bahan buku ajar sosiso antrop med 2014

27
KULIAH KHUSUS PROGRAM PENDIDIKAN OBGINSOS KONSULTAN SOSIOLOGI KESEHATAN DAN ANTROPOLOGI KESEHATAN TIM PENYUSUN Laili Rahayuwati Ardini S. Raksanagara Kuswandewi Mutyara Insi Farisa PROGRAM PENDIDIKAN OBGINSOS KONSULTAN RSHS-FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 1

Upload: ndkhrns

Post on 21-Dec-2015

235 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pny papa

TRANSCRIPT

Page 1: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

KULIAH KHUSUS

PROGRAM PENDIDIKAN OBGINSOS KONSULTAN

SOSIOLOGI KESEHATAN DAN ANTROPOLOGI KESEHATAN

TIM PENYUSUN

Laili RahayuwatiArdini S. RaksanagaraKuswandewi Mutyara

Insi Farisa

PROGRAM PENDIDIKAN OBGINSOS KONSULTANRSHS-FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS PADJADJARAN

BANDUNG2014

1

Page 2: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Materi:

1. Latar Belakang Sosiologi Kesehatan dan Antropologi Kesehatan

- Definisi dan sejarah perkembangan Sosiologi Kesehatan dan Antropologi

Kesehatan.

- Peran Sosiologi dan Antropologi Kesehatan

2. Pendekatan Sosiologi Kesehatan dan Antropologi Kesehatan

- Teori dan pendekatan sehubungan dengan Kesehatan Reproduksi/Obgin

3. Konsep Dasar Kesehatan dalam Perspektif Sosial Budaya

- Aspek Sosial Budaya Serta Hubungannya dengan Ekologi, Gizi dan Kesehatan

Reproduksi

- Dinamika Sosial Budaya dan keterkaitan dengan Kesehatan Reproduksi

4. Sistem Medis dan Sistem Kesehatan Tradisional dan Modern

5. Metode Pengumpulan Data Sosiologi dan Antropologi

2

Page 3: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

I. LATAR BELAKANG ANTROPOLOGI KESEHATAN DAN SOSIOLOGI KESEHATAN

Secara teoritis dan praktis, antropologi kesehatan dan sosiologi kesehatan sebagai ilmu akan memberikan suatu sumbangan pada bidang kesehatan, termasuk didalamnya obstetri ginekologi sosial. Bentuk dasar sumbangan keilmuan tersebut berupa pola pemikiran, cara pandang atau bahkan membantu dengan paradigma untuk menganalisis suatu situasi kesehatan, berdasarkan perspektif yang berbeda dengan sesuatu yang telah dikenal para petugas kesehatan saat ini.

Sejarah keilmuan yang sedang dipelajari bermula dari filsafat sebagai “mother of science” dalam ilmu yang mempelajari manusia terdiri dari: sosiologi, antropologi dan psikologi. Dalam perkembangan dan penerapan keilmuan selanjutnya ketiga ilmu ini dikategorikan sebagai ilmu perilaku. Secara khusus, sosiologi dan antropologi mempelajari manusia, dengan titik berat sebagai mahluk bermasyarakat. Sedangkan, psikologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang aspek-aspek kepribadian individu (lebih ke arah sosok manusia itu sendiri) dalam berinteraksi dengan masyarakatnya.

Seringkali agak sulit membedakan secara tegas antropologi dan sosiologi bagi ilmuwan eksakta atau yang kurang banyak berkecimpung dalam memahami ilmu sosial. Obyek material kedua ilmu memang memiliki persamaan, yaitu antropologi dan sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari dan memahami manusia sebagai bagian dari suatu kelompok atau masyarakat. Demikian pula dengan data dan model atau teori bisa saling meminjam, artinya bisa sendiri ataupun bersama-sama digunakan dalam bahasan antropologi kesehatan ataupun sosiologi kesehatan.

