sap hipertensi fix

20

Click here to load reader

Upload: eko-nur-iswahyudi

Post on 04-Dec-2015

222 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hipertensi

TRANSCRIPT

Page 1: Sap Hipertensi Fix

SATUAN ACARA PENYULUHAN

HIPERTENSI

Disusun Oleh:

I Wayan Gede Saraswata 115070200111021Desak Made Diah P 115070200111029Elmi Alfia Muqorobin 115070200111039Khonaah Toyyibah 115070200111043Shinta Ardiana P 115070201111021Eka Fitri Cahyani 115070201111001Meyda Untari 115070200111027Giovanny Sumeinar 115070207111019Anita Ika Lestari 115070207111011Dwi Handayani Sundoro 115070200111017

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2015

Page 2: Sap Hipertensi Fix

SATUAN ACARA PENGAJARAN

Hipertensi

A. LATAR BELAKANG

Tekanan darah adalah kekuatan yang diperlukan agar darah

dapat mengalir di dalam pembuluh darah dan beredar mencapai semua

jaringan tubuh manusia. Tekanan darah dibedakan menjadi tekanan

sistolik dan tekanan diastolik. Tekanan darah sistolik adalah tekanan

darah pada waktu jantung menguncup (sistole) dan tekanan darah

diastolik adalah tekanan darah pada saat jantung mengendor kembali /

diastole (Gunawan, 2001).

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah

suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat sampai di jaringan

tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi sering disebut sebagai silent

killer, karena termasuk penyakit mematikan, tanpa disertai dengan gejala-

gejala terlebih dahulu sebagi peringatan. Jikapun muncul, gejala tersebut

sering kali di anggap sebagai gangguan biasa, sehingga penyakit

terlambat disadari (Vitahealth).

Oleh karena itu, diperlukan suatu penyuluhan pendidikan pada

lansia mengenai hipertensi dan edukasi agar dapat patuh pada

pengobatan.

B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan peserta mampu

memahami mengenai Hipertensi.

2. Tujuan Khusus

Peserta memahami Pengertian Hipertensi

Peserta memahami Penyebab Hipertensi

Peserta memahami faktor risiko Hipertensi

Peserta memahami Tanda dan gejala Hipertensi

Peserta memahami pengobatan Hipertensi

Page 3: Sap Hipertensi Fix

Peserta memahami Komplikasi Hipertensi

C. RENCANA KEGIATAN

1. Metode

Konseling

2. Media dan Alat Bantu

Leaflet

3. Waktu dan Tempat

Pukul : 09.00 s/d selesai

Waktu / Tanggal : Senin, 22 Juni 2015

Tempat : Balai RW

4. Materi

Hipertensi oleh Elmi Alfia

5. Peserta

Lansia yang berada di RW 04 kelurahan Sukoharjo.

6. Kegiatan Belajar Mengajar

Tahap Waktu Kegiatan

Pemateri

Kegiatan

Peserta Didik

Metode Media

Pendahuluan 5 menit Salam pembuka

Menjelasakan

maksud dan

tujuan

Menjawab

salam

Mendengarkan

keterangan

pemateri

Konseling

Penyajian 25 menit Menjelaskan

mengenai

pengertian,

penyebab, tanda

dan gejala,

penatalaksanaan

hipertensi

Menjelaskan cara

Mendengarkan

pemateri

Konseling leaflet

Page 4: Sap Hipertensi Fix

pencegahan yang

dapat dilakukan

Penutup 10 menit Melakukan tanya

jawab

Membagikan

Leaflet

Menjawab

pertanyaan

dan bertanya

pada pemateri

Membaca dan

memahami isi

leaflet

Diskusi

Leaflet

D. EVALUASI

1. Evaluasi struktur

Adanya koordinasi yang baik dari pihak lansia dan pemateri untuk

menentukan tempat dan waktu konseling.

