case hidup- kdrt ganes.docx

42
Laporan Kasus Hidup Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) Pembimbing: dr. Arif Wahyono, Sp.F Disusun oleh: Simon Ganesya R 07120080040 Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Upload: simon-ganesya-rahardjo

Post on 31-Dec-2015

169 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup

Kekerasan Dalam Rumah

Tangga (KDRT)

Pembimbing:

dr. Arif Wahyono, Sp.F

Disusun oleh:

Simon Ganesya R

07120080040

Kepaniteraan Klinik Ilmu Forensik

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said

Sukanto

Page 2: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

RESUME

Seorang perempuan datang ke Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Bhayangkara

Tingkat I Raden Said Sukanto sendiri, dengan membawa surat permintaan visum dari

Kepolisian Daerah Metro Jaya Resort Metropolitan Jakarta Timur dengan nomor

429/VER/XI/2012/Res. JT. Surat ditujukan kepada Kepala Rumah Sakit Bhayangkara

Tingkat I Raden Said Sukanto untuk dilakukan pemeriksaan fisik dan dibuatkan Visum Et

Repertum (VER).

Pada hari Jumat, tanggal 16 November 2012, pukul 16.00 WIB, bertempat di rumah

korban, korban mengaku telah telah diinjak kaki kirinya dan dicekik lehernya oleh pelaku

(suami korban). Kejadian ini merupakan kejadian yang pertama kalinya. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan luka memar di punggung kaki kiri akibat kekerasan tumpul. Perlukaan ini

tidak menimbulkan penyakit dan halangan pekerjaan.

Korban diwawancara dan diperiksa oleh dokter muda Ilmu Kedokteran Forensik dan

dokter di Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat I Raden Said Sukanto

dan dari hasil wawancara dan pemeriksaan terhadap korban, maka dokter Pusat Pelayanan

Terpadu membuat visum sementara yang diberikan kepada polisi, baru kemudian dokter

tersebut membuat Visum et Repertum demi kepentingan peradilan.

1

Page 3: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

ILUSTRASI KASUS

Pada hari Jumat, tanggal 16 November 2012, pukul 16.00 WIB, bertempat di

rumah korban, korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku (suami korban). Awalnya

pada saat korban pulang bertugas dari Palembang, setibanya dirumah korban dituduh

oleh pelaku telah berselingkuh oleh atasannya laki-laki di kantor. Kemudian terjadi

adu mulut, tetapi korban berusaha menghindari keributan dengan cara berdiam di

kamar. Namun pelaku bertambah marah dan mencekik leher korban yang sedang

berbaring di atas ranjang, kemudian kaki korban ditarik dan diseret oleh pelaku

sehingga korban terjatuh ke lantai. Kemudian pelaku menginjak kaki kiri korban

dengan kaki pelaku. Lalu korban disudutkan ke tembok oleh pelaku. Kemudian

korban berusaha melawannya dengan melempar raket nyamuk ke arah pelaku sambil

berteriak. Kemudian korban dan pelaku dilerai oleh anak korban dan tetangga. Setelah

kejadian tersebut pelaku mengancam akan membakar rumah orang tua korban, dan

bila korban melapor polisi maka orang tua korban akan dibunuh. Selain itu pelaku

juga mengancam akan mendatangi atasan korban di kantor besok dan mengobrak-

abrik kantor korban. Korban dan pelaku dalam keadaan sadar, kejadian ini merupakan

kejadian yang pertama kalinya.

2

Page 4: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK. I R.SAID SUKANTO

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK

STATUS FORENSIK KLINIK

Hari/tanggal pemeriksaan: Sabtu, 17 November 2012, waktu pemeriksaan pukul 13.15 WIB

I. IDENTITAS PASIEN/KORBAN

a. Nama : Sri Wahyunib. Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 20 November 1971c. Jenis kelamin : Perempuand. Warga Negara : Indonesiae. Agama : Islamf. Pekerjaan : PNSg. Alamat : Pinang Ranti RT 013/001, KelurahanPinang Rantai,

Kecamatan Makassar, Jakarta Timur

II. IDENTITAS PENGANTAR

a. Nama : Heri Murtatib. Jenis kelamin : Perempuanc. Warga Negara : Indonesiad. Agama : Islame. Pekerjaan : Ibu rumah tanggaf. Hubungan dengan Klien : Kakak kandungg. Alamat : Pinang Ranti RT 013/001, Kelurahan Pinang

Rantai, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur

III. IDENTITAS PELAKU

a. Nama : Edi Rusmantob. Tempat/tanggal lahir : Palembang, 5 Mei 1969c. Jenis Kelamin : Laki - lakid. Warga Negara : Indonesiae. Agama : Islamf. Pekerjaan : Tidak tetapg. Hubungan dengan klien : Suamih. Riwayat penggunaan obat-obatan (NAPZA) / alkohol : Tidak ada

3

Page 5: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

IV. ANAMNESIS/WAWANCARA

Korban datang dengan ditemani kakak kandung korban pada tanggal tujuh

belas November tahun dua ribu dua belas pukul tiga belas titik lima belas Waktu

Indonesia Barat ke Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat

Satu Raden Said Sukanto Jakarta. Korban mengaku telah diinjak kaki kirinya dan

dicekik lehernya oleh pelaku (suami korban) pada tanggal enam belas November

tahun dua ribu dua belas pukul enam belas titik nol-nol Waktu Indonesia Barat di

rumah korban.

