resensi

6
Judul buku : Sang Pemimpi Pengarang : Andrea Hirata Penerbit : Bentang Pustaka Cetakan : ke-14, januari 2008 Tebal: 295 halaman Arai, si simpai keramat yang ditinggal mati kedua orangtuanya diasuh oleh kedua orang tua Ikal. Pertama melihatnya, Ikal sudah merasakan keunikan pribadi Arai yang periang dan penuh semangat. Belakangan, dia juga mengetahui, Arai adalah pemimpi sejati. Arai adalah saudara dan sekaligus nantinya menjadi sahabat terbaik dari Ikal. Mereka berdua masuk SMAN di Magai yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka, karena itu merupakan satu-satunya SMAN yang ada di belitong saat itu. Ketika disekolah ini mereka berkenalan dengan Jimbron, seorang anak yang juga tidak mempunyai orang tua dan diasuh oleh seorang pendeta. Sebagaimana Ikal, Jimbron juga banyak terpengaruh mimpi dan imajinasi Arai yang jauh ke depan. Arai membuat mereka ikut jadi pemimpi. Mereka bertiga menjadi sahabat dan menyewa sebuah los kontrakan untuk tempat tinggal mereka. Arai dan Ikal adalah seorang anak yang sangat cerdas, sementara Jimbron tidak terlalu cerdas namun dia juga seorang pekerja keras dan sangat terobsesi dengan kuda. Sebelum berangkat sekolah dan sehabis sekolah mereka bertiga bekerja untuk bisa menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka dan tentu saja untuk menabung. Arai mempunyai mimpi-mimpi yang sangat luas, apalagi ketika guru kesayangan mereka, Pak Balia bercerita tentang melanjutkan sekolah hingga ke Perancis, menjejakkan kaki mereka pada Universtitas Sorbonne, menjelahi Eropa, bahkan sampai ke Afrika, itulah yang menginspirasi Arai dan Ikal untuk bisa mewujudkan

Upload: fiky-firdaus

Post on 24-Jun-2015

610 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: resensi

Judul buku : Sang Pemimpi

Pengarang : Andrea Hirata

Penerbit : Bentang Pustaka

Cetakan : ke-14, januari 2008

Tebal: 295 halaman

Arai, si simpai keramat yang ditinggal mati kedua orangtuanya diasuh oleh kedua orang tua Ikal. Pertama melihatnya, Ikal sudah merasakan keunikan pribadi Arai yang periang dan penuh semangat. Belakangan, dia juga mengetahui, Arai adalah pemimpi sejati. Arai adalah saudara dan sekaligus nantinya menjadi sahabat terbaik dari Ikal. Mereka berdua masuk SMAN di Magai yang jaraknya sangat jauh dari rumah mereka, karena itu merupakan satu-satunya SMAN yang ada di belitong saat itu. Ketika disekolah ini mereka berkenalan dengan Jimbron, seorang anak yang juga tidak mempunyai orang tua dan diasuh oleh seorang pendeta. Sebagaimana Ikal, Jimbron juga banyak terpengaruh mimpi dan imajinasi Arai yang jauh ke depan. Arai membuat mereka ikut jadi pemimpi. Mereka bertiga menjadi sahabat dan menyewa sebuah los kontrakan untuk tempat tinggal mereka.

Arai dan Ikal adalah seorang anak yang sangat cerdas, sementara Jimbron tidak terlalu cerdas namun dia juga seorang pekerja keras dan sangat terobsesi dengan kuda. Sebelum berangkat sekolah dan sehabis sekolah mereka bertiga bekerja untuk bisa menghidupi kebutuhan sehari-hari mereka dan tentu saja untuk menabung. Arai mempunyai mimpi-mimpi yang sangat luas, apalagi ketika guru kesayangan mereka, Pak Balia bercerita tentang melanjutkan sekolah hingga ke Perancis, menjejakkan kaki mereka pada Universtitas Sorbonne, menjelahi Eropa, bahkan sampai ke Afrika, itulah yang menginspirasi Arai dan Ikal untuk bisa mewujudkan mimpinya. Semakin tinggilah mimpi ketiga anak ini untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpi mereka, apalagi Arai dan Ikal selalu menjadi garda terdepan ketika pengambilan rapor. Namun ditengah jalan, Ikal mengalami sikap pesimis untuk bisa mewujudkan mimpi-mimpi mereka karena dia melihat dalam bayangnya bahwa percuma terlalu tinggi bermimpi karena nantinya mereka hanya akan menjadi seorang kuli dan buruh kasar, begitulah biasanya nasib orang belitong yang taraf menengah kebawah. Ketika pembagian rapor hanya Arai yang ada di garda depan, sementara Ikal jauh mundur kebelakang, namun ayah Ikal tidak marah ataupun menegur Ikal, seperti biasanya dia hanya memberikan senyuman kepada anaknya itu, disinilah ketabahan hati seorang ayah sanggup membuat sang anak luluh, Ikal pun sadar dan dia berlari mengejar ayahnya yang sudah jauh pergi menaiki sepeda, berlari dan terus berlari sampai akhirnya Ikal berhasil mengejarnya dan memeluk sang ayah. Semenjak itu Arai, Ikal dan Jimbron tetap terus berusaha untuk mengejar mimpi-mimpi mereka, belajar dan terus bekerja lalu menabung, Jimbron menabung di 2 celengan kudanya yang baru dia dapat dari seorang. Sementara itu Arai tetap

