adenotonsiltis med

35
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Adenotonsililtis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatine dan adenoid. Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cicin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut, yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/ gerlanch’s tonsil). Hipertrofi dari tonsil dapat menyebabkan tidur ngorok, nafas melalui mulut, gangguan tidur, sleep apne syndrome, selama pasien berhenti bernafas dan pasokan oksigen dalam darah berkurang, tonsilektomi bisa menjadi pengobatan. Sampai saat ini penderita adenotosilitis kronis masih banyak memberikan dampak berupa infeksi yang berulang sebesar 60%. Selain itu pada adenotonsilitis kronis terjadi gejala obstruksi jalan napas atas (Paradise et al, 2003), yang sering terjadi pada malam hari (Onal et al, 1986; Spabis, 1994; Lamberg, 2001). 1

Upload: asiah-abdillah

Post on 03-Oct-2015

47 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

THT

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakangAdenotonsililtis kronis adalah radang kronis pada tonsila palatine dan adenoid. Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatine yang merupakan bagian dari cicin waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat didalam rongga mulut, yaitu : tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba eustachius (lateral band dinding faring/ gerlanchs tonsil). Hipertrofi dari tonsil dapat menyebabkan tidur ngorok, nafas melalui mulut, gangguan tidur, sleep apne syndrome, selama pasien berhenti bernafas dan pasokan oksigen dalam darah berkurang, tonsilektomi bisa menjadi pengobatan.Sampai saat ini penderita adenotosilitis kronis masih banyak memberikan dampak berupa infeksi yang berulang sebesar 60%. Selain itu pada adenotonsilitis kronis terjadi gejala obstruksi jalan napas atas (Paradise et al, 2003), yang sering terjadi pada malam hari (Onal et al, 1986; Spabis, 1994; Lamberg, 2001).B. TujuanTujuan penulisan laporan ini dimaksudkan untuk membahas mengenai definisi, klasifikasi, patogenesis, patofisiologi, manifestasi klinis, penegakan diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, prognosis dan penatalaksanaan syok dan penilaian GCS.

TINJAUAN PUSTAKA

I.I. Adenoid Adenoid adalah masa yang terdiri dari jaringan limfoid yang terletak pada dinding posterior nasofaring diatas batas palatum mole, termasuk kedalam rangkaian cincin waldeyer. Adenoid terletak postero-superior dindining nasofaring diantara basis tengkorak dan dinding belakang nasofaring pada garis media. Permukaan bebasnya dilapisi epitel pseudo kompleks kolumner bersilia, permukaan dalamnya tidak berkapsul. Permukaan bebasnya mempunya cela-celah (kripte) yang dangkal seperti lekukan.Secara fisiologik adenoid merupakan jaringan limfoid yang pada keadaan normal berperasn membantu system imunitas tetapi bila telah terjadi infeksi kronis maka akan terjadi pengikisan dan fibrosis dari jaringan limfoid. Pada penyembuhan jaringan limfoid tersebut akan diganti oleh jaringan parut yang tidak berguna. Biasanya jaringan limfoid ini membesar pada anak usia 3 tahun dan kemudian akan mengecil dan hilang sama sekali pada usia 14 tahun.

I.II. TonsilTonsil merupakan jaringan limfoid yang terletak di fosa tonsilaris pada kanan kiri orofaring. Batas fosa tonsilaris adalah bagian depan plika anterior yang dibentuk oleh otot-otot palatoglosus dan bagian belakang plika posterior yang dibentuk oleh palatofaringeus, terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatine dan tonsil lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldayer.Fungsi tonsil yang sesungguhnya belum jelas diketahui tetapi ada beberapa teori yang dapat diterima antara lain : Membentuk zat-zat anti dalam sel plasma pada waktu terjadi reaksi seluler. Mengadakan limfositosis dan limfositiolisis.