Kejadian bermula saat korban korban pulang bertugas dari Palembang,

setibanya dirumah korban dituduh oleh pelaku telah berselingkuh oleh atasannya

laki-laki di kantor. Kemudian terjadi adu mulut, tetapi korban berusaha

menghindari keributan dengan cara berdiam di kamar. Namun pelaku bertambah

marah dan mencekik leher korban yang sedang berbaring di atas ranjang,

kemudian kaki korban ditarik dan diseret oleh pelaku sehingga korban terjatuh ke

lantai. Kemudian pelaku menginjak kaki kiri korban dengan kaki pelaku. Lalu

korban disudutkan ke tembok oleh pelaku. Kemudian korban berusaha

melawannya dengan melempar raket nyamuk ke arah pelaku sambil berteriak.

Kemudian korban dan pelaku dilerai oleh anak korban dan tetangga. Setelah

kejadian tersebut pelaku mengancam akan membakar rumah orang tua korban,

dan bila korban melapor polisi maka orang tua korban akan dibunuh. Selain itu

pelaku juga mengancam akan mendatangi atasan korban di kantor besok dan

mengobrak-abrik kantor korban. Korban dan pelaku dalam keadaan sadar,

kejadian ini merupakan kejadian yang pertama kalinya.

V. PEMERIKSAAN FISIK UMUM

a. Keadaan Umum : Baik, kesadaran sadar penuh, emosi stabil, kooperatif.

b. Tekanan Darah : 120/80 mmHg

c. Nadi : 80 bpm

d. Pernafasan : 20 kali permenit

e. Suhu :36.5 °C

4

Page 6: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

VI. PEMERIKSAAN FISIK

Status Lokalis

1. Pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan

kelingking, jarak 11 cm dari mata kaki luar ditemukan luka memar berbentuk

tidak beraturan, batas tidak tegas, warna biru keunguan, tidak bengkak, ada

nyeri tekan, dengan ukuran 7 x 4 cm.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak dilakukan

VIII. TINDAKAN/PENGOBATAN

Tidak dilakukan tindakan atau diberikan pengobatan.

IX. KESIMPULAN

Seorang wanita mengaku berusia 40 tahun mengadu telah dianiaya oleh pelaku

(suami korban). Pada pemeriksaan fisik didapatkan luka memar di punggung kaki

5

Page 7: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

kiri akibat kekerasan tumpul. Perlukaan ini tidak menimbulkan penyakit dan

halangan pekerjaan.

RUMAH SAKIT BHAYANGKARA TK.I R. SAID SUKANTO

INSTALASI KEDOKTERAN FORENSIK

Jl. Raya Bogor, Kramat Jati, Jakarta 13510

Nomor : R / 20 / VER-PPT / XI / 2012 / Rumkit Bhy TK.I Lampiran : -Perihal : Hasil Pemeriksaan Visum et Repertum

a/n : SRI WAHYUNI

PRO JUSTITIA Jakarta, 17 November 2012

VISUM ET REPERTUM

Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Muhhamad Harris dokter di Rumah Sakit Bhayangkara TK.I R.Said Sukanto, berdasarkan atas permintaan tertulis dari Resor Metropolitan Jakarta Timur, dengan suratnya nomor 429/VER/XI/2012/Res. JT, tertanggal tujuh belas November dua ribu duabelas mengenai permintaan visum tersebut di atas, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal tujuh belas November dua ribu dua belas, bertempat di Pusat Pelayanan Terpadu Rumah Sakit Bhayangkara TK.I R.Said Sukanto telah melakukan pemeriksaan atas korban yang menurut surat permintaan visum tersebut adalah :-------------------Nama : SRI WAHYUNI-------------------------------------------------------------------------------------------------------Umur : 40 tahun.---------------------------------------------------------------------------------------------------------------Jenis Kelamin : Perempuan.-----------------------------------------------------------------------------------------------------------Warga Negara : Indonesia.-------------------------------------------------------------------------------------------------------------Pekerjaan : PNS.--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Agama : Islam.-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Alamat : Pinang Rantai RT 13/01, KelurahanPinang Rantai, Kecamatan Makassar, Jakarta Timur

