resume etbis chapter 8
DESCRIPTION
resume etika bisnis dan profesi akuntanTRANSCRIPT
Tugas Resume Etika Bisnis dan Profesi Akuntan
“Etika Akuntan Manajemen Bagian II”
oleh :
Kelopmpok 5
Dimas Irwanto P (2011310133)
Bachruni Kristama (2011310195)
Ayunda Inayatur R (2011310200)
Merry Shintya L (2011310203)
Tio Ari Pratama (2011310233)
Anisa Putri Rizqi E (2011310452)
Kelas J
STIE PERBANAS SURABAYA
2014
1
PEMBANDINGAN CEPA IN BUSINESS 2012 DENGAN KODE ETIK AKUNTAN
MANAJMEN DAN AUDITOR INTERNAL DI INDONESIA
No Item Pokok CEPA 2012 Kode Etik IAMI 2008 KOde Etik FKSPI
1 Prinsip-
Prinsip
Dasar Etika
1. Integritas
2. Objektivitas
3. Kompetensi
professional dan
sikap kecermatan
dan kehati-hatian
4. Kerahasiaan
5. Perilaku
Profesional
IAMI belum memiliki
kode etik, sehingga
prinsip-prinsip dasar
mengacu pada IAI :
1. Tanggung Jawab
Profesi
2. Kepentingan
Publik
3. Integritas
4. Objektivitas
5. Kompetensi dan
Kehati-hatian
professional
6. Kerahasiaan
7. Perilaku
professional
8. Standart Teknis
1. Integritas
2. Objektivitas
3. Kerahasiaan
4. Kompetensi
2 Pendekatan
kerangka
konseptual
Menjelaskan cara dan
langkah memecahkan
berbagai ancaman
terhadap ketaatan
pada prinsip dasar
Tindakan menjelaskan
tentang pendekatan
keranngka kerja
konseptual
Tidak menjelaskan
tentang pendekatan
kerangka kerja
konseptual
3 Ancaman
dan contoh-
contohnya
Ancaman terhadap
ketaatan pada prinsip
dasar yaitu :
1. Self-Interest Threat
2. Self-Review
Karena mengikuti
kode etik IAI, maka
tidak menjelaskan
tentang ancaman
terhadap ketaatan
tidak menjelaskan
tentang ancaman
terhadap ketaatan
terhadap prinsip dasar
berikut contoh-
2
Threat
3. Advocacy Threat
4. Familiarity Threat
5. Intimidation Threat
terhadap prinsip dasar
berikut contoh-
contohnya.
contohnya.
4 Pengamanan
dan Contoh-
contohnya
1. Pengamanan yang
diciptakan oleh
profesi, legislator
atau regulator
2. Pengamanan di
lingkungan
pekerjaan
3. Diberikan juga
contoh-contohnya
Karena mengikuti
kode etik IAI, maka
tidak menjelaskan
tentang pengamanan
terhadap ancaman atas
ketaatan pada prinsip
dasar berikut contoh-
contohnya.
tidak menjelaskan
tentang pengamanan
terhadap ancaman atas
ketaatan pada prinsip
dasar berikut contoh-
contohnya.
5 Konflik
Etika
Menjelasakan
tentang konflik
etika serta
bagaimana akuntan
professional
mengambil langkah
untuk
menyelesaikannya
Tidak menjelaskan
konflik etika.
Tidak menjelaskan
konflik etika.
PERAN AKUNTAN MANAJEMEN SEBAGAI “ WHISTLE BLOWER”
Whistle blower adalah seseorang atau beberapa orang ( yang masih bekerja atau sudah
berhenti disuatu organisasi ) yang melakukan pengungkapan praktik illegal, tidak bermoral atau
melanggar hukum yang dilakukan oleh anggota organisasi (baik mantan pegawai atau yang
masih bekerja) yang terjadi di dalam organisasi tempat mereka bekerja.Pengungkapan dilakukan
kepada seseorang atau organisasi lain sehingga memungkinkan dilakukan suatu tindakan (Miceli
& Near, 1985). Istilah whistle blower dapat di bahasa indonesiakan sebagai “pengungkapan fakta
kejahatan organisasi”. Apakah layak seorang akuntan manajemen, dalam hal ini auditor internal
menjadi pengungkap fakta kejahatan yang ada dalam organisasi, meski fakta tersebut buruk.
