reportase - jurnal laporan investigasi edisi 04, november 2007

56
1 REPORTASE edisi 04 November 2007

Upload: tifa-foundation

Post on 06-Mar-2016

262 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

mengulas tentang hasil investigasi dan mengungkap sisi lain pilkada Jakarta

TRANSCRIPT

Page 1: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

1

REPORTASE edisi 04 November 2007

Page 2: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

2

REPORTASE edisi 04 November 2007

Daftar Isi

YuliyantiWartawan Radio Voice of Human Rights

Poernomo G RidhoWartawan Koran Tempo

Alida BahaweresWartawan Majalah Gatra

Riky FerdiantoWartawan Koran Tempo

Istiqomatul HayatiWartawan Koran Tempo

Mustafa SilalahiWartawan Koran Tempo

Dadan M RamdanWartawan Koran Monitor Depok

Arif KuswardonoWartawan Majalah TempoAgustinus Eko Raharjo

Wartawan Radio CVC

Dwi SetyoEditor

Kendra H. ParamitaIlustrator Cover

Muid MularnoidinDesain Grafis

REPORTASE

AJI Jakarta: Jl. Prof. Dr. Soepomo No. 1 A,Kompl. Bier, Menteng Dalam Jakarta Selatan

Telp. 021-70758626, Fax. 021-83702660,Email: [email protected],

Website: www.aji-jakarta.org

Pengantar –––––––––––––––––––––––––3

Satu Juta Orang Pinggiran ––––––––––5

Benang Kusut Daftar Pemilih –––––– 9

Dagang KursiBerbungkus Sosialisasi ––––––––––––13

Hikayat Tiga Surat ––––––––––––––––19

Hilang Dalam Hitungan Detik––––––––23

Kabar Kabur Para Penyumbang –––––28

Kalau Tabloid Menggebrak Pilkada ––34

Jejak Bohir Jakarta Satu –––––––––– 40

Menggugat Janji Gubernur Jakarta ––50

REDAKSI EDISI 04

Page 3: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

3

REPORTASE edisi 04 November 2007

Pengantar

MengungkapSisi Lain Pilkada Jakarta

Pemilihan Gubernur Jakarta secara langsung untukpertama kalinya dalam sejarah Republik ini sudah

berakhir Agustus lalu. Di permukaan, banyak pihakmemuji proses demokrasi yang berjalan baik, relatifaman dan tanpa bentrokan fisik antar pendukung keduakandidat Gubernur. Kerelaan pasangan AdangDaradjatun-Dani Anwar yang langsung mengakuikekalahannya sehari setelah pemungutan suaraberakhir, dipuji banyak pihak. Meski begitu, sejatinyaada banyak cerita di balik layaryang belum terungkap kepadakhalayak.

Pelaksanaan PemilihanKepala Daerah (Pilkada)Jakarta menjadi barometerkedewasaan berpolitik dankematangan demokrasi diIndonesia. Sebagai ibukotanegara, semua mata dantelinga berpusat ke Jakarta,selama pemilihan berlang-sung. Meski belum sempurna,ada banyak pelajaran yangbisa dipetik. Ada banyakkesalahan dan kekuranganyang seyogyanya tidakdiulangi di daerah lain. Hanyadengan begitu, pelaksanaanPilkada yang sudah menjadibagian dari proses demokrasi

Indonesia sejak 2004 lalu bisa bertambah baik seiringwaktu dan benar-benar menjadi representasikepentingan publik.

Jurnal Reportase ini merupakan kumpulan liputaninvestigatif dan liputan mendalam yang dikerjakansembilan jurnalis pemenang program FellowshipPeliputan Pilkada Jakarta yang diselenggarakan AliansiJurnalis Independen (AJI) Jakarta bekerja samadengan Yayasan Tifa. Semua karya yang dimuat di

jurnal ini sudah dipublikasikansebelumnya di media tempatbekerja para jurnalis partisipanprogram ini.

Lewat liputan-liputan parapeserta program ini, Anda akandiajak menelisik lebih dalam apayang terjadi di balik gegapgempita pelaksanaan PilkadaJakarta. Yuliyanti, jurnalisperempuan radio Voice ofHuman Rights, mengajak kitauntuk memikirkan nasib jutaankaum miskin kota yang tidakmendapatkan hak pilihnya untukikut menentukan siapa pemimpinJakarta periode 2007-2012. Diaterjun ke kampung-kampungpaling kumuh di Ibukota danmenemukan kisah-kisahmenyentuh para warga di

Page 4: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

4

REPORTASE edisi 04 November 2007

sana.Poernomo Ridho, wartawan Koran Tempo,

membawa kita lebih jauh lagi. Liputannya menjelaskanbahwa nasib jutaan kaum miskin kota yang tidakmemperoleh hak pilihnya bukanlah sebuah fenomenayang terisolir. Hampir 20 persen dari 5,8 warga Jakartayang memiliki hak pilih ternyata tidak terdaftar sebagaipemilih. Dengan telaten, Poernomo mencari siapa sajawarga yang kehilangan hak pilih dan membuktikanbahwa tudingan sejumlah Lembaga SwadayaMasyarakat soal amburadulnya penetapan daftarpemilih tetap, ternyata cukup berdasar.

Rach Alida Bahaweres mengungkap sisi lain dariproses penentuan kandidat kepala daerah di Jakarta.Sesuai undang-undang, partai politik memang memilikikewenangan besar untuk menentukan siapa yang akanmenjadi calon kepala daerah. Alida, wartawan MajalahGatra ini, menemukan sejumlah oknum partai yangjustru menyalahgunakan kewenangan itu denganmemperdagangkan tiket pencalonan menujusinggasana Jakarta Satu.

Ricky Ferdianto dan Istiqomatul Hayati, keduanyajurnalis Koran Tempo, menelisik sisi pengadaan logistikPilkada Jakarta. Pengadaan tinta, surat suara sampaibilik suara selalu menjadi ladang korupsi yang empukdalam setiap penyelenggaraan pemilu. Sejumlahanggota Komisi Pemilihan Umum periode lalu meringkukdi balik terali besi akibat korupsi pengadaan logistik pemilu2004 lalu. Ricky dan Isti menemukan indikasi skandalserupa berulang pada Pilkada Jakarta tahun ini.

Mustafa Silalahi dan Arif Kuswardono, keduanyawartawan Tempo, meliput bagian paling rahasia daripenyelenggaraan pemilu dimanapun: dana kampanye.Mustafa memeriksa sahih tidaknya daftar parapenyumbang dana kampanye untuk kandidat Gubernur

Jakarta. Sementara Arif melakukan investigasi yanglebih dalam, mengungkap siapa sebenarnyapenyumbang terbesar sang Gubernur terpilih, FauziBowo. Sementara Dadan Ramdan, wartawan koranlokal Monitor Depok, menyoroti penggunaan tabloidsebagai alat kampanye dan pembunuhan karakter olehsalahsatu kandidat.

Rangkaian tulisan investigatif ini ditutup oleh sebuahreportase basah dari reporter radio CVC, AgustinusEko Rahardjo. Jojo, demikian dia biasa dipanggil,menggugat keseriusan janji Gubernur Jakarta terpilihuntuk menciptakan sebuah Jakarta untuk semua.

Membaca kesembilan karya jurnalistik ini benar-benar memberi perspektif baru bagaimana sebuahproses demokrasi yang dielu-elukan banyak orangjuga menyimpan skandal, cerita miring dan miss-manajemen yang membuat gondok. Tentu harapanterbesar dari penerbitan jurnal ini adalah perbaikandan penyempurnaan pelaksanaan pemilihan kepaladaerah di masa mendatang. Hanya mereka yangberani mengakui kesalahan dan memperbaikinya yangpunya potensi untuk menjadi bangsa yang demokratis,maju dan sejahtera.

Sembilan jurnalis ini sudah menjalankan fungsinyasebagai anjing penjaga demokrasi. Mereka mengingatkanbahwa ada yang salah dalam proses demokrasi kita.Sekarang giliran para aktor demokrasi lain menjalankanfungsinya masing-masing demi kemashalatan publik danmasa depan negeri ini yang lebih baik.

Jakarta, November 2007

Jajang JamaludinKetua AJI Jakarta

Page 5: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

5

REPORTASE edisi 04 November 2007

MUARA Baru, Penjaringan, JakartaUtara. Aminah dan Sindusiahsedang menanak nasi dengan kayu bakar.

Dua perempuan separuh baya itu asyik memasak

dengan tungku yang dibuat seadanya, di sepetak tanahkosong persis di depan rumah kayu mereka. Ini bukanperistiwa dua atau tiga dekade lalu, ketika ekonomiIndonesia masih tertatih-tatih. Ini kejadian nyata yangterjadi Agustus lalu di pinggiran ibukota Indonesia,Jakarta.

Sejak harga minyak tanah meroket awal tahun ini,Aminah dan Sindusiah saban hari memasak dipekarangan sempit seluas setengah meter persegi itu.Tak hanya memasak untuk keluarga masing-masing,dua ibu itu juga menyediakan makanan untuk wargalain di kampung itu. ”Dapur” dadakan mereka kiniberubah menjadi dapur umum untuk kampung KebunTebu di Muara Baru itu.

Saat ditanya mengapa memasak denganmenggunakan kayu bakar, Sindusiah mengaku takpunya uang untuk membeli gas elpiji. Sebulansebelumnya, pemerintah memang membagikan tabungdan kompor gas sebagai bagian dari program konversienergi dari minyak tanah ke gas elpiji. ”Kalau dulumasih ada minyak tanah, saya bisa membeli setengahliter dulu untuk masak,” katanya masygul. ”Sekarang,kalau tidak punya Rp 15 ribu tidak bisa beli gas elpiji,”katanya.

***

Sindusiah dan Aminah adalah bagian dari 5,8 jutapenduduk Ibukota yang memiliki hak pilih pada

YuliyantiWartawan Radio

Voice of Human Rights

Satu JutaOrang Pinggiran

DAPUR DADAKAN. Jadi dapur umum untuk wargakampung Kebun Tebu, Muara Baru

Page 6: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

6

REPORTASE edisi 04 November 2007Pemilihan Gubernur Jakarta, 8 Agustus lalu. Bagimereka, Pilkada mungkin lebih penting ketimbang bagipemilih lain dari kelompok masyarakat dengan kondisiekonomi lebih mapan. Jika Sindusiah dan kawan-kawannya gagal mewarnai hasil akhir pemilihan itu,sulit memastikan kepentingan mereka —yangjumlahnya sampai 40 persen dari total populasipenduduk Jakarta— bisa terwakili. Ironisnya,kebanyakkan dari mereka justru tidak terdaftar sebagaipemilih di Ibukota.

Dua pekan sebelum hari pencoblosan, sejumlahlembaga swadaya masyarakat sudah mengingatkanKomisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta soaladanya warga Ibukota yang belum terdaftar sebagaipemilih. Jumlahnya diperkirakan mencapai ratusan ribuorang.

Wardah Hafidz, Kordinator Urban PoorConsorsium (UPC), sebuah lembaga swadayamasyarakat yang peduli pada warga miskin perkotaan,bahkan menyodorkan angka yang lebih fantastis.Menurutnya ada 1,9 juta warga miskin di Jakarta yangtidak bisa menggunakan hak pilihnya menentukanGubernur Ibu kota.

Bagaimana penduduk sebanyak itu bisakehilangan hak demokrasi yang paling mendasaritu? Penyebabnya sekilas terdengar sepele:mereka tidak punya dokumen kependudukan.”Sebagian besar orang miskin di Jakarta tidakpunya Kartu Tanda Penduduk,” kata Wardahprihatin.

Bagi sebagian dari kita, memiliki KTP atau KartuKeluarga mungkin bukan hal yang luar biasa.Beberapa orang bahkan punya KTP lebih dari satubiji. Karena itu, banyak orang tidak bisa membayangkanbahwa ada sekelompok orang yang tidak punya aksespada dokumen-dokumen kependudukan dasarsemacam itu. Apalagi konsekuensi hukum dariketiadaan dokumen sederhana semacam KTP ituternyata amat panjang.

Di mata pemerintah daerah, kaum miskin kota yangtidak memiliki dokumen kependudukan yang sahihadalah penyerobot lahan belaka. Mereka dipandangsebagai warga kelas dua yang tidak punya hak politik.”Seluruh hak sipil dan hak konstitusional mereka ikuthilang,” kata Wardah.

Sejak lama Wardah berkampanye menantanganggapan itu. Menurutnya, warga miskin Ibukotamemberikan kontribusi tidak sedikit untuk pendapatanJakarta. ”Pemerintah DKI selalu mengatakan wargakampung di sini bukan warga Jakarta,” katanya merujukpada kampung Aminah di Kebun Tebu, Penjaringan.Padahal, kata Wardah, semua warga kampung itumembeli kebutuhan pokok seperti rokok, sabun, danshampo —yang tentu saja semuanya berpajak.”Mereka berlangganan listrik yang juga berpajak,” kataWardah lagi. Pajak itu masuk ke kas pemerintahdaerah. Artinya, secara tidak langsung, warga miskinibu kota menyumbang pada pendapatan Pemda DKIJakarta.

Meski menyumbang pada pendapatan daerah,pemerintah daerah masih enggan mengakuikeberadaan banyak warga miskin kota. Pasalnya, adasoal lain yang masih mengganjal: status kepemilikantanah yang ditempati warga miskin kota, seringkali tidakjelas.

***

Kawasan Kebun Tebu, Penjaringan, JakartaUtara memang tergolong daerah miskin. Di sanabermukim sekitar seribu keluarga. Mereka hidupberdempet-dempet dalam rumah panggung yangterbuat dari kayu triplek. Sebagian besar penduduk disana hidup dari menjadi nelayan atau buruh pabrik.Sumber air bersih amat terbatas. Bau tak sedapmembumbung di udara. Yang membuat miris, kawasankumuh ini bertetangga langsung dengan kompleksperumahan mewah, Puri Mutiara.

Page 7: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

7

REPORTASE edisi 04 November 2007Meski tergolong miskin, menurut pengakuan warga

kampung itu, mereka jarang sekali menerima bantuandari pemerintah. Padahal ada bejibun programpemerintah yang ditujukan untuk warga seperti Aminahdan Sindusiah. Sebut saja pembagian beras murah,asuransi kesehatan, bantuan langsung tunai, dansejenisnya. “Kalau pun dapat bantuan, tidak semuawarga dapat,” kata seorang warga Kebun Tebu, Ecih.

Ecih menilai sulitnya warga Kampung Kebun Tebumendapat bantuan pemerintah terkait dengan tidakjelasnya status tanah yang ditempati warga kampungitu. Dinas Pekerjaan Umum DKI memang kabarnyamengklaim kembali sepetak tanah itu sebagai bagiandari perluasan Waduk Pluit.”Pemerintahmenganggap tanah ini bukan milik kami,” katanya.”Kami mau saja pindah, asalkan diberi tempat yanglebih baik tanpa harus membayar lagi,” kata Ecihpelan.

Jika bantuan resmi pemerintah saja jarangmampir ke rumah Ecih, sulit mengharapkan wargakampung itu mendapat dokumen kependudukan,apalagi kartu pemilih.

***

Lembaga Penelitian, Pendidikan danPenerangan Ekonomi Sosial (LP3ES), akhirAgustus lalu, sempat merilis kabar kalau 22 persendari warga Jakarta tidak terdaftar sebagai pemilih.Padahal mereka semua seharusnya memiliki hakpilih yang dilindungi konstitusi. Sangat mungkinwarga Kebun Tebu ada di antara kelompok wargayang 22 persen ini.

Wardah mengamini hasil penelitian itu. Jikaangka 1,9 juta warga Ibukota kehilangan hak pilihseperti yang disebut Wardah itu akurat, jumlahpemilih sebesar itu tentu bisa jadi faktor signifikanyang menentukan pemenang pilkada. ”Sebetulnyaada jarak yang tipis antara yang menang dan yang

tidak bisa memilih,” kata Wardah lagi. Saking bersemangatnya ingin ikut mencoblos,

pada hari-h pemilihan 8 Agustus lalu, Ecih dan ratusankawan-kawannya mendatangi Tempat PemungutanSuara di kantor Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.Mereka mendesak panitia pemilihan untuk mengijinkanmereka memberikan hak suaranya. Upaya ini kandas.

***

Dari penelusuran di lapangan, ternyata ada lagisatu daerah pinggiran Ibukota yang menyimpan kisahtak kalah unik. Sebanyak 800 warga Tanah Merah,

KAMPANYE. Sebuah bendera milik salah satu kandidat berkibardi gang kumuh Jakarta

Page 8: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

8

REPORTASE edisi 04 November 2007Kampung Beting, di Kelurahan Tugu Utara, JakartaUtara, tidak terdaftar sebagai pemilih dalam Pilkada.Padahal mereka memiliki dokumen kependudukanberupa KTP yang sah.

Ini membuat warga bingung. Pasalnya dalampemilihan presiden pada 2004 lalu, mereka semuaterdaftar sebagai pemilih. “Kalau pilkada ini memakaidata Pemilu presiden, seharusnya semua warga disini dapat kartu tanda pemilih,” kata Ricardo, seorangwarga di sana. Apalagi, pada pemilihan raya 2004silam, sebuah Tempat Pemungutan Suara juga didirikanpemerintah di kampung itu.

Kawasan perkampungan Tanah Merah, KampungBeting, Jakarta Utara, berdiri di atas lahan seluasnya 4,5hektar. Kampung ini bersebelahan dengan Gedung IslamicCentre, yang dulu merupakan lokalisasi pekerja sekskomersial tersohor, Kramat Tunggak. Sejak 1976, tanah inidikuasai oleh PT Kortindo Karya untuk dijadikan kawasanniaga. Sempat terjadi sengketa antara warga danpengusaha tersebut, namun warga kalah di pengadilan.

”Mahkamah Agung memutuskan tanah ini masihberstatus tanah milik negara,” kata Ricardo. KarenaPT Kortindo Karya tidak bisa membebaskan tanah itu,perlahan-lahan semakin banyak warga yang coba-coba bermukim di sana. Mereka terutama berasal darikampung-kampung di kawasan lokalisasi KramatTunggak, yang terusir saat rumah mereka digusurdan dijadikan Islamic Center. Dalam sekejap, lahansengketa itu berubah menjadi perkampungan. Jumlahpenduduknya mencapai 941 Kepala Keluarga.

***

Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI JakartaJuri Ardiantoro mengakui ada banyak orang yang tidakterdaftar dalam daftar pemilih tetap Pilkada. ”Ini masalahserius,” katanya. Masalah serupa, kata dia, tidak hanyaterjadi di Jakarta. ”Setiap pilkada di daerah manapun,masalah daftar pemilih selalu muncul,” katanya.

Sayangnya, menurut Juri, KPUD tidak punya tanganuntuk menyelesaikan masalah ini. Pendataan pemilihmemang bukan lagi urusan Komisi Pemilihan, melainkanDinas Kependudukan Pemerintah Provinsi Jakarta.

Saat saya menelusuri akar masalah ini ke DinasKependudukan, muncul masalah lain. Ternyata Dinasini tidak bekerja sendirian. Mereka menugaskan KantorPelayanan Informasi untuk menghimpun data pemilihPilkada dan memasukkannya dalam sebuah database.

Menurut Juri, masalah mulai muncul di titik ini.Kesalahan yang sering terjadi seperti tidak akuratnyapenulisan nama, tempat tinggal dan tanggal lahirseseorang, muncul karena ketidakcermatan pemasukandata di Kantor Pelayanan Informasi. ”Kami sebagaipenyelenggara pemilu, menanggung akibat darisemrawutnya peraturan yang ada,” katanya masygul.

Dia menawarkan agar KPUD kembali diberiwewenang menentukan daftar pemilih tetap. Kalautidak, kata Juri, lembaga yang bertugas menyusundaftar itu haruslah memiliki sumber daya manusia daninfrastruktur teknologi yang kompeten. “Supayaakurasinya juga terjamin,” katanya.

Pemerintah Jakarta sendiri tidak mau menanggungbeban kesalahan sendiri. Lewat media, sejumlah pejabatDinas Kependudukan menjelaskan bahwa data daftarpemilih tetap Pilkada DKI Jakarta memang berdasarkandata serupa pada Pemilihan Presiden 2004 lalu. Namundata itu diverifikasi ulang dengan menyerahkannyakepada para Ketua Rukun Tetangga. Mereka yang tidakpunya KTP diminta untuk dicoret dari daftar. Menurutpara pejabat Dinas Kependudukan, justru di tingkat RTdan RW-lah keruwetan terjadi.

***

Masalah tentu tidak akan selesai jika semua pihaksaling menuding. Kalau begini caranya, Sindusiahmungkin tetap tak akan punya hak pilih pada PemilihanUmum 2009 depan.

Page 9: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

9

REPORTASE edisi 04 November 2007

Benang KusutDaftar Pemilih

Poernomo G RidhoWartawan Koran Tempo

“Saya saja, bisa dapat tiga kartu pemilih.”

NONO Anwar Makarim tak bisamenyembunyikan kekecewaannya. KartuTanda Penduduk dan Kartu Keluarga yang

ia bawa ke tempat pemungutan suara sia-sia. Praktisihukum terkenal ini tetap tak diperbolehkan

menggunakan hak politiknya dalam pemilihan kepaladaerah DKI Jakarta Agustus lalu.

Gara-garanya: dia tak punya kartu pemilih dannamanya tak tercantum dalam daftar pemilih tetap yangdikeluarkan oleh Komisi Pemilihan Umum DaerahJakarta. Padahal, dalam 25 tahun terakhir, wargaJakarta Selatan ini tak pernah absen mencoblos. “Enam

ANTRIAN PEMILIH. Suasana di salah satu TPS pada Pilkada Jakarta

Page 10: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

10

REPORTASE edisi 04 November 2007kali saya ikut pemilu tak pernah ada masalah,” ujarnyadengan nada masygul.

