resume kdrt

31
A. KONSEP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. TEORI DAN MITOS KEKERASAN a. Teori Kekerasan itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. ditinjau dari sisi ilmu psikologi, kekerasan tersebut merupakan manifestasi dari agresi. Agresi itu sendiri juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara teoritis, ada beberapa teori yang dapat menjelaskan mengapa agresi itu bisa terjadi. Tetapi jika dijelaskan satu-persatu, tentunya akan memakan waktu yang banyak. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan mengapa hingga munculnya agresi dalam diri seseorang, yang dimanifestasikan dalam bentuk kekerasan. Agresi itu sendiri merupakan tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/intitusi lain yang sejatinya disengaja (Sarwono, 2009). Dalam buku Psikologi Sosial , S.Sarwono menjelaskan tentang beberapa penyebab agresi. Dimulai dari perspektif biologi. Penelitian menunjukan bahwa hormon androgen dan testosterone memiliki peranan dalam perilaku agresi dan sering dihubungkan dengan tema kekerasan. Dan secara kebetulan, kedua hormon tersebut dimiliki oleh pria. Selanjutnya ada bagian dari otak juga yang terkait dengan tingkah laku agresi yaitu hipotalamus, yang merupakan bagian kecil dari otak yang

Upload: muzwa-wasilah

Post on 09-Feb-2016

51 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Resume Kdrt

A. KONSEP KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

I. TEORI DAN MITOS KEKERASAN

a. Teori

Kekerasan itu sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti perbuatan

seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau

menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. ditinjau dari sisi ilmu psikologi,

kekerasan tersebut merupakan manifestasi dari agresi. Agresi itu sendiri juga dapat

disebabkan oleh beberapa faktor. Secara teoritis, ada beberapa teori yang dapat menjelaskan

mengapa agresi itu bisa terjadi. Tetapi jika dijelaskan satu-persatu, tentunya akan memakan

waktu yang banyak.

Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan mengapa hingga munculnya agresi dalam

diri seseorang, yang dimanifestasikan dalam bentuk kekerasan. Agresi itu sendiri merupakan

tindakan melukai yang disengaja oleh seseorang/institusi terhadap orang/intitusi lain yang

sejatinya disengaja (Sarwono, 2009).

Dalam buku Psikologi Sosial, S.Sarwono menjelaskan tentang beberapa penyebab

agresi. Dimulai dari perspektif biologi. Penelitian menunjukan bahwa hormon androgen dan

testosterone memiliki peranan dalam perilaku agresi dan sering dihubungkan dengan tema

kekerasan. Dan secara kebetulan, kedua hormon tersebut dimiliki oleh pria. Selanjutnya ada

bagian dari otak juga yang terkait dengan tingkah laku agresi yaitu hipotalamus, yang

merupakan bagian kecil dari otak yang terletak dibawah otak, yang berfungsi untuk menjaga

homeostatis serta membentuk tingkah laku vital.

Psikologi individual yang dikemukakan oleh Alfred Adler, menyatakan bahwa setiap

manusia memiliki rasa inferioritas dalam dirinya, yang merupakan rasa ketidakmampuan dan

ketidakberdayaan (Suryabrata, 2008). Dalam dinamikanya, manusia berusaha untuk

mencapai superioritas yang merupakan kesempurnaan atau kemajuan. Untuk mencapai hal

itu, manusia melakukan kompensasi untuk mengarah kepada superioritas. Kompensasi disini

bisa bersifat negative ataupun positif. Orang yang melakukan kekerasan dalam rumah tangga

mungkin mengalami inferioritas dikarenakan dirinya tidak cukup mampu untuk membiayai

keluarganya, merasa tidak cukup baik untuk keluarganya dan lain sebagainya. Seperti yang

sudah dinyatakan sebelumnya pada umumnya orang yang melakukan agresi cenderung

memiliki self esteem yang rendah. Untuk menuju kearah superioritas, seperti yang dikatakan

oleh Adler, orang tersebut akan melakukan kompensasi, dengan cara melakukan agresi agar

Page 2: Resume Kdrt

korban dapat tunduk terhadap dirinya. Dengan begitu maka dia akan merasa dapat mencapai

superioritasnya.