3
Terlepas dari apakah menjadi pengungkap fakta kejahatan organisasi dipandang sebagai
orang yang melanggar ketentuan kerahasiaan organisasi, menentang hirarki organisas, atau
dipandang tidak loyal, namun seorang akuntan manajemen mempunyai tanggung jawab etika
yang lebih penting, yaitu tanggung jawab tugas profesionalnya kepada masyarakat luas. Dalam
konteks ini, duska & duska, 2006 menjelaskan bahwa seorang dapat menjadi pengungkap
kejahatan organisasi bila perusahaan :
a) Menimbulkan kerugian atau bahaya yang sebenarnya tidak perlu terjadi
b) Melanggar hak asasi manusia
c) Tidak sah
d) Bertentangan dengan tujuan yang telah ditentukan oleh lembaga atau profesi
Wilopo, R dan Nurul, HU. Dewi, 2012 menjelaskan bahwa pengungkapan fakta kejahatan
organisasi dapat menyampaikan laporannya kepada pihak dalam organisasi, seperti kepada
atasan yang berwenang ( disebut internal whistle blowing ) atau kepada pihak luar organisasi,
seperti kepada penegak hukum atau media masa ( external whistle blowing). Oleh karenanya
untuk menjadi seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi diperlukan prasyarat sebagai
berikut :
Motivasi yang tepat.
Seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi harus melaksanakannya dengan motif moral
yang tepat, dan bukan dari keinginan atau nafsu untuk maju atau naik pangkat dan nafsu yang
sejenis.
Bukti yang tepat
Seorang pengungkap fakta harus yakin bahwa tindakan kejahatan yang diperintahkan atau
yang terjadi, didasarkan pada bukti yang membujuk atau memaksa seseorang untuk melakukan
tindak kejahatan.
Analisis yang tepat
Seorang pengungkap fakta kejahatan organisasi bertindak hanya setelah mendasar pada
analisis yang hati-hati atas kejahatan atau kerugian yang dilakukan atau dapat dilakukan.
Pertanyaan kepada diri sendiri harus dilakukan :
a) Seberapa seriuskah adanya pelangaran moral?
4
b) Seberapa lama pelanggaran moral terjadi?
c) Apakah pelanggaran moral seseorang tersebut dapat diketahui terlebih dahulu ?
Saluran yang tepat
Seorang pengungkap fakta harus kejahatan harus memanfaatkan semua saluran internal
sebelum menginformasikan kepada masyarakat. Tindakan pengungkap fakta kejahatan harus
sepadan dengan tanggung jawab seseorang untuk menghindari kejahatan moral.
Swanton, M., 2012 memberikan saran tentang langkah-langkah untuk melindungi
organisasi atau perusahaan dari pengungkap fakta kejahatan organisasi. Langkah0langkah
tersebut adalah :
Berkomunikasi
Hasil-hasil penelitian saat ini menyatakan bahwa para karyawan mempunyai pandangan
atau pendapat yang cukup buruk terhadap organisasi atau perusahaan bila mereka mendapat
informasi perihal complain atau tuntutan dari pengungkap fakta kejahatan organisasi. Oleh
karena itu melakukan komunikasi dengan para karyawan adalah penting, sehingga para
karyawan tidak menduga-duga adanya tindak kejahatan yang dilakukan perusahaan.
Menunjuk seorang atau lembaga ombudsman
Orang atau lembaga ombudsman adalah orang atau lembaga dalam organisasi atau
perusahaan yang tugasnya menerima laporan dari karyawan tentang adanya fakta kejahatan yang
dilakukan dalam organisasi atau perusahaan. Sebaiknya lembaga ini berdiri sendiri dan terpisah
dari sumberdaya manusia.
Memberikan laporan kepada atasan atau supervisor
Rencana yang baik untuk menerima complain atau tuntutan dan berhubungan dengan
pengungkap fakta kejahatan di organisasi tidak akan terjadi, terkecuali bila para atasan dan
manajer telah dilatih untuk melakukan proteksi serta menanggapi complain atau tuntutan
tersebut.
