parenting paud

35
PENGUATAN LEMBAGA PAUD DALAM PENDIDIKAN BERBASIS KELUARGA (PARENTING POSITIF UNTUK KELUARGA) Disusun Oleh : Dr. Kusnida Indrajaya, M.Si PALANGKA RAYA 2015 1

Upload: indrajaya-kusnida

Post on 13-Nov-2015

99 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

Materi Parenting pada Pelatihan Pendidikan Anak Usia Dini

TRANSCRIPT

PENGUATAN LEMBAGA PAUD DALAM PENDIDIKAN BERBASIS KELUARGA (PARENTING POSITIF UNTUK KELUARGA)

Disusun Oleh : Dr. Kusnida Indrajaya, M.Si

PALANGKA RAYA2015

A. ParentingParenting merupakan topik yang penting jika berbicara mengenai hubungan antara orang tua dan anak. Pentingnya parenting akan terlihat dari pengaruh pola pengasuhan yang diterapkan orang tua terhadap anak. Fenomena yang kerap terlihat yaitu bahwa perbedaan pola pengasuhan yang diterapkan orang tua, baik dalam pengawasan maupun kehangatan, akan memberikan pengaruh yang berbeda pula pada berbagai aspek dari perkembangan anak. Penting bagi orang tua untuk dapat menerapkan pola pengasuhan yang tepat, sebab cara orang tua mengasuh anak akan sangat berhubungan dengan bagaimana perasaan anak tentang dirinya dan bagaimana anak berelasi dengan orang lain (Martin&Colbert, 1997)Istilah parenting secara umum diartikan sebagai pengasuhan, meskipun arti dari parenting sendiri lebih luas,. Parenting adalah suatu rangkaian interaksi berkelanjutan diantara orang tua dan anak, yaitu sebuah proses yang menyebabkan perubahan pada kedua belah pihak. Menurut definisi, parenting melibatkan proses melahirkan, melindungi, mengasuh dan membimbing anak-anak (martin&Colbert, 1997). Orang tua sebagai figure memegang peran penting dalam proses pengasuhan dituntut untuk terus mendukung dan memelihara pertumbuhan anak tidak hanya secara fisik, namun yang terpenting juga membentuk kelekatan emosional dan ikatan psikologis dengan anak (Brooks,19891) Parenting sendiri merupakan proses yang kompleks. Keunikan karakteristik dari orang tua dan anak serta lingkungan akan menentukan bagaimana mereka akan saling mempengaruhi satu sama lain selama rentang kehidupan (Martin &Colbert, 1997)Pada anak, salah satu faktor yang sangat penting dalam proses pengasuhan yang efektif diterapkan bagi anak usia tertentu, mungkin tidak akan berhasil terhadap anak di usia selanjutnya, sehingga akan berpengaruh pula pada tugas pengasuhan dan harapan orang tua terhadap anak. Sedangkan pada orang tua, beberapa faktor penting yang dapat berpengaruh terhadap proses pengasuhan tersebut adalah gender (ibu dianggap memiliki hubungan yang paling dekat dengan anak), sejarah masa kecilnya dan beliefs orang tua (Martin&Colbert, 1997)Sejarah perkembangan orang tua (termasuk masa kecilnya) tersebut akan mempengaruhi perilakunya dalam mengasuh anak, orang tua membawa ide-ide mereka sendiri tentang bagaimana anak-anak berkembang, belajar dan berespon terhadap proses parenting. Keyakinan/beliefs ini merupakan fondasi kognitif bagi proses pengasuhan. Keyakinan tentang sifat anak-anak dan peran orang tua mulai terbentuk di masa kecil, tetapi bentuk dan isinya dapat berkembang selama rentang hidup seseorang. Beliefs orang tua itu penting karena akan mempengaruhi nilai-nilai dan perilaku mereka dalam membesarkan anak (Martin&Colberrt, 1997).Kini, upaya intervensi terhadap orang tua yang umumnya lebih di fokuskan pada pengetahuan dan keterampilan saja tidaklah cukup. Menurut Coleman dan Karraker (1997),untuk mengoptimalkan proses pengasuhan para ibu dan ayah perlu belajar untuk meyakini kemampuan mereka sendiri, ketika orang tua menginteralisasikan kesadaran akan kompetensi dalam perannya, faktor kepuasan dan kesenangan dalam pengasuhan akan dapat dicapai bahkan dibawah kondisi lingkungan yang sulit sekalipun (Coleman & Karraker, 1997). Secara umum (Coleman & Karraker, 1997) menyimpulkan bawa orang tua dengan keyakinan yang kuat dalam kemampuan parenting mereka juga terlibat dalam perilaku parenting positif dan sebaliknya.Parenting self-efficacy didefinisikan sebagai penilaian orang tua terhadap kompetensi dirinya dalam peran sebagai orang tua atau persepsi oarng tua tentang kemampuan mereka untuk secara positif mempengaruhi perilaku dan perkembangan anak-anak mereka (Coleman&Karraker, 2000).Dengan demikian bahwa individu dengan tingkat Parenting self-efficacyyang tinggi mampu mengarahkan anak-anaknya melewati tahapan-tahapan perkembangan yang mereka hadapi tanpa masalah serius, sebaliknya, individu dengan tingkat Parenting self-efficacy rendah mungkin berjuang untuk menghadapi tuntutan keluarga serta beresiko mengalami stress dan defresi (Copmi, 2011).Menurut Coleman dan Karraker (2000), ada 5 dimensi dari Parenting self-efficacy yakni :1. Pencapaian anak di sekolah (Achievement)Orang tua dapat mempengaruhi proses belajar anak dengan terlibat dalam kegiatan sekolah anak, memotivasi mereka untuk berprestasidan memberi panutan sikap yang baik dalam belajar. Orang tua dengan anak usia sekolah memiliki tugas untuk memfasilitasi perkembangan kognitif anak seperti dengan memberikan kebebasan pada anak untuk bereksplorasi, menyediakan fasilitas belajar, menunjukan ketertarikan terhadap sekolah anak, menjadi penasehat akademik anak dan mendorong anak untuk berkreativitas.