MenurutWalker dan Gelles (dalam Frederick & Foreman, 1984) mengatakan bahwa

KDRT cenderung mengikuti alur sebuah siklus atau lingkaran kekerasan berulang terhadap

istri (cycle of violence). Inilah yang sedikit banyak menjelaskan mengapa masih banyak kasus

KDRT yang tidak dilaporkan. Siklus kekerasan tersebut adalah: (i) fase ketegangan; (ii) fase

penganiayaan; dan (iii) fase bulan madu. Ketiga fase ini membentuk siklus sedemikian rupa

Fase ketegangan dimulai dari dilakukannya verbal abuse oleh si pelaku dan korban

biasanya mencoba mengontrol situasi dengan berusaha menyenangkan hati si pelaku. Tapi

usaha korban bisa terbilang sia-sia dan ketika tekanan mulai bertambah, dia akan berpindah

pada fase penganiayaan. Pada fase ini, kekerasan fisik sudah terjadi. Hal ini biasanya dipicu

oleh kejadian-kejadian eksternal yang mengganggu keadaan emosi si pelaku. Situasi di fase

ini berada dibawah kontrol korban dan tidak dapat diprediksi. Biasanya, setelah menganiaya

istri maka suami akan merasa menyesal, menghibah, memohon maaf. Selanjutnya, istri akan

luluh dengan hibahan suami. Keadaan terakhir ini dikenal dengan fase bulan madu, ketika

relasi kembali rukun. Fase terakhir tersebut adalah fase yang krusial karena dari banyak

penelitian, setelah fase bulan madu berakhir, siklus kekerasan cenderung terulang lagi.

Dikatakan, sekali melakukan kekerasan, cenderung terulang kembali dan membentuk siklus

sedemikian rupa. Siklus ini yang perlu dipintas dan diantisipasi

b. Mitos

Debora Sinclair dalam bukunya Memberdayakan Perempuan Korban Kekerasan dalam

Rumah Tangga/Hubungan Intim, merumuskan sejumlah mitos yang membuat pelaku

kekerasan dimaafkan dan dibebaskan begitu saja, diantaranya adalah :

1. Mitos: Lelaki pelaku kekerasan memiliki penyakit mental.

Realitas: Jika lelaki benar-benar sakit mental, dia tidak memiliki kemampuan untuk

memilih sasaran atau mengendalikan pola perilaku kekerasan. Sementara yang terjadi

dalam KDRT, sebagian besar lelaki yang melakukan kekerasan akan menyembunyikan

tindakan di dalam rumah. Serangan diarahkan ke bagian yang tidak terlihat bekasnya.

Artinya pelaku sudah memiliki perencanaan dan pemikiran tentang pola kekerasannya.

Suami pelaku KDRT juga tidak akan menyerang orang lain, misalnya teman kerja, bila

mengatami frustrasi dan hanya menyasar istrinya di rumah

2. Mitos: Alkohol menyebabkan lelaki memukul pasangannya.

Page 3: Resume Kdrt

Realitas: Alkohol memfasilitasi penggunaan kekuatan fisik dengan memungkinkan

pelaku melepaskan tanggungjawab perilakunya pada hal lain, dalam hal ini alkohol

3. Mitos: Hanya perempuan miskin yang dipukuli

Realitas: Kekerasan terhadap perempuan terjadi di semua kalangan dan kelas sosial.

Korban kekerasan yang kebanyakan perempuan tak hanya perempuan putus sekolah,

namun juga berpendidikan tinggi, ibu rumah tangga, hingga pekerja di perkotaan.

Kekerasan yang dialami perempuan dari kelas sosial atas seringkali disembunyikan atau

tersembunyi. Karena pihak perempuan akan mengalami banyak kehilangan jika membuka

situasi yang dialaminya

4. Mitos: Pihak perempuan yang memprovokasi sehingga pantas memperoleh perlakuan

kekerasan

Realitas: Tidak ada seorangpun yang pantas dipukuli. Provokasi hanyalah sekadar alasan

dari pelaku untuk melepaskan diri dari tanggungjawab tindakannya. Pandangan ini hanya

mencari kesalahan korban. Jika pelaku dibenarkan tindakannya dan dimaklumi, kekerasan

akan terus meningkat dan membuat kekerasan menjadi metode penyelesaian masalah

yang dapat diterima. Pelaku lantas semakin yakin bahwa ia boleh dan berhak

menggunakan kekerasan

5. Mitos: Jika perempuan terganggu oleh kekerasan, harusnya bicara tak hanya diam

Realitas: Korban kekerasan merahasiakan apa yang dialaminya. Mereka percaya bahwa

mereka dan orang-orang yang dicintai, termasuk anak-anak, akan berada dalam risiko

besar jika berbicara tentang kejadian yang dialami. Korban juga sangat malu

membicarakannya dan berpikir kekerasan terjadi karena kesalahan perempuan sendiri.

Posisi perempuan semakin rentan karena mereka kerapkali pasif dan penurut, karena

peran yang dibentuk sejak lama yang dilabelkan pada perempuan

II. DEFINISI

Menurut UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga, definisi kekerasan dalam rumah tangga adalah perbuatan terhadap seseorang

terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga.