Ternyata bukan hanya Nono yang kehilangan hakpilih. Sejumlah lembaga pemantau Pilkada DKI Jakartayang digelar 8 Agustus lalu, mencatat sedikitnya 20persen dari 5,8 juta penduduk Jakarta juga bernasibserupa: kehilangan hak pilihnya. Kekacauanpendaftaran pemilih yang berimplikasi pada hilangnyahak pilih warga ini seharusnya tidak terjadi jika sajapemerintah dan KPUD sebagai penyelenggara pemiluberkoordinasi lebih baik. Jadi dimana letak kesalahanmereka?

***

Pengalaman Darius Yusuf, warga kelurahan JatiPadang, Jakarta Selatan, tak kalah janggal. Nama pria61 tahun ini tak tercantum pada Daftar Pemilih Tetap.Anehnya, nama istri dan kedua anaknya justru masukdalam daftar dan mendapat kartu pemilih. Petugas yangmengantar kartu pemilih kepada keluarga ini, tak kalahheran dan tak mempunyai jawaban atas kejadian anehtapi nyata ini.

Berdasarkan data Daftar Pemilih Tetap yang sayaperoleh, pendataan pemilih di Kelurahan Jati Padang,Jakarta Selatan adalah salah satu yang palingsemrawut di Ibukota.

Dari satu rukun tetangga saja di Jati Padang, yakniRT 14/ RW 16, ada sekitar 50-an nama yangbermasalah. Sebagian tercatat dobel sebagai pemilih,sedangkan sisanya bahkan bukan warga setempat.Nama-nama tersebut saya nilai bermasalah karenaada yang mirip satu sama lain. Sebagian bahkanbernama sama hanya berbeda tanggal lahirnya.

Saya menemukan ada Astri Lana dan Astriana disana. Juga ada Dewi Ferawaty yang lahir di Jakarta,23 Juli 1977 dan Dewi Ferawati, lahir di Jakarta, 22Juli 1977. Selain hanya berbeda pada hurufbelakangnya saja, tanggal lahir kedua perempuan ini

juga berbeda sehari. Lalu ada E. Murdwati yang lahirdi Kulon Progo, 29 Januari 1968 dan E. Murdwiantilahir di kota yang sama namun tanggal dan tahunnyabeda, 29 Oktober 1965.

Selain ada nama-nama yang mirip, ketika dilakukanpengecekan di rukun tetangga tersebut, ternyata taksatupun yang mengenal nama E. Murdwati maupunMurdwianti. “Setahu saya nggak ada yang namanyaseperti itu,” ujar Sulastri salah seorang warga.

Ketua Rukun Tetangga 14 Kelurahan Jati Padang,Wandi, idem dito. “Memang nggak ada warga sayabernama Murdwati atau Murdwianti,” kata dia. MenurutWandi, pendataan pemilih di RT-nya memang radakacau. “Seperti benang kusut, saya sampai capek,”katanya.

Karena kekacauan itu, menjelang haripencoblosan, Wandi sampai harus bolak-balik keKelurahan Jati Padang untuk memperbaiki DaftarPemilih Tetap di rukun tetangganya. “Lebih dari limakali saya pergi ke sana,” ujar pria 45 tahun.

Wandi mengaku tidak tahu mengapa puluhan namapemilih yang bukan warganya terus muncul di daftarpemilih tetap yang diumumkan di Kelurahan. Padahal,semua nama itu sudah dicoretnya sampai berkali-kali.Jumlah nama bermasalah itu sampai lebih dari 50-annama dari sekitar 400-an warga yang terdaftar sebagaipemilih di Tempat Pemungutan Suara di RT itu.

Akibat daftar pemilih yang tidak jelas, pembagiankartu pemilih pun ikut kacau. Banyak kartu yangmenyelip di rukun tetangga lain, bahkan di rukun wargalain. Bukan hanya itu, banyak kartu pemilih yang tidakjelas siapa orangnya dan terpaksa di kembalikan kekelurahan. “Giliran nama dan alamatnya jelas, malahdapat kartunya yang dobel,” kata Wandi. Dia mengakumendapat tiga kartu pemilih atas nama dirinya. Kartudobel macam ini tentu rawan sekali dimanfaatkan untukmencoblos lebih dari sekali.

Menurut Kepala Sub Seksi Kelurahan Jati Padang,Muhamad, pendataan pemilih memang dilakukan

Page 11: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

11

REPORTASE edisi 04 November 2007KPUD, Kelurahan dan para Ketua RT di Jakarta.Awalnya, KPUD menyerahkan daftar pemilih padaPemilihan Presiden 2004 kepada semua kelurahan.”Kami hanya meneruskan data dari KPUD kepadasemua Ketua RT,” katanya. ”Verifikasi dilakukan olehketua RT, karena mereka yang tahu kondisi warganyasendiri,” tambahnya kemudian. Setiap kartu pemilihyang tidak jelas, kata Muhamad, harus dikembalikankepada KPUD melalui kelurahan masing-masing.

***

Acak-adulnya Daftar Pemilih Tetap dan pembagiankartu pemilih adalah persoalan utama yang menodaipelaksanaan pilkada DKI Jakarta tahun ini. Empat harisetelah pencoblosan Agustus lalu, Panitia PengawasPilkada melansir 52 kasus yang berindikasipelanggaran aturan pilkada. “Yang paling menonjoladalah banyaknya warga yang tidak terdaftar,” kata

Ketua Panwas Pilkada Jakarta, Jamaluddin F Hasyim.Dia menunjuk tumpukan kartu pemilih yangdikembalikan karena ketidakjelasan identitas yangtercantum di sana.

Pernyataan Jamaluddin dibenarkan WakilKoordinator lembaga pemantau Pilkada, SevenStrategic Studies, Aldrin Situmeang. Menurut dia,kekacauan daftar pemilih tidak hanya terjadi di satulokasi, namun tersebar di sejumlah titik. Diamencontohkan kasus serupa terjadi di RT 1/RW 1Kelurahan Cipete Utara, Kebayoran Baru, JakartaSelatan. Di kawasan itu tercatat ada 30 kartu pemilihyang dikembalikan karena nama orang yang tertulisdalam kartu pemilih sudah meninggal. Selain itu, ada47 kartu yang dikembalikan karena pemilih sudahpindah domisili serta beberapa kartu pemilih yang tidakjelas identitas warganya. “Kami punya semuabuktinya,” ujar Aldrin.

Dia lalu menunjukkan sebuah kartu pemilih milik

“Maaf sudah Almarhum!”Menelusuri dan mengecek Daftar Pemilih Tetap yang tidak jelas alamatnya, ternyata susah-susah

gampang. Susahnya, kadang beberapa lokasi rukun tetangga terletak di pelosok, yang hanya cukupdilalui satu motor, sehingga harus berjalan kaki keluar masuk gang sempit. Belum lagi bila nomor di RTtersebut tidak urut. Seperti di RT 14 Kelurahan Jati Padang, Jakarta Selatan.

Gampangnya, bila sudah menemukan alamat yang dicari, semuanya akan menjadi terang. Si pemilikrumah atau tetangga kiri kanannya dengan rinci akan menjelaskan mengapa kartu pemilih mereka bermasalah.

Persoalan akan jadi rumit jika nama pemilih yang dicari sama sekali tidak ada di RT yang dimaksud.Padahal nama si pemilih masih tercatat dalam Daftar Pemilih Tetap Pilkada Jakarta. “Banyak yang sudahpindah alamat,” ujar Wandi, Ketua RT 14 Kelurahan Jati Padang.

Tak jarang pula, nama warga yang tercantum di daftar pemilih sama sekali tidak dikenal oleh wargasetempat. Tak sedikit yang bahkan sudah meninggal dunia. Seperti Dono Sivani, warga Jalan Duri Pandan,Pulomas, Jakarta Timur. Meski sudah meninggal dua tahun lalu, nama Dono Sivani masih masuk dalamDaftar Pemilih Tetap. “Maaf mas Dono sudah almarhum,” ujar Umu, pembantu di rumah tersebut..

Page 12: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

12

REPORTASE edisi 04 November 2007seseorang bernama Aji Saptono yang beralamat diJalan Nipah Raya, Kelurahan Cipete Utara, KebayoranBaru, Jakarta Selatan. Selain nama jalan itu, tak adaketerangan soal nomor rumah, dan nomor RT/RW-nya. Juga ada kartu pemilih atas nama Mutaharotundengan alamat Petogogan, Kelurahan Cipete Utara,Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Juga tanpa nomorRT dan RW.

Ketua RT 01, Keluruhan Cipete Utara, Khadafi,mengakui ada sekitar 30 persen kartu pemilih yangtidak jelas di wilayahnya. Seperti halnya Wandi, Khadafimengembalikan semua kartu ini ke kelurahan.

***

Ketua KPUD DKI Jakarta Juri Ardiantoro mengakuikesemrawutan daftar pemilih ini. “Sistemnya yangsalah,” ujarnya. Menurutnya, penggunaan data pemilihdalam pemilihan presiden 2004 yang diverifikasi melaluipara Ketua Rukun Tetangga, tidak memperhitungkankesibukan masing-masing ketua RT/RW. Padahalketerlambatan sedikit saja, bisa menutup peluangperbaikan daftar pemilih. Pasalnya jika tidak adatanggapan maupun usul perbaikan dalam tiga harisetelah daftar pemilih tetap diumumkan, daftar pemilihtetap ini menjadi sah secara hukum. Model seperti inimenuntut partisipasi aktif warga untuk memastikannamanya terdaftar sebagai pemilih. ”Kalau warga tidakmenanggapi pengumuman daftar pemilih, kami tidakpunya kewenangan mengubahnya,” kata Juri.

Siapa yang menangguk untung dari amburadulnyadaftar pemilih tetap Pilkada Jakarta? Aldrin terang-terangan menuding kubu salah satu kandidat. “Tapikami sulit membuktikan tuduhan ini,” ujarnya pasrah.

Kedua kubu kandidat pun menolak tudingan Aldrin.”Justru sekitar 80 ribu kader kami tidak terdaftar,” ujarKetua Partai Keadilan Sejahtera Jakarta, Triwisaksana.PKS adalah pendukung utama pasangan AdangDaradjatun-Dani Anwar. Fauzi Bowo, sang Gubernur

terpilih, tak kalah sengit menangkis. ”Kalau soal itu,saya tidak ada urusan,” katanya.

NYOBLOS. Beberapa pemilih tidak jelas identitasnya

Page 13: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

13

REPORTASE edisi 04 November 2007

ERICO Sotarduga mendadak pelit bicara. Saatsaya hubungi, Sekretaris Pengurus DaerahPartai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)

DKI Jakarta tersebut merasa tak pelu membela diri

atas sanksi yang dijatuhkan kepadanya. “Tanya keSekjen (Pramono Anung-red),” ucapnya singkat.Sekejap kemudian gagang telepon ditutup.

Erico bukan sedang sakit gigi. Pria ini termasuk

Dagang KursiBerbungkus Sosialisasi

Alida BahaweresWartawan Majalah Gatra

Kursi calon gubernur diperdagangkan pengurus partai.Sayang sanksinya hanya peringatan.

MAHAR. Sanksi teguran bagi pengurus partai yang terima mahar menjelang Pilkada DKI

Repr

o GAT

RA

Page 14: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

14

REPORTASE edisi 04 November 2007

Karir politik Agung Iman Sumanto dimulai sejak ia menjadi Dewan Pengurus PDI KecamatanPulogadung. “Agung itu seperti Robin Hood,” kata seorang sumber saya yang mengenal

dekat pria itu. Sayangnya, “Dia juga mengambil keuntungan buat dirinya sendiri.”Agung yang kelahiran Madiun, Jawa Timur, lama dikenal sebagai operator pemenangan Gubernur

Jakarta periode lalu, Sutiyoso. Saat itu, posisi Agung memang lumayan mentereng: KomandanSatuan Tugas PDI Perjuangan Jakarta.

MenggugatSang Robin Hood

salah satu dari tiga orang fungsionaris PDIP DKI Jakartayang dijatuhi sanksi oleh Pengurus Pusat partaiBanteng moncong putih itu. Ketiganya terindikasimelakukan money politics saat Pemilihan KepalaDaerah (Pilkada) Jakarta 8 Agustus lalu.

Ia beruntung hanya menelan surat peringatanringan. Selain Erico, ada dua orang pengurus terasPDIP Jakarta yang dijatuhi hukuman serupa. Merekaadalah Ketua dan Wakil Ketua PDIP Jakarta, AgungIman Sumanto dan Audi Iskandar ZulkarnainTambunan. Keduanya mendapat peringatan keras.Apabila sekali lagi terindikasi melakukan pelanggarandalam bentuk apapun, keduanya bisa langsung dipecatdari keanggotaan partai.

***

Awal Agustus lalu, PDI Perjuangan —beserta 19partai politik lain yang tergabung dalam KoalisiJakarta— memang sukses menempatkan pasangan

Fauzi Bowo dan Prijanto di puncak pemerintahanpropinsi DKI Jakarta. Pasangan ini menyisihkankandidat yang diusung Partai Keadilan Sejahtera(PKS), Adang Daradjatun-Dani Anwar.

Namun prosesi pemilihannya ternyata menyisakanskandal. Beberapa petinggi partai Banteng terindikasimelakukan komersialisasi penjaringan kandidat.Modusnya simpel: siapapun yang ingin mendapat tiketpencalonan dari partai itu harus menyetorkan segepokfulus. Begitu kabar busuk ini meruap, gonjang-ganjingpun melanda internal partai pemenang kedua Pemilu2004 lalu ini.

Wakil Ketua Pengurus Daerah PDIP Jakarta, DheaPrakesa Yoedha, menjelaskan bahwa peringatan yangdijatuhkan terhadap ketiga pengurus PDIP Jakartatersebut bermula dari laporan pengaduan yang masukke kantor pengurus pusat partai itu di Lenteng Agung,Jakarta Selatan. Komisi Disiplin yang dibentuk partaiitu langsung mengendus dugaan terjadinyaperdagangan kursi kandidat gubernur dan wakil

Page 15: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

15

REPORTASE edisi 04 November 2007gubernur DKI periode 2007-2012. Partai yangdipimpin mantan Presiden Megawati Soekarnoputri itumerasa perlu bertindak cepat membersihkan namamereka. Soalnya, “PDIP secara kelembagaan tidakpernah meminta uang mahar kepada kandidat yangmaju melalui partai kami,” kata Dhea.

Benarkah demikian? Sudah bukan rahasia lagikalau banyak partai memanfaatkan para calonGubernur yang sedang berebut tiket pencalonan untukmeraup duit sebanyak-banyaknya.

Dituding seperti itu, Dhea tidak defensif. Diamengakui pada saat sosialisasi para kandidat, banyakkonstituen di beberapa kecamatan menyampaikanberbagai uneg-unegnya. Ada yang minta WC, mushaladan fasilitas publik lain di daerah mereka, segeradiperbaiki. “Namun mereka sekadar memintasumbangan, tanpa ada pemaksaan,” kata mantanwartawan harian Kompas ini. Ia mengaku takmenyangka pimpinan partainya sendiri ikutmemperjualbelikan tiket pencalonan dengan nilai rupiah

yang membumbung tinggi.Tak mudah melacak kapan kabar tak sedap ini

mulai bocor diketahui publik. Yang jelas, beberapaorang yang terlibat berusaha keras memendam ihwalkongkalikong busuk ini. Tapi tak lama. Pada awal Juli,sebulan menjelang hari-h pencoblosan, informasi soaladanya jual beli tiket PDIP sampai juga ke telingaMegawati. Saat memimpin rapat pengurus pusat yangmembahas kasus ini, Mega kabarnya sempatmenangis. “Susah payah membangun citra partai, kokmalah ada kejadian seperti ini,” katanya sembarimenitikkan air mata.

Pengurus Pusat partai berlambang banteng gemukini lalu membentuk Komisi Disiplin. Anggotanya antaralain: Alexander Litaay (Keanggotaan dan OrganisasiBidang Internal), Firman Jaya Daeli (Wakil Sekretaris),Theo Syafei (Keamanan dan Fungsi Pemerintahan),Moerdaya Poo (Sumber Daya dan Dana) dan HamkaHaq (Agama dan Kerohanian).

Tim yang total beranggotakan sebelas orang ini

Sejak lama nama Agung berbalut kontroversi. Kasus pungutan liar kursi Wakil Gubernur inibukan aib pertama yang menyeret namanya. Dua tahun lalu, saat Agung menjabat sebagai KetuaDPRD DKI Jakarta, dia sempat dituding melakukan penggelapan dan penipuan uang sebesar Rp 1miliar. Kasusnya bahkan sudah siap diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. Empat pengusahamikrolet: Etty Mustam, Safruhan, Sukendar Yunus dan Cholil, mengaku menjadi korban penipuanAgung pada 2003. Mereka mengaku menyetorkan fulus kepada Agung dengan imbalan mendapatkantrayek angkutan di wilayah Jakarta. Tetapi trayek itu tidak pernah ada.

Bukan Agung kalau tidak bisa berkelit. Tanpa ba bi bu, Agung mengembalikan duit Rp 300 jutakepada Etty dan menitipkan sisanya sebesar Rp 700 juta ke pengadilan. Tak berapa lama kemudian,para penggugat mencabut kasus itu. Agung pun melenggang.

Audi Tambunan juga tak bersih dari masalah. “Tetapi dia mainnya lebih halus,” kata seorangsumber saya di lingkungan PDIP yang enggan menyebutkan namanya.

Sepak terjang dua tokoh ini berbeda dengan Erico Sotarduga. Jejak rekam Erico relatif lebihbersih dari dua koleganya. Dia memang dikenal sudah tajir sejak lama. Selain punya showroommentereng: Fatmawati Motor, Erico juga kabarnya memiliki dua stasiun pengisian bensin di Bogordan Jakarta.

Page 16: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

16

REPORTASE edisi 04 November 2007segera bergerak. Dalam waktu dua minggu saja, timini telah meminta keterangan sepuluh pengurus terasPengurus Daerah PDIP Jakarta. Setelah melakukanpenilaian, tim tersebut menjatuhkan hukuman.Wujudnya berupa surat peringatan untuk tiga orangtersangka utama pelaku kasus ini: Agung, Audi danErico.

***

Kasus politik dagang sapi ini mulai tercium publiksetelah Juni lalu, beberapa kandidat yang gagalmenjadi calon wakil gubernur, berteriak kencang-kencang. Tanpa malu-malu, mereka mengaku diperasoleh panitia penjaringan calon gubernur dan wakilgubernur dari PDIP.

Kepada saya, salah satu kandidat yang namanyatersisih dari posisi calon wakil gubernur, Djasri Marin,mengungkapkan hal itu. Mantan Panglima KodamWirabuana ini mengaku terlanjur merogoh kantongnyasedalam Rp 2,5 miliar. Hasilnya? Nol besar: namanyatenggelam begitu saja dari bursa calon.

Saat ditemui, Djasri merinci bahwa pada awal masapenjaringan nama calon kepala daerah, dia dimintaiRp 30 juta-Rp 40 juta. Seiring dengan makin seringnyaDjasri turun ke kantong-kantong pendukung PartaiBanteng, permintaan duit terus meningkat hinggatotalnya tak kurang dari Rp 2,5 milyar. “Terus-terangsaja pengurus partai itu meminta uang. Untuk inilah,itulah” katanya dengan nada kesal.

Jenderal kelahiran Payakumbuh, 30 September1950 ini, menjelaskan, hampir setiap ada kegiatanpartai Banteng, dia dimintai sumbangan. Sekalimengeluarkan uang antara Rp 10 juta hingga Rp 400juta. Permintaan itu dilakukan melalui berbagai cara:bertemu langsung, lewat telepon bahkan pesanpendek. Semua uang yang diminta dia berikan tunaikepada pejabat partai bersangkutan tanpa diberikankuitansi. Namun demikian ia mengaku memiliki catatan

pribadi mengenai besaran uang yang pernah iakeluarkan. “Saya kaget kok tiba-tiba uang saya habisbanyak,” katanya.

Ia mengisahkan, suatu kali saat bertemu dengankonstituen PDIP di tingkat kecamatan, ada pengurusyang terang-terangan meminta uang pendaftaran. “SiA sudah beri uang loh. Bapak mau bayar berapa,”kata Djasri menirukan permintaan pengurus partaitersebut. Djasri mengaku sempat geleng-geleng kepalakeheranan.

Pada kali yang lain, ia mengaku diajak bertemudengan salah seorang pengurus partai di sebuahrestoran elite di Jakarta. Dalam pertemuan itu, sangpengurus partai mengaku membutuhkan dana Rp 2,5milyar untuk kepentingan partai. “Saya bilang nantilahsaya pikirkan,” katanya. Setelah pertemuan itu selesai,orang tersebut kerap menghubunginya untuk menagihjanji. “Saya ini sudah seperti sapi perah saja,” keluhmantan Staf Ahli Bidang Pembangunan Nasional diLemhanas ini.

Tak hanya Djasri yang diporotin. Pengalamanpahit juga dialami oleh Sarwono Kusumaatmadja.Anggota Dewan Perwakilan Daerah dari DKI Jakartaini mengakui kebobolan hingga Rp 2 miliar. Fulusmiliaran itu disebar kepada para pengurus partaihingga ke tingkat ranting di kecamatan. Setiap rantingmendapat Rp 2 juta untuk satu kali acara sosialiasi visidan misi kandidat. Setiap partai rata-rata memiliki 44pengurus kecamatan. Dan setiap kecamatan bisameminta bagian “dana sosialiasi” sampai empat kali.

