rubrik parenting majalah hidayatullah

7
FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 11 TIM PENULIS: Mahladi (Pemimpin Redaksi Kelompok Media Hidayatullah), Hamim ohari (Ketua Dewan Syura Hidayatullah), Deka Kurniawan (Redak- tur Suara Hidayatullah), Sholih Hasyim (Pengurus Pimpinan Pusat Hidayatullah). Penanggungjawab rubrik: Deka Kurniawan. Fotografer: Muh. Abdus Syakur Cabang iman ke-22 S ebuah media pernah melansir hasil riset tentang dampak meningkatnya kemacetan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Ternyata, kemacetan membuat masyarakat mudah tersinggung, gampang marah, dan stres. Ini sekadar satu saja dari sekian banyak pemicu lahirnya manusia-manusia pemarah di negeri ini. Penyebab lain, keadaan ekonomi yang kian sulit, meningkatnya angka kriminalitas dan kekerasan, serta persaingan kerja yang amat tinggi. Dengan kondisi seperti itu rasanya sulit bagi kita hidup di kota yang hiruk pikuk ini tanpa marah. Wajar pula bila Allah memuji siapa saja yang berhasil melewati semua keruwetan hidup tersebut tanpa marah. Rasulullah mengabarkan pujian Allah ini dalam Hadits di atas. Pujian dari Allah seharusnya amat membahagiakan manusia. Pujian dari sesama manusia saja kerap membuat lupa diri. Bayangkanlah bagaimana perasaan kita jika saat ini Kepala Negara memuji kita? Bagaimana pula rasanya bila orang yang kita sayangi memuji kita? Betapa berbunga-bunganya hati kita. Pujian dari Sang Maha Pencipta seharusnya membuat kita lebih berbunga-bunga. Tapi mengapa kita tak pernah berusaha mendapatkan pujian itu dengan sekuat kemampuan untuk menaham amarah? Ini semua terpulang kepada seberapa besar iman kita. Wallahu a’lam. KAJIAN UTAMA Tahan Amarahmu Maka Allah Memujimu “Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu melampiaskannya maka Allah akan membanggakannya pada hari kiamat di hadapan semua manusia.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad) RASULULLAH BERSABDA, “IMAN ITU ADA 70 CABANG LEBIH ATAU 60 CABANG LEBIH. YANG PALING UTAMA ADALAH UCAPAN LA ILAHA ILLALLAH, DAN YANG PA- LING RENDAH ADALAH MENYING- KIRKAN RINTANGAN (KOTORAN) DARI TENGAH JALAN, SEDANG RASA MALU ITU (JUGA) SALAH SATU CABANG DARI IMAN”. (RIWAYAT MUSLIM) IMAN, DENGAN 70 CABANGNYA, ADALAH PONDASI DARI BANGU- NAN PERADABAN ISLAM. SUARA HIDAYATULLAH AKAN MENGUPAS CABANG-CABANG IMAN INI UNTUK MENGANTARKAN KITA KEPADA CITA-CITA TEGAKNYA KEMBALI PERADABAN MADINAH! 11

Upload: lentera-jaya-abadi

Post on 21-May-2015

204 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 11

TIM PENULIS: Mahladi (Pemimpin Redaksi Kelompok Media Hidayatullah),

Hamim Thohari (Ketua Dewan Syura Hidayatullah), Deka Kurniawan (Redak-

tur Suara Hidayatullah), Sholih Hasyim (Pengurus Pimpinan Pusat Hidayatullah).