2. Kebutuhan rekreasi anak termasuk bersosialisasi dengan peers (Recreation).Usia anak-anak mulai mengalami dorongan untuk membentuk dan memelihara hubungan dengan teman sebaya, melakukan komunikasi dan interaksi social dengan orang lain, maka dari ituperan orang tua adalah memfasilitasi kebutuhan sosialisasi anak, namun tetap harus memperhatikan kemungkinan agresi dan bullyingyang menjadi isu penting dalam kehidupan sosial anak. Menurut Coleman dan Karrater(2000), secara spesifik kompetensi yang perlu dimiliki oleh orang tua antara lain kemampuan untuk mengatur interaksi dengan teman sebaya, memfasilitasi keikutsertaan anak dalam kegiatan rekreasi, terlibat bermain bersama anak, menunjukan ketertarikan terhadap rekreasi anak.3. Penepatan disiplin (Discipline)Kompetensi yang perlu dimiliki orang tua dalam hal ini antara lain adalah kemampuan untuk membuat aturan yang sesuai dengan usia anak, memiliki ketertarikan dalam disiplin, bertanggung jawab terhadap disiplin anak, menegakan aturan, menggunakan teknik yang sesuai denganusia anak dan tidak kasar dalam memperbaiki tingkah laku anak.4. Pengasuhan secara emosional (Nurturance)Sering bertambahnya usia, anak akan semakin peka dengan perasaan mereka dan orang lain. Mereka akan semakin peka dalam ekspresi dan emosi yang diterima oleh budaya dan lingkungannya. Dalam hal ini kompetensi yang diperlukan orang tua adalah : kepekaan terhadap kebutuhan anak, dapat memberikan kehangatan secara emosional, kesadaran dan minat akan perasaan anak, kemampuan mengekspresikan perasaan sendiri, kemampuan untuk mendengarkan anak dengan penuh perhatian, dan mendorong kebebasan anak. 5. Pemeliharaan kesehatan fisik anak (Health)Dalam hal ini orang tua perlu memiliki kemampuan untuk menyediakan nutrisi yang tepat, perawatan kesehatan preventif dan korektif yang tepat waktu, deteksi tanda-tanda penyakit pada anak, mendukung pemeliharaan kebersihan, mendorong anak untuk memiliki waktu tidur yang cukup, serta mendorong anak untuk melakukan outdoor activity.Menurut Jerome Kagan, psikolog perkembangan mendefinisikan pengasuhan (parenting) sebagai serangkaian keputusan tentang sosialisasi pada anak, yang mencakup apa yang harus dilakukan oleh ortang tua/ pengasuh agar anak mampu bertanggung jawab dan memberikan kontribusi sebagai anggota masyarakat termasuk juga apa yang harus dilakukan orang tua ketika anak menangis, marah, berbohong, dan tidak melakukan kewajiban dengan baik.Selanjutnya Berns dan Brooksmendefinisikan pengasuhan sebagai sebuah proses yang merujuk pada serangkaian aksi dan interaksi yang dilakukan orang tua untuk mendukung perkembangan anak.Dengan demikian konsep pengasuhan mencakup beberapa pengertian pokok antaralain, pengasuhan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal baik secara fisik, mental maupun social. Pengasuhan merupakan proses interaksi yang terus menerus antara orang tuadengan anak. Dan parenting sebagai upayan sebuah upaya interaksi dan sosialisasi tidak bias dilepaskan dari social budaya dimana anak dibesarkan.