Gambar 1. Rongga Mulut dan Tonsil Gambar 2. Cincin Waldeyer

I.III. Adenotonsilitis kronis DefinisiAdenotonsilitis kronis adalah infeksi yang menetap atau berulang dari tonsil dan adenoid. Definisi adenotonsilitis kronis yang berulang terdapat pada pasien dengan infeksi 6x atau lebih per tahun. Ciri khas dari adenotonsilitis kronis adalah kegagalan dari terapi dengan antibiotik.

Epidemiologi Radang kronik pada adenoid (tonsila nasofaringea) dan tonsil (tonsila palatina) masih menjadi problem kesehatan dunia. Di Amerika Serikat prevalensi adenoiditis / tonsilitis kronik pada tahun 1995 adalah sebesar 7 per 1000 penduduk atau 0,7%, di Norwegia 11,7 % anak mengalami tonsilitis rekuren, dimana sebagian besar merupakan tonsilitis kronik yang mengalami eksaserbasi, di Turki tonsilitis rekuren ditemukan pada 12,1 % anak. Sementara itu di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung pada periode April 1997 sampai Maret 1998 didapatkan 1024 (6,75%) pasien tonsilitis kronik dari seluruh kunjungan. Tonsilitis kronik pada anak hampir selalu terjadi bersama adenoiditis kronik, karena adenoid dan tonsil merupakan jaringan limfoid yang saling berhubungan membentuk suatu cincin yang dikenal dengan waldeyer ring. ATK cukup sering terjadi, terutama pada kelompok usia anak antara 5 sampai 10 tahun.

EtiologiPenyebab tersering pada adenotonsilitis kronis adalah bakteri Streptococcus hemolotikus , Pneumokokus, Strepto Kokus Viridan dan Streptokokus Piogenes, selain karena bakteri tonsillitis dapat disebabkan oleh virus. Kadang-kadang tonsillitis dapat disebabkan oleh bakteri spirochaeta dan Treponema Vincent.Rangsangan menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat.

Patofisiologi Adenoid merupakan kumpulan jaringan limfoid di sepanjang dinding posterior dan nasofaring, fungsi utama dari adenoid adalah sebagai pertahanan tubuh, dalam hal ini apabila terjadi invasi bakteri melalui hidung yang menuju ke nasofaring, maka sering terjadi invasi system pertahanannya berupa sel-sel leukosit. Apabila sering terjadi invasi kuman maka adenoid semakin lama akan membesar karena sebagai kompensasi bagian atas maka dapat terjadi hiperplasi adenoid, akibat dari hiperplasi ini akan timbul sumbatan koana dan sumbatan tuba eustachius. Akibat sumbatan tuba eustachius akan terjadi otitis media supuratif kronik. Akibat hiperplasi adenoid juga akan menimbulkan gangguan tidur, tidur ngorok, retardasi mental dan pertumbuhan fisik berkurang. Pada tonsillitis kronis karena proses radang yang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik tampak diisi oleh detritus, proses ini berjalan terus sampai menembus kapsul dan terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris.

Manifestasi klinis 1) Anamnesa : Gejala dan tanda yang dapat terjadi sebagai gambaran klinik ATK diantaranya adalah anak sering panas, terutama panas yang disertai pilek dan batuk, sering sakit kepala, lesu, mudah ngantuk, sering pancingen, tenggorok terasa mengganjal, tenggorok sering berdahak, tenggorok terasa kering, leher belakang terasa kaku / tegang, rasa mual terutama waktu gosok gigi, suara sengau, ngorok, gangguan bernafas terutama waktu tidur terlentang, nafas bau, sering seret bila makan (bila makan harus sering minum), sering batuk, pendengaran terasa tidak enak, nafsu makan kurang, prestasi belajar kurang atau menurun, facies adenoid yaitu apabila sumbatan berlangsung bertahun-tahun. Facies adenoid : mulut selalu membuka, hidung kecil tidak sesuai umur, tampak bodoh, kurang pendengaran karena adenoid terlalu besar menutup torus tubarius sehingga dapat terjadi peradangan menjadi otitis media, rhinorrhea, batuk-batuk, palatal phenamen negative. Pasien yang dating dengan keluhan sering sakit menelan, sakit leher dan suara yang berubah merupan tanda-tanda terdapat suspect abses peritonsiler.

