reumatoid arthritis

21
TUGAS SEVENT JUMP REUMATOID ARTHRITIS ` Disusun oleh : 1. Yanni Amalia 1130013094 PRODI S1 KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA 2015

Upload: yanni

Post on 23-Jan-2016

21 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

RA

TRANSCRIPT

Page 1: Reumatoid Arthritis

TUGAS SEVENT JUMP

REUMATOID ARTHRITIS

`

Disusun oleh :

1. Yanni Amalia 1130013094

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

2015

Page 2: Reumatoid Arthritis

LEARNING OBJECTIVE

Merumuskan tujuan pembelajaran ( Learning Objective ) :

1. Mampu mendefinisikan Reumatoid Arthritis.

2. Menganalisis epidemiologi Reumatoid Arthritis.

3. Memahami penyebab Reumatoid Arthritis.

4. Mengetahui tanda & gejala Reumatoid Arthritis.

5. Menganalisis patofisiologi dari Reumatoid Arthritis.

6. Mengetahui WOC Reumatoid Arthritis.

7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Reumatoid Arthritis.

8. Mengetahui penatalaksanaan Reumatoid Arthritis.

9. Mengetahui asuhan keperawatan pada kasus Reumatoid Arthritis.

A. Definisi Reumatoid Arthritis

Rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian

(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,

nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon et al.,

2002).

Menurut American College of Rheumatology (2012), Rheumatoid Arthritis adalah

penyakit kronis (jangka panjang) yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan serta

keterbatasan gerak dan fungsi banyak sendi.

Reumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada

sendi, misalnya : jari-jari tangan, pergelangan tangan, sendi bahu, sendi lutut, dan panggul;

umumnya selalu simetris, yang artinya mengenai sendi kanan dan kiri secara bersamaan.

B. Epidemiologi Reumatoid Arthritis

Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia (Suarjana,

2009). Dalam ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan prevalensi RA bervariasi

berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup etnik dalam suatu negara. Misalnya,

masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan suku-suku Chippewa di Amerika Utara

dilaporkan memiliki rasio prevalensi dari berbagai studi sebesar 7%. Prevalensi ini

Page 3: Reumatoid Arthritis

merupakan prevalensi tertinggi di dunia. Beda halnya, dengan studi pada populasi di Afrika

dan Asia yang menunjukkan prevalensi lebih rendah sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012).

Prevalensi RA di India dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75% (Suarjana,

2009).

Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik didaerah urban

ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi RA

sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang

dilakukan di Malang pada penduduk berusai diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi

RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya dan 0,6% didaerah kabupaten. Di poliklinik

reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru RA merupakan

4,1% dari seluruh kasus baru pada tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni 2007

didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 12.346

orang (15,1%). Prevalensi RA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan

dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan

angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima (Suarjana, 2009).

C. Etiologi Reumatoid Arthritis

Menurut Smith dan Haynes (2002), ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan

seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :

1. Faktor genetic

Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya rheumatoid arthritis

sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh persen orang kulit putih yang menderita

rheumatoid arthritis mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di

permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali lebih rentan

terhadap rheumatoid arthritis.

2. Usia dan jenis kelamin

Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada laki-laki dengan

rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan karena pengaruh dari hormon namun data ini

masih dalam penelitian. Wanita memiliki hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem

imun. Onset rheumatoid arthritis terjadi pada orang- orang usia sekitar 50 tahun.

Page 4: Reumatoid Arthritis

3. Infeksi

Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah terinfeksi secara

genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu rheumatoid arthritis seperti

parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.

4. Lingkungan

Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid arthritis seperti

merokok.

D. Manifestasi Klinis Reumatoid Arthritis

Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya

nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan

sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid

arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit.

Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran

klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002).

Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di

tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,

siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya

akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari

berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.

Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut

usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan

kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari,

mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi

kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam,

dapat terjadi berulang.

E. Patofisiologi Reumatoid Arthritis

RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi autoimun

terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan

fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel

Page 5: Reumatoid Arthritis

endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat

mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat

terjadinya pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami

inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon

imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan.

Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009).

Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi

dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-

enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial

dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan

menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan

mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami

perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot

(Smeltzer & Bare, 2002).

F. WOC Reumatoid Arthritis

Bakteri, mikro, virus

Peredaran darah

Masuk ke persendian

inflamasi

lingkunganHormonal Bakteri, mikro, virus

infeksiFactor genetik

Page 6: Reumatoid Arthritis

G. Pemeriksaan Diagnostik Reumatoid Arthiritis

1. Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya proses

inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini berguna

untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan.

sinovitis

Erosi tulang sendiinflamasi

Nyeri & bengkak Otot spasme & pendek Permukaan sendi tidak rata

Kerusakan pada rawan sendi

Fusi tulang yang membentuk sendi

deformitas

Reumatoid Arthritis

MK : Nyeri

MK : Intoleransi Aktivitas

MK : Resiko Cedera

Page 7: Reumatoid Arthritis

2. Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin mengindikasikan

penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu). Pada beberapa kasus RA,

tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini terdeteksi positif pada sekitar 60-

70% pasien RA. Level RhF jika dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat

menunjukkan tingkat keparahan penyakit.

3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk mendiagnosis

rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tes tersebut

memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RhF, akan tetapi spesifisitasnya jauh lebih

tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap perkembangan penyakit yang erosif.

4. Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai

inflamasi dan anemia yang berguna sebagai indikator prognosis pasien.

5. Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis

ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya yang

meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut), untuk kemudian

diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya.

6. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya erosi dan

memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan dengan jenis artritis yang

lain, seperti osteoarthritis.

7. MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan X-Ray.

8. USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya cairan abnormal di

jaringan lunak sekitar sendi.

9. Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi pada tulang.

10. Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang

mengindikasikan terjadinya osteoporosis.

H. Penatalaksanaan Reumatoid Arthritis

1. Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid

Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year 2000”,

Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu (Symmons, 2006) :

a. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri dan

kekakuan sendi.

Page 8: Reumatoid Arthritis

b. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan

Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini

akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi respon fase akut.

Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor dengan hati-hati.

c. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis

dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang

serius.

d. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk

pasien dengan penyakit sistemik.

e. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi.

Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA.

2. Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid

Terapi non-farmakologi untuk rheumatoid arthritis meliputi latihan, istirahat,

pengurangan berat badan dan pembedahan (Shiel, 2011).

a. Latihan

Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sangat membantu mengurangi rasa sakit

dan kelelahan pada pasien rheumatoid arthritis serta meningkatkan fleksibilitas dan

kekuatan gerak. Tiga jenis olahraga yang disarankan adalah latihan rentang gerak, latihan

penguatan dan latihan daya tahan (aerobik). Aerobik air adalah pilihan yang sangat baik

karena dapat meningkatkan jangkauan gerak dan daya tahan, juga dapat menjaga berat

badan dari sendi-sendi tubuh bagian bawah.

b. Istirahat

Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi non- farmakologi RA.

Istirahat dapat menyembuhkan stres dari sendi yang mengalami peradangan dan

mencegah kerusakan sendi yang lebih parah. Tetapi terlalu banyak istirahat (berdiam

diri) juga dapat menyebabkan imobilitas, sehingga dapat menurunkan rentang gerak dan

menimbulkan atrofi otot. Pasien hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam

diri terlalu lama. Dalam kondisi yang mengharuskan pasien duduk lama, pasien

mungkin dapat beristirahat sejenak setiap jam, berjalan-jalan sambil meregangkan

dan melenturkan sendi (Schuna, 2008).

c. Pengurangan berat badan

Page 9: Reumatoid Arthritis

Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada sendi dan

dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal juga dapat mencegah kondisi

medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan diabetes. Pasien hendaknya

mengkonsumsi makanan yang bervariasi, dengan memperbanyak buah dan sayuran,

protein tanpa lemak dan produk susu rendah lemak. Berhenti merokok akan mengurangi

risiko komplikasi rheumatoid arthritis.

d. Pembedahan

Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat kerusakan sendi, tindakan

pembedahan mungkin dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki sendi yang rusak.