B. Fungsi ParentingParenting mempunyai fungsi yang penting dalam tumbuh kembang anak sehingga anak merasa bahwa orang tua selalu ada disaat anak membutuhkan. Ada empat fungsi utama parenting, yakni : Membentuk kepribadian anak, Membentuk karakter anak, Membentuk kemandirian anak, dan Membentuk akhlak anak. 1. Membentuk pola kepribadian anakPola asuh yang diberikan orang tua kepada anak akan mempengaruhi proses pembentukan kepribadian anak. Anak yang hidup di dalam kelauraga dengan pola asuh demokratis akan membentuk kepribadian anak yang baik, sedangkan anak yang hidup dengan pola asuh otoriter akan terbentuk dengan kepribadian keras dan pemberontak.2. Membentuk karakter anakPembentukan karakter anak sangat dipengaruhi pola asuh yang diberikan orang tua. Anak yang berkarakter baik tumbuh di dalam lingkungan keluarga yang harmonis dan memiliki jalinan komunikasi dua rah.3. Membentuk kemandirian anakAnak yang tumbuh dengan kemandirian diperoleh dari cara pengasuhan orang tua yang mengasah kemandiriannya sejak dini. Misalnya anak diajarkan makan sendiri, melakukan kebutuhan pribadinya sendiri dengan pengawasan dan diberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat.4. Membentuk akhlak anakAkhlak yang baik dapat terbentuk dari cara pengasuhan orang tua yang memperkenalkan agama, kesopanan, budi pekerti, dan tingkah laku yang baik sejak dini. Anak cenderung memperhatikan tingkah laku orang tua serhari-hari dan menirunya, maka dari itu keteladan orang tua sangatlah penting dalam membentuk akhlak anak.

C. Pola asuh / parentingBeberapa pola asuh yang sering mempengaruhi pola perkembangan anak adalah :1. Pola Asuh DemokratisPola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak, akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola sauh ini bersikap rasional,selalu mendasari tindakan dengan rasio dan bersikap realistis terhadap kemampuan anak.2. Pola Asuh OtoriterPola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti anak, biasanya dibarengi dengan ancaman ancaman, orang tua suka menghukum dan memaksakan kehendak kepada anak, sehingga anak merasa tertekan karena melakukan sesuatu secara terpaksa.3. Pola Asuh Permisif atau PemanjaPola asuh ini, biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar, memberikan kesempatan pada anak untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup. Orang tua cenderung tidak menegur dan memperingatkan apabila sedang dalam kesalahan atau bahaya dan menyerahkan anak untuk menyelesaikan keputusan

4. Pola Asuh Tipe penelantarPola asuh ini, Memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya, waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi sehingga anak cenderung terlalu bebas dan sulit dikendalikan.

