rina herawati

Upload: chika-olviani

Post on 16-Feb-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 7/23/2019 Rina Herawati

    1/6

    Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3 | 693

    Mendorong Peran Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Inovasi

    dan Keterkaitan Antar Aktor di Sentra Industri Logam Ngingas

    Rina Herawati (1), Tubagus Furqon Sofhani(2)

    (1)

    Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK),ITB.

    (2)

    Kelompok Keahlian Perencanaan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan

    (SAPPK), ITB.

    Abstrak

    Mengacu pada konsep inovasi (innovation) yang diajukan oleh Porter (1998) dan Rogers (2003,

    serta konsep keterkaitan (linkage) dalam klaster industri yang diajukan oleh Porter (1998), Studi

    Inovasi dan Keterkaitan antar Aktor di Sentra Industri Logam Ngingas Kabupaten Sidoarjo

    menyimpulkan bahwa cukup banyak pengusaha yang pernah/ masih memiliki kaitan dengan

    perusahaan besar dalam rantai produksi/ pemasarannya. Sekalipun demikian, secara umum ada

    anggapan bahwa membangun kaitan dengan perusahaan besar itu cukup sulit karena pengusaha

    UMKM di Sentra Industri Ngingas kesulitan mengikuti standard yang ditetapkan oleh perusahaan

    besar. Sementara itu kaitan antara pengusaha di Sentra Industri Ngingas dengan aktor-aktor lain

    yaitu pemerintah, asosiasi pengusaha, Perguruan Tinggi/ lembaga riset/ lembaga pengembangan

    bisnis dan lembaga keuangan (bank), justru masih lemah. Aktor-aktor ini belum mampu berperan

    signifikan untuk mengembangkan usaha yang ada di Sentra Industri Ngingas. Berdasarkan temuan-

    temuan tersebut itu, paper ini hendak mengajukan gagasan bagi Perguruan Tinggi agar dapat lebih

    berperan meningkatkan keterkaitan pengusaha UMKM di Sentra Industri Ngingas dengan

    perusahaan besar, sekaligus meningkatkan Peran Perguruan dalam mendorong perkembangan

    pengusaha UMKM dan Sentra Industri Logam Ngingas.

    Kata-kata kunci: klaster industri, inovasi, keterkaitan

    Pengantar

    Studi Inovasi dan Keterkaitan Antar Aktor di

    Sentra Industri Ngingas Kabupaten Sidoarjo

    dilatarbelakangi oleh gagasan perlunya

    mengembangkan UMKM dengan pendekatan

    klaster industri. Studi ini kemudian berfokus

    pada upaya untuk meneliti aspek inovasi dan

    keterkaitan antar aktor yang merupakan

    karakteristik klaster industri, sebagaimana

    konsep yang diajukan oleh Porter (1998).

    Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi

    inovasi dan keterkaitan antar aktor di Sentra

    Industri Ngingas yang merupakan karakteristik

    klaster industri. Adapun sasaran penelitian ini

    adalah: (1) Diperolehnya gambaran proses

    pembentukan dan perkembangan Sentra

    Industri Ngingas. (2)Teridentifikasinya bentuk-

    bentuk inovasi yang terjadi selama prosesperkembangan tersebut. (3) Teridentifikasinya

    keterkaitan antar pengusaha di dalam klaster

    dan keterkaitan dengan aktor-aktor lain di luar

    klaster (pemerintah, asosiasi pengusaha dan

    universitas/lembaga penelitian/ lembaga

    pelatihan).

