resume kdrt dan ham

26
RESUME KDRT DAN HAM BAB 1 PERLINDUNGAN HUKUM, HAK ASASI DAN UUD 1945 A. PERLINDUNGAN HUKUM Istilah perlndungan, mengacu kepada ketentuan pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga social, kepolisian, kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Undangan-undang Nomor 23 Tahun 2004, meliputi: 1. Suami, istri, anak 2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan dan perwakilan yang menetap dalam rumah tangga dan/atau 3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetao dalam rumah tangga tersebut. Dalam arti bahwa, KDRT tidak hanya dapat dialami oleh perempuan saja, tetapi juga bias terjadi pada suami, anak, pembantu rumah tangga yang ada dalam lingkup rumah tangga. B. HAK ASASI MANUSIA Jan Materson memberikan pengertian HAM sebagai hak-hak yang melekat pada manusia yang tanpa dengannya mustahil dapat hidup sebagai manusia. Dalam pengertian yang lainnya, secara

Upload: rgun3awan

Post on 28-Jun-2015

962 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: RESUME KDRT DAN HAM

RESUME KDRT DAN HAM

BAB 1

PERLINDUNGAN HUKUM, HAK ASASI DAN UUD 1945

A. PERLINDUNGAN HUKUM

Istilah perlndungan, mengacu kepada ketentuan pasal 1 angka 4 Undang-undang

Nomor 23 Tahun 2004, adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman

kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga social, kepolisian,

kejaksaan, pengadilan atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan

pengadilan.

Undangan-undang Nomor 23 Tahun 2004, meliputi:

1. Suami, istri, anak

2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana

dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan,

pengasuhan dan perwakilan yang menetap dalam rumah tangga dan/atau

3. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetao dalam rumah tangga

tersebut. Dalam arti bahwa, KDRT tidak hanya dapat dialami oleh perempuan saja,

tetapi juga bias terjadi pada suami, anak, pembantu rumah tangga yang ada dalam

lingkup rumah tangga.

B. HAK ASASI MANUSIA

Jan Materson memberikan pengertian HAM sebagai hak-hak yang melekat pada

manusia yang tanpa dengannya mustahil dapat hidup sebagai manusia. Dalam pengertian

yang lainnya, secara sederhana HAM dapat diartikan sebagai hak-hak dasar yang dimiliki

manusia yang dibawanya sejak lahir yang berkaitan dengan martabat dan harkatnya sebagai

ciptaan Tuhan YME tidak boleh dilanggar, dilenyapkan oleh siapapun juga.

Philipus M Hadjon, mengelompokan pemikiran tentang HAM kedalam 3 kelompok yang

didasarkan atas idea atau gagasan yaitu “political and ideological” sebagai berikut:

1. Kosep Barat. Menurut konsep barat, HAM bersumber pada hak-hak kodrat (natural

rights/jus naturalis) yang mengalir dari hukum kodrat. Aspek dominan dalam konsep

barat tentang HAM menekankan eksistensi hak dan kebebasan yang melekat pada

Page 2: RESUME KDRT DAN HAM

kodrat manusia sebagai individu. Hak tersebut berada diatas Negara dan diatas

semua organisasi politik dan sifatnya mutlak dan tidak dapat diganggu gugat. Kosep

ini sering dilontarkan sebagai kritik bahwa konsep barat tentang HAM adalah konsep

yang individualias sifatnya.

2. Konsep Sosial. Konsep social tentang HAM bersumber pada ajaran Karl Max dan

Frederieck Engels. Sosialisme tidak menekankan hak terhadap masyarakat tetapi

menekankan kewajiban terhadap masyarakat. Atas dasar itu konsep sosialisme Karl

Marx mendahulukan kemajuan ekonomi daripada hak-hak politik dan hak-hak sipil,

mendahulukan kesejahteraan daripada kebebasan. HAM bukanlah bawaan kodrat

manusia seperti ajaran hukum kodrat, tetapi hak warga Negara yang bersumber dari

Negara, dalam pengertian bahwa negaralah yang menetapkan apa yang merupakan

hak.

