reumatoid arthritis
DESCRIPTION
RATRANSCRIPT
TUGAS SEVENT JUMP
REUMATOID ARTHRITIS
`
Disusun oleh :
1. Yanni Amalia 1130013094
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2015
LEARNING OBJECTIVE
Merumuskan tujuan pembelajaran ( Learning Objective ) :
1. Mampu mendefinisikan Reumatoid Arthritis.
2. Menganalisis epidemiologi Reumatoid Arthritis.
3. Memahami penyebab Reumatoid Arthritis.
4. Mengetahui tanda & gejala Reumatoid Arthritis.
5. Menganalisis patofisiologi dari Reumatoid Arthritis.
6. Mengetahui WOC Reumatoid Arthritis.
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostic dari Reumatoid Arthritis.
8. Mengetahui penatalaksanaan Reumatoid Arthritis.
9. Mengetahui asuhan keperawatan pada kasus Reumatoid Arthritis.
A. Definisi Reumatoid Arthritis
Rheumatoid Arthritis (RA) adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi (Gordon et al.,
2002).
Menurut American College of Rheumatology (2012), Rheumatoid Arthritis adalah
penyakit kronis (jangka panjang) yang menyebabkan nyeri, kekakuan, pembengkakan serta
keterbatasan gerak dan fungsi banyak sendi.
Reumatoid Arthritis adalah penyakit autoimun yang menyebabkan peradangan pada
sendi, misalnya : jari-jari tangan, pergelangan tangan, sendi bahu, sendi lutut, dan panggul;
umumnya selalu simetris, yang artinya mengenai sendi kanan dan kiri secara bersamaan.
B. Epidemiologi Reumatoid Arthritis
Prevalensi RA relatif konstan yaitu berkisar antara 0,5-1% di seluruh dunia (Suarjana,
2009). Dalam ilmu penyakit dalam Harrison edisi 18, insidensi dan prevalensi RA bervariasi
berdasarkan lokasi geografis dan diantara berbagai grup etnik dalam suatu negara. Misalnya,
masyarakat asli Ameika, Yakima, Pima, dan suku-suku Chippewa di Amerika Utara
dilaporkan memiliki rasio prevalensi dari berbagai studi sebesar 7%. Prevalensi ini
merupakan prevalensi tertinggi di dunia. Beda halnya, dengan studi pada populasi di Afrika
dan Asia yang menunjukkan prevalensi lebih rendah sekitar 0,2%-0,4% (Longo, 2012).
Prevalensi RA di India dan di negara barat kurang lebih sama yaitu sekitar 0,75% (Suarjana,
2009).
Di Cina, Indonesia dan Filipina prevalensinya kurang dari 0,4% baik didaerah urban
ataupun rural. Hasil survey yang dilakukan di Jawa Tengah mendapatkan prevalensi RA
sebesar 0,2% di daerah rural dan 0,3% di daerah urban. Sedangkan penelitian yang
dilakukan di Malang pada penduduk berusai diatas 40 tahun mendapatkan prevalensi
RA sebesar 0,5% didaerah kotamadya dan 0,6% didaerah kabupaten. Di poliklinik
reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, kasus baru RA merupakan
4,1% dari seluruh kasus baru pada tahun 2000 dan pada periode januari s/d juni 2007
didapatkan sebanyak 203 kasus RA dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 12.346
orang (15,1%). Prevalensi RA lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok umur, dengan
angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan kelima (Suarjana, 2009).
C. Etiologi Reumatoid Arthritis
Menurut Smith dan Haynes (2002), ada beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan
seseorang menderita rheumatoid arthritis yaitu :
1. Faktor genetic
Beberapa penelitian yang telah dilakukan melaporkan terjadinya rheumatoid arthritis
sangat terkait dengan faktor genetik. Delapan puluh persen orang kulit putih yang menderita
rheumatoid arthritis mengekspresikan HLA-DR1 atau HLA-DR4 pada MHC yang terdapat di
permukaan sel T. Pasien yang mengekspresikan antigen HLA-DR4 3,5 kali lebih rentan
terhadap rheumatoid arthritis.
2. Usia dan jenis kelamin
Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita daripada laki-laki dengan
rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini diasumsikan karena pengaruh dari hormon namun data ini
masih dalam penelitian. Wanita memiliki hormon estrogen sehingga dapat memicu sistem
imun. Onset rheumatoid arthritis terjadi pada orang- orang usia sekitar 50 tahun.