Menurut UU PKDRT No. 23 Tahun 2004 Pasal 2 lingkup rumah tangga meliputi :

a. Suami, isteri, dan anak

Page 4: Resume Kdrt

b.Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang suami, istri, dan anak

karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap

dalam rumah tangga; dan/atau

c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-undang RI no. 23 tahun 2004 adalah

setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya

kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan atau penelantaran rumah

tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau pe-rampasan

kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

III. ETIOLOGI

Adapun faktor-faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga

khususnya yang dilakukan oleh suami terhadap istri, yaitu :

1. Adanya hubungan kekuasaan yang tidak seimbang antara suami dan istri. Anggapan bahwa

suami lebih berkuasa dari pada istri telah terkonstruk sedemikian rupa dalam keluarga dan

kultur serta struktur masyarakat. Bahwa istri adalah milik suami oleh karena harus

melaksanakan segala yang diinginkan oleh yang memiliki. Hal ini menyebabkan suami

menjadi merasa berkuasa dan akhirnya bersikap sewenang-wenang terhadap istrinya.

2. Ketergantungan ekonomi.

Faktor ketergantungan istri dalam hal ekonomi kepada suami memaksa istri untuk menuruti

semua keinginan suami meskipun ia merasa menderita. Bahkan, sekalipun tindakan keras

dilakukan kepadanya ia tetap enggan untuk melaporkan penderitaannya dengan pertimbangan

demi kelangsungan hidup dirinya dan pendidikan anak-anaknya. Hal ini dimanfaatkan oleh

suami untuk bertindak sewenang-wenang kepada istrinya.

3. Kekerasan sebagai alat untuk menyelesaikan konflik.

Faktor ini merupakan faktor dominan ketiga dari kasus kekerasan dalam rumah tangga.

Biasanya kekerasan ini dilakukan sebagai pelampiasan dari ketersinggungan, ataupun

kekecewaan karena tidak dipenuhinya keinginan, kemudian dilakukan tindakan kekerasan

dengan tujuan istri dapat memenuhi keinginannya dan tidak melakukan perlawanan. Hal ini

didasari oleh anggapan bahwa jika perempuan rewel maka harus diperlakukan secara keras

Page 5: Resume Kdrt

agar ia menjadi penurut. Anggapan di atas membuktikan bahwa suami sering menggunakan

kelebihan fisiknya dalam menyelesaikan masalah rumah tangganya.

4. Persaingan

Jika di muka telah diterangkan mengenai faktor pertama kekerasan dalam rumah tangga

adalah ketimpangan hubungan kekuasaan antara suami dan istri. Maka di sisi lain,

perimbangan antara suami dan istri, baik dalam hal pendidikan, pergaulan, penguasaan

ekonomi baik yang mereka alami sejak masih kuliah, di lingkungan kerja, dan lingkungan

masyarakat di mana mereka tinggal, dapat menimbulkan persaingan dan selanjutnya dapat

menimbulkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga. Bahwa di satu sisi suami tidak mau

kalah, sementara di sisi lain istri juga tidak mau terbelakang dan dikekang.

5. Frustasi

Terkadang pula suami melakukan kekerasan terhadap istrinya karena merasa frustasi tidak

bisa melakukan sesuatu yang semestinya menjadi tanggung jawabnya. Hal ini biasa terjadi

pada pasangan yang :

a) Belum siap kawin (Syarat-syarat perkawinan dijelaskan dalam Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Bab II Pasal 6 hingga

Pasal 12).

b) Suami belum memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap yang mencukupi kebutuhan

rumah tangga.

c) Masih serba terbatas dalam kebebasan karena masih menumpang pada orang tua atau

mertua.

Dalam kasus ini biasanya suami mencari pelarian kepada mabuk-mabukan dan perbuatan

negatif lain yang berujung pada pelampiasan terhadap istrinya dengan memarahinya,

memukulnya, membentaknya dan tindakan lain yang semacamnya.

6. Kesempatan yang kurang bagi perempuan dalam proses hukum

Pembicaraan tentang proses hukum dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga tidak

terlepas dari pembicaraan hak dan kewajiban suami istri. Hal ini penting karena bisa jadi

laporan korban kepada aparat hukum dianggap bukan sebagai tindakan kriminal tapi hanya

kesalahpahaman dalam keluarga. Hal ini juga terlihat dari minimnya KUHAP membicarakan

mengenai hak dan kewajiban istri sebagai korban, karena posisi dia hanya sebagai saksi

Page 6: Resume Kdrt

pelapor atau saksi korban. Dalam proses sidang pengadilan, sangat minim kesempatan istri

untuk mengungkapkan kekerasan yang ia alami.