Penanggungjawab rubrik: Deka Kurniawan. Fotografer: Muh. Abdus Syakur

Cabang iman ke-22

Sebuah media pernah melansir hasil riset tentang dampak meningkatnya kemacetan di daerah Jakarta dan sekitarnya. Ternyata, kemacetan membuat masyarakat mudah

tersinggung, gampang marah, dan stres. Ini sekadar satu saja dari sekian banyak pemicu lahirnya manusia-manusia pemarah di negeri ini. Penyebab lain, keadaan ekonomi yang kian sulit, meningkatnya angka kriminalitas dan kekerasan, serta persaingan kerja yang amat tinggi. Dengan kondisi seperti itu rasanya sulit bagi kita hidup di kota yang hiruk pikuk ini tanpa marah. Wajar pula bila Allah memuji siapa saja yang berhasil melewati semua keruwetan hidup tersebut tanpa marah. Rasulullah mengabarkan pujian Allah ini dalam Hadits di atas. Pujian dari Allah seharusnya amat membahagiakan manusia. Pujian dari sesama manusia saja kerap membuat lupa diri. Bayangkanlah bagaimana perasaan kita jika saat ini Kepala Negara memuji kita? Bagaimana pula rasanya bila orang yang kita sayangi memuji kita? Betapa berbunga-bunganya hati kita. Pujian dari Sang Maha Pencipta seharusnya membuat kita lebih berbunga-bunga. Tapi mengapa kita tak pernah berusaha mendapatkan pujian itu dengan sekuat kemampuan untuk menaham amarah? Ini semua terpulang kepada seberapa besar iman kita. Wallahu a’lam.

KAJIAN UTAMA

TahanAmarahmuMaka AllahMemujimu

“Barangsiapa menahan amarahnya padahal dia mampu melampiaskannya maka Allah akan membanggakannya pada hari kiamat di hadapan semua

manusia.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)

RASulullAH beRSAbDA, “IMAn Itu ADA 70 cAbAng lebIH AtAu 60 cAbAng lebIH. YAng PAlIng utAMA ADAlAH ucAPAn la ilaHa illallaH, DAn YAng PA­lIng RenDAH ADAlAH MenYIng­KIRKAn RIntAngAn (KotoRAn) DARI tengAH jAlAn, SeDAng RASA MAlu Itu (jugA) SAlAH SAtu cAbAng DARI IMAn”. (RIwAYAt MuSlIM) IMAn, DengAn 70 cAbAngnYA, ADAlAH PonDASI DARI bAngu­nAn PeRADAbAn ISlAM.  Suara Hida yatullaH AKAn Me nguPAS cAbAng­cAbAng IMAn InI untuK MengAntARKAn KItA KePADA cItA­cItA tegAKnYA KeMbAlI PeRADAbAn MADInAH!

11

Page 2: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com12

Marah dalam bahasa Arab disebut al-ghadhab, kebalikan dari kata ar-ridha (kerelaan). Jika ditelusuri dari akar katanya, istilah ini merupakan bentukan dari kata kerja ghadhiba –

yaghdhabu – ghadhban. Dalam surat al-Fatihah, kata ghadhab digunakan dengan ungkapan lain, yakni ghairil maghdhubi ‘alaihim (bukan orang-orang yang dimurkai), dan ditujukan bagi orang-orang Yahudi. Ibnu Qudamah mendefinisikan bahwa pada hakekat-nya al-ghadhab atau kemarahan adalah darah di dalam hati yang mendidih karena mencari pelampiasan. Ketika seseorang marah, maka api amarahnya berkobar dan membuat darah di hatinya mendidih, lalu menyebar ke seluruh nadi dan naik ke seluruh badan, sebagaimana air yang naik ketika mendidih. Karena itu, orang yang sedang marah, wajah, mata, dan raut mukanya terlihat memerah. Semua itu mencerminkan merah darah yang tersembunyi di baliknya, seperti kaca bening yang memperlihatkan apa yang ada di baliknya. Darah mulai turun jika amarahnya tumpah kepada orang lain dan diapun merasa tenang kembali.

