refrat_apprevisi med

17
BAB I Pendahuluan Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendiks atau Appendisitis akut menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan dan dapat mengenai semua kelompok usia. 1 Di Amerika Serikat appendisitis terdapat sekitar 250.000 kasus tiap tahun. Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun 2 Pada 1521 Berengario Da Capri dan tahun 1543 Andreas Vesalius menerbitkan gambar mengakui appendiks. Appendectomy pertama yang diketahui dilakukan pada tahun 1736 oleh Claudius Amyand di London. Dia mengoperasi seorang anak usia 11 tahun dengan hernia skrotalis dan fistula feces. Dalam kantung hernia, Amyand menemukan appendiks yang telah perforasi dan dikelilingi oleh omentum. Appendiks dan omentum anak ini diamputasi dan kondisi pasien habis membaik dalam sebulan. Pada tahun 1889, Charles McBurney menerbitkan makalah di New York State Medical Journal menjelaskan indikasi untuk laparotomi untuk pengobatan appedicitis. 1 1

Upload: yetty-mustica

Post on 15-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

medicine

TRANSCRIPT

Page 1: refrat_apprevisi med

BAB I

Pendahuluan

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada Appendix vermicularis. Appendiks merupakan organ tubular yang terletak pada pangkal usus besar yang

berada di perut kanan bawah dan organ ini mensekresikan IgA namun seringkali

menimbulkan masalah bagi kesehatan. Peradangan akut Appendiks atau Appendisitis akut menyebabkan komplikasi yang berbahaya apabila tidak segera dilakukan tindakan bedah. Appendisitis merupakan kasus bedah akut abdomen yang paling sering ditemukan dan dapat mengenai semua kelompok usia.1

Di Amerika Serikat appendisitis terdapat sekitar 250.000 kasus tiap tahun. Insidensi Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun. Insidens tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun2

Pada 1521 Berengario Da Capri dan tahun 1543 Andreas Vesalius menerbitkan gambar mengakui appendiks. Appendectomy pertama yang diketahui dilakukan pada tahun 1736 oleh Claudius Amyand di London. Dia mengoperasi seorang anak usia 11 tahun dengan hernia skrotalis dan fistula feces. Dalam kantung hernia, Amyand menemukan appendiks yang telah perforasi dan dikelilingi oleh omentum. Appendiks dan omentum anak ini diamputasi dan kondisi pasien habis membaik dalam sebulan. Pada tahun 1889, Charles McBurney menerbitkan makalah di New York State Medical Journal menjelaskan indikasi untuk laparotomi untuk pengobatan appedicitis.1

1

Page 2: refrat_apprevisi med

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Embriologi dan Anatomi

Appendiks dan sekum mulai muncul pada minggu ke-6 usia kandungan. Appendiks berasal dari caudal midgut. Pada minggu ke-8 dari perkembangan appendiks mulai memanjang pada bulan ke-5 usia kandungan dan membentuk seperti vermiform.3

Appendiks mempertahankan posisinya di ujung sekum selama usia kandungan. Karena posisi dinding lateral sekum yang berbeda-beda menyebabkan appendiks dapat tumbuh dengan posisi yang berbeda-beda. Ujung apendiks dapat terletak di kuadran kanan bawah perut, pelvis atau retroperitoneum4

Appendiks merupakan organ berbentuk vermiform, panjangnya kira-kira 6-9cm, dan berpangkal di caecum. Diameter luar appendiks bervariasi sekitar 3-8mm dan diameter luminal sekitar 1-3mm. Perdarahan appendiks berasal dari cabang arteri apendikularis yang bersumber arteri ileokolika. Kelenjar getah bening dari appendiks mengalir sepanjang arteri ileokolika. Persarafan simpatis yang berasal dari pleksus mesenterika superior (T10-L1) dan aferen parasimpatis berasal dari nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterica superior dan arteri apendikular. 1,4

Figure 1- Lokasi Appendiks

2

Page 3: refrat_apprevisi med

2.1.1 Variasi Posisi anatomis

Sir Frederich Treaves menjelaskan letaknya posisi appendiks. Treaves menganggap sekum seperti sebuah jam dan appendiks sebagai jarum jam. Oleh karena itu, posisi appendiks dijelaskan seperti: 5,6

Arah jam 11 atau posisi parakolik/parasekum. Appendiks diarahkan ke atas dan terletak pada sisi kanan sekum. Dalam posisi ini, appendiks bahkan terletak di depan ginjal kanan. Dengan posisi seperti ini, appendiks dapat mengiritasi ureter sehingga dapat terdeteksi dalam urinalisis dan memiliki gejela seperti pielonefritis.

