resensi buku reformasi kedua
DESCRIPTION
Resensi Buku Reformasi KeduaTRANSCRIPT
-
5/28/2018 Resensi Buku Reformasi Kedua
1/5
RESENSI BUKU REFORMASI KEDUA
Timbangan Buku
Melanjutkan Estafet Reformasi Melalui Reformasi Kedua
Judul Buku : REFORMASI KEDUA : Melanjutkan Estafet ReformasiPenulis : Eko Prasojo
Penerbit : Salemba Humanika, Jakarta.
Tahun terbit : 2009
Tebal : xxvi + 232 halaman
Reformasi yang diprakarsai oleh para mahasiswa pada tahun 1998 pada awalnya
mampu memberikan harapan pada banyak orang. Namun setelah lebih dari sepuluh tahun
reformasi berlangsung harapan ternyata tinggal harapan. Kalau kita bernostalgia pada saat ini,
rasanya seperti mimpi saja. Bayangkan saja, kekuasaan yang solid dan kokoh selama lebih dari
30 tahun, langsung runtuh berkat kekuatan moral dari para mahasiswa. Mesin politik Orde Baru
dengan komando Presiden Soeharto, siapa yang berani memperhitungkan akan runtuh. Birokrasi
yang dibuat sangat kuat, militer yang memberikan dukungan tanpa reserve, akhirnya toh runtuh
juga. Tokoh reformis saat itu, Amin Rais mampu berdiri dengan gagah, bargaining positioning
yang sangat-sangat di atas angin, benar-benar mengagumkan saat itu. Tetapi kini yang terjadi,
rakyat dibuat kecewa, harapan yang ada tinggal berapa persen lagi, mungkin sulit
memprediksinya. Amin Rais yang saat itu menjadi idola dengan ketokohannya juga akhirnya
tidak mampu memberikan janji, setelah masuk dalam mesin birokrasi sebagai Ketua
DPR/MPR.
Kini rakyat kembali mempertanyakan, benarkah reformasi telah berlangsung di
Indonesia. Yang dirasakan justru masyarakat kecil merasa telah terjadi kemunduran. Kini bahkan
muncul suara-suara, lebih enak pada jaman Pak Harto, lebih tentram, lebih sejahtera. Sekarang
rakyat merasa semakin tercekik saja. Sementara buah reformasi telah melahirkan para nara
pidana baru. Gubernur, Bupati, Walikota, Anggota DPR, satu-persatu masuk bui. Sampai-sampai
muncul joke, kalau pada jaman Soekarno-Hatta, harus jadi tahanan dulu, baru dinilai lulus
untuk jadi pemimpin. Tetapi sekarang terbalik, jadi pemimpin dulu, baru kemudian menikmati
hidup di bui jadi nara pidana. Dunia memang terbalik-balik, begitu kata orang bijak.
-
5/28/2018 Resensi Buku Reformasi Kedua
2/5
Menghadapi kegetiran tersebut, terbit buku baru yang ditulis oleh ahli kebijakan publik,
Profesor Eko Prasojo. Judulnya, REFORMASI KEDUA : Melanjutkan stafet Reformasi. Buku
ini seolah menjadi kanal untuk kegundahan publik yang merasa bahwa reformasi pada tahun
1998 telah gagal. Maka untuk melanjutkan estafet reformasi perlu ada reformasi kedua.
Kegundahan penulis juga nampak dalam ungkapan yang ditulis pada pengantar. Lebih dari 100
tahun kebangkitan nasional berlalu, lebih dari 63 tahun Indonesia merdeka, serta lebih dari satu
dekade upaya reformasi digulirkan di Indonesia, tetapi negeri ini masih belum mencapai yang
dicita-citakannya sebagai bangsa dan negara yang adil dan makmur, begitu kalimat awal pada
pengantar buku yang ditulis oleh Eko Prasojo, Guru Besar Ilmu Administrasi Publik, Fisip
Universitas Indonesia dengan spesialisasi bidang Pemerintahan Daerah dan Reformasi
Administrasi.