3. Konsep dunia ketiga. Menurut H Gros Espiel, diantara kelompok dunia ketiga

terdapat 3 kelompok yaitu kelompok pertama dipengaruhi oleh konsep sosialis

Marxisme, kelompok kedua dipengaruhi oleh konsep barat dan kelompok ketiga

adalah Negara-negara yang karena falsafah hidupnya, ideology dan latar belakang

sejarahnya menerapkan suatu konsep tersendiri tentang HAM.

C. UUD 1945

Indonesia ada di posisi mana dalam pengelompokan pemikiran tentang HAM tersebut?

Apabila ditelusuri dari pengaturan mengenai HAM dalam UUD 1945, maka diketahui bahwa

konsep HAM sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 ternyata bersumber dari Pancasila

sebagai dasar ideoogi dan dasar falsafah Negara. Oleh karena itu pengakuan terhadap

harkat dan martabat manusia (Indonesia) bukanlah hasil dari suatu perjuanga bertahun-

tahun tetapi pengakuan itu secra intrinsic melekat pada Pancasila yang tercermin dalam sila-

silanya.

Sumber HAM dalam kajian ini adalah Pancasila, bukan konsep barat maupun konsep

sosialis, oleh karena itu apabila dikaitkan dengan pengelompokan konsep HAM yang

berlaku, Indonesis termasuk dalam kelompok dunia ketiga karena menerapkan konsep

tersendiri tentang HAM yaitu Pancasila.

Page 3: RESUME KDRT DAN HAM

Pengakuan terhadap HAM, dalan tataran teoritis sesungguhnya merupakan suatu

perwakilan dari konsep Negara Hukum pada suatu Negara. Menurut Sri Soemantri M, ada 4

unsur penting Negara Hukum yaitu:

1. Bahwa pemerintah (dalam arti luas) dalam melaksanakan tugas kewajiban harus

berdasarkan atas hukum, atau peraturan perundangan-undangan.

2. Adanya jaminan terhdap hak-hak asasi manusia (dan warga Negara)

3. Adanya pembagian kekuasan (distribution of power) dalam Negara

4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle)

Page 4: RESUME KDRT DAN HAM

BAB 2

FUNGSI DAN EFEKTIFITAS HUKUM DI MASYARAKAT

A. FUNGSI HUKUM DI MASYARAKAT

Menurut Soerjono Soekanto, ada 3 macam hal berlakunya hukum sebagai kaidah. Hal

ini berlakunya hukum tersebut biasanya disebut “gelding (bahasa belanda) atau “geltung”

(bahasa jerman). Entang hal berlakunya hukum ada anggapan sebagai berikut:

1. Hukum berlaku yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih

tinggi tinggkatnya, atau bila terbentuk menurut cara yang telah ditetapkan, atau

apabila menunjukkan hubungan keharusan antara kondisi dan akibatnya.

2. Hukum berlaku sosiologis apabila kaidah tersebut efektif,artinya kaidah tersebut

dapat atau tidak dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun diterima atau tidak

diterima oleh masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah tadi berlaku karena

diterima atau diakui oleh masyarakat (teori pengakuan)

3. Hukum tersebut berlaku secara filosofis, artinya sesuai dengan cita-cita hukum

sebagai nilai positif yang tertinggi.

Agar hukum dapat berfungsi, maka harus memenuhi 3 unsur tersebut diatas karena:

1. Bila hukum berlaku secara yuridis, maka kemungkinan besar kaidah tersebut

merupakan kaidah mati (“dobe rege”)

2. Kalau hanya berlaku secara sosiologis (dalam arti teori kekuasaan), maka kaidah

tersebut hanya menjadi aturan pemaksa (“dwangmaafregel”)

3. Apabila hanya berlaku secara filosofis, maka mungkin hukum tersebut hanya

merupakan hukum yang dicita-citakan (“ius constituendum”)

Fungsi hukum dalam masyarakat secara tradisional sesungguhnya berkaitan erat

dengan tujuan hukum. Ketertiban merupakan syarat bagi adanya suatu masyarakat yang

teratur. Ketertiban sebagai tujuan utama hukum, merupakan suatu fakta obyektif yang

berlaku bagi segala masyarakat manusia dalam segala bentuknya.