Arah jam 12 atau posisi retrosekum. Appendiks terletak di belakang sekum dan mungkin bisa letak intraperitoneal.

Arah jam 2 atau posisi splenic. Appendiks terletak menghadap limpa dan mungkin terletak di depan ileum terminal (pre - ileum) atau di belakang ileum terminal (post - ileum).

Arah jam 3 atau posisi promonteric. Appendiks diarahkan melintang ke medial dan mengarah pada sakral

Arah jam 4 atau posisi pelvis. Appendiks mengantung di pinggiran pelvis. Posisi ini penting secara klinis karena ujung appendiks dalam posisi ini dapat mengirritasi otot psoas sehingga dapat memberikan hasil positive dari “Psoas Test”

Arah jam 6 atau posisi midinguinal. Appendiks melewati inferior terhadap titik tengah ligamen inguinal. Dalam posisi ini, appendiks terletak di fossa iliaka dan terpisah dari otot iliacus. Dalam posisi ini appendiks dapat mengiritasi otot ilacus dan memberikan gambaran nyeri saat pinggul kanan dilipat ( Obrutaror sign positive )

3

Page 4: refrat_apprevisi med

2.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat appendisitis terdapat sekitar 250.000 kasus tiap tahun. Appendisitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 3:22

Insidens Appendisitis akut di negara maju lebih tinggi daripada di negara berkembang, tetapi beberapa tahun terakhir angka kejadiannya menurun. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya konsumsi makanan berserat dalam menu sehari-hari. Appendisitis dapat ditemukan pada semua umur dan insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun1,2

2.3 Etiologi

Appendisitis disebabkan karena adanya sumbatan pada lumen appendiks sehingga terjadi kongesti vaskuler, iskemik, nekrosis dan mengakibatkan terjadinya infeksi. Appendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri (Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Bacteroides fragilis, Lactobacillus species). Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendisitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi Hiperplasia folikel lymphoid, carcinoid atau tumor lainnya, benda asing atau kadang parasit (contoh E. histolytica).7

2.4 Patofisiologi/ pathogenesis

Appendisitis terjadi karena adanya obstruksi yang kemudian akan menimbulkan gejala dalam waktu 24-36jam setelah obstruksi, kemudian diikuti dengan pembentukkan abses dalam waktu 2-3 hari. Appendisitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecolith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecolith yang kemudian diikuti oleh proses peradangan. Obstruksi proksimal lumen appendiks menciptakan obstruksi closed-loop. Karena adanya sekresi yang terus menerus dikeluarkan oleh mukosa appendiks menyebabkan terjadinya distensi pada appendiks. Distensi appendiks merangsang saraf aferen visceral sehingga memberikan gejala sakit yang tidak jelas dan tumpul pada mid- abdomen.1

Distensi terus meningkat karena adanya sekresi pada mukosa appendiks dan berkumpulnya bakteri-bakteri yang berasal dari usus itu sendiri yang kemudian akan menghasilkan gejala refluks mual, muntah dan nyeri visceral. Ketika tekanan lumen lebih tinggi dari tekanan vena, kapiler dan venula menjadi

Figure 2- Posisi Appendiks Bervariasi

4

Page 5: refrat_apprevisi med

tersumbat tetapi aliran arteri terus berjalan. Hal ini menyebabkan pembengkakan dan kemacetan vaskular. Peradangan melibatkan serosa appendiks menyebabkan gejala nyeri parietal peritoneal (dirasakan di kuadran kanan bawah). Mukosa rentan terhadap gangguan aliran darah, yang kompromi integritas dinding mukosa pada gilirannya, kemudian invasi bakteri terjadi. Daerah dengan suplai darah yang paling rendah akan lebih parah, yang mengarah ke infark ellipsoid di perbatasan antimesenterik (gangren).1

