revisi bab 1 intan

10
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Autisme adalah gangguan kekacauan otak yang bersifat pervasif dan di tandai dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang – ulang. Akibat dari gangguan tersebut penderita akan menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri seperti berbicara, tertawa, menangis dan marah – marah sendiri. Gejala autisme dapat terdeteksi pada usia sebelum 3 tahun (Fombonne, 2005). Berdasarkan data CDC (Centers for Diseases Control and Prevention), pada tahun 2010 prevalensi autisme di Amerika sebanyak 1 dari 68 anak usia 8 tahun, dengan kejadian 4-5 kali lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan prevalensi 1 dari 1

Upload: muhammad-fauzi

Post on 09-Nov-2015

216 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

ok

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangAutisme adalah gangguan kekacauan otak yang bersifat pervasif dan di tandai dengan terganggunya interaksi sosial, keterlambatan dalam bidang komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan emosi, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang berulang ulang. Akibat dari gangguan tersebut penderita akan menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri seperti berbicara, tertawa, menangis dan marah marah sendiri. Gejala autisme dapat terdeteksi pada usia sebelum 3 tahun (Fombonne, 2005). Berdasarkan data CDC (Centers for Diseases Control and Prevention), pada tahun 2010 prevalensi autisme di Amerika sebanyak 1 dari 68 anak usia 8 tahun, dengan kejadian 4-5 kali lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dengan prevalensi 1 dari 42 anak laki-laki dan 1 dari 189 anak perempuan (CDC, 2014). Yayasan Autisme Indonesia menyatakan adanya peningkatan terhadap jumlah penyandang autis di Indonesia. Pada tahun 2004diperkirakan jumlah penderita autis di Indonesia 1 : 5000 anak, dan meningkat sebanyak 10% pada tahun 2014 menjadi 1 : 500 anak (Moore, 2010).Sejauh ini penyebab autisme belum dapat dipastikan, namun beberapa teori mengaitkan autisme dengan kelainan genetik, saluran cerna, metabolik, imunologik, keracunan logam berat, neurobiologi, dan biokimia. Salah satu penyebab kelainan secara biokimia adalah peningkatan Reactive Oxygen Species (ROS) dan nitrit oksida (NO) yang diduga terlibat dalam patofisiologi autisme (Mutter et al., 2005).Penatalaksanaan pada autisme harus secara terpadu, meliputi semua disiplin ilmu yang terkait berupa tenaga medis (psikiater, dokter anak, neurolog, dokter rehabilitasi medik) dan non medis (tenaga pendidik, psikolog, ahli terapi bicara/okupasi/fisik, pekerja sosial). Tujuan terapi pada autisme adalah untuk mengurangi masalah perilaku dan meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam penguasaan bahasa. Dengan deteksi sedini mungkin dan penanganan multidisiplin yang sesuai dan tepat waktu, diharapkan dapat tercapai hasil yang optimal dari perkembangan anak penderita autis (Levy et al., 2009). Stres oksidatif terjadi bila terdapat produksi yang berlebihan dari Reactive Oxygen Species (ROS). Pada kondisi normal, terdapat keseimbangan yang dinamis antara produksi ROS dengan kapasitas antioksidan sel. Reactive Oxygen Species (ROS) meliputi anion superoksida (O2-), ion hidroksil, ion peroksil, ion alkoksi, hidrogen peroksida dan radikal bebas nitrit oksida (NO). Stres dan kecederaan sel akan terjadi bila homeostasis redoks berubah, dan pembentukan ROS mengalahkan pertahanan biokimia sel (Ragini et al., 2011).Anion superoksida adalah produk reduksi pertama molekul oksigen yang merupakan sumber penting hidroperoksida yang dapat menghapus muatan radikal bebas menjadi netral. Enzim endogen seperti xantin oksidase (XO), nitrat oksida sintase (NOS), dan monoamin oksidase (MAO) dapat secara langsung memproduksi ROS. Superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSHPx) adalah enzim yang terlibat dalam penghapusan ROS, sedangkan glutation reduktase (GSH) dan glukosa-6-fosfatase dehirogenase (G6PD) adalah enzim antioksidan sekunder yang membantu mempertahankan konsenterasi glutation dan nikotinamida adenin dinukleotida fosfat (NADPH) yang diperlukan untuk mengoptimalkan enzim antioksidan primer (Ragini et al., 2011).Stres oksidatif pada autisme disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pro-oksidan endogen maupun eksogen dengan mekanisme pertahanan tubuh yang diperantarai oleh antioksidan sehingga terjadi peningkatan produksi radikal bebas. Peningkatan pro-oksidan seperti nitrit oksida (NO), xantin oksidase, logam berat, polusi, infeksi virus, paparan kimia, dan penurunan enzim antioksidan, sehingga dapat menyebabkan stres oksidatif pada autisme dan menyebabkan munculnya gejala klinis pada penderita autisme (Chauhan, 2006). Adanya stres oksidatif juga menginduksi mutasi terhadap gen HFE (hematokromatosis) pada asam amino sistein diposisi 282 menjadi tirosin (Cys282Tyr), sehingga mengganggu pengaturan metabolisme ion Fe di dalam tubuh seperti meningkatnya absorbsi besi dalam tubuh dan menyebabkan perubahan regulasi transferin dan seruloplasmin serta menyebabkan keracunan pada sel (Gobbi et al., 2002).Kesehatan merupakan nikmat besar yang diberikan Allah SWT kepada hamba-Nya. Karenanya, dianjurkan kepada setiap muslim untuk menjaga tubuh tetap sehat dan jauh dari segala macam penyakit. Banyak faktor penyebab datangnya penyakit, diantaranya melalui makanan, minuman, dan berbagai aktivitas yang berhubungan dengan fisik (Zuhroni, 2010). Islam berpendapat bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya. Allah memberikan suatu penyakit kepada umatnya pastilah memiliki makna tertentu. Hal itu harus diterima dengan ikhlas dan sabar. Dengan meyakini bahwa setiap penyakit pasti ada obatnya, penderita akan berusaha untuk mengobati penyakitnya. Seorang anak yang menderita suatu penyakit, seperti autisme, dianggap sebagai ujian keimanan. Begitu pula dengan orang tuanya harus memiliki kesabaran dan keikhlasan dalam mendidik, membimbing, dan mengobati anak dengan autisme (Zuhroni, 2007). Dari latar belakang di atas, penulis merasa perlu untuk membahas tentang tinjauan stres oksidatif pada penderita autis ditinjau dari kedokteran dan Islam. Pembahasan ini penting dilakukan mengingat semakin meningkatnya prevalensi autisme dan meningkatnya gejala klinis yang timbul pada autisme yang disebabkan oleh stres oksidatif serta mencari pengobatan yang potensial untuk mengurangi gejala klinis akibat gangguan tersebut. Hasil pembahasan ini diharapkan dapat menurunkan angka kejadian autisme dan gangguan perilaku pada penderita autisme.