Persiapan media penyuluhan (leaflet)

2. Evaluasi proses

peserta aktif bertanya

peserta mendengarkan aktif

peserta hadir 100%

3. Evaluasi hasil

meningkatkan pengetahuan lansia dari 25% menjadi 80%

lansia mampu menyebutkan perubahan gaya hidup sehat

untuk hipertensi

E. LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

Page 5: Sap Hipertensi Fix

Lampiran 1

Materi Penyuluhan

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah

suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai

oksigen dan nutrisi yang di bawa oleh darah terhambat sampai di

jaringan tubuh yang membutuhkannya. Hipertensi sering disebut

sebagai silent killer, karena termasuk penyakit mematikan, tanpa

disertai dengan gejala-gejala terlebih dahulu sebagi peringatan.

Jikapun muncul, gejala tersebut sering kali di anggap sebagai

gangguan biasa, sehingga penyakit terlambat disadari (Vitahealth).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik

dengan konsisten di atas 140/90 mmHg. Diagnosis hipertensi tidak

berdasarkan atas peningkatan tekanan darah yang hanya sekali.

Tekanan darah harus di ukur dalam posisi duduk dan berbaring

(Baradero, 2008).

2. Etiologi Hipertensi

a. Peningkatan tahanan perifer

Tahanan vaskular perifer berkaitan dengan besarnya lumen

pembuluh darah perifer. Makin sempit pembuluh darah, makin

tinggi tahanan terhadap aliran darah, makin besar dilatasinya

makin kurang tahanan terhadap pembuluh darah. Jadi, makin

menyem[it pembuluh darah maka tekanan akan semakin

meningkat. Dilatasi dan konstriksi pembuluh-pembuluh darah

dikendalikan oleh sistem saraf simpatis dan sistem renin

angiotensin. Stimulasi dari keduanya akan menyebabkan

vasokonstriksi pada pembuluh darah (Baradero, 2008).

b. Peningkatan volume darah

Darah yang mengalir ditentukan oleh volume darah yang

dipompakan oleh ventrikel kiri setiap kontraksi dan kecepatan

denyut jantung (Baradero, 2008).

Peningkatan denyut jantung dapat terjadi akibat rangsangan

saraf simpatis atau hormonal yang abnormal pada nodus SA

Page 6: Sap Hipertensi Fix

(nodus sinoatrium). Nodus SA mengatur frekuensi konstraksi

irama, disebut pemacu jantung (Corwin, 2009).

Peningkatan volume plasma dapat menyebabkan peningkatan

volume sekuncup (jumlah darah yang dipompa keluar per

denyutan). Karena peningkatan volume plasma direfleksikan

dengan peningkatan volume diastolik akhir sehingga volume

sekuncup dan tekanan darah meningkat (Corwin, 2009).

3. Faktor Risiko Hipertensi

a. Penyakit parenkim ginjal (glomerulonefritis, gagal ginjal)

Seringkali menyebabkan hipertensi dependen renin atau

natrium, perubahan fisiologis dipengaruhi oleh macamnya

penyakit dan beratnya insufisiensi ginjal (Baradero, 2008).

b. Penyakit renovaskular

Berkurangnya perfusi ginjal karena aterosklerosis atau fibrosis

yang membuat arteri renalis menyempit, menyebabkan tahanan

vaskular perifer meningkat (Baradero, 2008).

c. Sindrom cushing

Terjadi akibat aktivitas korteks adrenal yang berlebihan,

sehingga meningkatkan volume darah (Baradero, 2008).

d. Aldoteronisme primer

Aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air yang

membuat volume darah meningkat (Baradero, 2008).

e. Fenokromositoma

Sekresi berlebihan katekolamin (norepinefrin membuat

tahanan perifer meningkat (Baradero, 2008).

f. Koarktasi aorta

Menyebabkan tekanan darah meningkat pada ekstremitas

atas dan berkurangnya perfusi pada ekstremitas bawah

(Baradero, 2008).

g. Trauma kepala atau tumor spinal

Meningkatnya tekanan intrakranial akan mengakibatkan perfusi

serebral berkurang, iskemia yang timbul akan merangsang pusat

vasomotor medula untuk meningkatkan tekanan darah (Baradero,

2008).