3. Infeksi
Infeksi dapat memicu rheumatoid arthritis pada host yang mudah terinfeksi secara
genetik. Virus merupakan agen yang potensial memicu rheumatoid arthritis seperti
parvovirus, rubella, EBV, borellia burgdorferi.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan dan gaya hidup juga dapat memicu rheumatoid arthritis seperti
merokok.
D. Manifestasi Klinis Reumatoid Arthritis
Ketika penyakit ini aktif gejala dapat termasuk kelelahan, kehilangan energi, kurangnya
nafsu makan, demam kelas rendah, nyeri otot dan sendi dan kekakuan. Otot dan kekauan
sendi biasanya paling sering di pagi hari. Disamping itu juga manifestasi klinis rheumatoid
arthritis sangat bervariasi dan biasanya mencerminkan stadium serta beratnya penyakit.
Rasa nyeri, pembengkakan, panas, eritema dan gangguan fungsi merupakan gambaran
klinis yang klasik untuk rheumatoid arthritis (Smeltzer & Bare, 2002).
Pola karakteristik dari persendian yang terkena adalah : mulai pada persendian kecil di
tangan, pergelangan, dan kaki. Secara progresif mengenai persendian, lutut, bahu, pinggul,
siku, pergelangan kaki, tulang belakang serviks, dan temporomandibular. Awitan biasanya
akut, bilateral dan simetris. Persendian dapat teraba hangat, bengkak, kaku pada pagi hari
berlangsung selama lebih dari 30 menit. Deformitas tangan dan kaki adalah hal yang umum.
Adapun tanda dan gejala yang umum ditemukan atau sangat serius terjadi pada lanjut
usia menurut Buffer (2010), yaitu: sendi terasa kaku pada pagi hari, bermula sakit dan
kekakuan pada daerah lutut, bahu, siku, pergelangan tangan dan kaki, juga pada jari-jari,
mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila diraba akan terasa hangat, terjadi
kemerahan dan terasa sakit/nyeri, bila sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam,
dapat terjadi berulang.
E. Patofisiologi Reumatoid Arthritis
RA merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang sendi. Reaksi autoimun
terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi dari proliferasi makrofag dan
fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel
endotel kemudian terjadi neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat
mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel inflamasi. Terbentuknya pannus akibat
terjadinya pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang mengalami
inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak rawan sendi dan tulang Respon
imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin, proteinase dan faktor pertumbuhan.
Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik (Surjana, 2009).
Pada rheumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya) terutama terjadi
dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial
dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan
mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot
(Smeltzer & Bare, 2002).
F. WOC Reumatoid Arthritis
Bakteri, mikro, virus
Peredaran darah
Masuk ke persendian
inflamasi
lingkunganHormonal Bakteri, mikro, virus
infeksiFactor genetik
G. Pemeriksaan Diagnostik Reumatoid Arthiritis
1. Laju enap darah (LED) dan C-Reactive Protein (CRP) menunjukkan adanya proses
inflamasi, akan tetapi memiliki spesifisitas yang rendah untuk RA. Tes ini berguna
untuk memonitor aktivitas penyakit dan responnya terhadap pengobatan.
sinovitis
Erosi tulang sendiinflamasi
Nyeri & bengkak Otot spasme & pendek Permukaan sendi tidak rata
Kerusakan pada rawan sendi
Fusi tulang yang membentuk sendi
deformitas
Reumatoid Arthritis
MK : Nyeri
MK : Intoleransi Aktivitas
MK : Resiko Cedera
2. Tes RhF (rheumatoid factor). Tes ini tidak konklusif dan mungkin mengindikasikan
penyakit peradangan kronis yang lain (positif palsu). Pada beberapa kasus RA,
tidak terdeteksi adanya RhF (negatif palsu). RhF ini terdeteksi positif pada sekitar 60-
70% pasien RA. Level RhF jika dikombinasikan dengan level antibodi anti-CCP dapat
menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
3. Tes antibodi anti-CCP (Cyclic Citrullinated Peptide) adalah tes untuk mendiagnosis
rheumatoid arthritis secara dini. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa tes tersebut
memiliki sensitivitas yang mirip dengan tes RhF, akan tetapi spesifisitasnya jauh lebih
tinggi dan merupakan prediktor yang kuat terhadap perkembangan penyakit yang erosif.
