rm ppok

32
Presentasi Kasus SEORANG PRIA 76 TAHUN DENGAN PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIS EKSASERBASI AKUT Oleh : Nova Sari Nur Salamah G99141033 Pembimbing : dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes 1

Upload: nova-sari-nur-salamah

Post on 23-Dec-2015

226 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

medical rehabilitation

TRANSCRIPT

Page 1: RM PPOK

Presentasi Kasus

SEORANG PRIA 76 TAHUN DENGAN PENYAKIT PARU

OBSTRUKTIF KRONIS EKSASERBASI AKUT

Oleh :

Nova Sari Nur Salamah

G99141033

Pembimbing :

dr. Trilastiti Widowati, Sp.KFR, M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN KEDOKTERAN FISIK & REHABILITASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI

SURAKARTA

2014

1

Page 2: RM PPOK

STATUS PASIEN

I. ANAMNESIS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. MR

Umur : 76 tahun

Jenis Kelamin : Pria

Agama : Islam

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Gemolong, Sragen

Status Perkawinan : Kawin

Tanggal MRS : 22 Agustus 2013

Tanggal Periksa : 26 Agustus 2013

Nomor RM : 01266935

B. Keluhan Utama

Sesak napas

C. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari RSUD dr. Soeratno Gemolong

dengan keluhan sesak napas sejak 10 tahun yang lalu dan dirasakan

sepanjang hari, namun 1 hari SMRS pasien merasakan sesak napas

semakin memberat kesadaran menurun dan sulit bicara. Sesak napas

dirasakan semakin memberat karena udara dingin dan paparan debu serta

asap, bertambah berat bila pasien melakukan aktivitas berat. Untuk

meringankan sesak napasnya, pasien duduk atau berbaring. Pasien

mengatakan sejak 1 bulan yang lalu MTs di seberang rumahnya sedang

direnovasi sehingga terdapat banyak tumpukan material dan

menimbulkan banyak debu. Pasien mengaku sudah berhenti merokok,

namun istri pasien masih sering menemukan bungkus rokok milik

2

Page 3: RM PPOK

pasien. Nyeri dada (+), batuk (+) dirasakan tiap bulan selama sekitar 5

tahun ini, dahak (+) putih encer, kadang kental, tidak bercampur darah,

dahak sulit dikeluarkan, bengkak pada kaki maupun wajah (-), mudah

lelah (-), demam tinggi (-), keringat malam (-), penurunan berat badan

(-), nafsu makan menurun (+). BAK dan BAB tidak ada kelainan.

Sebelumnya, keluhan timbul kambuh-kambuhan. Hampir tiap bulan

pasien rawat jalan di RSUD dr. Soeratno Gemolong, 1 bulan yang lalu

mondok di RSUD dr. Soeratno Gemolong karena sesak napas.

D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penggunaan OAT : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat asma : (+) sejak 10 tahun yang lalu

Riwayat alergi : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit serupa : disangkal

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat diabetes mellitus : disangkal

Riwayat penyakit jantung : disangkal

Riwayat asma : disangkal

F. Riwayat Kebiasaan dan Gizi

Riwayat merokok : (+) selama ± 50 tahun, sebanyak 15

batang per hari

Riwayat minum alkohol : disangkal

Riwayat olahraga : pasien jarang berolah raga

Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak ½ porsi, dengan nasi, lauk pauk

(tahu, tempe, telur, kadang ikan dan ayam) dan sayur. Pasien jarang

3

Page 4: RM PPOK

mengkonsumsi buah dan susu. Pasien minum air putih sebanyak 5-7

gelas belimbing perhari.

G. Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal di rumahnya di Gemolong dengan seorang istri. Ketiga

anak pasien sudah berkeluarga dan tinggal jauh dari Gemolong. Pasien

saat ini tidak bekerja, namun dulu pasien bekerja sebagai tukang jagal

sapi. Saat ini pasien dirawat di RSUD Dr. Moewardi menggunakan

fasilitas BPJS.

II. PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis

Keadaan umum sakit sedang, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup.

