s2-2013-278140-chapter1
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anestesi spinal merupakan salah satu teknik anestesi regional yang
dilakukan dengan cara menyuntikkan obat anestesi lokal ke dalam ruang
subarachnoid untuk mendapatkan analgesia setinggi dermatoma tertentu ( Covino
et al., 1994; Raya et al, 2006). Dalam sejarahnya anestesi spinal pertama kali
dilakukan pada tahun 1887 oleh seorang ahli bedah asal jerman, Dr. August Bier
dengan menggunakan jarum spinal untuk memasukkan kokain ke dalam ruang
subarachnoid .
Penggunaan obat anestesi lokal pada anestesi spinal bertujuan untuk
mendapatkan blok yang adekuat. Pemilihan obat anestesi lokal yang akan
digunakan pada umumnya berdasar kepada perkiraan durasi dari pembedahan
yang akan dilakukan dan kebutuhan untuk segera pulih dan mobilisasi (Covino et
al., 1994). Ada beberapa obat anestesi lokal yang dapat digunakan untuk anestesi
spinal, namun pada dasarnya dibagi menjadi dua golongan yaitu : golongan amida
dan ester. Masing masing mempunyai sifat yang berbeda. Dalam
perkembangannya penggunaan obat – obatan tersebut dapat ditambahkan atau
dikombinasikan dengan obat – obatan lain seperti opioids, vasokonstriksi,
klonidin, midazolam, neostigmin dan lain sebagainya. (Covino et al., 1994;
Veering, 2003 ; Cristianson, 2005).
2
Pemberian opioid intratekal digunakan untuk meningkatkan daya analgesi
spinal dan mengurangi nyeri terutama untuk nyeri pasca operasi. Penggunaan
opioid intratekal pertama kali dilakukan secara klinik pada tahun 1979 dengan
menggunakan morpin. Karena sifat morpin hidrofilik dan beberapa efek samping
yang timbul maka dikembangkanlah berbagai penelitian penggunaan opioid yang
bersifat lipofilik. Fentanyl dan sufentanyl disebutkan merupakan opioid yang
bersifat lipofilik yang paling disukai untuk digunakan sebagai adjuvant blok
neuroaksial termasuk pemberian intratekal. Fentanyl bersifat lipofilik memiliki
onset cepat dan kurangnya kecenderungan menyebar ke rostral yang dapat
menyebabkan efek samping berupa depresi pernafasan. Oleh karena itu fentanyl
disebutkan sebagai alternatif yang lebih baik dan aman untuk intratekal sebagai
adjuvan daripada morfin ( Veering, 2003).
Anestesi spinal sendiri secara populer telah digunakan dalam prosedur
operasi urologi dengan teknik endoscopy, salah satunya adalah TUR. Disebutkan
bahwa pemilihan teknik anestesi spinal karena dapat dengan cepat ditemukan
gejala yang disebabkan karena overhidrasi dan juga perforasi bladder ( Labbene et
al., 2007; Kristiina et al., 2009; Akcaboy et al., 2011). Sebagian besar pasien
yang akan dilakukan operasi urologi dengan teknik endoscopy adalah orang tua,
dan telah memiliki berbagai kondisi penyakit sistemik yang menyertainya antara
lain penyakit kardiovaskuler dan pernafasan. Dengan hal tersebut mulai
berkembang penelitian tentang teknik anestesi spinal pada operasi urologi dengan
teknik endoscopy agar didapatkan stabilitas hemodinamik dan pencegahan
3
terhadap komplikasi lain yang berhubungan dengan keterlambatan mobilisasi
pasien karena blok motorik. ( Labbene et al., 2007 ; Akcaboy et al., 2011).