    Mengacu pada konsep inovasi (innovation) yang

    diajukan oleh Porter (1998) dan Rogers (2003,

    serta konsep keterkaitan (linkage) dalam klaster

    industri yang diajukan oleh Porter (1998), Studi

    Inovasi dan Keterkaitan antar Aktor di Sentra

    Industri Logam Ngingas Kabupaten Sidoarjo

    menyimpulkan bahwa cukup banyak pengusaha

    yang pernah/ masih memiliki kaitan dengan

    perusahaan besar dalam rantai produksi/

    pemasarannya. Sekalipun demikian, secara

    umum ada anggapan bahwa membangun kaitan

    dengan perusahaan besar itu cukup sulit karena

    pengusaha UMKM di Sentra Industri Ngingaskesulitan mengikuti standard yang ditetapkan

  • 7/23/2019 Rina Herawati

    2/6

    Mendorong Peran Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Inovasi dan Keterkaitan Antar Aktor di Sentra Industri Logam Ngingas

    694 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

    oleh perusahaan besar. Sementara itu kaitan

    antara pengusaha di Sentra Industri Ngingas

    dengan aktor-aktor lain yaitu pemerintah,

    asosiasi pengusaha, Perguruan Tinggi/lembaga

    riset/lembaga pengembangan bisnis dan

    lembaga keuangan (bank), justru masih lemah.Aktor-aktor ini belum mampu berperan

    signifikan untuk mengembangkan usaha yang

    ada di Sentra Industri Ngingas.

    Berdasarkan temuan-temuan tersebut itu, paper

    ini hendak mengajukan gagasan bagi Perguruan

    Tinggi agar dapat lebih berperan meningkatkan

    keterkaitan pengusaha UMKM di Sentra Industri

    Ngingas dengan perusahaan besar, sekaligus

    meningkatkan Peran Perguruan dalam

    mendorong perkembangan pengusaha UMKMdan Sentra Industri Logam Ngingas.

    Metode

    Paper ini akan menggunakan hasil Studi Inovasi

    dan Keterkaitan Antar Aktor di Sentra Industri

    Ngingas sebagai basis data penyusunan

    argumennya. Dengan demikian maka metode

    yang digunakan adalah metode kualitatif

    (Creswell, 2008). Adapun metode analisisnya

    mengunakan Metode Content analisis.

    Hasil Studi Inovasi dan Keterkaitan Antar

    Aktor di Sentra Industri Ngingas

    Sejarah Sentra Industri berbasis logam di Desa

    Ngingas Sidoarjo (selanjutnya disebut Sentra

    Industri Logam Ngingas) dimulai sebagai

    pendukung utama dari kemunculan pabrik gula

    di Jawa Timur umumnya dan Kabupaten

    Sidoarjo khususnya untuk maintenance mesin-

    mesin pabrik gula tersebut.

    Selain sebagai penyedia komponen industry

    pabrik gula, Sentra Industry Logam Ngingas di

    awal pertumbuhannya merupakan pusat

    berkembangnya industri rumah tangga berbasis

    besi yang memproduksi alat-alat pertanian

    seperti cangkul, sabit, clurit dan pertanian

    lainnya, dan berpusat di dusun Pandean,

    sebagaimana pernyataan seorang informan.

    Karena jumlahnya makin banyak, maka pada1951 dibentuklah Persatuan Pengrajin Besi

    Islam Indonesia (PPII). Namun karena kurang

    berkembang maka pada 1955 PPII diganti

    menjadi Koperasi Pande Besi (Kopande).

    Perkembangan yang pesat dari Kopande

    kemudian menginspirasi beberapa tokoh

    masyarakat Desa Ngingas untukmengembangkannya menjadi Koperasi Waru

    Buana Putra pada 1978.

    Diversifikasi produk dimulai pada 1980-an. Para

    pengusaha di Sentra Industri Logam Ngingas

    yang tadinya hanya memproduksi alat-alat

    pertanian sederhana seperti cangkul dan sekop

    (dalam bahasa setempat disebut sekrop)

    kemudian mulai membuat peralatan pertanian

    dengan teknologi yang lebih tinggi seperti mesin

    pengupas kopi, mesin pemotong singkong,mesin perontok padi dan oven kerupuk,

    komponen-komponen konstruksi bangunan

    seperti angkar dan trekstan, aksesoris bangunan

    seperti engsel pintu dan produk lainnya seperti

    penjepit kalender. Pada saat itu, lokasi usaha

    mulai menyebar di luar Dusun Pandean,

    terutama di Jl. Ngingas Selatan, Dusun Ngingas

    dan Dusun Ambeng-Ambeng.