Pembedahan dapat membantu mengembalikan kemampuan penggunaan sendi,

mengurangi rasa sakit dan mengurangi kecacatan. Pembedahan yang dilakukan antara

lain sebagai berikut (Harms, 2009):

1) Artoplasti (penggantian total sendi). Bagian sendi yang rusak akan diganti dengan

prostesis yang terbuat dari logam dan plastik.

2) Perbaikan tendon. Peradangan dan kerusakan sendi dapat menyebabkan

tendon di sekitar sendi menjadi longgar atau pecah. Untuk itu, perlu dilakukan

perbaikan tendon di sekitar sendi.

3) Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi). Lapisan sendi yang meradang dan

menyebabkan nyeri dapat dihilangkan.

4) Artrodesis (fusi sendi). Fusi sendi mungkin direkomendasikan untuk menstabilkan

atau menyetel kembali sendi dan dapat mengurangi nyeri ketika penggantian sendi

tidak menjadi suatu pilihan.

Pembedahan berisiko menyebabkan perdarahan, infeksi dan nyeri, sehingga sebelum

dilakukan tindakan, harus diperhitungkan dulu manfaat dan risikonya.

I. Asuhan Keperawatan Reumatoid Arthritis

1. Kasus

Seorang perempuan umur 58 tahun, ibu rumah tangga, dibawa ke poliklinik

dengan keluhan nyeri lutut yang dialami sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat

berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku di pagi hari (+), berlangsung sekitar

10-15 menit, bengkak kedua lutut namun tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri

Page 10: Reumatoid Arthritis

pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat simetris. Penderita juga menderita kencing

manis dan berobat teratur di poliklinik endokrin. Berat badan 65Kg dan tinggi badan

162cm.

2. Pengkajian

a. Keluhan Utama

Ny.58 dengan keluhan nyeri lutut yang dialami sejak 3 bulan terakhir ini,

terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok.

b. Riwayat Kesehatan Sekarang

Kaku di pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit, bengkak kedua lutut

namun tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat

simetris. Penderita juga menderita kencing manis

c. Pemeriksaan Fisik.

1) Keadaan Umum.

Ny.58 dengan keluhan nyeri lutut yang dialami sejak 3 bulan terakhir

ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku di pagi hari

(+), berlangsung sekitar 10-15 menit, bengkak kedua lutut namun tidak ada

tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat simetris.

Penderita juga menderita kencing manis.

2) Tanda – Tanda Vital.

TD = 150 / 90 mmhg R = 24 kali /menit. HR = 80 kali/menit

TB = 162 cm. BB = 65 Kg

3) Pemeriksaan Head to toe.

Pemeriksaan kepala

Inspeksi :

Bentuk : simetris

Rambut: warna rambut hitam dan beruban, tidak ada ketombe

Palpasi: tidak terdapat benjolan, dan nyeri tekan

Pemeriksaan mata

Inspeksi

Konjungtiva : tidak anemis

Sclera : tidak anemis

Page 11: Reumatoid Arthritis

Pupil : terlihat pelebaran pupil. Lensa mata normal.

Pemeriksaan hidung

Inskpeksi: bentuk hidung simetris, tidak ada polip maupun peradangan, tidak

ada sekret.

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.

Pemeriksaan mulut

Inspeksi : bibir hitam, sudut bibir pecah-pecah, gusi tidak berdarah.

Pemeriksaan telinga

Inspeksi : simetris kiri dan kanan

Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Fungsi pendengaran normal.

Pemeriksaan leher

Inspeksi : tidak ada pembesaran getah bening

Palpasi : tidak ada pembesaran getah bening kelenjer tiroid

Pemeriksaan thorak

Jantung

Inspeksi : iktus terlihat

Palpasi : iktus teraba.

Perkusi : redup

Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2 normal.

Paru- paru

Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi

Palpasi : vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.