2) Px. FisikAdanya hipertofi tonsil. Hipertrofi inilah yang menimbulkan gejala-gejala, nafas lewat mulut, hidung buntu, pilek, tidur ngorok terutama bila terlentang, obstructive sleep apneu, palatum tinggi, gangguan pendengaran karena adanya disfungsi tuba, hidung pesek dan facies adenoid. Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Tonsil terlihat berbenjol-benjol, krypte melebar disertai adanya detritus. Sementara itu untuk adenoid pemeriksaan dapat dilakukan dengan rinoskopi posterior, palpasi dan X foto adenoid utamanya pada kecurigaan adanya pembesaran. Pada anak pemeriksaan rinoskopi posterior sulit dilakukan ; demikian juga palpasi. X foto adenoid merupakan satu-satunya cara praktis untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran adenoid pada anak. Yang perlu diperhatikan pada kecurigaan ATK / adenoiditis kronik (AK) perlu disingkirkan kemungkinan adanya penyakit atau kelainan di hidung atau sinus paranasal, mengingat pada ATK / AK juga memberikan discaj terus-menerus atau berulang. Untuk ini diperlukan rinoskopi anterior. Apabila pada rinoskopi anterior ternyata ditemukan bahwa mukosa hidung normal tidak ditemukan adanya hipertrofi konka, serta kelainan lain di hidung maka kemungkinan besar discaj tersebut semata-mata akibat ATK / AK.

3) Px. PenunjangPemeriksaan radiologi x-foto soft tissue nasofaring radio adenoid, untuk melihat adanya pembesaran pada adenotonsilitis kronis. Dan pemeriksaan ASTO.

Gambar 3. Gambaran Tonsilitis

Gambar 4. Stadium Tonsilitis

DiagnosisDiagnose ditegakan berdasarkan :1. Tanda dan gejala klinik2. Pemeriksaan rhinoskopi anterior : untuk melihat tertahannya gerakan palatum mole pada waktu fonasi.3. Pemeriksaan rhinoskopi posterior4. Pemeriksaan palatal phenomen.5. X-foto Soft Tissue Nasofaring6. Pemeriksaan ASTO.

Penatalaksanaan Terapi tonsillitis kronis adalah terapi local ditujukan pada higine mulut dengan berkumur atau obat isap. Pada hipertofi adenoid dilakukan terapi bedah adenoidektomi dengan cara kuretase memakai adenotom. Pada keadaan dimana terdapat adenotonsilitis kronis berulang lebih dari 6 kali per tahun selama dua tahun berturut-turut, maka sangat dianjurkan melakukan operasi adenotonsilektomi dengan cara kuretase.

Indikasi adenotonsilektomi : Fokal infeksi Keberadaan adenoid dan tonsil sudah mengganggu fungsi-funsi yang lain, contoh : sakit menelan

Indikasi tonsilektomi :The American Academy of Otalaryngology-Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan:1. Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali per tahun walaupun telah mendapat terapi yang adekuat.2. Tonsil hipertofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkna gangguan pertumbuhan orofasial.3. Sumbatan jalan napas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan napas, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan cor pulmonale.4. Rhinitis dan sinusitis yang kronis , peritonsilitis, abses pertonsil yang tidak berhasil hilang dengan pengobatan.5. Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup a streptococcus beta hemolyticus6. Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan7. Otitis media efusa/ otitis media supuratif