    Pada 1990-an, bersama dengan berkembangnya

    industry otomotif di Indonesia, Sentra IndustriLogam Ngingas ikut berkembang. Selain muncul

    besali-besali baru yang khusus memproduksi

    komponen dan aksesoris kendaraan bermotor

    (roda dua maupun roda empat), sebagian

    pengusaha yang semula hanya memproduksi

    alat-alat pertanian juga mulai menerima

    pesanan komponen dan aksesoris kendaraan

    bermotor. Jenis komponen dan aksesoris

    kendaraan bermotor yang diproduksi di Ngingas

    terutama adalah komponen-komponen dan

    aksesoris non mesin yang tidak membutuhkan

    ketepatan ukuran/ bentuk (presisi) yang tinggi,

    seperti kunci busi, standard sepeda motor,

    handle bak mobil, kancingan kampas rem dan

    dudukan jok motor.

    Pada periode ini pula, salah satu perusahaan

    yang memproduksi komponen dan aksesoris

    kendaraan bermotor yaitu PT ATAK Otomotif

    Indometal mulai berkembang pesat. Perusahaan

    yang berdiri pada 1962 dan awalnya hanya

    memproduksi sekitar 200 item komponen,

  • 7/23/2019 Rina Herawati

    3/6

    Rina Herawati

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3 | 695

    dengan cepat berkembang dan saat ini mampu

    memproduksi sekira 2500 item. (Karya

    Indonesia, 2010) Pada periode ini pengusaha

    lain juga mulai menerima pesanan-pesanan

    produk lain alat-alat listrik. Selain itu, tepatnya

    pada 1995, muncul industry cetakan (moulding)

    di Sentra Industri Logam Ngingas yang dimiliki

    oleh H. Makmur. Industri yang berteknologi

    tinggi ini melayani perusahaan-perusahaan

    besar al. PT. Maspion, PT. Indoprima, PT.

    Indowire dan PT. Kedawung. Periode ini dapat

    disebut sebagai periode dimana industri dengan

    teknologi sederhana (yang menghasilkan alat-

    alat pertanian), berpadu dengan industri dengan

    teknologi semi modern (yang menghasilkan

    komponen kendaraan bermotor) dan industri

    dengan technologi tinggi (yang menghasilkanmould/ cetakan).

    Pada periode 2000-an, Sentra Industri Ngingas

    makin berkembang dengan munculnya generasi

    baru pengusaha, baik yang meneruskan usaha

    orang tua maupun yang secara mandiri

    mendirikan usaha sendiri. Sebagian besar

    memproduksi komponen kendaraan bermotor.

    Selain itu, produk yang sudah lama ada di

    Ngingas seperti alat-alat pertanian, mesin

    pertanian, alat-alat listrik masih tetapdiproduksi. Adapun perusahaan dies and mould

    yang berteknologi tinggi makin bertambah

    jumlahnya.

    Berikut adalah rangkuman perkembangan

    Sentra Industri Ngingas, dari sisi jenis produk

    dan teknologi:

    Gambar 1. Perkembangan Sentra Industri Ngingas

    Kalau diperhatikan gambar di atas, meskipunsudah ada produk baru dan teknologi yang lebih

    baru, tetapi produk-produk lama seperti alat-alat

    pertanian masih terus diproduksi. Hal ini terjadi

    karena masing-masing produk sudah memiliki

    pasarnya sehingga munculnya produk baru dan

    teknologi baru tidak mematikan produk-produk

    yang lama seperti alat-alat pertanian dan

    aksesoris konstruksi.

    Inovasi yang Terjadi

    Porter (1998) menyatakan bahwa salah satu

    impilkasi positif yang diharapkan dari

    terbentuknya klaster industri adalah adanya

    inovasi yang mendorong kompetisi antar

    pengusaha. Selain itu, adanya klaster industri

    juga akan mendorong munculnya pengusaha-

    pengusaha baru baik yang terkait maupun

    mendukung industri inti yang ada di Kanter

    industri. Sementara itu, Rogers (2003)

    menyatakan bahwa inovasi dapat dilihat dari

    munculnya produk-produk baru dan

    penggunaan teknologi baru.