Page 2: resensi

terus berusaha menarik perhatian Zakiah Nurmala, seorang gadis yang sangat cantik dan pintar, dia juga merupakan saingan Arai dan Ikal dalam memperebutkan garda depan. Untuk menarik perhatian Zakiah Nurmala, Arai sampai rela belajar gitar dari seorang seniman kampong lalu Arai bernyanyi dan memainkan gitarnya didepan rumah Zakiah, walaupun tak ada respon positif dari Zakiah.

Setelah mereka lulus, mereka memutuskan untuk merantau ke Jakarta, namun Jimbron memutuskan tidak ikut, dia memberikan kedua celengan kudanya yang selama ini dia tabung untuk Arai dan Ikal. Berbekal uang seadanya dan celengan kuda dari Jimbron Arai dan Ikal merantau ke Jakarta. Tiba di Jakarta, Ikal dan Arai malah kesasar sampai ke Bogor. Gonta ganti pekerjaan demi menyambung hidup pun dilakoni, menjadi salesman alat-alat dapur, karyawan kontrak pabrik tali, tukang fotokopi. Setelah sekian lama, Ikal berhasil lolos seleksi menjadi karyawan tetap PT POS sebagai juru sortir sementara Arai akhirnya merantau ke Kalimantan dengan hanya meninggalkan sepucuk surat. Ikal berhasil melanjutkan pendidikan di UI jurusan ekonomi, sementara Arai entah bagaimana nasibnya. Selepas wisuda, Ikal berjuang mendapatkan beasiswa S2 ke Eropa dan saat interview yang menegangkan sesuatu tak disangka terjadi. Ikal bertemu kembali dengan Arai, si simpai keramat yang sudah meninggalkannya untuk berjuang sendirian, yang sudah membuatnya bermimpi tinggi, yang sudah membuatnya sampai sejauh ini. Mereka bernostalgia dan pulang kekampung halaman di belitong. Suatu hari datanglah sepucuk surat yang mengabarkan bahwa mereka berdua berhasil diterima di Universite de Paris Sorbone, tempat yang mereka impi-impikan. Arai menangis didepan foto kedua orangtuanya lalu Ikal bersyukur dan berterimakasih kepada Arai yang telah membuatnya berani bermimpi setinggi ini.

Kelebihan :

Pendeskripsian yang sempurna dengan karakter tokoh-tokoh yang kuat serta gaya bahasa yang mudah untuk dicerna, pengarang membuat pembaca mampu masuk kedalam imajinasinya. Novel ini sanggup membuat pembaca untuk bisa termotivasi dan berani bermimpi setingi-tingginya. Karakter tokoh-tokohnya yang kuat sanggup membuat novel ini terasa hidup. Mempunyai hal-hal menarik. Pesan dari novel ini sangat baik dalam hal mendidik dan menggapai cita-cita. Benar-benar novel yang bermutu.

Kelemahan :

Susah menemukan kelemahan dalam novel ini. Pengarang membuatnya seakan sempurna, namun ada bagian dimana terdapat kelemahan dalam novel ini, yaitu dalam hal alur cerita pada bab-bab tertentu, semisal pada bab pertama, pengarang membuat cerita yang langsung menggebrak (adegan dimana Arai, Ikal dan Jimbron dikejar-kejar oleh Pak Mustar) tidak seperti novel-novel pada umumnya yang pada bab pertama bercerita hal-hal yang ringan.

Page 3: resensi

Judul buku : Negeri 5 Menara

Pengarang : A. Fuadi

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Cetakan :

Tebal: 423 halaman

Merasa sudah cukup bersekolah agama di MTS, Alif mempunyai keinginan untuk melanjutkan sekolahnya ke SMA bersama sahabatnya Randai. Namun Amak menolak dengan tegas permintaan Alif karena ingin Alif menjadi ahli agama seperti Buya Hamka. Sebagai langkah pemberontakan karena tidak diizinkan melanjutkan ke SMA, Alif lebih memilih merantau ke Pondok Madani (PM), pondok pesantren modern di pedalaman Ponorogo, Jawa Timur sesuai saran dari pamannya, Pak Etek Gindo, daripada harus masuk madrasah. Padahal seumur-umur Alif belum pernah menginjak tanah di luar ranah Minangkabau. Sebuah keputusan setengah hati yang Alif sesali, namun kemudian disyukurinya di kemudian hari.