Marah = Dosa Al-Qur`an menggunakan kata al-ghadhab sebagai suatu dosa, kecuali mereka yang segera mengikuti kemarahannya dengan pemberian maaf. Allah berfirman:

^ _ ` a b c d e f

g

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi maaf. (Asy-Syura [42]: 37) Kemarahan secara umum adalah perbuatan yang tercela dan hina, karena ia datang dari setan, makhluk yang diciptakan dari api. Sifat api itu panas membara, membakar, menyala, bergerak-gerak, dan meliuk-liuk. Itulah karakter setan yang bahan bakunya api. Allah menyebutkan hal ini dalam al-Qur`an:

- . / 0 1 2

... Engkau ciptakan saya dari api sedang Engkau

ciptakan dia dari tanah. (Al-A’raf [7]: 12) Sementara manusia telah dilebihkan oleh Allah dengan bahan baku tanah. Tanah bersifat diam dan tenang. Karena itu, meskipun marah merupakan bagian dari sifat manusia, tapi pemicunya adalah setan. Itulah sebabnya para ulama banyak mewanti-wanti kita untuk tidak memperturutkan marah. Ibnu Qudamah meriwayatkan bahwa Dzulqarnain pernah bertemu dengan malaikat, lalu dia berkata, “Ajarilah aku suatu ilmu yang dapat menambah iman dan keyakinanku!” Malaikat itu menjawab, “Janganlah engkau suka marah, karena setan itu lebih mudah menguasai diri anak Adam tatkala sedang marah. Usirlah amarah dengan menahan diri dan dinginkanlah ia secara pelan-pelan. Janganlah engkau tergesa-gesa, sebab jika engkau tergesa-gesa, tentu engkau akan salah menempatkan diri. Jadilah engkau orang yang luwes dan lemah lembut kepada orang yang dekat dan kepada orang yang jauh, dan jangan menjadi orang yang keras lagi suka membangkang.”

Buruk Dan MeMBahayakan Karena berasal dari setan, maka marah pada dasarnya

KAJIAN UTAMA

Hati-hati, Marah Membawa Petaka!

Page 3: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 13

mengerjakan perbuatan itu. (Al-Maidah [5]: 91) Setan tak pernah putus asa menghasut manusia, menyulut permusuhan, dan mengobarkan api pertikaian. Setan menyebarkan racun ke dalam jiwa manusia sehingga kejernihan berfikirnya terkontaminasi dan kecerdasan akalnya tumpul. Seperti racun, ia menyebar dan mengalir melalui aliran darah. Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya setan merasuki keturunan Adam seperti aliran darah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Bahaya Lisan PeMarah Orang yang sedang marah seringkali tidak mampu mengendalikan diri. Salah satu organ tubuh yang paling mudah hilang kendali adalah lisan. Orang yang marah lisannya mudah melontarkan ucapan yang diharamkan syariat, mulai dari menghina, mencela, melempar tuduhan yang keji, dan melaknat. Orang yang sedang marah seringkali tidak bisa mengontrol sumpahnya. Kadang mereka bersumpah atas nama selain Allah , bersumpah terhadap sesuatu yang tidak mungkin terlaksana, dan bersumpah terhadap sesuatu yang dilarang agama. Di sisi lain, seluruh perkataan dan ucapan manusia menjadi sah dan harus dipertangungjawabkan kendati dalam keadaan marah. Jika seorang suami menceraikan isterinya, sekalipun dalam keadaan marah, maka cerainya menjadi sah. Begitu pula orangtua yang mendoakan kejelekan bagi anaknya, hartanya, bahkan dirinya sendiri, bertepatan dengan waktu-waktu dan momentum dikabulkannya doa, maka doanya pun akan terkabul. Na’udzubillah! Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan Muslim dari Imran bin Husein, diceritakan bahwa pada sebuah peperangan di Buwath, ada seorang laki-laki Anshar yang melaknat unta yang ditungganginya sendiri karena unta itu berjalan lamban. “Berjalanlah, semoga Allah me-laknatmu,” katanya. Mendengar ucapan tersebut Rasulullah bertanya, “Siapa yang melaknat untanya?” Laki-laki itu menjawab, “Saya, ya Rasulullah”. Beliau bersabda lagi, “Turunlah kamu dari unta itu. Kamu jangan menyertai kami dengan sesuatu yang dilaknat. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi diri kalian. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi anak-anak kalian. Kalian jangan mendoakan kejelekan bagi harta kalian. Tidaklah kalian berada di suatu waktu, jika di waktu tersebut permintaan diajukan, melainkan Allah mengabulkannya bagi kalian.” Berhati-hatilah terhadap segala yang keluar dari lisan, meskipun terucap dalam keadaan penuh kesadaran, setengah sadar, atau dalam keadaan dikuasai emosi. Kendalikan ucapan yang mengundang bahaya bagi diri maupun orang lain. Wallahu a’lamu bis Shawab.

