seminar

19
SEMINAR MANAJEMEN PEMASARAN September 17 2009 MEMBANGUN MEREK OLEH : HIRDINIS M, SE, MM. MATERI : Membangun Merek Mengukur Kinerja Merek Mengelola Merek MODUL 6 TATAP MUKA 6 PKK MERCUBUANA JAKARTA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MANAJEMEN S.1

Upload: indra-passer

Post on 29-Dec-2015

16 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

seminar

TRANSCRIPT

Page 1: seminar

SEMINAR MANAJEMEN PEMASARAN

September 172009

MEMBANGUN MEREK

OLEH : HIRDINIS M, SE, MM.

MATERI :Membangun MerekMengukur Kinerja MerekMengelola Merek

MODUL 6 TATAP MUKA 6

PKK MERCUBUANA JAKARTAFAKULTAS EKONOMIPROGRAM STUDI MANAJEMEN S.1

VI. MEMBANGUN MEREK

Page 2: seminar

A. Membangun Merek

Keahlian khas para pemasar profesional adalah kemampuan mereka

menciptakan, memelihara, melindungi, dan meningkatkan merek produk dan

jasa mereka. Merek adalah suatu nama, kata, tanda, simbol, atau desain, atau

kombinasi dari semuanya yang mengidentifikasi pembuat atau penjual produk

dan jasa tertentu. Konsumen melihat merek sebagai bagian produk yang

penting dan merek dapat menambah nilai produk.

Barangkali keterampilan pemasar profesional yang paling menonjol adalah

kemampuan untuk menciptakan, menjaga, melindungi dan menaikkan citra

merek. Asosiasi Pemasaran Amerika (the American Marketing Association)

mendefinisikan merek atau brand sebagai nama, istilah, tanda, simbol, desain,

atau kombinasinya, yang ditujukan agar dapat mengenali barang atau jasa

dari satu atau sekelompok penjual dan membedakannya dari produk dan jasa

para pesaing. Berdasarkan peraturan perundang-undangan merek dagang,

penjual tersebut diberikan hak eksklusif untuk menggunakan nama mereknya

selamanya. Merek berbeda dengan aset lainnya seperti hak paten atau hak

cipta yang memiliki tanggal kadaluarsa. (Kotler, 2004)

Perusahaan mempunyai empat pilihan ketika harus memilih strategi merek.

Perusahaan dapat memperkenalkan perluasan lini (merek yang telah ada

diubah ke dalam bentuk, ukuran, dan rasa yang baru untuk kategori produk

yang sudah ada), perluasan merek (nama merek yang ada diperkenalkan ke

kategori produk baru), aneka merek (nama merek baru diperkenalkan ke

kategori produk yang sama), atau merek baru (merek baru untuk kategori

produk yang baru).

Kategori Produk

Yang telah ada Baru

Page 3: seminar

Yang telah ada

Nama Merek

Baru

Source: Kotler P & Amstrong G., 2004

Gambar : Empat strategi merek

Berikut penjelasan tabel : tentang strategi pengembangan merek,

1. Line Extension (Perluasan Lini Produk)

Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang

sudah dikenal oleh konsumen untuk memperkenalkan tambahan variasi

seperti rasa baru, warna, ukuran kemasan, dsb pada suatu kategori

produk dengan menggunakan nama merek yang sama.

Contoh : Merek laptop Fujitsu meluncurkan koleksi Lifebook Series

terbaru dengan varian lini produk antara lain S2110, C1320, dan P1510

2. Brand Extension (Perluasan Merek)

Strategi pengembangan merek ini menggunakan nama merek yang

sudah dikenal oleh konsumen untuk meluncurkan produk baru atau

produk modifikasi pada kategori produk yang baru.

Contoh : Merek sabun mandi Lifebouy yang memperluas mereknya pada

kategori produk shampo

3. Multibrand (Aneka Merek)

Strategi pengembangan merek ini meluncurkan banyak merek pada satu

macam kategori produk yang sama.

Contoh : PT Unilever Indonesia Tbk memiliki tiga macam merek untuk

kategori produk sabun mandi yaitu Lux, Lifebouy, dan Dove.

