
Dari London, Paul Slattery, meramalkan bahwa industri hotel akan mengalami
pertumbuhan megarantai.
Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, disain atau kombinasi dari unsur-
unsur ini, yang dimaksudkan sebagai pengenal barang atau jasa dari penjual
dan sebagai pembeda dengan pesaing. Nama merek adalah bagian dari
![Page 10: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/10.jpg)
merek yang dapat diucapkan. Sebagai contoh Disneyland, Hilton, Club Med
dan Sizzler. Tanda merek adalah bagian dari merek yang dapat dikenali
namun tidak dapat diucapkan, seperti symbol, disain, warna atau huruf yang
khas. Contohnya lengkungan emas McDonald’s dan huruf H pada Hilton.
Merek dagang : merek yang diberi perlindungan hukum untuk melindungi
hak eklusif penjual dalam menggunakan nama merek dan tanda merek.
1. Perangkapan Merek
Beberapa perusahan pariwisata seperti restoran Arby’s menguji atau
telah menggunakan perangkapan merek, dalam pengertian lebih dari
satu merek di bawah satu atap. Sebagai tambahan bagi merek Arby’s,
rantai restoran itu memakai TJ Cinnamon di 46 toko dalam kawasan
pasar uji. Jika berhasil, Arby’s brmaksud menambahkan TJ Cinnamon
sebagai pilhan waralaba bagi 3500 tokonya di dunia.
2. Kekuatan pendorong di balik perangkapan merek itu adalah penerimaan
tambahan dan daya tarik tambahan bagi restoran melalui merek
terkenal yang diharapkan menarik minat pelangan baru atau mengajak
pelanggan lama untuk lebih sering kembali dan lebih banyak berbelanja
dalam setiap kunjungan. Salah satu pelaku terobosan perangkapan
merek adalah took-toko seperti Subway atau Taco Bell yang
menambahkan nama merek di toko mereka.
3. Kondisi pendukung penetapan merek
Lima kondisi yang mendorong pengambilan keputusan penetapan
merek :
a. Produk akan mudah dikenali jika menggunakan merek/tanda
merek.
b. Produk dipersepsikan mempunyai nilai tertinggi untuk harganya.
c. Kualitas dan standar mudah dipertahankan.
d. Permintaan atas kelas produk umum cukup besar sehingga dapat
mendukung rantai regional, nasional maupun internasional.
Pengembangan massa yang sangat menentukan keberhasilan
![Page 11: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/11.jpg)
merek untuk mendukung biaya overhead iklan dan administrasi itu
penting.
e. Terdapat ekonomi skala.
4. Produk akan Mudah Dikenali dengan Merek atau Tanda Merek
Rantai hotel dan restoran banyak dapat dijadikan contoh mengenai
tampilan yang mudah dikenali. Kerai merah putih dan cat khusus pada
TGI Friday’s dan tanda hijau pada Holiday Inn, dikenal luas oleh
pelanggan. Umumnya papan reklame di jalan bebas hambatan adalah
petunjuk arah mengandalkan pengenalan merek. Disitu hanya
terpampang nama merek/tanda merek serta arah tempat penjualannya.
Karakteristik yang dikehendaki dari nama merek antara lain adalah :
a. Nama merek harus menggambarkan manfaat dan kualitas produk.
Misalnya Dairy Queen, Comfort Inns, Pizza Hut, Burger King,
American Airlines.
b. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenali dan diingat. Lebih
membantu bila nama itu pendek. Misalnya, Wendy’s, Hilton.
c. Nama merek harus khas. Misalnya El Torito, Avis, Bennigan’s.
d. Untuk perusahaan besar di masa mendatang ingin memperluas
pasar ke luar negeri, nama itu harus mudah diterjemahkan ke
dalam bahasa asing. Beberapa perusahaan mengalami bahwa
nama mereka bermakna negative bila diterjemahkan ke dalam
bahasa negara yang ingin dimasukinya.
e. Nama merek harus dapat terdaftar dan terlindungi hukum.
5. Produk dipersepsikan sebagai nilai tertinggi untuk harganya.
Nama merek mempunyai nilai karena adanya dari persepsi konsumen.
Merek menarik konsumen dengan mengembangkan persepsi
berkualitas dan bernilai tinggi. La Quinta mengembangkan citra yang
baik bagi para pelancong bisnis yang menginap semalam, sedangkan
Embassy Suites mengembangkan citra nilai tinggi bagi mereka yang
menginginkan hotel yang semuanya suite.
![Page 12: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/12.jpg)
Konsep nama merek meluas hingga tempat tujuan turis. Vail, Aspen,
Acapulco, Palm Srpings, dan French Riviera telah mengembangkan
reputasi, persepsi konsumen, dan harapan yang tinggi. Mereka yang
mempromosikan dan mengembangkan tujuan turis harus
bertanggungjawab memajukan dan memastikan citra merek yang
menguntungkan.
Peraturan pembangunan gedung yang ketat, koordinasi promosi,
penonjolan tempat bersejarah dan pelindungan terhadap pemurunan
kualitas lingkungan merupakan hal-hal penting bagi kesuksesan tempat
tujuan turis. Kamar dagang, asosiasi promosi turis, dewan kota,
pemerintah daerah, kelompok lingkungan dan masyarakt sejarah
berperan penting dalam perlindungan merek suatu tempat tujuan.
6. Kualitas dan Standar Mudah Dipertahankan
Agar bisa sukses, merek multi unit besar seperti Pizza Hut, Holiday Inn,
Chili’s harus mengembangkan standar bagi seluruh sistem agar
memenuhi harapan pelnaggan. Bila merek berhasil mengembangkan
citra kualitas, pelanggan akan mengharapkan kualitas yang sama di
semua tempat penjualan dengan nama merek yang sama. Merek dan
kebijakan yang tidak konsisten akan menurunkan citra merek.
Konsistensi dan standarisari merupakan faktor kritis yang sering
menjadikan konsumen setia pada merek. Manfaat utama penerapan
merek adalah penciptaan pelanggan yang loyal. Mereka membeli merek
ketika tersedia dimana-mana dan membuat semakin kuat nama
mereknya.
![Page 13: seminar](https://reader035.vdokumen.com/reader035/viewer/2022071807/55cf9817550346d0339582fd/html5/thumbnails/13.jpg)
DAFTAR PUSTAKA
Aaker David A – Kumar V. – Day George S, (2004) : Marketing Research, Eighth Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York – USA.
Cateora Philip R, Graham John L. (2007) : Pemasaran Internasional, Edisi 13, Salemba Empat, Jakarta,
Craven David W., Piercy Nigel F, (2006): Strategic Marketing, International Edition, Mc Graw-Hill,
Kotabe Masaaki, Helsen Kristiaan (2004) : Global Marketing Management, Third edition, Wiley International Edition.
Kotler P & Amstrong G., (2004) : “Principle of Marketing”, 10 th edition / International Edition, Prentice Hall, New Jersey
Kotler Philip., (2004) “Marketing Management”, 11th edition / International Edition, Prentice Hall : New Jersey.
Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane. (2006). Marketing Management. 12th Edition. New Jersey : Pearson Education.
Kuncoro Mudrajad, (2003) : Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, -- , Erlangga, Jakarta – Indonesia.
Malhotra Naresh K, (2005) : Riset Pemasaran ; Pendekatan Terapan, Edisi Keempat, PT. Indeks, Jakarta – Indonesia.
Tjiptono Fandy (2002), Manajemen Pemasaran, --- , Penerbit Andi, Jogyakarta,