IV. BENTUK

Mengacu kepada UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 5 tentang Penghapusan Kekerasan

dalam Rumah tangga, kekerasan dalam rumah tangga dapat berwujud :1

1. Kekerasan Fisik

2. Kekerasan Psikis

3. Kekerasan Seksual

4. Penelantaran rumah tangga

1. Kekerasan fisik menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 6 Kekerasan fisik adalah perbuatan

yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Kekerasan fisik yang dialami

korban seperti: pemukulan menggunakan tangan maupun alat seperti (kayu, parang),

membenturkan kepala ke tembok, menjambak rambut, menyundut dengan rokok atau dengan

kayu yang bara apinya masih ada, menendang, mencekik leher.

Kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

➢ penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau

➢ denda paling banyak Rp 15 juta

Kekerasan fisik yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat

➢ penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; atau

            ➢ denda paling banyak Rp 30 juta

Kekerasan fisik yang mengakibatkan matinya korban

➢ penjara paling lama 15 (lima belas) tahun; atau                                 

➢ denda paling banyak Rp 45 juta

Kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata

pencaharian atau kegiatan sehari-hari

➢ penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau

➢ denda paling banyak Rp 5 juta

2. Kekerasan psikis menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 7

Page 7: Resume Kdrt

Kekerasan psikis adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya

diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis

berat pada seseorang. Kekerasan psikis berupa makian, ancaman cerai, tidak memberi nafkah,

hinaan, menakut-nakuti, melarang melakukan aktivitas di luar rumah.

Kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga

   ➢ penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau

            ➢ denda paling banyak Rp 9 juta

Kekerasan psikis yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata

pencaharian atau kegiatan sehari-hari

            ➢ penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau

            ➢ denda paling banyak Rp 3 juta

3. Kekerasan seksual menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 8 Kekerasan seksual meliputi

pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup

rumah tangga tersebut, maupun pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam

lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.

Kekerasan seksual seperti memaksa isteri melakukan hubungan seksual walaupun isteri

dalam kondisi lelah dan tidak siap termasuk saat haid, memaksa isteri melakukan hubungan

seks dengan laki-laki lain.

Kekerasan seksual

            ➢ penjara paling lama 12 tahun; atau

            ➢ denda paling banyak Rp 36 juta

Memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual

            ➢ penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun; atau

            ➢ denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 300 juta

Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama

sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu

terus menerus atau1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan,

atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi

            ➢ penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun; atau

            ➢ denda paling sedikit 25 juta dan paling banyak 500 juta

4. Penelantaran rumah tangga menurut UU No. 23 Tahun 2004 Pasal 9

Page 8: Resume Kdrt

Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah

tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau

perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang

tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan

ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak

di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.

Penelantaran seperti meninggalkan isteri dan anak tanpa memberikan nafkah, tidak

memberikan isteri uang dalam jangka waktu yang lama bahkan bertahun-tahun.

Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga; atau Menelantarkan orang lain yang

berada di bawah kendali

            ➢ penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau

            ➢ denda paling banyak Rp 15 juta

Pidana Tambahan Selain ancaman pidana penjara dan/atau denda tersebut di atas, hakim

dapat men-jatuhkan pidana tambahan berupa:

            • PEMBATASAN GERAK pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari

korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;

            • PENETAPAN pelaku mengikuti program KONSELING di bawah pengawasan

lembaga tertentu 

V. DAMPAK

Karena kekerasan sebagaimana tersebut di atas terjadi dalam rumah tangga, maka

penderitaan akibat kekerasan ini tidak hanya dialami oleh istri saja tetapi juga anak-anaknya.

Adapun dampak kekerasan dalam rumah tangga yang menimpa istri adalah:

1) Kekerasan fisik langsung atau tidak langsung dapat mengakibatkan istri menderita

rasa sakit fisik dikarenakan luka sebagai akibat tindakan kekerasan tersebut.

2) Kekerasan seksual dapat mengakibatkan turun atau bahkan hilangnya gairah seks,

karena istri menjadi ketakutan dan tidak bisa merespon secara normal ajakan

berhubungan seks.

3) Kekerasan psikologis dapat berdampak istri merasa tertekan, shock, trauma, rasa

takut, marah, emosi tinggi dan meledak-ledak, kuper, serta depresi yang mendalam.

4) Kekerasan ekonomi mengakibatkan terbatasinya pemenuhan kebutuhan sehari-hari

yang diperlukan istri dan anak-anaknya. 1

Sebagaimana telah disebutkan di atas, bahwa kekerasan tersebut juga dapat berdampak

pada anak-anak. Adapun dampak-dampak itu dapat berupa efek yang secara langsung

Page 9: Resume Kdrt

dirasakan oleh anak, sehubungan dengan kekerasan yang ia lihat terjadi pada ibunya, maupun

secara tidak langsung. Bahkan, sebagian dari anak yang hidup di tengah keluarga seperti ini

juga diperlakukan secara keras dan kasar karena kehadiran anak terkadang bukan meredam

sikap suami tetapi malah sebaliknya.