    Saat ini di Sentra Industri Logam Ngingas

    sangat banyak pengusaha muda yang berusia

    kurang dari 40 tahun dan secara mandiri

    mengelola usaha miliknya sendiri. Hal itu

    biasanya dimulai dengan proses magang dari

    para pelajar di bengkel milik tetangga atau

    saudaranya yang ada di Ngingas.

    Selain Industri Inti yang mengolah bahan baku

    logam menjadi barang jadi atau setengah jadi,

    dengan berkembangnya Sentra Industri Logam

    Ngingas, maka mulai muncul juga usaha-usaha

    lain, baik yang terkait langsung dengan industri

    inti (related industry), maupun yang bersifat

    mendukung industri inti (supporting industry).

    Usaha-usaha lain yang termasuk industri terkait

    di Sentra Industri Ngingas adalah perdagangan

    besi dan plat besi baru/afal/bekas, jasa

    angkutan, jasa tekuk (membengkokkan) besi,

    pemasok mesin. Adapun yang termasuk usaha

    pendukung adalah usaha warkop (Warung kopi)

    dan usaha kamar kontrakan.

    Besi-besi rongsokan itu sebagian besar berasal

    dari Kecamatan Sepanjang. Besi-besi itu dibeli

    oleh orang-orang di Ngingas untuk diolah

    menjadi bermacam barang. Selain besi

    rongsokan, di Ngingas juga dapat ditemukan

  • 7/23/2019 Rina Herawati

    4/6

    Mendorong Peran Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Inovasi dan Keterkaitan Antar Aktor di Sentra Industri Logam Ngingas

    696 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

    pedagang plat besi afalan. Berbeda dengan

    rongsokan yang berasal dari barang bekas, yang

    disebut dengan afalan adalah sisa potongan plat

    besi baru, tapi tidak dalam kondisi utuh.

    Biasanya, plat besi afalan ini merupakan sisa-

    sisa potongan dari perusahaan besar. Adalahbiasa bagi para pengusaha di Ngingas untuk

    menggunakan plat besi afalan, yang penting

    tebalnya sesuai kebutuhan. Pengusaha di sini

    kadang-kadang justru membeli dari situ. Itu

    masih bisa dipakai untuk membuat ring-ring.

    Selain dengan membuka toko di Jl. Kolonel

    Sugiyono, para pedagang itu kadang-kadang

    menawarkan besi/ plat besi bekas/ afalan

    dengan cara door to door, membawa barang

    dagangannya menggunakan mobil bak terbuka.

    Para pengusaha di Ngingas sudah terbiasadengan cara itu. Mereka justru merasa sangat

    terbantu dengan cara itu.

    Usaha lain yang muncul di Sentra Industri

    Logam Ngingas adalah jasa angkutan barang.

    Jasa angkutan ini bukan hanya membantu

    pengangkutan ketika membeli bahan baku, tapi

    juga membantu mengantarkan pesanan,

    terutama ke luar desa/ luar kota.

    Usaha lain yang muncul di Desa Ngingas seiringdengan berkembangnya kegiatan produksi di

    Sentra industry Logam Ngingas adalah Jasa

    tekuk/ membengkokkan besi. Jasa tekuk ini

    sangat membantu para pengusaha yang tidak

    memiliki mesin untuk membengkokkan.

    Selain usaha yang terkait dengan pengolahan

    logam, usaha lain yang muncul di Ngingas

    adalah warung kopi (warkop), tempat bersantai

    bagi para pemilik usaha dan anak buahnya.

    Selain untuk bersantai, warung kopi jugaseringkali menjadi tempat berlangsungnya

    transaksi antara pedagang besi/plat besi dengan

    pengusaha atau antar pengusaha ketika

    membagi order. Selain itu, warkop juga menjadi

    tempat munculnya gagasan untuk membentuk

    salah satu organisasi pengusaha yaitu PIKULAN.