Berdasar pada sejarah keilmuan yang berbeda, awalnya antropologi kesehatan lebih menekankan perhatian pada dunia non Barat/dunia Timur (Non Western World). Perhatian peneliti antropologi mulanya mengenai adanya perilaku kesehatan di beberapa negara non Western yang berbeda menurut pengamatan orang-orang Western sebagai respon rasional yang berbeda. Metode perbandingan yang biasa digunakan oleh para ilmuwan antropologi telah memberikan pandangan terhadap dinamika perilaku sehat berdasar perspektif budaya masyarakat yang diamati; sedangkan sosiologi kesehatan lebih banyak melakukan kajian pada dunia Barat (Western World). Meskipun dalam perkembangan selanjutnya, kedua ilmu ini saling bekerjasama mengarah ke ilmu perilaku dalam mengembangkan kesehatan masyarakat.

Perkembangan Antropologi Kesehatan

Sebenarnya bukan hal baru tentang suatu pernyataan bahwa ilmu sosial memberikan sumbangan ke ilmu kedokteran. Dimana berdasarkan biomedical awalnya untuk melihat manusia dari sisi penyakit, sedangkan sociomedicine untuk melihat manusia dari pasiennya sendiri.

Perkembangan antropologi kesehatan sehubungan dengan fenomena konsep sehat dan sakit dapat dilihat dari faktor berikut: (1) biologis dan ekologis, disebut, sebagai kutub biologi dengan mengamati pertumbuhan dan perkembangan manusia maupun penyakit perkembangan penyakit dalam evolusi ekologis. Kajian ini didukung ilmu-ilmu lain seperti genetika, anatomi, serologi, biokimia; (2) psikologis dan sosial budaya, disebut sebagai kutub sosial mengamati perilaku sakit pada pasien, mempelajari etnomedisin, petugas kesehatan dan profesionalisme, hubungan perawat-dokter-pasien-petugas farmasi. Kajian ini didukung ilmu-ilmu seperti psikologi, sosiologi, administrasi, politik, komunikasi, bahasa, kesehatan masyarakat, pendidikan kesehatan.

3

Page 4: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Peran Antropologi Kesehatan dan Sosiologi Kesehatan

Pertanyaan awal adalah “Apa kepentingan antropologi kesehatan dan sosiologi kesehatan dalam memandang bagian dari life cycle manusia tersebut atau dengan pertanyaan lain apa peran antropologi kesehatan dan sosiologi kesehatan dalam memberikan sumbangan terhadap obstetri ginekologi sosial?”

Antropologi membantu mempelajari sosio-kultural dari semua masyarakat yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai pusat dari budaya, diantaranya: (1) Penyakit yang berhubungan dengan kepercayaan (misfortunes); (2) Di beberapa masyarakat misfortunes disebabkan oleh kekuatan supranatural maupun supernatural atau penyihir; (3) Kelompok ‘healers’ ditemukan dengan bentuk yang berbeda di setiap kelompok masyarakat; (4) Healers mempunyai peranan sebagai penyembuh; (5) Adapun perhatian terhadap suatu keberadaan ‘sakit’ atau ‘penyakit’ tidak secara individual, terutama “illness dan sickness” pada keluarga ataupun masyarakat.

Jika diumpakan sebagi kewajiban, maka tugas utama ahli antropologi kesehatan diantaranya: bagaimana individu di masyarakat mempunyai persepsi dan bereaksi terhadap “ill” dan bagaimana tipe pelayanan kesehatan yang akan dipilih, untuk mengetahui mengenai budaya dan keadaan sosial di lingkungan tempat tinggalnya.

Ada beberapa ilmu yang berhubungan dengan antropologi dan saling berkontribusi dalam memberikan sumbangan untuk perkembangan ilmu lain, misalnya dalam bidang biologi, antropologi kesehatan menggambarkan teknik dan penemuan ilmu-ilmu kedokteran dan variasinya, termasuk mikrobiologi, biokimia, genetik, parasitologi, patologi, nutrisi, dan epidemiologi. Hal ini memungkinkan untuk menghubungkan antara perubahan biologi yang didapatkan dengan menggunakan teknik tersebut terhadap faktor-faktor sosial dan budaya di masyarakat tertentu.