D. Komunikasi dalam parentingKomunikasi yang terjalin antara ibu dan ayah dengan anak sering kali tidak berjalan selaras. Padahal, ketidakselarasan komunikasi ini selanjutnya dapat berdampak pada perilaku anak di masyarakat. Anak bisa mencari pelarian yang salah di luar rumah (lingkungan) karena anak merasa ibu dan ayahnya tidak dapat mengerti permasalahan yang dihadapinya. Ketidakselarasan komunikasi antara ibu-ayah dan anak biasanya disebabkan adanya perbedaan dunia anak dengan dunia orang dewasa. Tentunya bukan anak yang harus menyesuaikan, melainkan ibu-ayahlah yang seharusnya memahami.Sebelumnya mari kita lihat sebuah data survei yang menggemparkan dari KOMNAS Perlindungan Anak Indonesia terhadap anak-anak SMP dan SMU di 12 kota besar di indonesia, tahun 2007 tentang perilaku menyimpang pada remaja. Dari 4.500 anak SMP dan SMU, 3.000 di antaranya mengaku sudah tidak perawan! Bahkan, ada pula (21,2%) yang pernah menggugurkan kandungan! Para pakar pendidikan menyimpulkan, sebagian besar hal ini terjadi awalnya disebabkan oleh kurangnya komunikasi ibu-ayah dengan anak sejak usia dini, yang kemudian terkumpul dan membesar. Pengakuan dari salah seorang anak mengungkap bahwa mereka melakukan hal itu tanpa sepengetahuan orangtuanya, selain itu beberapa melakukannya karena merasa kurang diperhatikan oleh orangtuanya. Kurangnya komunikasi antara ibu-ayah dengan anaknya membuat anak merasa kurang diperhatikan sehingga mereka mencari sumber perhatian dan kasih sayang yang lain. Sebagai orangtua, kita merasa sudah memberikan perhatian dan kasih sayang cukup. Sering kali kita tidak mau menyadari kesalahan kita dan cenderung lebih menyalahkan anak atas perbuatannya tersebut. Hingga akhirnya bisa berakibat fatal dan hal ini tentu akan sangat merugikan kita maupun anak. Secara umum komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pertukaran kata-kata/gagasan dan perasaan, di antara dua orang atau lebih. Pada anak usia dini, berbicara adalah salah satu contoh dari bentuk komunikasi. Contoh lainnya, seorang bayi berusia 3 bulan menangis keras, ibunya datang menghampiri dan memeriksa popok bayi yang ternyata basah. Tangisan si bayi merupakan bahasa komunikasi yang digunakannya untuk menyampaikan pesan. 1. Karakteristik anak usia dini dalam berkomunikasi :a. Anak berkomunikasi dengan menggunakan kata-kata dan isyarat tubuhnya. Kata-kata pertama merupakan cara seorang anak untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, biasanya dianggap sebagai proses perkembangan bahasa yang dipengaruhi oleh kematangan kecerdasan yang ditandai dengan kemampuan anak usia dini untuk menyusun kata dalam berbicara. b. Kemampuan bahasa anak terus didorong untuk membantu anak dalam mengungkapkan keinginan dan menjalin hubungan dengan orang lain. 2. Keterampilan berkomunikasi orang tuaDengan melakukan komunikasi maka orang tua akan mampu:a. Mengenali anak-anak dengan lebih baik lagi b. Mengetahui keinginan dan minat anak; c. Dapat menjelaskan suatu pengetahuan, nilai agama, nilai moral, nilai sosial pada anak dengan cara yang lebih mudah; d. Menjadi lebih percaya diri dalam berkomunikasi sehingga menjadi berhasil guna. e. Pentingnya komunikasi bagi anak usia dini: f. Mampu mengembangkan kecerdasan bahasa. g. Mampu belajar tentang pengetahuan sekitarnya. h. Mampu membangun kecerdasan sosial emosional. i. Mampu menjalin hubungan kekeluargaan, mengembangkan kepercayaan diri dan harga diri anak. j. Mampu meningkatkan kecerdasan berpikir anak untuk membedakan benar salah. k. Mengembangkan kepedulian terhadap lingkungan dan alam sekitar. l. Mengenalkan pada Tuhan Maha Pencipta. m. Sebagai alat untuk menyelesaikan masalah. 3. Bentuk-Bentuk Komunikasi Berdasarkan Cara Pengasuhan Orangtua a. Bentuk Komunikasi Otoriter (Memaksakan Kehendak) Saat anak usia dini berkomunikasi, berbincang, maupun berdebat dengan kita, sering kali seorang anak merasa kesal, marah, dan berakhir dengan keterpaksaan anak menerima pendapat kita. Ini disebabkan sering kali anak dianggap sebagai orang yang tak tahu apa-apa dan harus menurut apa kata dan kehendak kita. Hal tersebutlah yang membuat anak enggan berkomunikasi dengan kita, karena sudah dapat diketahui hasil akhirnya: anak harus menuruti kehendak ibu dan ayahnya. Inilah bentuk komunikasi otoriter yang tidak disukai anak usia dini. Ciri-cirinya saat sedang menjalin komunikasi bisa dilihat sebagai berikut : 1) Lebih banyak bicara daripada mendengar, ini merupakan sifat kebanyakan ibu dan ayah. Kita merasa lebih mengerti dan lebih berpengalaman daripada anak kita. Padahal ini dapat membuat anak putus asa dan enggan menjalin komunikasi yang lebih baik dengan kita. 2) Cenderung memberi nasihat dan arahan, tanpa memedulikan perbedaan masa lalu kita dengan masa anak3) Tidak mau mendengar dan memahami dahulu masalah yang dialami anak. Hal ini biasanya lebih dikarenakan keterbatasan waktu yang kita miliki, sehingga kita enggan berlama-lama mendengarkan masalah anak kita. 4) Tidak memberi kesempatan