1.2 Permasalahan1.2.1 Bagaimana hubungan antara stres oksidatif dengan mutasi gen HFE dalam memicu terjadinya autisme?1.2.2 Bagaimana hubungan gangguan metabolisme Fe terhadap regulasi protein transferin dan seruloplasmin terhadap autisme? 1.2.3 Bagaimana hubungan stres oksidatif dengan autisme ditinjau dari Agama Islam?

1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan UmumMengetahui dan menjelaskan hubungan antara stres oksidatif dengan autisme ditinjau dari kedokteran dan Islam.1.3.2 Tujuan Khusus1. Mengetahui dan dapat menjelaskan hubungan antara stres oksidatif dengan mutasi gen HFE dalam memicu terjadinya autisme ditinjau dari kedokteran2. Mengetahui dan dapat menjelaskan hubungan antara gangguan metabolisme Fe terhadap regulasi protein transferin dan seruloplasmin terhadap autisme 3. Mengetahui dan dapat menjelaskan hubungan antara stres oksidatif dengan autisme ditinjau dari Agama Islam.1.4 Manfaat1.4.1 Bagi PenulisDiharapkan dapat menambah pengetahuan penulis mengenai hubungan antara stres oksidatif dengan autisme ditinjau dari ilmu kedokteran dan Islam serta dapat mengetahui cara penulisan ilmiah yang baik dan benar.1.4.2 Bagi MasyarakatDiharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat terhadap bahaya stres oksidatif bagi kesehatan tubuh serta meningkatkan pemahaman tentang pola asuh terhadap anak autis dalam Agama Islam.1.4.3 Bagi Program KesehatanDiharapkan dapat membantu menurunkan angka kejadian autisme akibat stres oksidatif. 1.4.4 Bagi Universitas YARSIDiharapkan dapat menambah masukan ilmu pengetahuan bagi civitas akademika Universitas Yarsi serta mengenai hubungan antara stres oksidatif dengan autisme ditinjau dari segi kedokteran dan Islam.

6