Dalam beberapa rekomendasi disebutkan bahwa level blok sensorik pada
operasi TUR (Transuretra resection) adalah T (thorakal)10 (Raya et al., 2006;
Labbene et al.,2007). Sedangkan berdasarkan berbagai penelitian disebutkan
bahwa risiko terjadinya gejala overhidrasi pada TUR adalah bila operasi lebih dari
60 menit, maka untuk prosedur operasi tersebut biasanya berlangsung tidak lebih
dari 60 menit. Oleh karena itu disebutkan bahwa lidokain merupakan pilihan obat
anestesi lokal yang populer digunakan dalam operasi urologi dengan teknik
endoscopy. Disebutkan juga ketika lidokain hiperbarik 2% atau 5% digunakan
pasien dapat pulih secepatnya (Kristiina et al., 2009). Namun demikian beberapa
peneliti menyebutkan bahwa penggunaan lidokain intratekal berhubungan dengan
seringnya terjadi TNS (Transient neurologic symtoms), oleh karena itu mulai
dicarilah alternatif obat anestesi lain. Beberapa sudah dilakukan penelitian
penggunaan bupivacain maupun levobupivacain dalam dosis kecil untuk prosedur
operasi yang kurang dari satu jam. Penggunaan dosis kecil tersebut diasumsikan
agar pemulihan dan mobilisasi pasien dapat lebih cepat, jika blok motorik yang
disebabkan karena spinal anestesi tersebut tidak terlalu kuat ( Kristiina et al.,
2009; Ackaboy et al., 2011; Ackaboy et al., 2012).
Zohar et al. pada tahun 2007 mempublikasikan sebuah hasil penelitian
tentang penambahan fentanyl 25 µg pada bupivacain hiperbarik 0,5 % dengan
dosis yang berbeda untuk pemberian itratekal pada operasi TUR. Dosis
4
bupivacain yang digunakan adalah7,5 mg, 5 mg , dan 3 mg. Pada dosis 7,5 mg
tidak ditambahkan fentanyl 25 µg. Disebutkan bahwa untuk mencapai blok
sensori T10 paling cepat pada pemberian bupivacain 7,5 mg. Kecepatan blok
sensorik untuk mencapai T10 tergantung pada besarnya dosis lokal anestesi.
Untuk profil hemodinamik stabilitas didapatkan pada dosis kecil lokal anestesi
dengan penambahan fentanyl 25 µg. Begitu juga dalam hal kecepatan reduksi
blok motorik didapatkan paling cepat pada pemberian dosis kecil lokal anestesi.
Semakin kecil dosis lokal anestesi semakin cepat regresi blok motoriknya. Pada
dosis bupivacain 4 mg dengan fentanyl 25 µg disebutkan menghasilkan anestesi
spinal yang adekuat, stabilitas hemodinamik dan regresi blok motorik yang cepat
dan berhubungan dengan profil pemulihan yang memuaskan.
Cuvas et al. pada tahun 2010 juga mempublikasikan penelitiannya tentang
penggunaan levobupivacaine 0,5 % 2,5 ml dan levobupivacaine 0,5 % 2,2 ml
dan fentanyl 15 µg ( 0,3 ml). Disebutkan tidak ada perbedaan bermakna dalam
hal blok sensorik yang dicapai, profil hemodinamik, efek samping yang timbul
dan kepuasan operator. Namun dalam hal durasi blok motoriknya penggunaan
levobupivacaine 0,5 % 2,2 ml dan fentanyl 15 µg lebih singkat.
Pada tahun 2011, Ackaboy et al. mempublikasikan penelitiannya yang
membandingkan penggunaan bupivacain 0,5% 4 mg ditambah fentanyl 25 µg
dibandingkan prilocain 2% 50 mg ditambah fentanyl 25 µg. Dalam penelitian
tersebut disebutkan bahwa penggunaan bupivacain 4 mg dengan fentanyl 25 µg
5
memberikan anestesi spinal yang adekuat dan stabilitas hemodinamik
dibandingkan prilocain 2% 50 mg dan fentanyl 25 µg.
Adapun penelitian tentang penggunaan fentanyl 25 µg sebagai tambahan
pada intratekal bupivacain 0,5% hiperbarik pada dosis yang bervariasi dilakukan
oleh Labbene et al. pada tahun 2007. Pada penelitian tersebut digunakan dosis
bupivacain hiperbarik 0,5 % sebesar 10 mg, 7,5 mg dan 5 mg. Penilain blok
sensorik dilakukan dengan melihat ketinggian maksimal pada masing masing
kelompok. Disebutkan bahwa ketinggian blok maksimal dicapai dengan dosis
lokal anestesi yang lebih besar. Sementara kecepatan blok sensorik untuk level
T10 tergantung dengan besar dosis dan tidak dapat dipercepat profilnya dengan
fentanyl. Regresi ke T12 didapatkan paling cepat pada penggunaan bupivacain 5
mg dengan adjuvant fentanyl 25 µg. Disebutkan pula ada hubungan besar dosis
lokal anestesi dengan kecepatan regresinya. Pada kelompok dengan bupivacain 5
mg tidak didapati pasien dengan bromage score 3. Durasi blok motorik
tergantung dengan besar dosis anestesi lokal. Sementara itu kejadian efek
samping kardiovaskuler paling kecil pada kelompok bupivacain 5 mg.