Menyaksikan kekerasan adalah pengalaman yang amat traumatis bagi anak-anak.

Kekerasan dalam rumah tangga yang dialami anak-anak membuat anak tersebut memiliki

kecenderungan seperti gugup, gampang cemas ketika menghadapi masalah, sering ngompol,

gelisah dan tidak tenang, jelek prestasinya di sekolah, mudah terserang penyakit seperti sakit

kepala, perut, dan asma, kejam kepada binatang. Ketika bermain sering meniru bahasa yang

kasar, berperilaku agresif dan kejam, suka minggat, dan suka melakukan pemukulan terhadap

orang lain yang tidak ia sukai. Kekerasan dalam rumah tangga yang ia lihat adalah sebagai

pelajaran dan proses sosialisasi bagi dia sehingga tumbuh pemahaman dalam dirinya bahwa

kekerasan dan penganiayaan adalah hal yang wajar dalam sebuah kehidupan berkeluarga.

Pemahaman seperti ini mengakibatkan anak berpendirian bahwa:

Satu-satunya jalan menghadapi stres dari berbagai masalah adalah dengan melakukan

kekerasan

2. Tidak perlu menghormati perempuan

3. Menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan berbagai persoalan adalah baik dan

wajar

4. Menggunakan paksaan fisik untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan adalah wajar

dan baik-baik saja.

Di samping dampak secara langsung terhadap fisik dan psikologis sebagaimana

disebutkan di atas, masih ada lagi akibat lain berupa hubungan negatif dengan lingkungan

yang harus ditanggung anak seperti:1

1. Harus pindah rumah dan sekolah jika ibunya harus pindah rumah karena menghindari

kekerasan.

2. Tidak bisa berteman atau mempertahankan teman karena sikap ayah yang membuat

anak terkucil.

3. Merasa disia-siakan oleh orang tua

Kebanyakan anak yang tumbuh dalam rumah tangga yang penuh kekerasan akan tumbuh

menjadi anak yang kejam. Penelitian membuktikan bahwa 50% - 80% laki-laki yang

memukuli istrinya atau anak-anaknya, dulunya dibesarkan dalam rumah tangga yang

Page 10: Resume Kdrt

bapaknya sering melakukan kekerasan terhadap istri dan anaknya. Mereka tumbuh dewasa

dengan mental yang rusak dan hilangnya rasa iba serta anggapan bahwa melakukan

kekerasan terhadap istri adalah bisa diterima.

VI. KARAKTERISTIK

Banyak wanita menganggap kekerasan dalam rumah tangga sebagai suatu hal yang tabu.

Itulah mengapa mereka cenderung menutupi penderitaan fisik dan psikologis yang dilakukan

pasangannya. Adanya sikap posesif terhadap korban ataupun perilaku mengisolasi korban

dari dunia luar dapat dilihat sebagai tanda awal KDRT. Korban biasanya tampak depresi,

sangat takut pada pengunjung/pasien lainnya dan yang merawatnya, termasuk pegawai rumah

sakit. Perhatikan perubahan sikap korban. Mereka akan cenderung menarik diri dari

lingkungan sosialnya. Mereka umumnya tak ingin orang sekitarnya melihat tanda-tanda

kekerasan pada diri mereka. Kontak mata biasanya buruk. Korban menjadi pendiam. Korban

harus diperiksa secara menyeluruh untuk memeriksa dengan teliti tanda-tanda kekerasan yang

pada umumnya tersembunyi. Sebagai contoh, kulit kepala dapat menunjukkan tanda tanda

kekerasan. Korban juga akan mencoba untuk menyembunyikan atau menutupi luka-lukanya

dengan memakai riasan wajah tebal, leher baju yang tinggi, rambut palsu atau perhiasan.

a. Karakteristik Luka Korban KDRT

Karakteristik luka yang disebabkan oleh adanya KDRT, biasanya menunjukkan

gambaran sebagai berikut:

1) Luka bilateral, terutama pada ekstremitas.

2) Luka pada banyak tempat.

3) Kuku yang tergores, luka bekas sundutan rokok yang terbakar, atau bekas tali yang

terbakar.

4) Luka lecet, luka gores minimal, bilur.

5) Perdarahan subkonjungtiva yang diduga karena adanya pukulan pada bagian mata

sehingga melukai struktur dalam mata, bisa juga terjadi jika berlaku perlawanan yang

kuat antara korban dengan pelaku sehingga secara tidak sengaja melukai korban.

b. Bentuk Luka

Bentuk luka dapat karena benda tumpul, benda tajam (goresan atau tikaman) atau

karena panas.