Indentifikasi Detail
Buku ini dengan tajam melakukan identifikasi situasi problematik pada tataran makro
pemerintahan pusat dari aspek politik, hukum, dan administrasi. Analisis berfokus pada arah
pertumbuhan pembangunan administrasi di Indonesia, pengaturan administrasi pemerintahan,
dan peningkatan profesionalisme aparatur pelayanan publik. Menurut penulis inilah jalan baru
reformasi administrasi di Indonesia. Dengan detail buku ini menyoroti praktik pemerintahan
daerah saat ini yang sarat dengan inkonsistensi Pusat dalam menyelenggarakan otonomi daerah;
inkompetensi Daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik di tingkat lokal; pemekaran
daerah yang tak terbendung tanpa evaluasi kemajuan daerah hasil pemekaran; penyelenggaraan
pilkada yang terlampu mahal secara finansial dan sosial; penerbitan peraturan daerah (perda)
yang masif tanpa sinkronisasi; serta kerusakan dan eksploitasi sumber daya akibat
penyalahgunaan kewenangan pemerintah pusat dan daerah dalam transaksi ekonomi-politik
dengan pemilik modal domestik dan asing.
Penulis dengan latar belakang keilmuannya bisa secara tegas mengingatkan pembaca,
bahwa reformasi berbeda dengan perubahan. Perubahan tidak selamanya menghasilkan
perbaikan-perbaikan. Karena perubahan akan tetap terjadi, dan bisa jadi sama sekali tanpa ada
pemecahan persoalan. Namun reformasi adalah perubahan yang merujuk pada upaya perubahan
yang dikehendaki (intended change) dalam suatu kerangka kerja yang jelas dan terarah. Oleh
-
5/28/2018 Resensi Buku Reformasi Kedua
3/5
karena itu prasyarat keberhasilan reformasi adalah eksistensi peta jalan (road map) menuju
kondisi, status, dan tujuan yang ditetapkan sejak awal beserta indokator keberhasilannya. (hal.
xv)
Buku ini mengungkapkan secara jujur fakta di Indonesia dengan menunjukkan sejarah
negeri ini, bahwa birokrasi di Indonesia adalah warisan kolonial yang sarat dengan kepentingan
kekuasaan. Sehingga struktur, norma, nilai, dan regulasi birokrasi yang ada sangat diwarnai oleh
orientasi pemenuhan kepentingan penguasa daripada pemenuhan hak sipil warga negara. Karena
itu, struktur dan proses yang dibangun selama ini merupakan instrumen untuk mengatur dab
mengawasi perilaku masyarakat, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugas
memberikan pelayanan pada masyarakat. Kondisi ini sudah mengakar, sehingga reformasi tahun
1998 sampai saat ini dirasakan tidak memenuhi harapan. Inilah yang banyak dibahas dalam bukuini melalui fakta-fakta di lapangan serta kajian dari teori-teori yang sekarang berkembang.
Penulis buku ini memberikan perbandingan keberhasilan Cina dan Korea Selatan, dua
negara yang saat ini tidak saja menjadi pesaing Jepang di Asia, tetapi juga pesaing negara-negara
industri maju di Eropa dan Amerika. Di Cina, Deng Xiaoping pada tahun 1982
memproklamirkan reformasi administrasi sebagai tulang punggung kemajuan bangsa. Deng
bukan hanya pidato, tapi pada tahun 1983, jumlah kementerian, departemen dan lembaga lain
dipangkas dari 100 menjadi 61. Selain itu sebanyak 30.000 kader yang aktif di birokrasi
dipensiunkan. Sementara Korea Selatan mengawali reformasi pada tahun 1980 dengan
meletakkan sejumlah pilar reformasi administrasi, seperti peningkatan pelayanan, penegakan
etika, kontrol dan pengawasan jalannya pemerintahan yang sangat ketat. Reformasi administrasi
tersebut dilanjutkan oleh Rho Tae Woo pada tahun 1998-1993 dengan melakukan deregulasi dan
simplikasi, restrukturisasi pemerintahan pusat, serta memperkuat komisi reformasi administrasi
dan keterbukaan informasi publik. Hal ini terus berlanjut sampai pemerintahan Rho Moo Hyun
pada tahun 2003 yang memfokuskan pada participatory goverment. Intinya reformasi di Cinadan Korsel berhasil karena ada arah yang jelas, dan rezim yang berkuasa mengarahkan tujuan
dengan dukungan dari setiap komponen, sehingga program bisa berjalan berkesinambungan.