kepada anak untuk mengungkapkan pendapat. Kita cenderung merasa paling tahu dan paling benar daripada anak. 5) Selalu menyalahkan anak. Jika anak melakukan kesalahan, kita tidak meminta penjelasan mengapa ia melakukan hal itu dan mengapa ia tidak boleh melakukan hal itu. b. Bentuk Komunikasi Demokratis (Saling Menghargai) Kita harusnya mampu menjadikan saat berkumpul dan berbincang dengan keluarga sebagai saat yang berkesan bagi anak, meski itu hanya beberapa menit dalam sehari. Yang perlu kita pahami adalah setiap anak memiliki keinginan untuk dihargai dan pendapat yang mungkin berbeda. Hal-hal yang bisa ibu dan ayah lakukan dalam menciptakan komunikasi yang berkesan dengan anak, antara lain : 1) Anggap anak sebagai teman. Berikan perhatian dan kasih sayang pada saat ia menceritakan kisahnya, berikan tanggapan selayaknya seorang teman dan bukan sebagai orangtua yang mengatur hidup anaknya. 2) Puji keberhasilan-keberhasilan kecil yang telah dilakukan anak. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan bisa membuat bangga keluarga, juga dapat menumbuhkan rasa percaya dirinya. 3) Hargai apa yang telah dilakukannya pada kita. Mungkin hanya sekadar perbuatan kecil, seperti mengembalikan mainan pada tempatnya, menata sepatu di raknya, dan sebagainya. 4) Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, bila perlu kita cari ungkapan yang paling sederhana agar ia dapat menangkap maksud tanpa salah mengartikan perkataan kita. Selain itu, gunakan kata-kata yang menarik saat berbicara dengannya dan sertai dengan canda-canda kecil agar ia tidak merasa tertekan. 5) Yakinkan pada anak, kita bisa diandalkan. Tentu tidak hanya sebatas kata-kata, melainkan harus diwujudkan dengan perbuatan. Jadilah kita sebagai ibu dan ayah yang dapat diandalkan dan selalu ada di saat-saat ia sedang membutuhkan bimbingan, dorongan atau hanya sekadar pujian. 6) Ungkapkan dengan perbuatan. Adakalanya komunikasi tidak terjalin melalui kata-kata namun tidak berarti komunikasi tidak terjalin. Untuk menunjukkan kasih sayang bisa diungkapkan melalui sentuhan, memeluk, membelai, menatap dengan lembut ataupun mencium. Hal ini bisa membuat anak merasa disayang dan diperhatikan. c. Bentuk Komunikasi Permisif (Membiarkan) Kita cenderung membiarkan anak, tidak peduli, dan kurang sekali terlibat saat berkomunikasi dengan anak. Biasanya kita kurang menggunakan hak kita untuk membuat aturan dan cenderung menerapkan hukuman pada anak, namun tidak membimbing dan memberikan peran anak dalam keluarga. 4. Tips Berkomunikasi dengan Anak Berkomunikasi dengan anak usia dini berbeda dari berkomunikasi dengan remaja maupun orang dewasa. Pemikiran anak cenderung lebih sederhana, konkret (nyata), penuh khayal, kreatif, ekspresif, aktif, dan selalu berkembang. Untuk itu, ibu dan ayah harus dapat menyesuaikan cara berkomunikasinya dengan anak-anak (bukan anak-anak yang harus menyesuaikan dengan ibu dan ayahnya). Dalam bahasa lain, kita menerapkan komunikasi demokratis atau yang saling menghargai. Untuk membuat anak usia dini merasa nyaman saat berkomunikasi dengan orang tua, upayakanlah menerapkan hal-hal berikut: a. Dengarkan apa yang diceritakan anak dan pancing untuk lebih banyak bercerita. Ia senang sekali menceritakan pengalaman-pengalaman yang baru dilaluinya dan ia akan bersemangat bercerita, jika ibu-ayah mendengarkan dan tertarik dengan apa yang diceritakannya. b. Saat anak sedang menceritakan sesuatu, fokuskan perhatian pada ceritanya. Hentikan sejenak kegiatan yang orang tua lakukan, ajak ia mendekat dan dengarkan dengan saksama. Jika perlu, beri sedikit tanggapan. c. Ulangi cerita anak untuk menyamakan pengertian, karena mungkin bahasa anak berbeda dengan bahasa kita, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami cerita anak. d. Bantu anak mengungkapkan perasaannya dengan bertanya. Jika ananda masih bingung tentang apa yang dirasakannya, apa yang membuatnya sedih atau gembira, maka dengan meminta ia bercerita akan membuatnya merasa diperhatikan. e. Bimbing anak untuk memutuskan sesuatu yang tepat. Jelaskan akibat apa yang akan terjadi jika ia mengambil suatu keputusan, jelaskan sebab dan akibat dari keputusan itu secara sederhana agar mudah dimengerti olehnya. f. Emosi anak yang masih belum stabil membuat ia mudah marah. Tunggu sampai ia tenang, baru dekati dan tanyakan apa yang mengesalkan hatinya. Jangan sampai membuat ananda merasa sedang diabaikan atau tak diacuhkan. g. Saat berkomunikasi dengan anak usia dini, ibu dan ayah tak perlu malu, misalnya harus berperan sebagai badut di depan anak, jika dengan cara itu anak akan lebih bisa memahami dan mengerti apa yang ibu-ayah maksudkan. Komunikasi dengan anak yang dijalin sejak dini dapat memudahkan dalam mendidik dan mengarahkan anak usia dini. Dalam berkomunikasi orang tua perlu menghindari beberapa hal yakni :Memerintah, Menyalahkan, Meremehkan, Menasehati Membandingkan, Membohongi Memberi julukan negative, Menghibur Mengancam Mengkritik, Menyindir, Menyelidik