Antropologi Kesehatan dan Hybrid Science

Terdapat beberapa ilmu yang memberikan sumbangan terhadap antropologi kesehatan, diantaranya adalah : (1) Antropologi fisik/biologi/ragawi, mulanya ilmu antropologi biologi hanya diajarkan pada mahasiswa kedokteran, meskipun dalam perkembangannya antropologi ragawi telah menerima sumbangan ilmu lain yaitu antropolog dan akhirnya dipelajari juga oleh para antropolog. Contoh: nutrisi mempengaruhi pertumbuhan, bentuk tubuh, variasi penyakit. Selain itu juga mempelajari evolusi penyakit sebagai akibat faktor budaya, migrasi dan urbanisasi; (2) Etnomedisin, awalnya mempelajari tentang pengobatan pada masyarakat primitif atau yang masih dianggap tradisional, meski dalam perkembangan lebih lanjut stereotipe ini harus dihindari karena pengobatan tradisional tidak selamanya terbelakang atau salah: (3) Kepribadian dan budaya, adalah observasi terhadap tingkah laku manusia di berbagai belahan dunia. Misalnya: perawatan schizophrenia di suatu daerah untuk mencari penyembuhan yang tepat dapat digunakan untuk mengevaluasi pola perawatan penyakit yang sama; (4) Kesehatan Masyarakat, dimana beberapa program kesehatan bekerjasama dengan antropologi untuk menjelaskan hubungan antara kepercayaan dan praktek kesehatan.

Perkembangan Sosiologi Kesehatan

4

Page 5: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Dalam sosiologi kesehatan dikenal beberapa istilah yang menunjukkan sumbangan atau peran sosiologi pada bidang kesehatan, yaitu: (1) Sociology in Medicine, adalah sosiolog yang bekerjasama secara langsung dengan dokter dan staf kesehatan lainnya di dalam mempelajari faktor sosial yang relevan dengan terjadinya gangguan kesehatan ataupun sosiolog berusaha berhubungan langsung dengan perawatan pasien atau untuk memecahkan problem kesehatan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa fenomena sosial dapat menjadi faktor penentu atau mempengaruhi orang-orang untuk menangani penyakit atau mempengaruhi kesehatan mereka ataupun tingkahlaku lain setelah sakit dan penyakit terjadi; (2) Sociology of Medicine, berhubungan dengan organisasi, nilai, kepercayaan terhadap praktek kedokteran sebagai bentuk dari perilaku manusia yang berada dalam lingkup pelayanan kesehatan, misalnya bentuk pelayanan kesehatan, sumberdaya manusia untuk membangun kesehatan, pelatihan petugas kesehatan; (3) Sociology for medicine berhubungan dengan srategi metodoli yang dikembangkan sosiologi untuk kepentingan bidang pelayanan kesehatan. Misalnya teknik skala pengukuran Thurstone, Likert, Guttman yang membantu mengenali atau mengukur skla sikap. Peran ini juga meliputi prosedur matematis multivariate serta analisis faktor dan analisis jaringan yang biasa digunakan para sosiolog dalam mengumpulkan data atau menjelaskan hasil penelitian; (4) Sociology from medicine menganalisa lingkungan kedokteran dari perspektif sosial. Misalnya bagaimana pola pendidikan, perilaku, gaya hidup para dokter, atau ‘sosialisasi’mahasiswa kedokteran selama mengikuti pendidikan kedokteran; (5) Sociology at medicine merupakan bagian yang lebih banyak mengamati orientasi politik dan ideology yang berhubungan dengan kesehatan. Misalnya, bagaimana suatu struktur pengobatan ‘Western’ akan mempengaruhi perubahan pola pengobatan sekaligus merubah pola interaksi masyarakat; (6) Sociology around medicine menunjukkan bagaimana sosiologi menjadi bagian atau berinteraksi dengan ilmu lain seperti antropologi, ekonomi, etnologi, etik, filosofi, hukum mapun bahasa.

Penerapan Sosiologi dan Manfaat dalam Praktek Kesehatan

Pernyataan yang mengemuka bahwa perspektif sosiologi utama yang dirasakan bermanfaat untuk diterapkan dalam bidang kesehatan adalah konsep struktur. Suatu konsep yang menunjukkan adanya unsur-unsur umum yang senantiasa terdapat pada setiap situasi dan interaksi. Dengan membayangkan sikap umum yang biasa terjadi dalam interaksi antara dokter-pasien maka akan didapat suatu model atau gambaran mengenai segala sesuatu yang terjadi dan dapat dimengerti mengenai apa yang keliru dan apa penyebabnya.

Dari segi sosiologi setiap individu memainkan peran dalam semua situasi sosial. Hal ini mengingatkan kita kepada hukum-hukum yang terlibat dalam menjalankan peran dan juga mengingatkan kita kepada sifat-sifat umum dari seorang dokter, pasien, istri, anak, dan seterusnya. Artinya bahwa situasi yang ‘dibentuk’ secara formil sebenarnya bisa dianalisis secara nyata di masyarakat.

Dalam menganalisis situasi kesehatan, sosiologi bermanfaat untuk mempelajari cara orang mencari pertolongan medis (help-seeking). Selain itu, perhatian sosiologi terhadap perilaku sakit umumnya dipusatkan pada pemahaman penduduk mengenai gejala penyakit serta tindakan yang dianggap tepat menurut tata nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Manfaat sosiologi yang lain adalah menganalisis faktor-faktor sosial dalam hubungannya dengan etiologi penyakit. Aspek lain yang menjadikan sosiologi bermanfaat bagi pratek medis bahwa sakit dan cacat fisik selain sebagai kenyataan sosial sekaligus juga sebagai kenyataan medis. Manfaat sosiologi berikutnya juga memberikan analisis tentang hubungan

5

Page 6: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

dokter-pasien. Dikemukakan bahwa hubungan tersebut meliputi berbagai konflik potensial, seperti konflik kepentingan pasien dengan kepentingan keluarga maupun dengan dokter.

II. PENDEKATAN ANTROPOLOGI KESEHATAN DAN SOSIOLOGI KESEHATAN

Perspektif Etic Vs Emic dalam Antropologi Kesehatan

Di dalam kehidupan life cycle manusia yang mempunyai tahapan diantaranya kelahiran, remaja, dewasa, proses pernikahan, kehamilan dan persalinan jelas telah menempati suatu posisi yang penting di masyarakat. Salah satu inti dari pengkajian antropologi bahwa manusia mempunyai suatu siklus hidup atau dikatakan sebagai life cycle berupa tahapan-tahapan mulai dari kelahiran sampai kematian.

Relatifitas Kebudayaan (Cultural Relativism) vs Ethnocentrism

Salah satu hal penting dalam mengambil peran di masyarakat adalah konsep relatifitas kebudayaan, dimana seseorang harus hidup dan mengikuti pola budaya dimana dia tinggal meski bukan budaya asal serta mempunyai perspektif relatif bahwa budaya asal belum tentu lebih baik dibandingkan budaya dimana seseorang tinggal sekarang. Konsep relatititas kebudayaan berbeda dengan konsep etnosentris dimana seserang menilai budaya asalnya adalah budaya terbaik diantara budaya-budaya lain sehingga hal ini akan mempersulit seseorang untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar tempat tinggal barunya.

Pedekatan dan Model dalam Sosiologi Kesehatan

Model Evolusi

Model yang dikembangkan dari teori Charles Darwin yang mengemukakan perkembanan spesies tertentu menuju ke suaru variasi yang berbeda. Spesies yang dapat mempertahankan kelangsungan hidup berarti memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, sedangkan yang tidak memiliki kemampuan adaptasi akan musnah atau mati. Demikian seterusnya, sehingga terbentuk suatu spesies yang mempunyai keunggulan dari yang lain sebagai suatu ‘seleksi alamiah’ (natural selection).

Model Struktural Fungsional

Menurut model ini masyarakat diumpamakan dengan sebuah mahluk raksasa yang terdiri dari bagian-bagian yang berfungsi secara integral dalam mempertahankan kelangsungan hidup dalam suatu sistem sosial.

Model Konflik

Model ini memandang masyarakat sebagi arena yang penuh dengan konflik aau pertentangan. Hal itu bisa terjadi antar individu atau kelompok dalam bidang kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. Menurut model ini, konflik yang terjadi dalam masyarakat tidak selalu harus dilihat dari segi kerugiannya karena setiap kerugian yang diderita akan dijadikan alasan untuk mengupayakan keuntungan yang lebih besar.

Model Interaksi Simbolik

6

Page 7: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Model-model yang disebutkan sebelumnya mengemukakan pandangan terhadap masyarakat bukan individu, ini berarti mengecilkan fungsi individu sesungguhnya padahal pelaku nyata yang menghadapi persoalan adalah individu.

III. KONSEP DASAR KESEHATAN

Memahami manusia secara alamiah adalah penting untuk mendapatkan pandangan tentang mengenai manusia dan masyarakat. Manusia secara alamiah terdiri dari beberapa dimensi, yaitu: dimensi fisik, psikologis, spiritual dan sosial budaya. Ada kemungkinan bahwa semakin tinggi pemahaman manusia maka manusia mampu memberikan pengamatan terhdap dimensi yang semakin beragam.

Konsep Sehat

Perlu disadari bahwa, bangsa Indonesia adalah bangsa Timur untuk menggantikan sebutan East dan bukan bangsa Barat atau West. Dalam sejarah peradaban manusia, dikotomi stereotipe ini dibangun oleh bangsa Western yang selanjutnyaberkembang pada awal-awal penelitan antropologi untuk menyebut bangsa yang mempunyai budaya yang berbeda dengan kelompok Western yang lebih mewakili Eropa dan Amerika. Meskipun dalam kondisi sekarang istilah yang digunakan ini tidak mempunyai batas jelas. Contoh, konsep pendidikan di Indonesia lebih cenderung ke arah Western, hal ini dapat dilihat dari penggunaan literatur Barat dibandingkan literatur Timur baik untuk ilmu-ilmu bidang kedokteran, keperawatan maupun kesehatan serta ilmu sosial lainnya.

Tulisan ini berusaha menghadirkan kembali kondisi bangsa dalam konteks pengobatan asli, karena secara filosofis diketahui bahwa setiap kelompok manusia mengenal pengobatan dan perawatan dengan cara-cara yang berbeda. Dua filosofi utama di dunia tentang sehat bersumber dari: (1) Filosofi Timur (berkembang dari Cina, India, Timur Jauh); (2) Filosofi Barat (lebih didominasi oleh bangsa-bangsa di Eropa dan Amerika).

Perubahan Konsep Sehat

Dalam perkembangan jaman dikenal konsep sehat yang didefinisikan berbeda dari satu masyarakat dengan msyarakat lain, sekalipun beberapa konsep sehat juga diakui mempunyai overlapping penjelasannya. Beberapa konsep sehat yang dikenal dab berkembang di masyarakat dunia antara lain: (a) Ancient Greek, yang menyatakan bahwa seseorang dikatakan sehat jika terjadi suatu keseimbangan ‘cairan’ atau humor dalam tubuh manusia. Konsep ini dikembangkan dari konsep Yunani kuno yang dikenal dengan konsep ‘patologi humoral’ dari Hippocrates; (b) New World Indians, menyatakan bahwa keseimbangan dipengaruhi oleh kekuatan eksternal (lingkungan, diet) dan kekuatan internal (mind); (c) Ancient Chinese, konsep ini banyak diterima kalangan dunia Western sebagaimana perkembangan pengobatan tradisional Cina di negaranya maupun beberapa belahan dunia lainnya. Konsep ini menyatakan bahwa keseimbangan tubuh (Yin dan Yang) harus sinergi dengan alam. Konsep tentang keseimbangan manusia dengan lingkungan hampir sama dengan konsep sehat Yunani kuno; (d) ‘Modern’ English, menyatakan adanya keseimbangan atau perasaan nyaman pada tubuh secara menyeluruh.