Indikasi adenoidektomi 1. Sumbatana. Sumbatan hidung yang menyebabkan bernapas melalui mulutb. Sleep apneac. Gangguan meneland. Gangguan berbicarae. Kelainan bentuk wajah,muka dan gigi (adenoid face)2. Infeksi a. Adenoiditis berulang/ kronikb. Otitis media efusi berulang/ kronikc. Otitis media akut berulangTeknik operasi Teknik operasi yang optimal dengan morbiditas yang rendah sampai sekarang masih menjadi kontroversi, masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan. Penyembuhan luka pada tonsilektomi terjadi per sekundam. Pemilihan jenis teknik operasi difokuskan pada morbiditas seperti nyeri, perdarahan perioperatif dan pasca operatif serta durasi operasi. Beberapa teknik tonsilektomi dan peralatan baaru ditemukan disamping teknik tonsilektomi standar.

Di Indonesia teknik tonsilektomi yang terbanyak digunakan saat ini adalah teknik Guillotine dan diseksi 1. Guillotine Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang hebat. 2. Teknik Diseksi Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode diseksi. Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan dilakukan dalam anestesi. Tonsil digenggam dengan menggunakan klem tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa dari pilar tersebut.3. Teknik elektrokauter Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung. 4. Radiofrekuensi Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.

5. Skapel HarmonikSkapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal. 6. Teknik Coblation Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar. 7. Intracapsular partial tonsillectomy Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya. 8. Laser (CO2-KTP) Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.

KomplikasiTonsilektomi merupakan tindakan bedah yang dilakukan dengan anestesi lokal maupun umum, sehingga komplikasi yang ditimbulkan merupakan gabungan komplikasi tindakan bedah dan anestesi. 1. Komplikasi anestesi Komplikasi anestesi ini terkait dengan keadaan status kesehatan pasien. Komplikasi yang dapat ditemukan berupa : Laringosspasme Gelisah pasca operasi Mual muntah Kematian saat induksi pada pasien dengan hipovolemi Induksi intravena dengan pentotal bisa menyebabkan hipotensi dan henti jantung Hipersensitif terhadap obat anestesi. 2. Komplikasi Bedah a) Perdarahan Merupakan komplikasi tersering (0,1-8,1 % dari jumlah kasus). Perdarahan dapat terjadi selama operasi,segera sesudah operasi atau dirumah. Kematian akibat perdarahan terjadi pada 1:35. 000 pasien. sebanyak 1 dari 100 pasien kembali karena perdarahan dan dalam jumlah yang sama membutuhkan transfusi darah. b) Nyeri Nyeri pasca operasi muncul karena kerusakan mukosa dan serabut saraf glosofaringeus atau vagal, inflamasi dan spasme otot faringeus yang menyebabkan iskemia dan siklus nyeri berlanjut sampai otot diliputi kembali oleh mukosa, biasanya 14-21 hari setelah operasi c) Komplikasi lain Dehidrasi,demam, kesulitan bernapas,gangguan terhadap suara (1:10.000), aspirasi, otalgia, pembengkakan uvula, insufisiensi velopharingeal, stenosis faring, lesi dibibir, lidah, gigi dan pneumonia

BAB IILAPORAN KASUS

I. IDENTITASNama: An. MSUmur: 12 tahunJenis kelamin: PriaAgama: IslamAlamat: Klegu RT 3 RW 1 Ngampon BergasTanggal masuk: 13 September 2014No. CM: 045267-2014

II. ANAMNESISA. Keluhan utama: Nyeri menelanB. Keluhan tambahan: Keluhan disertai batuk, pilek dan demamC. Riwayat penyakit sekarangPasien datang ke klinik THT RSUD Ambarawa bersama ibunya dengan keluhan nyeri menelan. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan semakin terasa berat. Pasien merasakan nyeri dan susah saat menelan makanan. 1 minggu yang lalu pasien mengeluh pasien batuk pilek dan demam. Dibawa kepuskesmas dan dikatakan terdapat pembesaran tonsil. Ibu pasien mengeluhkan pasien selalu menggorok saat tidur sejak kecil dan mulut pasien berbau tidak sedap.