    Usaha lain lagi yang dapat ditemukan di Desa

    Ngingas sebagai dampak dari berkembangnya

    Sentra Industri Logam Ngingas adalah rumah/

    kamar kontrakan/kost. Usaha ini berkembangkarena cukup banyak pekerja yang merupakan

    pendatang dari luar kota. Sekalipun demikian,

    tidak semua pekerja dari luar kota

    membutuhkan tempat kost karena beberapa

    pengusaha menyediakan tempat menginap,

    menjadi satu dengan tempat usahanya.

    Selain bentuk-bentuk usaha yang telah

    disebutkan di atas, terdapat satu jenis usaha

    yang nyaris tidak muncul di permukaan tetapi

    perannya sangat penting di Sentra Industri

    Logam Ngingas yaitu broker atau Salesman.

    Broker atau salesman ini selain menyediakan

    bahan baku, juga bertindak sebagai pengepul

    bagi produk-produk yang dihasilkan oleh

    pengusaha di Ngingas. Berikut adalah penuturan

    seorang informan.

    Broker atau Salesman inilah yang paling

    mengetahui permintaan pasar dan mendorong

    terjadinya inovasi di kalangan pengusaha demi

    memenuhi kebutuhan/keinginan pasar. Di

    Ngingas, seorang sales justru kemudian beralih

    profesi menjadi pengusaha karena mengetahui

    tingginya permintaan pasar dan peluang sebagai

    pengusaha. Pengusaha ini kemudian menjadi

    salah satu pengusaha terbesar di Ngingas.

    Perubahan teknologi yang terjadi di SentraIndustri Logam Ngingas sebagian besar adalah

    hasil inovasi sendiri dari para pengusaha yang

    didorong oleh permintaan pasar, dan dicoba

    sendiri dengan mesin-mesin yang ada. Di

    Ngingas, biasanya orang bekerja tanpa

    menggunakan gambar teknis. Yang bisa

    menggunakan gambar teknis hanya orang yang

    memiliki latar belakang teknis, dan jumlahnya di

    Ngingas tidak banyak. Sekalipun demikian,

    kebanyakan pengusaha/pekerja industri logam

    di Ngingas bisa membuat mesin sendiri; yangpenting ada contohnya.

    Saat ini hampir seluruh pekerjaan sudah

    menggunakan mesin, seperti mesin-mesin bor.

    Kalau dulu, semua pekerjaan dikerjakan secara

    manual. Sejak 2006 hingga sekarang sudah

    banyak sekali perubahan teknologi. Sekarang

    makin berkembang karena adanya tuntutan

    pasar. Dengan perubahan teknologi dari manual

    menjadi mesin, maka kualitas dan kecepatan

    produksi juga meningkat.

  • 7/23/2019 Rina Herawati

    5/6

    Rina Herawati

    Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 2 SAPPK V3N3 | 697

    Meskipun kualitas mesin yang dihasilkan

    memang agak berbeda, tetapi membuat mesin

    sendiri sudah menunjukkan kemampuan

    pengusaha untuk berinovasi. Dalam hal inovasi,

    menurut pengusaha di atas, hamper tidak ada

    campur tangan dari pemerintah maupun

    universitas/ lembaga riset/ lembaga

    pengembangan bisnis. Selama ini inovasi

    dilakukan sendiri oleh pengusaha.

    Keterkaitan Antar Aktor

    Dalam konsep klaster yang diajukan oleh Porter

    (1998), karakteristik lain dari klaster adalah

    keterkaitan antar aktor yaitu keterkaitan dengan

    pengusaha yang ada di dalam klaster dan

    keterkaitan dengan aktor-aktor lain yang ada di

    luar klaster yaitu pengusaha besar, pemerintah,

    universitas/ lembaga riset/ lembaga

    pengembangan bisnis dan lembaga keuangan.

    Penelitian ini memperlihatkan bahwa

    1.Keterkaitan dengan pengusaha lain di dalam

    klaster industri dalam hal input, tenaga kerja,

    alih daya pekerjaan dan pemasaran sudah

    terjadi. Sekalipun demikian, untuk unsur-

    unsur tersebut ternyata pengusaha UMKM di

    Ngingas juga memiliki keterkaitan dengan

    pengusaha di luar Ngingas terutama dari

    Surabaya, dalam hal penyediaan input.

