sefalosporin generasi full complete

53
PRAKTEK KERJA PROFESI MAHASISWA APOTEKER UNIVERSITAS ANDALAS DI RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI CASE REPORT STUDY BANGSAL PARU “Antibiotik Golongan Sefalosporin” Dibimbing oleh dr. Deddy Herman, Sp. P. OLEH: Dewi Paramithasari, S. Farm. (1541012006) Fauzia Fachri, S. Farm. (1541012011) Olfi Wulandari, S. Farm, (1541012027) Mahrunisak Nilaksum, S. Farm. (1541012064) PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI

Upload: dewi-paramithasari

Post on 05-Dec-2015

170 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ilmu obat

TRANSCRIPT

PRAKTEK KERJA PROFESI

MAHASISWA APOTEKER UNIVERSITAS ANDALAS

DI RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

CASE REPORT STUDY

BANGSAL PARU

“Antibiotik Golongan Sefalosporin”

Dibimbing oleh dr. Deddy Herman, Sp. P.

OLEH:

Dewi Paramithasari, S. Farm. (1541012006)

Fauzia Fachri, S. Farm. (1541012011)

Olfi Wulandari, S. Farm, (1541012027)

Mahrunisak Nilaksum, S. Farm. (1541012064)

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2015

PENDAHULUAN

Antibiotik turunan sefalosporin merupakan antibiotik yang paling banyak

digunakan untuk pengobatan penyakit infeksi. Antibiotik ini mempunyai

spektrum antibakteri yang luas dan lebih resisten terhadap β-laktamase daripada

penisilin. Pasien yang alergi terhadap penisilin biasanya tahan terhadap antibiotik

ini (Sudjadi, 2008). Sefalosporin berasal dari fungus Cephalosporium acremonium

yang diisolasi pada tahun 1948 oleh Brotzu (Departemen Farmakologi dan Terapi

FK UI, 2007).

Sefalosporin merupakan antibiotik spektrum luas semi sintetik beta

laktam. Antibiotik ini dibagi menjadi tiga, yakni sefalosporin N dan C secara

kimia berhubungan dengan penisilin, dan sefalosporin P merupakan antibiotik

steroid menyerupai asam fusidat.

Inti dasar sefalosporin C ialah asam 7-amino-sefalosporanat (7-ACA: 7-

aminocephalosporanic acid) yang merupakan kompleks cincin dihidrotiazin dan

cincin betalaktam. Sefalosporin C resisten terhadap penilisilinase, tetapi dirusak

oleh sefalosporinase. Hidrolisis asam sefalosporin C menghasilkan 7-ACA yang

kemudian dapat dikembangkan menjadi berbagai macam antibiotik sefalosporin.

Modifikasi R1 pada berbagai pada posisi 7 cincin betalaktam dhubungkan dengan

aktivitas antimikroba, sedangkan substitusi R2 pada posisi 3 cincin hidrotiazin

mempengaruhi metabolisme dan farmakokinetiknya (Departemen Farmakologi

dan Terapi FK UI, 2007).

1. Mekanisme kerja

Seperti antibiotik Betalaktam lain, mekanisme kerja antimikroba

Sefalosporin ialah dengan menghambat sintesis dinding sel mikroba. Yang

dihambat adalah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi

pembentukan dinding sel. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif maupun

garam negatif, tetapi spektrum masing-masing derivat bervariasi (Medicastore,

2006). Sefalosporin biasanya bakterisida terhadap bakteri dan bertindak dengan

sintesis mucopeptide penghambat pada dinding sel sehingga penghalang rusak

dan tidak stabil. Mekanisme yang tepat untuk efek ini belum pasti ditentukan,

tetapi antibiotik beta-laktam telah ditunjukkan untuk mengikat beberapa enzim

(carboxypeptidases, transpeptidases, endopeptidases) dalam membran sitoplasma

bakteri yang terlibat dengan sintesis dinding sel. Afinitas yang berbeda bahwa

berbagai antibiotic beta-laktam memiliki enzim tersebut (juga dikenal sebagai

mengikat protein penisilin; PBPs) membantu menjelaskan perbedaan dalam

spektrum aktivitas dari obat yang tidak dijelaskan oleh pengaruh beta-laktamase.

Seperti antibiotik beta-laktam lainnya, sefalosporin umumnya dianggap lebih

efektif terhadap pertumbuhan bakteri aktif.

2. Farmakokinetik

Dari sifat farmakokinetiknya, sefalosporin dibedakan dalam dua golongan.

Sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil yang dapat diberikan per oral karena

diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan

secara parenteral. Sefalotin dan sefa pirin umumnya diberikan secara i.v karena

menyebabkan iritasi lokal dan nyeri pada pemberian i.m (Departemen

Farmakologi dan Terapi FK UI, 2007).

Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya sefuroksim, moksalaktam,

sefotaksim dan seftizoksim mencapai kadar yang tinggi di cairan serebrospinal

(CSS) sehingga dapat bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Selain

itu, sefalosporinjuga melewati sawar darah uri, mencapai kadar tinggi di cairan

sinovial dan cairan perikardium. Pada pemberian sistemik, kadar sefalosporin

generasi ketiga di cairan mata relatif tinggi tetapi tidak mencapai vitreus. Kadar

sefalosporin dalam empedu umumnya tinggi, terutama sefoperazon(Departemen

Farmakologi dan Terapi FK UI, 2007).

Kebanyakan sefalosporin diekskresi dalam bentuk utuh melalui ginjal,

dengan proses sekresi tubuli, kecuali sefoperazon yang sebagian besar diekskresi

melalui empedu. Karena itu dosisnya harus dikurangi pada penderita insufisiensi

ginjal. Probenesid mengurangi ekskresi sefalosporin, kecuali moksalaktam dan

beberapa lainnya. Sefalotin, sefapirin dan sefotaksim mengalami deasetilasi;

metabolit yang aktivitas antimikrobanya lebih rendah juga diekskresi melalui

ginjal (Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI, 2007).

Suatu langkah metabolisme yang penting adalah deasetilasi. Turunan

deasetilnya mempunyai aktivitas setengah sampai sepersepuluh aktivitas senyawa

asalnya. Sefalosporin yang tidak mempunyai gugus asetil, sebagian besar akan

diekskresi dalam bentuk tidak berubah. Ekskresi terjadi melalui ginjal dan

sebagian melalui empedu. Pada insufisiensi ginjal ekskresi sefalosporin umumnya

diperlambat, karena itu pengaturan dosis harus disesuaikan dengan tingkat

insufisiensi ginjalnya (Mutschler, 1991).

3. Aktivitas antimikroba

Spectrum antimikroba  sefalosporin bervariasi sesuai generasinya. Generasi

pertama sangat aktiv melewan organism gram positif (dengan pengecualian

enterokokus dan stafilokokus yang resisten penicillin) tetapi hanya aktif sedang

melawan bakteri gram negative. Sefalosforin generasi kedua agak lebih aktif

melawan bakteri gram negative da cukup aktif melawan gram positif.

Sefalosporin generasi ketiga jauh lebih aktif melawan bakteri gram negative, yng

mencakup enterobacteriaceae dan kadang- kadang psodomonas, tetapi umumnya

kurang aktif melawan gram positif.