Infark ini menyebabkan perforasi melalui perbatasan distal antimesenterik ke obstruksi (Ujung appendiks). Bakteri dan nanah (suppurasi) keluar melalui dinding yang mati. Jika proses inflamasi tidak terkontrol, nanah akan menyebar ke sistem portal (pylephlebitis) yang mengarah ke hati menyebabkan beberapa abses hepar. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietal sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendisitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum.1,8

Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien merespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu >38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena kemampuan untuk walling off dari infeksi intra-abdomen belum berkembang karena omentum lebih pendek. Remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abses yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik. Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.8

2.5 Gejala klinis

Nyeri merupakan gejala yang pertama kali muncul. Seringkali dirasakan sebagai nyeri tumpul pada perut kanan bawah dalam waktu 1-6 jam.1 Variasi lokasi anatomis appendiks dapat mengubah gejala nyeri yang terjadi. Pada anak-anak dengan letak appendiks yang retrocecal atau pelvis, nyeri dapat mulai terjadi di kuadran kanan bawah (RLQ) tanpa diawali nyeri pada periumbilikus. Nyeri pada flank, nyeri punggung, dan nyeri alih pada testis juga merupakan gejala yang umum pada anak dengan appendisitis retrocecal atau pelvis. Jika inflamasi dari appendiks terjadi di dekat ureter atau bladder, gejala dapat berupa nyeri saat BAK atau perasaan tidak nyaman pada saat menahan BAK dan distensi kandung kemih.5

5

Page 6: refrat_apprevisi med

Gejala gastrointestinal tract (GIT) mual/muntah dan anorexia biasanya terjadi dalam beberapa jam setelah onset terjadinya nyeri. Muntah biasanya ringan dan diare dapat terjadi akibat infeksi sekunder dan iritasi pada ileum terminalis atau sekum. Gejala gastrointestinal tract (GIT) yang berat yang terjadi sebelum onset nyeri biasanya mengindikasikan diagnosis selain appendisitis. Meskipun demikian, keluhan GIT ringan seperti indigesti atau perubahan Buang air besar (BAB) dapat terjadi pada anak-anak dengan appendisitis.1,8

Pada appendisitis tanpa komplikasi biasanya demam ringan (37,5 -

38,50C). Jika suhu tubuh diatas 38,60C, menandakan terjadi perforasi. Anak dengan appendisitis kadang-kadang berjalan pincang pada kaki kanan. Karena saat bergerak karena adanya tekanan pada paha kanan akan menekan sekum hingga isi sekum berkurang atau kosong. Bising usus dapat menurun atau menghilang1,8

2.6 Pemeriksaan fisik dan diagnosisKeadaan umum pasien compos mentis, tetapi tampak sakit sedang. Pasien dengan appendisitis biasanya bergerak lebih lambat dan lebih memilih untuk tiduran terlentang, ini disebabkan karena iritasi peritoneal. Perubahan tanda-tanda vital yang signifikan menunjukkan bahwa ada komplikasi yang telah terjadi.1

Dari pemeriksaan Head to Toe, Kepala-Thoraks dan extremitas tampak normal. Pada rectal touche di dapat nyeri pada arah jam 10-11 bisa di rasakan bila appendiks dengan letak retrosekal. Pada pemeriksaan abdomen:1,8

Inspeksi : Tidak ada perubahan warna dan gerakan usus tidak terlihat.

Auscultasi : Bising Usus ada dan dapat normal atau menurun. Perkusi : Timpani pada seluruh regio, tetapi bila sudah terjadi

appendicular mass ditemukan adanya bunyi redup pada regio kanan bawah perut. Batas paru-hepar normal.

Palpasi : Terdapat nyeri tekan pada regio kanan bawah perut dan tanda-tanda appendisitis positif.