merupakan sifat yang buruk, akhlak yang rendah, virus yang mematikan, dan penyakit yang berbahaya. Kecuali kemarahan yang disebabkan oleh sesuatu yang benar dan dilakukan secara benar serta terkendali. Kemarahan se-perti ini tentu ada sisi baiknya. Sebagian manusia ada yang lambat marahnya dan

cepat padam kembali. Sebagian lagi ada yang cepat marah dan cepat reda kembali. Namun ada pula sebagian yang cepat marah dan lambat mereda. Baik yang pertama, kedua, dan ketiga sama-sama tercela. Yang terbaik adalah mereka yang mampu mengendalikan diri, menahan amarahnya, dan bahkan suka memaafkan orang lain. Sifat mudah marah merupakan perbuatan tercela dan sangat membahayakan bagi orang lain dan bagi diri sendiri. Kemarahan yang cepat dan meledak-ledak harus dihindari, karena perangai itu tidak membawa keberuntungan apapun kecuali penyesalan, perpecahan, rusaknya hubungan persaudaraan, putusnya tali silaturahim dan persahabatan. Kekeluargaan, persahabatan, dan kekerabatan yang dibangun bertahun-tahun bisa rusak dalam sekejap dengan masuknya setan melalui kemarahan. Allah mengingatkan dalam firman-Nya:

P Q R S T UV W X Y Z[ \ ] ^ _ ` a

Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendak-lah mereka mengucapkan perbuatan yang lebih baik. Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagi menusia. (Al-Israa [17]: 53) Kemarahan yang dahsyat juga bisa menimbulkan rasa dengki, hasut, kesombongan. Di sinilah pintu masuknya setan. Lewat marah, peluang setan masuk, mempengaruhi, bahkan mengendalikan nafsu manusia, menjadi terbuka lebar. Inilah momen yang ditunggu-tunggu setan. Ia sangat senang jika manusia dibakar amarah. Tentang besarnya pengaruh setan ini, Allah kembali menegaskan dalam firman-Nya:

1 2 3 4 5 6 7 8 9 : ; < = > ? @ AB C D E

Sesungguhnya setan itu bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu dari

Page 4: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com14

“Barangsiapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu, maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya),” jelas imam al-Munawi. Rasulullah juga bersabda dalam sebuah Hadits bahwa mukmin yang kuat lebih dicintai oleh Allah dari pada orang mukmin yang lemah. Makna kekuatan dalam Hadits ini ditujukan kepada keimanan dan kemampuan menundukkan hawa nafsu. Bukan karena kekayaan yang dimiliki, kekuasaan yang digenggam, atau ilmu yang diraih. Dalam Hadits lain, Rasulullah bersabda, “Barang-siapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya maka Allah Ta’ala akan memang-gilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya”. (Riwayat Abu Dawud No. 4777; Tirmidzi No. 2021; Ibnu Majah No. 4186; dan Ahmad, 3/440) Imam Ath-Thiibi berkata, “(Perbuatan) menahan ama-rah dipuji karena menahan amarah berarti menundukkan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan.” Adapun kalimat, “…padahal dia mampu untuk melam-piaskannya…” menunjukkan bahwa menahan kemarahan yang terpuji dalam Islam adalah ketika seseorang mampu melampiaskan kemarahannya tapi dia memilih untuk menahannya karena Allah . Jika motivasi seseorang yang tidak melampiaskan ke-marahannya karena selain Allah , misalnya karena takut kepada orang yang memarahinya atau karena kelemahan-nya, maka ini tak akan mendatangkan pahala kepadanya.