4. Penggolongan antibiotik sefalosporin

Sefalosporin dibagi menjadi 4 generasi berdasarkan aktivitas antimikrobanya

yang secara tidak langsung juga sesuai dengan urutan masa pembuatannya.

a. Sefalosporin generasi pertama

Secara in vitro memperlihatkan spektrum antimikroba yang terutama efektif

terhadap kuman gram positif. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar

Staphylacoccus aureus dan Streptococcus termasuk Str. pyrogenes, Str.

viridans, dan Str.  pneumonia. Bakteri gram positif yang juga sensitif ialah

Clostridium perfringens, Listeria monocytogenes dan Corynebacterium

diphteriae. Aktivitas antimikroba hanya sefalotin sedikit lebih aktif terhadap

S. aureus. Mikroba yang resisten ialah strain S. aureus resisten metisilin, S.

epidermidis dan Str. faecalis (Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI,

2007).

b. Sefalosporin generasi kedua

Golongan ini kurang aktif terhadap bakteri gram positif dibandingkan

dengan generasi pertama, tetapi lebih aktif terhadap gram negatif. Misalnya:

H. Influenzae, Pr. mirabilis, E. coli dan Klebsiella. Golongan ini tidak

efektif terhadap Ps. Aeruginosa dan enterokokus. Untuk infeksi saluran

empedu golongan ini tidak dianjurkan karena dikhawatirkan enterokokus

termasuk salah satu penyebab infeksi. Sefoksitin aktif terhadap kuman

anaerob (Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI, 2007).

c. Sefalosporin generasi ketiga

Golongan ini umunya kurang efektif dibandingkan dengan generasi pertama

terhadap kokus gram positif, tetapi jauh lebih aktif terhadap

Enterobacteriaceae, termasuk strain penghasil penisilinase. Di antara sediaan

golongan ini ada yang aktif terhadap P. aeruginosa (Departemen

Farmakologi dan Terapi FK UI, 2007).

d. Sefalosporin generasi keempat

Antibiotika golongan ini (misalnya sefepim, sefpirom) mempunyai spektrum

aktivitas lebih luas dari generasi ketiga dan lebih stabil terhadap hidrolisis

oleh beta laktamase. Antibiotika tersebut dapat berguna untuk mengatasi

infeksi kuman yang resisten terhadap generasi ketiga (Departemen

Farmakologi dan Terapi FK UI, 2007).

e. Sefalosporin generasi kelima

__________________________________

5. Indikasi klinik

Sediaan Sefalosporin seyogyanya hanya digunakan untuk pengobatan infeksi

berat atau yang tidak dapat diobati dengan antimikroba lain, sesuai dengan

spektrum antibakterinya. Anjuran ini diberikan karena selain harganya mahal,

potensi antibakterinya yang tinggi sebaiknya dicadangkan hanya untuk hal

tersebut diatas.

6. Kontaindikasi

Hipersensitivitas pada antibiotik sefalosporin atau golongan betalaktam

lainnya. Sebelum penggunaan antibiotik sefalosporin, terlebih dahulu dilakukan

skin test.

Kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap mereka.

Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan sefalosporin hati-hati pada pasien

yang didokumentasikan hipersensitif terhadap antibiotik beta-laktam lain

(misalnya, penisilin, cefamycins, carbapenems). Antibiotik oral sistemik tidak

boleh diberikan pada pasien dengan septikemia, syok atau penyakit berat lainnya

sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan mungkin jauh ditunda atau

berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus digunakan untuk kasus ini.

7. Pengaturan dosis

Pengaturan dosis disesuaikan dengan parah ringannya penyakit, pada

sefalosporin oral berkisar rata-rata 1-4 g per hari, sedangkan pada sefalosporin

yang digunakan secara parenteral 2-6 atau hingga 12 g per hari (Mutschler, 1991).

8. Efek samping

Reaksi hipersensitifitas dan dermatologi : shock, rash, urtikaria, eritema,

pruritis, udema,

Hematologi : pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik Hematologi

: pendarahan, trombositopenia, anemia hemolitik

Saluran cerna, terutama penggunaan oral : colitis (darah dalam tinja),

nyeri lambung, diare, rasa tidak enak pada lambung, anoreksia, nausea,

konstipasi.

Defisiensi vitamin K : karena sefalosporin menimbulkan efek anti vitamin

K.

Efek pada ginjal : meningkatnya konsentrasi serum kreatinin, disfungsi

ginjal dan toksik nefropati. 

TINJAUAN PUSTAKA

I. Sefalosporin generasi pertama

Kelebihan dan kekurangan antibiotik sefalosporin generasi 1:

a. Kelebihan

Aktif terhadap kuman gram positif dengan keunggulan dari Penisilin

aktivitas nya terhadap bakteri penghasil Penisilinase. Golongan ini efektif

terhadap sebagian besar Staphylococcus aureus dan streptokokus termasuk

Streptococcus pyogenes, Streptococcus viridans dan Streptococcus

pneumoniae.

Sefazolin lebih banyak digunakan karena memberikan kadar obat dalam

serum yang lebih tinggi disamping waktu paruh eliminasinya yang juga

panjang. Pemberian dosis tunggal iv sesaat sebelum dilakukan insisi

pembedahan memberikan kadar yang cukup dalam jaringan selama proses

pembedahan.

Harga sefazolin murah (terjangkau)

Digunakan peroral pada infeksi saluran kemihringan dan sebagai obat

pilihan kedua pada infeksi saluran nafas dan kulit yang tidak begitu parah

dan bila terdapat alergi pensilin

b. Kekurangan

Sefaleksin, sefradin, sefadroksil, aktif pada pemberian per oral.

Kurang aktif terhadap bakteri gram negatiftidak efektif terhadap bakteri

gonococci, H. influenza, bacteroides, dan pseudomonas

Tidak tahan terhadap laktamase

Ada obat digenerasi 1 yang bersifat nefrotoksi dengan dosis tinggi seperti

sefalotin

1. Cefadroxil

Indikasi : Infeksi saluran urogenital, saluran pernafasan, kulit dan

jaringan lunak dan infeksi otorhinolarings yang

disebabkan organisme yang sensitif. Pengobatan

suspek infeksi bakteri, termasuk yang disebabkan oleh

Group A beta-hemolitic Streptococcus.

Kontraindikasi : Pengobatan suspek infeksi bakteri, termasuk yang

disebabkan oleh Group A beta-hemolitic

Streptococcus.

Efek Samping : Diare, Abdominal pain, agranulositosis, anafilaksis,

angioderma, athralgia, kolestasis, dispepsia, erythema

multiforme, demam, mual, neutropenia, pruritus,

kolitis pseudomembran, rash, serum sickness, sindrom

Steven-Johnson, trombositopenia, eticaria, vaginitis,

muntah.

Dosis : Anak : 30 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis

maksimal 2g/hari.

Dewasa : 1-2 g/hari dibagi dalam 2 dosis. Diberikan

selama 10 hari

Profilaksisi endokarditis

Anak : 50 mg/kg BB 1 jam sebelum tindakan.

Dewasa : 2 gram 1 jam sebelum tindakan

Interval pada pasien gangguan ginjal

ClCr 10-25 mL/menit : diberikan setiap 24 jam.

ClCr <10 mL/menit : diberikan setiap 36 jam.

Farmakokinetik : Absorbsi : diabsorbsi dengan cepat dan baik

Distribusi : Didistribusikan secara luas di dalam tubuh

dan mencapai konsentrasi terapetik pada jaringan dan

cairan tubuh, termasuk cairan sinovial, perikardial,

pleural,dan cairan peritonial, empedu, sputum, urin,

jantung, saluran empedu, kulit dan jaringan lunak,

melalui plasenta dan ASI.

Ikatan protein: 20%

Waktu paruh eliminasi : 1-2 jam; gagal ginjal : 20-24

jam.

Kadar puncak:70-90 menit

Ekskresi : Urin (>90% sebagai obat yang tidak

berubah)

Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein -

penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang

selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi

sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga

menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan

mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik

(autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel

bakteri terhambat.

Penyimpanan : Tablet, kapsul dan serbuk untuk suspensi oral harus

disimpan dalam kemasan tertutup rapat, pada suhu 15-

30°C.Suspensi setelah dilarutkan stabil disimpan dalan

lemari pendingin sampai 14 hari.

Bentuk Sediaan : Kapsul Sebagai Monohidrat 500 mg, Tablet Sebagai

Monohidrat 1 g, Sirup Kering Sebagai Monohidrat

Untuk Dilarutkan 250 mg/5 ml (50 ml, 100 ml), 500

mg/5 ml

Peringatan : Penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal.

Penggunaan lama mengakibatkan superinfeksi.

Penggunaan pada pasien dengan riwayat alergi

penisilin terutama reaksi IgE mediated (anafilaksis,

urtikaria).

2. Cefalexin

Indikasi : Infeksi saluran nafas atas dan bawah, saluran

urogenital, kulit dan jaringan lunak, tulang.

Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap sefalosporin

Efek Samping : Gangguan GI, reaksi alergi, angioderma, superinfeksi,

anafilaksis

Dosis : Dewasa: 250 mg tiap 6 jam atau 500 mg tiap 8-12 jam.

Dapat dinaikkan sampai 1-1,5 g tiap 6-8 jam untuk

infeksi berat.

Anak: 25 mg/kg bb/hari dalam dosis terbagi. Dapat

dinaikkan dua kali lipat untuk infeksi berat (maksimum

100 mg/kg bb/hari).