Sarwono juga mengaku pernah dimintai danasecara khusus oleh seorang pengurus partai politik.Permintaan tersebut disampaikan bukan kepadanya,melainkan kepada tim suksesnya. “Mereka minta Rp400 juta,” katanya. Kepada tim suksesnya, Sarwonomeminta agar orang partai itu menemuinya langsunguntuk menjelaskan keperluannya, namun orang itu takmenghubunginya lagi.

Berbagai cara ditempuh oleh fungsionaris partai

Page 17: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

17

REPORTASE edisi 04 November 2007untuk membobol kocek kandidat yang mengincar posisiDKI 1 dan DKI 2. Sumber saya yang pernah bekerjamenjadi tim sukses salah satu kandidat mengisahkan,PDIP bahkan melakukan lelang untuk menentukansiapa calon Gubernur mereka. Siapa berani membayardengan nilai harga sekian, bisa langsung tanda tangandan menjadi kandidat tetap dan satu-satunya. “Kalaunggak dibayar secepatnya, harga tiket bisa naik lagi,”ucapnya.

Korban “penipuan” lainnya adalah SlametKirbiantoro. Mantan Panglima Komando Daerah MiliterJakarta Raya ini mengaku kebobolan Rp 1,25 milyaruntuk membeli tiket kandidat wakil Gubernur Ibukota.Sayang meski sudah keluar duit banyak, tiket itu justrumelayang ke orang lain.

Kirbi, demikian purnawirawan mayor jenderal ituakrab disapa, mengaku setoran duitnya sebesar Rp 1miliar diberikan kepada pengurus PDI DKI Jakartapada Juni lalu. Uang itu, menurut pengakuan Kirbi,diserahkan langsung kepada salah satu penguruspartai. Sayangnya, penyerahan itu tidak disaksikanoleh siapapun, karena tidak diserahkan melaluibendahara. Tanda terima juga tidak ada.

Kirbi mengaku tak segan mengucurkan uangsebanyak itu lantaran dijanjikan akan duduk sebagaikandidat satu-satunya wakil gubernur DKI,mendampingi Fauzi Bowo. Selain membayar kepadaPDIP, Kirbi mengaku menggelontorkan dana kepadapengurus Partai Persatuan Pembangunan (PPP).Besarnya Rp 1,25 miliar.

Ketika saya mencoba menelisik lebih dalampengalaman pahit Kirbi, sang jenderal berusahabersembunyi. Nomor telepon genggamnyabelakangan sering tidak aktif. Ketika saya menghubunginomor telepon rumahnya, seorang stafnyamengatakan bahwa Kirbi tidak ada di tempat. “Bapaklagi di luar kota,” katanya.

Tidak putus asa, saya mendatangi rumahnya diGriya Jaya, Cikeas Kavling 5, Tanjung Barat, Jakarta

Selatan. Sayangnya saya hanya disambut priaberpakaian safari. Saat saya menjelaskan maksudkedatangan saya, tanpa membuka pintu, pria tegaptersebut berkata “Tunggu sebentar, saya tanya dulu.”

Tak lama kemudian ia kembali dengan jawabanpendek: Kirbi sedang tidak enak badan.

***

Kehilangan duit miliaran, dan tidak jadi calon kepaladaerah, tentu bagai sudah jatuh tertimpa tangga pula.Wajar jika sebagian besar korban merasa dikerjaihabis-habisan.

Djasri Marin mengaku tambah gondok karenasamasekali tidak diberitahu ketika calon lain terpilihmenjadi kandidat Wakil Gubernur dari PDIP. Djasribaru ngeh ketika seseorang memberi tahu adaMusyawarah Kerja Wilayah (Muskerwil) PDIP Jakarta,namun dirinya tidak diundang. “Saya kaget: kenapaada Muskerwil dan saya tidak diberi tahu?” katanya.“Saya langsung punya firasat: ini pasti ada keputusantertentu yang akan diambil.”

Benar saja, keesokan harinya ia mendapatinformasi bahwa PDIP memilih orang lain sebagaipendamping Fauzi Bowo. “Saya merasa didzalimi,dikhianati luar biasa,” ungkapnya. Dia mengaku telahmelalui tahapan-tahapan yang ditetapkan oleh PDIP.Selama proses itu, telah banyak biaya yang iakeluarkan. Apalagi ia mengaku dari awal tidak pernahmelamar untuk menjadi wakil Gubernur DKI Jakarta,melainkan dilamar oleh Fauzi Bowo. “Ini namanyadiktator politik,” katanya.

Meski murka, Djasri mengaku hanya bisamemendam kecewa. Tidak demikian halnya denganSlamet Kirbiantoro. Merasa ditipu, ia kontan menagihuang yang terlanjur dia keluarkan.

Kamis malam, pertengahan Juni lalu, sejumlah laki-laki berperawakan tinggi besar mendatangi kantorPengurus Daerah PDI Perjuangan di Jalan Tebet Raya

Page 18: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

18

REPORTASE edisi 04 November 2007No 46 Jakarta Selatan. Mereka memaksa bertemuKetua Umum PDIP Jakarta, Agung Imam Sumanto.

Tanpa banyak bicara, rombongan yang dipimpinseorang debt collector tenar bernama Umar Kei itu,tersebut naik ke ruang kerja Agung di lantai tiga.Mereka membawa kertas tagihan berisi sejumlahangka yang harus dikembalikan Agung kepadaSlamet Kirbiantoro. Masinton, salah seorang saksimata, mengatakan salah satu dari mereka berteriakkeras, “Agung, kalau ada apa-apa dengan saya,kamu yang tanggungjawab”.

Tapi kubu Agung tak kalah sigap. Dia sudahmenyiapkan gerombolan lain untuk menghalaurombongan Umar Kei. Tak ayal kedua kubu terlibatbentrokan. Sejak awal, sebagian memang sudahberbekal badik dan golok. Sempat terjadi kejar-kejaranhingga Wisma Tebet, satu kilometer dari kantor PDIP.Saleh (43 tahun), dari kubu penagih utang, mengalamiluka bacokan serius.

Kepada wartawan, Kirbi mengaku telah menyuruhorang menagih uang kepada Agung. Namun iamengaku tak bertanggung jawab atas bentrokan yangterjadi. “Saya tidak tahu,” katanya.

Wajar jika Kirbi sampai nekat mengerahkankelompok penagih utang. Dibandingkan Djasri, diaselangkah lebih maju dalam kompetisi menuju kursiWakil Gubernur Jakarta. Bayangkan saja, pada Maretlalu, jauh-jauh hari sebelum pencoblosan, AgungImam Sumanto sudah memberi sinyal hijau untukSlamet Kirbiantoro. “Inisial calon Wakil GubernurPDIP adalah SK. Dia mantan Pangdam Jaya,”katanya ketika itu. Pengurus teras PDIP Jakarta lain,Audi Tambunan dan Erico Sotarduga, segendangsepenarian. Keduanya mengamini dukungan Agungterhadap Kirbi.

Pengumuman kepagian itu sama sekali tidakditunjang fakta. Saat itu, pengurus pusat PDIP belummengeluarkan sikap resmi apapun soal calon Gubernurdan Wakil Gubernur mereka. Tidak heran, “janji” trio

Agung-Audi-Erico musnah ditelan waktu. Saatpengumuman calon jadi PDIP pada pertengahan Junilalu, nama pasangan yang muncul adalah Fauzi Bowo-Prijanto.

***

Pengamat politik Universitas Indonesia, EkoPrasodjo, menilai gejala komersialisasi Pilkadaini sudah masuk wilayah hukum pidana. Dosenhukum administrasi negara itu menegaskantindakan partai politik yang menarik dana daricalon yang akan diusung adalah tidak etis.“Pungutan dengan dalih biaya sosialisasi hanyaakal-akalan partai politik saja,” ungkapnya. Diamenilai, saat ini partai politik ibarat perusahaanyang dipakai untuk mencari duit.

Aturan soal ini pun sudah demikian jelas.Sumbangan politik diatur dalam Undang-Undang No31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Pada pasal 18ayat (1) tercantum bahwa sumbangan individukepada partai politik paling banyak Rp 200 juta dalamwaktu satu tahun. Sedangkan pada ayat (2) tertulis,sumbangan dari perusahaan atau badan usahapaling banyak senilai Rp 800 juta dalam waktu satutahun.

Pelanggaran atas ketentuan itu dikenai sanksiseperti tertulis pada pasal 28 ayat (1): setiap orangyang memberikan sumbangan kepada partai melebihiketentuan pasal 18, diancam pidana kurungan palingsingkat 2 bulan atau pidana denda Rp 200 juta.Pengurus partai politik yang menerima sumbanganbermasalah semacam itu diancam hukuman lebih beratlagi: pidana kurungan paling lama enam bulan ataudenda Rp 500 juta.

Prasodjo mendesak polisi mengambil alihpenanganan kasus jual beli tiket pencalonan Pilkadaini. “Aparat hukum seharusnya turun tangan,”katanya.

Page 19: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

19

REPORTASE edisi 04 November 2007

Riky FerdiantoWartawan Koran Tempo AKHIR Juli lalu, sebulan menjelang hari

pemungutan suara pada Pemilihan KepalaDaerah (Pilkada) Jakarta, tiga buah surat

mendarat bertubi-tubi di meja Panitia Lelang LogistikPilkada. Tak hanya ke panitia lelang, surat yang samajuga disampaikan ke Komisi Pemberantasan Korupsi.Pengirim surat itu, tiga perusahaan peserta lelang suratsuara Pilkada Jakarta, kompak menggugat. Mereka

Hikayat Tiga SuratPengadaan surat suara kembali bermasalah.

Kali ini tak ada yang masuk bui.

SURAT ITU. Inilah tiga surat yang menuding ada indikasi korupsi dalam pengadaan surat suara

Page 20: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

20

REPORTASE edisi 04 November 2007menuding ada bau korupsi dalam pengadaan suratsuara Pilkada Jakarta.

Lelang logistik pemilihan umum di negeri initampaknya memang tak pernah lepas dari masalah.Sejak skandal korupsi Komisi Pemilihan Umum padapemilihan raya 2004 silam, kasus-kasus serupa terusbermunculan tiada akhir. Kalau masih ingat, pengadaansurat suara, kotak suara sampai tinta pemilu padaPemilu 2004 lalu terbukti dinodai korupsi. Hampirseluruh anggota KPU dijebloskan ke balik terali besi.

Kasus paling mutakhir di Pilkada Jakarta dipicu olehkeputusan panitia lelang Juli lalu yang memenangkanPT Pura Barutama untuk pengadaan surat suara. Tigaperusahaan yang kalah tender, protes berat. Menurutmereka, spesifikasi kertas yang ditawarkan PT Purajauh melenceng dari Berita Acara Penjelasan lelang.Apalagi, harga yang ditawarkan PT Pura pun dinilaiterlalu mahal. Perusahaan milik negara itu membukaharga di angka Rp 4,8 miliar. Ini jauh lebih tinggi daritawaran seluruh peserta lelang. Tiga peserta yangprotes membuka harga di kisaran Rp 1,2 miliar. Selaindugaan korupsi, tudingan pemborosan anggaran negarapun menyeruak.

***

Rangkaian protes dan pro kontra seputarpengadaan surat suara Pilkada Jakarta dimulai awalJuli lalu. Saat itu Panitia Lelang logistik Komisi PemilihanUmum Daerah (KPUD) Jakarta mengumumkanpemenang tender untuk pengadaan surat suara.Pengumuman itu menyatakan PT Pura Barutamasebagai pemenang lelang dengan tawaran Rp 4,8miliar. Diikuti oleh PT Percetakan Bali dan PT Inkoppolyang keduanya menawar Rp 1,2 miliar.

Keputusan itu segera menuai reaksi. Pada 18 Juli,PT Karsa Wira Utama (Karatama) melayangkan protes.Gugatan yang sama diajukan Perusahaan UmumPercetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) dan

Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia(Inkoppol) pada hari berikutnya.

Dalam surat gugatannya, Karatama menilaikeputusan panitia ihwal calon pemenang tender cacatprosedur. Sebab, keputusan yang dibuat pada 9 Juliitu baru diumumkan lebih dari sepekan kemudian, pada16 Juli. Keterlambatan waktu penayanganpengumuman otomatis menggugurkan kesempatanseluruh peserta tender untuk melayangkan gugatan.Karena gugatan hanya bisa dilancarkan kurang darisepekan setelah keputusan tender diambil.

Dalam suratnya, Direktur Utama Karatama, WinataCahyadi, juga mempertanyakan tawaran harga versiPT Pura Barutama. Menurut Winata, tawaran itu tidakwajar dan terkesan memboroskan keuangan negara.Jika tawaran Karatama yang menang, kata dia, panitiabisa menghemat anggaran negara sampai Rp 2,7 miliar.

Dari penelusuran saya, tidak hanya tawaranKaratama yang bisa menghemat harga. Tawaranharga perusahaan peserta tender lain, mulai PTStacopa Raya, Percetakan Bali, sampai PT Inkoppolsemuanya berada di kisaran Rp 1,2 miliar.

***

Dalam surat protesnya, Winata menjelaskan,potensi kerugian negara berawal dari ketidakpatuhanpanitia pada Berita Acara Penjelasan Lelang maupundokumen Rencana Kerja. Dua dokumen ini yangmenjadi patokan peserta lelang dalam merumuskantawaran produk dan harganya.

Berdasarkan berita acara tersebut, panitia danpeserta rapat penentuan spesifikasi lelang sudahsepakat bahwa surat suara Pilkada Jakarta akanmenggunakan kertas berjenis UV Dull dengan berat80 gram. Kertas juga harus menampilkan logo KPUDJakarta yang terukir secara transparan (watermark)dan dicetak dua muka dengan tinta sekuritas. “Itukesepakatan terakhir. Tidak ada penjelasan lain setelah

Page 21: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

21

REPORTASE edisi 04 November 2007

itu,” ujar sumber saya yang ikut menandatangani beritaacara penjelasan lelang itu.

Karena itu, dia kaget bukan kepalang ketikamengetahui tampilan kertas surat suara buatan PT Pura.Kertas yang ditawarkan PT Pura memiliki spesifikasiyang jauh lebih mewah. Di bagian luar, ada logo KPUDyang dicetak dalam bentuk hologram. Komponensekuritas berupa pita selebar 1 sentimeter memanjangdi sisi kiri kertas surat suara itu. Selain itu, di bagiantengah kertas ada rangkaian tulisan ”Pilkada DKI 2007”dalam skala amat kecil. Tulisan itu tercetak di atas pitahalus yang ditanam laiknya benang pengaman padauang kertas. Tak hanya itu, ketika diberi sinar ultra violet,logo Pemerintah Provinsi DKI dan KPUD yang tercetaksamar dalam kertas akan memijarkan warna hijau sepertizat fosfor. Pokoknya mewah dan mentereng.

Masalahnya, semua tambahan komponen itu samasekali tidak merujuk kesepakatan panitia dan pesertalelang yang tercantum dalam Berita Acara PenjelasanLelang. ”Ini jelas praktek pembangkangan panitiaterhadap kesepakatan rapat,” kata sumber saya yangjuga ikut lelang, dengan kesal. “Kalau panitia konsistendengan kesepakatan awal, mestinya tawaran PT PuraBarutama itu gugur secara otomatis,” tambahnya. Selain

tak sesuai kesepakatan soal spesifikasibarang, penawaran PT Pura inimembawa implikasi lain yang tak kalahgawat: biaya pengadaan surat suara jadimenggelembung miliaran rupiah lebihmahal.

***

Sebelum pemenang lelangpengadaan surat suara Pilkada Jakartadiumumkan Juli lalu, Sekretaris PanitiaLelang, Ridwan M.D, sempat berusahamengundang perusahaan-perusahaanpeserta tender. PT Percetakan Bali, PT

Stacopa Raya, PT Tuah Sakato (yang diwakili Stacopa)dan PT Inkoppol dihubungi melalui telepon. Namun, taksemua datang. PT Inkoppol misalnya, menolak hadirkarena menganggap undangan itu tidak disampaikansecara formal.

Dalam pertemuan tersebut, Ridwan dikabarkanblak-blakan buka kartu. Dia mengaku panitia lelangcenderung memilih PT Pura sebagai pemenang. Tidakhanya itu, “Ridwan juga menanyakan mengapa hargayang kami tawarkan begitu rendah,” ujar sumber sayayang hadir dalam pertemuan itu. “Anggaran ‘kan sudahada, kenapa tidak dimanfaatkan?” ujar dia mengutipucapan Ridwan.

Ketika dikonfirmasi soal rapat gelap itu, Ridwanlangsung naik pitam. Dia mengaku tidak pernahmengadakan pertemuan tersebut. “Itu fitnah,” ujarnyadengan nada tinggi.

Dia juga menjelaskan, surat Keputusan CalonPemenang Lelang Surat Suara telah terpampang dipapan pengumuman di lantai dasar kantor KPUD sejak9 Juli 2007, bukan 16 Juli seperti yang dituduh sejumlahpeserta lelang yang kalah.

Bagi panitia, kata Ridwan, penentuan pemenang tidakmelulu soal rendahnya penawaran harga. Di luar itu,

KANTOR KPUD. Tempat rapat pengadaan logistik

Page 22: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

22

REPORTASE edisi 04 November 2007panitia juga mempertimbangkan kepemilikan dan kapasitasmesin cetak, peralatan lain seperti pemotong kertas, analisisharga satuan, dan pengalaman setiap perusahaan. “Kamimenggunakan sistem merit yang merupakan akumulasisemua komponen penilaian,” ujarnya.

Soal spesifikasi kertas yang berubah, Ridwanmengatakan tawaran itu sejalan dengan penjelasantambahan dalam Berita Acara. “Di sana dijelaskan kalausetiap peserta lelang wajib melampirkan rincianspesifikasi pengaman yang akan digunakan,” kata dia.Dengan ketentuan itu, lanjutnya, setiap peserta tenderboleh-boleh saja mengajukan spesifikasi tambahanyang menurut mereka paling baik. “Biar tidak ada yangmemalsukan surat suara kita,” ujarnya.

***

Kembali ke soal tiga surat protes di awal tulisan ini.Panitia Lelang mengaku hanya berminat menanggapisatu surat. “Hanya surat Inkoppol. Surat lain kami abaikan,karena dikirim setelah tenggat masa sanggah,” kata Ridwansembari menunjukkan konsep surat jawaban yangdibuatnya pada 30 Juli lalu. Sayangnya, sampai akhirAgustus lalu, surat jawaban itu belum diterima Inkoppol.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, JohanBudi SP, mengaku telah menerima salinan suratsanggahan dari tiga perusahaan yang kalah tenderpengadaan surat suara itu. Dia mengatakan, surat itukini sedang dipelajari oleh tim penyelidik. “Masih kamipelajari di mana letak pelanggaran hukum dan kerugiannegaranya,” ujar Johan.

Pelajaran dari ribut-ribut ini sederhana dan amatmendasar. Sebenarnya buat apa membuang uangnegara sampai miliaran rupiah hanya untuk surat suaraberpengaman berlapis? Bukankah semakin besar danayang tersedia, semakin terbuka pula kemungkinanpenyelewengannya? Kalau surat suara dibuat simpeldan murah, tuding-menuding seperti ini bisa jadi takakan pernah muncul.

BERITA ACARA.Ini dokumen yang dipersoalkanpeserta tender

Page 23: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

23

REPORTASE edisi 04 November 2007

“Saya mencurigai ada korupsi.”

SUNARTO Prawirosujanto berjalan sejauh 300meter dari tempat pemungutan suara diKelurahan Guntur ke rumahnya di Jalan Pati

Unus 8, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Hari itu, 8Agustus, ia mencoblos calon gubernur Jakartapengganti Sutiyoso. Sebagai penanda sudahmenjalankan hak pilihnya, kakek 80 tahun itu lalumencelupkan kelingking kanannya ke sebuah botoltinta di ujung meja panitia pemungutan suara. Tintaberwarna ungu sepanjang dua centimeter langsungmenutupi kuku dan buku jarinya.

Setiba di rumah, terbersit sebuah gagasan dibenaknya. Sunarto lalu mengambil empat wadah yangdiisinya dengan empat larutan kimia berbeda. Wadahpertama berisi alkohol. Wadah kedua berisi pemutihpakaian. Sayangnya, ia menolak menyebut larutankimia apa yang disiapkannya di wadah ketiga dankeempat.

Setelah semua siap, kelingking tangannya yangbernoda tinta itu, dia celupkan ke wadah pertama.Sedikit luntur tapi tak hilang semua. Kemudian,

HilangDalam Hitungan Detik

Istiqomatul HayatiWartawan Koran Tempo

TINTA.Ada yang bisa hilang setelah dicelupkan kepemutih pakaian

Page 24: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

24

REPORTASE edisi 04 November 2007

Tak mudah menelusuri perusahaan tinta sidik jari yang mengikuti tender untuk pemilihan kepaladaerah Jakarta. Dari lima perusahaan tinta yang memasukkan surat penawaran harga, hanya satu

yang bisa dicek kebenarannya. PT Henka Indonesia, yang berlokasi di Kupang Indah XV - 14.a Surabayaini, memenangkan tender tinta pemilihan kepala daerah di Kulon Progo, Yogyakarta. Pemiliknya bernamaTjuanta. Saya mendapatkan nomornya dari bagian penerangan Telkom. Berkali-kali ditelepon –baik padajam kerja maupun di luar jam kerja— tak ada yang mengangkat.

