representasi perempuan dalam majalah prialib.ui.ac.id/file?file=digital/20368906-mk-jessica andrea...
TRANSCRIPT
Representasi Perempuan Dalam Majalah Pria
(Studi Gender, Subjektivitas, dan Representasi)
Makalah Non-Seminar
Dibuat oleh:
Jessica Andrea Rhemrev
1006710924
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Indonesia
2014
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Jurnal ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama : Jessica Andrea Rhemrev
NPM : 1006710924
Tanggal : 09 Januari 2014
Penulis
Jessica Andrea Rhemrev
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Representasi Perempuan Dalam Majalah Pria
Gender, Subjektivitas, dan Representasi
Jessica Andrea Rhemrev
Departemen Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia
Email : [email protected]
Abstrak
Pada berbagai media dalam kehidupan sehari hari, perempuan digambarkan dengan
berbagai macam penggambaran. Majalah merupakan media massa yang kini hadir sesuai
dengan segmentasi pembacanya. Majalah ‘Playboy’, ‘For Him Magazine’ (FHM) Indonesia,
yang merupakan majalah dengan segmentasi pembaca pria dewasa. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat bagaimana representasi perempuan di mata masyarakat mengenai keberadaan
mereka dalam majalah pria dewasa. Teori yang digunakan adalah Teori Standpoint dan Teori
Feminis Radikal & Feminis Kultural. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi
literatur melalui buku-buku dan jurnal-jurnal ilmiah lainnya. Dengan pedekatan kualitatif dan
merupakan penelitian yang bersifat deskriptif peneliti menggambarkan apa yang diamati dan
akhirnya menganalisa mengenai hal-hal apa saja yang membentuk aspek tersebut. Temuan
dalam penelitian ini adalah materi sex appeal yang digambarkan di majalah laki-laki selain
perempuan yang memiliki tubuh yang sempurna tentu saja mereka yang powerful. Pada
akhirnya timbul suatu konsep cantik baru. Tetapi disisi lain representasi perempuan dalam
majalah laki-laki ini juga menunjukan adanya bentuk dominasi kaum laki-laki yang mana
menimbulkan representasi terhadap para perempuan yang diakibatkan oleh penggambarannya
dalam media, dalam kasus ini medianya adalah majalah.
Abstract
In many variety media nowadays, women are pictured with a variety of representations.
Magazines is the mass media which is present in accordance with the intended of it’s audience
segmentation. ‘Playboy’ Magazine, ‘For Him Magazine’ (FHM) Indonesia, these are two
example of magazines with male adult readership segmentation. This research aims to look at
how the representation of women in the public eye about their existence in the adult male
magazines. The theory used is Standpoint Theory and Feminist Radical & Feminist Cultural
Theory. The methods that used in this research is literature study through books and other
scientific journals. The result from this research is women sex appeal which is pictured in the
men’s magazine, beside the women has the perfect body, of course, they are powerful also. But
on the other hand, the representation of women in these men's magazine also showed the
existence of a form domination of men which led to the women’s representation caused by his
depiction in the media, in this case the media is a magazine.
Key words: Gender, Feminism, Representation, Magazine, Media, Communication
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
I. Pendahuluan
Persoalan gender adalah persoalan yang peka dan kompleks. Persoalan ini telah
menjadi sesuatu yang klasik, bahkan setua peradaban manusia itu sendiri. Perbedaan laki-laki
dan wanita yang pada hakikatnya hanya merupakan perbedaan karakteristik biologis (jenis
kelamin) dipertajam melalui proses sosialisasi sehingga menuntun pada berbagai praktik
diskriminasi terhadap wanita di berbagai bidang. Padahal seperti kita ketahui bersama, jumiah
penduduk dunia sebagian besar wanita dan selama dekade terakhir ini, wanita telah menjadi
segmen penting dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam bidang ekonomi. Oleh
karena itu penting untuk mengetahui apakah diskriminasi terhadap wanita dalam pasar tenaga
kerja masih ada. Diskriminasi menyebabkan representasi wanita dalam ekonomi menurun dan
mengakibatkan kerugian baik secara material maupun spiritual. Kerugian itu antara lain
membuat pasar tenaga kerja kurang kompetitif karena mereka menjadi kurang termotivasi dan
secara emosional kurang sehat akibat penolakan yang dialaminya. Akan fenomena yang
berlawanan dimana akhir-akhir ini representasi wanita dalam ekonomi justru meningkat pesat
bahkan dalam bidang- bidang pekerjaan yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki.
Konsekuensi logis dari semua itu adalah semakin besar kontribusi wanita dalam ekonomi
khususnya dalam industri penjualan.
Dalam kebudayaan kita dididik, sadar atau tidak, untuk meniru, beradaptasi dengan
skema dalam masyarakat. Kita dididik berbuat ‘sama’ atau ‘seperti’, tanpa temuan baru, atau
pengungkapan kenyataan yang sebelumnya ada tetapi kemudian dihilangkan, untuk mengubah
kehidupan. Karenanya, dalam system patriarkal, yang ada (dianggap penting atau menjadi
representasi) hanya satu jenis kelamin saja. Karenanya pula, persoalan menghormati identitas
gender adalah salah satu hal terpenting yang perlu diperjuangkan saat ini. Beberapa alasannya:
Perbedaan jenis kelamin perlu agar spesies manusia lestari, bukan sekadar untuk
perkembangbiakan tetapi dalam arti regenerasi kehidupan
Status perbedaan jenis kelamin berkaitan dengan budaya dan bahasa dalam budaya,
dimana kemunduran kebudayaan seksual disebabkan sekaligus diiringi oleh
pelembagaan nilai-nilai yang juga mengalami kemunduran
Yang dianggap atau seolah-olah universal itu sesungguhnya merupakan penguasaan
sebagian manusia oleh sebagian yang lain; yang utama membuktikan adalah di masa
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
kini manusia mengikuti sistem genealogis lelaki saja. Padahal masyarakat terdiri dari
separuh laki-laki dan separuh perempuan. Kekuasaan patriarkal ditata melalui
penundukan genealogi lelaki atas genealogi perempuan
Sejak ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg pada tahun 1436 di Jerman, arus
informasi dunia mulai berkembang sangat pesat. Ketika hanya kaum bangsawan yang
mempunyai akses terhadap manuscript-manuscript, pada saat mesin cetak tersebut ditemukan
saat itulah tombak lahirnya media massa. Media massa yang populer pada awalnya adalah
surat kabar, dimulai di Eropa dengan munculnya Daily Courant pada tahun 1702, lalu
berkembang ke majalah pada tahun 1704 yang terbit secara periodik di Inggris yaitu The
Review. Era keemasan majalah berada pada tahun 1731 dengan majalah Gentleman dengan
sirkulasi 10.000-15.000, namun ketika ditemukannya radio pada tahun 1920-an, era majalah
tergantikan hingga menyisakan beberapa majalah dengan pembaca yang loyal seperti Harper
monthly dan Atlantic monthly. Melihat hal tersebut maka pada tahun 1925 muncul majalah
dengan target pasar tertentu, disini konsumen majalah mulai dikelompokan, dimana New
Yorket, Time, dan Life lah yang menjadi simbol kesuksesan majalah dengan target pasar
tertentu. Pengelompokan konsumen majalah berlangsung hingga kini, melihat banyaknya jenis
majalah yang ada di dunia, dari yang dibagi berdasarkan demografi, gaya hidup, hobi, dan
lain-lain. Bahkan pembagian berdasarkan demografi mempunyai sub-sub targeting lain yang
lebih khusus. Contoh majalah yang terbagi berdasarkan demografi adalah majalah laki-laki,
dimana majalah laki-laki tersebut masih mempunyai sub-sub targeting seperti otomotif, game,
dan kesehatan.
Pada berbagai macam kasus dalam kehidupan sehari hari, perempuan digambarkan
dengan berbagai macam penggambaran. Dalam berbagai media pun perempuan juga demikian.
Penggambaran sangat tergantung pada media apa perempuan tersebut digambarkan sehingga
ada subjektifitas, terutama pandangan dari kaum laki-laki. Kaum laki-laki ini sangat
menentukan bagaimana representasi perempuan pada media, lebih fokusnya lagi yang akan
dibahas, yaitu pada representasi perempuan pada majalah laki-laki. Pada kebanyakan majalah
laki-laki, perempuan digambarkan dalam berbagai macam bentuk representasi tergantung dari
kebutuhan majalah tersebut. Kebutuhan majalah tersebut dalam hal merepresentasikan
perempuan dapat tergantung pada antara lain segmentasi dari majalah itu sendiri yang
mengacu pada apakah kelas ekonomi, kelompok sosial tertentu, usia pembacanya, atau
ketertarikan terhadap topik atau hobi tertentu yang dibuat oleh suatu majalah, misalnya
teknologi, otomotif, atau olahraga.
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Menurut Laswell fungsi media massa diantaranya memberi informasi, intepretasi,
transmisi nilai dan hiburan. Dari keempat fungsi inilah media massa terutama majalah laki-laki
tidak bisa dilepaskan dengan reseprentasi perempuan yang sensual. Majalah laki-laki tidak
bisa dilepaskan dengan potret-potret perempuan, bahkan walaupun genre majalah tersebut
sama sekali tidak ada kaitannya dengan tubuh (misalnya majalah tentang kesehatan laki-laki),
majalah otomotif misalnya, tetap ada figur seorang perempuan sebagai angin segar atau
sebagai penarik laki-laki untuk membaca majalah tersebut.
Representasi perempuan dalam majalah laki-laki tentu saja yang mempunyai sex
appeal (daya tarik sex) tinggi, langsing, putih, memiliki dada besar, cantik, dengan pose yang
mungkin tidak terlalu menantang, tapi cukup memberi suatu arrousal terhadap sensualitas laki-
laki. Salah satu majalah laki-laki yang merepresentasikan perempuan dengan sex appeal adalah
FHM (For Him Magazine), Playboy melalui cover majalah dengan penggambaran yang sangat
seksual namun isi dari majalah ini sendiri jauh dari kesan sex atau esek-esek, konten majalah
ini berupa gaya hidup laki-laki kebanyakan, hobi, politik, olah raga, konten mengenai
perempuan yang menjadi cover majalah tersebut bukanlah yang utama dibahas. Penggambaran
perempuan yang mengacu pada sex appeal menimbulkan suatu gender skew dimana adanya
explicit sexual materials yang dirancang oleh kaum laki-laki dan diperuntungkan bagi kaum
laki-laki. Perempuan digambarkan sebagai pihak yang berpartisipasi dalam euforia seksnya
sendiri. Hal ini bisa dilihat melalui body language para model perempuan yang menghiasai
majalah tersebut.
Representasi perempuan di majalah laki-laki seperti memberi timbal balik cara
perempuan memandang dirinya jika dihadapan laki-laki. Gambaran perempuan terhadap
dirinya diatur oleh gender skew bahwa perempuan idaman laki-laki adalah perempuan yang
digambarkan dalam majalah-majalah laki-laki kebanyakan. Sehingga lagi-lagi konsep cantik
bagi perempuan dimanipulasi oleh media. Sebagaimana yang telah digambarkan pada bagian
pendahuluan, masalah yang dibahas dalam paper ini adalah bagaimana representasi
perempuan dalam majalah laki-laki yang mana wanita digambarkan dalam berbagai macam
bentuk tergantung dari kebutuhan majalah yang bersangkutan. Dalam hal ini, dapat
diperhatikan apakah ada kesamaan atau bahkan justru berbeda antara representasi perempuan
dalam suatu majalah laki-laki yang satu dengan yang lainnya yang pada nantinya akan
mempengaruhi analisis dari kasus yang ada. Namun, pada intinya, representasi perempuan
dalam majalah laki-laki yang dilakukan dalam berbagai bentuk sangat menentukan bagaimana
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
seorang perempuan akan tergambar di benak para laki-laki yang menjadi pembaca setia suatu
majalah.
Di sisi lain, apakah sebenarnya bentuk representasi perempuan dalam majalah laki-laki
ini adalah suatu bentuk feminism itu sendiri yang secara diam-diam tanpa disadari menguasai
laki-laki lewat representasinya dalam majalah? Atau malah suatu bentuk dominasi oleh kaum
laki-laki terhadap wanita yang secara sadar ataupun tidak merupakan usaha untuk
mengeksploitasi para perempuan?
Bias jender yang terjadi dalam reproduksi citra perempuan di media massa salah satunya bisa
disebabkan masih belum berimbangnya jumlah perempuan dalam level organisasi media,
apalagi yang menduduki posisi pengambil keputusan. Hal ini disebabkan pemimpin
perempuan atau laki-laki akan mengikuti logika industri yang tujuannya adalah akumulasi
modal. Kondisi pencitraan perempuan yang masih dirasakan tidak adil ini membuat banyak
orang berharap pada media-media komunitas. Diharapkan media komunitas yang tidak harus
tunduk pada logika industri mampu memberikan pencitraan perempuan yang lebih adil.
Namun nampaknya hingga saat ini media komunitas, seperti radio komunitas, masih
didominasi dengan cara pandang ibuisme ala orde baru. Kebanyakan radio komunitas masih
mengidentikkan persoalan perempuan dengan bidang kesehatan, rumah tangga, pengasuhan
anak, dan masak. Meskipun kondisi media komunitas belum bisa menjadi saluran beragam
kepentingan perempuan, tetapi media komunitas merupakan organisasi yang masih cukup
terbuka untuk diberikan pendidikan jurnalistik berperspektif keadilan gender.
II. Kerangka Teoritis
Teori yang digunakan untuk membahas mengenai penelitian ini adalah Teori Sikap dan
Teori Feminis Radikal Kultural. Teori sikap (standpoint theory-ST) memberikan kerangka
untuk memahami sistem kekuasaan. Teori kerangka ini dibangun atas dasar pengetahuan yang
dihasilkan dari kehidupan sehari-hari orang-orang yang mengakui bahwa individu-individu
adalah konsumen aktif dari realitas mereka sendiri dan bahwa perspektif individu-individu itu
sendiri merupakan sumber informasi yang paling penting mengenal pengalaman mereka
(Riger,1992). Teori ini mengklaim bahwa pengalaman, pengetahuan, dan perilaku komunikasi
orang dibentuk sebagian besarnya oleh kelompok sosial dimana mereka tergabung.
Asumsi Teori Sikap menurut Anet Saltzman Chafetz (1993) :
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
1. Jenis kelamin atau gender merupakan fokus utama teori ini.
2. Hubungan jenis kelamin atau gender dipandang sebagai suatu yang problematis
3. Teori ini berusaha untuk memahami bagaimana jenis kelamin atau gender dipandang
sebagai suatu yang dapat diubah
4. Teori feminis dapat digunakan untuk menantang status quo ketika status quo ini
meredahkan atau melecehkan wanita.
Dalam teori ini, Harding dan Wood menggagas bahwa salah satu cara terbaik untuk
mengetahui bagaimana keadaan dunia kita, yaitu dengan memulai penyelidikan kita dari
standpoint kaum wanita dan kelompok-kelompok marginal lain. A standpoint adalah sebuah
tempat di mana kita memandang dunia di sekitar kita. Apapun tempat yang menguntungkan
itu, lokasinya cenderung memfokuskan perhatian kita pada beberapa fitur dalam bentangan
alam dan sosial dengan mengaburkan fitur-fitur lainnya. A standpoint bermakna sama dengan
istilah viewpoint, perspective, outlook, atau position. Dengan catatan bahwa istilah-istilah ini
digunakan dalam tempat dan waktu khusus, tetapi semuanya berhubungan dengan perilaku dan
nilai-nilai. Standpoint kita mempengaruhi worldview kita.
Menurut Harding, ketika orang berbicara dari pihak oposisi dalam hubungan kekuasaan
(power relations), perspektif dari kehidupan orang-orang yang tidak memiliki power,
menyediakan pendangan yang lebih objektif daripada pandangan orang-orang yang memiliki
kekuasaan. Yang menjadi fokus bahasannya adalah standpoint kaum wanita yang selama ini
termarginalisasi.
George Hegel (filosof Jerman) menganalisis hubungan majikan-budak untuk
menunjukkan apa yang orang tahu tentang diri mereka, orang lain, dan masyarakat
berdasarkan di mana mereka menjadi bagian dalam kelompok itu. Majikan dan budak
memiliki perspektif yang berbeda ketika keduanya menghadapi realitas yang sama. Namun
ketika ‘para tuan’ membangun struktur masyarakat, mereka memiliki kekuasaan (power) untuk
membuat perspektif yang mereka miliki juga dianut oleh orang-orang dari kelompok yang lain.
Referensi berikutnya adalah teori Karl Marx dengan konsep kaum borjuis dan proletarian serta
‘class struggle’. Para feminis mengganti konsep proletarian dengan kaum wanita, dan
mengganti perjuangan kelas dengan ‘gender discrimination’. George Herbert Mead menggagas
bahwa kebudayaan (culture) dianut oleh manusia lewat komunikasi. Dengan menggunakan
gambaran prinsip symbolic interactionism, Wood menyatakan bahwa gender lebih merupakan
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
sebuah konstruksi budaya daripada sebuah karakteristik biologis. Berdasarkan teori
postmodernism, para feminis mengkritik kenyataan bahwa rasionalitas dan western science,
didominasi oleh pria.
Harding dan Wood menggambarkan semua teori berdasarkan pendekatan konflik di
atas, tanpa membiarkan teori-teori itu membentuk atau mempengaruhi substansi pendekatan
standpoint mereka. Orang kebanyakan, bukan kaum elite, memberikan kerangka teori sikap
karena keyakinan bahwa mereka memiliki pengetahuan yang berbeda dari mereka yang sedang
memegang kekuasaan. Pengetahuan ini membentuk sikap yang merupakan oposisi dari mereka
yang berkuasa. Sikap berasal dari perlawanan terhadap mereka yang berkuasa dan menolak
untuk menerima cara bagaimana masyarakat mendefinisikan kelompok mereka (Wood, 2004).
Teroti sikap mendorong seseorang untuk mengkritik stastus quo karena ini merupakan bentuk
struktur kekuasaan dari dominasi dan tekanan. Selain itu dalam kritik ini terdapat
kemungkinan untuk menggambarkan praktik sosial yang lebih adil. Karenanya, teroti sikap
menunjuk pada permasalahan dalam tatanan sosial dan juga menyiratkan cara-cara baru untuk
mengatur kehidupan sosial sehingga menjadi lebih setara dan adil. Dalam hal ini teori sikap
disebut sebagai teori kritis.
Teori feminis melihat dunia dari sudut pandang perempuan. Teori feminis adalah
sistem gagasan umum dengan cakupan luas tentang kehidupan sosial dan pengalaman manusia
yang berkembang dari perspektif yang berpusat pada perempuan. Teori feminis dipandu oleh
empat pertanyaan dasar, yaitu 1) Bagaimana dengan para perempuan? 2) Mengapa situasi
perempuan seperti ini? 3) Bagaimana dapat mengubah dan memperbaiki dunia sosial ini? dan
4) Bagaimana dengan perbedaan antarperempuan?
Teori feminis berpusat pada tiga hal. Pertama ‘objek’ penelitian utamanya, pijakan
awal dari seluruh penelitiannya, adalah situasi (atau situasi-situasi) dan pengalaman
perempuan di dalam masyarakat. Kedua, teori ini memperlakukan perempuan sebagai ‘subjek’
sentral dalam proses penelitiannya. Ketiga teori feminisme bersikap kritis dan aktif terhadap
perempuan, berusaha membangun dunia yang lebih baik bagi perempuan dan dengan demikian
juga bagi umat manusia.
Ada 5 jenis teori feminism, yaitu Feminisme Kultural, Feminisme Liberal, Feminisme
Radikal, Teori Psikoanalitis Feminis, Feminisme Sosialis, Teori Interseksionalitas. Disini
peneliti berfokus pada dua jenis teori feminis, yaitu :
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
a. Feminisme Kultural
Feminisme kultural memusatkan perhatian pada eksplorasi nilai-nilai yang dianut
perempuan yaitu bagaimana mereka berbeda dari laki-laki. Feminisme kultural menyatakan
bahwa proses berada dan mengetahui perempuan bisa jadi merupakan sumber kekuatan yang
lebih sehat bagi diproduksinya masyarakat adil daripada preferensi tradisional pada budaya
androsentris bagi cara mengetahui dan cara mengada laki-laki.
b. Feminisme Radikal
Feminisme Radikal didasarkan pada keyakinan sentral (1) bahwa perempuan memiliki
nilai mutlak positif sebagai perempuan, keyakinan yang berlawanan dengan apa yang mereka
klaim sebagai perendahan secara universal terhadap perempuan (2) perempuan dimanapun
berada selalu tertindas secara kejam oleh patriarki. Teori feminisme radikal berpusat pada
aspek biologis. Mereka berpendapat bahwa ketidakadilan gender disebabkan dari perbedaan
biologis antara pria dan wanita itu sendiri. Maksudnya adalah perempuan merasa diekploitasi
oleh kaum laki-laki dalam hal-hal biologis yang dimiliki perempuan, misalnya adalah peran
kehamilan dan keibuan yang selalu diperankan oleh perempuan. Oleh sebab itu kaum
feminisme radikal sering menyerang institusi-institusi keluarga dan sistem partiarki yang
mereka anggap adalah sumber penindasan. Mereka menganggap institusi-institusi tersebut
adalah institusi yang melahirkan sistem dominasi pria sehingga wanita ditindas. “Patriarki
tidak hanya secara historis menjadi struktur dominasi dan ketundukan, namun ia pun terus
menjadi sistem ketimpangan yang paling kuat dan tahan lama, yang menjadi model dasar
dominasi di tengah-tengah masyarakat” (Ritzer and Goodman, 2013:506)
III. Metode Penelitian
Ditinjau dari jenis datanya pendekatan penelitian yang digunakan dalam paper ini
adalah pendekatan kualitatif. Penelitian ini juga bersifat deskriptif karena merupakan bentuk
penelitian yang menggambarkan dan mempelajari suatu situasi kejadian. Peneliti
menggambarkan apa yang diamati dan akhirnya menganalisa mengenai hal-hal apa saja yang
membentuk aspek tersebut. Penelitian ini tergolong penelitian terapan (applied research).
Penelitian terapan memberikan perhatian khusus pada satu hal Dalam sebuah penelitian, data
memegang peranan yang sangat penting dalam keseluruhan proses yang dilakukan. Penulisan
paper ini menggunakan studi literatur mengenai representasi wanita dalam majalah pria ini
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
dalam mengumpulkan data. Sebuah studi literatur merupakan survei dan pembahasan literatur
pada bidang tertentu dari suatu penelitian. Studi ini merupakan gambaran singkat dari apa
yang telah dipelajari, argumentasi, dan ditetapkan tentang topik ini, dan biasanya
diorganisasikan secara kronologis atau tematis. Studi literatur ini ditulis dalam format esai dan
bukan merupakan bibliografi beranotasi, karena studi ini mengelompokkan hasil-hasil
pekerjaan secara bersama dan membahas arah perkembangannya, daripada berfokus hanya
pada satu hal pada suatu waktu.
Studi literatur tersebut berasal dari beberapa jurnal yaitu Visualisasi Wanita Indonesia
dalam Majalah Pria Dewasa-Diani Apsari (2010) dan Budaya Seksual dan Dominasi Laki-Laki
dalam Perikehidupan Seksual Perempuan-Irwan Hidayana M. (2013). Dengan menggunakkan
studi literatur, peneliti mencoba menyakinkan pembaca tentang pentingnya dan kelayakan dari
topik yang diusulkan. Penelitian mengenai representasi wanita dalam majalah pria ini
diorganisasikan secara tematik yang artinya adalah dalam struktur ini, peneliti akan
mengelompokkan dan mendiskusikan sumber-sumber yang telah peneliti kumpulkan sesuai
tema atau topiknya. Cara ini lebih kuat secara pengorganisasian, dan membantu menahan
keinginan peneliti untuk merangkum sumber-sumber pustaka ini. Dengan mengelompokkan
tema atau topik penelitian bersama, peneliti dapat menunjukkan jenis topik yang penting
dalam penelitian ini. Selain itu studi literatur dari buku mengenai topik ini yang dapat
memperkaya kelengkapan data dalam paper ini. Studi literatur merupakan sarana pembantu
peneliti dalam mengumpulkan dan membaca data atau informasi. Data tersebut dianalisis
dengan tetap mempertahankan keaslian teks yang memaknainya.
IV. Analisis & Pembahasan
Berger dan Luckmann (1966:55), mencoba memahami representasi sebagai bagian dari
konsep objektivasi. Representasi dalam teori konstruksi sosial merupakan representasi
simbolik, dimana bahasa memegang peran penting dalam proses obyektivasi terhadap tanda-
tanda karena bahasa mampu mendirikan bangunan-bangunan representasi simbolis yang
kenyataan hidup sehari-hari. Bahasa digunakan untuk mensignifikasi makna-makna yang
dipahami sebagai pengetahuan yang relevan dengan masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari
pengetahuan seseorang menuntun tindakan yang spesifik menjadi tipikasi dari beberapa
anggota masyarakat, tipikasi tersebut kemudian menjadi dasar pembedaan orang di
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
masyarakat. Dan agar bentukbentuk tindakan itu harus memiliki arti yang obyektif yang pada
gilirannya memerlukan suatu obyektivikasi linguistik. Obyektivikasi linguistik terjadi dalam
dua hal, yaitu dimulai dari pemberian tanda verbal yang sederhana sampai pada pemasukannya
simbol-simbol yang kompleks. Simbol-simbol tersebut hadir melalui pengalaman tiap-tiap
individu sehingga menimbulkan representasi terhadap simbol-simbol tersebut, oleh Berger dan
Luckmann dikatakan sebagai par excellence, yaitu adanya ketergantungan antara suatu simbol
dengan simbol yang lainnya.
Perempuan Indonesia di mata masyarakatnya (terutama laki-laki) mencoba untuk
memenuhi dua standar kesempurnaan : satu standar yang ditentukan di tempat kerja oleh laki-
laki tradisional yang mempunyai istri yang memenuhi segala kebutuhannya di luar tempat
kerja, dan satu standar yang ditetapkan di rumah oleh perempuan tradisional yang keseluruhan
berharga, kekuasaan, dan kemampuannya datang dari posisinya sebagai istri dan ibu yang
ideal. Perempuan menjadi sosok yang harus mampu membagi waktu antara pekerjaan dan
tugas domestiknya. Hal ini dikarenakan laki-laki enggan untuk membantu perempuan dalam
pekerjaan rumah tangga. Padahal pada kenyataannya, perempuan merasa kewalahan. Mereka
menginginkan agar mampu membagi waktunya secara fleksibel, namun tidak dipungkiri,
mereka membutuhkan peran dari seorang suami dalam mengurus rumah tangganya dan
mereka juga membutuhkan suatu waktu untuk bersantai dan terbebas dari peran gandanya
tersebut.
Representasi perempuan di majalah laki-laki memberi dampak tersendiri bagi
perempuan ketika memandang dirinya, hal itu juga nampak dalam majalah perempuan sendiri.
Secara eksplisit majalah perempuan memberi pengaruh bagi perempuan untuk tampil cantik
dengan konsep cantik di media. Tidak jarang pula di majalah perempuan terdapat gambar
model-model cantik dimana model-model tersebut merupakan gadis-gadis yang diinginkan
para laki-laki. Hal ini berujung kepada konsumsi. Seperti pendapat filsuf Perancis Jean
Braudilliard mengenai masyarakat Konsumerisme. Pola konsumsi masyarakat modern
sekarang ini ditentukan oleh media massa, tidak terkecuali majalah. Banyak perempuan yang
ingin tampil sesempurna mungkin di hapadapan laki-laki tidak peduli berapa banyak dana
yang ia keluarkan untuk mendapat penampilan yang direpresentasikan media terhadapnya.
Luce Irigay melalui rute psikoanalitis-filosofisnya meneorikan adanya ruang atau
pengalaman prasimbolik perempuan yang tidak ada pada laki-laki. Ini dibentuk oleh
jouissanceI atau kenikmatan seksual feminim, permainan kegembiraan yang di luar akal
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
(Irrgay, 1985). Untuk mendapatkan gambaran sempurna pada dirinya yang ada pada media,
perempuan menempuh segala macam cara, membeli produk kecantika mahal, diet, berolahraga
keras, dan lain-lain untuk mendapat kenikmatan yang tidak ada bandingnya yaitu daya tarik
oleh laki-laki. Daya tarik laki-laki yang ada merupakan konsep daya tarik yang diciptakan
media. Konsep tersebut menimbulkan apa yang disebut dengan hyper-realitas dimana kita
tidak tahu lagi mana yang benar-benar kebenaran, mana kebenaran yang dibentuk oleh media.
Daya tarik ini menimbulkan suatu kekuasaan atau dominasi, dalam hal ini dominasi
seksualitas. Seksualitas adalah titik utama bagi pelaksana kekuasaan dan produksi subjektivitas
dalam masyarakat. Subjektivitas memiliki batas-batas sama dengan seksualitas sebagaimana
subjek yang terbentuk melalui produksi seks dan kontrol tubuh (Barker, 2008). Kita, pada sisi
yang lain, berada dalam masyarakat ‘seks’, atau lebih tepatnya masyarakat dengan seksualitas:
mekanisme kekuasaan diarahkan kepada tubuh... (Focault, 1979)
Dalam sistem hukum semesta, Irigaray melihat bahwa model yang hanya berpaku pada
salah satu jenis kelamin sangat tidak memadai. Bahkan model masing-masingnya saja, model
jenis kelamin lelaki dan model jenis kelamin perempuan, memiliki keterbatasannya.Irigaray
mengingatkan kita untuk kembali, dan belajar, dari tubuh perempuan. Tubuh perempuan
memiliki kekhasannya, yakni mentoleransi pertumbuhan tubuh lain dalam dirinya tanpa
penolakan, tanpa menjadi penyakit, tanpa menyebabkan kematian salah satunya: tubuh
perempuan itu sendiri ataupun tubuh lain yang sedang tumbuh. Dari tubuh perempuan kita
belajar hal sangat mendasar: penghormatan terhadap tubuh lain, penghormatan terhadap
identitas yang berbeda. Sangat disayangkan bahwa kebudayaan telah memutar balik arti sistem
penghormatan terhadap tubuh lain. Tubuh perempuan menoleransi kesempatan hidup sama
pada anak lelaki dan anak perempuan. Tetapi budaya antarlelaki bergerak terbalik. Mereka
menata diri dengan menyingkirkan sumbangan dari jenis kelamin yang lain. Ketika tubuh
perempuan member keturunan dengan menghormati perbedaan, masyarakat patriarki
membangun penyingkiran perbedaan secara hirarkis.
Menurut Freud, perempuan secara alamiah memangdang rendah alat vital mereka atau
bahwa aktivitas heteroseksual genital yang menekankan kekuasaan maskulin dan pasivitas
feminim adalah bentuk normal seksualitas. Mengacu pada psikoanaltis phallosentris, phallus
simbolis sebagai penanda kekuasaan tatanan simbolis memisahkan subjek dari gairah dan
membuka kemungkinan bagi pembentukan objek. Menurut Lacan sentralitas phallus
menempatkan perempuan sebagai pelengkap. Jika psikonalisis bersifat phallosentris, itu semua
karena tatanan sosial manusia yang dipersepsikan dan dijalani bersifat patrosentris (Mitchell,
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
1974). Konsep cantik perempuan dibentuk oleh laki-laki, direpresentasikan dalam majalah
laki-laki sendiri dan dipertegas pula dalam majalah perempuan. Adanya kekuasaan laki-laki
terhadap perempuan mengenai seperti apa perempuan dimatanya, hal itu menjadi suatu
hegemoni yang ada pada masyarakat modern. Dari kasus di atas yang ada pada pemaparan
sebelumnya, yaitu apakah sebenarnya bentuk representasi perempuan dalam majalah laki-laki
adalah suatu bentuk feminisme itu sendiri yang secara diam-diam tanpa disadari menguasai
laiki-laki lewat representasinya dalam majalah, dapat dianalisis bahwa sebetulnya memang
benar justru dengan adanya representasi perempuan dalam majalah-majalah laki-laki
menunjukan adanya suatu penguatan gender perempuan yang dapat menguasai berbagai ini
dalam majalah laki-laki. Dengan adanya representasi seperti ini, secara tidak sadar
menunjukan bahwa perempuan berhasil menguasai laki-laki, bahkan dalam berbagai isi dalam
majalahnya. Pada satu sisi, hal ini menunjukan kesetaraan antara perempuan dan laki-laki yang
mana tidak ada larangan dalam menampilkan perempuan dalam majalah laki-laki dan juga
adanya bentuk feminism liberal dan deminisme pascastrukturalis di mana perempuan tidak
hanya mengerjakan ranah pekerjaan perempuan saja, tetapi juga dapat mengerjakan pekerjaan
laki-laki yang banyak digambarkan dalam majalah-majalah laki-laki seperti perempuan yang
terjun dalam dunia bisnis atau olahraga-olahraga yang beresiko tinggi.
Gambaran atau representasi wajah perempuan yang tidak menyenangkan, keterlibatan
perempuan dalam sturktur organisasi media yang belum berimbang dibandingkan dengan laki-
laki, dan isipemberitaan yang tidak sensitif dengan persoalan-persoalan perempuan. Untuk itu,
diperlukan jurnalisme yang berpihak pada perempuan, yang dikenal dengan jurnalisme
berperspektif gender. Berbicara soal representasi perempuan dalam majalah laki-laki, pada
dasarnya kita mengacu pada sebuah hal. Representasi perempuan dalam media massa, baik
media cetak, media elektronik, maupun berbagai bentuk multi media. Sejauh ini media massa
masih menjadikan perempuan sebagai obyek, baik di dalam pemberitaan, iklan komersial
maupun program acara hiburannya seperti sinetron. Wajah perempuan dalam pemberitaan
cenderung meng-gambarkan perempuan sebagai korban, pihak yang lemah, tak berdaya, atau
menjadi korban kriminalitas karena sikapnya yang “mengundang” atau memancing terjadinya
kriminalitas, atau sebagai obyek seksual. Sementara perempuan dalam iklan tampil lebih
sering sebagai potongan-potongan tubuh yang dikomersialisasi karena keindahan tubuhnya
atau kecantikan wajahnya. Wajah perempuan dalam program acara hiburan seperti sinetron
juga menyudutkan perempuan. Penggambaran dalam cerita-ceritanya seringkali sangat
stereotipe. Perempuan digambarkan tak berdaya, lemah, membutuhkan perlindungan, korban
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
kekerasan dalam rumah tangga, kompe-tensinya pada wilayah domestik saja. Atau, justru
perempuan yang galak, tidak masuk akal, “murahan” dan bahkan pelacur, bukan perem-puan
baik-baik, pemboros, dan sebagainya.
Dari masalah bagaimana representasi perempuan dalam majalah laki-laki, dapat
diambil beberapa pertanyaan yang muncul yang dapat menjadi kasus analisis seperti pada
pemaparan sebelumnya, yaitu apakah sebenarnya bentuk representasi perempuan dalam
majalah laki-laki adalah suatu bentuk feminism itu sendiri yang secara diam-diam tanpa
disadari menguasai laki-laki lewat representasinya dalam majalah? Atau malah suatu bentuk
dominasi kaum laki-laki terhadap wanita yang secara sadar ataupun tidak merupakan usaha
untuk mengeksproitasi para perempuan? Sebenarnya dari permasalahannya dapat timbul
berbagai macam pertanyaan yang dapat lebih banyak lagi, tetapi untuk lebih mempersempit
dan memperdalam analisis, kasus ini hanya dikaitkan dengan hal jenis kelamin, subjektivitas,
dan representasi.
Representasi perempuan dimajalah laki-laki seakan memberi representasi yang sama
pada perempuan terhadap dirinya. Materi sex appeal yang digambarkan di majalah laki-laki
selain perempuan yang memiliki tubuh yang sempurna tentu saja mereka yang powerful. Pada
akhirnya timbul suatu konsep cantik baru. Ketika melihat ke majalah perempuan, fitur-fitur
yang ditawarkan dari majalah ini tentu saja mengarah kepada bagaimana cara menarik
perhatian lawan jenis. Majalah mempunyai pengaruh terhadap penciptaan kriteria sex appeal
antara perempuan dan laki-laki. Kriteria tersebut mendorong semakin kuat konsep cantik yang
dibuat sehomogen mungkin bagi perempuan.
Repitisi melalui figur-figur perempuan yang cantik versi majalah laki-laki membuat
kaum laki-laki sendiri dibentuk oleh media massa mengenai gadis impiannya yang sempurna.
Bukan tanpa akibat, tetapi secara tidak langsung laki-laki-laki-laki tersebut juga diciptakan
pandangannya mengenai perempuan cantik melalui media yang pada akhirnya berdampak
sendiri ke perempuan. Majalah perempuan yang berisi bagaimana menarik daya tarik laki-laki,
tidak hanya secara psikologis, namun juga secara fisik, perempuan rela merubah dirinya demi
menarik perhatian laki-laki dan di sisi-sisi lain dalam majalah laki-laki, mereka ditawarkan
perempuan-perempuan yang sempurna yang menjadi kriteria ‘menarik’ bagi mereka. Hal ini
berlangsung terus-menerus.
Di sisi lain, dengan adanya representasi perempuan dalam majalah laki-laki ini juga
menunjukan adanya bentuk dominasi kaum laki-laki yang mana menimbulkan representasi
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
terhadap para perempuan yang diakibatkan oleh penggambarannya dalam media, dalam kasus
ini adalah majalah. Dengan penggambaran perempuan yang digambarkan dalam majalah-
majalah justru secara sadar ataupun tidak menanampan persepsi bagaimana perempuan di
benak para masing-masing subjek laki-laki ini. Akibat dari adanya representasi perempuan
dalam majalah ini membentuk citra perempuan itu sendiri yang mana merupakan tipe ideal
bagaimana seharusnya perempuan berpenampilan dan berprilaku sesuai dengan
penggambarannya dalam majalah sehingga terjadi pergeseran makna. Akibatnya justru adalah
bentuk dominasi kaum laki-laki tentang bagaimana seharusnya seorang perempuan akibat dari
representasinya dalam majalah
Kesimpulan
Dari Pembahasan dalam paper ini, dapat diambil kesimpulan bahwa sebenarnya dengan
adanya representasi perempuan di dalam majalah laki-laki di satu sisi menunjukan adanya
penguatan gender perempuan itu sendiri dalam usahanya mencapai kesetaraan lewat feminism
liberan dan pascastrukturalis yang mana tidak hanya laki-laki, tetapi perempuan juga dapat
melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki sehingga memperoleh kedudukan yang
setara. Namun di sisi lain, kedudukan tersebut yang diakibatkan representasi menyebabkan
penggambaran perempuan yang terlalu ideal yang menyamaratakan semua perempuan
sehingga menimbulkan citra perempuan lewat majalah yang dapat sangat berbeda dengan
kenyataannya. Kenyataan bahwa tidak semua wanita dapat disamaka seperti itu dan juga
bentuk dominasi baru akibat adanya representasi perempuan dalam majalah.
Pers merupakan sebuah produk kebudayaan, maka penting untuk mencermati bagaimana
media memproduksi dan mengkonsumsinya melalu bahasa yang digunakan dalam pers
tersebut. Pers sebagai suatu sarana produksi makna, karena mampu merepresentasikan pikiran
dan gagasan-gagasan ke ruang publik.
Melalui Psikoanaltis phallosentris, representasi perempuan dalam majalah laki-laki
mempengaruhi representasi perempuan terhadap dirinya. Majalah perempuan menguatkan
pernyataan ini karena sebagian besar kontennya mengacu pada bagaimana mendapat daya tarik
oleh laki-laki. Hal seperti ini membuat pernyataan Lacan mengenai perempuan sebagai
pelengkap semakin kuat. Perempuan semakin tertindas, ia tidak lagi tertindas secara fisik
namun secara konstruksi budaya. Banyaknya kasus penyakit jiwa yang disebabkan karena
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
adanya konstrusi budaya mengenai konsep cantik seperti aneroxia-bulimia (penyakit
psikologis, penderita akan memuntahkan makanannya atau tidak makan sama sekali untuk
mendapatkan tubuh yang kurus seperti yang digambarkan oleh media) harus dianggap masalah
serius oleh para industri media. Tidak hanya itu, banyak perempuan yang rela mengambil
resiko untuk menjadi cantik versi konsep media. Majalah perempuan banyak yang mengangkat
isu tentang kasus ini, namun jika representasi perempuan di majalah laki-laki tetap sama, kasus
seperti ini tidak akan pernah berakhir.
Hendaknya identitas seksual memusatkan perhatian pada keseimbangan antara maskulinitas
dengan feminitas dalam diri laki-laki dan perempuan. Perjuangan ini, bisa melahirkan
dekonstruksi identitas seksual dan identitas gender yang dipahami dalam konteks marginalitas
di dalam tatanan simbolis (Kristeva, 1986). Jadi, penyadaran mengenai seksualitas terutama
konsep cantik yang universal dan memanusiakan tidak hanya dijalankan oleh satu pihak saja,
yaitu pihak perempuan, laki-laki pun harus bersama-sama merekonstruksi konsep tersebut agar
baik perempuan maupun laki-laki mendapat kesetaraan dalam ranah konstruksi budaya (dalam
hal ini penciptaan sex appeal). Adanya representasi baru perempuan dalam ranah majalah laki-
laki hendaknya diperbaharui dan mengacu pada konsep kesetaraan.
Bila seorang perempuan mendapati dirinya berada di dalam sebuah majalah laki-laki atau
majalah apapun itu, berarti ada dua hal positif yang dapat dinilai. Pertama, perempuan sebagai
sosok yang mampu berkarier dan sukses di ranah publik. Selama ini perempuan begitu lekat
dengan peran domestik dan pekerjaan rumahnya, padahal pada dasarnya perempuan memiliki
intelektualitas yang sama dengan laki-laki dan memiliki kemampuan yang setara. Kedua,
Perempuan ingin direpresentasikan sebagai perempuan yang mandiri, yaitu perempuan yang
mampu menjalankan perannya sebagai perempuan karier, ibu, dan seorang istri.
Melalui majalah-majalah yang melibatkan antara perempuan dan laki-laki, dari situ dapat
mampu memberikan gambaran kepada masyarakat tentang perempuan di ranah publik.
Dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai pentingnya kesetaraan gender antara
laki-laki dan perempuan di ranah publik. Namun, pada kenyataannya kesuksesan tidak dapat
lepas dari peran laki-laki. Perempuan dapat sukses di ranah publik karena ada peran laki-laki
yang mendukungnya. Bahkan ketika seorang perempuan yang sudah sukses di ranah publik,
perempuan harus membagi waktunya untuk mengurus rumah tangga dan kenyataannya
mereka.
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Referensi
Barker, Chris. 2004. Cultural Studies Theory and Practice. London: Sage Publication
Bryant, Jennings , Dolf Zillman. 2008. Media Effect: Advance and Research Theory. New
Jersey, Taylor & Francis e-Library
http://kombinasi.net/representasi-perempuan-dalam-media/
http://rachmanto.wordpress.com/2009/05/05/representasi-perempuan-dalam-media/
http://anggerwijirahayu.blogspot.com/2010/02/representasi-pemberitaan-perempuan.html
http://iis-istiqamah.blogspot.com/2012/02/menulis-tentang-representasi-wanita.html
Jurnal : Apsari, Diani. (2010). “Visualisasi Wanita Indonesia dalam Majalah Pria Dewasa”.
Wimba Jurnal Komunikasi Visual dan Multimedia Vol. 2 No. 1: hal 65-79.
Jurnal : Hidayana, Irwan. M. (2013, Mei). “Budaya Seksual dan Dominasi Laki-Laki dalam
Perikehidupan Seksual Perempuan”. Jurnal Perempuan Edisi 77 Vol.18. No.2: hal 57-67.
McQuail, Dennis. (2005), “McQuail Mass Communication Theory”, Fifth Edition. London:
SAGE Publication.
Stokes, Jane. 2003. How To Do Media and Cultural Studies. London: Sage Publication
Sawyer, Stacey C. & Williams, Brian K. 2001. Using Information Technology. New York:
McGraw-Hill Company
West, Richard & Turner, Lynn H. 2008. Introducing Communication Theory: Analysis and
Application, 3rd
ed. Jakartra: Salemba Humanika
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014
Lampiran
Majalah Playboy Indonesia
Pertama yang akhirnya tidak
mendapat ijin produksi akibat
protes dimana-mana.
Representasi perempuan ..., Jessica Andrea Rhemrev, FISIP UI, 2014