4. New Brand (Merek Baru)

Strategi pengembangan merek ini menggunakan merek yang benar –

benar baru untuk peluncuran produk baru perusahaan.

Perluasan

Lini

Perluasan

Merek

Aneka

Merek

Merek

Baru

Page 4: seminar

Contoh : PT Coca – Cola Indonesia Tbk. meluncurkan merek Freshtea

untuk produk baru minuman produk perusahaan yaitu teh dalam kemasan

botol dengan aroma bunga melati.

Merek merupakan investasi jangka panjang perusahaan yang apabila dikelola

dengan maksimal akan memberikan keuntungan besar bagi perusahaan yang

mengelolanya. Sudah bukan rahasia lagi bahwa merek-merek global yang

sudah bertahan puluhan tahun beberapa diantaranya kini berhasil menjadi

merek-merek termahal karena dikelola oleh perencanaan manajemen merek

yang sukses. Adakalanya perusahaan berpikir bahwa berinvestasi pada aset

seperti gedung, tanah dan mesin adalah investasi riil yang memberikan suatu

manfaat bagi perusahaan dibandingkan berinvestasi pada merek. Dalam

jangka waktu yang lebih lama sebenarnya dapat dilihat bahwa berinvestasi

pada merek memberikan hasil yang lebih menguntungkan. Ada kalanya

perusahaan akan dijual oleh pemiliknya beserta merek yang menjadi

portofolio perusahaan kepada investor untuk mendapatkan keuntungan.

Walau berganti pemilik setelah bisnis/perusahaan tersebut dibeli, perusahaan

dapat melanjutkan langkah perjalanan merek yang panjang dan terencana,

sehingga dapat menghasilkan ekuitas merek yang tinggi dan juga memberi

keuntungan lebih besar bagi perusahaan, terlebih lagi bagi investor yang

memilikinya.

Upaya membangun identitas merek memerlukan sejumlah keputusan

tambahan terkait dengan nama, logo, warna, tagline (slogan) dan simbol.

Sebuah merek lebih dari itum merek hanyalah alat dan taktik pemasaran.

Sebuah merek pada intinya adalah janji pemasar untuk menyampaikan

sejumlah fitur, keuntungan dan pelayanan yang konsisten kepada pembeli.

Pemasar harus menentukan sebuah misi untuk merek tersebut dan visi

mengenai ingin menjadi apa dan apa yang bisa dilakukan oleh merek

tersebut. Pemasar harus berpikir bahwa saat ini ditawarkan sebuah kontrak

kepada konsumen mengenai bagaimana merek tersebut akan berkinerja.

Kontrak merek tersebut haruslah jujur.

Page 5: seminar

Paling maksimal, kampanye merek hanya akan menciptakan pengakuan

nama, pengetahuan tentang merek, bahkan kecenderungan terhadap merek,

namun kampanye iklan tidak akan menciptakan keterikatan merek (brand

bonding), seberapa pun perusahaan mengeluarkan dana untuk iklan dan

publikasi. Brand bonding atau keterikatan merek hanya akan terjadi jika

konsumen mengalami manfaat langsung yang dijanjikan oleh perusahaan.

Faktanya adalah merek tidak dibangun oleh iklan tetapi oleh pengalaman

terhadap merek tersebut. Banyak perusahaan membuat janji-janji merek tetapi

gagal melatih karyawannya untuk memahami dan memberikan apa yang

dijanjikan oleh merek tersebut. Perusahaan dapat melakukan penanaman

merek secara internal (internal branding) di kalangan karyawannya agar

mereka dapat memahami, menginginkan, dan memberikan janji yang diusung

oleh merek tersebut (Kotler, 2004).

B. Mengukur Kinerja Merek

Sebuah merek yang diposisikan dengan baik mengasosiasikan namanya

dengan keuntungan yang diinginkan. Sejumlah contoh penentuan posisi

merek (brand positioning) yang sukses adalah Toyota (dapat dipercaya,

berorientasi keluarga), Raffles Hotel (dewasa, aristokratis), Sony (kreatif),

Tiger Balm (kuat sekaligus lembut) dan Lexus (kualitas). Penentuan posisi ini

akan berjalan dengan sukses jika dirasakan dengan penuh antusias oleh

setiap orang dalam organisasi tersebut, dan pasar sasaran (target market)

percaya bahwa perusahaan adalah yang terbaik dalam memberikan

keuntungan tersebut (Kotler, 2004).