MeMBawa keBaikan Seorang mukmin yang terbiasa mengendalikan hawa nafsunya, maka dalam semua keadaan dia selalu dapat berkata dan bertindak dengan benar. Sebab, ucapan dan perbuatannya tidak dipengaruhi oleh hawa nafsunya. Inilah arti sikap adil yang dipuji juga oleh Allah sebagai sikap yang lebih dekat dengan ketakwaan. Allah SWT berfirman:

¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨© ª « ¬ ®¯

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.

Marah itu manusiawi. Ia amat berhubung-an dengan keadaan manusia yang cenderung menurutkan hawa nafsu dan enggan melawannya.Rasulullah pun pernah marah.

Dalam sebuah Hadits beliau bersabda, “Aku ini hanya manusia biasa. Aku bisa senang sebagaimana manusia senang, dan aku bisa marah sebagaimana manusia marah.” (Riwayat Muslim No. 2603) Walaupun marah merupakan naluri manusiawi, namun Allah lewat Rasul-Nya memerintahkan manu-sia untuk menahannya. Ini berarti amarah akan membawa keburukan bagi manusia.

DiPuji aLLah Adapun hamba-hamba Allah yang bertakwa tentu saja telah terlatih untuk melawan hawa nafsu. Mereka ingin meraih ridha Allah dengan mengelola dan meredam kemarahannya. Allah memuji mereka dalam firman-Nya:

. / 0 1 2 3 4 5 6 78 9 : ;

Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan (harta mereka) baik di waktu lapang mau-pun sempit, dan orang-orang yang (mampu) menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Ali ‘Imran [3]: 134) Dijelaskan dalam kitab Taisiirul Kariimir Rahmaan bahwa jika ada orang yang disakiti sehingga muncullah kemarahan dalam dirinya, namun ia tidak melakukan sesuatu yang diinginkan watak manusiawinya, serta tidak membalas perlakuan orang yang menyakitinya, maka ia termasuk orang yang dipuji Rasulullah . Dalam sebuah Hadits shahih, Rasulullah berpesan, “Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (Riwayat Bukhari no. 5763; dan Muslim no. 2609) Menurut imam al-Munawi, orang kuat dalam Hadits ini bermakna orang yang mampu menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak serta dia mampu melawan dan menundukkan hawa nafsunya.

Menjadi Kuat dengan Menahan Amarah

KAJIAN UTAMA

Page 5: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 15

menahan kemarahannya.

Marah yang TerPuji Marah yang terpuji adalah marah yang bisa diken-dalikan oleh pelakunya secara santun. Marah yang ter-puji juga bersumber dari Allah , seperti marah terhadap musuh-musuh-Nya dari golongan Yahudi, orang-orang kafir dan munafik. Ummul mukminin ‘Aisyah RA berkata, “Rasulullah

tidak pernah marah karena (urusan) diri pribadi be-liau, kecuali jika dilanggar batasan syariat Allah , maka beliau akan marah dengan pelanggaran tersebut karena Allah .” (Riwayat Bukhari No. 3367; dan Muslim nomor 2327) ‘Aisyah juga berkata, “Sungguh akhlak Rasulullah adalah al-Qur’an.” Dalam riwayat lain ada tambahan, “…Beliau marah/benci terhadap apa yang dibenci dalam al-Qur’an dan ridha dengan apa yang dipuji dalam al-Qur’an.” (Thabarani dalam al-Mu’jamul ausath No. 72). Imam Ibnu Rajab al-Hambali berkata, “Wajib bagi seorang mukmin untuk menjadikan keinginan nafsunya terbatas pada apa yang dihalalkan oleh Allah baginya, yang ini bisa termasuk niat baik yang akan mendapat ganjaran pahala. Dan wajib baginya untuk menjadikan kemarahannya dalam rangka menolak gangguan dalam agama yang dirasakan oleh dirinya atau orang lain, serta dalam rangka menghukum/mencela orang-orang yang menentang Allah dan rasul-Nya.” Wallahu a’lamu bis Shawab.

Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (al-Maaidah [5]: 8) Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menukil ucapan se-orang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini. Beliau berkata, “Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah maka kemarahannya tidak menjerumus-kannya ke dalam kesalahan. Dan ketika dia senang maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran.” Pernah suatu ketika ada seorang Sahabat datang ke-pada Rasulullah untuk meminta nasehat yang ringkas dan menghimpun semua sifat baik. Lalu Rasulullah menasehatinya untuk selalu menahan marah. Tapi Sahabat itu masih penasaran dan mengulang per-mintaan nasehatnya berkali-kali. Rasulullah lagi-lagi mem-berikan jawaban yang sama, “Janganlah engkau marah!” Itu semua menunjukkan bahwa melampiaskan ke-marahan adalah sumber segala keburukan dan menahan-nya adalah penghimpun segala kebaikan. Demikian pula Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Ishak bin Rahuyah, ketika menjelaskan makna akhlak yang baik, mereka berdua mengatakan, “(Yaitu) mening-galkan (menahan) kemarahan.” Larangan Rasulullah dalam Hadits di atas (jangan marah), berarti perintah untuk melakukan sebab yang akan melahirkan akhlak yang baik yaitu: sifat lemah lembut, dermawan, malu, merendahkan diri, sabar, tidak menyakiti orang lain, memaafkan, ramah dan sifat-sifat baik lainnya yang akan muncul ketika seseorang berusaha

Page 6: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

SUARA HIDAYATULLAH | www.hidayatullah.com16

Rasulullah , sebagaimana dikutip dalam tulisan sebelumnya, bersabda bahwa orang yang kuat bukanlah orang yang selalu mengalahkan lawannya dalam perkelahian, melainkan orang yang mampu mengendalikan

dirinya ketika marah. Lalu bagaimana mewujudkan pribadi yang kuat sebagaimana disebutkan dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim ini? Berikut kiat-kiatnya:

1. Berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terlaknat. Sulaiman bin Shard menceritakan bahwa pada suatu hari ia duduk bersama Rasulullah . Di hadapan mereka ada dua orang yang saling mencela. Salah satu dari kedua orang tersebut telah memerah wajahnya dan sudah tegang urat lehernya. Rasulullah kemudian berkata, “Aku mengetahui satu kalimat yang seandainya dia ucapkan niscaya akan hilanglah gejolak yang ada pada dirinya. Jika ia membaca, ‘Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk,’ niscaya hilanglah amarahnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

2. Diam, jangan berbicara! Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian marah maka hendaklah dia diam.” (Riwayat Imam Ahmad)

KAJIAN UTAMA

Kiat Meredam Amarah

3. Duduk dan berbaringlah Jika Anda sedang marah, maka duduklah. Jika gejolak emosi itu masih terasa maka berbaringlah. Lalu, jangan biarkan seluruh anggota tubuh bergerak kecuali mata. Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang diantara kalian marah sedangkan dia berdiri maka hendaklah dia duduk, agar kemarahannya hilang, apabila masih belum mereda maka hendaklah dia berbaring,” (Riwayat Abu Daud)

4. Berwudhu. Rasulullah bersabda, “Marah itu adalah bara api maka padamkanlah dia dengan berwudlu,” (Riwayat Al Baihaqi).

5. Laksanakanlah shalat. Perintah shalat untuk meredam amarah ini dijelaskan dalam sebuah atsar, “Penghapus setiap perselisihan adalah dua rakaat (shalat sunnah.” (silsilah Hadits Shahihah)

6. Menjaga wasiat Rasulullah . Abu Hurairah meriwayatkan bahwa pada suatu hari seorang lelaki meminta wasiat kepada Nabi . Nabi berkata, “Janganlah marah!” . Beliau kemudian mengulangi wasiat itu berkali-kali dengan mengatakan, “Janganlah marah!”