Disebutkan bahwa penggunaan bupivacain 5 mg ditambahkan fentanyl 25 µg
memberikan durasi blok sensorik lebih singkat, tanpa menyebabkan blok motorik
dan memberikan stabilitas profil hemodinamik.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa pengurangan dosis obat anestesi lokal dengan penambahan opioid akan
dapat menghasilkan blok sensorik yang adekuat dan lama kerja blok motorik
6
dapat dipersingkat sehingga dapat mengurangi ketidaknyamanan pasien serta
mempercepat mobilisasi dan pemulihan pasien dengan operasi urologi dengan
TUR. Selain itu juga akan memberikan stabilitas hemodinamik yang disebabkan
efek blok simpatik oleh obat anestesi lokal pada injeksi itratekal.
Dari pertimbangan tersebut penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian tentang perbandingan lama blok sensorik dan motorik pada bupivacain
hiperbarik 5 mg dengan penambahan fentanyl 25 mcg dibanding bupivacain
hiperbarik 10 mg.
B. Rumusan Masalah
Anestesi spinal merupakan teknik yang populer dan banyak memberikan
keuntungan pada operasi urologi dengan TUR. Dan pada umumnya tindakan
operasi tersebut tidak lebih dari 60 menit dan ketinggian blok sensorik yang
direkomendasikan adalah T10. Selain itu pasien yang terjadwal untuk tindakan
tersebut kebanyakan adalah pasien dengan usia tua yang sudah memiliki
kecenderungan penyakit kardiovaskuler dan pernafasan. Oleh karena itu banyak
peneliti berusaha untuk mencari obat lokal anestesi yang dapat memberikan blok
sensorik yang adekuat dan blok motorik dengan durasi cepat, sehingga masa pulih
dan mobilisasi yang cepat. Diharapkan juga dapat memberikan efek
kardiovaskuler yang minimal yang diakibatkan blok simpatik karena obat
intratekal anestesi lokal. Sementara itu penggunaan lidokain sebagai obat anestesi
lokal dengan durasi cepat bayak dilaporkan menimbulkan efek samping TNS,
maka di carilah obat lokal anestesi lain yang tidak menimbulkan efek tersebut.
7
Salah satunya dengan menggunakan dosis rendah bupivacain dengan penambahan
fentanyl. Namun sampai saat ini belum ada penelitian yang merekomendasikan
berapakah dosis efektif dari penggunaan dosis rendah bupivacain dengan
penambahan fentanyl tersebut. Dengan demikian masalah penelitian ini adalah
untuk mengetahui lama blok sensorik dan motorik serta stabilitas hemodinamik
pada penggunaan dosis kecil bupivacain dengan penambahan fentanyl secara
intratekal untuk operasi urologi dengan TUR.
C. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis mengajukan pertanyaan
penelitian sebagai berikut :
1. Apakah lama blok sensorik anestesi spinal dengan bupivacain 5 mg ditambah
fentanyl 25 µg sama dibandingkan bupivacain hiperbarik 10 mg pada operasi
TUR.
2. Apakah lama blok motorik anestesi spinal dengan bupivacain 5 mg ditambah
fentanyl 25 µg lebih pendek dibandingkan bupivacain hiperbarik 10 mg pada
operasi TUR.
D. Tujuan Penelitian
1. Membandingkan lama kerja blok sensorik anestesi spinal bupivacain
hiperbarik 5 mg ditambah fentanyl 25 µg dengan bupivacain hiperbarik 10
mg pada operasi TUR.
8
2. Membandingkan lama kerja blok motorik anestesi spinal bupivacain
hiperbarik 5 mg ditambah fentanyl 25 µg dengan bupivacain hiperbarik 10
mg pada operasi TUR.
E. Manfaat Penelitian
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan acuan
untuk pemilihan obat pada anestesi spinal untuk operasi urologi dengan
prosedur transuretra dengan bupivacain hiperbarik dosis kecil dengan
penambahan fentanyl untuk memperpanjang lama kerja blok sensorik tanpa
memperpanjang blok motoriknya.