Page 11: Resume Kdrt

1) Kekerasan Tumpul

Kekerasan tumpul yang melukai kulit merupakan luka yang paling sering terjadi, berupa luka

memar, lecet dan luka goresan. Adanya luka memar yang sirkuler ataupun yang linier

memberi kesan adanya penganiayaan. Penganiayaan dengan menggunakan ikat pinggang atau

kawat menyebabkan luka memar yang datar,dan penganiayaan dengan sol atau hak sepatu

akan menyebabkan luka memar pada korban yang ditendang.

2) Memar

Beberapa petunjuk dasar tentang penampakan luka memar sebagai berikut:

a) Waktu merah, biru, ungu, atau hitam dapat terjadi kapan saja dalam waktu 1 jam

setelah trauma sebagai resolusi dari memar. Gambaran warna merah tidak dapat

digunakan untuk memperkirakan umur memar.

b) Memar dengan gradasi warna kuning umurnya lebih dari 18 jam.

c) Meskipun warna memar kuning, coklat, atau hijau merupakan indikasi luka yang

lama, tetapi untuk mendapatkan waktu yang spesifik sulit.

3) Bekas Gigitan

Merupakan bentuk luka lain yang sering ada pada domestic violence. Beberapa bentukan

gigitan ini sulit untuk dikenali, misalnya penampakan memar semisirkuler yang non spesifik,

luka lecet, atau luka lecet memar, dan masih banyak lagi gambaran yang dapat dikenali

karena lokasi anatomi dari gigitan dan pergerakan tidak tetap pada kulit.

4) Bekas Kuku

Ada 3 macam tanda bekas kuku yang mungkin terjadi, bisa tunggal atau kombinasi, yaitu

sebagai berikut:4

a) Impression marks

Bentukan ini merupakan akibat patahnya kuku pada kulit. Bentuknya seperti koma

atau setengah lingkaran.

b) Scratch marks

Bentuk ini superficial dan memanjang, kedalamannya sama dengan kedalaman kuku.

Bentukan ini terjadi karena wanita yang menjadi korban berkuku panjang.

c) Claw marks

Bentukan ini terjadi ketika kulit terkoyak, dan tampak lebih menyeramkan.

Page 12: Resume Kdrt

VII. PENCEGAHAN

Lima tingkat pencegahan KDRT:

1. Promosi kesehatan

Peningkatan kesadaran masyarakat akan kesetaraan gender pada kehidupan keluarga

dan masyarakat

2. Perlindungan Khusus

Peningkatan kesadaran gender dan bahaya KDRT:

Pasangan yang mau menikah

Orang tua

Anak sekolah

Guru

Masyarakat

Tokoh agama

Dokter, mahasiswa

Ahli hukum

3. Diagnosa dini dan pengobatan segera

Screening kelompok resiko tinggi

Screening di klinik gawat darurat

Konsultasi keluarga

Klinik kesehatan jiwa

4. Pencegahan cacad

Pendampingan psikologis, medis, sosial, ekonomi, hukum

Peningkatan kepercayaan diri korban

Krisis center

5. Rehabilitasi korban anak pelaku

( sumber : keperawatan kesehatan komunitas: teori dan praktik dakam keperawatan

hal. 197 )

VIII. HAK KORBAN DAN KEWAJIBAN PEMERINTAH

a. Hak korban

Page 13: Resume Kdrt

Mendapatkan perlindungan keluarga, kepolisian, kejaksaan, advokat dan lembaga

sosial.

Mendapat pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medisnya.

Mendapat penanganan khusus berkaitan dengan kerahasiaan dan privasi korban.

Mendapat pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum.

Mendapat pelayanan bimbingan rohani.

b. Kewajiban pemerintah

Merumuskan kebijakan tentang penghapusan KDRT

Menyelenggaraka komunikasi, informasi dan edukasi tentang KDRT

Meneyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang KDRT

Meneyelengarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu KDRT serta

menetapkan standar dan akreditasi pelayanan yang sensitif gender.

IX. ASPEK HUKUM

Dengan telah disahkan Undang-Undang No.23 tahun tahun 2004 mengenai Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab dan 56 pasal, diharapkan

adanya perlindungan hukum bagi anggota keluarga khususnya perempuan, dari segala tindak

kekerasan dalam rumah tangga. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak

mengenal istilah kekerasan dalam rumah tangga. KUHP hanya mengatur secara terbatas

ruang lingkup kekerasan dalam rumah tangga, sebagai berikut:4

1) Pasal 351 – 356 KUHP mengatur penganiayaan, yang berarti hanya terbatas pada

kekerasan fisik. Pasal-pasal ini hanya mengatur sanksi pidana penjara atau denda dan sanksi

lebih ditujukan untuk penjeraan (punishment). Padahal bentuk kekerasan dalam rumah tangga

memiliki tingkat kekerasan yang beragam, terutama bila dilihat dari dampak kekerasan

terhadap korban yang semestinya dikenakan penerapan sanksi yang berbeda.