    2.Keterkaitan dengan para pihak di luar klaster.

    Penelitian ini menemukan bahwa 57.1%

    pengusaha di Sentra Industri Ngingas pernah/

    masih bekerjasama dengan perusahaan

    besar. Meskipun cukup banyak perusahaan

    yang pernah bekerjasama dengan perusahaan

    besar, tetapi tidak banyak yang kerjasamanya

    bersifat jangka panjang. Ada juga yang

    pernah bekerjasama tetapi saat survey ini

    dilakukan sudah tidak melakukan kerjasama

    lagi. Survey yang sama menemukan bahwa

    dari 28 responden, hanya ada 2 perusahaan

    yang merupakan subkontraktor dari

    perusahaan besar. Dalam kasus grup ASTRA

    ada beberapa ketentuan mengenai sub

    kontrak pekerjaan yaitu: (1) Jarak antara

    perusahaan subkon dengan manufaktur besar

    tidak boleh lebih dari 70 km. Untuk UMKM

    wilayah Jatim, khususnya Sidoarjo, sulit untukmenjadi subkon karena di Jawa Timur tidak

    ada manufaktur besar grup Astra; di Jawa

    Timur hanya ada instalasi sales and

    distribution. (2) Kualitas produk harus sesuai

    standard. Hal ini juga sulit dipenuhi oleh

    UMKM. Untuk bisa membuat produk sesuai

    standard grup Astra, UMKM harus memenuhi

    standard sebagai berikut: lay out pabrik,

    untuk menjamin efisiensi, waktu kerja, cara

    kerja, dan kualitas produk, yang salah

    satunya diukur dari banyaknya produk reject.

    Besarnya produk reject tidak boleh lebih dari

    5%.

    Dalam istilah yang berbeda, seorang pengusaha

    di Ngingas menyebut persyaratan yang

    ditetapkan oleh perusahaan besar itu terlalu

    sulit untuk dipenuhi. Masalah ISO, masalah

    peralatan atau ruangan yang ukurannya

    tertentu, belum lagi posisi usaha yang ada di

    gang-gang, tidak dapat memenuhi persyaratan

    yang ditetapkan oleh perusahaan besar.

    Sekalipun demikian, sebenarnya kalau soal mutu

    atau kualitas produk, UMKM di Sentra Industri

    Logam Ngingas ini tidak kalah. Asalkan ada

    cetakannya, mereka bisa membuat persis

    seperti yang diinginkan. (T, pengusaha)

    Tampaknya memang tidak mudah untuk

    mengaitkan UMKM dengan usaha berskala

    besar. Faktor jarak yang ditetapkan oleh ASTRA

    misalnya, tentu dapat dipahami sebagai upaya

    untuk menjaga efisiensi. Apalagi sudah jelas

    bahwa infrastruktur transportasi di Indonesia

    (bahkan di Jawa sekalipun) masih sangat buruk.

    Jarak yang terlalu jauh antara UMKM (sebagai

    pemasok) dengan perusahaan besar akan

    penerima produk UMKM, dalam kondisi

    infrastruktur yang buruk, berpotensi

    meningkatkan biaya produksi. Hal ini tentusangat dihindari oleh perusahaan seperti ASTRA.

    Sementara itu, standard mutu produk pasti juga

    menjadi perhatian/ kepentingan perusahaan

    besar sekelas ASTRA. Sebagaimana uraian

    sebelumnya, perusahaan-perusahaan UMKM di

    Sentra Industri Ngingas banyak yang

    menggunakan bahan baku dari dalam Desa

    Ngingas berupa besi afalan (bekas) atau sisa

    yang kualitas bahan dan ukurannya memang

    tidak dapat memenuhi standard perusahaan

    sekelas ASTRA.