Berdasarkan pada tujuan tersebut, maka dapat dinyatakat bahwa fungsi hukum adalah

untuk menjamin ketertiban dan menciptakan kepastian hukum. Namun demikian dalam

perkembangannya, fungsi hukum ikut mengalami perkembangan, hukum tidak hanya

berfungsi untuk menciptakan kedua hal tersebut, tetapi juga berfungsi sebagai sarana

pembaharuan masyarakat. Fungsi ini didasarkan atas anggapan ketereturan dan tetertiban

Page 5: RESUME KDRT DAN HAM

dalam usaha pembangunan dan pembaharuan merupakan suatu yang diinginkan atau

bahkan dipandang mutlak perlu fungsi hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat

juga didasarkan atas anggapan lain bahwa dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang

bias berfungsi sebagai alat (pengatur) atau sarana pembangunan dalam arti penyalur arah

kegiatan kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan.

B. EFEKTIFITAS HUKUM DI MASYARAKAT

Efektivitas hukum sesungguhnya berkaitan erat dengan hasil atau operasioalnya hukum

tersebut telah berjalan dengan baik atau sesuai dengan yang telah direncanakan ataukah

tidak.

Menurut Selo Sumardjan, efektivitas hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor

sebagai berikut:

1. Usaha-usaha menanamkan hukum di dalam masyarakat, yaitu penggunaan tenaga

manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga masyarakat

mengetahui, menghargai, mangakui dan mentaati hukum.

2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai yang berlaku. Artinya

masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin mematuhi hukum

karena compliance, indentification, internalization atau kepentingan-kepentingan

mereka terjamin pemenuhannya.

3. Jangka waktu menanam hukum, yaitu panjang atau pendeknya jangka waktu dimana

usaha-usaha menanamkan itu dilakukan dan diharapkan memberikan hasil.

Apabila suatu hukum yang berlaku di masyarakat dirasakan tidak efektif, maka terdapat

beberapa kemungkinan yang akan terjadi, antara lain disebabkan oleh beberapa factor,

yaitu:

1. Peraturan tersebut sudah tidak cocok lagi dengan perkembangan masyarakat pada

umumnya

2. Materi peraturan tidak tegas batasannya/terlalu bersifat umum

3. Perubahan-perubahan politik praktis (peta politik yang ada)

Page 6: RESUME KDRT DAN HAM

BAB 3

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAM

A. HAK ASASI MANUSIA

Istilah hak asasi manusia dalam bahasa Inggris dikenal dalam dua istilah yaitu:

1. Human rights, yang diartikan dengan hak asasi manusia

2. Fundamental rights, yang diartikan dengan hak dasar manusia

Dalam bahasa Belanda istilah hak asasi manusia juga dikenal dengan dua istilah yaitu:

1. Mesenrechten, menunjuk kepada istilah human rights (hak asasi manusia) yang

merupakan bagian dari hukum internasional.

2. Grondrechten, menunjuk kepada istilah fundamental rights (hak asasi manusia).

Istilah ini dipergunkan dalam lapangan hukum tata Negara. Oleh karena itu ahli

hukum tata Negara Belanda dalam berbicara menganai HAM lebih mempergunkan

istilah Gronrenchten.

Dalam bahasa Perancis, istilah HAM dikenal dengan nama:

1. Droits de I’homme, istilah ini menunjuk kepada human rights (HAM)

2. Droits fundamentaux, istilah ini menunjuk kepada fundamental rights (hak asasi

manusia)

Menurut Louis Henkin dalam “The Right of Man Today” mengatakan bahwa:

“….hak-hak asasi manusia adalah tuntutan-tuntutan yang dipertahankan yang di kenal

“sebagai hak”, bukan tuntutan-tutuntan atas cinta atau rahmat atau persaudaraan atau

cinta kasih; orang tidak harus mendapat atau menerimanya. Tutuntan-tuntutan ini bukan

hanya merupakan aspirasi atau pernyataan=pernyataan moral tetapi merupakan tutuntan-

tutntutan hukum berdasarkan hukum tertentu yang dapat diterapkan.