Tiga perusahaan lain, yakni CV Kharisma, PD Karya Indonesia, dan CV Bahtera Raya, bahkan takbisa dilacak alamat dan nama pemiliknya. Saya berupaya mendapatkan alamat mereka di KPUD Jakarta.Sama saja: nol. “Susah nyari dokumennya, bercampur dengan ribuan dokumen di lantai lain,” kata salahseorang staf KPUD, menolak permintaan saya dengan halus. Yang janggal, dalam dokumen tender yangditunjukkan Ridwan MD, Sekretaris Pengadaan Barang dan Jasa Pemilihan Kepala Daerah Jakarta, takditemukan alamat peserta lain kecuali alamat si pemenang, CV Tridaya Pratama.

Saat saya pertama kali menghubungi CV Tridaya, Agustus lalu, gagang telpon diangkat seorang anakkecil. Dia sempat bingung ketika saya menanyakan ihwal perusahaan itu.

MencariPemain Tinta Sejati

kesehatan bidang farmasi sampai 1983.Eksperimen kecil Sunarto mendapat perhatian

media. Apalagi kemudian terbukti, Sunarto taksendirian. Aisyah, 36 tahun, warga RT 10/RW 6Cipinang Muara, Jakarta Utara misalnya. Dia mengakutak suka dengan penanda tinta di jarinya itu. Ia inginmenghilangkannya. “Saya gosok pakai abu gosok,eh langsung hilang,” katanya gembira.

Si kembar Silvya dan Selly, 26 tahun, warga JalanA3 No. 26 RT 01/RW 03 Cipinang Muara, bahkan takperlu susah-susah menghilangkannya. “Kena airsabun saat mandi, eh langsung hilang sendiri.” Begitupun Setiawan, 35 tahun, tenaga pemasaran kartukredit, juga warga Cipinang Muara. Di kantornya,Setiawan terbiasa memeriksa kualitas tinta stempel.Karena itu, dia mengaku bisa langsung merasakanperbedaan kualitas tinta yang dipakai pada Pemilu

kelingkingnya dicelupkan ke wadah kedua.... Ajaib!Dalam beberapa detik, noda tinta di jarinya langsunglarut dan hilang tak berbekas. “Saya bahkan tak perlumenggosoknya.” Seketika larutan pemutih pakaianyang dipakainya sebagai tester itu, berubah warnamenjadi biru.

***

Sunarto bukan orang iseng yang tengah belajarilmu kimia. Dia mantan Dirjen Farmasi DepartemenKesehatan periode 1966-1974 . Lima tahun kemudian,Sunarto menggenggam jabatan baru, DirjenPengawasan Obat dan Makanan pertama di negeriini. Saat itu, urusan pengawasan obat dan makananbelum diserahkan kepada sebuah badan sendiri. Usaimengabdi di sana, ia lalu menjadi staf ahli menteri

Page 25: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

25

REPORTASE edisi 04 November 20072004 dan tinta pilkada kali ini. “Yang sekarang kayaktinta stempel biasa,” katanya.

Namun, suara tidak setuju juga membahana. KetuaPanitia Pemungutan Suara di Kelurahan CipinangMuara, Saudi Hafidz, adalah satu diantaranya. “Kalaudibilang jelek, bohong besar,” kata dia, “Saya sampaiharus mengeriknya supaya hilang.” Ketua KomisiPemilihan Jakarta Juri Ardiantoro, idem ditto. “Sampaisekarang, di kuku masih ada tuh,” kata dia, sebulansetelah pencoblosan.

Saya bahkan sempat ditantang untuk membuktikansendiri daya tahan tinta pemilu ini di kantor KomisiPemilihan Umum Daerah DKI Jakarta, akhir Agustuslalu. Di kantor KPUD, tinta di jari saya tak luruh meskidicuci berulangkali.

Saya lalu membawa sampel tinta yang saya perolehdi KPUD, ke rumah Sunarto. Saya minta dia mengujinya

sekali lagi. Tak lama, hasilnya muncul. Tinta di jarisaya ternyata larut saat dibersihkan dengan pemutihpakaian. Bagaimana mungkin? Mengapa hasilpengujiannya berbeda?

Sunarto lalu menjelaskan bahwa tinta yang larutdalam pemutih pakaian adalah tinta yang tidakmenggunakan perak nitrat. “Tinta ini nggak mungkinpakai perak nitrat,” kata Sunarto, menunjuk sampeltinta yang saya bawa, sambil tersenyum penuh arti.

Dugaan korupsi kontan terbersit. Harga sebotolperak nitrat berukuran 25 gram bisa mencapai Rp 154ribu. Bayangkan berapa dana yang berpotensi hilangjika tinta yang dibeli bukan tinta berkualitas prima sepertiitu. Model perencanaan yang bolong-bolong sepertiini juga membuka lebar potensi korupsi.

***

”Papah, ada telepon nih,” katanya berteriak. Tak lama telepon itu berpindah tangan. “Oh ya, ini kantorsekaligus rumah,” kata si pria, yang belakangan mengaku bernama Asep Setia Mulyana, pemilik perusahaanitu. Saat itu, saya mengaku sebagai pemasok furnitur yang ingin menjalin hubungan bisnis. Padahal, sayasekadar ingin memastikan apakah benar perusahaan itu memproduksi tinta sidik jari.

Kali berikutnya, saya menelepon dengan menyebutkan identitas asli. Yang menjawab seorang perempuanyang mengaku staf CV Dharma Armala Putra. “Ini juga kantor CV Tridaya Pratama. Hanya beda usaha,”kata perempuan itu. Jika CV Dharma adalah supplier alat-alat kesehatan, maka CV Tridaya Pratamamemproduksi tinta sidik jari. “Kalau nggak salah sih memproduksi sendiri, saya juga kurang tahu banyak,”kata perempuan itu.

Asep Setia Mulyana, 38 tahun, si pemilik perusahaan tinta itu, mengaku memang punya dua usaha.Dia mengaku membangun usaha tinta sidik jari pemilu karena tergiur gurihnya nilai tender. Kalau lagi ramaipesanan, “Sebulan omzetnya bisa 200 juta,”kata dia.

Dia lalu menjelaskan, kalau usahanya ini dibangun bersama rekanannya, Abdul Muis. “Dia ahli kimiayang menjadi formulator tinta yang kami produksi,” kata Asep. Ia menjamin usahanya memproduksisendiri. “Saya nggak mau mensubkontrak ke pihak lain karena bagusnya kualitas tinta saya,”ujarnya.

Dalam proses tender di Jakarta, Asep menyangkal terlibat konspirasi dengan panitia lantaran hanya diayang lolos ke tahap berikutnya. “Saya hanya mengandalkan data administrasi dan kualitas yang bagus,”kata Asep, “Kami menggunakan cara lurus.”

Lurus? Bisa jadi. Hanya saja, ada satu cacat yang mengganggu: Badan Pemeriksa Keuangan DaerahIstimewa Yogyakarta yang mengaudit laporan keuangan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Brebes,menyebut perusahaan Asep Setia Mulyana terpilih bukan lewat mekanisme tender, melainkan lewatpenunjukan langsung. Mirip-mirip kemenangan CV Tridaya dalam lelang pengadaan tinta Pilkada Jakarta.

Page 26: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

26

REPORTASE edisi 04 November 2007

Apa pentingnya sebuah tinta sidik jari yang punyadaya tahan bagus bagi sukses tidaknya sebuahPemilihan Umum? Wakil Koordinator Seven StrategicStudies, sebuah organisasi non-pemerintah yangmemonitor pemilu, Aldrin Situmeang, mengkhawatirkanpencoblos bisa memilih dua kali, “Jika kualitas tintanyajelek.”

Mungkin lantaran kekhawatiran itulah panitiapengadaan barang dan jasa KPUD Jakartamenyediakan dana cukup besar untuk pengadaan tintapemilu. Total ada Rp 742,5 juta yang dialokasikan dianggaran Komisi Pemilu Jakarta. Dengan dana itu,pemenang tender harus menyediakan 27 ribu botol .Tiap tempat pemungutan suara akan mendapat duabotol tinta. Anggaran sebesar itu juga berarti setiapbotol tinta dihargai Rp 18.300,-

“Itu terlalu mahal,” kata Frederik, sales marketingPT Brataco Chemica, yang menjual bahan-bahan kimia.Menurutnya, unsur kimia paling mahal dari spesifikasitinta yang diminta KPUD Jakarta adalah perak nitrat.“Tapi harganya di tiap botol itu hanya Rp 4.928,-.”Karena itulah, kata David, Rp 18 ribu untuk sebotoltinta sudah sangat mahal. Apalagi jika dibandingkantinta stempel yang harganya hanya Rp 6.500,- perbotol.

Sebenarnya se la in menyediakan danaberl impah, KPUD Jakarta juga memasangpersyaratan ketat untuk menjamin tinta yangdisediakan para peserta tender adalah tintaberkualitas paling prima. Dokumen spesifikasitender mensyaratkan tinta yang boleh ditawarkanharus tinta berdaya tahan 3-4 hari.

Pada dokumen Rencana Kerja dan Syarat-Syarat KPUD Jakarta bertanggal 28 Mei 2007,tercantum syarat-syarat yang lebih spesifik: setiapbotol tinta harus mengandung 2-4 persen peraknitrat dengan konsentrasi larutan di tiap botolberisi 40 cc adalah 65-70 persen dan zat warna

20-25 persen.Tawaran tender pengadaan tinta Pilkada di KPUD

Jakarta menarik minat 34 perusahaan. Tapi, hanyalima perusahaan yang memasukkan Surat PenawaranHarga. Mereka adalah CV Kharisma, CV TridayaPratama, PD Karya Indonesia, PT Henka Indonesia,dan CV Bahtera Raya. Tidak mudah memangmenembus babak pertama tender ini. Pasalnya, setiapperusahaan harus menawarkan produk tinta yangmereka buat sendiri.

Ketentuan itu sesuai dengan PeraturanPemerintah Nomor 80 Tahun 2003, yangmengisyaratkan peserta tender adalah perusahaanyang memproduksi sendiri produk yang merekatawarkan. “Jadi sub-kontrak itu tidak boleh,”kata ArifNur Alam, Sekretaris Jenderal Forum Indonesiauntuk Transparansi Anggaran (Fitra).

Memasuki babak kedua, proses tenderpengadaan tinta Pilkada ini mulai mengundangtanya. Dari lima perusahaan yang memasukkanSurat Penawaran Harga, panitia hanya meloloskanCV Tridaya Pratama dari Kuningan, Jawa Barat,ke babak selanjutnya. Siapa CV Tridaya ini?Direktur Utamanya, Asep Set ia Mulyana,menjelaskan, meski usaha pengadaan tinta miliknyabaru berdiri dua tahun lalu tapi sekarang dia sudahmenyediakan tinta sidik jari kepada 30-an KomisiPemilihan Umum Daerah. “Hampir semua Pilkada diJawa Tengah, pakai tinta saya,” kata Asep setengahberpromosi. Ia menekankan perusahaannya mampumemproduksi sendiri tinta Pilkada. “Kalau ada joborder, kami akan langsung bikin.”

Bagaimana dengan yang tak lolos seleksi?Menurut Ridwan MD, sekretaris pengadaan barangdan jasa pada Pilkada Jakarta, mereka kalah karenadokumen administrasinya kurang mendukung.“Dokumen pajaknya nggak clear,” katanya. Mengapapanitia tender tak menunggu keempat perusahaan itumelengkapinya atau mengulang proses tender?

Page 27: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

27

REPORTASE edisi 04 November 2007Ridwan menolak. “Kami tidak mau, karena empatbermasalah, malah menggagalkan satu yang benar,”jawab Ridwan.

***

Lantaran tinggal satu pesertalelang yang tersisa, panitiamenetapkan CV Tridaya Pratamayang beralamat di Dusun Wage RT01/RW 01, Desa Sadamantra,Kecamatan Jalaksana, Kuninganitu, sebagai pemenang tenderpengadaaan tinta Pilkada.Penetapan pemenang itu dilakukanKPUD Jakarta tanpa sekalipunmemeriksa langsung kondisi CVTridaya Pratama di Kuningan.“Waktunya nggak sempat,” Ridwanberkilah.

Setelah jumlah pembeliandiverifikasi panitia lelang, disepakatiCV Tridaya akan menyediakan23.680 botol tinta dengan nilai totalpembelian plus pajak sebesar Rp476.678.400,-. “Kami bisamenghemat lebih dari 30 persenanggaran,”kata Ridwan bangga.

Hemat sih hemat, tapi banyakpihak menilai panitia lelang KPUDJakarta seharusnya memberikankesempatan kepada peserta lainuntuk memperbaiki dokumen ataumengulangnya. Setidaknya, panitiaharus memberikan pengumumanmelalui media massa mengenaikekurangan dokumen administratifmereka. Yang lebih penting darisemua itu adalah jika KPUD ingin

menyelenggarakan sebuah lelang yang fair dantransparan, seharusnya semua tender logistik Pilkadadilakukan jauh-jauh hari. Sehingga tidak ada lagialasan ”mepet” untuk tidak memeriksa pabrik pesertalelang.

Page 28: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

28

REPORTASE edisi 04 November 2007

ANDA boleh percaya atau tidak,pelaksanaan pemilihan gubernur, bupatidan walikota berkorelasi positif

menggerakkan perekonomian daerah. Hitung saja

berapa ratus juta fulus yang disebar oleh para calonkepala daerah untuk meraih kursi idamannya. Padamasa kampanye saja, para kandidat sudah jor-joranmenarik simpati calon pemilih. Mulai dari memasang

Kabar KaburPara Penyumbang

Mustafa SilalahiWartawan Koran Tempo

Sumber dana kampanye banyak yang tidak jelas.Komisi Pemilihan Umum tidak berbuat apa-apa.

MARKAS. Sebuah rumah di jalan Proklamasi, Jakarta Pusat yang kabarnya jadi markas pendukung Fauzi Bowo

Page 29: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

29

REPORTASE edisi 04 November 2007spanduk di setiap sudut jalan, mencetak selebaran dankaos untuk simpatisan, sampai memasang iklan di mediamassa.

Hal yang sama terjadi juga dalam Pemilihan KepalaDaerah di Ibukota Jakarta, Agustus silam. Jumlah danayang berputar selama Pilkada Jakarta diperkirakanmencapai miliaran rupiah. Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto yang diusung PDI Perjuangan dan Golkarplus sejumlah partai lain dalam Koalisi Jakarta sertapasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar, yangdijagokan Partai Keadilan Sejahtera, sama-samabertarung habis-habisan.

Bukan apa-apa. Banyak memang yangdipertaruhkan di sini. Memenangkan kursi GubernurIbukota, bagi partai politik dan kandidat yangdiusungnya, menawarkan keuntungan-keuntunganpolitik, sosial dan ekonomi yang menggiurkan. Dariyang paling sederhana seperti kesempatan untukmenunjukkan kemampuan pengelolaan kota yang baiksebagai modal kampanye di daerah lain sampai menjadibatu loncatan untuk memenangkan pemilihan di tingkatnasional.

Di sinilah persoalan mulai muncul. Dana yangdigunakan untuk memenangkan Pilkada tentu tidakboleh berasal dari sumber gelap, yang kemudiandigunakan oleh kelompok tertentu untuk “membeli”calon gubernur pilihan rakyat. Semua dana kampanyeharus bisa dipertanggungjawabkan dan diumumkansecara terbuka kepada publik. Hanya dengan itu,publik bisa menilai sejauh mana kejujuran dan tanggungjawab Gubernur terpilih kepada massa pemilihnya.

Dengan modal transparansi itu pula, setiap usahauntuk membajak kepala daerah, memaksakankepentingan politik ekonomi sekelompok orang kepadasang pemenang Pilkada, bisa digagalkan. Nah,pertanyaannya sekarang tentu apakah danakampanye pada Pilkada DKI Jakarta sudah memenuhisyarat keterbukaan dan akuntabilitas publik itu?

Setelah pencoblosan berakhir pada 8 Agustus lalu,

Komisi Pemilihan Umum Daerah DKI Jakartamenugaskan kantor auditor publik Krisnawan danPartner untuk memeriksa keuangan kedua kubukandidat yang bertarung. Kantor auditor itu mencatatbahwa hasil sumbangan untuk kampanye pasanganAdang Daradjatun - Dani Anwar mencapai Rp 49,8miliar. Sementara sumbangan dana kampanye untukpasangan pemenang, Fauzi Bowo – Prijanto, mencapaiRp 46,8 miliar. Hasil audit akhir rekening dari keduapasangan calon itu mencantumkan daftar nama duaratusan penyumbang individu dan dua puluhanperusahaan swasta.

Sesuai Pasal 85 ayat (5) Undang-undang No. 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,penyumbang perseorangan di atas Rp 2,5 juta daninstansi swasta, diwajibkan mencantumkan alamat danidentitas yang jelas. Jumlah sumbangan pun dibatasi:individu hanya boleh menyumbang maksimal Rp 50juta sedangkan perusahaan maksimal menyumbangRp 350 juta. Selain itu, dana sumbangan dari luarnegeri dilarang dipakai. Dana dari pihak ketiga dariseberang itu harus dilaporkan lalu dikembalikan. “Jadiproses kampanye harus menggunakan uang yangjelas asal-usulnya,” kata anggota KPUD Jakarta,Muhammad Taufik.

Menurutnya, dasar pemikiran aturan itu jelas.Negara ingin memastikan setiap rupiah yangdibelanjakan untuk kampanye adalah dana halal.Karena itu, setiap sumbangan –baik dari peroranganmaupun perusahaan— harus jelas berasal dari siapa.“Kalau tidak jelas berasal dari siapa, maka si kandidatakan tersangkut masalah pidana dan itu bisamengugurkan hasil pemilihan,” tambah Taufik.

Aturan di atas kertas bisa saja ideal seperti itu.Tapi bagaimana dengan fakta di lapangan? Setelahmendapat daftar nama penyumbang perorangan danperusahaan dalam Pilkada Jakarta lalu, sayamenelusuri delapan dari puluhan perusahaan yangnamanya ada dalam daftar itu. Kebetulan, hanya

Page 30: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

30

REPORTASE edisi 04 November 2007pasangan Fauzi-Prijanto yang mendapat sumbangandana kampanye dari perusahaan swasta. Pasanganrivalnya, Adang-Dani, tercatat hanya menerimasumbangan perorangan. Hasil penelusuran sayamencengangkan: hanya tiga dari delapan perusahaanitu yang berhasil saya temukan.

Ketiga perusahaan yang eksis dan mencantumkanalamat yang benar dalam daftar penyumbang danakampanye adalah PT Graha Tunas Mekar, PT AbdiTeknologi Informatika, dan PT Mitra Abdi Solusi.Mereka rata-rata menyumbang Rp 300 juta sampaiRp 350 juta. Ketiganya memiliki kantor di alamat yangsesuai yang dilaporkan dalam hasil audit dan bidangpekerjaan yang jelas. Ketiga perusahaan itu berusahadi bidang properti dan pengadaan teknologi informasi.

Nah, hasil penelusuran lima perusahaan yang lainbenar-benar membuat kening berkerut. Ketika alamatkantor mereka yang tercantum di laporan auditordidatangi, tidak ada sedikit pun jejak mereka. Wargayang tinggal di kiri kanan alamat yang bersangkutanjuga tidak mengenal perusahaan itu. Ajaib.

Perusahaan pertama adalah PT Mandiri EkaAbadi, beralamat di Jalan Pakubuwono VI No. 8Jakarta Selatan. Bolak balik saya lewati ruas jalan dikompleks perumahan mewah itu, tidak ada satu punrumah yang bernomor 8 di sana. Secara acak, sayadatangi rumah-rumah yang berdekatan dengan alamatkantor PT Mandiri, namun tak satu pun yang mengenalinama perusahaan ini. Bahkan pedagang rokok yangberjualan di dekat alamat itu pun mengaku tidak tahumenahu. Dia sempat menertawakan saya karenadianggap ngawur. “Rumah nomor delapan tidak adadi sini,” katanya sambil tertawa keras.

Perusahaan kedua dan ketiga yang saya datangiberalamat di gedung yang sama: Menara Batavia,Jalan Kyai Haji Mas Mansyur, Jakarta Pusat. Keduaperusahaan itu adalah PT Suluh Dwipantara yangmengaku berada di lantai 32 dan PT Ghema AdhinusaPersada yang mencantumkan alamat di lantai 9.

Masing-masing menyumbang Rp 300 juta dan Rp 250juta.

Saya memutuskan naik ke lantai 32 gedung ituterlebih dahulu. Lantai itu adalah lantai tertinggi diMenara Batavia. Namun, sesampainya di sana, yangada hanya klub pribadi dan sejumlah kantorperusahaan yang tidak mencantumkan namanya.Pengamanan di lantai itu lebih ketat dibandingkan lantai-lantai di bawahnya. Tak ada kesibukan kerja dansuasana kantoran di sana. Sepi. Lorong-lorong diantara ruangan hanya diterangi lampu temaram.

Saat saya mencoba masuk ke salah satu kantoryang tidak berpapan nama, dua orang priamenghadang. Satu orang ber-seragam polisi dan satulagi pria berbadan tegap, bersafari dan berambutcepak. Yang bersafari dengan ketus mengatakan PTSuluh Dwipantara tidak berkantor di sana. Sedangkanyang berseragam polisi membentak danmemerintahkan saya segera meninggalkan gedungitu. ”Kalau mau cari perusahaan itu, cari saja diApartemen Batavia,” kata pria berseragam polisi itu.Apartemen yang disebutnya berjarak sekitar 400 meterdari Gedung Menara Batavia.

Saya bergegas turun dan berhenti di lantai 9,berharap bisa menemukan PT Ghema AdhinusaPersada. Sayangnya, dari empat perusahaan yangberkantor di lantai itu, tidak ada nama perusahaanyang saya cari. Sejumlah karyawan yang saya tanyaijuga tidak kenal dengan nama PT Ghema AdhinusaPersada.

Setelah bertanya sana sini, akhirnya ada seorangkaryawan senior, yang bekerja cukup lama di salahsatu perusahaan di sana, yang mengaku pernahmengenal nama PT Ghema Adhinusa. Tapimenurutnya, perusahaan itu sudah lama tidakberoperasi lagi. ”Terakhir ada di sini, kalau tidak salah,pada 1998 lalu,” katanya. “Saya tidak tahu bidangpekerjaan perusahaan itu apa,” kata wanita yang tidakmau menyebutkan namanya itu.

Page 31: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

31

REPORTASE edisi 04 November 2007Usaha saya untuk menemukan perusahaan

keempat dan kelima juga berakhir di jalan buntu. Samaseperti dua perusahaan sebelumnya, kedua perusahaanini, PT Trisigma Indonusa dan PT Pura Kencana jugaberkantor di gedung yang sama, namun berbeda lantai.Mereka beralamat di Perumahan Pondok Indah PL IIBlok BA-56, Jakarta Selatan. Perusahaan yang satu dilantai tiga sedangkan yang lain di lantai dua. Masing-masing menyumbang Rp 250 juta.

Akhir Agustus lalu, saya berkeliling hampir satujam di kawasan Pondok Indah untuk mencari alamattersebut, tanpa hasil. Seorang petugas satpam di sana,juga mengangkat bahu. Ia terheran-heran denganalamat yang saya sodorkan. “Rumah di sini palingakhir bernomor dua puluhan,” katanya. Apalagi di lokasitersebut tidak dikenal sistem blok seperti yang tercantumdi daftar penyumbang dana kampanye. “Namaperusahaan itu juga tidak kami kenal,” katanya.

***

Keganjilan serupa muncul di daftar namapenyumbang individu. Tidak semua penyumbangmencantumkan alamat jelas dan spesifik. Banyak alamatpenyumbang tidak mencantumkan nama jalan, nomorrumah bahkan di wilayah kelurahan atau kecamatanmana rumah si penyumbang berada. Walhasil, sayakesulitan ketika menguji silang alamat yang tertera didaftar penyumbang. Saya sampai mendatangi puluhanrumah yang tercantum di daftar penyumbang kubuFauzi Bowo maupun Adang Daradjatun. Namun,mencari alamat rumah di daerah sepadat dan seluasJakarta, dengan hanya bermodal nama dan nomorjalan, tentu bukan pekerjaan enteng.

Salahsatu penyumbang perorangan dalam PilkadaJakarta adalah seorang warga bernama Suleman.Alamatnya di Jalan Budimulia RT 008/010. Diamenyumbang Rp 40 juta untuk salahsatu kubu kandidat.Ketika saya mendatangi alamat itu, yang ada hanya

MENARA BATAVIA. Sejumlah perusahaan penyumbangFauzi beralamat di gedung ini

Page 32: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

32

REPORTASE edisi 04 November 2007mendatangi langsung alamat penyumbang ataumemeriksa kesesuaian latar belakang pekerjaanpenyumbang dengan jumlah dana yang merekaberikan. “Kami hanya berhak melakukan verifikasi soalbenar atau tidaknya mereka menyumbang,” katanya.

Atasan Budi, Krisnawan, bersikap lebih terbuka.Dia mengaku bisa saja ada perusahaan yangmenyumbang di atas batas yang ditentukan. Caranyatidak sulit. Cukup menyalurkan sumbangan itu langsungke partai atau kandidat. Menurut Peraturan PemerintahNomor 06 Tahun 2007, sumbangan dari partai memangtidak dibatasi. “Kami tidak berwenang melakukaninvestigasi untuk mengetahui asal sumbangan. Itubagian KPU dan Panitia Pengawas,” katanya.

Namun anggota Komisi Pemilihan Umum Daerah(KPUD) DKI Jakarta, Muhammad Taufik, menolakmentah-mentah kemungkinan itu. Soal alamatperusahaan yang tidak jelas, dia punya argumen sendiri.Menurutnya, bisa saja semua perusahaan penyumbangmasih menggunakan alamat kantor menurut aktependirian yang lama. Karena itulah, ketika didatangi,perusahaan tersebut tidak berkantor di alamatperusahaan yang diserahkan ke KPUD. “Mungkin ketikaperusahaannya berkembang, mereka pindah kantor,”katanya ringan. Dia menilai ketidakjelasan alamatperusahaan dan individu yang menyumbang danakampanye adalah hal yang wajar.

***

Awal November lalu, masalah ini akhirnya mencuatke permukaan dan menjadi perhatian publik. MantanKetua DPD PDI Perjuangan Jakarta, Agung ImamSumanto, melapor ke KPUD Jakarta soal sumbanganpartainya untuk pasangan Fauzi-Prijanto sebesar Rp7,053 miliar. Agung mengaku sumbangan itu tidak wajardan berindikasi melanggar peraturan karena partainyatidak punya uang sebanyak itu. Terang-terangan, diamenduga sumbangan berasal dari sumber yang tidak

sebuah wilayah pemukiman padat dengan gang-gangyang cukup dilalui sepeda motor. Rumah dengan alamatyang dimaksud tidak bisa ditemukan.

Saya mencoba alamat penyumbang lain. NamanyaSuryadi bin Rejo, menyumbang Rp 29 juta, dan hanyamencantumkan alamat Duri Baru RT 0015/005,Jakarta. Tidak berhasil. Alamat itu tidak dikenal dikawasan Duri Baru. Demikian juga rumah Basril, yangmenyumbang Rp 27 juta. Alamatnya di Gang Kamboja,Mampang Prapatan, RT 010/003.

Gagal dengan cara itu, saya lalu menelusuri alamatpenyumbang dengan metode lain. Saya menghubungijasa pelayanan 108 di Telkom. Dari 30 alamat yang sayatanyakan, hanya tiga rumah yang nomor teleponnyatercatat dan pemilik rumahnya sesuai dengan nama yangtercantum di daftar penyumbang. Sisanya, tidak terdaftar.Dan kalaupun ada, telepon saya nyasar ke rumah oranglain yang mengaku tidak pernah menyumbang sepeserpun untuk kandidat Gubernur Jakarta.

***

Tim audit dari Krisnawan & Partner mengakusudah melakukan verifikasi atas 56 penyumbang dikubu Adang-Dani dan 30 penyumbang kubu Fauzi-Prijanto. Mereka mengaku menguji kebenaranpenyumbang dengan menelepon dan mengirimkansurat kepada penyumbang. Hasilnya, 80 persen darisampel yang mereka periksa, memang mengakumenyumbang. “Tidak ada yang aneh,” kataBudipracoyo, kordinator tim audit itu.

Budi mengaku heran dengan temuan saya. Diamenjamin kantor auditnya sudah melakukan semuaproses audit dengan benar. Tapi ketika ditanya soalsejumlah alamat penyumbang perorangan yang tidaklengkap, dia mengaku tidak tahu menahu. Menurutnya,seluruh sampel yang diperiksa auditor, sudahmenggunakan alamat yang lengkap.

Setelah didesak, akhirnya Budi mengaku tidak

Page 33: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

33

REPORTASE edisi 04 November 2007jelas. “Karena itu pelantikan Fauzi-Prijanto harusdibatalkan,” katanya keras.

Dari dokumen yang saya peroleh, ada 12perusahaan yang tercatat menyumbangkan uangnyake PDI Perjuangan. Bahkan salah satunya adalahperusahaan milik Pemda DKI Jakarta. Menariknya,seluruh perusahaan itu menyumbang dengan jumlahdi atas batas yang ditentukan. Bahkan dua perusahaantercatat menyumbang dengan nilai Rp 750 juta.

Sekretaris Jenderal PDIP, Pramono Anung, langsungmembantah isu tak sedap ini. Menurutnya, sumbangandana dari partainya sudah sesuai prosedur. “Partai kamisendiri yang mengeluarkan uang untuk calon denganjumlah yang sudah sesuai dengan ketentuan,” katanya.Pramono lalu menuding Agung melaporkan hal ini karena

tidak puas pada kebijakan partai. Agung memangdiberhentikan dari posisinya sebagai Ketua PDIP Jakartasetelah dia dituduh menarik iuran tak resmi dari paracalon wakil gubernur dari partai Banteng itu.

Sayangnya, KPUD Jakarta menolak menanggapilaporan Agung. Setelah menerima laporan Agung,anggota KPUD Jakarta, Taufik, langsung mengambilkesimpulan: dokumen yang disampaikan Agung tidakbisa dipertanggungjawabkan secara hukum. ”Laporanitu tidak layak ditindak lanjuti,” katanya santai.

Sang kepala daerah terpilih, Fauzi Bowo, jugaenggan menanggapi isu-isu miring ini. Saat jumpa persperdananya sebagai Gubernur Jakarta, akhir Oktoberlalu, dia berujar pendek, ”Saya ingatkan, KPUD sudahmenyatakan audit atas dana kampanye saya diterima.Jadi silahkan tanya ke mereka,” katanya

Page 34: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

34

REPORTASE edisi 04 November 2007

PERHELATAN akbar pemilihan Gubernursecara langsung yang untuk pertama kalinyadiselenggarakan di Ibukota Jakarta usai sudah.

Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto melenggang ke tampuk

Kalau TabloidMenggebrak Pilkada

Dadan M RamdanWartawan Koran Monitor Depok

Sebuah tabloidkhusus diterbitkan jutaan

eksemplar untukkampanye hitam. Siapa

di baliknya?

pimpinan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta,mengalahkan pesaingnya Adang Daradjatun-DaniAnwar.

Di balik begitu kompleks dan dinamisnya

Page 35: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

35

REPORTASE edisi 04 November 2007penyelenggaraan pemilihan kepala daerah JakartaAgustus silam, keberadaan media cetak terbukti menjadisalah satu ujung tombak kampanye yang ampuh.Pengaruhnya bahkan bisa disejajarkan denganpentingnya sebuah tim sukses yang solid dan efektif.

Siapapun tahu pencitraan politik sangat efektif untukmenaikkan pamor atau menghancurkan pamorseorang aktor politik. Dalam konteks Pilkada DKIJakarta, efektifnya pencitraan ini diwakili penerbitantabloid Jakarta Untuk Semua oleh pendukungpasangan Fauzi-Prijanto.

Selama masa kampanye sampai hari pencoblosan,tabloid unik ini menyita perhatian publik. Bagaimanatidak, Jakarta untuk Semua disebarkan secara massaldan gratis di seluruh wilayah Jakarta. Setiap kali terbit,tiga juta eksemplar tabloid ini disebar melalui jaringanagen plus loper yang amat luas.

Yang menarik, meski korannya bisa dibaca di mana-mana, penerbit Jakarta untuk Semua tak mudah dilacak.Pasalnya, untuk menghindari gugatan tim sukses lawan,penerbit tabloid ini tidak terdaftar di Komisi PemilihanUmum Daerah sebagai tim sukses resmi Fauzi Bowo.

Penelusuran saya menemukan kalau tabloidJakarta Untuk Semua dikelola redaksi yang dipimpinseorang mantan wartawan media terkemuka bernamaSetiyardi Negara. Tabloid 32 halaman berwarna iniditerbitkan PT Senopati Media, yang beralamat di JlPondok Karya IX Blok I No 6 Mampang, Jakarta.

Namun dari penelusuran lebih jauh di lapangan,muncul fakta lain yang lebih menarik. Rapat-rapatredaksi tabloid ini ternyata lebih sering diadakan disebuah kantor milik pengusaha pertambangan, DjanFaridz, di Jl. Talang, Jakarta Pusat. Pengusaha inidikenal dekat dengan sejumlah nama tenar, sepertiFauzi Bowo sendiri, Ketua Dewan Perwakilan DaerahGinandjar Kartasasmita dan putri Soeharto, SitiHardijanti Rukmana.

***

Dari pengamatan sekilas saja atas isi dan tampilantabloid ini, ada kesan kuat, Jakarta untuk Semuamemang hadir untuk kepentingan politik menjatuhkanreputasi pasangan Adang Daradjatun dan Dani Anwar,kandidat Gubernur Jakarta yang diusung PartaiKeadilan Sejahtera (PKS) .

Kampanye hitam (black campaign) melalui saluranmedia massa memang merupakan trend di gelanggangpolitik dunia. Di negara-negara yang demokrasinyasudah matang sekalipun, kampanye terhadapkeburukan-keburukan lawan kerap jadi pilihan.Indonesia bukan pengecualian.

Kampanye hitam tabloid Jakarta untuk Semuatergambar jelas dari pilihan berita dan foto yang dimuatdalam empat edisi media itu. Nyaris di setiap edisi,pasangan Adang-Dani menjadi bulan-bulanan kritik.Padahal kisah sukses Fauzi Bowo selama menjadipejabat Pemda DKI diberi porsi amat besar. PKS, partaipenyokong pasangan Adang-Dani, juga tak luput dariserangan. Partai Islam itu dikritik sering mencla-mencle.

Terang saja, kehadiran tabloid Jakarta untukSemua membuat kader-kader PKS pendukungAdang-Dani mencak-mencak. Buntutnya, pada 2Agustus lalu, enam hari sebelum pencoblosan,Pengurus Daerah PKS DKI Jakarta secara resmimelaporkan Setiyardi Negara ke polisi. Pengaduandisampaikan oleh tim advokasi PKS yang dipimpinAgus Surya Prayitno Otto dan dilengkapi barang buktiberupa ribuan tabloid yang berhasil disita massa PKS.“Kasus ini sengaja kami serahkan kepada berwajibuntuk diproses secara hukum,” katanya.

Berita Jakarta untuk Semua yang palingmerugikan PKS, menurut Agus, adalah pemuatangambar wanita setengah telanjang disamping tulisanopini mengkritik partai itu. Kolom berjudul “PKS Yes,Adang No” itu dimuat pada edisi 3 tabloid Jakarta untukSemua. Isinya antara lain begini, “Sayang sekali,sebagai partai, PKS tentu saja tidak berjenis kelamin.

Page 36: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

36

REPORTASE edisi 04 November 2007Kalaupun bergender, untuk saat ini tampaknya PKSjuga bukan laki-laki.”

“Kami menilai ada pelanggaran pidana berupapencemaran nama baik dan perbuatan tidakmenyenangkan,” kata Agus, seraya mengutip Pasal310 dan 335 Kitab Undang Undang Hukum Pidana.

Selain mengadukan pengelola tabloid ini ke polisi,kader PKS pendukung Adang-Dani juga merazia paraloper yang menyebarkan Jakarta untuk Semua disejumlah perempatan jalan. “Kami menemukan satugudang tempat penyimpanan tabloid ini di JakartaTimur. Di sana masih ada sekitar 5 ribu eksemplartabloid,” kata Agus. Sementara itu, di Tanah Abang,Jakarta Pusat, juga ditemukan ada 20 ribu eksemplartabloid Jakarta untuk Semua dan beberapa ribueksemplar dari wilayah lain. “Jadi sedikitnya ada 30ribu eksemplar yang berhasil diamankan dan dijadikanbarang bukti,” kata Agus lagi.

***

Kepada saya, Ketua Tim Kampanye Adang-Dhani,Igo Ilham, terang-terangan menilai tabloid Jakartauntuk Semua edisi 3 yang terbit akhir Juli lalu itu, telahmenyerang, memfitnah dan mendzalimi PKS. “Tabloiditu bentuk lain dari black campaign dan characterassasination terhadap lawan politik lewat mediamurah,” katanya dengan nada tinggi.

Sampai laporan ini ditulis, polisi masih belummelimpahkan kasus ini kepada Kejaksaan Tinggi DKIJakarta. Kepala Bagian Humas Mabes Polri, Irjen SisnoAdiwinoto, mengaku aparat keamanan masihmelakukan penyelidikan lebih lanjut. “Laporannyasudah masuk dan terus diproses,” katanya.

Tudingan bahwa Jakarta untuk Semua telahmelakukan kampanye hitam tidak hanya datang darikubu PKS. Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu(KIPP), Sarnyoto N Indro, bersikap senada. “Kamimenemukan pelanggaran dari kubu Fauzi Bowo, soal

penggunaan tabloid yang dibagi-bagikan dandiselipkan melalui loper kepada masyarakat di jalan,mal dan rumah-rumah warga,” katanya. MenurutSarnyoto, tabloid itu menjatuhkan citra PKS.

Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untukRakyat (JPPR) DKI Jakarta, Anas Nasrullah, juga unjukbicara. “Relawan kami menerima laporan dari wargaKelurahan Gandaria Selatan dan Kebayoran, soaladanya penyebaran tabloid Jakarta Untuk Semuadari rumah ke rumah,” katanya.

Sayangnya, penerbitan media kampanyesemacam ini bukanlah pelanggaran aturan pilkada.Karena itu, Panitia Pengawas Pilkada tak bisa turuntangan. Suhartono, mantan Ketua Panwasda DKIJakarta, membenarkan. Menurutnya, kasus JakartaUntuk Semua sudah masuk wilayah pidana umum.“Karena itu, kasus ini sebaiknya ditangani langsungpihak kepolisian,” katanya.

Celah hukum yang dimanfaatkan penerbit tabloidini cukup efektif. Suhartono mengakui, panitiapengawas pilkada tidak bisa memproses tuduhan kalauJakarta Untuk Semua melakukan kampanye hitam.Pasalnya, tabloid itu bukan diterbitkan oleh tim suksesatau pasangan calon, melainkan pihak luar atausimpatisan dari salah satu kandidat. “Karena itupelanggaran yang dilakukannya masuk pidanaumum,” kata Suhartono.

Angggota KPUD DKI Jakarta, Muflizar, segendangsepenarian. Dia mengaku lembaganya tidak bisamenindak dan memberi sanksi kepada pengelolaJakarta Untuk Semua, sebab tabloid itu dibuat bukanoleh tim kampanye atau pasangan calon.“Kegiatan itusepenuhnya di luar kampanye. Kami hanya bisamenjatuhkan sanksi bila kampanye hitam itu dilakukanoleh tim kampanye atau pasangan calonnya sendiri,”kata Muflizar merujuk UU Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemda dan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun2005. Karena itu, kata dia, langkah PKS yangmelaporkan pengelola tabloid Jakarta untuk Semua

Page 37: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

37

REPORTASE edisi 04 November 2007ke polisi, sudah tepat. “Sekarang tinggal polisi yangbekerja membereskannya.”

Tim kampanye Fauzi Bowo-Prijanto sendiri pagi-pagi sudah cuci tangan. Mereka menyangkal tudingankalau tabloid itu diterbitkan oleh tim sukses pasanganFauzi-Prijanto. Penerbitan tablod kontroversial itu, katatim sukses Fauzi Bowo, merupakan inisiatif parasimpatisan Fauzi. Karena itu, isinya pun di luartanggung jawab tim sukses. “Tabloid itu bukan bagiankampanye. Jadi kami tidak terikat dan tidak bisa dimintaipertanggungjawaban,” ucap Ketua Tim AdvokasiKampanye Foke-Prijanto, Ahmad Yani.

Sementara, Setiyardi Negara, Pemimpin RedaksiJakarta Untuk Semua, tenang-tenang sajamenanggapi pengaduan PKS ke Polda Metro Jaya.Saat ditemui, Presiden Direktur PT Senopati Media inisedang bersuka cita lantarannya jagoannya, FauziBowo, memenangkan Pilkada Jakarta.

Setiyardi mengaku tak gentar menghadapiancaman gugatan lantaran isi pemberitaan tabloid yangdipimpinnya sudah melalui mekanisme jurnalistik.Secara prinsip, kata dia, dalam mencari,mengumpulkan, menulis, dan menyiarkan berita,tabloidnya telah mengacu kepada kaidah-kaidahjurnalistik.

Setiyardi lalu menunjuk mekanisme penentuantema liputan yang diambil melalui sidang redaksi. Rapatitu, kata Setiyardi, selalu dihadiri pemimpin redaksi danpara redaktur. Masalahnya, seorang sumberterpercaya berbisik: kegiatan rapat redaksi tabloid itubeberapa kali diadakan di kantor milik pengusaha DjanFaridz di Jl Talang, Jakarta Pusat.

Setiyardi cepat membantah informasi itu.Menurutnya, Djan Faridz tidak terlibat baik dalampendanaan maupun keredaksian tabloid yangdikelolanya. Setelah proses penulisan dan editing,sambung Setiyardi, dialah yang melakukanpemeriksaan final sampai naskah siap naik cetak. “Jaditidak ada yang salah,” katanya. Pola distribusi tabloid

ini, menurut Setiyardi, melalui kader partai pendukungFauzi Bowo, juga agen distributor media di Ibukota.

Mengenai isi berita yang dituduh PKS bermuatanpencemaran nama baik dan pembunuhan karakter,Setiyardi hanya tersenyum menanggapinya. “Masalahnya apa? Emang kenyataannya begitu kok.Orang harus tahu dan diberi tahu yang sebenarnyaitu seperti apa.”

Tanpa tedeng aling-aling, Setiyardi mengaku mediayang dikelolanya adalah pendukung pasangan FauziBowo-Prijanto. “Mas, dari namanya juga sudah kebacakan kita mendukung siapa,” ucapnya penuh arti.

Dia mengakui penerbitan media kampanye itumenghabiskan anggaran yang tidak sedikit. Selainuntuk biaya cetak dan distribusi, biaya operasionalredaksi dan peliputan juga menghabiskan anggarancukup besar. Sayangnya Setiyardi menolakmenjelaskan jumlah dana yang digunakan untukmenerbitkan tabloid itu. “Yah pokoknya banyaklah.Anda bisa hitung sendiri,” katanya. “Itu rahasiaproduksi,” kilahnya ketika didesak terus.

Setiyardi lagi-lagi tak memberikan jawaban pastisaat ditanya darimana sumber dana penerbitan tabloiditu. “Ini bukan uang siapa-siapa, saya sendiri banyakkeluar uang,” katanya. Dia terus terang mengakuberharap ada imbalan atas perjuangan danpengorbanannya menerbitkan tabloid pendukungFauzi Bowo. “Kalau ‘emang ada rezeki, masa sih sayanggak ngerasain,” ujarnya sambil tersenyum.

Soal kolom editorial di tabloid Jakarta untuk Semuayang mengkritik PKS, Setiyardi menegaskan tulisantersebut adalah opini yang menjadi sikap media yangdipimpinnya. “Sifatnya memang subjektif Ya suka-sukasaja. Yang terpenting saya siap bertanggungjawab,”ujar Setiyardi yang sempat berkiprah di Majalah Tempoitu. “Kalau memang salah, saya siap dipenjara,” tandasSetiyardi yang mengaku pernah diperiksa polisi hampirlima jam dalam kasus pencemaran nama baik yangdiadukan kader PKS.

Page 38: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

38

REPORTASE edisi 04 November 2007Mengenai pemuatan foto wanita berbusana minim

di dekat berita tentang PKS, dia menuturkan hal itu terkaitisi pesan dalam tulisannya. Editorial tersebut mengkritiksikap PKS yang tidak konsisten soal hiburan malam diIbukota. “Mestinya kritik tersebut dijadikan bahanintrospeksi bukannya bersikap anarkis yang malahmerusak citra partai mereka sendiri,” kata Setiyardi.Rubrik surat pembaca yang memuat pengakuan kaderPKS yang mengkritik pasangan Adang-Dani, menurutSetiyardi, juga otentik. Dia mempersilahkan siapa sajamembuktikan kalau penulis surat pembaca itu fiktif.

Begitupun berita Jakarta untuk Semua yangmemuat pernyataan Ketua Majelis PermusyawaratanRakyat yang merupakan pendiri PKS, HidayatNurwahid. Di tabloid itu, Hidayat ditulis pernah berjanjiakan mengubah tempat-tempat hiburan malam diJakarta menjadi tempat hiburan alternatif seperti nasyid.“Wawancara itu sempat dimuat di majalah Tempo,malahan saya sendiri yang mewawancarai HidayatNurwahid ketika itu,” katanya. Pernyataan Hidayat itudimuat lagi di tabloidnya, kata Setiyardi, karena bertolakbelakang dengan pernyataan Adang Daradjatun yangmenjamin tidak akan menutup tempat hiburan malamjika dirinya terpilih sebagai Gubernur DKI Jakarta.

***

Dari penelusuran saya di lapangan, para agendan loper koran mendapat bayaran lumayan untukmenyebarkan tabloid ini selama masa kampanye danmenjelang pelaksanaan pencoblosan. Jaringan loperdan pengecer dimanfaatkan maksimal untukmenyebarkan tabloid tersebut di titik-titik strategisJakarta.

Hal itu diakui sendiri oleh Setiyardi Negara. Diamengaku biaya distribusi Tabloid Jakarta untuk Semuacukup besar. Sayangnya, lagi-lagi dia tidak bersediamenyebutkan berapa. “Itu rahasia perusahaan.Pokoknya banyaklah. Dicetak satu juta eksemplar dan

dibagikan gratis ke seluruh wilayah Jakarta,” katanya.Setiyardi menjelaskan distribusi tabloid Jakarta

untuk Semua dilakukan melalui kerjasama denganYayasan Loper Indonesia (YLI). Dari Yayasan itu laludisebarkan melalui jaringan agen di seluruh wilayahDKI Jakarta dan sekitarnya.

Barangkali inilah pertama kalinya sebuah tabloidkampanye disebarkan seperti media umum. Umumnya,media semacam ini disebarkan melewati jaringan timsukses atau partai-partai pendukung. Dengandisebarkan secara gratis di jalan-jalan dan langsungke rumah warga, distribusi tabloid ini memang menjadisangat luas.

Bahkan tepat pada hari pencoblosan 8 Agustuslalu, para agen dan loper juga dimanfaatkan untukmelakukan ‘serangan fajar’. Dini hari sebelum wargaberduyun-duyun mendatangi TPS, secara serentaktabloid ini diedarkan melalui agen-agen ke rumah-rumah pemilih, bersama koran langganan mereka. Darihasil penelusuran di lapangan, ditemukan bahwa paraloper membagi-bagikan tabloid Jakarta untuk Semuadengan imbalan Rp 200,- per eksemplar.

Sayangnya, keterlibatan agen dan loper dalampenyebaran tabloid ini berujung tindak kekerasanterhadap jaringan distribusi media ini. Pada tanggal 1Agustus lalu, salah satu distributor media ini, ListonAgency, yang beralamat di Jalan Raden Intan, DurenSawit, Jakarta Timur, digerudug puluhan kader dansimpatisan PKS. Kantor agen koran itu memang hanyaberjarak seratus meter dari GOR Senam, tempat timAdang Daradjatun berkampanye pada hari itu.Puluhan ribu eksemplar tabloid yang ditemukan di sana,kemudian disita massa pendukung PKS.

Pemilik Liston Agency, Liston Hasiholan Simarmata,mengaku tidak terlibat pembuatan tabloid itu. Agennya,kata Liston, hanya menjual koran. Dia menjelaskan,para agennya menyebar 182 loper untuk menyebarkantabloid Jakarta untuk Semua di Duren Sawit,Pangkalan Jati, Cakung, Bambu, Pondokgede, Kranji,

Page 39: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

39

REPORTASE edisi 04 November 2007sampai Bekasi dan sekitarnya.

“Pada saat edisi pertama terbit, kami dapat kiriman10 ribu eksemplar, edisi kedua sebanyak 20 ribueksemplar, edisi ketiga sebanyak 40 ribu eksemplar,dan edisi keempat, yang terakhir, 100 ribu eksemplar,”katanya.

Dari pembayaran Rp 200,- per eksemplar untukjasa distribusi tabloid tersebut, Liston mengakumengambil untung Rp 50,- per eksemplar. SisanyaRp150,- diberikan ke loper dan pengecer. Liston jugamengaku tidak ada perjanjian tertulis antara penerbitdan agen seperti halnya perjanjian kerjasama distribusikoran umum lainnya. “Semestinya sih ada kontrakperjanjiannya, tapi saya belum sempat ngurus yangbegituan,” katanya polos. “Yang penting mereka beranibayar, kita langsung kerja. Prinsipnya kita kerja nyariuntung, bukan buntung,” tandasnya ringan.

Dari mana kader PKS tahu Liston Agency adalahdistributor tabloid pendukung Fauzi Bowo? Adil,seorang loper koran yang bekerja disana, menuturkansaat membagi-bagikan tabloid Jakarta Untuk Semuabersama kawan-kawannya di kawasan Jakarta Timur,seseorang tiba-tiba mendekatinya. Pria tak dikenal itumeminta Adil membawanya kepada pemilik agen korandimana ia memperoleh tabloid Jakarta untuk Semua.Saat itu, Adil mengaku sedang membagikan tabloid ituke semua penumpang angkutan umum.

“Saya sih nggak tahu itu koran apaan. Sayahanya menjalankan tugas si bos dan dapat bayaran,”tuturnya. Adil mengaku memperoleh imbalan Rp 25ribu sehari sebagai jasa menyebarkan tabloid Jakartauntuk Semua.

Taufik, yang juga berprofesi sama dengan Adil,menceritakan semua loper koran rata-ratamendapatkan uang tambahan Rp 25 ribu. “Waktu ituaku lagi nggak jualan, tapi temen-temen cerita kalaumereka dapat Rp 25 ribu dari si bos buat membagi-bagikan tabloid itu gratis ke siapa saja yang lewat dijalan,” tuturnya.

Ditemui terpisah, Ketua Yayasan Loper Indonesia,Laris Naibaho, mengakui yayasannya turut andildalam mendistribusikan tabloid Jakarta Untuk Semuadi wilayah Jakarta dan sekitarnya. Yayasannya, kataLaris, mendapat bayaran untuk jasa distribusi yangmereka berikan.

Untuk setiap edisi tabloid Jakarta untuk Semua,Yayasan Loper Indonesia menerima tiga jutaeksemplar tabloid yang selanjutnya didistribusikanmelalui agen yang tergabung dalam jaringan lopermereka. “Sedikitnya ada 6 ribu loper yangmendistribusikannya,” katanya.

Imbalan jasa distribusi yang lebih besardibandingkan dengan yang diberikan koran umum,menurut Laris, mendorong mereka menerima tawarankerja sama itu. “Namanya juga agen, kerjaannya yatukang nyebarin koran. Tidak penting siapa dan dimana dibuatnya, kita edarin aja. Masa bodoh isinyagimana, ‘kan bukan tanggungjawab agen. Yangpenting dibayar,” tegas dia.

Pada akhirnya, Tabloid Jakarta Untuk Semua tidakhanya mendatangkan laba bagi wartawan yangmembuatnya, agen dan loper-loper yangmenyebarkannya, tapi juga untuk pasangan kandidatFauzi Bowo-Prijanto yang akhirnya memenangkanpemilihan Gubernur Ibukota, awal Agustus silam.

Page 40: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

40

REPORTASE edisi 04 November 2007

Sedari siang, tak ada orang yang mau meladenipria keturunan Betawi dan Pakistan itu. “Ada perintahdari DPP untuk tak menggubris permintaannya,” kataAgung Imam Sumanto, Ketua PDIP Jakarta. Karenapermintaan Djan tergolong berat. Yakni agar danakampanye Fauzi Bowo – Prijanto, pasangan calongubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta, sejumlahRp. 7,035 miliar diberi cap sebagai sumbangan PDIP

Jejak Bohir Jakarta Satu

Arif KuswardonoWartawan Majalah Tempo

Pasangan Fauzi Bowo – Prijanto menggunakan seorang pengusahauntuk mengongkosi kampanye mereka.

Kolusi pengusaha dengan pembuat kebijakan?

PADA akhir Juli lalu, ketika hari merambat malam,Djan Faridz masih bertahan di kantor DewanPimpinan Daerah PDI Perjuangan di daerah

Tebet, Jakarta Selatan. Ia datang menagih surat.“Pokoknya saya minta duit kampanye inidiatasnamakan partai,” katanya pada petinggi daerahpartai berlambang kerbau liar itu, beberapa harisebelumnya.

DILANTIK. Pasangan Fauzi Bowo-Prijanto dilantik menjadi gubernur dan wakil gubernur Jakarta, Oktober 2007

Page 41: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

41

REPORTASE edisi 04 November 2007dengan faksimili ke kantor PDIP Jakarta.

“Tidak bisa fotokopi. Harus ada bukti pengeluaranyang asli,” kata Adi mencoba menolak lagi. Akhirnyabukti asli pengeluaran itu lalu dikirim via kurir ke Tebet.“Nah itu kan ada dasar-dasar penyumbangnya,” kataAdang pada sejumlah pengurus PDIP Jakarta, dengansenyum lega.

Bukti-bukti yang dimaksud Adang ternyata hanyaberupa tanda terima resmi pemesanan barang danorder pekerjaan yang sudah tertulis atas nama ‘PartaiPDIP’. Padahal, partai tak pernah memesan ataumemberi pekerjaan tersebut.

Misalnya saja, ada tanda terima spanduk, umbul-umbul dan stiker dari Pelangi Neon Service diKemayoran sebesar Rp 319, 2 juta. Atau kwitansi dariKarnos Film untuk biaya kampanye TV Fauzi Bowo –Prijanto sebesar Rp 5,7 miliar. Ada juga kwitansi dariperusahaan dengan logo PY, tanpa alamat, berisi tandaterima pembuatan kaos Fauzi Bowo – Prijanto senilaiRp 676,2 juta. Total pengeluaran mencapai Rp 7,035miliar. Sementara bukti sumbangan, hanya berupadaftar sumbangan dalam list berjudul cash flow dari 14perusahaan dengan alamat kantornya. Nilainya Rp7,050 miliar.

Walau bukti sumbangan dan pengeluaran itu sudahdi tangan, Adi tetap ogah tanda tangan. “Semua suratresmi hanya Ketua dan Sekretaris yang bisa tandatangan,” katanya. Padahal Agung dan Erico Sotarduga,Sekretaris PDIP Jakarta, sudah kabur menghindar.

Surat itu akhirnya diteken juga pada jam 2 dinihari. Isinya laporan sumbangan dalam bentuk non cashdari PDIP Jakarta selama masa kampanye, dari 21 Julisampai 4 Agustus. Penandatangannya MohamadAsyikin Kaharuddien (Wakil Ketua Bidang Buruh, Tanidan Nelayan) dan Gembong Wardono (WakilSekretaris Bidang Internal).

Menurut praktek persuratan di PDIP, surat itusebenarnya tidak sah. Tapi, surat itu akhirnya dibawajuga oleh Djan Faridz dan menjadi bukti pengeluaran

Jakarta. Lengkap dengan perincian asal sumbangandan pengeluarannya. Surat diperlukan untuk laporandana kampanye pasangan tersebut ke KomisiPemilihan Umum Daerah (KPUD) Jakarta yang sudahmemasuki deadline penyerahan. “Tidak bisa, kaminggak punya duit dan pengeluaran segede itu,” kataAgung pada Djan Faridz.

Lagipula dua pekan sebelumnya, BadanPemeriksa Keuangan menyatakan PDIP Jakarta lolosaudit. Menurut hasil audit itu, kekayaan PDIP Jakartacuma Rp 260 juta, hasil sumbangan AnggaranPembangunan dan Belanja Daerah. “Masak bisa tiba-tiba punya miliaran. Malah diguyu tengu (ditertawaikutu ayam—),” lanjutnya menolak. Agung takut, bisa-bisa PDIP Jakarta malah dituduh melakukan manipulasikeuangan. Akhirnya, Agung dan sejumlah penguruskunci memilih kabur dari kantor.

Bosan diperlakukan sebagai tamu haram, Djanrupanya naik darah. Ia bertengkar dengan Adi Wijayaalias Aming, bendahara PDIP Jakarta, yang berkerasmenolak. “Emang berapa banyak nama yang maudipakai. Siapa sih yang bisa nyumbang di PDIP?”kata Aming. “Siapa sajalah, seharusnya elu ‘kan bisabikin,” teriak Djan Faridz.

Tanpa laporan keuangan yang jelas, pencalonanFoke —sapaan Fauzi Bowo— dan Prijanto bisadibatalkan KPUD. Padahal hari pencoblosan 8 Agustussudah di depan mata. Pertengkaran itu kemudianditengahi oleh Adang Ruchiatna, Ketua Tim 11 PDIP—yang ditugasi DPP PDIP membantu kampanyepasangan Foke – Prijanto, yang kebetulan datang keTebet. Adang menawarkan jalan tengah. “Soal suratkok jadi masalah. Sudah buat saja, terserah nanti bisaterima atau tidak,” katanya pada Adi.

Adi menawar perintah Adang. “Surat harus adadokumen pendukungnya. Bagimana caranya?” kataAdi. “Nggak masalah, bisa atas nama perusahaangue,” kata Djan. Pria 58 tahun itu segera menelponstafnya untuk membuat dan mengirim bukti tersebut

Page 42: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

42

REPORTASE edisi 04 November 2007dana kampanye pasangan Foke – Prijanto ke tim auditindependen yang ditunjuk KPUD Jakarta. Nah,belakangan surat yang sama diserahkan Agung ImamSumanto ke KPUD Jakarta. Agung yang Juli lalu dipecatdari jabatannya sebagai Ketua PDIP Jakarta karenatersangkut kasus ‘setoran mahar’ calon gubernurSlamet Kirbiyantoro, membawa surat itu untukmembuktikan telah terjadi manipulasi laporan danakampanye pilkada.

Pelanggaran serius yangdimaksud Agung, selain soalcerita ‘asal muasal’ laporansumbangan PDIP Jakarta,adalah daftar penyumbang.Dalam daftar penyumbangyang diserah-kan DjanFaridz, tercatat nama sejumlahBadan Usaha Milik Daerah.“PT. Jakarta Realty dan PT.Melawai Jaya Realtysebagian sahamnya milikPemda DKI,” jelas Agung.Padahal dalam ketentuanpilkada, partai dilarangmenerima sumbangan dariBUMD.

Selain itu, beberapasumbangan juga melebihibatas minimal yang diijinkanuntuk perusahaan, yakni Rp350 juta. Dari 14 perusahaan,12 diantaranya menyumbangmelebihi batas. PT. JakartaRealty dan PT. Surya GadingMas Sakti menyetor masing-masing Rp 750 juta.Selebihnya, seperti PT. MultiArtha Pratama, PT. CitraGemilang Nusantara, PT.

Cakrawira Bumimandala menyumbang Rp 500 juta.Hanya PT. Karunia Abadi Sejahtera dan PT. MakmurJaya Serasi yang mematuhi ketentuan. “Ada sejumlahpelanggaran serius. Saya minta KPUD membatalkanpelantikan Fauzi Bowo – Prijanto,” kata Agung saatmenyerahkan bukti tersebut, 4 Oktober lalu.

Sayangnya, laporan Agung sudah patah di jalan.Menurut M. Taufik, Ketua Pokja Kampanye KPUDJakarta, laporan dana kampanye pasangan Fauzi

Bowo – Prijanto sudah diaudit.“Hasilnya tak ada masalah,”katanya. Pengaduan Agunghanyalah konflik internal partaiyang coba dibawa keluar.“Semua bukti yang diajukanadalah bahan-bahan yangsudah diklarifikasi oleh KPUD.Jadi tidak ada yang baru,”jelasnya. Adapun jumlahsumbangan yang mencapaimiliaran rupiah dari PDIP Jakartajuga dianggapnya wajar. “Partaiitu sama dengan kandidat. Tidakada batas sumbangan,” jelasnya.

Adapun PDIP sendiri,menutup diri ketika dikonfirmasimengenai surat laporansumbangan hasil ‘tekanan’ dariDjan Faridz. “Saya nggak tahu,”kata Adi Wijaya. Adapun Asyikiendan Gembong menghindar.“Silakan tanya DPP saja, sayadilarang berkomentar,” kilahmereka. Sekjen PDIP PramonoAnung juga membantah adamanipulasi dana kampanyepasangan Fauzi Bowo – Prijanto.“Tidak ada manipulasi,semuanya terang,” katanya.

POSTER. Satu selebaran kampanye kandidatgubernur

Page 43: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

43

REPORTASE edisi 04 November 2007Pengurus Pusat PDIP, kata Pramono, telah menunjukpenanggung jawab kampanye pilkada di DKI.“Tanggung jawabnya ada di Tim 11. Bukan Agung,”kata Pramono pada saya, 4 Oktober lalu.

Adang Ruchiatna, Ketua Tim 11, membantahsemua cerita Agung. “Dia itu tidak tahu menahu. Diatidak ada saat kejadian, tiga hari kabur tanpa bisadihubungi,” jelas mantan Pangdam Udayana yangsekarang menjadi Pelaksana Jabatan Sementara (Pjs)Ketua DPD PDIP Jakarta ini. Menurut Adang, suratPDIP Jakarta itu sah. “Tidak ada masalah siapapunyang tanda tangan,” katanya.

***

Kasak-kusuk atas peran Djan Faridz dalamkampanye Fauzi Bowo sebenarnya sudah lamamuncul. Pengusaha keturunan Betawi –Pakistan inidisebut mendanai kampanye pasangan Fauzi Bowo –Prijanto dalam jumlah yang bisa membuat mata melotot.

Peran sentral Djan bahkan terlihat jelas di puncakkesibukan kampanye pada Pilkada Agustus lalu. Kantorperusahaannya—yang dikenal sebagai gedungVatech (Voest Alpine Technology) di Jalan Talang 3Pegangsaan Jakarta Pusat— ramai didatangi orang-orang partai. Kesibukan macam itu hampir berlangsungsepanjang 24 jam selama masa kampanye. Spandukdukungan pada Fauzi Bowo – Prijanto bahkandipasang di halaman parkirnya.

Padahal secara resmi, Tim Sukses Fauzi Bowodan Prijanto berkantor di Jalan Diponegoro 63 JakartaPusat, kantor pusat Fauzi Bowo Centre (FBC). Satutempat lagi, yakni sebuah kantor di Jalan Proklamasi43 Jakarta Pusat, khusus dijadikan tempat parapimpinan partai anggota Koalisi Jakarta berkumpul.Kantor yang ditempati PT. Pola Dwipa ini tak lain dantak bukan, juga milik Djan Faridz.

Kantor Jalan Talang kerap disebut kantor

logistik.”Kalau urusan logistik, jatahnya diatur darisana,” jelas seorang anggota tim sukses kampanyeFoke – Prijanto dari Partai Golkar. Urusan logistik itumencakup apa saja, dari soal atribut kampanye, kaos,spanduk, poster bahkan hingga tabloid Jakarta UntukSemua. “Rapat-rapat kegiatan kampanye bahkanharus saya ikuti di sana,” jelasnya.

Di kalangan wartawan, kantor itu juga dikenalsebagai tempat pencairan uang. “Cukup bawa buktimuat atau tayang, kita bisa dapat duit,” kata Bang Plintir—ini nama samaran—seorang wartawan bodrex aliastukang menerima amplop yang biasa mangkal di BalaiKota Jakarta. Liputan Fauzi Bowo – Prijanto, sebelumdan selama kampanye, akan dibayar sesuai ukuranpemuatannya. Berita media cetak antara Rp 250 ribu– Rp. 500 ribu. “Kalau teve dihargai tinggi, bisa sampaiRp. 1,5 juta,” jelas Bang Plintir.

Tak cuma kampanye, kebutuhan ‘ongkos politik’pasangan Fauzi Bowo dan Prijanto diduga memangbesar. Dibandingkan saingannya —pasangan AdangDaradjatun dan Dani Anwar yang menaiki ‘perahu’Partai Keadilan Sejahtera— pasangan Foke danPrijanto harus ‘sewa perahu’ koalisi 19 partai politikyang disebut Koalisi Jakarta. Pilar koalisi ini adalahempat partai dengan suara terbanyak di DPRDJakarta: Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIPerjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan. Plustambahan 15 partai lain, mulai PKB, PAN, PDS, PartaiPelopor, Partai Patriot, Partai Bintang Reformasi, sampaiPartai Persatuan Demokrasi Kebangsaan (PDK).

Menurut seorang anggota tim sukses Foke –Prijanto dari PDI Perjuangan, strategi menggaetbanyak partai dipilih setelah mencermati kemenanganPKS dalam pemilihan kepala daerah Depok danBekasi. Di kedua daerah itu, beberapa pasangan calonberlaga. Hasilnya pasangan Nurmahmudi Ismail –Yuyun Wirasaputra unggul di Depok dan pasanganSa’duddin – Darip Mulyana menang di Bekasi. “Jikaada lebih dari dua pasangan calon, bisa dipastikan

Page 44: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

44

REPORTASE edisi 04 November 2007PKS menang di Jakarta,” jelas mantan anggota MegaCenter ini.

PKS dinilai sudah punya ‘modal awal’ yang solid,yakni kader fanatiknya. Walau jumlah kader ini cumasekitar 20 persen dari pemilih, tapi dengan banyaknyacalon, suara pemilih menjadi terpecah. Ditambahtingginya angka golongan putih dan suaramengambang, bisa dipastikan hanya dengan sedikitlimpahan suara saja, PKS unggul. “Ini yang sengajakita hindari di Jakarta,” jelasnya.

Jelas ongkos ‘sewa perahu’ pasangan Fauzi –Prijanto amat mahal. Belum lagi ditambah ongkos

kampanye terselubung, yang juga banyak dituduhkanke alamat kubu Foke sebelum masa pencalonan.Seperti iklan televisi mengenai hari ulang tahun Jakartadi sejumlah teve swasta. Juga iklan anti narkoba yangdipasang di berbagai tempat. Semuanya memasangfoto Fauzi Bowo.

Kampanye dini itu, menurut Centre for ElectoralReform (Cetro), amat mungkin diongkosi dana resmiPemda DKI Jakarta. “Kalau terbukti, seharusnyapencalonannya ditolak,” ungkap Hadar Gumay,Direktur Eksekutif Cetro. Kubu Foke sendiri membantahhal ini. Fauzi Bowo saat itu memang Ketua Panitia

Nama pria keturunan Betawi Pakistan ini tiba-tiba saja melejit. Pemicunya adalah pengumumanAgung Imam Sumanto, mantan Ketua DPD PDI Perjuangan Jakarta, yang dengan blak-blakan

menuding Djan Faridz sebagai otak di balik pendanaan kampanye Fausi Bowo – Prijanto.Pria lulusan Jerman ini mula-mula dikenal sebagai pengusaha rekanan PLN. Ia mengageni Voest

Alpine Tech (VaTech), sebuah perusahaan turbin listrik dari Jerman. Kini bisnisnya sudah merambah kedaerah dan bidang yang lain. Sebuah perusahaan energi di Australia, bahkan dikabarkan dimiliki sahamnyaoleh PT. Priamanaya Djan Internasional, ‘kapal induk’ usaha milik Djan Faridz. “Dia punya bakat dekatdengan pejabat. Makanya bisnisnya cepat berkembang,” kata sumber saya, yang masih kolega dekatsang pengusaha.

Sejumlah menteri pertambangan dan energi, mulai dari Ginandjar Kartasasmita, IB Sudjana bahkanPurnomo Yusgiantoro disebut dekat Djan Faridz. Menurut seorang sumber penulis, Djan tak segan obralhadiah. Seorang menteri tambang dan energi diberi sebuah rumah di kawasan elit Jakarta Selatan. Padamasa Menteri Pertambangan IB Sudjana, ia juga tercatat sebagai sponsor pembangunan patung GarudaWisnu Kencana. Sebuah proyek landmark di Bali yang dipimpin IB Sudjana. Saat itu, ia berperanmengkoordinir sumbangan dari para pengusaha listrik.

Pada masa Orde Baru, ia pernah dikenal dekat dengan Siti Hardiyanti Rukmana alias Mbak Tutut,putri sulung mantan presiden Soeharto. Mereka berdua berkongsi dalam proyek listrik swasta TanjungJati B yang berkapasitas 2x600 MW. Ia juga menggarap proyek geothermal Sibayak di Sumatra Utaraberkekuatan 120 MW.

Era berganti, justru kiprah pria 58 tahun ini makin melejit. Bisnis listrik masih tetap ditekuni. PT.Priamanaya saat ini tercatat menguasai 50 persen saham konsorsium Zelan-Priamanaya-Tronoh dalamproyek pembangunan PLTU di Rembang bernilai US$ 555 juta. Adapun sisanya dibagi antara dua

Langkah Kuda Pengusaha Setrum

Page 45: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

45

REPORTASE edisi 04 November 2007HUT Jakarta dan juga Ketua BNN Jakarta.

Tidak jelas, panjar ‘sewa perahu’ yang dibayarFauzi Bowo dan Prijanto pada partai-partaipendukungnya. Namun pada sejumlah partaipendukung Fauzi Bowo – Prijanto, Djan Faridz disebut-sebut pernah menjanjikan bantuan motor dan mobiluntuk cabang-cabang mereka. Ihwal bantuan motorini diakui oleh Agung Imam Sumanto. “Janjinya akanada motor untuk tiap pengurus ranting, mobil untukpengurus cabang. Juga ada sumbangan ambulans,”jelasnya. Bantuan motor bermerek Yamaha Vega ituakhirnya benar-benar disampaikan Adang Ruchiatna

selaku Ketua Barisan Serba Guna (Baguna) PDIPpada rapat pengurus PDIP se-Jakarta, di tengah-tengah masa kampanye Juli lalu.

Janji itu tentu butuh duit luar biasa. Bagaimanatidak, di Jakarta saja ada 267 ranting tingkat kelurahandan 6 cabang. Untuk motor saja, jika satu motorseharga Rp 9 juta diperlukan dana Rp 2,4 miliar. Tapitampaknya kubu sang calon siap dengan kantong tebal.Bantuan berupa 10 mobil KIA Carens dan puluhansepeda motor akhirnya diserahkan ke DPP.“Diatasnamakan sumbangan Ibu Mega,” kata Agung.

Sumbangan mobil ini diakui oleh juru bicara PDIP

anggota kongsi dari Malaysia : Zelan Bhd dan Tronoh. Pembangkit berkapasitas 2x316 megawatt inidijadwalkan beroperasi secara komersial pada 2009. Priamanaya juga mendapat konsesi untuk menggarapPLTU Baturaja berkapasitas 2x100 MW.

Bisnis baja belakangan disebut-sebut menarik minat Djan. “Kami telah menginvestasikan US$ 25 jutauntuk membangun pabrik baja berkapasitas 250 ribu ton,” kata Djan Faridz pada Harian Bisnis Indonesia,tahun lalu. Pabrik itu rencananya akan beroperasi tahun 2008. Saat itu, ia mengaku sudah mengantongi ijinkuasa pertambangan seluas 100 ribu hektar di Kalimantan Tengah di lahan yang mengandung batu bara danbijih besi.

Namun tambang duit Djan sebenarnya ada di Jakarta. Saat ini, Priamanaya diketahui memiliki beberapaproyek properti di Jakarta. Langkah bisnis di sektor yang konon paling cepat menangguk untung itudimulai dengan merenovasi Blok A Pasar Tanah Abang yang terbakar habis awal 2003. Blok tersebutkemudian direnovasi menjadi pasar modern 12 lantai dengan kucuran duit APBD Jakarta. Priya Djan,anak Faridz, diserahi pengelolaan pasar bernilai sekitar Rp. 600 miliar ini.

Sukses menangani pembangunan pasar dengan 8 ribu kios itu, Djan Faridz kemudian bergabung denganAgung Podomoro Group dalam konsorsium PT. Putra Pratama Sukses yang dipercaya Pemda DKI Jakartamembangun Blok B, C, D dan E di pasar tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut. Sebagai permulaanproyek renovasi Blok B saja menelan anggaran Rp. 350 miliar. Kelak areal seluas 1,2 hektar ini akan terisi5 ribu kios.

Masih bersama kelompok Agung Podomoro Group, Priamanaya juga membentuk perusahaan patunganPT. Cakrawira Bumimandala yang membangun pusat perbelanjaan Season City di kawasan Latumeten,Jakarta Barat. Pusat perbelanjaan seluas 5,5 hektar senilai Rp 1,2 triliun ini diharapkan selesai tahun 2009.Berupa sebuah kawasan terpadu yang menyediakan 1.500 apartemen dan sekitar 3 ribu unit trade mall danruko.

Mungkin karena itulah, Djan merasa perlu mengamankan bisnisnya di Jakarta dengan mensponsoripasangan kandidat gubernur. Bahkan tak hanya itu, kabarnya ia sudah ancang-ancang mendukung Sutiyoso,sang mantan gubernur Jakarta, bertarung di pemilihan presiden tahun 2009. Komentar Djan Fraidz ? “Ah,nggak ada urusan,” katanya.

Page 46: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

46

REPORTASE edisi 04 November 2007Jakarta, Dhea Prakesa Yoedha. “Memang adasumbangan motor dan ambulans. Jumlahnya sekitarseratusan untuk ranting dan cabang,” katanya.Sumbangan itu diserahkan Juli lalu, sebelumkampanye pilkada. Mengenai asal sumbangan, Dheamengaku tidak tahu. “Setahu saya dari DPP,” katanya.

Cabang sebuah partai berlambang agama yangdibentuk semasa Orde Baru juga dikabarkan menerimasumbangan serupa. Hanya jumlahnya lebih sedikit.Partai itu mendapat lima mobil Honda Jazz dan duaKijang Innova. Sementara cabang sebuah partai yangpernah berkuasa, disebut mendapat KIA Carnival danInnova untuk semua pengurus cabangnya.Sayangnya, tak ada pengurus partai politik itu yangmau memberikan konfirmasi.

***Kejanggalan keuangan kubu Fauzi Bowo tak

berhenti sampai di sana. Awal Juli lalu, ketika rekeningdana kampanye dibuka sehari setelah pencalonanFoke - Prijanto diterima KPUD Jakarta, Tim Suksespasangan tersebut mencatat saldo awal Rp 4,5 juta.Lalu tiba-tiba, dalam hitungan hari, muncul sumbanganRp. 9,9 miliar.

Duit itu diaku sebagai sumbangan pribadi FauziBowo. Padahal pada tahun 2001, Fauzi Bowomelaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi, ‘hanya’memiliki kekayaan Rp 15,13 miliar dan US$ 167 ribu.Artinya Fauzi ‘rela’ menyumbangkan sekitar 60 persenhartanya untuk kampanye. Sungguh pengorbanan luarbiasa untuk seorang pegawai negeri.

Pundi-pundi Tim Sukses Foke bertambah setelahlima partai pendukung Foke – Prijanto masing-masingmenyumbang Rp 500 juta atau total Rp 2,5 miliar.Sumbangan terbesar berupa cash didapat darisumbangan perorangan dengan nilai total Rp 13,9miliar. Sedangkan untuk non cash berasal darisumbangan partai politik atau gabungan partai politiksebesar Rp 13,04 miliar.

Sumbangan non cash partai-partai ini cukupmenggelitik. Dalam laporan final dana kampanye timsukses yang dibuat KPUD Jakarta, pasangan Adang– Dani Anwar sama sekali tak mendapat sumbangannon cash dari kubu PKS. Sebaliknya Fuazi Bowo –Prijanto seperti mendapat ‘durian runtuh’.

Apa yang sebenarnya terjadi? Menurut orangdekat Djan Faridz, ini hasil kerja tim Jalan Talang. “Diakan pengusaha kawakan, tahulah siasat mengatur duit,”jelas sumber ini. Pembelian barang dan logistiklangsung ditangani dari Jalan Talang. Dengan demikianpengeluaran bisa dikontrol. Partai-partai tinggalmembagi saja atau membuat tanda terima. Persis yangdialami PDIP Jakarta.

Cara ini juga nampak misalnya dalam penerbitantabloid gratis Jakarta Untuk Semua. Tabloid ini dibuatsendiri oleh tim Talang. Isi tabloid ini melulu adalahblack campaign terselubung. Media ini sengajamengunggulkan Foke – Prijanto dan ‘menjatuhkan’Adang.

Semua ongkos penerbitan tabloid Jakarta untukSemua ditanggung Djan Faridz. Bahkan bos PT.Priamanaya Djan Internasional ini merekrut SetiyardiNegara, seorang mantan wartawan profesional untukmengelola tabloid ‘dadakan’ itu. Setiyardi yang pernahbekerja di majalah Tempo, kini membuat sebuahperusahaan sendiri: PT. Senopati Media. Perusahaanitulah yang disebut sebagai penerbit Jakarta untukSemua. “Kita membuatnya di Jalan Talang. Isinyabahkan dikontrol langsung oleh Djan Faridz,” kataseorang wartawan tabloid ini.

Dari penelusuran di lapangan, saya menemukankalau tabloid ini dicetak di PT. Temprina, percetakanmilik kelompok Jawa Pos di Jakarta. Manajemenpercetakan itu langsung mengaku. “Kami memangterima order tiga kali cetak,” kata Yuniarto, manajermarketing PT Temprina. Cetak pertama dari tabloid 32halaman full color tersebut berjumlah 360 ribueksemplar. Kemudian cetak kedua sebanyak 750 ribu

Page 47: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

47

REPORTASE edisi 04 November 2007eksemplar dan terakhir sebanyak 420 ribu eksemplar.Totalnya mencapai 1,530 juta eksemplar. NamunYuniarto menolak menyebut total ongkos cetak mediatersebut. “Tagihannya ke Jalan Talang, tapi bagiankeuangan kami yang mengurus,” katanya.

Menurut perhitungan kasar saya, bila satu tabloidmemakan ongkos Rp 1.500,- saja, maka total biayacetak tabloid Jakarta untuk Semua mencapai Rp. 2,29miliar. Sebagai perbandingan, tabloid-tabloid di bawahGroup Jawa Pos, seperti Koki, Nyata dan Ototrend,ongkos cetaknya rata-rata mencapai Rp 1.900,- sampaiRp 2.000,-. Jumlah halaman tabloid ini jauh lebihbanyak. Dalam penelusuran saya, saya jugamenemukan kalau dana pencetakan Jakarta untukSemua sama sekali tidak dilaporkan ke KPUD.

***

Setiyardi Negara bersikeras menyatakan tabloidtersebut memang bukan diterbitkan oleh Fauzi BowoCentre. Melainkan diterbitkan oleh simpatisan Foke.“Sebagai simpatisan kan boleh-boleh saja

mendukung,” katanya. Pria asal Lampung ini mengakuibahwa tabloid itu diterbitkan oleh Djan Faridz. “ Beliaukan termasuk simpatisan juga,” jelasnya. Penggarapantabloid itu, menurut Setiyardi, dilakukan Senopati Mediasepenuhnya. “Kami kerjakan di kantor kami diMampang,” jelasnya. Namun untuk soal pembayarancetak, Setiyardi mengaku bukan dia yang mengurus.“Saya hanya menunjuk percetakannya saja,” jelasnya.Pembayarnya ? “Ada orang di Jalan Talang yangmengatur,” akunya.

Tabloid Jakarta untuk Semua disebarkan kepartai-partai anggota Koalisi Jakarta. “Kamimenerimanya dari Fauzi Bowo Centre,” kata DheaPrakesa Yoedha, Humas PDIP Jakarta pada penulis.PDIP menerima semua materi kampanye dari kantorTim Sukses Fauzi Bowo dan Prijanto tersebut. “Kamisemua terima dalam bentuk materi,” jelasnya.

Selain tabloid Jakarta untuk Semua, menurutsejumlah sumber saya, Djan juga mengongkosikegiatan-kegiatan lain. “Ada sembako murah dandapur umum,” jelas sumber saya di Partai Golkar.Rapat-rapat kegiatan tersebut pun dilakukan di Jalan

RESMI. Fauzi Bowo Center resminya bermarkas di Jl. Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat

Page 48: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

48

REPORTASE edisi 04 November 2007Talang No. 3 Pegangsaan Jakarta Pusat, kantor DjanFaridz.

Mantan Ketua PDIP Jakarta, Agung Imam Sumantomengakui, Koalisi Jakarta pernah mengirimkanproposal sembako murah dan dapur umum ke JalanTalang. “Kami ajukan untuk 87 titik,” jelasnya. Namunhampir separuhnya dicoret. “Hanya 43 titik yangdisetujui oleh Djan Faridz,” jelas dia. Dimana rapatpembagian sembako itu dilakukan ? “Saya diteleponDjan Faridz untuk datang ke Talang. Katanya adayang perlu dibicarakan soal pembagian sembako,”aku Agung.

***

Mengingat perannya yang luar biasa, sebenarnyaapa kedudukan Djan Faridz bagi Tim Sukses FauziBowo? “Kita tidak punya hubungan kerja denganmereka. Tim Talang adalah prakarsa masyarakat diluar koordinasi Tim Sukses,” kata Ryaas Rasyid, KetuaTim Sukses Fauzi Bowo. Meski tidak punya hubungan,tim Fauzi Bowo Center kerap menerima sumbangandari Jalan Talang. “Kadang mereka antar tabloid,spanduk dan poster,” kata Ryaas. Bantuan itu kemudiandibagikan ke kantong-kantong pendukung Fauzi Bowo.

Ketua Umum Partai Demokrasi Kebangsaan inimengaku tak tahu apakah sumbangan partai ataugabungan partai sejatinya berasal dari duit DjanFaridz. “Saya hanya mengurusi soal strategi saja,”jelasnya. Yang ia tahu, sumbangan partai ada yangberasal dari fund raising. “Masing-masing partaimengumpulkan sumbangan dari kadernya,” jelasnya.Duit itulah yang dipakai untuk menyumbang Tim Sukses.

Jika mengacu pada undang-undang, sebagaipribadi, Djan Faridz sebenarnya hanya bisamenyumbang maksimal Rp 50 juta. Jika sumbanganitu atas nama perusahaan, semisal PT. Priamanaya,pun maksimal sebesar Rp 350 juta. Diluar jumlah itu,tentulah dia terancam terkena pasal politik uang dalam

pilkada. “Itu perkara pidana. Sanksinya, sama sepertipenyuapan. Baik yang memberi atau menerima dikenaipidana,” kata Arbi Sanit, pengamat politik.

Fauzi Bowo sendiri mengakui kenal Djan Faridz.“Dia wakil saya di NU Jakarta,” katanya. Ketika ditanyaseberapa kenal, pria berkumis ini memilih diam saja.Sarjana teknik lulusan Universitas Braunschweig,Jerman ini, menolak mengomentari peran Djan Faridzyang disebut sebagai bohir di belakang kampanyenya.Menurut pria 59 tahun ini, dana kampanyenya sudahdiaudit oleh KPUD dan dinyatakan lolos. Tidak adanama Djan Faridz disitu. “Saya tidak akan berkomentar.Silakan saja bertanya pada KPUD,” katanya padasaya.

Djan Faridz sendiri ketika dihubungi mengakusenang dikonfirmasi. “Sebagai pengusaha, sayasenang siapapun yang terpilih. Pengusaha harusnetral,” kata pria 58 tahun ini. Pengusaha listrik yangjuga alumni Jerman ini mengaku tidak terlibat denganurusan pilkada. “Nggak ada urusan,” katanya singkatsembari tertawa. Meski kemudian, ia menjawabbeberapa pertanyaan saya, namun banyakketerangannya yang diminta off the record.

***Menurut Didik Supriyanto, mantan anggota Panitia

Pengawas Pemilu, undang-undang yang ada lemahmengatur praktek dan saksi money politics. Berdasarkanaktor dan wilayah operasinya, mantan aktivis mahasiswaini membagi politik uang dalam empat kelompok. Pertama,transaksi antara elit ekonomi (pemilik uang) denganpasangan calon yang akan menjadi pengambilkebijakan/keputusan politik pasca pilkada. Kedua,transaksi antara pasangan calon dengan partai politikyang mempunyai hak untuk mencalonkan. Ketiga,transaksi antara pasangan calon dan tim kampanyedengan penyelenggara pilkada yang berwenangmenghitung perolehan suara. Dan kategori keempat,adalah transaksi antara calon dan tim kampanye dengan

Page 49: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

49

REPORTASE edisi 04 November 2007massa pemilih (pembelian suara/political buying).

Undang-undang sudah menentukan aturanpenggalangan dana kampanye pilkada, baik yangberasal dari perorangan maupun perusahaan swasta.Pasal 83 Ayat (3) UU Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah hanya mengatur pembatasansumbangan dana kampanye perseorangan maksimalRp 50 juta dan perusahaan swasta maksimal Rp 350juta. Pula melarang pasangan calon dan tim kampanyeuntuk menerima dana dari pihak asing, penyumbangyang tak jelas identitasnya dan BUMN/BUMD [Pasal85 ayat (1) UU 32/2004].