6

R / 20 / VER-PPT / XI / 2012 / Rumkit

Bhy TK.I Halaman 6 dari 2 halaman

Page 8: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

RIWAYAT KEJADIAN :----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Pada hari Jumat, tanggal 16 November 2012, pukul 16.00 WIB, bertempat di rumah orang tua korban,

korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku (suami korban). Awalnya pada saat korban pulang bertugas dari Palembang, setibanya dirumah korban dituduh oleh pelaku telah berselingkuh oleh atasannya laki-laki di kantor. Kemudian terjadi adu mulut, tetapi korban berusaha menghindari keributan dengan cara berdiam di kamar. Namun pelaku bertambah marah dan mencekik leher korban yang sedang berbaring di atas ranjang, kemudian kaki korban ditarik dan diseret oleh pelaku sehingga korban terjatuh ke lantai. Kemudian pelaku menginjak kaki kiri korban dengan kaki pelaku. Lalu korban disudutkan ke tembok oleh pelaku. Kemudian korban berusaha melawannya dengan melempar raket nyamuk ke arah pelaku sambil berteriak. Kemudian korban dan pelaku dilerai oleh anak korban dan tetangga. Setelah kejadian tersebut pelaku mengancam akan membakar rumah orang tua korban, dan bila korban melapor polisi maka orang tua korban akan dibunuh. Selain itu pelaku juga mengancam akan mendatangi atasan korban di kantor besok dan mengobrak-abrik kantor korban. Korban dan pelaku dalam keadaan sadar, kejadian ini merupakan kejadian yang pertama kalinya.------------------------------------

HASIL PEMERIKSAAN :--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran sadar penuh, emosi stabil, kooperatif, tekanan darah

seratus duapuluh per delapanpuluh milimeter air raksa. Laju nadi delapan puluh dua kali permenit. Laju pernafasan duapuluh kali permenit. Suhu tigapuluh enam koma lima derajat selsius. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking, jarak sebelas sentimeter dari mata kaki luar ditemukan luka memar berbentuk tidak beraturan, batas tidak tegas, warna biru keunguan, tidak bengkak, ada nyeri tekan, dengan ukuran tujuh kali empat sentimeter.-----------------------------------

KESIMPULAN :------------------------------------------------------------------------------------------------------------------- -------------Seorang wanita mengaku berusia empat puluh tahun mengadu telah dianiaya oleh pelaku (suami

korban). Pada pemeriksaan fisik didapatkan luka memar di punggung kaki kiri akibat kekerasan tumpul. Perlukaan ini tidak menimbulkan penyakit dan halangan pekerjaan.-----------------------------------------------------------

Demikianlah Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenarnya dan menggunakan keilmuan saya yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.------------------

7

Dokter tersebut diatas,

dr.Muhammad Harris.

R / 20 / VER-PPT / XI / 2012 / Rumkit

Bhy TK.I Halaman 7 dari 2 halaman

Page 9: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

TINJAUAN PUSTAKA

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada

tahun 2001 dicatat sebanyak 258 kasus KDRT, kemudian 226 kasus pada tahun 2002, 272

kasus pada tahun 2003, 328 kasus pada tahun 2004 dan 455 kasus pada tahun 2005 dan terus

meningkat hingga sekarang1.

Dari data diatas, ditemukan korban adalah penduduk perkotaan yang memiliki akses

dengan jaringan relawan dan memiliki pengetahuan yang cukup memadai mengenai KDRT

hingga dapat melaporkannya ke instalasi hukum1. Perlu diketahui bahwa kasus kejadian

KDRT yang sebenarnya dapat lebih tinggi daripada data yang dicatat karena kurangnya

pengetahuan mengenai KDRT di lingkungan penduduk dengan edukasi rendah hingga hanya

sedikit kasus KDRT yang dilaporkan.

Definisi

Berdasarkan Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT) Tahun 2004,

yang dimaksud dengan KDRT adalah “Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama

perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,

psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan

perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga. Lingkup rumah tangga meliputi: suami, istri, dan anak” (UU RI KDRT, 2004,

hal 33-34)2.

Siklus Kekerasan dalam Rumah Tangga

Walker (1979) mengemukakan teori siklus kekerasan yaitu sebagai berikut:

1. Tension-building phase

Disebut juga fase ketegangan, yaitu masa dimana ketegangan mulai terjadi, terus

mulai bertambah hingga memuncak. Korban merasa tidak berdaya. Pelaku memiliki

pandangan negatif dan kecurigaan yang berlebihan terhadap korban.

2. Explosion or battering phase

8

Page 10: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Yaitu fase penganiayaan. Ketegangan yang memuncak pada fase sebelumnya

dilepaskan dalam bentuk kekerasan baik verbal maupun fisik.