B. KONSEP HAM BERDASARKAN PANCASILA

Pancasila pada hakekatnya terdiri dari lima sila, dan kelima sila tersebut merupakan

suatu rangkaian yang tersusun secara sistematis logis. Sila-sila Pancasila tersebut, melalui

TAP MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,

kemudian dijabarkan dalam butir-butir nilai pedoman penghayatan dan pengamalan

Pancasila yaitu terdiri dari:

Page 7: RESUME KDRT DAN HAM

1. Sila kesatu, yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, yang mengandung butir-butir

nilai sebagai berikut:

a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang

Maha Esa

b. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai

dengan adama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusian

yang adil dan beradab

c. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk

agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang

Maha Esa

d. Membina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan kepercayaan

kepada Tuhan Yang Maha Esa

e. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang

menyakut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa yang

dipercayai dan dinyakininya

f. Mengembangkan sika saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai

dengan agama dan kepercayaan masing-masing

g. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha

Esa kepada orang lain

2. Sila kedua, yang berbunyi Kemanusian yang Adil dan Beradab, yang mengandung

butir-butir nilai sebagai berikut:

a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya

sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa

b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap

manusia tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama kepercayaan, jenis

kelamin, kedudukan social, warna kulit dan sebagainya

c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia

d. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepa selira (mawas diri)

e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain

f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan

g. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan

h. Berani membela kebenaran dan keadilan

Page 8: RESUME KDRT DAN HAM

i. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia

j. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa

lain

3. Sila ketiga, yang berbunyi Persatuan Indonesia, yang mengandung butir-butir nilai

sebagai berikut:

a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan

bangsa dan Negara sebagai kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan

golongan

b. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan bangsa apabila

diperlukan

c. Mengembang rasa cinta tanah air dan bangsa

d. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia

e. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi

dan keadilan social

f. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhineka Tunggal Ika

g. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa

4. Sila keempat, yang berbunyi Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan

Dalam Permusyawaratan Perwakilan, yang mengandung butir-butir nilai sebagai

berikut:

a. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia

mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama

b. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain

c. Mengutamakan musyawarah untuk mencapa mufakat diliputi oleh semangat

kekeluargaan

d. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil

musyawarah

e. Dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan

pribadi atau golongan

f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang

luhur

g. Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada

Tuhan Yang Maha Esa, menjunjunhg tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-

Page 9: RESUME KDRT DAN HAM

nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi

kepentingan bersama

h. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk

melaksanakan permusyawaratan

5. Sila kelima, yang berbunyi Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia, yang

mengandung butir-butir nilai sebagai berikut:

a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana

kekeluargaan dan kegotongroyongan

b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama

c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban

d. Menghormati hak orang lain

e. Suka memberikan pertolangan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri

f. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan

terhadap orang lain

g. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan

bergaya hidup mewah

h. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bertentangan dengan atau

merugikan kepentingan umum

i. Suka bekerja keras

j. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan

kesejahteraan bersama

k. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan

keadailan social

Page 10: RESUME KDRT DAN HAM

BAB 4

KAJIAN YURIDIS TINDAK KDRT

A. MENURURT UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHT

Penelusuran terhadap pasal-pasal yang diatur dalam Universal Declaration of Human

Rights, ternyata menunjukkan bahwa dalam deklarasi ini tidak ditemukan pengaturan yang

secara khusus memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap perempuan dari tindak

KDRT, namun demikian terdapat beberapa pasal dalam deklasi tersebut yang dapat

dijadikan sebagai landasan adanya jaminan perlindungan hukum terhadap perempuan dari

tindak KDRT, meliputi:

1. Pasal 1 yang menyebutkan bahwa “semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai

martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan tindakannya terhadap

satu sama lain harus dalam semangat persaudaraan”.