Di bawah 1 tahun: 125 mg tiap 12 jam.

1 sampai 5 tahun, 125 mg tiap 8 jam;

6 sampai 12 tahun, 250 mg tiap 8 jam.

Profilaksis infeksi saluran kemih berulang, Dewasa,

125 mg pada malam hari.

Farmakokinetik : Absorbsi : diabsorbsi dengan cepat dan baik

Distribusi : Didistribusikan secara luas di dalam tubuh

dan mencapai konsentrasi terapetik pada jaringan dan

cairan tubuh, termasuk cairan sinovial, perikardial,

pleural,dan cairan peritonial, empedu, sputum, urin,

jantung, saluran empedu, kulit dan jaringan lunak,

melalui plasenta dan ASI.

Ikatan protein: 20%

Waktu paruh eliminasi : 1-2 jam; gagal ginjal : 20-24

jam.

Kadar puncak:70-90 menit

Ekskresi : Urin (>90% sebagai obat yang tidak

berubah)

Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein -

penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang

selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi

sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga

menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan

mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik

(autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel

bakteri terhambat.

Penyimpanan : Tablet, kapsul dan serbuk untuk suspensi oral harus

disimpan dalam kemasan tertutup rapat, pada suhu 15-

30°C.Suspensi setelah dilarutkan stabil disimpan dalan

lemari pendingin sampai 14 hari.

Bentuk Sediaan : Kapsul 500 mg, sirup 125 mg/5 ml

Peringatan : Penyesuaian dosis pada pasien gangguan ginjal.

Penggunaan lama mengakibatkan superinfeksi.

3. Cefazolin

Indikasi : Infeksi saluran nafas atas dan bawah, kulit, tulang dan

sendi, profilaksis pre-operasi, ISK, infeksi saluran

empedu, infeksi genital, endokarditis

Kontraindikasi : Alergi terhadap sefalosporin

Efek Samping : Gangguan GI, alergi pada kulit, gangguan hati, ginjal,

gangguan hematologik (leucopenia, trombositopenia,

neutropenia)

Dosis : Infeksi sedang-berat: 500 mg-1 g tiap 6-8 jam

Infeksi ringan: 250-500 mg tiap 8 jam

ISK akut dan tanpa komplikasi: 1 g tiap 12 jam

Pneumonia: 500 mg tiap 12 jam

Endokarditis: 1-1,5 g tiap 6 jam

Anak infeksi ringan-sedang: 25 mg/kgBB/hari dalam 3

dosis terbagi

Infeksi berat: 100 mg/kgBB/hari

Farmakokinetik : Absorbsi : diabsorbsi dengan cepat dan baik

Distribusi : Didistribusikan secara luas di dalam tubuh

dan mencapai konsentrasi terapetik pada jaringan dan

cairan tubuh, termasuk cairan sinovial, perikardial,

pleural,dan cairan peritonial, empedu, sputum, urin,

jantung, saluran empedu, kulit dan jaringan lunak,

melalui plasenta dan ASI.

Ikatan protein: 20%

Waktu paruh eliminasi : 1-2 jam; gagal ginjal : 20-24

jam.

Kadar puncak:70-90 menit

Ekskresi : Urin (>90% sebagai obat yang tidak

berubah)

Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein -

penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang

selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi

sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga

menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan

mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik

(autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel

bakteri terhambat.

Penyimpanan : Tablet, kapsul dan serbuk untuk suspensi oral harus

disimpan dalam kemasan tertutup rapat, pada suhu 15-

30°C.Suspensi setelah dilarutkan stabil disimpan dalan

lemari pendingin sampai 14 hari.

Bentuk Sediaan : Vial 500 mg, 1 g

Peringatan : Hamil, laktasi, bayi premature dan bayi <1 bulan

4. Cefradin

Indikasi : Infeksi saluran nafas, otitis media, infeksi kulit, infeksi

tulang, infeksi saluran kemih, termasuk protatitis akut

Kontraindikasi : Hipersensitif sefalosporin dan gangguan fungsi ginjal

Efek Samping : Mual, muntah, urtikaria, leucopenia, sedikit

peningkatan SGPT/SGOT dan bilirubin total tanpa

adanya kerusakan hati, reaksi alergi, pusing

Dosis : Dewasa: 1-4 g/hr diberikan dalam 4 dosis terbagi

setiap 6 jam atau dalam 2 dosis terbagi setiap 12 jam

Anak: 25-50 mg/kgBB/hr dalam 2-4 dosis terbagi

setiap 6-12 jam

Interval pada pasien gangguan ginjal

ClCr >20mL/menit : diberikan 500 mg setiap 6 jam

ClCr 5-20 mL/menit : diberikan 250 mg setiap 6 jam

ClCr <5 mL/menit :250 mg tiap 12 jam

Farmakokinetik : Absorbsi : diabsorbsi dengan cepat dan baik

Distribusi : Didistribusikan secara luas di dalam tubuh

dan mencapai konsentrasi terapetik pada jaringan dan

cairan tubuh, termasuk cairan sinovial, perikardial,

pleural,dan cairan peritonial, empedu, sputum, urin,

jantung, saluran empedu, kulit dan jaringan lunak,

melalui plasenta dan ASI.

Ikatan protein: 20%

Waktu paruh eliminasi : 1-2 jam; gagal ginjal : 20-24

jam.

Kadar puncak:70-90 menit

Ekskresi : Urin (>90% sebagai obat yang tidak

berubah)

Mekanisme Kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan

berikatan dengan satu atau lebih ikatan protein -

penisilin (penicillin-binding proteins-PBPs) yang

selanjutnya akan menghambat tahap transpeptidasi

sintesis peptidoglikan dinding sel bakteri sehingga

menghambat biosintesis dinding sel. Bakteri akan

mengalami lisis karena aktivitas enzim autolitik

(autolisin dan murein hidrolase) saat dinding sel

bakteri terhambat.

Penyimpanan : Tablet, kapsul dan serbuk untuk suspensi oral harus

disimpan dalam kemasan tertutup rapat, pada suhu 15-

30°C.Suspensi setelah dilarutkan stabil disimpan dalan

lemari pendingin sampai 14 hari.

Bentuk Sediaan : Kapsul 500 mg, vial (bubuk injeksi) 1 g

Peringatan : Riwayat hipersensitif terhadap sefalosporin, riwayat

GI, gangguan ginjal atau hati, malnutrsi.

II. Sefalosporin Generasi Kedua

Dibandingkan dengan generasi pertama, sefalosporin generasi kedua

kurang aktif terhadap bakteri gram positif, tapi lebih aktif terhadap bakteri gram

negatif, misalnya Hemophilus influenzae, Pr. mirabilis, Escherichia coli dan

Klebsiella. Golongan ini tidak efektif terhadap Pseudomonas aeruginosa dan

enterokokus. Sefoksitin aktif tehadap kuman anaerob. Sefuroksim dan sefamandol

lebih tahan terhadap penisilinase dibandingkan dengan generasi pertama dan

memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap Hemophilus influenzae dan N.

gonorrhoeae.

a. Kelebihan:

- Obat generasi kedua mempunyai spektrum yang diperluas kepada bakteri

gram negatif

- Sefoksitin memberikan hasil yang baik untuk mengatasi berbagai infeksi

yang melibatkan bakteri gram negatif dan anaerob

b. Kekurangan:

- Untuk infeksi saluran empedu golongan ini tidak dianjurkan karena

dikhawatirkan enterokokus termasuk salah satu penyebab infeksi.

1. SEFAMANDOL

Dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama, obat ini lebih aktif

terhadap bakteri gram negatif tertentu, terutama H. Influenza, E. Coli, spesies

Enterobacter, dan spesies Klebsiella. Sebagian besar kokus gram positif sensitif

terhadapnya.

Indikasi:

Menghilangkan bakteri yang menyebabkan berbagai macam penyakit pada paru-

paru, kulit, tulang, sendi, perut, darah dan saluran kencing. Profilaksis pada

tindakan pembedahan.

Farmakokinetika:

Waktu paruh 45 menit dan dieksresi melalui saluran kemih. Pada pemberian dosis

1 g IM, kadar plasma mencapai 36 μg/ml.

Kontraindikasi:

Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.

Efek Samping:

Gangguan GI, urtikaria, reaksi alergi, ruam, eosifinalia

.