Praktik branding telah berlangsung selama beberapa abad, namun teori

branding praktis baru berkembang dalam beberapa dekade terakhir. Pakar

periklanan terkemuka David Ogilvy mencuatkan isu pentingnya citra merek di

tahun 1951. Klarifikasi perbedaan antara merek dan produk diungkapkan

secara gamblang pertama kali dalam sebuah artikel klasik berjudul ’the

product and the brand’ yang dipublikasikan di Harvard Business Review di

Page 6: seminar

tahun 1955 oleh Burleigh Garder & Sidney Levy. Wacana tentang

konseptualisasi dan pengukuran brand equity baru berkembang di akhir

dekade 1980 an. Pada dekade 1990 an isu global branding muncul ke

permukaan dan mendominasi literatur pemasaran internasional dan bisnis

internasional (Tjiptono, 2005).

Secara umum merek yang kuat adalah :

1. Berharga, yaitu dalam pengembangan mereka dapat membantu

perusahaan untuk membuka peluang/kesempatan (melalui brand

extension) dan menetralisir ancaman lingkungan persaingan

2. Jarang dimiliki oleh kompetitor saat ini maupun kompetitor potensial

3. Mahal untuk ditiru dan

4. Tidak ada pengganti/substitutor strategis

Coca Cola & Starbucks menggunakan corporate brand Coca Cola atau biasa

dikenal sebagai Coke, Starbucks menggunakan nama merek yang sama

untuk semua kafe-kafenya di seluruh dunia sedangkan HM Sampoerna

dengan beberapa mereknya yang terkenal Dji Sam Soe & A-Mild (X-Mild,

Sampoerna Exclusive & Sampoerna Hijau tidak dimasukkan dalam kategori

merek kuat karena merek tersebut sedang dibangun oleh perusahaan).

C. Mengelola Merek

Dalam mengelola merek dapat dilakukan dengan tiga cara berikut :

1. Mengelola merek sebenarnya merupakan satu hal yang cukup kompleks.

Ada kalanya perusahaan yang sudah memiliki merek yang kuat bukan

berarti merek tersebut selain memiliki ekuitas tinggi berarti sudah dalam

posisi yang aman bagi perusahaan, namun juga di sisi lain perusahaan-

perusahaan yang memiliki merek terkenal juga pernah melakukan

kesalahan yang cukup fatal, antara lain kasus ’New Coke’ Coca Cola.

Dulu, sejumlah eksekutif minuman ringan yakin bahwa pemasaran adalah

pertarungan rasa. Coca Cola Company memproduksi cola yang

Page 7: seminar

mempunyai rasa lebih manis dan melakukan 200.000 uji rasa untuk

membuktikan bahwa ‘Coke Baru’ (New Coke) memiliki rasa lebih baru

dari Pepsi Cola dan formula orisinil mereka, yang kini disebut ‘Coca-Cola

Classic’. Soda yang disebut oleh riset memiliki rasa paling buruk, Coca-

Cola Classic, kini merupakan cola paling laku, konsumen tidak tertarik

pada ‘Coke Baru’. (Trout, 2002)

2. Konsumen bersedia membayar lebih untuk merek yang ternama. Para

pencinta Coca Cola bersedia membayar kenaikan 50 % dari harga produk

daripada membeli produk pesaing dengan harga yang hampir sama;

Lexus dan Toyota Camry menggunakan mesin yang sama namun merek

Lexus lebih mahal US$ 10.000 daripada merek Camry. Jelas bahwa

ekuitas adalah aset. Brand Equity adalah dampak pembeda positif

setelah mengetahui nama merek terhadap respon, konsumen terhadap

produk atau jasa dengan merek tersebut. Ekuitas merek harus dibedakan

dari valuasi merek (brand valuation), yaitu perkiraan total nilai finansial

merek tersebut (Kotler, 2004).