2. Pasal 3 yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan

dan keselamatan sebagai individu”.

3. Pasal 5 yang menyebutkan bahwa “Tidak seorangpun boleh disiksa atau

diperlakukan atau dihukum secara kejam, tidak manusiawi atau secara merendahkan

martabat manusia”.

B. MENURUT HUKUM UUD 1945

Berkaitan dengan hak unuk mendapatkan perlindungan hukum atas adanya KDRT, ada

beberapa pasal dalam UUD 1945 yang dapat dijadikan sebagai landasan jaminan

perlindungan hukum atas adanya KDRT. Pasal-pasal tersebut meliputi Pasal 28 A, Pasal 28 B,

ayat (2), Pasal 28 D ayat (1), Pasal 28 G ayat (1) dan (2), Pasal 28 I ayat (1), (2) dan (4). Uraian

terhadap pasal-pasal tersebut dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pasal 28 A UUD 1945, menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup serta

berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya”.

2. Pasal 28 B ayat (2) UUD 1945, menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak atas

kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari

kekerasan dan diskriminasi”.

Page 11: RESUME KDRT DAN HAM

3. Pasal 28 D ayat (1) yang menybutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di

hadapan hukum”.

4. Pasal 28 G ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari

ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak

asasi”.

5. Pasal 28 G ayat (2) menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari penyiksaan

atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak

memperoleh suaka politik dari Negara lain”.

6. Pasal 28 I ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Hak untuk hidup, hak untuk tidak

disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak

dapat dikurangi dalam keadaan apapun”.

7. Pasal 28 I ayat (2) yang menyebutkan bahwa”Setiap orang berhak bebas dari

perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun yang berhak mendapatkan

perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif”.

8. Pasal 28 I ayat (4) menyebutkan bahwa”Perlindungan, pemajuan, penegakan dan

pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab Negara terutama

pemerintah”.

C. MENURUT KETETAPAN MPR-RI NOMOR XVII/MPR/1998

Berkaitan dengan perlindungan hukum yang diberikan oleh Ketetapan MPR-RI ini dari

tindak KDRT, setidaknya dapat dilihat dari beberapa pasal yang terdapat Piagam HAM yang

merupakan satu kesatuan dari ketetapan MPR-RI tersebut, yaitu meliputi Pasl 1, Pasal 4,

Pasal 7, Pasal 22, dan Pasal 25. Uraian terhadap pasal-pasal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pasal 1, yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup

dan kehidupannya.

2. Pasal 4, yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan dan kasih saying

untuk pengembangan pribadinya, memperoleh dan mengembangkan pendidikan

untuk meningkatkan kualitas hidunya”.

Page 12: RESUME KDRT DAN HAM

3. Pasal 7, yang berbunyi “Setiap orangberhak atas pengakuan, jaminan perlindungan

dan perlakuan hukum yang adil”.

4. Pasal 22, yang berbunyi “Setiap orang berhak atas rasa aman dan perlindungan

terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi”.

5. Pasal 25, yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk bebas dai penyiksaan atau

perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia”.

D. MENURUT KITAB UNDANG UNDANG HUKUM PIDANA

Penelusursan terhadap ketentuanyang diatur dalam KUHP menunjukkan bahwa

masalah perlindungan hukum terhadap perempuan dari tindak KDRT, tidak diatur secara

spesifik dala KUHP ini. Namun demikian setidaknya ada beberapa pasal dalam KUHP yang

dijadikan adanya bentuk pengaturan tindak kekerasan terhadap perempuan ini, pasal-pasal

tersebut, yaitu Pasal 351, 353, 354, 355 dan 356 KUHP. Isi dari pasal-pasal tersebut sebagai

berikut:

1. Pasal 351 KUHP, berbunyi:

a. Penganiayaan diancam dengan pidana paling lama dua tahun delapan bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama lima tahun.

c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara palinga lama tujuh

tahun.

d. Dengan penganiayaan disamakan segaja merusak kesehatan.

e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tindak pindana.