Dosis:

- Injeksi intramuskuler atau intra-vena selama 3-5 menit atau infus intravena

0,5-2 g tiap 4-8 jam.

- Bayi di atas 1 bulan, 50-100 mg/kg bb/hari dibagi dalam 3-6 dosis.

- Untuk infeksi berat, 150 mg/kg bb/hari.

- Profilaksis bedah, 1-2 g 30-60 menit sebelum operasi, dilanjutkan dengan

1-2 g tiap 6 jam selam 24-48 jam. (sampai 72 jam untuk implantasi

protesis).

- Untuk infeksi bakteri:

Untuk bentuk sediaan injeksi: Orang dewasa dan remaja-500 miligram

(mg) sampai 2 gram setiap empat sampai delapan jam, disuntikkan ke

dalam otot atau pembuluh darah. Bayi dan anak-anak usia 1 bulan dan

lebih tua-8,3-50 mg per kilogram (kg) berat badan setiap empat sampai

delapan jam, disuntikkan ke dalam otot atau pembuluh darah.

2. SEFAKLOR

Sefaklor bersifat bakterisid dan memiliki spektrum lebar, lebih aktif terhadap

kuman gram negatif termasuk E. Coli, Klebsiella pneumoniae, Neisseria

gonorrhoeae, P. mirabillis dan terutama terhadap Haemophilus influenzae.

Mekanisme kerja:

Menghambat sintesa dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi

transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dindrng sel.

Sefaklor dapat diberikan peroral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Stabil

dalam asam lambung, 40% terikat pada protein plasma dengan waktu paruh dalam

plasma 0,8 jam, 60 - 85% diekskresikan melalui ginjal.

Indikasi:

Infeksi saluran pernafasan bagian atas dan bawah, sinusitis, otitis media, infeksi

kulit dan struktur kulit lain oleh bakteri yang peka terhadap sefalosporin.

Kontraindikasi:

hipersensitivitas terhadap sefalosporin

Peringatan dan perhatian :

- Keamanan untuk pemakaian pada wanita hamil dan menyusui belum

diketahui.

- Hati-hati pada penderita gangguan fungsi ginjal, gangguan saluran cerna

terutama colitis. Serta pasien yang sensitif terhadap penisilin.

- Keamanan dan efektifitas pemakaian pada bayi kurang dari 1 bulan belum

diketahui dengan pasti.

- Penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan super infeksi.

- Test direc coombs positif dapat terjadi selama pengobatan dengan

antibiotik sefalosporin.

- Reaksi positif palsu dapat terjadi pada pemeriksaan glucosa urine

menggunakan larutan Benedict, Fehling dan Clinitest, tetapi tidak dengan

tes tape (glucose enzymatic test strip, USP)

- Dilaporkan efek kenaikan antikoagulan bila diberikan bersama-sama

dengan antikoagulan oral.

Efek Samping:

Diare dan kolitis yang disebabkan oleh antibiotik (keduanya karena penggunaan

dosis tinggi), mual dan muntah, rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala,

reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, serum sickness-like reactions dengan

ruam, demam dan artralgia, anafilaksis, sindroma Stevens-Johnson, nekrolisis

epidermal toksis, gangguan fungsi hati, hepatitis transien dan kolestatik jaundice;

eosinofil, gangguan darah (trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia

aplastik, anemia hemolitik); nefritis interstisial reversibel, gangguan tidur,

hiperaktivitas, bingung, hipertonia dan pusing, nervous.

Interaksi obat :

Probenecid dan antibiotik yang bersifat bakteriostatik misalnya tetraliskin dan

eritromisin, dapat mengurangi efektifitas sefalosporin.

Dosis:

- Dewasa:750-1500 mg/hari dibagi 3 kali pemberian. Dosis maksimum 4

g/hari

- Anak-anak diatas 1 bulan: 20-40 mg/kg BB/hari dalam dosis bagi tiap 8

jam. Dosis maksimum 1 g/hari.

3. SEFOKSITIN

Obat ini kurang aktif terhadap spesies Enterobacter dan H. Influenza,

dibanding sefamandol. Terhadap kuman gram positif juga kurang aktif bila

dibandingkan dengan sefamandol dan sefalosporin generasi pertama. Tetapi obat

ini lebih aktif dari SG I dan SG II yang lain terhadap kuman anaerob, misalnya B.

Fragilis.

Indikasi:

Untuk infeksi oleh kuman anaerobik atau campuran kuman aerobik dan anaerobik,

misalnya penyakit radang pelvis dan abses paru-paru.

4. SEFUROKSIM

Indikasi:

Infeksi tertentu yang disebabkan oleh bakteri seperti; bronkitis, gonore, penyakit

limfa, dan infeksi pada organ telinga, tenggorokan, sinus, saluran kemih, dan

kulit. Tindakan bedah, lebih aktif terhadap Hemophilus influenzae dan N.

gonorrhoeae.

Kontraindikasi:

Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.

Dosis:

- Oral: Untuk sebagian besar kasus, termasuk infeksi saluran napas atas dan

bawah: 250 mg dua kali sehari. Untuk kasus berat, dapat ditingkatkan dua

kali lipat.

- Infeksi saluran kemih: 125 mg dua kali sehari.

- Pielonefritis: 250 mg dua kali sehari. Gonore: 1 gram dosis tunggal.

- Anak di atas 3 bulan: 125 mg dua kali sehari. Untuk otitis media pada

anak lebih dari 2 tahun dapat diberikan 250 mg dua kali sehari.

- Parenteral: injeksi intramuskuler, bolus intravena atau infus 750 mg tiap 6-

8 jam. pada infeksi berat: 1,5 g tiap 6-8 jam. Pemberian lebih dari 750 mg

hanya boleh secara intravena.

Efek samping:

Diare, mual, muntah, sakit kepala, eosinofilia, peningkatan sementra

SGOT/SGPT. Tes coomb positif, reaksi sensitivitas, peningktan enzim hati.

MASALAH MEDIS LAINNYA

Kehadiran masalah medis lain dapat mempengaruhi penggunaan obat-

obatan di kelas ini. Masalah Pendarahan, riwayat (cefamandole cefoperazone,,

cefditoren, dan hanya cefotetan) obat ini dapat meningkatkan kemungkinan

perdarahan. Karnitin, Cefditoren dapat menyebabkan tingkat carnitine menurun

lebih lanjut. Penyakit ginjal. Beberapa sefalosporin perlu diberikan dengan dosis

yang lebih rendah untuk orang dengan penyakit ginjal.Sefuroksim dapat

meningkatkan kemungkinan kerusakan ginjal. Penyakit hati (cefoperazone dan

aksetil). Cefoperazone perlu diberikan dengan dosis yang lebih rendah untuk

orang dengan penyakit hati. Kondisi dapat diperburuk oleh penggunaan aksetil.

Fenilketonuria. Cefprozil suspensi oral mengandung fenilalanin.

PENYIMPANAN

Simpan obat dalam wadah tertutup pada suhu kamar, jauh dari panas,

kelembaban, dan cahaya langsung. Jauhkan dari titik beku. Jauhkan dari

jangkauan anak-anak. Simpan bentuk cair sefalosporin oral dalam lemari

pendingin karena panas akan menyebabkan obat ini untuk memecah. Namun,

perlu obat dari pembekuan. Ikuti petunjuk pada label. Cefixime suspensi oral

(Suprax), suspensi oral aksetil axetil (Ceftin), cefdinir suspensi oral (Omnicef),

dan suspensi loracarbef oral (Lorabid) tidak perlu didinginkan.

KONTRAINDIKASI / PERINGATAN / REPRODUKSI KESELAMATAN

Sefalosporin adalah kontraindikasi pada pasien yang memiliki riwayat

hipersensitif terhadap mereka. Karena mungkin ada reaktivitas silang, gunakan

sefalosporin hati-hati pada pasien yang didokumentasikan hipersensitif terhadap

antibiotik beta-laktam lain (misalnya, penisilin, cefamycins, carbapenems).

Antibiotik oral sistemik tidak boleh diberikan pada pasien dengan septikemia,

syok atau penyakit berat lainnya sebagai penyerapan obat dari saluran pencernaan

mungkin jauh ditunda atau berkurang. Rute parenteral (sebaiknya IV) harus

digunakan untuk kasus ini. Namun, gunakan hanya jika potensi manfaat lebih

besar daripada risiko.