5
Memberikan hadiah
Sutu organisasi atau perusahaan perlu menggunakan sarana hadiah baik berbentuk uang
atau lainnya untuk memikat seseorang menjadi pengungkap fakta kejahatan di organisasi.
Pengungkapan fakta kejahatan tersebut selanjutnya diinvestigasi oleh organisasi atau perusahaan.
Apabila memang terjadi kejahatan yang mengarah ke kerugian perusahaan, maka perlu
diserahkan ke penegak hukum.
Menindak lanjuti secara hati-hati
Bila seorang pengungkap fakta mengungkapkan apa yang diangap jahat dalam
perusahaan, kepada pejabat yang berwenang atau penegak hukum, maka perusahaan tersebut
perlu menindak lanjuti secara hati-hati. Khususnya bila pengungkap fakta tersebut adalah
personil yang tidak menyebutkan nama ( anonim). Bila hal tersebut terjadi, maka organisasi atau
perusahaan akan berhadapan dengan 2 pihak yaitu lembaga yang berwenang atau penegak
hukum serta pengungkap fakta itu sendiri.
Jadi meskipun pengungkap fakta kejahatan dalam perusahaan itu merupakan tindakan
yang lebih diakibatkan karena ketidakpuasan, dibandingkan sebagai tindakan mulia, namun
pilihan untuk mengungkap fakta di dalam perusahaan itu merupakan tindakan yang penting
karena mengutamakan kepentingan masyarakat.
PENERAPAN ETIKA AKUNTAN MANAJEMEN
McCoy, T.L., 2012 menyatakan bahwa niat dari para akuntan manajemen di USA untuk
mengikuti kode etik akuntan manajemen dipengaruhi baik oleh aspek kewajiban, serta dari
dukungan pasar tenaga kerja. Bila aspek kewajiban, serta dukungan pasar tenaga kerja. Bila
aspek kewajiban doperkenalkan, maka kode etik lebih disukai untuk diikuti. Namun bila pasar
tenaga kerja tidak baik kondisinya atau tidak menguntungkan bagi akuntan manajmen, maka
akuntan manajmen akan lebih mengikuti kode etiknya dibandingkan pada saat pasar tenaga kerja
dengan kondisi baik.
Ninplay, S., and Ussahawanitchakit,P., 2011 melakukan penelitian di Thailand dengan
respondet para akuntan manajemen dari perusahaan ekspor. Penelitian ini ingin mengetahui
faktor-faktor yang berpengaruh kepada terhadap kualitas pembuatan laporan keuangan. Hasil
6
penelitian menunjukkan bahwa di Thailand kualitas pembuatan laporan keuangan oleh akuntan
manajemen dipengaruhi oleh :
1. Fokus pada praktik akuntansi
2. Kesadaran untuk menerapkan peraturan,
3. Orientasi etika professional, sedangkan peningkatan keahlian dari akuntan manajemen
tidak berpengaruh kepada terhadap pembuatan laporan keuangan
Venezia, G., et al,2010 melakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat
perbedaan yang signifikan antara akuntan di sector public dan akuntan di sector swasta. Dalam
pemahaman etika. Penelitian ini dilakukan di Negara Taiwan dan Philipina . hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa di Taiwan dan Philipina terdapat perbedaan pemahaman etika
antara akuntan pemerintah dan akuntan manajemen. Akuntan pemerintah berpendapat bahwa
mereka memandang dirinya beretika bila menunjukkan pemahaman terhadap kode etiknya,
bersikap peduli, memiliki kepentingan diri dan tanggung jawab sosial, serta berskap
instrumentalisme. Sebaliknya akuntan manajmen berpendapat bahwa mereka memandang
dirinya beretika bila bertindak efisien, serta memiliki moralitas kepribadian.
Dari urauan diatas tergambar bahwa di berbagai Negara ketaatan pada prinsip dasar
seorang akuntan manajemen dipengaruhi berbagai faktor. Tetapi yang terpenting adalah, bahwa
seorang akuntan manajmen perlu taat untuk melaksanakan kode etik akuntan manajmen.