Pada Appendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga dapat ditemukan distensi perut. Secara klinis, dikenal beberapa manuver diagnostik seperti : 1,7,9

McBurney Sign: nyeri tekan pada titik McBurney yang berada di 1/3 medial dari illiac fossa kanan menuju umbilical

Figure 3- Titik McBurney

6

Page 7: refrat_apprevisi med

Bloomberg’s sign/ rebound tenderness: Palpasi pada kuadran kiri bawah (LLQ) kemudian dilepaskan tiba-tiba, pasien merasa adanya nyeri lepas pada quadran kanan bawah

Rovsing’s sign:Diberikan tekanan pada quadran kiri bawah dan menghasilkan nyeri pada quadran kanan bawah

7

Page 8: refrat_apprevisi med

Psoas sign: Dilakukan dengan posisi pasien berbaring pada sisi sebelah kiri sendi pangkal kanan diekstensikan. Nyeri pada cara ini menggambarkan iritasi pada otot psoas kanan dan indikasi iritasi retrocaecal dan retroperitoneal dari phlegmon atau abscess. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot psoas pada saat dilakukan manuver ini. Cara lain psoas test di tandakan bila pasien tidak bisa meluruskan kaki kananFigure 5- Psoas Sign

Obturator sign:

dilakukan dengan posisi pasien terlentang, kemudian gerakan endorotasi tungkai kanan dari lateral ke medial. Nyeri pada cara ini menunjukkan peradangan pada M. obturatorius di rongga pelvis. Perlu diketahui bahwa masing-masing tanda ini untuk menegakkan lokasi Appendix yang telah mengalami radang atau perforasi. Dasar anatomis terjadinya psoas sign adalah appendiks yang terinflamasi yang terletak retroperitoneal akan kontak dengan otot obturator internus pada saat dilakukan manuver ini

Figure 4- Rovsing's Sign

Figure 6- Obturator Sign

8

Page 9: refrat_apprevisi med

Dunphy sign (cough test): nyeri ketika batuk yang terasa di perut kanan bawah

Semua penderita dengan suspek Appendisitis akut dibuat skor Alvarado dan diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: skor <6 dan >6. Selanjutnya dilakukan Appendectomy, setelah operasi dilakukan pemeriksaan PA terhadap jaringan Appendix dan hasilnya diklasifikasikan menjadi 2 kelompok yaitu: radang akut dan bukan radang akut. Appendicitis Inflammatory Response Skor menyerupai Alvarado skor tetapi menggunakan variabel yang lebih bergradasi dan termasuk C-Reactif Protein.1

2.7 Pemeriksaan PenunjangLaboratorium1,8

Leukositosis ringan sering hadir pada pasien dengan akut, tidak rumit usus buntu dan biasanya disertai dengan keunggulan polimorfonuklear. Jumlah leukosit > 10.000 sel/mm3. Hitungan di atas tingkat ini meningkatkan kemungkinan apendiks perforasi dengan atau tanpa abses. Peningkatan protein C-reaktif (CRP) konsentrasi adalah indikator dari appendisitis akut, terutama untuk appendiks yang sudah komplikasi (tetapi tidak spesifik terhadap peradangan appendiks sendiri). Jumlah sel darah putih dapat menjadi rendah karena limfopenia atau reaksi septik, tapi dalam situasi ini, proporsi neutrofil biasanya sangat tinggi. Peningkatan persentase jumlah neutrofil (shift to the left) dengan jumlah normal leukosit menunjang diagnosis klinis appendisitis. Jumlah leukosit yang normal jarang ditemukan pada pasien dengan appendisitis. Pemeriksaan urinalisis membantu untuk membedakan appendisitis dengan pyelonephritis atau batu ginjal. Meskipun demikian, hematuria ringan dan pyuria dapat terjadi jika inflamasi appendiks terjadi di dekat ureter.

Ultrasonografi (USG)1,8

Table 1- Alvarado Skor dan Appendicitis Inflammatory Response Skor

9

Page 10: refrat_apprevisi med

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendisitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendisitis akut adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix.False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix.

CT-Scan7

CT scan merupakan pemeriksaan yang dapat digunakan untuk mendiagnosis appendisitis akut jika diagnosisnya tidak jelas.sensitifitas dan spesifisitasnya kira-kira 95-98%. Pasien-pasien yang obesitas, presentasi klinis tidak jelas, dan curiga adanya abscess, maka CT-scan dapat digunakan sebagai pilihan test diagnostik. Diagnosis appendisitis dengan CT-scan ditegakkan jika appendix dilatasi lebih dari 5-7 mm pada diameternya. Dinding pada appendix yang terinfeksi akan mengecil sehingga memberi gambaran “halo”.

2.8 Diagnosis Banding

Pasien Pediatric1

Adenitis Mesenterika akut adalah penyakit yang paling sering diragukan dengan apendisitis akut pada anak-anak. Hampir selalu, infeksi saluran pernapasan atas hadir. Rasa sakit biasanya menyebar, dan nyeri ini tidak tajam dan terlokalisasi seperti pada appendisitis. Limfadenopati generalis dapat di temukan. Prosedur laboratorium membantu dalam mencapai diagnosis yang benar, limfositosis relatif menunjukkan adenitis mesenterika. Observasi selama beberapa jam bisa membantu diagnosis adenitis mesenterika, karena merupakan penyakit self-limiting. Peneybab adenitis mesenterika yang paling sering di temukan pada anak adalah karena Demam berdarah (dengue hemorrahgic fever).

Pasien Usia Lanjut1

Figure 7- CT Scan, panah menunjuk peradangan Appendiks

10

Page 11: refrat_apprevisi med

Diverticulitis atau perforasi Carcinoma sekum atau sebagian dari sigmoid yang menutupi perut kanan bawah mirip dengan appendisitis, dan harus dipertimbangkan, terutama pada pasien usia lanjut. CT scan, Colonoscopy atau barium enema bisa membantu dalam membuat diagnosis pada pasien usia dengan nyeri kuadran kanan bawah (RLQ) dan presentasi klinis yang atipikal.

Pasien wanita usia muda1

Diagnosis banding appendisitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti pelvic inflammatory disease (PID), kista ovarium, dan infeksi saluran kencing. Pada PID, nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah. Pada kista ovarium, nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi.

Pasien Immunosuppresent (HIV)1,10

Insiden apendisitis akut pada pasien yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) dilaporkan 0,5%. Ini lebih tinggi dari 0,1% menjadi 0,2% kejadian dilaporkan untuk population umum. Presentasi apendisitis akut pada pasien yang terinfeksi HIV mirip dengan yang pada pasien yang tidak terinfeksi. Mayoritas pasien HIV dengan appendisitis mengalami demam, nyeri periumbilical yang menjalar ke Right Lower Quadrant (RLQ) (91%), dan rebound tenderness pada RLQ (74%). Pasien terinfeksi HIV tidak menampakkan suatu leukositosis mutlak; Namun, jika jumlah leukosit dasar tersedia, hampir semua pasien terinfeksi HIV dengan appendisitia menunjukkan relatif leukocytosis. Risiko ruptur apendiks tampaknya meningkat di pasien yang terinfeksi HIV. Peningkatan risiko ruptur apendiks mungkin terkait dengan keterlambatan dalam presentasi terlihat pada populasi pasien HIV. Sebuah jumlah CD4 yang rendah juga berkaitan dengan peningkatan insiden ruptur appendix. Enterocolitis neutropenia (typhlitis) juga harus dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial nyeri kuadran kanan bawah pada pasien yang terinfeksi HIV.

2.9 PenatalaksanaanUntuk pasien yang dicurigai Appendisitis pasien di puasakan dan di

berikan analgetik jika diperlukan untuk mengurangi gejala. Diagnosis banding bisa di singkiran dengan anamenesis, pemerikasaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Antibiotik di berikan secara IV pada pasien dengan gejala sepsis dan yang membutuhkan Laparotomy. Setelah rujuk ke dokter spesialis bedah Antibiotik preoperative/ profilaksis diberikan menurunkan terjadinya infeksi post opersi. Antibiotik broadspectrum dan antibiotik untuk gram negative dan anaerob diberikan. Biasanya digunakan antibiotik kombinasi, seperti Cefotaxime dan Clindamycin, atau Cefepime dan Metronidazole. Kombinasi ini dipilih karena frekuensi bakteri yang terlibat, termasuk Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterococcus, Streptococcus viridans, Klebsiella, dan Bacteroides.

Teknik operasi Appendectomy1

Open Appendectomy yaitu abdomen di buka dengan insisi dan appendiks di amputasi.

11

Page 12: refrat_apprevisi med

Laparoscopic Appendectomy yaitu dengan cara alat laparoscopic dan appendiks di amputasi lalui port yang di masukan ke rongga abdomen.

2.10 Komplikasi Appendisitis1. Massa Appendikular11

Massa appendikular merupakan massa inflamasi yang terdiri dari omentum, usus halus, sekum dan terkadang kolon sigmoid dikarenakan adanya Walling off dari appendiks meradang. Kehadiran massa dapat dikonfirmasi pada USG atau CT-Scan. Pengobatan awal dengan pemberian antibiotik broad-spectrum secara IV. Karena appendisitis dapat kembali berulang, sebaiknya dilakukan appendektomi. Operasi selama fase appendisitis akut dengan massa memiliki resiko tinggi karena dapat terjadi edema dan kerapuhan struktur ileum terminal dan appendiks. Ochsner-Sherren Regime menjadi pengobatan standar untuk massa apendiks. Cairan tidak diberikan melalui mulut dalam waktu 24-48 jam awal saat pasien mendapat cairan intravena, antibiotik intravena diberikan dan tanda-tanda vital serta sebagai pengukuran ukuran massa. Jika keadaan umum pasien membaik, ukuran massa mengurangi dan demam dan anoreksia mereda, pasien biasanya diperbolehkan cairan secara oral dan kemudian makanan. Setelah 6 minggu operasi appendiks interval dilakukan. Jika kondisi pasien memburuk, ukuran massa meningkat, denyut nadi meningkat atau peritonitis umum berkembang atau pasien menjadi septic maka manajemen konservatif dibatasi dan pasien dipertimbangkan untuk operasi.

2. Abses apendiks11

Pasien dengan abses apendiks memiliki massa yang nyeri dengan mengayunkan demam, takikardia, dan leukositosis. Abses paling sering terletak di aspek lateral dari fosa iliaka kanan tetapi mungkin bisa berada di panggul; rectal touche berguna untuk mengidentifikasi koleksi abses di panggul. Abses dapat ditunjukkan dengan ultrasonografi atau CT scan.

12

Page 13: refrat_apprevisi med

BAB III

Daftar Pustaka1) Schwartz, Seymour I. Principles of Surgery. New York: McGraw-Hill, Health

Professions Division, 1999. Print2) Addiss, D. G., N. Shaffer, and B. S. Fowler. "The Epidemiology of Appendisitis

and Appendectomy in the United States." American Journal of Epidimiology 132.5 (1990): 910-25 [Accessed: 19 May 2015]

3) Sadler, T. W., and Jan Langman. Langman's Medical Embryology. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2010. Print

4) Tortora, Gerard J., and Sandra Reynolds. Grabowski. Principles of Anatomy and Physiology. New York: Wiley, 2003. Print

5) Collins DC (1932). The Length and Position of the Vermiform Appendix: A Study of 4,680 Specimens. Annals of Surgery, 96(6):1044-8

6) Harrison, S and Benziger, H (2012). Diagnostic Challenges in Acute Appendisitis, Appendisitis - A Collection of Essays from Around the World, Dr. Anthony Lander (Ed.), InTech, Available from: http://www.intechopen.com/books/appendisitis-a-collection-of-essays-from-around-theworld/diagnostic-challenges-in-acute-appendisitis [Accessed: 22 May 2015]

7) Shogilev D., Duus N., Odom S., Shapiro N. Diagnosing appendisitis: evidence-based review of the diagnostic approach in 2014. West J Emerg Med. 2014 Nov;15 (7):859–871

8) Mishra, Nitin, Matthew S. Kaufman, Latha G. Stead, and S. Matthew Stead. First Aid for the Surgery Clerkship. 2nd ed. New York: McGraw Hill, 2009. Print

9) Humes DJ, Simpson J. Acute appendicitis. BMJ. 2006;333(7567):530–4. Available: http://dx.doi.org/10.1136/bmj.38940.664363 [Accessed: 20 May 2015]

13

Page 14: refrat_apprevisi med

10)Flum DR, Steinberg SD, Sarkis AY, Wallack MK. Appendicitis in patients with acquired immunodeficiency syndrome. Journal of American College of Surgery. 1997;184:481-486

11)Blomqvist PG, Andersson RE, Granath F, Lambe MP, Ekbom AR. Mortality after appendectomy in Sweden, 1987-1996. Ann Surg 2001;233:455- 60

14