  • 7/23/2019 Rina Herawati

    6/6

    Mendorong Peran Perguruan Tinggi Dalam Meningkatkan Inovasi dan Keterkaitan Antar Aktor di Sentra Industri Logam Ngingas

    698 | Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota B SAPPK V3N3

    Analisis

    Dari seluruh uraian di atas, tampak bahwa

    UMKM perlu dibantu untuk membangun

    keterkitan (linkage), baik dengan pengusaha

    besar maupun dengan Universitas. Argumenpemikirannya sebagai berikut:

    Selama ini, UMKM berusaha sendiri untuk

    melakukan inovasi dan membangun keterkaitan

    dengan pengusaha besar. Pengalaman

    membuktikan bahwa pengusaha UMKM yang

    menjadi subkontrak dari pengusaha besar akan

    mendapatkan keuntungan karena adanya

    pesanan yang berkelanjutan; tetapi di sisi lain

    pengusaha UMKM kesulitan untuk mengikuti

    standard yang ditetapkan oleh pengusaha besar.Di sinilah perlunya universitas/lembaga riset/

    lembaga pengembangan bisnis mengambil

    peran.

    Peran Universitas

    Sebagaimana temuan penelitian ini, pengusaha

    UMKM telah melakukan berbagai inovasi untuk

    mengembangkan produk dan teknologi.

    Sekalipun demikian, produk dan teknologi yang

    dikembangkan belum mampu memenuhikebutuhan pasar. Faktor yang dapat diduga

    menjadi penyebab kegagalan ini adalah,

    pengusaha UMKM tidak dapat focus dalam

    melakukan riset untuk pengembangan produk/

    teknologi karena pada saat yang sama harus

    berproduksi. Kekurangan ini dapat diisi oleh

    universitas, yang dapat berfokus pada riset. Bila

    universitas dapat mengambil peran ini, maka

    pengusaha dapat focus berproduksi dan pada

    saat yang sama telah terbangun keterkaitan

    antara pengusaha UMKM dengan pengusahabesar dan pengusaha besar dengan Universitas.

    Ucapan Terima Kasih

    Ucapan terima kasih kepada Dr. Tubagus

    Furqon Sofhani selaku pembimbing, atas

    bimbingannya dalam menyusun penelitian ini.

    Daftar Pustaka

    Barkley, David L. dan Mark S. Henry. (2001).Advantage and Disadvantage of Targeting

    Industry Clusters. South Carolina: Clemson

    University.

    Creswell, J.W. (2008). Research Design:

    Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods

    Approaches. California: Sage Publications, Inc.

    Irawati, Dessy. (2007). Strengthening ClusterBuilding in Developing Country alongside the

    Triple Helix: Challenge for Indonesia Clusters

    A Case Study of the Java Region. UK:

    Business School Newcastle University

    JICA. 2002. Model Penguatan UKM melalui

    Pendekatan Klaster, dalam Widodo dkk,

    Peningkatan Daya Saing UKM Melalui

    Pendekatan Klaster Industri: Prosiding

    Seminar Nasional, Surabaya: BPPT

    Miura, Takatoshi. (2013). Financial Policy for

    SMEs in Japan. Tokyo: Director of FinanceDivision Small and Medium Enterprise Agency,

    METI, Government of Japan.

    Porter, Michael E. (1998). Clusters and the New

    Economics of Competition. Harvard Business

    Review, November-Desember 1998.

    Rogers, Everett M. (2003). Diffusion of

    Innovation (5th edition). New York: The Free

    Press.

    Tambunan, Tulus. (2008). Development of Rural

    Manufacturing SME Clusters ini A Developing

    Country: The Indonesian Case. Dalam Jurnal

    of Rural Development 31(2): 123 - 246

    Tsuji, Masatsugu dan Shoichi Miayahara. (2008).

    Agglomeration and Local Inovation Network in

    Japanese SMEs: Analysis of the Information

    Linkage. Dalam Kuchiki, A.dan M. Tsuji (eds)

    (2008). The Formation of Industrial Cluster in

    Asia and Regional Intergration. Chiba, Japan:

    IDE-JETRO

    Witjaksono, Mit. (2010). Modal Sosial Dalam

    Dinamika Perkembangan Sentra IndustriLogam Waru Sidoarjo. Jurnal Ekonomi

    Pembangunan, Vol 11, Nomor 2, Desember

    2010, halaman 266 291