4. Tes hitung darah lengkap biasanya dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
inflamasi dan anemia yang berguna sebagai indikator prognosis pasien.
5. Analisis cairan sinovial. Peradangan yang mengarah pada rheumatoid arthritis
ditandai dengan cairan sinovial abnormal dalam hal kualitas dan jumlahnya yang
meningkat drastis. Sampel cairan ini biasanya diambil dari sendi (lutut), untuk kemudian
diperiksa dan dianalisis tanda-tanda peradangannya.
6. X-ray tangan dan kaki dapat menjadi kunci untuk mengidentifikasi adanya erosi dan
memprediksi perkembangan penyakit dan untuk membedakan dengan jenis artritis yang
lain, seperti osteoarthritis.
7. MRI dapat mendeteksi adanya erosi lebih dini jika dibandingkan dengan X-Ray.
8. USG dapat digunakan untuk memeriksa dan mendeteksi adanya cairan abnormal di
jaringan lunak sekitar sendi.
9. Scan tulang. Tes ini dapat digunakan untuk mendeteksi adanya inflamasi pada tulang.
10. Densitometri dapat mendeteksi adanya perubahan kepadatan tulang yang
mengindikasikan terjadinya osteoporosis.
H. Penatalaksanaan Reumatoid Arthritis
1. Terapi Farmakologik Artritis Reumatoid
Dalam jurnal “The Global Burden Of Rheumatoid Arthritis In The Year 2000”,
Obat-obatan dalam terapi RA terbagi menjadi lima kelompok, yaitu (Symmons, 2006) :
a. NSAID (Non-Steroid Anti-Inflammatory Drugs) untuk mengurangi rasa nyeri dan
kekakuan sendi.
b. Second-line agent seperti injeksi emas (gold injection), Methotrexat dan
Sulphasalazine. Obat-obatan ini merupakan golongan DMARD. Kelompok obat ini
akan berfungsi untuk menurukan proses penyakit dan mengurangi respon fase akut.
Obat-obat ini memiliki efek samping dan harus di monitor dengan hati-hati.
c. Steroid, obat ini memiliki keuntungan untuk mengurangi gejala simptomatis
dan tidak memerlukan montoring, tetapi memiliki konsekuensi jangka panjang yang
serius.
d. Obat-obatan immunosupressan. Obat ini dibutuhkan dalam proporsi kecil untuk
pasien dengan penyakit sistemik.
e. Agen biologik baru, obat ini digunakan untuk menghambat sitokin inflamasi.
Belum ada aturan baku mengenai kelompok obat ini dalam terapi RA.
2. Terapi non-Farmakologik Artritis Reumatoid
Terapi non-farmakologi untuk rheumatoid arthritis meliputi latihan, istirahat,
pengurangan berat badan dan pembedahan (Shiel, 2011).
a. Latihan
Penelitian menunjukkan bahwa olahraga sangat membantu mengurangi rasa sakit
dan kelelahan pada pasien rheumatoid arthritis serta meningkatkan fleksibilitas dan
kekuatan gerak. Tiga jenis olahraga yang disarankan adalah latihan rentang gerak, latihan
penguatan dan latihan daya tahan (aerobik). Aerobik air adalah pilihan yang sangat baik
karena dapat meningkatkan jangkauan gerak dan daya tahan, juga dapat menjaga berat
badan dari sendi-sendi tubuh bagian bawah.
b. Istirahat
Istirahat merupakan komponen esensial pada terapi non- farmakologi RA.
Istirahat dapat menyembuhkan stres dari sendi yang mengalami peradangan dan
mencegah kerusakan sendi yang lebih parah. Tetapi terlalu banyak istirahat (berdiam
diri) juga dapat menyebabkan imobilitas, sehingga dapat menurunkan rentang gerak dan
menimbulkan atrofi otot. Pasien hendaknya tetap menjaga gerakan dan tidak berdiam
diri terlalu lama. Dalam kondisi yang mengharuskan pasien duduk lama, pasien
mungkin dapat beristirahat sejenak setiap jam, berjalan-jalan sambil meregangkan
dan melenturkan sendi (Schuna, 2008).