2. Sebagai sumber informasi dan referensi bagi penelitian selanjutnya terutama
dalam lingkungan anestesiologi dan reanimasi.
3. Sebagai kelengkapan sumber data bagi pihak RS. Dr. Sardjito Yogyakarta
dan untuk memberikan kontribusi kemajuan ilmu kedokteran pada umumnya.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian ini berdasar pada beberapa penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya yang membandingkan obat lokal anestesi yang ditambahkan fentanyl
dibandingkan dengan obat lokal anestesi bupivacain yang tidak ditambahkan
fentanyl pada anestesi spinal. Penelitian yang membandingkan lama blok
sensorik dan motorik antara bupivacain hiperbarik 0,5 % 5 mg dengan
penambahan fentanyl 25 mcg dibandingkan bupivacain hiperbarik 0,5% 10 mg
pada operasi urologi dengan prosedur transuretra ini belum pernah dilakukan di
9
lingkungan RS Dr Sardjito Yogyakarta dan RS jejaring lainnya. Adapun
penelitian yang dilakukan di luar RS Dr Sardjito tertera pada tabel sebagai berikut
10
Tabel 1. Keaslian penelitian
Peneliti Tahun Design Intervensi Jumlah Sampel
Kesimpulan
Kristiina S et al 2000 Randomized Double Blind
Grup 1: Bupivacain 10 mg isobarik Grup 2: Bupivacain 10 mg isobarik + fentanyl 25 mcg Grup 3 : Bupivacain 7,5 mg isobarik + Fentanyl 25 mcg Grup 4 : Bupivacain 5 mg isobarik + Fentanyl 25 mcg
80 laki laki dengan operasi urology
Rata rata lama blok sensorik Grup 1 adalah 233 menit Grup 2 adalah 288 menit Grup 3 adalah 226 menit Grup4 adalah 136 menit Lama blok motorik paling pendek pada grup 4
Labbene et al 2007 Randomized prospective
Grup 1 :bupivacain hiperbarik 5mg Grup 2 : Bupivacain hiperbarik 7,5 mg Grup 3 : bupivacain hiperbarik 10 mg Semuanya ditambahkan dengan fentanyl 25 mcg
60 pasien pada operasi urologi
‐Onset blok sensorik cepat dicapai pada dosis lokal anestesi yang lebih besar ‐durasi blok sensorik paling cepat pada grup 1 ‐ durasi blok motorik paling cepat pada grup 1 ‐stabilitas hemodinak paling baik pada grup 1
Zohar E et al 2007 Randomized Double Blind
Grup 1I: bupivacain hiperbarik 7,5 mg Grup2: bupivacain hiperbarik 5 mg + fentanyl 25 mcg Grup 3 : bupivacain hiperbarik 4 mg +fentanyl 25 mcg Grup 4 : bupivacain hiperbarik 3 mg + fentanyl 25 mcg
80 pasien laki‐laki pada operasi urologi
‐onset untuk mencapai T10 paling cepat pada grup 1, dan kecepatan dipengaruhi besar dosis lokal anestesi ‐Durasi blok motirik paling cepat pada grup 4 dan tergantung dari dosis lokal anestesinya. ‐ Pada grup 3 didapatkan blok sensorik yang adekuat dengan durasi blok motorik singkat sehinga profil pemulihan pasca operasi lebih memuaskan, juga profil hemodinamik yang lebih stabil
Akcaboy et al 2010 Randomized Double Blind
Grup 1 :Levobupivacain 5mg + Fentanyl 25mcg Grup 2 :Bupivacain 5 mg + Fentanyl 25 mcg
46 pasien pada operasi urologi
‐Pada grup 1 memberikan efek blok sensorik yang efektif, stabilitas hemodinamik,kepuasan pasien dan ahli bedah, blok motorik yang minimal sama dengan grup 2
Akcaboy Z N et al
2010 Randomized Double Blind
Grup 1 : bupivacain 0,5 % 4 mg + fentanyl 25 mcg Grup 2 : prilocain 2 % 50 mg + fentanyl 25 µg
40 pasien pada operasi urologi
‐grup 1 memberikan blok semsorik yang adekuat dengan durasi blok motorik yang singkat dibandingkan grup 2 ‐stabilitas hemodinamik group 1