PARAMETER MONITORING

Sefalosporin biasanya memiliki toksisitas yang kecil, gunakan monitoring untuk

keberhasilan. Karena Pasien dengan fungsi ginjal berkurang, mungkin perlu

diintensifkan pemantauan ginjal. tingkat serum dan pemantauan obat terapeutik

tidak secara rutin dilakukan dengan agen ini.

III. Sefalosporin generasi ketiga

Sefalosporin generasi ketiga, bekerja sebagai antibiotik spektrum luas, lebih

stabil terhadap hidrolisis oleh enzim betalaktamase yang dihasilkan oleh bakteri

dibandingkan dengan cefamandol dan cefuroxime. Dibandingkan dengan

sefaloporin generasi pertama dan kedua, generasi ketiga ini bekerja pada spektrum

yang lebih luas dan lebih berpotensi terhadap bakteri gram negatif, termasuk

Enterobacteriaceae. Aktivitasnya terhadap bakteri gram positif lebih rendah

dibandingkan dengan generasi pertama namun kerjanya sangat bagus melawan

streptococci. Cefmenoxime, cefodizime, ceftizoxime, and ceftriaxone sama

aktivitas antimikrobanya dengan cefotaxime. Obat ini diberikan secara parenteral

dan perbedaan utama obat-obat ini adalah farmakokinetiknya.

1. Cefotaxime

Cefotaxime adalah obat pertama dari generasi ketiga ini yang tersedia dan memiliki

aktivitas yang baik melawan Pseudomonas aeruginosa. Cefotaxime sangat resisten

terhadap banyak beta lactame dan memiliki aktivitas yang bagus menolak banyak bakteri.

Aktivitas melawan B. fragilis lebih rendah dibandingkan dengan clindamycin or

metronidazole. Cefotaxime harus diberikan setiap 4–8 jam untuk infeksi serius. Obat

dimetabolisme di dalam tubuh menjadi desacetylcefotaxime, yang mempunyai aktivitas

melawan sebagian besar mikroorganisme lebih rendah dibandingkan dengan senyawa

induknya namu aktivitasnya sinergis dengan senywa induk dalam melawan mikroba.

Cefotaxime efektif digunakan pada kasus meningitis yang disebabkan oleh H. influenzae,

S. Pneumoniae yang sensitif penisilin dan N. Meningitides. Cefotaxime mengandung

gugus alfa-syn-methoximino yang melindungi cincinn betalaktamnya dari hidrolisis oleh

penisilinase dan sefalosporinase. Cefotaxime lebih tahan terhadap hidrolisi oleh

betalaktamase dibandingkan dengan generasi pertama dan generasi kedua.

2. Cefixime

Cefixime merupakan sefalosporin generassi ketiga yang diberikan secara peroral,

termasuk yang diberikan secara peroral adalah cefdinir, cefetamet pivoxil, cefpodoxime

proxetil, and ceftibuten. Cefixime digunakan oral pada dewasa untuk mengatasi otitis

media yang disebabkan oleh bakteri faringitis, tonsilitis, infeksi saluraan nafas.. Cefixime

memiliki waktu paruh yang panjang maka dapat digunakan 1-2 kali sehari. Cefixime

tidaak aktif dalam melawan bakteri anaerob sehingga tidak aman jika hanya digunakan

tunggal dalam terapi infeksi yang diduga oleh bakteri gram positif dan negatif. Seperti

sefalosporin pada umumnya, cefixime juga dapat memberi positif palsu adanya glukosa

dalam urin menggunakan reagen benedict cefixime juda dapaat memberi hasil possitif

palsu pada adanya keton dalam urin dengan menggunakan tesst nitropruside.

3. Cefazidime

Ceftazidime merupakan sefaalosporin generasi ketiga yang diberikan secara parenteral

dengan meningkatkan aktivitas melawan Ps. aeruginosa. Cefoperazone memiliki

aktivittas yang sama dengan ceftazidime. Ceftazidime digunakan untuk terapi infeksi

tulang dan sendi, infeksi intraa abdomen, infeksi ginekologi, meningitis dan infeksi CNS

lainnya, infeksi saluran pernafasan bawah dan infeksi kulit. Ceftazidime efek juga

digunakan sebagai profilaksis sebeelum operasi pada pasien yang akan menjalani operasi

intra abdomen, transureter resection prostat

4. Ceftizoxime

Ceftizoxime memiliki aktivitas spektrum luas yang sangat sama dengan cefotaxime.

Perbedaannya adalah aktivitas ceftrizoxime melawan S. pneumoniae lebih rendah dan

lebih aktif melawan B. fragilis. Obat dapat diberikan setiap 8–12 jam untuk infeksi serius.

Ceftizoxime tidak dimetabolisme dan 90% dikeluarkan melalui urin.

5. Ceftriaxone

Ceftriaxone memiliki aktivitas yang sama dengan ceftizoxime dan cefotaxime tapi pada 8

jam. Pemberian obat sekali atau dua kali sehari adalah pemberian yang efektif untuk

pasien meningitis. Dan dosis sekali sehari untuk infeksi lainnya. 50% obat dapat

diekskresikan melalui urin, sisanya dieliminasi melalui sekresi empedu. Dosis tunggal

ceftriaxone (125–250 mg) efektif untuk terapi urethral, cervical, rectal, or pharyngeal

gonorrhea, termasuk mikroorganisme penghasil enzim penisilinase. Ceftriaxone aktif

menghambat hidrolisis oleh beta laktamase yang dihasilkan oleh neisseria gonorrhoeae,

H, influenzae dan staphylococcus. Bakteri yang telah resisten terhadap beberapa

antibiotik seperti enterobacter dan P. Aeruginosa dicoba pengembanagan terapinya

dengan menggunakan seftriaxone. Walaupun membutuhkan study yang lebih banyak,

6. Cefpodoxime

Cefpodoxime proxetil merupakan sefalosporin generasi ketiga yang digunakan secara

peroral yang memiliki aktivitas yang sama dengan generasi keempat (cefepime) namun

cefpodoxime tidak lebih aktif melawan Enterobacter or Pseudomonas spp. Cefpodoxime

proxetil merupakan merupakan prodrug dan tidak aktif sebelum dimetabolisme di dalam

tubuh menjadi ceftpodoxime. Bentuk tidak aktif ini akan ddihidrolisis secara sempurna

oleh enzim esterase di dalam lumen usus.

7. Cefditoren pivoxil

Cefditoren pivoxil adalah prodrug yang dihidrolisis oleh enzim esterase selama absorpsi

menjadi obat aktif, cefditoren. Cefditoren dieliminasi dalam bentuk tidak berubah melalui

urin. Obat ini aktif melawan S. Aureus strains methicillin-susceptible, S. Pneumoniae

strains penicillin-susceptible, S. pyogenes, H. influenzae, H. parainfluenzae,and

Moraxella catarrhali. Cefditoren pivoxil hanya diindikasikan untuk terapi faringitis ringan

hingga sedang, tonsolitis, masalah kulit dan infeksi struktur kulit dan eksaserbasi akut

bronkitis kronik.

Saran untuk pasien

1. Jelaskan kepada pasien bahwa antibakteri harus hanya digunakan untuk infeksi

baakteri dan tidak digunakan untuk infeksi virus.

2. Tetap lanjutkan pengobatan walaupun sudah merasa lebih baik.

3. Jelaskan kepada pasien jika pengobatan tidak dilanjtkan maka akan menurunkan

efektivitas pengobatan dan akan meningkatkan resiko resisten dan tidak akan dapat

lagi diterapi dengan antibiotik tersebut.

4. Jelaskan kepada pasien bila terjadi diare adalah hal yang umum karena penggunaan

antibiotik ini dan biasanya pengobatan akan dihentikan. Hubungi tenaga kesehatan

segera jika tejadi pendarahan usus (dengan atau tanpa kram perut dan demam).

5. Bagi pasien yang hipersensitif protein untuk jangan menggunakan ceftidoren pivoxil

6. Harus menggunkan obat ini bersama dengan makannan untuk mengoptimalkan

absorpsi.