Disamping itu, organisasi perlu profesinya perlu mengawasi pelaksanaan kode etik.
SIMPULAN
Seorang akuntan manajemen dalam melaksanakan tugasnya sering kali menghadapi
dilemma etika, khususnya bila dia mengetahui berbagai kejahatan yang dilakukan dalam
organisasi tempatnya bekerja. oleh karena itu akan dijelakan lebih dalam pada bab ini bagaimana
seorang akuntan manajmen bila menjadi seorang pengungkap kejahatan organisasi ( whistle
blower)
7
KASUS : “Efektifitas Whistle Blower Dalam Peningkatan Tata Kelola Perusahaan”
Latar Belakang
Tata kelola perusahaan adalah salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi
ekonomi dan pertumbuhan serta kepercayaan investor. Tata kelola perusahaan yang melibatkan
satu set hubungan antara perusahaan managemen, para pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya. Dalam melaksanakan tata kelola perusahaan, ada prinsip-prinsip good
corporate governance antara lain adalah keterbukaan dan transparansi, tetapi ada banyak fakta
bahwa beberapa manajemen tidak menerapkan keterbukaan dan transparansi dalam manajemen
bisnis, terutama jika mereka melakukan kejahatan, penipuan dan penyimpangan tindakan
merugikan dan disadvantaging pemangku kepentingan perusahaan.
Tindakan kejahatan, penipuan, dan penyimpangan dalam perusahaan dapat dicegah dan
terdeteksi oleh sistem pengendalian intern yang baik. dalam banyak kasus tindakan juga dapat
dideteksi oleh informasi dari orang lain. Laporan ACFE, 2012 penipuan mungkin untuk dapat
dideteksi. Empat puluh persen dari penipuan terdeteksi oleh tim atau informasi dari orang lain.
ACFE, 2011 menjelaskan bahwa temuan yang konsisten sejak tahun 2002. Hal ini berarti bahwa
peran blower wistle dalam meningkatkan corporate governance penting dan signifikan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah faktor-faktor internal seperti perilaku
beretika dan kompetensi karyawan dan faktor-faktor eksternal seperti keberadaan dan peran
organisasi profesi dan efektivitas LPSK akan mempengaruhi efektifitas whistle blower dalam
meningkatkan tata kelola perusahaan.
Landasan Teori
Tata Kelola Perusahaan
Sarbanes oakley bertindak, 2002 menyatakan bahwa whistle blower perlu dilindungi atas /
pernyataan pengungkapan kejahatan perusahaan. Bagian 901 juga menyatakan bahwa pelaku
kejahatan kerah putih harus meningkatkan hukuman. Berarti bahwa whistle blower dapat
meningkatkan dan meningkatkan corporate governance.
Whistle Blower
Whistleblowing merupakan pengungkapan praktik illegal, tidak bermoral atau melanggar hukum
yang dilakukan oleh anggota organisasi (baik mantan pegawai atau yang masih bekerja) yang
8
terjadi di dalam organisasi tempat mereka bekerja.Pengungkapan dilakukan kepada seseorang
atau organisasi lain sehingga memungkinkan dilakukan suatu tindakan (Miceli & Near, 1985).
Berdasarkan pihak yang dilapori, whistleblowing dibagi menjadi internal whistleblowing dan
eksternal whistleblowing. Internal whistleblowing adalah whistleblowing kepada pihak di dalam
organisasi atau melalui saluran yang disediakan organisasi (Dworkin, 2009)
Hipotesis
H1 : Perilaku beretika karyawan Perseroan mempengaruhi efektivitas whistle blower dalam
meningkatkan tata kelola
H2 : kompetensi internal auditor mempengaruhi efektivitas whistle blower dalam meningkatkan
tata kelola perusahaan
H3 : peran organisasi Auditor internal mempengaruhi efektivitas whistle blower dalam
meningkatkan corporate governance
H4 : efektivitas LPSK mempengaruhi efektivitas whistle blower dalam meningkatkan corporate
governance
Lokasi Penelitian
Penelitian itu dilakukan di provinsi jawa timur , indonesia . populasinya adalah adalah
auditor internal dari berbagai perusahaan di provinsi jawa timur , indonesia .