3. Honeymoon phase/calm phase

Merupakan fase terakhir atau penyesalan dimana pelaku merasa bersalah dan

menyesal telah melakukan kekerasan dan mengatakan bahwa tidak bermaksud

menyakiti korban. Pelaku meminta maaf, dan memberikan hadiah kepada korban.

Siklus di atas dapat terulang terus-menerus.

Bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga

Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) mencatat

berbagai macam bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam KDRT dalam pasal 5 sampai

pasal 9.

Pasal 5 berbunyi “Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga

terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. Kekerasan fisik, b.

Kekerasan psikis, c. Kekerasan seksual, d. Penelantaran rumah tangga”.

1. Kekerasan Fisik

Pasal 6 menyebutkan “Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5

huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat”.

Bentuk-bentuk kekerasan fisik tersebut dijabarkan lebih luas oleh Lembaga

Bantuan Hukum (LBH) APIK (2006) sebagai pukulan dengan anggota tubuh, pukulan

dengan tangan kosong, pukulan menggunakan benda atau alat, pelemparan benda,

pembenturan ke dinding, sundutan rokok, penyiraman dengan cairan (air keras,

cucian, minyak panas), cambukan, diinjak-injak, dibakar, diiris, dicubiti, dipelintir,

dicekik dan diseret.

2. Kekerasan Psikis

Pasal 7 berbunyi “Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf

b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri,

hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan

psikis berat pada seseorang”.

9

Page 11: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Karakteristik kekerasan psikis menurut analisis LBH APIK (2006) meliputi

makian, umpatan, hinaan, peludahan, suami menikah lagi tanpa sepengetahuan istri,

suami memiliki wanita idaman lain (WIL), meninggalkan istri tanpa ijin, sifat otoriter,

berjudi dan mabuk, ancaman dengan benda tajam atau senjata api, pengambilan paksa

anak oleh keluarga suami, teror oleh keluarga suami, dan melakukan hubungan

seksual dengan orang lain di depan istri atau anak.

3. Kekerasan Seksual

Pasal 8 berbunyi “Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 5

huruf c meliputi: a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang

menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut, b. Pemaksaan hubungan seksual

terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk

tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu”.

Menurut LBH APIK (2006) disebut kekerasan seksual apabila didapati

pemaksaan sepihak dalam melakukan hubungan suami istri, melakukan hubungan

suami istri dengan kekerasan, memaksa melakukan hubungan suami istri dengan cara-

cara yang tidak wajar, menelanjangi istri dengan paksa, dan memaksa istri

berhubungan dengan orang lain.

4. Penelantaran Rumah Tangga

Pasal 9 berbunyi, “(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup

rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena

persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau

pemeliharaan kepada orang tersebut. (2) Penelantaran sebagaimana dimaksud ayat (1)

juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan

cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam luar rumah

sehingga korban berada dibawah kendali orang tersebut”.

LBH APIK (2006) menambahkan karakteristik kekerasan ekonomi antara lain:

tidak diberi nafkah, diberi nafkah tetapi terbatas/kurang, tidak boleh bekerja, harta

bersama tidak dibagi, eksploitasi kerja, sampai istri tidak dipercaya memegang uang.

Inti dari penelantaran rumah tangga adalah dimana akses korban secara ekonomi

dihalangi dengan cara korban tidak boleh bekerja tetapi ditelantarkan, kekayaan

10

Page 12: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

korban dimanfaatkan tanpa seijin korban, atau korban dieksploitasi untuk

mendapatkan keuntungan materi.

Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya KDRT yaitu:

1. Masyarakat

Mengenai norma-norma daerah dimana laki-laki dapat sepenuhnya

mengendalikan perempuan, norma yang memperbolehkan kekerasan sebagai

bentuk pendidikan, anggapan bahwa keperkasaan laki-laki ditunjukkan melalui

agresi dan dominasinya, kemudian peran gender yang kaku.

Seringkali perempuan diposisikan lebih rendah secara sosial, ekonomi, status

hukum sehingga menyebabkan ketidakadilan gender. Norma budaya di negara

berkembang cenderung memposisikan perempuan setelah laki-laki dan adanya

persepsi bahwa perempuan adalah milik laki-laki sehingga tindakan kekerasan

dalam rumah tangga dapat disebut wajar.

2. Lingkungan

Meliputi: kemiskinan, status sosial ekonomi yang rendah, pengangguran,

kelompok sebaya yang berperilaku menyimpang, pengisolasian perempuan dan

keluarga dari lingkungannya.

Kurangnya kepedulian lingkungan terhadap KDRT juga dapat menjadi faktor

risiko karena beberapa lingkungan menganggap bahwa KDRT adalah masalah

keluarga yang tidak perlu disebar-luaskan. Kemiskinan juga dapat menyebabkan

tekanan mental yang dapat memicu masalah dalam rumah tangga.