7. Perlu memonitor gejala hipersensitivitas

8. Informasikan kepada dokter jika wanita hamil atau ibu menyusui

8. Ceftrubuten

Ceftibuten merupakan obat oral yang memiliki efektivitas yang lebih rendah melawan

gram positif dan gram negatif dibandingkan dengan cefixime. Dengan aktivitas terbatas

pada S. pneumonia and S. pyogenes, H. influenzae, and M. catarrhalis. Ceftibuten hanya

diindikasikan untuk eksaserbasi akut bakteri bromkitis kronik, otitis media akut, faringitis

dan tonsilitis.

9. Cefdinir

Cefdinir efektif digunakan ora. Dieliminasi dalam bentuk tidak berubah melalui urin.

Cefdinir memiliki sprektrum aktivitas yang sama dengan cefixime. Namun tidak aktif

melawan Pseudomonas and Enterobacter spp (goodman and gillman). Ceftidir digunakan

untuk infeksi saluran nafas atas dan bawah (sinusitis, eksaserbasi akut bronkitis kronis)

yang disebabkan oleh bakteri. Obat ini jugaa digunakan secara oral untuk mengatasi otitis

media, faringitis oleh bakteri streptococus dan tonsisitis serta masalah kulit yang

disebabkan oleh bakteri. Seperti sefalosporin golongan tiga lainnya, ceftidir memiliki

aktivitas yang lebih bagus melawan bakteri gram positif dan gram negatif dibandingkan

dengan generasi pertama dan kedua namun tidak aktif dalam melawan bakteri

enterobacter dan pseudomonas aeruginosa. Secar ainvitro ceftidir aktif melawan

streptococcu dan staphylococus dibandingkan dengan antibiotik golongan sefalossporin

generasi ketiga lainnya. Ceftidir tidak aktif terhadap enterococcus faecalis dan

staphylaaccoccus yang resisten oxacillin. Farnakokinetik ceftidir adalah non linear

dependent dose. Farmakokinetiknya yang telah dipelajari pada pediatrik 6- 12 tahun dan

dewasa. Penelitian membuktikan bahwa tidak hubungan antara jenis kelamin dengan

farmakokinetik obat ini. Namun penelitian ini membuktikan bahwa fungsi ginjal

mempengaruhi farmakokinetik obat ini yaitu eliminasinya. Farmakokinetik berbeda pada

geriatrik yang mengalami perubahan fungsi ginjal, bukan karena usia.

10. Cefpiramide

Cefpiramide memiliki struktur yang berhubungan dengan cefoperazone dan aktivitas

yang sebanding. walaupuncefsulodin dikelompokkan ke sefalosporin generasi ketiga,

kemampuannya melawan bakteri gram negatif terbatas terhadap Ps. aeruginosa.

11. Latamoxef

Latamoxef merupakan oxacephalosporin yang berbeda dari sefalosporin pada atom

sulfurnya pada inti 7-aminocephalosporanic diganti dengan atom oksigen. Hal ini berbeda

dari cefotaxime yang utamanya mempertinggi aktivitas melawan Bacteroides fragilis.

Sefalosporin terbaru cefepime and cefpirome (generasi IV) karena aktivitasnya spektrum

luas.

Sefalosporin generasi ketiga yang memiliki aktivitas yang baik melawan

Pseudomonas

Ceftazidime aktif melawan mikroorganisme gram positif seperti halnya cefotaxime.

Aktivitasnya melawan Enterobacteriaceae sangat sama, perbedaan utamanya adalah

aktivitas terbaiknya dalam melawan Pseudomonas dan bakteri gram negatif. Ceftazidime

memiliki aktivitas yang rendah melawan B. fragilis. Obat tidak dimetabolisme.

Efek samping sefalosporin generasi ketiga

Reaksi hipersensitivitas merupakan efek samping yang umum dalam penggunaan

sefalosporin. Cirinya sama dengan reasi alergi yang disebabkan oleh penisilin karena

adanya hubungan/ kemiripan struktur betalaktamnya. Pasien yang alergi terhadap satu

kelas obat dapat terjadi reasksi silang ke golongan obat lainnya. Namun tidak ada skin

test yang dapat menentukan bahwa seorang pasien akan mengalami reaksi alergi terhadap

sefalosporin. Pasien dengan riwayat sedang atau jarang mengalami reaksi terhadap

penisilin memiliki resiko yang kecil akan mengalami reaksi alergi dengan penggunaan

sefaloporin. Namun, pasien yang baru saja mendapatkan reaksi yang ringan, sedang

terhadap penisilin maka pemberian sefalosporin harus dengan sangat hati-hati. Reaksi

coomb positif sering ditemukan terjadi pada pasien yang menerima sefalosporin dalam

dosis besar, tapi hemolisis jarang terjadi. Penggunakan sefalosporin jarang menyebabkan

penurunan sum-sum tulang /granulositopenia. Nekrosis tubular dapat terjadi pada

penggunaaan cephaloridine dengan dosis besar dari 4g/day, agen ini tidak dapat

digunakan jangka panjang di aamerikaa serikat. Sefalosporrin lainnya, ketika digunakan

tunggal dalam dosis yang disarankan, jarang terjadi toksisitas ginjal. Penggunaan dosis

tinggi cephalothin tidak dapat dilakukan dalam jangka waktu panjang di amerika. Hal ini

karena dapat menyebabkan nekrosis tubular dan dosis lazim (8–12 g/day) dapat

menyebabkan nefrotoksik pada pasien yang telah memiliki gangguan ginjal sebelumnya.

Diare dapat terjadi setelah penggunaan sefalosporin dan dapat lebih sering pada

penggunaan cefoperazone. Hal ini mungkin karena cefoperaazone diekskresikan paling

besar melalui empedu. Intleran terhadap alkohol juga telah dilaporkan. Pendarahan serius

yang berhubungan dengan hipoprotembinemia, trombositopenia dan/ atau disfungsi

platelet juga telah dilaporkan.

Sefalosporin generasi ketiga adalah obat pilihan untuk infeksi serius yang disebabkan

oleh Klebsiella, Enterobacter, Proteus, Providencia, Serratia, dan Haemophilus spp.

Ceftriaxone meruapakan obat pilihan untuk semua bentuk gonorrhea dan beberapa

penyakit lyme. Sefalosporin generasi ketiga (misalnya cefotaxime atau ceftriaxone)

digunakan sebagai terapi awal untuk meningitis pada dewasa dan anak-anak besar dari 3

tahun (kombinasi dengan vankomisin dan ampisilin sampai penyebab utama

teridentifikasi). Sefalosporin generasi ketiga adalah obat pilihan dalam penatalaksanaan

meningitis yang disebabkan oleh H. influenzae, S. pneumoniae, N. meningitidis, dan

bakteri enterik gram negatif. Cefotaxime telah gagal dalam terapi meningitis yang

menunjukkan resistan terhadap S. Pneumoniae, sehingga harus ditambahkan vankomisin.

Ceftazidime dikombinasi dengan aminoglikosida adalah terapi pilihan untuk meningitis

Pseudomonas. Sefalosporin generasi ketiga memiliki aktivitas yang rendah dalam

melawan L. Monocytogenes dan pneumoni yang resistan terhadap penisilin yang

menyebabkan meningitis. Spektrum kerja cefotaxime dan ceftriaxone sangat baik untuk

terapi pneumonia yang ditularkan dari masyarakat (community-acquired pneumonia).

IV. Sefalosporin Generasi empat

Sefalosporin generasi keempat mempunyai resistensi yang lebih kuat terhadap

beta laktamase dibandingkan generasi ketiga dan dapat menembus sawar otak

sehingga efektif untuk penyakit meningitis serta mempunyai aktivitas melawan

patogen nosokomial seperti Enterobacter dan Acinetobacte.

Kelebihan

- Spektrum luas organisme gram positif dan gram negatif (untuk yang mirip

seperti Pseudomonas seperti ceftazidime, dan yang mirip sepeprti S.

pneumonia seperti ceftriaxone)

- Dapat mengobati beberapa penyakit yang disebabkan bakteri anaerob.

- Lebih tahan terhadap iaktivasi oleh AmpC beta-laktamse daripada generasi

dua atau tiga, lebih baik dalam melawan Citrobacter dan Enterobacter.

Kekurangan

- Tidak bisa digunakan untuk B. fragilis,

- Tidak tersedia dalam bentuk oral,

- Tidak bisa untuk MRSA

1. Cefepime

Cefepime, adalah sefalosporin generasi keempat sebagai pilihan untuk

mengobati infeksi saluran nafas bagian bawah, infeksi saluran kemih, infeksi

kulit dan jaringan lunak, meningitis bakteri dan infeksi lain yang disebabkan

bakteri gram positif dan gram negatif..