3. Model brand equity mapan dalam aliran psikologi kognitif yaitu model

Aaker (Aaker, 2004) dapat dilihat pada Gambar 1. Dalam model Aakerl

brand equity diformulasikan dari sudut manajerial dan strategi korporat,

meskipun landasan utamanya adalah perilaku konsumen. Aaker

menjabarkan aset merek yang berkontribusi pada penciptaan brand

equity ke dalam empat dimensi yaitu brand awareness (kemampuan

konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek

merupakan anggota dari kategori produk tertentu), perceived quality

(merupakan penilaian konsumen terhadap keunggulan atau superioritas

produk secara keseluruhan), brand associations (segala sesuatu yang

terkait dengan memori terhadap sebuah merek) dan brand loyalty (suatu

ikatan/tautan yang dimiliki konsumen terhadap sebuah merek).

Page 8: seminar

Sumber : Aaker (2004)

Gambar : Elemen Brand Equity

Kesalahan manajemen merek diantara banyak perusahaan merupakan hal

yang sangat mengejutkan. Lebih dari 60% perusahaan tidak memiliki rencana

candangan, 56 % mengatakan mereka tidak mengukur nilai merek, dan 33 %

tidak memiliki strategi merek formal jangka panjang.

Di sejumlah negara, perusahaan multinasional mulai mengembangkan sendiri

merek-merek lokalnya dan/atau mengincar merek-merek lokal yang kuat

untuk diakuisisi. Beberapa contoh diantaranya : Unilever mengembangkan

minyak goreng Key Soap dan Frytol di Ghana, Cussons membeli sabun

Asoka di Indonesia, Coca Cola Membeli Parle Products merek minuman

ringan terbesar di India, Heinz membeli bisnis makanan Glaxo di India dan

Unilever membeli bisnis sabun mandi dan deterjen Tata Group dan merek es

krim India, Kwality. Merek-merek lokal terkemuka Indonesia yang sudah

diambil alih atau dibeli sahamnya oleh perusahaan asing meliputi saus tomat

dan saus sambal ABC (HJ Heinz); susu SGM (Numico); air mineral Aqua

(Danone); kecap cap Bango dan makanan ringan Taro (Unilever); biskuit

Helios dan Nyam-Nyam (Campbell); Indocement (Heidelberg, Jerman);

Semen Gresik (Cemex, Mexico); Danamon (Asia Financial Indonesia,

konsorsium antara Deutsche Bank & Temasek Singapura); BCA (Konsorsium

Farallon), dan lain-lain (Tjiptono,2005). Berdasarkan fakta-fakta tersebut,

Page 9: seminar

sebagian besar perusahaan lebih menyukai untuk mengakuisisi perusahaan

yang memiliki merek cukup kuat dan membangun merek tersebut lebih lanjut.

Pada dasarnya investor yang membeli perusahaan memiliki kecenderungan

untuk mempertahankan merek mula-mula, yaitu merek yang sejak awal dibeli

bersama dengan perusahaan sudah ada yang cukup kuat di benak

konsumen. Membuat sebuah merek baru jauh lebih beresiko dan mahal

dibandingkan perusahaan meneruskan/membangun merek yang ada. Merek

memiliki peranan penting dan tidak sekedar adalah nama, simbol, slogan,

dsb. Merek bahkan sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi

para konsumennya. Adakalanya juga bahwa investor justru membeli/

mengakuisisi perusahaan untuk menambahkan portofolio merek perusahaan

(misalnya Philip Morris mengakuisisi HM Sampoerna) dan membangun merek

tersebut di bawah manajemen perusahaan, contoh lain adalah Unilever saat

mengakuisisi merek snack Taro, Danone & Nestle saat mengakuisisi AMDK

(Air Mineral Dalam Kemasan) Aqua serta Coca Cola saat mengakuisisi Ades.

Penetapan merek telah lama popular di kalangan barang konsumen.