B. Tanda Vital

Tekanan Darah : 110/70 mmHg

Nadi : 84 x/menit, isi cukup, irama teratur, simetris

Respirasi : 20x/menit

Suhu : 36,2º C per aksiler

C. Kulit

Warna sawo matang, pucat (-), ikterik (-), petechie (-)

D. Kepala

Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris

E. Mata

Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung

(+/+), pupil isokor (3mm/3mm)

F. Hidung

Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-)

G. Telinga

Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-)

H. Mulut

Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-)

4

Page 5: RM PPOK

I. Leher

Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar

J. Thorax

a. Retraksi (-), simetris

b. Jantung

Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat

Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,

bising (-)

c. Paru

Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi : Sonor/Sonor

Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)

suara tambahan RBK (+/-), wheezing (+/+),

ekspirasi memanjang (+)

K. Abdomen

Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada

Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Peristaltik (+) normal

L. Ektremitas

Oedem Akral dingin

- - - - - - - -

M. Status Psikiatri

Deskripsi Umum

1. Penampilan : Pria tampak sesuai umur, perawatan diri cukup

2. Kesadaran : Compos mentis

5

Page 6: RM PPOK

3. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif

4. Pembicaraan : Normal

5. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup

Afek dan Mood

Afek : Appropiate

Mood : Eutimik

Gangguan Persepsi

Halusinasi : (-)

Ilusi : (-)

Proses Pikir

Bentuk : realistik

Isi : waham (-)

Arus : koheren

Sensorium dan Kognitif

Daya konsentrasi : baik

Orientasi : Orang : baik

Waktu : baik

Tempat : baik

Daya Ingat : Jangka panjang : baik

Jangka pendek : baik

Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik

Insight : Baik

N. Status Neurologis

Kesadaran : GCS E4V5M6

Fungsi Luhur : dalam batas normal

Fungsi Vegetatif : dalam batas normal

Nervus Cranialis : dalam batas normal

Fungsi Sensorik

1. Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal

2. Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal

6

Page 7: RM PPOK

3. Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas

normal

Fungsi Motorik dan Reflek

Kekuatan Tonus R. fisiologis R. patologis

5 5 N N +2 +2 - -

5 5 N N +2 +2 - -

O. Range of Motion

NECKROM Pasif ROM Aktif

Fleksi 0 - 70º 0 - 70ºEkstensi 0 - 40º 0 - 40ºLateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60ºLateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60ºRotasi kanan 0 - 90º 0 - 90ºRotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º

Ektremitas Superior ROM Pasif ROM AktifDekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Shoulder

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºEktensi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50ºAbduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180ºAdduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0-75ºEksternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºInternal Rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Elbow

Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150ºEkstensi 0º 0º 0º 0ºPronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºSupinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º

Wrist

Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºEkstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70ºUlnar Deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºRadius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º

Finger MCP I Fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50ºMCP II-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºDIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºPIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100ºMCP I Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

Trunk Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90ºEkstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºRight Lateral Bending 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º

7

Page 8: RM PPOK

Left Lateral Bending 0-35º 0-35º 0-35º 0-35º

Ektremitas Inferior ROM Pasif ROM AktifDekstra Sinistra Dekstra Sinistra

Hip

Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120ºEktensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºAbduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45ºAdduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45ºEksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºEndorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º

KneeFleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120ºEkstensi 0º 0º 0º 0º

Ankle

Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºPlantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30ºEversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50ºInversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º

P. Manual Muscle Testing (MMT)

NECKFleksor M. Sternocleidomastoideum 5Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNKFleksor M. Rectus Abdominis 5

EktensorThoracic group 5Lumbal group 5

Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ektremitas Superior Dekstra Sinistra

Shoulder

FleksorM. Deltoideus anterior 5 5M. Bisepss anterior 5 5

EkstensorM. Deltoideu 5 5M. Teres Mayor 5 5

AbduktorM. Deltoideus 5 5M. Biseps 5 5

AdduktorM. Latissimus dorsi 5 5M. Pectoralis mayor 5 5

Internal Rotasi

M. Latissimus dorsi 5 5M. Pectoralis mayor 5 5

Eksternal Rotasi

M. Teres mayor 5 5M. Infra supinatus 5 5

8

Page 9: RM PPOK

Elbow

FleksorM. Biseps 5 5M. Brachilais 5 5

Eksternsor M. Triseps 5 5Supinator M. Supinatus 5 5Pronator M. Pronator teres 5 5