Sedangkan yang mesti dilakukan dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut :a. Membaca bahasa isyarat tubuh (perilaku anak). b. Mendengarkan ungkapan perasaan anak. c. Mendengarkan aktif. d. Membangun anak dalam hubungan sosialnya dan kepercayaan dirinya.. e. Menggunakan pesan sayang. f. Menggunakan kata motivasi g. Membiasakan mengucapkan kata terima kasih, permisi, maaf dan minta tolong pada anak sesuai dengan kejadiannya. h. Mengembangkan pertanyaan terbuka. i. Menggunakan kata-kata yang benar.j. Memberikan contoh perbuatan dari orangtua. Apa pun yang didengar dan dilihat oleh anak usia dini, merupakan rangsangan yang akan diolah dan disimpan dalam ingatannya. Oleh karena itu lingkungan keluarga yang merupakan pondasi awal tempat tumbuh kembang anak harus mampu memberikan contoh yang nyata yang baik dan pantas untuk jadi panutan dan hindari penggunaan kata-kata yang tidak layak didengar maupun sikap yang tidak layak dilihat olehnya. Untuk itu, dalam berkomunikasi dengan anak, orang tua harus memerhatikan karakter anak usia dini, agar komunikasi menjadi berhasil guna. Komunikasi harus dibina sedini mungkin dan dilandasi oleh pengertian dari orang tua. Tentunya, komunikasi yang dapat dilakukan tidak hanya sebatas pada percakapan semata, tetapi juga bisa diwujudkan melalui perbuatan, seperti sentuhan, belaian, ciuman, perhatian, dan kata-kata positif.Aturan yang konsisten merupakan bentuk komunikasi tidak langsung, yang berperan dalam proses pembiasaan anak selanjutnya. Jadi, orang tua harus menjaga konsistensi tentang aturan yang disepakati dan pembiasaan yang dilakukan bersama anak. Jika kesepakatan aturannya tidak boleh, maka kita pun tidak boleh melakukannya. Ingatlah, pada dasarnya anak hanya ingin merasa diperhatikan dan disayang oleh orangb tuanya. Komunikasi kita yang berkualitas pada anak usia dini akan membuat mereka mampu mengenal dan membedakan benar salah, memudahkan dalam mengetahui akar persoalan, serta memberikan kepentingan yang terbaik untuk anak. Harapannya, di masa yang akan datang, anak tidak salah dalam memilih pergaulan di luar rumah dan tidak mencoba-coba sesuatu yang membahayakan, baik bagi dirinya maupun lingkungannya.5. Parenting dalam pendidikan anakPola pengasuhan atau parenting yang tepat akan menjadikan anak-anak para generasi lebih siap dalam menghadapi tantangan kehidupannya. Kegiatan parenting bukan hanya terbatas di lakukan di rumah atau lingkungan keluarga tetapi juga dapat dilakukan di sekolah terutama di lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Dalam kegiatan pendidikannya anak tidak dilepas begitu saja, dittipkan dengan guru dalam beberapa waktu di sekolah, tetapi sebaiknya kegiatan pendidikan di sekolah tetap melibatkan orang tua melalui kegiatan parenting di sekolah, sehingga anak tetap merasa dekat dan diperhatikan orang tua. Karena tidak sedikit anak yang defresi karena sekolah dan mengikuti berbagai kegiatan di sekolah yang menyita banyak waktu dari kesehariannya. Maka alangkah baiknya jika kegiatan sekolah dapat melibatkan peran orang tua.Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Keluarga sebagai lembaga pendidikan informal dilindungi dalam undang-undangSistem Pendidikan Nasional. Menurut Ki Hadjar Dewantara, keluarga adalah lingkungan pendidikan pertama dan utama. dengan demikian peran keluarga dalam pendidikan tidak dapat tergantikan sekalipun anak telah dididik di lembaga PAUD. Untuk itu, keluarga harus memiliki kemampuan dalam melaksanakan proses peningkatan gizi dan kesehatan perawatan, pengasuhan pendidikan dan perlindungan. Masih banyak kenyataan yang terjadi dimasyarakat, adanya orang tua yang masih mempunyai pola pikir bahwa pendidikan itu sepenuhnya tanggung jawab lembaga pendidikan. Seringkali orang tua menumpunyai harapan terlalu tinggi terhadap lembaga pendidikan sehingga berani membayar dengan biaya tinggi. Dan menuntut lembaga pendidikan harus berbuat seperti yang dikehendaki sehingga dan kecewa jika hasil lembaga pendidikan tidak seperti harapannya.Fenomena keliru ini harus diluruskan agar tanggung jawab tinggi muncul dalam keluarga sehingga orang tua juga berperan sebagai pendidik di rumah, oleh karena itu diperlukannya kegiatan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga agar mereka dapat memberikan dukungan kepada anak usia dini secara optimal. Keselarasan pendidikan yang dilaksanakan di lembaga PAUD dan dirumah di akui sebagai salah satu factor penentu keberhasilan pendidikan anak secara menyeluruh. Oleh karena itu penting kiranya lembaga PAUD memfasilitasi penyelenggaraan program PAUD berbasis keluarga sebagai upaya keselarasan dan keberlanjutan antara pendidikan yang dilakukan lembaga dan pendidikan yang dilakukan dirumah. Memahami pentingnya kesesuaian program pengasuhan anak dirumah dan kegiatan pembelajaran dilembaga PAUD, maka diharapkan setiap lembaga PAUD memfasilitasi dengan penyelenggaraan program pendidikan ke orangtuaan atau parenting atau PAUD berbasis keluarga yang merupakan pemberdayaan untuk memperkuat peran keluarga sebagai lingkunganyang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Keluarga adalah unit social terkecil di masyarakat yang terbentuk atas dasar komitmen untuk mewujudkan fungsinya. Sementara PAUD Berbasis Keluarga adalah upaya pendidikan yang dilaksanakn oleh keluarga dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dan lingkungan sekitar yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Program penguatan PAUD berbasis keluarga (Parenting) adalah program dukungan yang diujukan kepada orang tua agar anggota keluarga lain agar semakin memiliki kemampuan dalam mengasuh, merawat dan melindungi anak.Tujuan diadakannya kegiatan parenting.1. Meningkatkan kesadaran orang tua sebagai pendidik utama dan pertama, 2. Meningkatkan pengetahuan, skil dan sikap orang tua dalam melakukan perawatan dan perlindungan3. Meningkatkan dukunganorang tua/ keluarga dalam proses PAUD di lembaga PAUD maupun lingkungan. Meningkatkan mutu pelaksanaan PAUD Berbasis Keluarga yang mencakup perawatan, pengasuhan, perlindungan, dan pendidikan.