Page 7: Sap Hipertensi Fix

h. Konsumsi alkohol

Meningkatkan plasma katekolamin (Baradero, 2008).

i. Kadar garam tinggi

Natrium dapat menyebabkan retensi air yang menyebabkan

volume darah meningkat (Baradero, 2008).

j. Stres emosi

Merangsang sistem saraf simpatis yang dapat menyebabkan

peningkatan tekanan perifer (Baradero, 2008).

k. Usia

Insiden hipertensi semakin meningkat dengan meningkatnya usia

(Tambayong, 2000).

l. Jenis kelamin

Pada umumnya insiden pada pria lebih tinggi daripada wanita,

namun pada usia diatas 65 tahun insiden pada wanita lebih tinggi

(Tambayong, 2000).

m. Ras

Hipertensi pada klit hitam 2x lenih tinggi daripada kulit putih

(Tambayong, 2000).

n. Pola hidup

Penghasilan rendah, tingkat pendidikan rendah, dan

kehidupan atau pekerjaan yang penuh stres agaknya

berhubungan dengan insiden hipertensi yang lebih tinggi.

Obesitas, yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan

intravaskular.

Merokok, nikotin dapat membuat pembuluh darah

menyempit.

Kurang olahraga

Hiperkolesterolemia dan hiperglikemia adalah faktor utama

untuk perkembangan aterosklerosis yang berhubungan

erat dengan hipertensi (Tambayong, 2000).

o. Diabetes melitus

Hipertensi sering terjadi pada penderita diabetes dan

resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien hipertensi yang

tidak memiliki disbetes klinis. Resistensi insulin berhubungan

dengan penurunan pelepasan endotelial oksida nitrat dan

Page 8: Sap Hipertensi Fix

vasodilator lain dan mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulin

dan kadar insuli yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS

(sympathetic nervous system) dan RAA (Renin Angitensin

Aldosteron) yang dapat meningkatkan tahanan perifer (Brashers,

2007).

p. Riwayak keluarga (Departemen Kesehatan RI, 2009).

q. Produksi berlebihan dari hormon yang menahan natrium dan

vasokonstriktor (Departemen Kesehatan RI, 2009).

r. Tidak cukupnya asupan kalsium dan kalium (Departemen

Kesehatan RI, 2009).

s. Meningkatnya sekresi renin sehingga mengakibatkan

meningkatnya produksi angiotensin II dan aldosteron (Departemen

Kesehatan RI, 2009).

t. Defisiensi vasodilator seperti prostasiklin, nitrik oxida (NO), dan

peptide natriuretik (Departemen Kesehatan RI, 2009).

u. Perubahan dalam ekspresi sistem kallikrein-kinin yang

mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan garam oleh ginjal

(Departemen Kesehatan RI, 2009).

v. Abnormalitas tahanan pembuluh darah (Departemen Kesehatan

RI, 2009).

w. Meningkatnya aktivitas vaskular growth factor (Departemen

Kesehatan RI, 2009),

4. Manifestasi Klinis Hipertensi

a. Sakit kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan

muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranial (Corwin,

2009).

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan hipertensif pada retina

(Corwin, 2009).

c. Cara berjalan yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat (Corwin, 2009).

d. Nokturia yang disebabkan peningkatan aliran darah ginjal dan

filtrasi glomerolus (Corwin, 2009).

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler (Corwin, 2009).

Page 9: Sap Hipertensi Fix

5. Penatalaksanaan Medis Hipertensi

Tujuan umum pengobatan hipertensi adalah penurunan

mortalitas dan morbiditas yang berhubungan dengan hipertensi.