A. Data farmakokinetik pada orang dewasa

a. Absorbsi

Cefepime diadministrasikan secara IV atau IM. Ketika diberikan

secara IM, cefepime pada pasien dewasa 100% diadsorbsi dari tempat

penyuntikan, dengan puncak konsentrasi serum tercapai antara 1 – 1,6

jam.

b. Distribusi

Obat ini didistribusikan pada berbagai jaringan dan cairan biologis

termasuk sinus maksilari, jaringan tonsilar, kulit, jaringan mukosa

brokus, cairan peritoneal, dan ASI. Volume distribusi pada pasien

sehat dewasa setelah pemberian dosis tunggal adalah 0,21 L/kg.

c. Metabolisme

pada protein plasma. Lebih dari 80 % dari dosis yang

diadministrasikan, diekskresikan tidak berubah melalui urin pada

pasien dengan ginjal normal.

d. Ekskresi

Cefepime mempunyai profil farmakokinetik linear dengan waktu

paruh eliminasi sekitar 2,1 jam. Seperti sefalosporin lainnya, cefepime

diekskresikan melalui ginjal, dan tidak diakumulasi pada pasien

dengan ginjal normal.

Profil farmakokinetik cefepime tidak memiliki banyak perbedaan

antara pemberian tunggal ataupun dosis ganda yang mengindikasikan

adanya akumulasi obat pada pasien dengan fungsi ginjal normal.

Dengan angka yang terikat pada protein adalah 16 – 19 %, cefepime

tidak kuat terikat

B. Efek pada fungsi ginjal

Total klirens cefepime akan menurun sejalan dengan menurunnya

fungsi ginjal, walaupun volume distribusi pada kondisi normal tidak

berubah, bergantung pada kondisi ginjal. Area dibawah kurva konsentrasi

juga meningkat ketika fungsi ginjal terputus. Pada pasien dengan ginjal

normal, waktu paruh cefepime sekitar dua jam, pada pasien dengan gagal

ginjal ringan dan sedang waktu paruh meningkat menjadi 4 dan 12 jam.

Perhitungan dosiscefepime diperlukan untuk pasien dengan gagal

ginjal.Such

C. Efek terhadap umur

Ketika pasien gertiatri sehat umur 65 – 81 tahun, dibandingkan

dengan pasien dewasa 20 -40 tahun, banyak perbedaan yang terlihat,

seperti waktu paruh, total dan klirens ginjal, dan area dibawah konsentrasi-

waktu plasma.

D. Farmakologi

a. Mekanisme kerja

Menginibisi sintesa mukopeptida pada dinding sel bakteri

b. Indikasi

Pengobatan pneumonia dan infeksi kulit dan jaringan kulit, infeksi

saluran kemih yang telah resisten dari mikroorganisme spesifik.

Pengobatan empiric untuk neutropenia fibria sebagai terapi tunggal.

Pengobatan infeksi intraabdominal kombinasi dengan metronidazol.

c. Efek samping

Sistem saraf pusat: sakit kepala

GI : mual, muntah, diare, kolitis

Kulit: gatal-gatal, pruritus, urtikaria

d. KI

Hipersensitif terhadap sefalosporin, penisilin, atau antibiotik beta-

laktam.

e. Dosis

o Infeksi saluran kemih ringan sampai sedang komplikasi atau

tidak

Dewasa : IV/IM 0,5 – 1 gram tiap 12 jam selama 7 – 10 hari

o Infeksi berat saluran kemih komplikasi atau tidak

Dewasa : IV 2 gram tiap 12 jam selama 10 hari

o Pneumonia sedang sampai berat

Dewasa : IV 1 – 2 gram tiap 12 jam selama 10 hari

o Infeksi sedang sampai berat kulit dan jaringan kulit tidak

komplikasi

Dewasa : IV 2 gram tiap 12 jam selama 10 hari

Anak-anak < 40 kg : 50 mg/kg/dosis tiap 12 jam (tiap 8 jam untuk

pasien neutropenia fibria) selama 7 – 10 hari.

Jangan melewati dosis rekomendasi untuk dewasa.

o Anak-anak dengan gagal ginjal

Data masih belum tersedia, namun pada orang dewasa dengan

gagal ginjal dibutuhkan penyesuaian dosis.

f. Interaksi

Aminoglikosida: meningkatkan resiko nefrotoksisitas dan ototoksisitas

Inkompatibilitas: metronidazol, vankomisin, gentamisin, tobramisin,

aminofilin, dan ampisilin (> 40 mg.mL)

Sefalosporin Generasi kelima

1. Ceftobiprole

Ceftobiprole medocaril adalah sefalosporin spectrum diperluas dengan

aktivitas melawan MRSA, VRSA, Resisten Penisilin Streptococcus

pneumonia, resisten vankomisin Enterococcus faecalis, Enterobactericeae,

dan Pseudomonas aeruginosa. Tidak aktif terhadap ESBL (Spektrum

diperluas betalaktamase) yang memproduksi Enterobactericeae dan

Enterococcus faecium)

Menurut data yang ada, Ceftobiprole dapat efektif pada dosis 500 mg 1

jam infuse tiap 12 jam untuk gram positif, dan 500 mg 2 jam infus tiap 8

jam untuk infeksi polimikroba.

Ceftobiprole dan data klinik yang terbatas dapat menjadi bukti bahwa obat

ini dapat digunakan sebagai terapi tunggal empiric untuk infeksi kulit dan

jaringan kulit kompliasi (cSSSIs) dan kombinasi dengan antimikroba lain

untuk infeksi saluran nafas bagian bawah dimana fase ke 3 percobaan

klinis saat ini masih sedang diteliti.

A. Farmakokinetika

Farmakokinetika dosis tunggal dan ganda dari obat ini telah dievaluasi

pada relawan sehat. Ceftobiprole medocaril adalah prodrug larut air

yang berubah dengan cepat dalam hitungan deik untuk mengaktifkan

obat, diasetil, dan karbondioksida oleh plasma esterase. Jumlah

tertentu dari ceftobiprole kemudian diubah menjadi metabolit cincin

terbuka via hidrolisis. Ceftobiprole hanya sedikit menghambat enzim

hepatik (8-28%) diuji pada konsentrasi tertinggi (50 110 mikromol/L),

tidak mengindusi enzim hepatic dan bukan merupakan substrata tau

inhibitor P-glikoprotein.

Patogen gram negatif mempunyai target yang lebih tinggi dari patogen

gram positif dan dosis yang lebih tinggi atau dosis lebih sering

dibutuhkan. Efek baktriostatik adalah40% dan bakterisida 60%.

B. Farmakologi

a. Mekanisme kerja

Melawan resisten isolasi S. aureus dengan produksi mecA dari

PBP2A.

b. Indikasi

cSSSIs gram positif, patogen garm negatif.

c. Efek samping

Mual, muntah, sakit kepala, disgeusia (ringan – sedang)

d. Kontraindikasi

Sama seperti sefalosporin lain

e. Dosis

cSSSIs : 500 mg IV tiap 8 jam (infus 1 jam) selama 7-14 hari.

Patogen gram negatif : 500 mg IV tiap 8 jam (infus 2 jam) selama 7-14

hari.

f. Interaksi

Antibiotik yang dapat mempengaruhi flora, warfarin menaikkan C.

difficile dalam tubuh.

2. Ceftaroline

Contoh obat dari golongan ini adalah ceftaroline fosamil merupakan

sefalosporin oksimino generasi kelima berbentuk parenteral dengan

aktivitas bakterisida terhadap MRSA. Kebalikan dari antimikroba MRSA

yang telah ada sebelumnya, ceftaronile fosamil (selanjutnya disebut

ceftaroline) menunjukkan aktivitas spectrum luas terhadap patogen gram

positif dan gram negatif dari rumah sakit., sama seperti sefalosporin

tunggal yakni ceftobiprole).

Ceftaroline mempunyai aktivitas melawan MDR bakteri gram positif

termasuk MRSA, VISA, hVISA dan VRSA, dan juga mempounyai efikasi

melawan patogen pernafasan. Ceftaroline tidak mempunyai aktivitas luas

terhadap gram negatif, hanya melawan aktivitas yang terbatas terhadap

bakteri resisten Gram negatif.