Perkusi : sonor

Auskultasi : bunyi nafas vesikuler.

Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada luka bekas operasi.

Auskultasi : bising usus tidak normal 36 x / menit.

Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan

Perkusi : bunyi tympani untuk semua daerah abdomen

Pemeriksaan Tangan

Inspeksi : Tidak simetris

Page 12: Reumatoid Arthritis

Palpasi : Terdapat nyeri tekan

Pemeriksaan Kaki

Inspeksi : bengkak pada kedua lutut namun tidak ada tanda kemerahan

Palpasi : terdapat nyeri tekan

Pemeriksaan Mulkusskletal

Kesimetrian otot : Pada jari tangan tidak simetris

Pemeriksaan edema : Bengkak pada kedua lutut

Kekuatan otot : kekuatan otot telah berkurang.Dimana klien

mengalami kesulitan berjalan.

Pemeriksaan Neurologis

Tingkat kesadaran : Kesadaran klien kompos mentis, masih

bisa berkomunikasi dengan perawat secara langsung

Status Mental : Kondisi Emosi dan Perasaan Dalam keadaan

stabil

Fungsi Motorik

Cara berjalan : Klien sulit berjalan

3. Analisa data

DATA ETIOLOGY MASALAH

DS :

Klien mengatakan

bahwa nyeri lutut yang

dialami sejak 3 bulan terakhir

ini dan nyeri pada jari-jari

tangan.

DO :

Klien terlihat nyeri di

lutut dan jari-jari

tangan, serta tidak

simetris.

Penurunan fungsi

tulang

Nyeri akut

DS : Perubahan otot Intoleransi

Page 13: Reumatoid Arthritis

Klien mengatakan sulit

saat berjalan, sulit berdiri dari

posisi jongkok

DO :

Klien terlihat sulit

berjalan karena nyeri di

lututnya

Klien terlihat sulit

berdiri dari posisi

jongkok

lemah aktivitas

Prioritas Diagnosa Keperawatan.

a. Nyeri berhubungan dengan penurunan fungsi tulang

b. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan perubahan otot lemah

4. Rencana Asuhan Keperawatan (Intervensi)

NO.

Dx

TUJUAN/

KRITERIA HASIL

RENCANA KEPERAWATAN

INTERVENSI RASIONAL

1. Setelah dilakukan

tidakan keperawatan

selama 3x24 jam

Klien merasa nyeri

berkurang.

Kriteria Hasil :

Klien tidak

mengeluh karena

nyeri berkurang

1.Kaji nyeri, lokasi,

karakteristik,deraj

at (skala 0-10)

2.Sering atur posisi yang

nyaman untuk

mengurangi nyeri.

1. Membantu dalam

menentukan

managemen nyeri

2. Dengan memposisikan

klien senyaman

mungkin agar

mengurangi tekanan

dan mencegah otot-otot

menjadi tegang

sehingga menurunkan

Page 14: Reumatoid Arthritis

3.Berikan obat

sesuai indikasi.

rasa nyeri

3. menaikkan

relaksasi dan

sebagai terapi

pengobatan.

2. Setelah dilakukan

tidakan keperawatan

selama 3x24 jam

Klien mampu

berpartisipasi

pada aktivitas

yang

didinginkan.

Dengan criteria

hasil

Berpartisipasi

dalam aktifitas

fisik yang

dibutuhkan

1. 1. Perhatikan

istirahat tirah

baring/ duduk jika

diperlukan.

2. 2. Bantu bergerak

dengan bantuan

seminimal mungkin.

3.

4. 3. Dorong klien

mempertahankan

postur tegak, duduk

tinggi dan berjalan.

5.

6. 4. Berikan obat-obat

sesuai dengan

indikasi.

1. 1. Untuk mencegah

kelelahan dan

mempertahankan

kekuatan.

2. Menaikkan fungsi

sendi, kekuatan

otot dan stamina

umum.

3. 3. Memaksimalkan

fungsi sendi dan

mempertahankan

mobilitas.

4. Untuk menekan

inflamasi sistemik

akut.