Hubungan antara pasangan Foke – Prijantodengan Djan Faridz, menurut alumnus UniversitasGajah Mada tersebut, termasuk kategori pertama.Hubungan tersebut bisa ‘digelapkan’ karena adabanyak celah untuk mengakali aturan tersebut. Danpartai politik atau pasangan calonsudah kerap melakukannya.

Transaksi ekonomi pengusahadan pejabat ini ‘mulus’ karena partaipolitik yang mencalonkan danpasangan calon tidak dikenaipembatasan sumbangan danakampanye. Sumbangan-sumbangandari pihak lain bisa disalurkan lewatkedua pihak tersebut. “Ketentuanpembatasan dana kampanye jugamudah diakali. Denganmengatasnamakan sumbangankepada orang/perusahaan lainsehingga perorangan/perusahaantetap bisa menyumbang lebih banyakdari batas maksimal,” jelas Didik yangkini menjabat Wakil Pemimpin Redaksiportal Detik.Com.

Sedangkan mengenai uangtanda jadi pencalonan, danapenggerakkan mesin partai, atau

dana operasional kampanye, semuanya berasal darisetoran para calon dan tim kampanye kepada partaiatau gabungan partai yang mencalonkan. Para politisimenyebut soal ini adalah urusan internal dan bagiandari ongkos politik, bukan politik uang. UU Nomor 32Tahun 2004 sama sakali tidak memuat ketentuan untukmenjerat transaksi tersebut. “Sejak dulu, partai-partaimemang tidak mau diatur dalam soal dana,” jelasDidik.

Kolusi macam ini amat berbahaya. Pola hubungansegitiga pengusaha – partai politik – pejabat publikakan menghasilkan shadow government .“Pemerintahan yang sebenarnya dikontrol olehpengusaha. Terutama yang berperan memberi danapencalonan,” kata Didik. Dan itulah motif sebenarnyakenapa pengusaha mau terlibat politik.

Page 50: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

50

REPORTASE edisi 04 November 2007

Menggugat JanjiGubernur Jakarta

Fasilitas publik belum dirancang untuk semua warga.Para difabel merasa Jakarta bukan untuk mereka.

Agustinus Eko RaharjoWartawan Radio CVC

TIDAK mudah menjadi seorang penyandangcacat –atau lebih tepat disebut difabel (dari kata“people with different ability”) di tengah belantara

Jakarta. Mereka seperti jadi bagian yang terlupakandari deru mesin besar bernama Ibukota. Ketika wargalain terus melaju, para difabel di Jakarta berjuang untukbertahan dan menang dalam perjuangan hidupmereka masing-masing.

Ketidakadilan macam ini pantas digugat. Difabeladalah warga Jakarta juga. Apalagi Fauzi Bowo, sangGubernur Jakarta yang baru terpilih Agustus lalu,meneriakkan janji “Jakarta untuk Semua” saat diaberkampanye menuju kursi Jakarta Satu. Benarkahjanji itu bisa diwujudkan?

Jaka Anom Ahmad Yusuf, 31 tahun, adalah pekerjasebuah organisasi non-pemerintah yang sejak sebelastahun lalu mengalami gangguan retinitis pigmentosa,sehingga penglihatannya berkurang hingga 80persen. Dia lahir dan besar di Ibukota. Namun sampaisekarang dia merasa Jakarta belum benar-benarmemperhatikan kebutuhan warga seperti dirinya.

Tengoklah pengalaman Jaka, yang suatu pagi,Agustus lalu, hendak menuju Perpustakaan SULIT. Model tangga di halte bus way menyulitkan difabel

Page 51: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

51

REPORTASE edisi 04 November 2007Departemen Pendidikan Nasional di kawasanSudirman, Jakarta Pusat, dari rumahnya diRawamangun, Jakarta Timur. Untuk mengetahuibagaimana tidak ramahnya fasilitas publik di kota iniuntuk para difabel, saya menemani perjalanan Jakahari itu.

Sejak melangkah keluar rumah, pria yang lebihakrab disapa Jack ini, langsung mengeluarkan tongkatdengan panjang sekitar satu meter, yang biasadisebutnya “tongkat putih”. “Tongkat putih ini berfungsisebagai detektor, yang akan menunjukkan kepada sayamana titik aman untuk berpijak. Jadi, kalau saya akan

melangkah ke kiri, makatongkat ini harus saya ayunkanke kiri juga,” kata Jack.

Kesulitan pertama yangdihadapinya berkaitan denganstruktur jalan di kebanyakankampung Jakarta yang tidakrata. “Di jalan yang tidakmemiliki trotoar seperti ini, sayasering kehilangan arah karenatidak bisa mendeteksi di manaposisi saya,” kata Jack.

Bukan hanya arsitektur fisikbangunan-bangunan dipermukiman yang tak ramah.Perilaku penyedia jasa layananpublik pun kerap belummemberikan kenyamananuntuk para difabel. Jackmengaku merasakannya padasaat menunggu kendaraanumum. “Saat menunggu bis,sepertinya para kenekmenghindari penumpangseperti saya,” katanya. Tapi,ada yang lucu. “Begitu sayaberhasil naik, kebanyakan dari

mereka tak mau dibayar. Jadinya, seperti ada socialreward,” katanya sambil terbahak.

Para difabel tentu tidak menuntut perlakuan istimewaseperti itu. “Kami tak mau diperlakukan karena kasihan.Kami hanya ingin mendapat penghargaan sebagaibagian dari masyarakat, yang tidak berbeda denganorang-orang lain,” kata Jack.

Kesulitan utama kedua Jack hari itu, adalahbanyaknya jembatan penyeberangan yang tidakdidesain untuk membantu difabel. “Beberapa jembatanpenyeberangan di Jakarta digunakan sebagai tempatberdagang, sehingga mengganggu kenyamananorang lain,” urainya.

Tak hanya itu, hampir tidak ada lampu pengaturlalu-lintas di ibukota yang memberikan sinyal suarabagi kaum tunanetra. Sinyal itu penting agar merekatahu kapan saat menyeberang yang tepat. “Di Bandungdan beberapa kota lain di luar negeri, lampu pengaturlalu lintas dilengkapi lagu atau bunyi-bunyian lain.Sehingga kami tahu, kapan lampu berwarna merahatau hijau menyala,” paparnya.

***

Problem mengakses layanan publik juga dialamiHerman Wahidin, 30 tahun, seorang pengguna kursiroda yang mengalami spinal cord injury sejak dua tahunlalu. Manajer Sistem Informasi di Medikaloka HealthCare, sebuah klinik kesehatan swasta di kawasanKuningan ini, harus menggunakan mobil dan sopirpribadi sebagai sarana menuju tempat kerjanya diKuningan, Jakarta Selatan, dari rumahnya di kawasanGajah Mada, Jakarta Barat.

Karena berbagai kesulitan mendapat akseslayanan publik, Herman mengaku belum pernahmengecap layanan Trans Jakarta. “Ingin sih, tapibagaimana lagi? Ke trotoar aja susah, belum lagi kulturpenumpang angkutan umum di Jakarta yang seringberdesak-desakan untuk mendapat tempat duduk,”

Page 52: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

52

REPORTASE edisi 04 November 2007ungkapnya sambil mengangkat bahu.

Herman bermimpi Jakarta di bawah pemerintahanyang baru dapat bersikap lebih beradab terhadap kaumdifabel. Jika itu dipenuhi, para difabel dapat hidup mandiritanpa harus bergantung kepada orang lain. “Peraturanperundangan yang ada harus diterapkan secarakonsekuen. Kalau orang mau bangun gedung baru, harusdiperiksa benar apakah gedung itu sudah memenuhikelayakan bagi kelompok difabel juga. Begitupula untuklayanan angkutan umum,” katanya panjang lebar.

***Indonesia sebenarnya memiliki lebih dari sepuluh

peraturan perundang-undangan yang memberiperhatian khusus bagi para difabel di negara ini. Sebutsaja Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentangPenyandang Cacat dan Peraturan Pemerintah RINomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya PeningkatanKesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.Persoalannya, mengapa setumpuk peraturan itu tidakpernah diterapkan dengan sungguh-sungguh?

“Aturannya sudah lebih dari cukup, tapi aplikasinyabelum. Baik secara kuantitas, apalagi kualitas,” kata KetuaUmum Persatuan Penyandang Cacat Indonesia, Siswadikepada saya. Padahal, menurut Siswadi, jumlahpenduduk difabel di Indonesia tidaklah sedikit. Hanyasaja, ibarat gunung es, angka yang selama ini muncul,barulah permukaannya saja. “Departemen Sosialmemperkirakan rata-rata ada 3-11 persen pendudukdari sebuah wilayah yang merupakan difabel. KalauJakarta penduduknya 10 juta saja, artinya ada sekitar300 ribu orang di sini yang difabel,” katanya.

Jika pemerintah belum bisa diandalkan, bagaimanadengan para anggota parlemen? Ketika sayaberkunjung ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat diSenayan, Jakarta Pusat, para wakil rakyat ini mengakugelisah dengan fakta yang saya sodorkan. Sayategaskan kepada mereka bahwa berbagai fasilitas danlayanan umum di Indonesia belum mendukung mobilitas

para difabel di negeri ini.Pada rapat dengar pendapat umum dengan

belasan organisasi difabel, Juni lalu, Wakil Ketua KomisiSosial, Ahmad Farhan Hamid, menyatakan bahwaDPR mendukung peningkatan aksesibiltas bagi paradifabel. Program ini kelak harus meliputi perbaikanakses pada sektor pelayanan publik, seperti fasilitaskesehatan, pendidikan, dan tenaga kerja. “Kami jugamendukung penambahan anggaran untuk itu,” katalegislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional ini.

***

Sayangnya, saat saya mencoba mendesak apayang akan dilakukan Jakarta dalam waktu dekat untukmengatasi masalah ini, Gubernur baru Jakarta, FauziBowo, buru-buru mengaku tidak berani menjanjikanapa-apa. “Baru pada awal 2008, saya akanmemperketat perizinan bagi gedung-gedung yang barudibangun,” katanya. Dia berharap seluruh bangunan

FASILITAS. Kendaraan umum tidak memberi fasilitas untuk p

Page 53: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

53

REPORTASE edisi 04 November 2007di Jakarta akan mempunyai fasil itas untukmengakomodasi kepentingan difabel.

Okelah, kalau mempersiapkan seluruh kota untukramah pada difabel dirasakan sebagai program yangsulit, bagaimana dengan bus Transjakarta. Bagaimanakesiapan jalur khusus bus ini mengakomodasikepentingan para difabel? Ditanya seperti itu, Foke —begitu panggilan akrabnya— berkilah cepat. “Ente kiraitu ramp (plat khusus yang dipakai untuk jembatanpenyebarangan di busway, sehingga tidak ada undak-undakan anak tangga—) tidak mengakomodasikepentingan mereka?” katanya dengan nada tinggi.

Sayangnya, Foke juga tidak hafal berapa persenAnggaran Pembangunan dan Belanja Jakarta yangakan dia alokasikan untuk kepentingan para difabel diIbukota. “Kita sudah berusaha, tapi barangkali memangmasih ada kekurangan di sana-sini,” ujarnya lagi.

***

Gubernur Fauzi Bowo boleh saja sesumbar semuahalte busway telah dilengkapi dengan ramp. Namunkenyataannya tidak seindah itu. Saya memeriksa satudemi satu semua halte bus Transjakarta di ibukota.Tengok halte busway di Sawah Besar, Mangga Besar,Olimo, Pal Putih, Kuningan Madya Aini, Rawa Selatan,dan Utan Kayu. Di sana, jembatan penyeberangantidak dilengkapi ramp untuk para difabel, melainkanmasih berupa undak-undakan tangga model lama. Inijelas membuat keinginan pengguna kursi roda untukdapat sampai ke pintu masuk bus Transjakarta menjadimustahil.

Ada juga halte busway yang masih setengah-setengah, alias satu sisi menggunakan ramp,sedangkan sisi lain masih menggunakan tanggadengan undak-undakan beton. Tidak percaya?Lihat saja Halte Depkes, Karet Kuningan, GORSumantri, Setiabudi Utara, Cempaka Tengah, PasarCempaka Putih, Rumah Sakit Islam, dan PasarGenjing.

Bahkan halte bus Transjakarta di Harmoni,Jakarta Pusat, halte sentral untuk sejumlah jalurbusway, tidak sepenuhnya dilengkapi ramp untukpengguna kursi roda. Penderitaan para difabel diHarmoni tak berhenti sampai disana. Anggaplah,mereka lolos dari rintangan pertama, para penggunakursi roda tidak akan bisa melewati halanganberikutnya. Difabel berkursi roda tidak bisa memasukikoridor antara loket dan tempat pemberhentian bus,karena ada putaran pembatas yang akanmenghalangi kursi roda mereka lewat.

Sampai kapan para difabel Indonesia harusmenunggu untuk dapat hidup mandiri di kota yangsuper sibuk ini? Kapan Jakarta bisa ramah padadifabel? Jawabannya terpulang pada realisasi janjiGubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Fauzi Bowodan Prijanto. Jangan sampai Jack, Herman, Siswadidan kawan-kawannya, merasa Jakarta bukan untuksemua.

enyandang cacat

Page 54: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

54

REPORTASE edisi 04 November 2007

Profil PenulisYULIYANTILulusan Universitas

Negeri Jakarta jatuh cintapada dunia jurnalistik sejakmasih duduk di bangkukuliah, mengaku menjadiwartawan adalah mimpi-nya sejak bangku se-kolah menengah. Lahir diJakarta 12 juni 1977.Sebelum di VHR pernahmenjadi reporter dimajalah canting.

Ibu satu anak ini amattertarik meliput isu-isu sosial kemasyarakatan terutama yangmelibatkan upaya mengangkat kehidupan kaum miskin kota.Tempatnya bekerja sekarang, Radio Voice of Human Rights,memberinya banyak peluang untuk mewujudkankeberpihakannya itu. Dia mengaku mengikuti programfellowship investigasi Pilkada ini karena banyak sisi yangmenarik untuk di sampaikan pada khalayak, terutamaberkaitan realita dan kebijakan Daerah Khusus Ibukota yangmasih belum menyentuh masyarakat secara menyeluruh.

POERNOMO GONTHA RIDHODi antara teman-temannya,

Poernomo lebih akrab disapaEdo. Lulusan Fakultas IlmuSosial dan Polit ik jurusanHubungan InternasionalUniversitas Padjajaran inimemulai karir jurnalistiknya diMajalah Tempo. Kini, dia menjadiredaktur halaman di KoranTempo. Dia banyak meliput isu-isu politik dan hukum. Salah satupengalaman jurnalistiknya yangpaling berkesan adalah meliputdarurat sipil dan tsunami di Aceh.

Pertengahan 2007 lalu, Ayah satu anak ini sempat terbangke Selandia Baru mewakili Indonesia untuk sebuah mediaexchange program yang diadakan pemerintah Selandia Barubagi para jurnalis Asia.

RACH ALIDA BAHAWERESLahir di Sidoarjo, 21 Maret

1984, Rach Alida Bahaweresmengawali karir jurnalistiknyadengan menjadi freelancer diTabloid Wisata ‘Jatim News’.Lantas pada semester tujuh iamulai bergabung di MajalahMingguan GATRA sebagaikoresponden biro Surabaya, JawaTimur. Anak pertama dari duabersaudara ini mengaku tertarikmendalami dunia jurnalistik sejak duduk di bangku SLTA.Tak heran, ia lantas memilih untuk kuliah di Sekolah TinggiIlmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS). Saat duduk di bangku kuliah, ia pernah menjadiPemimpin Redaksi media Internal STIKOSA-AWS ‘Estudio’serta Redaktur Pelaksana ‘Acta Surya’. Ia juga pernahmenjabat sebagai Ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLM)dan Divisi Organisasi HImpunan Mahasiswa PenggemarFotografi (HIMMARFI)

Selain aktif menulis berita, Alida-nama panggilannya-menjadi pengurus Divisi Perempuan Aliansi JurnalisIndependen (AJI) Indonesia. Dia baru saja menyelesaikantugasnya sebagai Project Officer (PO) ‘Penghargaan AJI-UNICEF untuk Karya Jurnalistik Terbaik tentang Anak’. Terkaitfellowship PIlkada AJI Jakarta, Alida mendorong agar kegiatanini dilaksanakan dengan rutin. “Agar memaju wartawanmenghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas,” katanya.

RIKY FERDIANTOPria berkulit ”sawo

kematengan” ini lahir dari orangtua berdarah Minang di Jakarta27 tahun silam. Alumni FakultasFilsafat Universitas GadjahMada ini gemar membaca bukunovel, sosial dan kajian budaya.Semasa kuliah, ia sempat aktifdi berbagai organisasi ekstramaupun intra universiter.Ketertarikan dibidang jurnalistikmulai muncul ketika iabergabung di Badan Penerbitan Pers Mahasiswa, Balairung,UGM. Saking aktifnya, ia rela menelantarkan bangku kuliahyauntuk beberapa semester. Pengalaman itu jugalah yangmungkin mengantarkannya sebagai reporter diharian KoranTempo. Berbagai medan liputan telah ia alami, mulai dari liputanhukum, bisnis, hingga kriminal. Pengalaman jurnalistik palingberkesan ia alami ketika mewawancarai dugaan skandal

Page 55: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

55

REPORTASE edisi 04 November 2007

ISTIQOMATUL HAYATIRedaktur halaman Koran

Tempo ini sudah banyak makanasam garam investigasi jurnalistik.Dia pernah terbang ke Taiwanseorang diri selama sepekan untukmengikuti jejak perempuan-perempuan dari Tangerang,Banten, yang diperistri oleh priaTaiwan.

Pada pemilu 2004 lalu, ibu satuanak ini juga memenangkanfellowship dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) untukmelakukan investigasi Pilkada. Kerjakerasnya mengungkapkonglikong seputar pengadaan kertas suara berbuah manis.Sejumlah anggota KPU periode itu kini meringkuk di penjara.

MUSTAFA SILALAHIKetertarikannya pada dunia

jurnalistik dipicu oleh kegemaran-nya mengungkap fakta di balikcerita. Khususnya persoalan sosialpolitik di sekitarnya. Selain itu, priaberusia 28 tahun ini juga tak pernahsegan menghabiskan waktuberjam-jam untuk berbicara dengansumber-sumber beritanya, ber-usaha untuk menggali informasimenarik. Lulusan Ilmu Komuni-kasi Fakultas Ilmu Sosialdan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara ini bekerja diKoran Tempo sejak Desember 2005.

Pengalaman jurnalistiknya yang paling berkesan sejauhini adalah saat berjibaku menahan hujan dan dinginnya malamketika melakukan pengintaian rumah salah seorang calosenjata. Mantan aktifis kampus ini tertarik mengikuti programfellowship investigasi Pilkada Jakarta ini karena keinginannyamengungkap fakta betapa para kandidat menggunakan segalacara untuk menjadi pemenang.

ARIF KUSWARDONOWartawan Majalah Tempo ini

dua kali memenangkanpenghargaan ”Apresiasi JurnalisJakarta” untuk kategori jurnalis mediacetak terbaik pada 2006 dan 2007lalu. Selain itu, lulusan FakultasHukum Universitas Diponegoro,Semarang ini juga dua kalimemenangkan penghargaanAnugerah Adiwarta Sampoerna untukartikel politik terbaik se-Indonesia.

Arif memulai karir jurnalistiknya sebagai korespondenMajalah Forum Keadilan di Semarang, Jawa Tengah. Pada1998, dia pindah ke Jakarta dan bergabung dengan MajalahTempo yang terbit kembali pasca reformasi. Saat ditanyabagaimana kesannya terlibat dalam fellowship peliputaninvestigatif Pilkada Jakarta, dia hanya berujar pendek, ”Sayabelum puas membaca karya saya sendiri.”

DADAN M. RAMDANPria berambut gondrong ini adalah salah satu wartawan

andalan koran Monitor Depok. Di koran itu, dia menjadi salahsatu redaktur halaman. Dadan tertarik mengikuti programfellowship investigasi Pilkada Jakarta ini setelah menjadi

AGUSTINUS EKO RAHARDJOPria 30 tahun ini lebih akrab

dipanggil Jojo. Dia lulusan ProgramStudi Ilmu Komunikasi Fakultas IlmuSosial dan Ilmu Politik UniversitasAirlangga, Surabaya. Pertama kalimengenal dunia jurnalisme delapantahun lalu saat menjadi reporter RadioSalvatore (kini Radio SonoraSurabaya) pada 1999 silam, saatmasih duduk di bangku kuliah.

Jojo sempat menjadi kores-ponden Tempo di Surabaya, sebelum pindah ke Jakarta danbekerja sebagai reporter Radio CVC Australia. Sejak awalmenjadi wartawan, pria yang baru saja menjadi ayah ini,sudah tertarik pada tema-tema human interest.Pengalamannya meliput bencana tsunami di Aceh, 2004lalu, amat berbekas.

permainan uang Menteri Riset dan Teknologi, KusmayantoKadiman. Saat ini ia tercatat sebagai anggota aktif di AliansiJurnalis Independen Jakarta.

peserta training jurnalistik yangjuga diadakan AJI, Juli lalu diWisma Makara UI Depok.

Lulusan Fakultas IlmuKomunikasi, Universitas IslamBandung ini menjadi wartawansejak empat tahun lalu. Karirnyadimulai dengan menjadi reportersosial budaya untuk MajalahCleopatra di Bandung, Jawa Barat.

Page 56: Reportase - Jurnal Laporan Investigasi Edisi 04, November 2007

56

REPORTASE edisi 04 November 2007