Farmakokinetik

a. Absorbsi

-

b. Metabolisme

Dimetabolisme di hati untuk menjadi bentuk aktif.

c. Distribusi

Volume distribusi ceftaroline adlah 0,37 L/kg dengan ikatan protein <

20%

d. Ekskresi

Diekskresikan melalui ginjal, sebagian kecil diubah menjadi metabolit

inaktif ceftaroline M-1. Sekitar 50% ceftaroline dan 70% ceftaroline-

M-1 dikeluarkan melalui urin.

Mekanisme kerja

Seperti β-laktam lainnya, mekanisme ceftaroline adalah mengikat protein

pengikat penisilin (PBP), enzim memediasi transpeptidasi silang dari

peptidoglikan yang merupakan langkah awal dalam menyelesaikan

pembentukan dinding sel bakteri. Strain MRSA memiliki PBP2a

bermutasi (dikodekan oleh gen mecA yang berada pada kromosom

staphylococcal), yang menghalangi antibiotik β-laktam mengakses situs

aktif yang menengahi reaksi transpeptidasi.

MEKANISME RESISTENSI BAKTERI TERHADAP SEFALOSPORIN

Resistensi bakteri terhadap antibiotik betalaktam terus mengalami

peningkatan dengan kecepatan yang dramatis. Mekanisme terjadinya resistensi

tidak hanya dengan dihasilkannya betalaktamase yang dapat menguraikan

antibiotic, namun juga perubahan dalam protein-protein yang mengikat penisilin

serta penurunan kemampuan masuknya antibiotic dan efluks antibiotic secara

aktif.

Reistensi terhadap sefalosporin mungkin berkaitan dengan

ketidakmampuan antibiotic tersebut untuk mencapai kerjanya; dengan perubahan

pada protein pengikat penisilin ( Penicillin Binding Protein, PBP) yang

merupakan target sefalosporin, sedemikian sehingga afinitas ikatan antibiotic

tersebut menjadi lebih rendah; atau dengan enzim bakteri ( beta-laktamase) yang

dapat menghidrolisis cincin beta-laktam dan dapat menginaktivasi sefalosporin.

Perubahan pada dua PBP ( 1A dan 2X ), sedemikian rendah, sudh cukup untuk

dapat menimbulkan resistensi pneumokokus terhadap sefalosporin generasi

ketiga, seperti halnya ketiga PBP berbobot molekul tinggi lainnya yang memng

memiliki afinitas rendah.

Mekanisme resistensi terhadap sefalosporin yang paling sering terjadi

adalah perusakan sefalosporin melalui hidrolisis cincin beta-laktam. Banyak

mikroorganisme gram-positif yang melepaskan cukup banyk beta-laktam ke

medium sekitarnya. Meskipun bakteri gram-negatif tampaknya menghasilkan

lebih sedikit beta-laktamase, namun lokasi enzim tersebut dalam ruang periplasma

membuatnya lebih efektif dalam merusak sefalosporin saat berdifusi menuju

targetnya pada membrane bagian dalam, seperti halnya terjadi pada penisilin.

Namun demikian, sefalosporin memiliki erentanan yang bervariasi terhadap beta-

laktamase. Misalnya, diantara semua sefalosporin generasi pertama, sefazolin

lebih rentan terhadap hidrolisis oleh beta-laktamae dari S. aureu dibandingkan

sefalotin. Sefoksitin, sefuroksim, dan sefalosporin generasi ketiga lebih resisten

terhadap hidrolisis oleh beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri gram-negatif

daripada sefalosporin generasi pertama. Sefalosporin geberasi ketiga rentan

terhadap hidrolisis beta-laktamase yang dapat diinduksi dan dikodekan secara

kromosomal ( tipe 1 ). Induksi beta-laktamase tipe 1 melalui pengobatan infeksi

akibat basil gram-negatif aerob dengan sefalosporin generasi kedua atau ketiga

dan/atau imipenem dapat menimbulkan resistensi terhadap seluruh sefalosporin

generasi ketiga. Sefalosporin generasi keempat seperti sefepim, merupakan

penginduksi lemah beta-laktamase tipe 1 dan lebih tidak rentan terhadap hidrolisis

oleh beta-laktamase tipe 1 dibandingkan dengan senyawa generasi ketiga.

Tidak ada satupun sefalosporin yang memiliki aktivitas yang dapat

diandalkan terhadap bakteri-bakteri berikut: S. pneumonia yang resisten-penisilin,

S. aureus yang resisten-metisilin, S. epidermidis yang resisten-metisilin dan

stafilokokus koagulase-negatif lainnya, Enterococcus, L. monocytogenes,

Legionella pneumophilia, Campylobacter jejuni, dan spesies acinotebacter.

INTERAKSI SEFALOSPORIN DENGAN OBAT LAIN

Interaksi obat adalah peristiwa di mana aksi suatu obat diubah atau

dipengaruhi oleh obat lain yang diberikan bersamaan. Kemungkinan terjadinya

peristiwa interksi harus selalu dipertimbangkan dalam klinik, manakala dua obat

atau lebih diberikan secara bersamaan atau hampior bersamaan. Tidak semua

interaksi obat membawa pengaruh yang merugikan, beberapa interaksi justru

diambil manfaatnya dalam praktek pengobatan.

Interaksi dapat membawa dampak yang merugikan kalau terjadinya

interaksi tersebut sampai tidak dikenalisehingga tidak dapat dilakukan upaya-

upaya optimalisasi. Secara ringkas dampak negatif dari interaksi inikemungkinan

akan timbul sebagai,

- Terjadinya efek samping

- Tidak tercapainya efek terapetik yang diinginkan.

Penggunaan bersamaan aminoglikosida parenteral atau obat nefrotoksik

lainnya (misalnya, amfoterisin B) dengan sefalosporin adalah kontroversial.

Berpotensi, sefalosporin dapat menyebabkan nefrotoksisitas aditif jika digunakan

dengan obat-obatan, namun interaksi ini hanya didokumentasikan dengan

cephaloridine (tidak lagi dipasarkan). Namun demikian mereka harus digunakan

hati-hati. Dalam studi in vitro telah menunjukkan bahwa sefaorin dapat memiliki

sinergi atau tambahan aktivitas terhadap bakteri tertentu bila digunakan dengan

aminoglikosida, penisilin, atau kloramfenikol. Namun, beberapa dokter tidak

menyarankan menggunakan sefalosporin bersamaan dengan antibiotik

bakteriostatik (misalnya, kloramfenikol), terutama pada infeksi akut di mana

organisme tersebut berkembang biak dengan cepat . Probenesid kompetitif sekresi

tubular sefalosporin , sehingga meningkatkan kadar serum. Seperti reaksi

disulfiram (anoreksia, mual, muntah) telah dilaporkan pada manusia yang telah

mencerna alkohol dengan 48-72 jam setelah menerima antibiotik beta laktam

(misalnya, cefamandole, cefoperazone,, cefotetan moxalactam) dengan rantai-sisi

thiomethyltetrazole. Karena antibiotik telah dikaitkan dengan perdarahan, mereka

harus hati-hati digunakan pada pasien yang menerima antikoagulan oral.

DAFTAR PUSTAKA

American Society of Health-System Pharmacists. 2011. AHFS - drug information

Essentials. Maryland.

Departemen Farmakologi dan Terapi FK UI. 2007.  Farmakologi dan Terapi.

Jakarta : Gaya Baru.

Dipiro, J., Talbert, R., &Yee, G. 2008. Pharmacoterpy A Pathophysicologic

Approach, Ed 7th. United States: Mc Graw Hill Companies, Inc

Duplessis, C., Cianflone-Crum, N.F. 2011. Ceftaroline: a new cephalosporin with

activity against methicilin-resistant staphylococcus aureus. Clin Med Rev

Ther: 10, 3.

Gasbarro, R. Cefepime: parmacokinetics in children (original research). Pediatric

Diseases Journal.

Petri Jr WA. Penicillin,cephalosporins and 0ther β-lactam antibiotics. Dalam :

Goodman & Gillman’s, The Pharmacological Basis of Therapeutics, edisi

XI. 1127-2254, 2006.

Tarto, D.S. 2003. A to Z Drug Facts. San Francisco : Facts and Compatisons.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Raharja. 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo.