republlka -...

2
o Sabtu REPUBLlKA o Selasa • Rabu o Kamis 0 Jumat o Minggu 4 5' 6 7 20 @ 22 8 23 9 10 11 24 25 26 12 13 27 28 14 15 16 29 30 31 • Mar OApr OMel OJun OJulOAgs OSep OOkt OHov ODes ~!LENVEUPANEN » 0/ ~~~ Layakkah Skripsi Diangkat ke Dalam Jurnal? F====~==-:-:=::::::::::== Ookumen Oleh: Burhan Arief Guru Besar Emeritus Universitas Padjadjaran K arya tulis mahasiswa yang dihasilkan dalam rangka mengakhiri studinya di perguruan tinggi dapat berupa tugas akhir, skripsi, tesis dan diser- tasi. Tugas akhir dikenal sebagai la- poran 'ilmiah' praktikal, biasanya dihasilkan program diploma atau S- 1dengan bobot SKS tertentu. Tugas akhir kemudian diuji sebagai syarat kelulusan. Skripsi dihasilkan oleh (hampir) semua mahasiswa Progam Sarjana, sebagai syarat kelulusan. Secara me- todologis proses penyusunan skripsi sangat beragam, mulai dari model tugas yang melaporkan hasil per- cobaan di laboratorium atau lapan- gan pada satu ekstrem, sampai pada ekstrem lain berupa judul tertentu yang isinya hanya copy paste dari tulisan-tulisan orang lain yang tidak jelas sumber rujukannya. Jenis ter- akhir perlu ditimbang berkali-kali kelayakannya untuk diangkat ke ju- rnal ; tapi justru jenis inilah ke- mungkinan yang paling banyak. Skripsi dan jenis ekstrem per- tama bisa menghasilkan temuan produk-produk tertentu. Skripsi je- nis ini secara metodologi bisa dise- but sebagai tulisan ilmiah, laporan hasil penelitian eksperimental dan eksploratif, yang tidak mustahil menghasilkan pengetahuan baru secara serendipity. Jenis ini 'pantas' diambil sarinya dan diajukan untuk publikasi jurnal ilmiah. Tetapi dalam tataran skripsi, ka- rena prosesnya berada dalam bim- bingan dan konsultasi dengan dosen (yang sudah "berilmu"), mungkin lebih tepat apabila model publikasi- nya menggunakan eo-authorship, Penulis skripsi berkedudukan seba- gai author (penulis pertama) dan nama dosennya sebagai co-author (pendamping). Cara publikasi seper- ti ini mungkin lebih adil dan ber- martabat. Surat edaran Dirjen Dikti ten- tang Publikasi Skripsi bertujuan mulia. Yaitu meningkatkan produk- si karya ilmiah di jurnal, memper- banyak temuan baru bermutu, serta bebas dari pelanggaran etika dan plagiarisme maupun masturbasi ilmiah. Marilah kita tanggapi posi- tif dengan pemecahan seperti itu. Alih-alih mewajibkan mulai lulusan Agustus 2012 mempublikasikan skripsinya di jurnal, lebih elegan kalau kepada dosen pembim- bing yang lulusannya menghasilkan temuan ilmiah yang baik dianjurkan untuk melanjutkannya ke jurnal, dengan sedikit insentif barangkali lebih baik. Simpang-siur dan pro-kontra publikasi mungkin pula harus ditelu- suri dari sejarah pendidikan tinggi di Indonesia yang khas. Termasuk ten- tang skripsi ini. Pada awal1970-an, Sistem Pendidikan Tinggi di Indone- sia mengalami perubahan drastis. Yaitu dari orientasi continental (Jer- man, Prancis, Belanda) ke sistem Amerika. Sistem kontinental menekankan pada Chair System, yang kalau di Jerman Satu Jurusan (Institut) di- pimpin seorang profesor dengan otoritas pengajaran utuh di bidang keilmuannya. Profesor mengarahkan mahasiswa menguasai ilmu ter- tentu, dari memberi kuliah dan membimbing mahasiswa mendapat Diploma' (Diplom Arbeit) sampai menjadi Doctor (Doctor Arbeit) da- lam satu atap. Kewenangan profesor mutlak, termasuk menerima alokasi dana dari universitasnya, ~~----------~~~~~~~~~~~~~~ Kllplnl Humas Unpad 2012 Pendidikan tinggi di Indonesia, yang mewarisi tradisi kontinental, dipola Pemerintah Kolonial Belanda mirip seperti itu. Pada ijazah Sar- jana pada 1960-an, sebagai contoh, dalam ijazah lulusan Fakultas Per- tanian berbunyi: "telah lulus ujian Sarjana Pertanian ...Olehkarena itu berhak mencapai gelar Doctor dalam ilmu Pertanian dengan mem- buat dan mempertahankan Thesis". Dalam sistem ini pembelajaran dibagi dalam tingkat-tingkat, ma- sing-masing dengan waktu satu ta- hun. Yaitu, Tingkat Persiapan, Sar- jana Muda I, Sarjana Muda Il, Sar- jana, dan Sarjana n. Untuk setiap tingkat diadakan pengumuman kelu- lusan (sitting). Mahasiswabisa dinya- takan lulus, mengulang tiga atau enam bulan, atau tidak lulus yang artinya mengulang seluruh mata ku- liah di tahun yang sama. Tradisi me- nulis sangat ditekankan. Dalam mengakhiri tingkat Sar- jana Muda Il ada fakultas yang mengharuskan mahasiswanya me- nulis skripsi Sarjana Muda dan lulu- sannya bergelar BA atau SM. Pada tingkat Sarjana (I,II)dilakukan pen- jurusan, dan untuk itu diharuskan mengambil tiga mata kuliah elektif dan diakhiri dengan menulis mas- ing-masing satu paper (referat) yang harus diselesaikan dan diuji pada Tingkat Sarjana I. Pada Tingkat Sarjana Il maha- siswa diharuskan memilih salah satu mata kuliah major dengan tugas menyusun skripsi (referat) dan tiga bulan penelitian lapangan yang harus diakhiri penyusunan laporan berben- tuk skripsi. Kemudian memilih pula dua mata kuliah minor dengan tugas penelitian lapangan masing-masing tiga bulan dan diakhiri pula me- nyusun laporan berbentuk skripsi. Sistem ini sangat berat, sehingga sangat jarang mahasiswa lulus meng- akhiri sarjana dalam lima tahun. Lulus dalam enam atau tujuh tahun dianggap normal, malah ada yang baru lulus setelah lebih dari sepuluh tahun. lnilah barangkali yang men- jadi alasan Departemen Pendidik-. an mengikuti Sistem Amerika. Pada dekade 1950- 1970-an ada Program Kentucky Contract Team, an memberi beasiswa kepada do-

Upload: tranduong

Post on 24-Jul-2019

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

o Sabtu

REPUBLlKAo Selasa • Rabu o Kamis 0 Jumat o Minggu4 5' 6 720 @ 22

823

9 10 1124 25 26

12 1327 28

14 15 1629 30 31

• Mar OApr OMel OJun OJulOAgs OSep OOkt OHov ODes

~!LENVEUPANEN »0/ ~~~

Layakkah Skripsi Diangkatke Dalam Jurnal?

F====~==-:-:=::::::::::==Ookumen

Oleh: Burhan AriefGuru Besar Emeritus

Universitas Padjadjaran

K arya tulis mahasiswayang dihasilkan dalamrangka mengakhiristudinya di perguruantinggi dapat berupa

tugas akhir, skripsi, tesis dan diser-tasi. Tugas akhir dikenal sebagai la-poran 'ilmiah' praktikal, biasanyadihasilkan program diploma atau S-1 dengan bobot SKS tertentu. Tugasakhir kemudian diuji sebagai syaratkelulusan.

Skripsi dihasilkan oleh (hampir)semua mahasiswa Progam Sarjana,sebagai syarat kelulusan. Secara me-todologis proses penyusunan skripsisangat beragam, mulai dari modeltugas yang melaporkan hasil per-cobaan di laboratorium atau lapan-gan pada satu ekstrem, sampai padaekstrem lain berupa judul tertentuyang isinya hanya copy paste daritulisan-tulisan orang lain yang tidakjelas sumber rujukannya. Jenis ter-akhir perlu ditimbang berkali-kalikelayakannya untuk diangkat ke ju-rnal ; tapi justru jenis inilah ke-mungkinan yang paling banyak.

Skripsi dan jenis ekstrem per-tama bisa menghasilkan temuanproduk-produk tertentu. Skripsi je-nis ini secara metodologi bisa dise-but sebagai tulisan ilmiah, laporanhasil penelitian eksperimental dan

eksploratif, yang tidak mustahilmenghasilkan pengetahuan barusecara serendipity. Jenis ini 'pantas'diambil sarinya dan diajukan untukpublikasi jurnal ilmiah.

Tetapi dalam tataran skripsi, ka-rena prosesnya berada dalam bim-bingan dan konsultasi dengan dosen(yang sudah "berilmu"), mungkinlebih tepat apabila model publikasi-nya menggunakan eo-authorship,Penulis skripsi berkedudukan seba-gai author (penulis pertama) dannama dosennya sebagai co-author(pendamping). Cara publikasi seper-ti ini mungkin lebih adil dan ber-martabat.

Surat edaran Dirjen Dikti ten-tang Publikasi Skripsi bertujuanmulia. Yaitu meningkatkan produk-si karya ilmiah di jurnal, memper-banyak temuan baru bermutu, sertabebas dari pelanggaran etika danplagiarisme maupun masturbasiilmiah. Marilah kita tanggapi posi-tif dengan pemecahan seperti itu.Alih-alih mewajibkan mulai lulusanAgustus 2012 mempublikasikanskripsinya di jurnal, lebih elegankalau kepada dosen pembim- bingyang lulusannya menghasilkantemuan ilmiah yang baik dianjurkanuntuk melanjutkannya ke jurnal,dengan sedikit insentif barangkalilebih baik.

Simpang-siur dan pro-kontrapublikasi mungkin pula harus ditelu-suri dari sejarah pendidikan tinggi diIndonesia yang khas. Termasuk ten-tang skripsi ini. Pada awal1970-an,Sistem Pendidikan Tinggi di Indone-sia mengalami perubahan drastis.Yaitu dari orientasi continental (Jer-man, Prancis, Belanda) ke sistemAmerika.

Sistem kontinental menekankanpada Chair System, yang kalau diJerman Satu Jurusan (Institut) di-pimpin seorang profesor denganotoritas pengajaran utuh di bidangkeilmuannya. Profesor mengarahkanmahasiswa menguasai ilmu ter-tentu, dari memberi kuliah danmembimbing mahasiswa mendapatDiploma' (Diplom Arbeit) sampaimenjadi Doctor (Doctor Arbeit) da-lam satu atap. Kewenangan profesormutlak, termasuk menerima alokasidana dari universitasnya,~~----------~~~~~~~~~~~~~~Kllplnl Humas Unpad 2012

Pendidikan tinggi di Indonesia,yang mewarisi tradisi kontinental,dipola Pemerintah Kolonial Belandamirip seperti itu. Pada ijazah Sar-jana pada 1960-an, sebagai contoh,dalam ijazah lulusan Fakultas Per-tanian berbunyi: "telah lulus ujianSarjana Pertanian ...Oleh karena ituberhak mencapai gelar Doctordalam ilmu Pertanian dengan mem-buat dan mempertahankan Thesis".

Dalam sistem ini pembelajarandibagi dalam tingkat-tingkat, ma-sing-masing dengan waktu satu ta-hun. Yaitu, Tingkat Persiapan, Sar-jana Muda I, Sarjana Muda Il, Sar-jana, dan Sarjana n. Untuk setiaptingkat diadakan pengumuman kelu-lusan (sitting). Mahasiswa bisa dinya-takan lulus, mengulang tiga atauenam bulan, atau tidak lulus yangartinya mengulang seluruh mata ku-liah di tahun yang sama. Tradisi me-nulis sangat ditekankan.

Dalam mengakhiri tingkat Sar-jana Muda Il ada fakultas yangmengharuskan mahasiswanya me-nulis skripsi Sarjana Muda dan lulu-sannya bergelar BA atau SM. Padatingkat Sarjana (I, II) dilakukan pen-jurusan, dan untuk itu diharuskanmengambil tiga mata kuliah elektifdan diakhiri dengan menulis mas-ing-masing satu paper (referat) yangharus diselesaikan dan diuji padaTingkat Sarjana I.

Pada Tingkat Sarjana Il maha-siswa diharuskan memilih salah satumata kuliah major dengan tugasmenyusun skripsi (referat) dan tigabulan penelitian lapangan yang harusdiakhiri penyusunan laporan berben-tuk skripsi. Kemudian memilih puladua mata kuliah minor dengan tugaspenelitian lapangan masing-masingtiga bulan dan diakhiri pula me-nyusun laporan berbentuk skripsi.

Sistem ini sangat berat, sehinggasangat jarang mahasiswa lulus meng-akhiri sarjana dalam lima tahun.Lulus dalam enam atau tujuh tahundianggap normal, malah ada yangbaru lulus setelah lebih dari sepuluhtahun. lnilah barangkali yang men-jadi alasan Departemen Pendidik-.an mengikuti Sistem Amerika.