D. Riwayat penyakit dahulu Riwayat penyakit seperti ini (+) pembesaran tonsil, demam dan batuk pilek sering. Demam, Batuk dan pilek sering dialami pasien jika makan jajanan dan es. Lebih dari 6x per tahun. Diobati di puskesmas. Riwayat penyakit jantung disangkal Riwayat penyakit asma disangkal Riwayat penyakit alergi obat disangkal Riwayat operasi dan pembiusan disangkalE. Riwayat penyakit keluargaIbu pasien mengaku tidak ada keluarga yang mempunyai keluhan seperti ini. Riwayat alergi dan asma pada keluarga disangkal.F. Riwayat alergiRiwayat alergi; bersin-bersin, gatal-gatal, asma, terkena debu, makana tertentu dan obat disangkal.G. Riwayat pengobatanPengobatan dari puskesmas demam (paracetamol)H. Riwayat social ekonomiPasien adalah anak tunggal. Biaya ditanggung sendiri. Kesan ekonomi : cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIKKeadaan umum: Tampak baik (sakit ringan)Kesadaran: Compos Mentis; GCS: E4 V5 M6Vital sign: TD : 100/60 mmHgN :80 x/menitRR : 20 x/menitS : 36,5CTinggi Badan: 152 cmBerat badan: 49 kgStatus gizi: cukup

STATUS GENERALIS1. Pemeriksaan Kepala Bentuk Kepala: Mesocephal, simetris, luka(-) Rambut: Warna hitam, tidak mudah di cabut dan rontok2. Pemeriksaan Mata Palpebra: Edema (-/-), Ptosis (-/-) Konjungtiva: Anemia (-/-) Sklera: Ikterik (-/-) Pupil: Refleks cahaya (+/+), isokor, diameter 3/3 mm3. Pemeriksaan Telinga (lihat status lokalis)4. Pemeriksaan Hidung (lihat status lokalis)5. Pemeriksaan Mulut dan Faring (lihat status lokalis)6. Pemeriksaan Leher Trachea: Deviasi (-) Kel. Lymphoid: Tidak teraba, nyeri tekan (-) Kel. Tyroid: Tidak teraba pembesaran JVP: Tidak meningkat7. Pemeriksaan Dada Pemeriksaan Paru Paru Bagian Depan Inspeksi: Dinding dada simetris, ketinggalan gerak (-), Dinding dada retraksi (-) Palpasi: Vokal fremitus Paru kanan = Paru kiri Perkusi: Sonor pada seluruh kedua lapang paru Auskultasi : Suara Dasar : Vesikuler (+) Suara Tambahan: Ronkhi Basah Kasar (-/-), Ronkhi Basah Halus (-/-), Wheezing (-/-) Paru Bagian Belakang Inspeksi: Dada simetris, ketinggalan gerak (-) Dinding dada retraksi (-) Palpasi: Vokal fremitus Paru kanan = Paru kiri Perkusi: Sonor pada seluruh kedua lapang paru Auskultasi : Suara Dasar: Vesikuler (+) Suara Tambahan: Ronkhi Basah Kasar (+/+), Ronkhi Basah Halus (-/-), Wheezing (-/-) Pemeriksaan Jantung Inspeksi: Ictus cordis tidak tampak di SIC V LMCS Palpasi: Ictus cordis teraba di SIC V LMCS 2 jari medial, Ictus cordis kuat angkat Perkusi: Batas Jantung Kanan Atas SIC II LPSD Batas Jantung Kanan Bawah SIC IV LPSD Batas Jantung Kiri Atas SIC II LPSS Batas Jantung Kiri Bawah SIC V LMCS 2 jari medial Auskultasi: S2 > S1, Regular, murmur (-), gallop (-)8. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi: Datar Auskultasi: Bising Usus (+) normal Palpasi: Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba Perkusi: Timpani (+)9. Pemeriksaan punggung Columna vertebra : Tidak Ada Kelainan Ginjal : Tidak Ada Kelainan10. Pemeriksaan Ekstremitas Ekstremitas Superior: Edema (-/-), ulkus (-/-) Ekstremitas Inferior: Edema (-/-), ulkus (-/-)

Status lokalis :11. Pemeriksaan Telinga Otorea : (-/-) Deformitas : (-/-) Nyeri tekan : (-/-)BagianKelainanAuris

DextraSinistra

PeriaurikulaKelinan congenitalRadang dan tumortrauma------

AurikulaKelinan congenitalRadang dan tumortrauma------

RetroaurikulaEdemaHiperemisNyeri tekanSikatriksFistulaFluktuasi------------

PalpasiNyeri pergerakan aurikula--

Canalis acusticus externaKulitSecretSerumenEdemaJaringan granulasiMassaCholesteatomaTenang-+ minimal--

--Tenang-+ minimal--

--

Membrane timpaniWarna

IntakRetraksiReflex cahayaperforasiPutih keabu-abuan(+)(-)(+)(-)Putih keabu-abuan(+)(-)(+)(-)

12. Pemeriksaan Hidung Nafas cuping hidung : (-/-) Deformitas : (-)Rhinoskopi anteriorCavum nasi kananCavum nasi kiri

Mukosa hidungHiperemis (-),secret (+), massa (-)Hiperemis (-),secret (+), massa (-)

Septum nasiDeviasi (-), dilokasi (-)Deviasi (-), dilokasi (-)

Konka inferior dan mediaEdema(-), hiperemis (-)Edema(-), hiperemis (-)

Meatus inferior dan mediaPolip (-)Polip (-)

13. Pemeriksaan Mulut dan Faring Bibir : Bibir sianosis (-), bibir pucat (-), bibir kering (-) Tonsil: Hipertrofi (+), hiperemis (+), T4-T4 berlobus Adenoid: hipertrofi (+)

BagianKelainanKeterangan

MulutMukosa mulutLidah

Palatum molleGigi geligiUvulaHalitosisTenangBersih,basah, gerakan normal kesegala arahTenang, simetrisCaries (-)Simetris(-)

TonsilMukosaUkuranPermukaanKriptaDetritusPerlengketanHiperemis (+)T3-T3 berlobusTidak rata-tidak ratamelebar-melebar(-/-)(-/-)

FaringMukosaGranulaPost nasal dripTenang--

IV. DIAGNOSIS BANDING Adenotonsilitis kronis Tonsilitis kronis Tonsilofaringitis kronis

V. DIAGNOSISAdenotonsilitis kronis

VI. PENATALAKSANAAN1. Medikamentosa :a. Antibiotik : cefadroxyl 2x500 mgb. Analgetik : asam mefenamat 3x 500 mgc. Antiinflamasi : metilprednisolon 3x4 mg2. Non medikamentosa :a. Motivasi Operasi b. Bedrestc. Intake cairan yang cukupd. Diet lunak

VII. PROGNOSISDubia ad Bonam

VIII. EDUKASIMenjelaskan mengenai penyebab dan perjalanan penyakit dari adenotonsilitis itu sendiri, memberi tahu bahwa tidak ada tindakan pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakit adenotonsilitis secara paripurna selain dengan dilakukannya tindakan tonsilektomi. Pemberian obat pada penyakit adenotonsilitis hanya berfungsi sebagai pengobatan simptomatis dan sementara saja, karena sewaktu-waktu dapat terjadi lagi.

BAB IIIPEMBAHASAN

Anilasa kasus berdasarkan SOAPIII.1 S ( Subjektif)Pasien An. MS, Pria 12 tahun datang ke klinik THT dengan keluhan nyeri ditenggorokan. Keluhan tersebut dirasakan sejak 3 hari yang lalu dan semakin parah. Pasien merasakan nyeri dan susah saat menelan makanan. 1 minggu yang lalu pasien mengeluh pasien batuk dan pilek. Dibawa kepuskesmas dan dikatakan terdapat pembesaran tonsil. Ibu pasien mengeluhkan pasien selalu menggorok saat tidur sejak kecil dan mulut pasien berbau tidak sedap. Riwayat penyakit seperti ini (+) pembesaran tonsil, demam dan batuk pilek sering. Demam, Batuk dan pilek sering dialami pasien jika makan jajanan dan es. Lebih dari 6x per tahun. Diobati di puskesmas.Dari keluhan utama pasien yaitu terdapa benjolan ditenggorokan sejak usia 5 tahun dan semakin membesar, susah saat menelan makanan, riwayat demam, batuk dan pilek yang berulang, menggorok saat tidur dan bau mulut yang tudak sedap menandakan adenotonsilitis kronik, karena pasien masih anak-anak maka tonsillitis disertai pembesaran adenoid.

III.2 O (Objektif)Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap An. MS (49 kg) didapatkan hasil keadaan umum tampak baik dan kesadaran compos mentis.. pemeriksaan vital sign didapatkan:TD : 100/60 mmH, N :80 x/menit, RR : 20 x/menit, S : 36,5C. Pada pemeriksaan status lokalis THT pasien didapatkan: Tenggorok : tonsil mukosa hiperemis, ukuran T3-T3 berlobus, permukaan tidak rata, kripta melebar, detritus negatife, perlengketan negative, hipertrofi adenoid.Dari pemeriksaan terdapat tanda-tanda pembesaran adenoid dan tonsil yang merupaka tanda dari adenotonsilitis kronis.

III.3 A (Assesment)Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik dapat ditegakan diagnosis An. MS adalah Adenotonsilitis kronis.

III.4. P (Planning)Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik menunjukan bahwa pasien ini sudah mengalami infeksi fokal yang berulang dan sudah terjadi gangguan fungsi pada tenggoroknannya sehingga harus dilakukan adenotonsilektomi, sesuai dengan teori pada keadaan pasien yang mengalami fokal infeksi berulang, terjadi gangguan fungsi merupakan indikasi untuk dilakukan tindakan adenotonsilektomi. Medikamentosa dapat diberikan antibiotik, analgetik, dan antiinflamasi.1. Cefadroxyl 2 x 500 mg cefadroxil monohidrat merupakan golongan sefalosporin golongan pertama, lebih unggul dari penisilin ialah aktivitasnya terhadap bakteri gram positif yaitu bakteri penghasil penisilinase. Golongan ini efektif terhadap sebagian besar S.aureus dan Streptococcus termasuk S. pyogenes, S.viridans dan S.pneumoniae. Sefalosporin menghambat sintesis dinding sel mikroba, yang dihambat ialah reaksi transpeptidase tahap ketiga dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel. 2. Asam mefenamat 3 x 500 mg merupakan NSAID (non-steroid anti-inflammatory drug) yang bekerja menghambat nyeri, pembengkakan, kekakuan, dan demam.3. Methylprednisolon 3 x 4 mg merupakan steroid dan sebagai anti inflamasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono, Soepardi EA.2001. Penyakit dan kelainan tonsil dan faring. Buku ajar Ilmu THT. Jakarta : Balai penerbit FKUI.2. Adams, George L. 2000. BOIES, Buku Ajar Penyakit THT, alih bahawa Caroline Wijaya. Ed-6. Jakarta: EGC3. Nave H, gebert A, Pabst. 2001. Morphology and immunology of the human palatine tonsil. Anatomy embryology 2004 :367-373.4. Amarudin, Tolkha et Anton Christianto. 2005. Kajian manfaat tonsilektomi, Cermin dunia kedokteran . [Available from : http://www.cerminduniakedokteran.com]5. Prasetyo, Hubungan rasio adenoid dengan timpanogram pada anak dengan adenotonisiltis kronis [Available from : http://eprints.undip.ac.id/29062/2/Bab_1.pdf ]

7

23