2) Pasal 285 – 296 yang mengatur perkosaan dan perbuatan cabul, belum sepenuhnya

mengakomodir segala bentuk kekerasan seksual. KUHP tidak mengenal lingkup rumah

tangga. KUHP tidak mengatur alternatif hukuman kecuali hanya pidana penjara, yang mana

membuat dilema tersendiri bagi korban. KUHP tidak mengatur hak-hak korban, layanan-

layanan darurat bagi korban serta kompensasi.

3) Pasal 90 KUHP, luka berat berarti:

a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh

sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya mati.

Page 14: Resume Kdrt

b. Tidak mampu untuk terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau

pekerjaan pencarian.

c. Kehilangan salah satu panca indera.

d. Mendapat cacat berat.

e. Menderita sakit lumpuh.

f. Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.

g. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Derajat luka harus disesuaikan dengan jenis tindak pidana yaitu:

a. Penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian, didalam ilmu

kedokteran forensik, pengertiannya menjadi “ luka yang tidak berakibat penyakit

atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian”. Luka ini

dinamakan luka derajat pertama

b. Bila sebagai akibat penganiayaan seseorang itu mendapat luka atau menimbuilkan

penyakit atau halangan dalam melakukan pekerjaan jabatan atau pencaharian akan

tetapi hanya untuk sementara waktu sahaja maka luka ini dinamakan luka derajat

kedua.

c. Apabila penganiyaan tersebut mengakibatkan luka berat seperit yang

dimaksudkan dalam pasal 90 KUHP, luka tersebut dinamakan luka derajat ketiga.

X. IMPLIKASI KEPERAWATAN

Implikasi keperawatan yang dapat diberikan untuk menolong kaum perempuan dari

tindak kekerasan dalam rumah tangga adalah :

1. Merekomendasikan tempat perlindungan seperti crisis center, shelter dan one stop crisis

center.

2. Memberikan pendampingan psikologis dan pelayanan pengobatan fisik korban. Disini

perawat dapat berperan dengan fokus meningkatkan harga diri korban, memfasilitasi

ekspresi perasaan korban, dan meningkatkan lingkungan sosial yang memungkinkan.

Perawat berperan penting dalam upaya membantu korban kekerasan diantaranya melalui

upaya pencegahan primer terdiri dari konseling keluarga, modifikasi lingkungan sosial

budaya dan pembinaan spiritual, upaya pencegahan sekunder dengan penerapan asuhan

keperawatan sesuai permasalah-an yang dihadapi klien, dan pencegaha tertier melalui

pelatihan/pendidikan, pem-bentukan dan proses kelompok serta pelayanan rehabilitasi.

3. Memberikan pendampingan hukum dalam acara peradilan.

Page 15: Resume Kdrt

4. Melatih kader-kader (LSM) untuk mampu menjadi pendampingan korban kekerasan.

Mengadakan pelatihan mengenai perlindungan pada korban tindak kekerasan dalam rumah

tangga sebagai bekal perawat untuk mendampingi korban.

XI. PERAN PERAWAT

Secara umum, peran perawat dalam kasus KDRT adalah sebagai berikut :

a. Memeriksa kesehatan korban sesuai dengan standar profesi (anjurka segera lakukan

pemeriksaan visum)

b. Melakukan konseling untuk menguatkan dan memberikan rasa aman bagi korban

c. Memberikan informasi mengenai hak-hak korban untuk mendapatkan perlindungan

dari kepolisian dan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan

d. Mengantarkan korban ke rumah aman atau tempat tinggal alternatif ( ruang pelayanan

khusus )

e. Melakukan koordinasi yang terpadu dalam memberikan layanan kepada korban

dengan pihak kepolisian, dinas sosial serta lembaga sosial yang dibutuhkan korban

f. Sosialisasi Undang-undang KDRT kepada keluarga dan masyarakat

XII. POHON MASALAH

Effect Perilaku Kekerasan menyendiri, murung sering menangis dan ketakutan

Core Problem ANXIETAS

Causa KDRT

Respon pelampiasan suami

B. ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN

I. IDENTITAS KLIEN

Page 16: Resume Kdrt

Nama : wanita

Umur : 30 tahun

Tanggal masuk RS : -

No CM : -

Alamat : -

Pendidikan : -

Status perkawinan : Menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

II. ALASAN DATANG

Melaporkan tindakan suaminya yang sering memukulinya, sehingga istri tidak

kuat lagi dengan tindakan suaminya.