Wrist

Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5

FingerFleksor M. Fleksor digitorum 5 5Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

Ektremitas Inferior Dekstra Sinistra

Hip Fleksor M. Psoas mayor 5 5Ekstensor M. Gluteus maksimus 5 5Abduktor M. Gluteus medius 5 5Adduktor M. Adduktor longus 5 5

Knee Fleksor Hamstring muscle 5 5Ekstensor Quadriceps femoris 5 5

Ankle Fleksor M. Tibialis 5 5Ekstensor M. Soleus 5 5

Status Ambulasi : moderate dependendent

III. PEMERIKSAAN PENUNJANG

A. Laboratorium Darah

Hemoglobin : 9,5 g/dL

Hematokrit : 33 %

Eritrosit : 4,15 x 106 / UL

Leukosit : 11,9 x 103 /UL

Trombosit : 362 x 103 /UL

MCV : 78,5 /um

MCH : 23,0 pg

MCHC : 29,2 g/dl

Eosinofil : 0,20 %

Basofil : 0,10 %

Neutrofil : 90,90 %

9

Page 10: RM PPOK

Limfosit : 5,40 %

Monosit : 3,10 %

GDS : 246 mg/dL

Albumin : 3,4 g/dl

Natrium : 137 mmol/L

Kalium : 4,0 mmol/L

Chlorida : 106 mmol/L

B. Elektrokardigrafi

Sinus takikardia HR 101X/ menit, tidak ada PAC

IV. ASSESMENT

PPOK eksaserbasi akut

Pneumonia komunitas KRV grup IV

Anemia ringan

V. DAFTAR MASALAH

Masalah Medis

PPOK eksaserbasi akut

Pneumonia komunitas KRV grup IV

Anemia ringan

Masalah Rehabilitasi Medik

1. Speech Terapi : (-)

2. Okupasi Terapi : keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari

karena sesak nafas dan batuk

3. Sosiomedik : (-)

4. Ortesa-protesa : (-)

5.Psikologi : beban pikiran karena keterbatasan melakukan

aktivitas sehari-hari

6.Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum

10

Page 11: RM PPOK

VI. PENATALAKSANAAN

Terapi Medikamentosa

1. O2 1-2 L / menit

2. Nebulisasi B:A = 0,8:0,2/8 jam

3. Infus NaCl 0,9% 15 tpm

4. Injeksi ceftriaxon 2 gram/ 24 jam

5. Injeksi levoflaxin 750 mg/ 24 jam

6. Injeksi methylprednisolone 62,5 mg/ 8 jam

7. Injeksi ranitidine 50 mg/ 12 jam

8. KSR 3x1

9. SF 3x1

10. NAC 3x200 mg

Rehabilitasi Medik

1. Fisioterapi :

GA ROM exercise

Chest physical therapy

Breathing exercise

Latihan batuk efektif

Postural drainage

2. Speech therapy : (-)

3. Okupasi Terapi : Latihan ekspansi thorax

4. Sosiomedik : (-)

5. Ortesa-protesa : (-)

6. Psikologi : Psikoterapi suportif , mengurangi kecemasan pasien

VII. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP

A. Impairment : PPOK eksaserbasi akut, pneumonia, anemia

B. Disability : sesak napas, batuk

C. Handicap : keterbatasan aktivitas sehari-hari karena mudah sesak

11

Page 12: RM PPOK

VIII. PLANNING

A. Planning Diagnostik : spirometri bila stabil, DR2 dan elektrolit

B. Planning Terapi : tidak ada

C. Planning Edukasi :

1. Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi

2. Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan

3. Edukasi untuk home exercise dan kepatuhan pelaksanaan terapi

D. Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi

IX. GOAL

A. Perbaikan keadaan umum sehingga mempersingkat lama perawatan

B. Minimalisasi impairment, disability, dan handicap pada pasien

C. Mencegah terjadinya komplikasi yang lebih buruk yang dapat

memperburuk keadaan penderita (seperti gagal nafas, infeksi

berulang, CPC)

D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang

diderita pasien

X. PROGNOSIS

Ad vitam : bonam

Ad sanam : dubia et malam

Ad fungsionam : dubia et bonam

TINJAUAN PUSTAKA

12

Page 13: RM PPOK

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)

A. Definisi

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik

yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat

progresif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri atas bronkitis

kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.