Page 7: RUBRIK PARENTING MAJALAH HIDAYATULLAH

FEBRUARI 2014/RABIUL AWWAL 1435 17

9. Memaafkan. Allah berfirman:

E F G H I J K

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. (Al-A’raf [7]: 199) Rasulullah bertanya kepada malaikat Jibril mengenai ayat ini, “Apa tafsir ayat ini?” Jibril menjawab, “Aku akan bertanya kepada Allah .” Kemudian Jibril menghadap kepada Allah , lalu kembali kepada Rasulullah dan berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah memerintahkan kamu untuk menyambung persaudaraan kepada orang yang memutuskan persaudaraan denganmu, memberikan sesuatu kepada orang yang mengharamkan pemberian kepadamu, dan memaafkan orang yang bersikap zalim kepadamu.”

10. Menyadari keutamaan orang yang dapat menahan marah. Jika mengingat apa-apa yang dijanjikan oleh Allah bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang dapat menahan amarahnya dan menolaknya, maka ia akan dibantu dalam memadamkan api kemarahan, serta dijanjikan ampunan dan surga seluas langit dan bumi, serta segala kenikmatannya. Allah berfirman:

U V W X Y Z [ \ ] ^ _ `a b c d

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal. (Ali Imran [3]: 136) Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang mampu menahan kemarahannya sedangkan ia mampu untuk melakukannya maka Allah akan menyeru dia di hadapan seluruh manusia pada hari Kiamat untuk dipilihkan baginya bidadari yang dikehendakinya.” (Riwayat Abu Dawud)

11. Marah hanya karena ghirah. Kita diperbolehkan marah dalam kondisi-kondisi tertentu, yaitu ketika syi’ar-syi’ar Islam dilecehkan dan direndahkan, serta kemaksiatan dilakukan secara terbuka tanpa ada rasa malu. Wallahu a’lamu bis Shawab.

Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari ini menandakan begitu pentingnya kita memperhatikan larangan yang satu ini

7. Mengikuti petunjuk Nabi Anas RA bercerita pada suatu ketika berjalan bersama Rasulullah . Saat itu Rasulullah memakai kain dari Najran yang kasar pinggirnya. Kemudian seorang Badui datang menghampiri beliau dan menarik kain itu dengan tarikan yang sangat kuat. Saking kuatnya, kata Anas, sampai-sampai ia melihat pada leher Rasulullah ada bekas tarikan itu. Orang Badui itu kemudian berkata, “Wahai Muhammad, perintahkanlah kepada kaummu untuk membagikan kepadaku harta dari Allah yang ada padamu.” Nabi meliriknya sambil tersenyum. Lalu beliau memerintahkan kepada para Sahabat untuk memberikan bagian tertentu dari harta miliknya. (Riwayat Bukhari dan Muslim)

8. Meneladani para Rasul dan hamba-hamba-Nya yang saleh. Al-Qur`an banyak memberi contoh bagaimana para Rasul dan hamba-hamba yang saleh menahan amarahnya.

¼ ½ ¾ ¿ À Á Â Ã Ä Å

Maka bersabarlah kamu seperti orang-orang yang mempunyai keteguhan hati dari rasul-rasul telah bersabar dan janganlah kamu meminta disegerakan (azab) bagi mereka. (Al-Ahqaf [46]: 35)

¢ £ ¤ ¥ ¦ § ¨ © ª « ¬ ®

Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan. (Al-Furqan [25]: 63) Ketika Rasulullah dilempari wajahnya oleh kaum Thaif, beliau justru mendoakan, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang belum mengerti.” Ketika beliau dipancing kemarahannya oleh kaum Jahiliyah pada peristiwa pembebasan Makkah, beliau mengucapan perkataan Nabi Yusuf AS: Dia (Yusuf ) berkata: “Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang. (Yusuf [12]: 92)