Beberapa merek menjadi semakin demikian kuat hingga dipakai sebagai

nama generic produk itu sendiri. Aspirin, shredded wheat, dan cellopane pada

suatu masa merupakan nama merek. Pertumbuhan penetapan merek terjadi

setelah perang saudara (civil war), sejalan dengan pertumbuhan perusahaan

nasional dan media iklan nasional. Beberapa merek dari zaman itu masih

bertahan, terutama Boarden’s, Quaker Oats, Vaseline dan Ivory Soap.

Sebagian besar merek nasional dalam industri pariwisata bertahan kurang

dari 30 tahun. Dewasa ini penetapan merek merupakan kekuatan yang

dahsyat dalam industri pariwisata. Direktur Kleinworth Benson Securities Ltd.

Dari London, Paul Slattery, meramalkan bahwa industri hotel akan mengalami

pertumbuhan megarantai.

Merek adalah nama, istilah, tanda, symbol, disain atau kombinasi dari unsur-

unsur ini, yang dimaksudkan sebagai pengenal barang atau jasa dari penjual

dan sebagai pembeda dengan pesaing. Nama merek adalah bagian dari

Page 10: seminar

merek yang dapat diucapkan. Sebagai contoh Disneyland, Hilton, Club Med

dan Sizzler. Tanda merek adalah bagian dari merek yang dapat dikenali

namun tidak dapat diucapkan, seperti symbol, disain, warna atau huruf yang

khas. Contohnya lengkungan emas McDonald’s dan huruf H pada Hilton.

Merek dagang : merek yang diberi perlindungan hukum untuk melindungi

hak eklusif penjual dalam menggunakan nama merek dan tanda merek.

1. Perangkapan Merek

Beberapa perusahan pariwisata seperti restoran Arby’s menguji atau

telah menggunakan perangkapan merek, dalam pengertian lebih dari

satu merek di bawah satu atap. Sebagai tambahan bagi merek Arby’s,

rantai restoran itu memakai TJ Cinnamon di 46 toko dalam kawasan

pasar uji. Jika berhasil, Arby’s brmaksud menambahkan TJ Cinnamon

sebagai pilhan waralaba bagi 3500 tokonya di dunia.

2. Kekuatan pendorong di balik perangkapan merek itu adalah penerimaan

tambahan dan daya tarik tambahan bagi restoran melalui merek

terkenal yang diharapkan menarik minat pelangan baru atau mengajak

pelanggan lama untuk lebih sering kembali dan lebih banyak berbelanja

dalam setiap kunjungan. Salah satu pelaku terobosan perangkapan

merek adalah took-toko seperti Subway atau Taco Bell yang

menambahkan nama merek di toko mereka.

3. Kondisi pendukung penetapan merek

Lima kondisi yang mendorong pengambilan keputusan penetapan

merek :

a. Produk akan mudah dikenali jika menggunakan merek/tanda

merek.

b. Produk dipersepsikan mempunyai nilai tertinggi untuk harganya.

c. Kualitas dan standar mudah dipertahankan.

d. Permintaan atas kelas produk umum cukup besar sehingga dapat

mendukung rantai regional, nasional maupun internasional.

Pengembangan massa yang sangat menentukan keberhasilan

Page 11: seminar

merek untuk mendukung biaya overhead iklan dan administrasi itu

penting.

e. Terdapat ekonomi skala.

4. Produk akan Mudah Dikenali dengan Merek atau Tanda Merek

Rantai hotel dan restoran banyak dapat dijadikan contoh mengenai

tampilan yang mudah dikenali. Kerai merah putih dan cat khusus pada

TGI Friday’s dan tanda hijau pada Holiday Inn, dikenal luas oleh

pelanggan. Umumnya papan reklame di jalan bebas hambatan adalah

petunjuk arah mengandalkan pengenalan merek. Disitu hanya

terpampang nama merek/tanda merek serta arah tempat penjualannya.

Karakteristik yang dikehendaki dari nama merek antara lain adalah :

a. Nama merek harus menggambarkan manfaat dan kualitas produk.