Mortalitas dan morbiditas ini berhubungan dengan kerusakan organ

target. Mengurangi risiko merupakan tujuan utama terapi hipertensi

dan pilihan terapi obat dipengaruhi secara bermakna oleh bukti yang

menunjukkan pengurangan risiko (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Target tekanan darah yang direkomendasikann dalam JNC VII

Kebanyakan pasien <140/90 mmHg

Pasien dengan diabetes <130/80 mmHg

Pasien dengan penyakit ginjal kronis <130/80 mmHg

A. Terapi Non Farmakologi

Modifikasi gaya hidup

Teknik-teknik mengurangi stres (Muttaqin, 2009).

Relaksasi

Merupakan intervensi wajib yang harus dilakukan pada

setiap terapi anti hipertensi (Muttaqin, 2009).

Penurunan berat badan

Mengurangi berta badan pada individu yang obesitas /

gemuk, dengan pola makan DASH (Dietary Approach to

Stop Hypertension) yang kaya akan kalsium dan kalium,

diet rendah natrium. Diet kaya buah dan sayuran dan

rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah

pada individu dengan hipertensi. JNC VII menyarankan

pola makan DASH yaitu diet yang kaya dengan buah,

sayur, dan produk susu rendah lemak dengan kadar total

lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang

direkomendasikan <2,4 gram (100meq) / hari (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

Pembatasan alkohol dan tembakau (Departemen

Kesehatan RI, 2006).

Olahraga, latihan / aktivitas fisik

Aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga

aerobik secara teratur paling tidak 30 menit / hari selama

Page 10: Sap Hipertensi Fix

beberapa hari per minggu ideal untuk beberapa pasien.

Studi menunjukkan jika olahraga aerobik seperti jogging,

berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat

menurunkan tekanan darah (Departemen Kesehatan RI,

2006).

B. Terapi Farmakologi

Obat-obatan antihipertensi dapat diklasifikasikan menjadi 5

kategori, yaitu:

a. Diuretik

Hidroklorotiazid adalah diuretik yang paling sering

diresepkan untuk mengobati hipertensi ringan. Hidroklorotiazid

dapat diberikan sendiri pada klien dengan hipertensi ringan

atau klien yang baru. Banyak obat anti hipertensi dapat

menyebabkan retensi cairan, karena itu seringkali diuretik

diberi bersama anti hipertensi (Muttaqin, 2009).

b. Menekan simpatetik (Simpatolitik)

Penghambat (adrenergik bekerja di sentral

simpatolitik), penghambat adrenergik alfa, dan penghambat

neuron adrenergik diklasifikasikan sebagai penekan simpatetik

atau simpatolitik (Muttaqin, 2009).

Penghambat adrenergik beta juga dianggap sebagi

simpatolitik dan menghambat reseptor beta (Muttaqin, 2009).

c. Penghambat Adrenergik Alfa

Golongan obat ini memblok reseptor adrenergik alfa 1,

menyebabkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah.

Penghambat beta juga menurunkan lipoprotein berdensitas

sangat rendah (very low density lypoprotein – VLDL) dan

lipoprotein berdensitas rendah (low density lypoprotein – LDL)

yang bertanggungjawab dalam penimbunan lemak di arteri

(aterosklerosis) (Muttaqin, 2009).

d. Penghambat neuron Adrenergik (Simpatolitik yang bekerja di

perifer)

Penghambat neuron adrenergik merupakan obat anti

hipertensi yang kuat yang menghambat norepinefrin dari ujung

saraf simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin menjadi

Page 11: Sap Hipertensi Fix

berkurang dan ini menyebabkan baik curah jantung maupaun

tahanan perifer menjadi menurun. Reserpin dan guanetidin

(dua obat yang paling kuat) dipekai untuk mengendalikan

hipertensi berat (Muttaqin, 2009).