3. Hubungan

Meliputi: konflik perkawinan, kendali laki-laki terhadap harta dan

pengambilan keputusan dalam keluarga.

Penelitian mencatat bahwa perselisihan verbal secara signifikan diikuti oleh

kekerasan secara fisik pada istri yang seringkali disebabkan karena laki-laki lebih

dominan dalam keluarga, tekanan perekonomian dalam keluarga dan aspek yang

lain seperti adanya perselingkuhan dan ketidakstabilan hubungan.

4. Individu

11

Page 13: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Meliputi: kebanggaan sebagai laki-laki, trauma masa lalu, tidak adanya atau

penolakan figur ayah pada masa lalu, dan penggunaan alkohol.

WHO mencatat bahwa laki-laki yang melakukan KDRT menunjukkan

ketergantungan emosional, harga diri rendah dan ketidakmampuan

mengendalikan emosi. Mereka juga menunjukkan kebiasaan marah yang

berlebihan dan lebih mudah depresi termasuk memiliki gangguan kepribadian

antisosial dan agresif. Laki-laki pelaku KDRT memiliki karakteristik individu

yaitu usia muda, mengonkonsumsi alkohol/pecandu alkohol, mengalami depresi,

memiliki gangguan kepribadian, serta memiliki riwayat kekerasan dalam

keluarga.

Faktor individu dapat disebabkan oleh kebanggaan sebagai laki-laki yang

dianggap memiliki kemampuan lebih dari perempuan, tidak adanya figur ayah

atau penolakan figur ayah, dan trauma kekerasan masa kecil.

Dampak KDRT

KDRT memiliki efek pada kesehatan fisik dan mental korban hingga menyebabkan

berkurangnya kesejahteraan perempuan dalam komunitas. Dampak negatif yang dapat terjadi

yaitu:

a. Dampak pada Kesehatan Fisik

WHO mencatat kehidupan perempuan korban KDRT mengalami penurunan

kesehatan fisik maupun mental yang dapat berdampak serius hingga mengganggu

kehidupan sehari-hari maupun kematian. Korban-korban KDRT juga didapati sering

mengalami gangguan pencernaan seperti irritable bowel syndrome, dan gangguan

nyeri.

b. Dampak pada Kesehatan Reproduksi Wanita

Diskriminasi terhadap perempuan dan pandangan masyarakat mengenai tugas

utama perempuan yaitu merawat dan memenuhi kebutuhan suami, anak, mertua dan

orang tua. Perempuan yang baik adalah perempuan yang tidak mendahulukan

kebutuhan diri sendiri. Sikap stereotipik tersebut dapat mengakibatkan penelantaran

kebutuhan wanita. Perempuan dapat mengalami kesulitan melindungi diri sendiri dari

kehamilan yang tidak diinginkan atau penyakit menular seksual. Kekerasan seksual

12

Page 14: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

dapat secara langsung melalui penularan penyakit seksual, infeksi, HIV, dan

kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian menunjukkan bahwa stress akibat

mempunyai banyak anak dapat meningkatkan risiko terjadinya KDRT. Penelitian

UNICEF di berbagai negara menunjukkan tingginya tingkat kekerasan pada masa

kehamilan yang mengakibatkan risiko terhadap kesehatan ibu dan janin, pemaksaan

seksual penyebab kehamilan yang tidak diinginkan, dan bahaya akibat komplikasi

aborsi.

c. Dampak pada Kesehatan Psikologis

Situasi yang dihadapi korban KDRT seringkali kompleks hingga menyebabkan

tekanan mental dan status psikologis. Korban dapat mengalami post-traumatic stress

disorder (PTSD), depresi, kecemasan, dan berisiko terhadap perilaku bunuh diri.

Hampir seluruh korban KDRT mengalami gangguan emosional lebih tinggi dan tidak

sedikit yang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Dampak psikologis lainnya adalah

jatuhnya harga diri dan konsep diri korban (memandang diri negatif).

Pada korban KDRT anak-anak, ditemukan gangguan tumbuh kembang otak

anak yang mengganggu pertumbuhan kognitif dan sensorik. Gangguan tersebut dapat

membentuk sifat sangat sensitif, gangguan tidur, ketidakstabilan emosi, rasa ketakutan

yang berlebihan, sifat kekanak-kanakan, masalah berbahasa dan kesulitan dalam toilet

training. Anak-anak korban KDRT yang tumbuh dewasa seringkali menunjukkan

banyak masalah, baik masalah belajar maupun komunikasi sosial. Gangguan

kepribadian seperti psikosomatik, depresi dan kecenderungan untuk bunuh diri dapat

terjadi. Anak-anak tersebut juga memiliki risiko tinggi dalam penyalahgunaan obat-

obatan, kehamilan remaja dan perilaku kriminal.