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah akuntan menjadi auditor internal di provinsi jawa timur ,
indonesia . populasinya sekitar 315 internal auditor . Dari populasi tersebut diambil lima puluh
dan empat sebagai sampel dari penelitian.
Teknik dan prosedur pengumpulan data
Yang mengumpulkan data dalam penelitian ini dilakukan berbagai teknik dan prosedur
sebagai berikut :
1. Kuisioner
2. Wawancara
3. Observasi
9
4. Kajian Literatur
Kesimpulan
Tata kelola perusahaan adalah salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi
ekonomi dan pertumbuhan serta meningkatkan kepercayaan investor. pelaksanaan GCG perlu
dilakukan untuk menghilangkan banyak penipuan. ACFE laporan, 2011 mengungkapkan bahwa
penipuan dapat awal terdeteksi melalui mekanisme whistle blower.
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati efektivitas whistle blower dalam meningkatkan
tata kelola perusahaan dan faktor yang mempengaruhi. Berdasarkan Tinjauan teoritis,
dipengaruhi oleh perilaku etis pegawai perusahaan, peran auditor internal organisasi, LPSK, dan
kompetensi auditor internal.
Hasil penelitian menunjukkan Internal auditor memperlihatkan bahwa hanya saksi yang
dilindungi LPSK mempengaruhi efektivitas whistle blower dalam meningkatkan tata kelola
perusahaan. Itu berarti bahwa jika suatu perusahaan atau pemerintah ingin seseorang untuk
menjadi whistle blower dari LPSK perlu dilakukan secara efektif.
Analisa : Dari hasil penelitian “Efektifitas Whistle Blower Dalam Peningkatan Tata Kelola
Perusahaan” bahwa bahwa hanya saksi yang dilindungi LPSK mempengaruhi efektivitas whistle
blower dalam meningkatkan tata kelola perusahaan, karena jika adanya perilaku beretika whistle
blower, kompetensi auditor internal, dan peranan organisasi saja tidak cukup tanpa adanya
perlindungan. Jika whistle blower tidak mendapat perlindungan dari LPSK di khawatirkan
adanya 1). ancaman ataupun serangan secara fisik atau pun mental dari para tersangka yang
mengancam keselamatan whistle blower maupun serangan hukum balik dari para tersangka
terhadap whistle blower. 2). Para whistle blower berisiko terkena efek “senjata makan tuan” dari
pengakuan dan informasi yang mereka berikan kepada media massa, lembaga antikorupsi,
pengacara, penyidik KPK, atau aparat hukum lainnya. Ucapan mereka kerap dijadikan sasaran
delik pencemaran nama baik oleh nama-nama yang mereka sebutkan. Sehingga tak jarang
whistle blower justru dijebloskan ke penjara. 3). ancaman yang juga bakal dihadapi oleh whistle
blower datang dari kalangan internal perusahaan atau institusi.Whistle blower menghadapi risiko
penurunan pangkat, skorsing, intimidasi, atau diskriminasi dari institusi tempatnya bekerja yang
merasa dirugikan dan dipermalukan atas pelaporannya.
10
Melihat beratnya risiko yang bakal dihadapi oleh whistle blower, tidak heran bila sedikit
orang yang “berani” menjadi whistle blower. Tak aneh bila banyak orang yang mengetahui suatu
penyimpangan, atau korupsi memilih berdiam diri karena jaminan perlindungan keamanan
belum tentu diperoleh oleh whistle blower apalagi sebuagh reward atau insentif.
Karena itu, mengingat besarnya risiko yang harus ditanggung oleh seorang whistle
blower, maka perlindungan hukum dan keamanan dari aparat hukum perlu menjadi jaminan.
Perlindungan hukum dapat berupa kekebalan yang diberikan kepada pelapor dan saksi agar tidak
dapat digugat atau dituntut secara perdata. Tentu dengan catatan, sepanjang yang bersangkutan
bukan pelaku tindak pidana itu sendiri. Sebaiknya perlindungan kepada whistle blower tidak
hanya di lakukan oleh LPSK dan aparat penegak hukum saja, tetapi adanya adanya kerjasama
media masa, LSM, dan masyarakat.
11