Sasaran kegiatan parenting adalah orang tua/ keluarga yang anaknya mengikuti pendidikan din lembaga PAUD, (TK, KB, TPA, pos PAUD, SPS ), orang tua/ keluarga yang memiliki anak usia dini serta calon orang tua dan pihak lain yang berminat.Bentuk kegiatan parenting kelompok orang tua(KPO)adalah wadah komunikasi bagi orang tua untuk saling berbagi info dan pengetahuan tentang bagaimana melaksanakn pendidikan anak usia 0-6 tahun di rumah. Tujuannya parenting adalah Peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan keinginan dan kesiapan orang tua / keluarga dalam melaksanak PAUD. Bentuk kegiatan adalah curah pendapat, sarasehan, simulasi, konsultasi, temu acara dan belajar keterampilan tertentu. Ada beberapaJenis program parenting yang dapat dilaksanakan untuk lembaga PAUD Sbb :1. Parents GatheringAdalah pertemuan orang tua dengan pihak lembaga PAUD yang difasilitasi oleh panitia program parenting guna membicarakan tentang program lembaga Paud dalam hubungannyadengan bimbingan dan pengasuhan anak di keluarga dalam rangka menumbuhkembangkan anak secara optimal. Materi dalam pertemuan dalam berbagai hal tentang kebutuhan tumbuh kembang anak, misalnya: tentang gizi dan makanan, kesehatan pendidikan karakter, penyakit pada anak dan sebagainya.