Aspek Medikolegal KDRT

Semakin besarnya peranan lembaga-lembaga sosial dalam menanamkan kesadaran

akan hak dan memberikan pendampingan serta perlindungan kepada korban kasus KDRT

dipengaruhi oleh lahirnya peraturan perundang-undangan di Indonesia. Lahirnya UU no. 23

tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Peraturan Pemerintah No.4 tahun 2006 tentang

Penyelenggaraan dan Kerjasama Pemulihan Korban KDRT, dan Peraturan Presiden no. 65

tahun 2005 tentang Komisi Nasional Terhadap Perempuan, UU no.13 tahun 2006 tentang

Perlindungan Saksi dan Korban, dan peraturan perundangan lainnya yang memberikan tugas

13

Page 15: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

dan fungsi kepada lembaga-lembaga yang terkoordinasi memberikan perlindungan hukum

terhadap perempuan. Bahkan dalam rencana pembentukan peraturan perundang-undangan

tersebut tidak terlepas dari peran lembaga sosial.

A. UU no. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga

UU yang disebut sebagai UU PKDRT tersebut diundangkan pada tanggal 22

September 2004 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 no.95. Fokus

UU PKDRT adalah kepada upaya pencegahan, perlindungan dan pemulihan korban

kekerasan dalam rumah tangga.

UU PKDRT Pasal 3 menyebutkan penghapusan kekerasan dalam rumah tangga

dilaksanakan berdasarkan: a. Penghormatan hak asasi manusia, b. Keadilan dan

kesetaraan gender, c. Nondiskriminasi, dan d. Perlindungan korban.

Tujuan UU PKDRT disebutkan pada pasal 4 yaitu untuk: 1) Mencegah segala

bentuk kekerasan dalam rumah tangga, 2) Melindungi korban kekerasan dalam rumah

tangga, 3) Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan 4) Memelihara

keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.

B. Peraturan Presiden No.65 Tahun 2005 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan

Terhadap Perempuan

Perpres Komnas Perempuan ialah merupakan penyempurnaan Keputusan Presiden

No.181 Tahun 1998 tentang Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.

Perpres Komnas Perempuan Pasal 24 telah mencabut dan menyatakan tidak berlaku

Keppres no.181 Tahun 1998 tentang Komini Nasional Anti Kekerasan terhadap

Perempuan.

Komnas Perempuan ini dibentuk berdasarkan prinsip negara hukum yang

menyadari bahwa setiap bentuk kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu

bentuk pelanggaran atas hak-hak asasi manusia sehingga dibutuhkan satu usaha untuk

mencegah dan menanggulangi terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

Ketentuan Pidana

14

Page 16: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh UU RI No.23 Tahun 2004

tentang PKDRT sebagai berikut:

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 44

(1) Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling

lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,- (lima belas juta

rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban

jatuh sakit atau luka berat, dipidanakan penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau

denda paling banyak Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya

korban, dipidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak

Rp 45.000.000,- (empat puluh lima juta rupiah).

(4) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami

terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

menjalanakan pekerjaan atau jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau denda paling

banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 45

(1) Setiap orang yang melakukan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga

sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling

lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,- (sembilan juta rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami

terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk

menjalankan pekerjaan atau jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling

banyak Rp 3.000.000,- (tiga juta rupiah).

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 46

15

Page 17: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas)

tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,- (tiga puluh enam juta rupiah).

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 47

Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan

hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 huruf b dipidana dengan

pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15

(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp 12.000.000,- (dua belas juta rupiah)

atau paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 48

Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 dan 47 mengakibatkan

korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,

mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 (empat)

minggu terus-menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya

janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi,

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan penjara paling lama

20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,- (dua puluh lima juta

rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 49

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak

Rp 15.000.000,- (lima belas juta rupiah) bagi setiap orang yang:

a. Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 9 ayat 1.

b. Menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat 2.

UU No.23 Tahun 2004 Pasal 50

Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam bab ini hakim dapat menjatuhkan pidana

tambahan berupa:

16

Page 18: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

a. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari

korban dalam jaraj dan waktu tertentu maupun pembatasan hak-hak tertentu dari

pelaku;

b. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga

tertentu.

Hukum Terhadap Kekerasan dalam KUHP

Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka akibat kekerasan,

pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat memberikan kejelasan tentang jenis luka

yang terjadi, jenis kekerasan atau senjata yang menyebabkan luka serta kualifikasi luka.

Kualifikasi luka dibahas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu Bab XX pasal

351 dan 352 serta Bab IX pasal 90:

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan

atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak

menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau

pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama

tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat

ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang

bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

17

Page 19: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Pasal 353

(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling

lama empat tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana

penjara paling lama tujuh tahun.

(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama sembilan tahun

Pasal 354

(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan

penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal 355

(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.