III.FAKTOR PREDISPOSISI

1. Trauma

Usia pelaku korban saksi

Aniaya Fisik - - ya -

Aniaya Seksual - - ya -

Penolakan - - - -

Kekerasan dalam Keluarga - ya -

Tindakan Kriminal - - ya -

Jelaskan : suaminya sering memukuli istrinya dengan benda disekitarnya

bola istri tidak memenuhi kebutuhan suaminya dan terkadang melakukan

kekerasan dalam hubungan seksual.

2. Adakah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ? ( perceraian/

perpisahan/konflik dsb)

Tiga tahun yang lalu suaminya mulai melakukan tindakan kekerasan.

Page 17: Resume Kdrt

IV. KOPING DAN HARAPAN KLIEN/KELUARGA

1. Koping klien terhadap masalah yang dihadapi

Tidak disebutkan dalam kasus

2. Koping keluarga terhadap masalah klien

Tidak disebutkan dalam kasus

V. PSIKOSOSIAL

1. KONSEP DIRI

Citra Tubuh

Lebam di sekitar badan

Ideal Diri

Menyendiri, ketakutan dan tampak murung

Harga Diri

Tidak disebutkan dalam kasus

Identitas

Tidak disebutkan dalam kasus

Peran

Ibu rumah tangga

2. HUBUNGAN SOSIAL

Peran serta dalam kehidupan masyarakat/ kelompok

Tidak disebutkan dalam kasus

Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain

Tidak disebutkan dalam kasus

VI. ANALISA DATA

Data Diagnosa

DO : luka lebam ANSIETAS

Page 18: Resume Kdrt

DS :

1. Tidak kuat dengan tindakan

suaminya yang sering

memukulinya

2. Terkadang melakukan kekerasan

dalam hubungan seks.

3. Sering menangis dan ketakutan

4. Sering menyendiri dan tampak

murung.

VII. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ansietas berhubungan dengan tindakan kekerasan dalam rumah tangga ditandai

dengan klien sering menangis, ketakutan, menyendiri dan tampak murung.

VIII. ASUHAN KEPERAWATAN

Diagnosa

KeperawatanTujuan Intervensi Rasional

Klien memiliki

keterbukaan dengan

perawat;

mendiskusikan

tentang perasaan

cemasnya

Menjalin trust

dengan komunikasi

teurapetik

Membina

komunikasi

teurapeutik di

awal pertemuan

dengan klien, akan

membuat pasien

nyaman dengan

perawat

Ansietas

berhubungan

dengan

Klien merasa aman

dengan

Memperkenalkan

dan menerangkan

secara bertahap

Membantu klien

agar dapat menilai

positif lingkungan

Page 19: Resume Kdrt

tindakan

kekerasan

dalam rumah

tangga

ditandai

dengan klien

sering

menangis,

ketakutan,

menyendiri

dan tampak

murung.

lingkungannya kepada klien

mengenai kondisi

lingkungannya dan

orang – orang

terdekat

dan kejadian di

sekitarnya

Klien mengalami

penurunan

ansietas;mekanisme

pertahanan diri

-Eksplorasi

perasaan cemas

klien

- Bantu klien

mengenali perasaan

cemas dan

menyadari nilainya

- Fasilitasi

lingkungan dengan

stimulus yang

minimal, tenang

- Mengetahui apa

saja yang

menyebabkan

klien cemas akan

memudahkan

perawat untuk

memberikan

intervensi lanjutan

- Membantu klien

untuk dapat

memberi nilai

positif pada

perasaannya

- Ruangan yang

nyaman akan

membuat klien

merasa nyaman

Page 20: Resume Kdrt

dan membatasi

interaksi dengan

orang lain atau

kurangi kontak

dengan penyebab

stresnya

- Berikan alternatif

pilihan pengganti,

tidak

mengonfrontasi

dengan objek yang

ditakutinya, tidak

ada argument, tidak

mendukung

fobianya, terapkan

batasan perilaku

klien untuk

membantu

mencapai kepuasan

dengan aspek lain

dan tenang

- Memberikan

suasana nyaman

pada klien secara

bertahap sampai

klien benar –

benar sadar akan

situasi sebenarnya

yg dia hadapi

Pasien dapat

beraktivitas normal

Dorong klien untuk

melakukan aktifitas

yang disukainya

Hal ini akan

membatasi klien

untuk

menggunakan

mekanisme

koping yang tidak

adekuat

DAFTAR PUSTAKA

Page 21: Resume Kdrt

Fiely dkk, 2010, Referat Aspek Medikolegal Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

2011, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Sosiologi

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, http://www.scribd.com/doc/24279456/UU-No-23-Th-2004-Tentang-Penghapusan-KDRT

Sarwono, S.W dan E.A Meinarno. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta; Salemba Humanika

Suryabrata, Sumardi. 2008. Psikologi Kepribadian. Jakarta; Rajawali Pers.

http://barhoya.blogspot.com/2012/03/kekerasan-dalam-rumah-tangga-kdrt.