2. Foundation ClassAdalah pembelajaran bersama anak dengan orang tua di awal masuk sekolah dalam rangka orientasi dan pengenalan kegiatan sekolah. Dilaksanakan pada minggu-minggu pertama anak-anak mulai masuk sekolah di tahun ajaran baru.3. SeminarAdalah kegiatan dalam rangka program parenting, yang dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan seminar. Misalnya dengan mengundang tokoh atau praktisi PAUD yang kompeten, pakar dongeng, phisikolog.4. Hari konsultasiAdalah dengan kegiatan pertemuan konsultasi untuk orang tua yang dapat disediakan atau dibuka oleh lembaga PAUD. Jumlah hari yang disediakan sesuai dengan tinggi rendahnya kasus atau jumlah orang tua yang melakukan konsultasi.5. Field TripAdalah darmawisata, kinjungan wisata, atau kunjungan ke tempat-tempat yang menunjang kegiatan PAUD.kegiatan kunjungan dilakukan bersama orang tua. Misalnya kunjungan ke museum, Bandar udara, pelabuhan dan tempata lain sesuai tema perjalanan.6. Home ActivitiesAdalah aktivitas di rumah di bawa ke sekolah, yaitu membawa orang tua untuk menginap di sekolah, bias dengan melakukan kegiatan perkemahan dilapangan apabila di sekolah. Kegiatan yang dilaksanakan adalah bimbingan bagaimana kegiatan di rumah yang baik untuk mendidik anak, dan menciptakan situasi yang kondusif untuk anak diruumah.

7. Cooking and The SpotAdalah anak-anak belajar menyiapkan masakan, menyajikan makanan dengan bimbingan guru atau bersama dengan orang tua.8. Bazaar dayAdalah menyelenggarakan bazaar di lembaga PAUD, anak-anak menampilkan karyanya yang dijual pada orang tua atau umum.9. Mini zooAdalah menyelenggarakan kebun binatang mini di sekolah, yaitu anak-anak membawa binatang kesayangannya atau binatang peliharaannya di rumah ke lembaga PAUD.10. Home Education VideoAdalah mengirimkan rekaman kegiatan pembelajran anak di lembaga PAUD pada orang tua dalam bentuk kepingan CD/DVD, agar dapat disaksikan dan dipelajari juga di rumah.

10