(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 356

Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan sepertiga:

1. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau

anaknya;

2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau karena menjalankan

tugasnya yang sah;

3. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa

atau kesehatan untuk dimakan atau diminum.

Pasal 358

18

Page 20: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di mana terlibat

beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan

olehnya, diancam:

1. Dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan

atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat

2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.

Pasal 90 KUHP

Luka berat berarti:

Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,

atau yang menimbulkan bahaya maut.

Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan

pencahariaan.

Kehilangan salah satu panca indera

Mendapat cacat berat.

Menderita sakit lumpuh.

Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.

Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.

Dari pasal-pasal tersebut maka penganiayaan dibagi menjadi 4 jenis tindak pidana,

yaitu: (1) Penganiayaan ringan, (2) Penganiayaan berdasarkan pasal 351 KUHP, (3)

Penganiayaan yang mengakibatkan luka berat, dan (4) Penganiayaan yang mengakibatkan

kematian

Penganiayaan ringan yaitu penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau

halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencahariaan. Penganiayaan ringan

digolongkan sebagai luka derajat satu. Bila akibat suatu penganiayaan seseorang mengalami

penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencahariaan yang bersifat

sementara, maka disebut luka derajat dua. Bila penganiayaan yang dilakukan mengakibatkan

luka berat, yaitu yang secara permanen menjadi halangan untuk mengerjakan pekerjaan,

jabatan atau pencaharian, atau hilang ingatan minimal 4 bulan seperti dalam pasal 90, maka

luka tersebut digolongkan menjadi luka derajat tiga.

19

Page 21: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Oleh karena istilah "penganiayaan" merupakan istilah hukum, yaitu "dengan sengaja

melukai atau menimbulkan perasaan nyeri pada seseorang", maka didalam Visum et

Repertum yang dibuat dokter tidak boleh mencantumkan istilah penganiayaan, karena itu

merupakan urusan hakim. Demikian pula dengan menimbulkan perasaan nyeri sukar sekali

untuk dapat dipastikan secara objektif, maka kewajiban dokter di dalam membuat Visum et

Repertum adalah menentukan derajat luka.

Upaya Pemulihan Korban KDRT

Peraturan Pemerintah RI no.4 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan dan Kerjasama

Pemulihan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga menyebutkan pada pasal 1 ayat (1)

yaitu, pemulihan korban adalah segala upaya yang dilakukan untuk membantu memberikan

penguatan kepada korban agar lebih berdaya secara fisik dan psikis. Sedangkan pasal 2 ayat

(1) menyebutkan upaya penyelenggaraan pemulihan adalah segala tindakan yang dilakukan

yang meliputi memberikan pelayanan kepada korban, pendampingan kepada korban.

Sedangkan orang yang melakukan pendampingan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan,

pekerja sosial, relawan pendamping dan pembimbing rohani.

Bentuk-bentuk program pemulihan korban KDRT di Indonesia menurut PP PKPKDRT

pasal 4 yaitu: Pelayanan kesehatan, pendampingan korban, konseling, bimbingan rohani, dan

resosialisasi.

Pencegahan KDRT

Pencegahan KDRT terdiri dari (1) Pencegahan primer, (2) Pencegahan sekunder, dan

(3) Pencegahan tersier.

Tujuan dari pencegahan primer adalah memberikan intervensi sebelum masalah terjadi,

atau mencegah berkembangnya faktor risiko. Pencegahan primer KDRT adalah melalui

tindakan sebelum kekerasan terjadi, meliputi edukasi mengenai KDRT, serta dilakukannya

pendidikan kesehatan remaja, program untuk mengurangi stereotipik gender untuk pasangan

KDRT.

Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi faktor risiko dan

mengambil tindakan untuk mengurangi faktor risiko. Tindakan yang dilakukan diantaranya

adalah program skrining di lembaga pelayanan kesehatan. Kunjungan rumah dapat dilakukan

untuk program skrining.

20

Page 22: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Pencegahan tersier dilakukan setelah masalah KDRT terjadi. Tindakan pencegahan

dirancang untuk meminimalkan dampak dan membantu proses pemulihan, kesejahteraan, dan

keamanan sesegera mungkin. Pencegahan tersier pada KDRT meliputi semua tindakan

pelayanan kepada korban dan pelaku secara langsung ketika kekerasan terjadi. Misalnya

perawatan trauma fisik yang dialami korban, perencanaan perlindungan, trauma psikologis,

rumah aman, konseling, kelompok suportif, pelayanan dan perlindungan untuk anak, dan

koordinasi dengan pihak-pihak terkait.

Pencegahan dan penanggulanagan kekerasan dalam rumah tangga memerlukan upaya

yang harus melibatkan berbagai lintas program dan sektoral, dengan keterlibatan Lembaga

Sosial Masyarakat (LSM) dan masyarakat sedini mungkin.