2. Pasal 353 KUHP, berbunyi:

a. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu diancam dengan pidana penjara

paling lama empat tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat yang bersalah dikenakan

pidana paling lama lama tujuh tahun.

c. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama Sembilan tahun.

3. Pasal 354 KUHP, berbunyi:

Page 13: RESUME KDRT DAN HAM

a. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan

penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama depalan tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibakan kematian yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama sepuluh tahun.

4. Pasal 355 KUHP, berbunyi:

a. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam

dengan pidana paling lama dua belas tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan

pidana penjara paling lama lima belas tahun.

5. Pasal 356 KUHP, berbunyi:

a. Bagi yang melakukan kejahatan terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya

atau anaknya.

b. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pegawai negeri ketika atau karena

menjalakan tugas yang sah.

c. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi

nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

E. MENURUT UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974

Menurut Pasal 1 UU No 1 tahun 1974, disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir

batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Mengacu pada pengertian perkawinan di atas, menunjukkan bahwa perkawinan

sesungguhnya merupakan suatu ikatan yang mulia karena tidak hanya bertujuan untuk

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal saja, tetapi juga bertujuan

untuk membentuk keluarga yang berdasarkan Ketuhan Yang Maha Esa. Atas dasar tersebut

jelas menunjukan bahwa UU no 1 Tahun 1974 sesugguhnya tidak menghendaki adanya

kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga.

F. MENURUT UU NOMOR 7 TAHUN 1984 TENTANG PENGESAHAN KONVENSI MENGENAI

PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI WANITA

Mengacu pada UU no 7 Tahun 1984, diketahui bahwa UU ini merupakan pengesahan

atas konversi menganai penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita yang

Page 14: RESUME KDRT DAN HAM

merupakan hasil siding Majelis Umum PBB pada tanggal 18 Desember 1979, mengacu pada

dasar menimbang pada UU No 7 Tahun 1984 tersebut, diketahui bahwa pengesahan ini

sesungguhnya didasarkan atas:

1. Segala warga Negara bersamaan kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan,

sehingga segala bentuk diskriminasi terhadap wanita harus dihapuskan karena tidak

sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.

2. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam konversi tersebut pada dasarnya tidak

bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 dan peraturan perundangan-

undangan Republik Indonesia.

3. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konversi tersebut pada

tanggal 29 Juli 1980 sewaktu diadakan Konferensi Dunia Dasawarsa PBB bagi wanita

di Kopenhagen.

Atas dasar tersebut diatas, maka konversi mengenai penghapusan segala bentuk

diskriminasi terhadap wanita, kemudian disahkan dengan undang-undang. Artinya konversi

tersebut telah menjadi hukum positif yang berlaku di wilayah Negara Indonesia.

G. MENURUT UU NO 39 TAHUN 1999 TENTANG HAM

Hasil analisis terhadap UU No 39 Tahun 1999 menunjukkan bahwa beberapa pasal yang

dapat dijadikan sebagai landasan adanya jaminan hak bagi perumpuan untuk mendapatkan

perlindungan hukum dari KDRT yaitu:

1. Pasal 3 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan,

jaminan, perlindungan da perlakuan hukum yang adil serta kepastian hukum dan

perlakuan yang sama di depan hukum”.

2. Pasal 4 yang menyebutkan bahwa “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak

kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak

diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan

hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak manusia

yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”.

3. Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang diakui sebagai manusia

pribadi yang berhak menuntut dan memperoleh perlakuan serta perlindungan yang

sama sesuai dengan martabat kemanusiaannya didepan hukum”.

Page 15: RESUME KDRT DAN HAM

4. Pasal 9 ayat (1) menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk hidup,

mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya”.

5. Pasal 9 ayat (2) menyebutjan bahwa “Setiap orang berhak hidup tentram, aman,

damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin”.

6. Pasal 17 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang tanpa diskriminasi berhak untuk

memperoleh keadilan dengan mengajukan permohonan, pengaduan dan gagutan,

dalam perkara pidana, perdata maupun administrasi serta diadili melalui proses

peradilan yang bebas dan tidak memihak, sesuai dengan hukum acara yang

menjamin pemeriksaan yang obyektif oleh hakim yang jujur dan adil untuk

memperoleh putusan yang adil dan benar”.