Di PM Alif bertemu dengan teman-teman baru dari berbagai daerah di Indonesia, Raja dari Medan, Dulmajid dari Madura, Said dari Surabaya, Atang dari Bandung dan Baso dari Sulawesi, mereka menjadi sahabat dalam menjalani hari-hari di PM. DI PM kegiatan Alif sangat padat, harus bangun pagi jam 4.30, mengikuti aturan berpakaian sopan dan pada tempatnya, harus memakai papan nama kapan saja di mana saja, tidak dibenarkan memakai bahasa daerah dan bahasa Indonesia (untuk murid baru mendapat toleransi 4 bulan pertama), tiga kali seminggu mengikuti latihan pidato dalam bahasa Arab, Inggris dan Indonesia (pengecualian), setiap kamis sore berlatih Pramuka, boleh tidur jam 9.30 malam, dan berbagai peraturan lain harus ditaati. Pelajaran dari pagi hingga sore hari, berbagai aktivitas pengembangan diri mulai olahraga, seni, jurnalistik, dan Pramuka, belajar malam, membuat jadwal keseharian mereka menjadi begitu padat.Siapa yang melanggar harus bersedia menerima hukuman dan tidak ada toleransi, aturan PM sangat ketat. Benar saja, baru awal-awal di PM Alif, Raja, Said, Baso, Dulmajid dan Atang sudah kena hukuman karena mereka terlambat untuk pergi ke masjid. Mereka diberi hukuman menjadi jasus-yaitu mata-mata yang memantau dan mencatat segala pelanggaran yang ada di PM.

Man Jadda Wa Jada, “siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil”, sebuah kata yang membuat Alif dan teman-temannya sanggup meneguhkan hati untuk menjalani hari-hari di PM, yang menjadi kompas kehidupan mereka kelak. Alif dan teman-teman biasa berkumpul di bawah kaki menara dekat masjid pada waktu menjelang maghrib, dibawah menara ini mereka melewatkan waktu untuk bercerita tentang impian-impian mereka, melihat awan-awan yang menurut mereka berbentuk seperti benua Amerika, Afrika, Asia, Eropa dan kepulauan Indonesia. Saking seringnya mereka berkumpul di kaki menara, mereka pun mendapat julukan Sahibul menara yang artinya orang yang punya menara.

Sarah, seorang gadis yang menjadi pembicaraan utama di PM, seorang anak gadis putrid dari Pak Khalid. Alif pun dengan berani mengatakan bahwa dia dapat berkenalan dan berfoto dengan Sarah sesuai

Page 4: resensi

janjinya pada Raja, dengan berbagai siasat dan memanfaatkan statusya sebagai bagian redaksi dari majalah Syam, Alif berhasil mewancarai Pak Khalid dan bertemu serta berfoto bersama Sarah dan keluarga. Disini Alif belajar menjadi pribadi yang ikhlas ketika mewancarai Pak Khalid.

Alif yang ahli dalam bahasa inggris, Baso dan Raja yang pintar dalam segala hal, Said yang mempunyai sikap dewasa, Atang dan Dulmajid yang biasa-biasa saja, mereka saling bahu membahu membantu ketika akan datang pekan ujian. Bahkan Alif berhasil ditunjuk menjadi student speaker karena keahliannya dalam bahasa inggris ketika menyambut Dubes dari Amerika.

Ketika menjelang akhir masa mereka secara mengejutkan teman terbaik, terpintar mereka, Baso secara tiba-tiba mengatakan bahwa dia akan keluar dari PM karena ingin merawat neneknya yang sakit. Ini juga lalu membuat Alif merasa goyah, dan datanglah sepucuk surat dari Randai, sahabat lama Alif yang mengatakan bahwa Randai diterima di ITB dan menuliskan segala keindahannya. Alif goyah, dia ingin keluar seperti halnya Baso, lalu menulis sepucuk surat kepada Amak yang berakibat membuat hati Amak sedih. Sadar bahwa dia sudah membuat hati Amak sedih Alif pun bertekad untuk tetap menamatkan pendidikan di PM, bersama sahabat-sahabat terbaiknya, para Sahibul Menara.

Kelebihan :

Gaya ceritanya ringan, mudah dipahami pembaca. Pendeskripsian yang lengkap, jarang ada novel yang bisa berceritra tentang yang ada dibalik sebuah pesantren secara lengkap. Pesan yang disampaikan sangat baik dan mendidik, membuat pembaca banyak belajar dari kisah tokoh-tokoh yang ada di Novel ini terutama dalam hal Agama, pendidikan, pengambilan keputusan persahabatan dan bakti kepada orang tua.

Kekurangan :

Pengarang tidak memaparkan identitas asli dari Pondok Madani yaitu Pondok pesanten Gontor. Gebrakannya terlalu bertele-tele membuat pembaca harus lama merasakan keunggulannya. Karakter tokoh-tokoh lainnya seperti Dulmajid dan Atang kurang terlalu kuat. Tidak dijelaskan secara spesifik system pendidikan yang ada di PM, membuat pembaca bingung kenapa bisa kelas 6 padahal baru 3 tahun menjalani pendidikan.