Hipertensi ortostatik merupakan efek samping yang

sering terjadi, klien harus dinasehati untuk bangkit perlahan-

lahan dari posisi duduk. Obat-oabatan dalam kelompok ini

dapat menyebabkan retensi natrium dan air (Muttaqin, 2009).

e. Vasodilator Arteriol yang bekerja langsung (Calcium

Antagonist)

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap

III yang bekerja dengan merelaksasikan otot-otot polos

pembuluh darah, terutama arteri, sehingga menyebabkan

vasodilatasi. Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah

akan turun dan natrium serta air tertahan, sehingga terjadi

edema perifer. Diuretik dapat diberikan bersama-sama dengan

vasodilator yang bekerja langsung untuk mengurangi edema.

Refleks takikardia disebabkan oleh vasodilatasi dan

menurunnya tekanan darah (Muttaqin, 2009).

6. Komplikasi Hipertensi

a. Stroke

Akibat terjadi hemoragi tekanan tinggi di otak, atau akibat

embolus yang terlepas dari pembuluh selain otak yang terpajan

tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronis apabila

arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan

penebalan, sehingga aliran darah ke area otak yang diperdarahi

kurang. Arteri otak yang mengalami aterosklerosis dapat melemah

sehingga meningkatkan kemungkinan terbentuknya aneurisma

(Corwin, 2009).

b. Infark miokard

Dapat terjadi apabila arteri koroner yang aterosklerotik

tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila

terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melewati

Page 12: Sap Hipertensi Fix

pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel,

kebutuhan oksigen miokardium mungkin tidak dapat di penuhi dan

dapat tejadi iskemia jantung yang menyebabkan infark. Demikian

juga, hipertofi ventrikel dapat menyebabkan perubahan waktu

hantaran listrik melintasi ventrikel sehingga terjadi disritmia,

hipoksia jantung, dan peningkatan risiko pembentukan bekuan

(Corwin, 2009).

c. Gagal ginjal

Terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus,

aliran darah ke unit fungsional ginjal, yaitu nefron akan terganggu

dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan

rusaknya mebran glomerulus, protein akan keluar melalui urine

sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis

(Corwin, 2009).

d. Ensefalopati (kerusakan otak)

Dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi

yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat

tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningktan tekanan kapiler

dan mendorong cairan ke ruang interstisial di seluruh susunan

saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma

serta kematian (Corwin, 2009).

e. Kejang

Dapat terjad pada wanita pre eklamsia. Bayi yang lahir

mungkin memiliki berat lahir kecil pada masa kehamilan akibat

perfusi plasenta yang tidak adekuat, kemudian dapat mengalami

hipoksia dan asidosis jika ibu mengalami kejang selama atau

sebelum proses persalinan (Corwin, 2009).

f. Rusaknya organ tubuh seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan

pembuluh darah besar (Departemen kesehatan RI, 2006).

Page 13: Sap Hipertensi Fix

Lampiran 2

Lembar Evaluasi

1. Apakah Hipertensi itu? Apa yang menyebabkan?

2. Bagaimana gejalanya?

3. Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah tekanan darah tinggi?

4. Apakah komplikasi atau dampak yang dapat terjadi?

Jawaban Lansia

Page 14: Sap Hipertensi Fix

Daftar Pustaka

Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi Tekanan Daarah Tinggi. Yogyakarta :

Kanisius

Vitahealth. Hipertensi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Baradero, Mary. 2008. Klien Gangguan Kardiovaskular : Seri Asuhan

Keperawatan. Jakarta : EGC

Tambayong, Jan. 2000. Patofidiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC

Corwin, Elizabeth J. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta : EGC

Brasher, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan dan

Manajemen edisi 2. Jakarta : EGC

Majid, Abdul. 2004. Krisis Hipertensi Aspek Klinis dan Pengobatan.

Bagian Fisiologi. Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Pharmaceutical care untuk Penyakit Hipertensi. Direktorat Bina Farmasi

Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan

Departemen Kesehatan RI, 2006.