7. Pasal 29 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas perlindungan

diri pribadi, keluarga kehomatan, martabat dan hak miliknya”.

8. Pasal 30 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak atas rasa aman dan

tentram serta perlindungan terhadap ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak

berbuat susuatu”.

9. Pasal 33 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak untuk bebas dari

penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi,

merendahkan derajat dan martabat kemanusiaannya”.

10. Pasal 58 ayat (1)) yang menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak untuk

mendapatkan perlindungan hukum dari segala bentuk kekerasan fisik atau mental,

penelantaran, perlakuan buruk dan pelecehan seksual selama dalam pengasuhan

orang tua atau walinya atau pihak lain manapun yang bertanggungjawab atas

pengasuhan anak tersebut”.

11. Pasal 58 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Dalam halo rang tua, wali atau

pengasuh anak melakukan segala bentuk penganiaya fisk atau mental, penelataran,

perlakuan buruk dan pelecehan seksual termasuk pemerkosaan dan atau

pembunuhan terhadap anak yang seharusnya dilindungi, maka harus dikenakan

pemberatan hukuman”.

12. Pasal 66 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Setiap anak berhak untuk tidak

dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak

manusiawi”.

Page 16: RESUME KDRT DAN HAM

H. MENURUT UU NO 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM

RUMAH TANGGA

Pada prinsipnya tindak KDRT menurut UU No 23 Tahun 2004, merupakan bentuk tindak

pidana biasa. Artinya memberikan kewajiban kepada kepolisian untuk segera melakukan

penyelidikan setelah mengetahui atau menerima laporan tentang terjadinya KDRT, tanpa

harus terlebih dahulu mendapatkan pangaduan baik secara lisan maupun tertulus dari

korban atau keluarga korban. Namun demikian, beberapa tindak KDRT, merupakan delik

aduan, sehingga baru dapat ditindaklanjuti oleh kepolisian setelah mendapat pengaduan

dari korban atau keluarga korban.

Proses penyedikan, penuntutan dan pemeriksaan di siding pengadilan berkaitan dengan

adanya tindak KDrT ini dilaksanakan menurut ketentuan hukum acara pidana yang berlaku,

kecuali yang telah ditentukan lain dalam UU No 23 tahun 2004.

Berdasarkan uraian diatas UU No 23 Tahun 2004 ini diketahui bahwa pengaturan

mengenai jaminan perlindungan hukum terhadap perempuan dari tindak KDRT, jauh lebih

lengkap dan mendetail dibandingkan dengan dalam peraturan perundangan-undangan

sebelumnya. Pengaturan yang diberikan baik dalam rangka pencegahan maupun terhadap

langkah-langkah represif ketika kekerasan tersebut terjadi. Namun demikian dalam rangka

menilai efektivitas keberlakuan pengaturan UU ini, perlu dilakukan kajian lebih jauh dengan

menyandingkan pada tataran praktek melalui analisis terhadap kesiapan aparatur hukum

dan masyarakat untuk memahami dan melaksanakan ketentuan yang diatur dalam UU

terebut, maupun dengan kasus-kasus tindak KDRT yang terjadi di lapangan.

Page 17: RESUME KDRT DAN HAM

BAB 5

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN DARI KDRT

A. KONSEPSI PELANGGARAN HAM

Pada asasnya ada 2 cara untuk menunjuk isi pelanggaran HAM. Rumusan pertama,

menyatakan bahwa pelanggaran HAM merupakan hukum pidana yang berlaku di Negara

anggota termasuk pelanggaran hukum yang menetapkan penyalahgunaan kekuasaan

sebagai kejahatan. Rumusan kedua, menyatakan bahwa perbuatan atau kelalaian (yang

dapat dipersalahkan kepada Negara) yang belum merupakan pelanggaran hukum pidana

nasional tetapi merupakan kaidah yang diakui secara internasional dalam kaitannya dengan

HAM.