c. Pengurangan berat badan
Menurunkan berat badan dapat membantu mengurangi stres pada sendi dan
dapat mengurangi nyeri. Menjaga berat badan tetap ideal juga dapat mencegah kondisi
medis lain yang serius seperti penyakit jantung dan diabetes. Pasien hendaknya
mengkonsumsi makanan yang bervariasi, dengan memperbanyak buah dan sayuran,
protein tanpa lemak dan produk susu rendah lemak. Berhenti merokok akan mengurangi
risiko komplikasi rheumatoid arthritis.
d. Pembedahan
Jika terapi obat gagal mencegah atau memperlambat kerusakan sendi, tindakan
pembedahan mungkin dapat dipertimbangkan untuk memperbaiki sendi yang rusak.
Pembedahan dapat membantu mengembalikan kemampuan penggunaan sendi,
mengurangi rasa sakit dan mengurangi kecacatan. Pembedahan yang dilakukan antara
lain sebagai berikut (Harms, 2009):
1) Artoplasti (penggantian total sendi). Bagian sendi yang rusak akan diganti dengan
prostesis yang terbuat dari logam dan plastik.
2) Perbaikan tendon. Peradangan dan kerusakan sendi dapat menyebabkan
tendon di sekitar sendi menjadi longgar atau pecah. Untuk itu, perlu dilakukan
perbaikan tendon di sekitar sendi.
3) Sinovektomi (penghapusan lapisan sendi). Lapisan sendi yang meradang dan
menyebabkan nyeri dapat dihilangkan.
4) Artrodesis (fusi sendi). Fusi sendi mungkin direkomendasikan untuk menstabilkan
atau menyetel kembali sendi dan dapat mengurangi nyeri ketika penggantian sendi
tidak menjadi suatu pilihan.
Pembedahan berisiko menyebabkan perdarahan, infeksi dan nyeri, sehingga sebelum
dilakukan tindakan, harus diperhitungkan dulu manfaat dan risikonya.
I. Asuhan Keperawatan Reumatoid Arthritis
1. Kasus
Seorang perempuan umur 58 tahun, ibu rumah tangga, dibawa ke poliklinik
dengan keluhan nyeri lutut yang dialami sejak 3 bulan terakhir ini, terutama saat
berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku di pagi hari (+), berlangsung sekitar
10-15 menit, bengkak kedua lutut namun tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri
pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat simetris. Penderita juga menderita kencing
manis dan berobat teratur di poliklinik endokrin. Berat badan 65Kg dan tinggi badan
162cm.
2. Pengkajian
a. Keluhan Utama
Ny.58 dengan keluhan nyeri lutut yang dialami sejak 3 bulan terakhir ini,
terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaku di pagi hari (+), berlangsung sekitar 10-15 menit, bengkak kedua lutut
namun tidak ada tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat
simetris. Penderita juga menderita kencing manis
c. Pemeriksaan Fisik.
1) Keadaan Umum.
Ny.58 dengan keluhan nyeri lutut yang dialami sejak 3 bulan terakhir
ini, terutama saat berjalan, sulit berdiri dari posisi jongkok. Kaku di pagi hari
(+), berlangsung sekitar 10-15 menit, bengkak kedua lutut namun tidak ada
tanda-tanda kemerahan. Nyeri pada jari-jari tangan (+), tidak bersifat simetris.
Penderita juga menderita kencing manis.
2) Tanda – Tanda Vital.
TD = 150 / 90 mmhg R = 24 kali /menit. HR = 80 kali/menit
TB = 162 cm. BB = 65 Kg
3) Pemeriksaan Head to toe.
Pemeriksaan kepala
Inspeksi :
Bentuk : simetris
Rambut: warna rambut hitam dan beruban, tidak ada ketombe
Palpasi: tidak terdapat benjolan, dan nyeri tekan
Pemeriksaan mata
Inspeksi
Konjungtiva : tidak anemis
Sclera : tidak anemis
Pupil : terlihat pelebaran pupil. Lensa mata normal.
Pemeriksaan hidung
Inskpeksi: bentuk hidung simetris, tidak ada polip maupun peradangan, tidak
ada sekret.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan.
Pemeriksaan mulut
Inspeksi : bibir hitam, sudut bibir pecah-pecah, gusi tidak berdarah.
Pemeriksaan telinga
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Fungsi pendengaran normal.