Bronkitis kronik adalah kelainan saluran napas yang ditandai oleh

batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya

dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya. Sedangkan

emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran

rongga udara distal bronkiolus terminal disertai kerusakan dinding alveoli.

Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga

memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten

berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan

memenuhi kriteria PPOK.

B. Masalah PPOK di Indonesia

Di Indonesia tidak ada data yang akurat tentang kekerapan PPOK. Pada

Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1986, penyakit asma, bronkitis

kronik, dan emfisema menduduki peringkat ke - 5 sebagai penyebab

kesakitan terbanyak dari 10 penyebab kesakitan utama. SKRT Depkes RI

1992 menunjukkan angka kematian karena asma, bronkitis kronik, dan

emfisema menduduki peringkat ke - 6 dari 10 penyebab tersering kematian di

Indonesia. Insidensi pada pria lebih besar daripada wanita. Namun akhir-akhir

ini insiden pada wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah

perokok wanita (Aditama, 2005).

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut adalah (1)

kebiasaan merokok yang masih tinggi (laki-laki di atas 15 tahun 60-70 %);

(2) pertambahan penduduk; (3) meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54

13

Page 14: RM PPOK

tahun pada tahun 1960-an menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an; (4)

industrialisasi; serta (5) polusi udara terutama di kota besar, di lokasi industri,

dan di pertambangan.

Di negara dengan prevalensi TB paru yang tinggi, terdapat sejumlah

besar penderita yang sembuh setelah pengobatan TB secara klinis mengalami

gejala sesak terutama pada aktivitas, pada pemeriksaan radiologik

menunjukkan gambaran bekas TB (fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan

pada uji faal paru menunjukkan gambaran obstruksi jalan napas yang tidak

reversibel. Kelompok penderita tersebut dimasukkan dalam kategori penyakit

Sindrom Obstruksi Pascatuberkulosis (SOPT).

Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di

Puskesmas sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas

pelayanan untuk penyakit PPOK. Disamping itu kompetensi sumber daya

manusianya, peralatan standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri

hanya terdapat di rumah sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan

Puskesmas.

C. Faktor Risiko

1. Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab kausal yang

terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam

pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :

a. Riwayat merokok

Perokok aktif

Perokok pasif

Bekas perokok

b. Derajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian

jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok

dalam tahun :

Ringan : 0-200

Sedang : 200-600

Berat : >600

14

Page 15: RM PPOK

2. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja

3. Hipereaktivitas bronkus

4. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulang

5. Defisiensi antitripsin alfa-1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

D. Patogenesis dan Patologi

Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran napas,

parenkim paru sampai struktur vaskular pulmonal. Di berbagai bagian paru

dijumpai peningkatan makrofag, limfosit T (terutama CD8+) dan neutrofil.

Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai mediator seperti

Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru dan atau

mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada 2 proses lain

yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti proteinase di paru dan

stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).

Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran napas

besar (central airway), saluran napas kecil (peripheral airway), parenkim

paru, dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai infiltrasi sel-

sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang mensekresi mukus

membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan ini menyebabkan

hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi inflamasi kronis yang

menyebabkan berulangnya siklus injury and repair dinding saluran napas.

Proses repair ini akan menghasilkan structural remodelling dari dinding

saluran napas dengan peningkatan kandungan kolagen dan pembentukan

jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan lumen dan obstruksi kronis

saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi destruksi yang khas terjadi

pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih sering terjadi di bagian atas

paru pada kasus ringan namun bila berlanjut bisa terjadi di seluruh lapang

paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capillary bed. Perubahan vaskular

pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh darah yang dimulai

sejak awal terjadinya PPOK. Perubahan struktur yang pertama kali terjadi

adalah penebalan intima diikuti peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding

15

Page 16: RM PPOK

pembuluh darah oleh sel-sel radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah

otot polos, proteoglikan, dan kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh

darah bertambah tebal (Alsaggaf dkk, 2004).

Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan saluran

napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan menimbulkan

sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang berdiameter kecil (<

2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok. Penyempitan ini terjadi

karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar juga menyempit karena

hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada emfisema paru, penyempitan

saluran napas disebabkan oleh berkurangnya elastisitas paru-paru (Sat

Sharma, 2006).

E. Diagnosis

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala

ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas

dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :

1. Gambaran klinis

a. Anamnesis

Keluhan

Riwayat penyakit

Faktor predisposisi

b. Pemeriksaan fisis

2. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan rutin

b. Pemeriksaan khusus

F. Gejala klinis PPOK

1. Anamnesis

a. Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala

pernapasan

b. Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

16

Page 17: RM PPOK

c. Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

d. Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan

lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan

asap rokok dan polusi udara

e. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

f. Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

2. Pemeriksaan fisis

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

a. Inspeksi

Pursed-lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal

sebanding)

Penggunaan otot bantu napas

Hipertropi otot bantu napas

Pelebaran sela iga

Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena

jugularis leher dan edema tungkai

Penampilan pink puffer atau blue bloater

b. Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

c. Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah

d. Auskultasi

suara napas vesikuler normal, atau melemah

terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau

pada ekspirasi paksa

ekspirasi memanjang

bunyi jantung terdengar jauh

Pink puffer

17

Page 18: RM PPOK

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit

kemerahan dan pernapasan pursed - lips breathing

Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,

terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral

dan perifer

Pursed - lips breathing

Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh

untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme

tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas

kronik.

G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan rutin

a. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan

atau VEP1/KVP ( %

- Obstruksi: VEP1 pred < 80%; VEP1/KVP < 75 %

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai

untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan

penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin

dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat

dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabilitas

harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.

Uji bronkodilator

18

Page 19: RM PPOK

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak

ada gunakan APE meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8

hisapan, 15 - 20 menit kemudian dilihat perubahan nilai

VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai

awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

b. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

c. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit

paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran hiperinflasi, hiperlusen,

ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, dan jantung

menggantung (jantung pendulum/tear drop/eye drop appearance).

Pada bronkitis kronik terlihat normal atau terlihat gambaran

corakan bronkovaskuler bertambah.

2. Pemeriksaan Khusus (tidak rutin)

a. Uji latih kardiopulmoner : Sepeda statis (ergocycle), jentera

(treadmill), jalan 6 menit

b. Uji provokasi bronkus

c. Uji coba kortikosteroid

d. Analisis gas darah

e. Radiologi : CT - Scan resolusi tinggi, scan ventilasi perfusi

f. Elektrokardiografi

g. Ekokardiografi

h. Bakteriologi

i. Kadar alfa-1 antitripsin

H. Penatalaksanaan

19

Page 20: RM PPOK

Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi

gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal

paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang

digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi

mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.

1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.

2. Terapi eksaserbasi akut dengan:

antibiotik

terapi oksigen

chest physiotherapy

bronkodilator

3. Terapi jangka panjang dengan:

antibiotik

bronkodilator

latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik

mukolitik dan ekspektoran

terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal

napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg)

Rehabilitasi:

a. chest physiotherapy

1) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan

pelatihan pasien tersebut untuk menggunakan

diafragmanya saat merelaksasi otot abdominalnya

selama inspirasi. Pasien tersebut dapat merasakan

naiknya abdomen, sementara dinding thoraksnya

masih diam.

2) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang

disokong), bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk

mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan

udara yang kecil.

20

Page 21: RM PPOK

3) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu

oleh gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret.

4) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks

dapat membantu mobilisasi sekret.

5) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan

dan mulai batuk yang disengaja pada waktu yang

tepat dengan kekuatan yang cukup untuk mobilisasi

mukus tanpa memyebabkan kolapsnya jalan napas.

6) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada

abdomen selama ekshalasi.

b. Psikoterapi

Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran

karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.

c. Okupasi terapi

Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan

gerak dan penguatan ekstremitas superior.

Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan

kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi.

Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.

Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian

dan peningkatan energi

DAFTAR PUSTAKA

21

Page 22: RM PPOK

Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit

Paru FK Unair. Surabaya.

Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakart

Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine,

Department of Internal Medicine, University of Manitoba.

www.emedicine.com

Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement

of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas

22