Misalnya Dairy Queen, Comfort Inns, Pizza Hut, Burger King,

American Airlines.

b. Nama merek harus mudah diucapkan, dikenali dan diingat. Lebih

membantu bila nama itu pendek. Misalnya, Wendy’s, Hilton.

c. Nama merek harus khas. Misalnya El Torito, Avis, Bennigan’s.

d. Untuk perusahaan besar di masa mendatang ingin memperluas

pasar ke luar negeri, nama itu harus mudah diterjemahkan ke

dalam bahasa asing. Beberapa perusahaan mengalami bahwa

nama mereka bermakna negative bila diterjemahkan ke dalam

bahasa negara yang ingin dimasukinya.

e. Nama merek harus dapat terdaftar dan terlindungi hukum.

5. Produk dipersepsikan sebagai nilai tertinggi untuk harganya.

Nama merek mempunyai nilai karena adanya dari persepsi konsumen.

Merek menarik konsumen dengan mengembangkan persepsi

berkualitas dan bernilai tinggi. La Quinta mengembangkan citra yang

baik bagi para pelancong bisnis yang menginap semalam, sedangkan

Embassy Suites mengembangkan citra nilai tinggi bagi mereka yang

menginginkan hotel yang semuanya suite.

Page 12: seminar

Konsep nama merek meluas hingga tempat tujuan turis. Vail, Aspen,

Acapulco, Palm Srpings, dan French Riviera telah mengembangkan

reputasi, persepsi konsumen, dan harapan yang tinggi. Mereka yang

mempromosikan dan mengembangkan tujuan turis harus

bertanggungjawab memajukan dan memastikan citra merek yang

menguntungkan.

Peraturan pembangunan gedung yang ketat, koordinasi promosi,

penonjolan tempat bersejarah dan pelindungan terhadap pemurunan

kualitas lingkungan merupakan hal-hal penting bagi kesuksesan tempat

tujuan turis. Kamar dagang, asosiasi promosi turis, dewan kota,

pemerintah daerah, kelompok lingkungan dan masyarakt sejarah

berperan penting dalam perlindungan merek suatu tempat tujuan.

6. Kualitas dan Standar Mudah Dipertahankan

Agar bisa sukses, merek multi unit besar seperti Pizza Hut, Holiday Inn,

Chili’s harus mengembangkan standar bagi seluruh sistem agar

memenuhi harapan pelnaggan. Bila merek berhasil mengembangkan

citra kualitas, pelanggan akan mengharapkan kualitas yang sama di

semua tempat penjualan dengan nama merek yang sama. Merek dan

kebijakan yang tidak konsisten akan menurunkan citra merek.

Konsistensi dan standarisari merupakan faktor kritis yang sering

menjadikan konsumen setia pada merek. Manfaat utama penerapan

merek adalah penciptaan pelanggan yang loyal. Mereka membeli merek

ketika tersedia dimana-mana dan membuat semakin kuat nama

mereknya.

Page 13: seminar

DAFTAR PUSTAKA

Aaker David A – Kumar V. – Day George S, (2004) : Marketing Research, Eighth Edition, John Wiley & Sons, Inc, New York – USA.

Cateora Philip R, Graham John L. (2007) : Pemasaran Internasional, Edisi 13, Salemba Empat, Jakarta,

Craven David W., Piercy Nigel F, (2006): Strategic Marketing, International Edition, Mc Graw-Hill,

Kotabe Masaaki, Helsen Kristiaan (2004) : Global Marketing Management, Third edition, Wiley International Edition.

Kotler P & Amstrong G., (2004) : “Principle of Marketing”, 10 th edition / International Edition, Prentice Hall, New Jersey

Kotler Philip., (2004) “Marketing Management”, 11th edition / International Edition, Prentice Hall : New Jersey.

Kotler, Philip and Keller, Kevin Lane. (2006). Marketing Management. 12th Edition. New Jersey : Pearson Education.

Kuncoro Mudrajad, (2003) : Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi, -- , Erlangga, Jakarta – Indonesia.

Malhotra Naresh K, (2005) : Riset Pemasaran ; Pendekatan Terapan, Edisi Keempat, PT. Indeks, Jakarta – Indonesia.

Tjiptono Fandy (2002), Manajemen Pemasaran, --- , Penerbit Andi, Jogyakarta,