Berbeda dengan di Indonesia, Buku ini menunjuk minimnya komitmen politik dan
kompetensi menjadi penyebab gagalnya reformasi birokrasi. Gonjang-ganjing reshuffle kabinet
-
5/28/2018 Resensi Buku Reformasi Kedua
4/5
pada setiap masa pemerintahan merupakan bukti adanya friksi kekuasaan dan kepentingan yang
sulit dihindari. Dari pengalaman reformasi birokrasi di berbagai negara, tercatat sedikitnya ada
dua hal yang selalui dilakukan. Yang pertama adalah komitmen untuk melakukan reformasi
birokrasi, dan kedua adalah komitmen untuk menegakkan hukum bagi setiap pelanggaran
birokratis, mulai dari maladministrasi dan KKN. Dari tesis ini saja kita bisa melihat bagaimana
kenyataannya di Indonesia.
Maka, reformasi kedua yang menyambung reformasi sebelumnya oleh buku ini
ditunjukkan sebagai jawaban untuk mengatasi kebuntuan yang ada. Disimpulkan, reformasi pada
fase berikut ini harus dijalankan secara tertata, sistemik, dan mengandalkan sinergi lintas-aspek
dan lintas-elemen bangsa. Inilah yang menjadi muara utama dari buku ini.
Buku ini berupaya untuk menyadarkan masyarakat indonesia akan permasalahan-
permasalahan yang terjadi di Indonesia. Indonesia tidak saja harus mengalami perubahan, tetapi
harus mengadakan reformasi kedua. Karena sesungguhnya perubahan terus terjadi tanpa disadari
dan tidak diketahui kemana arahnya. Sementara reformasi, telah sangat jelas tujuannya.
Permasalahan yang diungkapkan dalam buku ini telah sangat detail. Mulai dari tingkat
daerah kabupaten hingga ke pemerintahan tertinggi. Secara gamlang dinyatakan dalam buku ini
ini bahwasanya banyak sekali keputusan-keputusan yang dibuat untuk kepentingan sepihak. Halini tentu tidak benar. Jika pemerintahan dengan sistem seperti ini terus dilanjutkan maka cita-cita
bangsa Indonesia tidak akan pernah tercapai.
Secara umum buku ini memberikan pencerahan atas kesalahan yang sekarang sedang
dilakukan. Sebagai catatan penutup atas resensi ini, pertama dari sisi teknis, buku ini
tampilannya bisa diperbaiki sehingga lebih menunjukkan pada buku yang serius. Dari sis i
esensi, akan lebih baik baik jika alur penulisan lebih diarahkan sesuai dengan yang penulis buku
kemukakan sejak awal, yaitu pengelompokan pembahasan pada kelemahan aspek politik,
hukum, dan administrasi publik. Baru kemudian kajian untuk penyelesaian dalam konteks
Indonesia. Tetapi apapun buku ini membuat kita semakin terbuka, bahwa yang kita lakukan saat
ini adalah salah, jadi sebenarnya masih ada waktu untuk memperbaiki, dan itulah yang oleh
penulis buku disebut sebagai Reformasi Kedua.
-
5/28/2018 Resensi Buku Reformasi Kedua
5/5