21

Page 23: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

PEMBAHASAN

Pada kasus ini korban datang ke Pusat Pelayanan Terpadu, dengan membawa surat

pengantar dari Resor Metropolitan Jakarta Timur untuk dibuatkan Visum et Repertum. Dalam

kasus ini, pembuatan Visum et Repertum disertai dengan permintaan tertulis dari penyidik

berupa Surat Permohonan Visum serendah-rendahnya pembantu letnan dua sesuai dengan

pasal 133 ayat 1 KUHAP. Dengan demikian sesuai pasal 184 ayat 1 KUHAP, Visum et

Repertum yang dibuat dapat dijadikan salah satu alat bukti yang sah di pengadilan.

Dengan adanya SPV yang dibuat oleh penyidik maka doker berkewajiban memberikan

keterangan ahli sesuai dengan pasal 179 (1) KUHAP yaitu “Setiap orang yang diminta

pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib

memberikan keterangan ahli demi keadilan”. Hasil pemeriksaan ini tertuang dalam Visum et

Repertum yang dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah.

Pada korban, ditemukan luka-luka memar di punggung kaki kiri, punggung jari

telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking. Luka-luka tersebut sesuai dengan luka akibat

kekerasan tumpul.

Luka memar tersebut akibat pecahnya pembuluh darah sehingga terjadi ekstravasasi

darah ke jaringan sekitar dan manifestasinya berupa pembengkakan. Luka memar tersebut

diakibatkan oleh kekerasan tumpul. Warna luka memar pada korban dapat menunjukkan

waktu perkiraan timbulnya suatu kekerasan. Pada korban, luka memar berwarna merah

keunguan menandakan kekerasan baru saja terjadi.

Berdasarkan ketentuan dalam KUHP, kasus korban termasuk dalam penganiayaan

ringan karena pada umumnya yang dianggap sebagai hasil dari penganiayaan ringan adalah

korban dengan ”tanpa luka” atau dengan luka lecet atau memar di lokasi tubuh yang tidak

berbahaya atau yang tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. Dalam kasus ini apabila

telah diputuskan, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 352 (1) KUHP dengan pidana

penjara paling lama tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.

Berdasarkan UU No.23 Tahun 2004 Bab III Larangan Kekerasan Dalam Rumah

Tangga, Pasal 5 menjelaskan “setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah

tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :

a. Kekerasan Fisik

22

Page 24: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

b. Kekerasan Psikis

c. Kekerasan Seksual

d. Penelantaran rumah tangga.

Pasal 6 menjelaskan “kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a,

adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat”. Adapun

ketentuan pidananya adalah (Pasal 44)

1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga

sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf a, dipidana dengan pidana penjara

paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas

juta rupiah)

2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban

mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10

tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)

3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya

korban, dipidana dengan pidana paling lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp

45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah)

4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami

terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan

untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-

hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak

Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)

Dalam kasus ini, sesuai dengan UU No. 23 tahun 2004, dapat dimasukkan dalam

kekerasan dalam rumah tangga yang berupa kekerasan fisik. Atas tindakan pelaku terhadap

korban yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau

mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana paling lama 4 tahun atau

denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah).

23

Page 25: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

KESIMPULAN

Seorang wanita mengaku berusia 40 tahun mengadu telah dianiaya oleh pelaku (suami

korban). Pada pemeriksaan fisik didapatkan luka memar di punggung kaki kiri akibat

kekerasan tumpul. Perlukaan ini tidak menimbulkan penyakit dan halangan pekerjaan.

24

Page 26: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

DAFTAR PUSTAKA

1. Pangemaran DR. Tindakan Kekerasan Terhadap Perempuan Dalam Keluarga, Hasil

Penelitian di Jakarta, Jakarta: Program Studi Kajian Wanita Program Pasca Sarjana

Universitas Indonesia, 2005.

2. Budianto A, Wibisana W, Slamet P, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik, Edisi Pertama,

Cetakan Kedua. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. 1997

3. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Peraturan perundang-undangan bidang

kedokteran. Ed 1. Cetakan Kedua. 1994

4. Soesilo R. Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP), Cetakan Ulang

Kesepuluh. Bogor : Poelita. 1988.

5. Idries AM. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Ed I. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

1989

6. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan ilmu kedokteran forensik dalam proses

penyidikan. Sagung seto :2008

25

Page 27: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Lampiran Surat Permintaan Visum

26

Page 28: Case hidup- KDRT GANES.docx

Laporan Kasus Hidup / KDRT Simon Ganesya RFK UPH - 07120080040

Lampiran Foto

Pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking, jarak 11 cm dari mata kaki luar ditemukan luka memar berbentuk tidak beraturan, batas tidak tegas, warna biru keunguan, tidak bengkak, ada nyeri tekan, dengan ukuran 7 x 4 cm.

27