Pada dekade 1950- 1970-an adaProgram Kentucky Contract Team,an memberi beasiswa kepada do-

.." sen-dosen muda Indonesia untukstudi di Amerika, mengambil Masterdan PhD (Doktor). Hanya sedikitsekali yang berkesempatan melan-jutkan pendidikan di Eropa, Kana-da, dan Rusia. Ada kemungkinansituasi inilah yang memberi suasanabatin beralihnya orientasi dari Ero-pa ke sistem Amerika.

Perubahan orientasi PendidikanTinggi ke Amerika mengubahbanyak hal. Amerika terkenal seba-gai penganut pragmatism, segala se-suatu tereneana dan harus efisien.Waktu pendidikan diubah dari ta-hunan ke semesteran (2semester da-lam satu tahun). Mata kuliah diba-kukan dan diberi bobot SatuanKredit Semester (SKS), tidak adabatas kelulusan tingkat akhir setiaptahun. Mahasiswa yang rajin bolehlulus lebih eepat, tidak jelas ting-katnya, tetapi penciri prestasinyaadalah eapaian SKS dan IndeksPrestasi Akademik (IPK) - semakintinggi. IPK semakin eepat seorangmahasiswa menjadi sarjana. Untukmenjadi sarjana harus dieapai 140-145 SKS atau dalam waktu sembi-lan semester. Aslinya, di Amerikatingkatan sarjana disebut tingkatanBachelor atau Undergraduate. '

Berbeda dengan Sistem Eropa,sistem pendidikan Tinggi di Ame-rika, bukan chair system. SistemAmerika adalah multi-ties systematau sistem berlapis, pendidikantinggi menjadi undergraduate yangmenghasilkan Bachelor dalam em-pat tahun. Kemudian di atasnya adagraduate school yang bertanggungjawab menghasilkan Master danDoctor (PhD), ditambah denganProfessional School yang meng-hasilkan dokter, akuntan, lawyer,pendeta, dll.

Dalam multi-tier system, pembe-lajaran undergra,duate diselesaikanmelalui "accumulation of coursecredits no presentation of a thesis asini European model" (Graham & Di-amond, 1997).Hal ini dalam sistemDikti disebut Program Sarjana, tetapidengan tetap mempertahankanadanya SKRIPSI. Rumor saat itu,SKRIPSI dipertahankan sebagaikekhasan underqraduate versi In-donesia. Padahal ide dalam multi-tiersystem, lulusan undergraduate adalah

untuk mengisi pasar tenaga kerja .Adapun graduate school (Pro-

gram Pascarasjana, Ind.) menye-lenggarakan pendidikan berbasisresearch bagi para ealon Master danDoctor dari lulusan undergraduateyang terpilih (honour). Itulah sebab-nya suatu universitas yang mem-punyai qraduates school disebutdengan research university. Di levelitu pengajaran Filsafat Ilmu danMethodologi Penelitian diberikansangat mendalam.

Pendidikan master. ditujukanuntuk mastery of methodology, agardi tingkat doktoral mereka piawaimeneliti dan menghasilan temuan-temuan baru. Lulusan pascasarjanabertugas menghasilkan new and re-alible knowledge yanglayak dipu-blikasikan di jurnal-jurnal ilmiah.

Sistem ini sengaja dibangun ill"Amerika dengan tujuan menghasil-kan peneliti-peneliti yang berkaliberNobel Lanreate, untuk mengejar ter-tinggalnyameteka di awal abadkedua puluh. Dan mereka berhasil,.setelah sistem ini dijalankan dandidukung dengan dana yang besar. Il-muwan Amerika yang meraih Nobelmelebihi ilmuwan negara lain.

Berdasarkan uraian singkat ini,marilah kit a sama-sama berpikir.Daripada berdebat setuju atau tidaksetuju, boikot dan lain-lain, bagai-mana kalau ide yang luhur soal ke-wajiban menulis jurnal, kita. beriapresiasi dan jalan pemeeahan. Kitabiasanya mengenal tahapan, sebe-lum seluruh skripsi (kalau mau di-pertahankan) dibimbing oleh dosen-nya bermutu "ilmiah", kita contohsaja langkah Amerika dalam "me-rampas" Nobel. . ,

Pada tahapan ini Tesis danDi-sertasi saja yang didahulukan untuk'wajib dipublikasikan'. Yaitu untukmerangsang para promotor mem-bimbing 'calon Doktor dan Magis-ternya .dengan sungguh-sungguh,mengejar kualitas bukan kuantitas.Keraguan terhadap mutu rasanyabukan hal yang berlebihan kalauada universitas yang mewisudaDoktornya begitu banyak, adakahharapan di antara mereka yang lu-Ius dengan pujian layak untuk me-nerima Hadiah Nobel? Wallahu-'alam. _