Pemeriksaan leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran getah bening
Palpasi : tidak ada pembesaran getah bening kelenjer tiroid
Pemeriksaan thorak
Jantung
Inspeksi : iktus terlihat
Palpasi : iktus teraba.
Perkusi : redup
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 dan 2 normal.
Paru- paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan saat inspirasi dan ekspirasi
Palpasi : vokal femoris teraba, simetris kiri dan kanan.
Perkusi : sonor
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler.
Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tidak terdapat lesi, tidak ada luka bekas operasi.
Auskultasi : bising usus tidak normal 36 x / menit.
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : bunyi tympani untuk semua daerah abdomen
Pemeriksaan Tangan
Inspeksi : Tidak simetris
Palpasi : Terdapat nyeri tekan
Pemeriksaan Kaki
Inspeksi : bengkak pada kedua lutut namun tidak ada tanda kemerahan
Palpasi : terdapat nyeri tekan
Pemeriksaan Mulkusskletal
Kesimetrian otot : Pada jari tangan tidak simetris
Pemeriksaan edema : Bengkak pada kedua lutut
Kekuatan otot : kekuatan otot telah berkurang.Dimana klien
mengalami kesulitan berjalan.
Pemeriksaan Neurologis
Tingkat kesadaran : Kesadaran klien kompos mentis, masih
bisa berkomunikasi dengan perawat secara langsung
Status Mental : Kondisi Emosi dan Perasaan Dalam keadaan
stabil
Fungsi Motorik
Cara berjalan : Klien sulit berjalan
3. Analisa data
DATA ETIOLOGY MASALAH
DS :
Klien mengatakan
bahwa nyeri lutut yang
dialami sejak 3 bulan terakhir
ini dan nyeri pada jari-jari
tangan.
DO :
Klien terlihat nyeri di
lutut dan jari-jari
tangan, serta tidak
simetris.
Penurunan fungsi
tulang
Nyeri akut
DS : Perubahan otot Intoleransi
Klien mengatakan sulit
saat berjalan, sulit berdiri dari
posisi jongkok
DO :
Klien terlihat sulit
berjalan karena nyeri di
lututnya
Klien terlihat sulit
berdiri dari posisi
jongkok
lemah aktivitas
Prioritas Diagnosa Keperawatan.
a. Nyeri berhubungan dengan penurunan fungsi tulang
b. Intolerasi aktivitas berhubungan dengan perubahan otot lemah
4. Rencana Asuhan Keperawatan (Intervensi)
NO.
Dx
TUJUAN/
KRITERIA HASIL
RENCANA KEPERAWATAN
INTERVENSI RASIONAL
1. Setelah dilakukan
tidakan keperawatan
selama 3x24 jam
Klien merasa nyeri
berkurang.
Kriteria Hasil :
Klien tidak
mengeluh karena
nyeri berkurang
1.Kaji nyeri, lokasi,
karakteristik,deraj
at (skala 0-10)
2.Sering atur posisi yang
nyaman untuk
mengurangi nyeri.
1. Membantu dalam
menentukan
managemen nyeri
2. Dengan memposisikan
klien senyaman
mungkin agar
mengurangi tekanan
dan mencegah otot-otot
menjadi tegang
sehingga menurunkan
3.Berikan obat
sesuai indikasi.
rasa nyeri
3. menaikkan
relaksasi dan
sebagai terapi
pengobatan.
2. Setelah dilakukan
tidakan keperawatan
selama 3x24 jam
Klien mampu
berpartisipasi
pada aktivitas
yang
didinginkan.
Dengan criteria
hasil
Berpartisipasi
dalam aktifitas
fisik yang
dibutuhkan
1. 1. Perhatikan
istirahat tirah
baring/ duduk jika
diperlukan.
2. 2. Bantu bergerak
dengan bantuan
seminimal mungkin.
3.
4. 3. Dorong klien
mempertahankan
postur tegak, duduk
tinggi dan berjalan.
5.
6. 4. Berikan obat-obat
sesuai dengan
indikasi.
1. 1. Untuk mencegah
kelelahan dan
mempertahankan
kekuatan.
2. Menaikkan fungsi
sendi, kekuatan
otot dan stamina
umum.
3. 3. Memaksimalkan
fungsi sendi dan
mempertahankan
mobilitas.
4. Untuk menekan
inflamasi sistemik
akut.