Mengacu kepada kedua rumusan diatas, maka dapat dinyatakan bahwa pelanggaran

HAM sesungguhnya merupakan perbuatan atau kelalaian yang merupakan pelanggaran

hukum pidana nasionala yang berlaku di dalam wilayah Negara atau kaidah-kaidah yang

diakui secara Internasional berkaitan dengan HAM.

Beberapa unsure dari KDRTyaitu:

1. Adanya perbuatan. Perbuatan ini dapat mengandung maka baik perbuatan yang

bersifat aktif maupun perbuatan yang bersifat pasif. Perbuatan yang bersifat aktif

artinya orang tersebut melakukan sesuatu yang menimbulkan dampak atau

kesengsaraan bagi orang lain. Perbuatan yang bersifat pasif artinya orang tersebut

tidak melakukan sesuatu atau diam, tetapi dengan diamnya tersebut menimbulkan

dampak atau kesengsaraan bagi orang lain.

2. Perbuatan tersebut menimbulkan kesengsaraan atau penderitaan. Kesengsaraan

atau penderitaan adalah dampak dari adanya perbuatan KDRT. Mengacu pada

pengertian KDRT, maka kesengsaraan atau penderitaan tersebut berbentuk fisik,

psikis, seksual dan penelantaran rumah tangga.

3. Perbuatan tersebut disertai dengan acaman, pemaksaan atau perampasan

kemerdekaan secra melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

B. JAMINAN PERLINDUNGAN HUKUM THD PEREMPUAN DARI TINDAK KDRT

Dalam tataran pelakasanaannya dengan keluarnya UU No 23 Tahun 2004 perlu

dilakukan kajian jauh apakah UU ini telah cukup memberikan jaminan perlindungan hukum

Page 18: RESUME KDRT DAN HAM

yang lebih baik bagi korban khususnya perempuan dari tindak KDRT atau belum mengacu

pada pandangan yang dikemukakan oleh Soejono Soekanto, yang menyatakan bahwa

hukum dapat berfungsi apabila dapat berlaku baik secara yuridis, sosiologis maupun

filosofis, maka keberlakuan hukum tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam

rangka menentukan apakah UU No 23 Tahun 2004, dapat berjalan dengan efektif sehingga

UU ini dapat berfungsi dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap

korban khususnya perempuan dari tindak KDRT.

Tolak Ukur Yuridis

Dinyatakan berlaku secara yuridis penentuan hukumnua memenuhi:

a. Didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatnya

b. Terbentuknya menurut cara yang telah ditetapkan

c. Menunjukkan hubungan keharusan antara suatu konsidi dan akibatnya

Tiga hal diatas dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam menentukan apakah UU No 23

Tahun 2004 telah memenuhi aspek yuridis dalam pembentukannya.

Tolak Ukur Sosiologis

Secara sosiologis, hukum dapat dinyatakan berlaku apabila aturan hukum tersebut

dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasan walaupun diterima atau tidak oleh

masyarakat atau aturan hukum tersebut berlaku karena diterima atau diakui oleh

masyarakat. Mendasarkan pada pandangan sosiologis keberlakuan hukum tersebut, maka

berkaitan dengan UU No 23 tahun 2004, maka jelas dapat dinyatakan bahwa secara teroritis

kedaluatan, Negara mempunyai kewenangan untuk memberlakukan aturan hukum pada

wilayah pada negaranya. Demikian halnya dengan kewenangan untuk memberlakukan UU

No 23 Tahun 2004, Negara melalui Pemerintah mempunyai kewenangan untuk

memberlakukan UU ini pada seluruh wilayah Negara Indonesia dan terhadap seluruh warga

Negara Indonesia.

Tolak Ukur Filosofis

Secara Filosofis, aturan hukum berlaku apabila sesuai dengan cita-cita hukum sebagai

nilai positif yang tertinggi. Cita hukum disini adalah nilai-nilai yang tergantung dalam

Pancasila. Pancasila dalam kedudukannya sebagia norma fundamental, maka Pancasila

berfungsi sebagai cita-cita atau idea.