7

Page 8: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Selanjutnya setalah melalui beberapa kajian yang diangkat melalui institusi internasional, terdapat beberapa perkembangan konsep sehat berikut: (1) WHO (1946) yang menyatakan definisi sehat sebagai berikut, health is a state of complete physical, mental and social well-being, and not merely the absence of disease or infirmity; (2) Deklarasi Alma Ata (1978) Primary Health Care. Dengan fokus masyarakat, terutama untuk di daerah-daerah yang sedang berkembang, meliputi pelayanan promosi, pencegahan, pengobatan, dan rehabilitasi; (3) 1990 – 2000 Health for All. Mencoba untuk memperluas definisi ‘sehat’, bahwa sehat sangat tergantung dari kemampuan diri manusia untuk mengerti interaksi antara aktivitas manusia dan lingkungan fisik serta biologi. Beberapa keilmuan yang secara integratif memberikan kontribusi serta berupaya mengaplikasikan konsep sehat adalah: kesehatan masyarakat melibatkan berbagai disiplin ilmu seperti: epidemiologi, biostatika, ilmu sosial dan perilaku, ilmu perencanaan dan managemen, ilmu kedokteran.

Aspek Sosial Budaya Serta Hubungannya Dengan Ekologi Dan Gizi

Dalam mempelajari fenomena sosial budaya perlu diyakini bahwa terdapat suatu hubungan timbal balik antara manusia dan lingkungan alam, tingkah laku, penyakit, dan cara-cara di mana tingkah laku dan penyakitnya akan mempengaruhi evolusi dan kebudayaannya melalui proses umpan balik. Beberapa studi ekologi menyangkut manusia, lingkungan alami, dan sosial budaya menunjukkan keterkaitan variabel tersebut. Sehingga dalam pandangan masyarakat terdapat suatu pendapat bahwa semua kelompok harus menyesuaikan diri dengan kondisi geografi dan iklim yang terdapat di tempat tinggal mereka, serta harus belajar mengeksploitasi sumber yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan. Suatu pernyataan bahwa penyakit adalah bagian dari lingkungan manusia sangat mempunyai alasan atau landasan yang kuat. Penyakit selain bersifat patologis, biologis, juga dipengaruhi faktor psikologi, sosial-budaya sehingga perawatan pasien sesuai dengan lingkungan di mana dia berada. Oleh karena itu, menjadi penting untuk mempelajari studi-studi epidemiologi pada masa kini dan masa lalu. Misalnya penyakit kuru (sistem syaraf) di Papua Nugini yang terjadi pada pertengahan tahun 1950 melibatkan penderita baik wanita dan anak-anak, ternyata penyakit ini disebabkan faktor praktek kanibalisme dalam ritual kematian sehingga menyebabkan penularan pada pengkonsumsi daging manusia yang tercemar ‘kuru’. Situasi ini baru ditemukan penyelesainannya setelah hampir 20 tahun kemudian.

Istilah ‘pembangunan’ yang dilakukan di semua bidang oleh elite tertentu yang berkuasa atas penduduk atau masyarakat lain mempunyai konotasi positif. Umumnya, situasi pembangunan akan melibatkan atau mencakup intervensi teknologi manusia terhadap keseimbangan alam. Secara obyektif keberadaan pembangunan harus dilihat dari dua konotasi apakan terjadi suatu rencana pembangunan atau pembangunan itu sendiri yang “baik” dan atau yang “buruk”. Tidak menutupsuatu kemungkinan bahwa proses dan akibat pembangunan sering menyebabkan peningkatan munculnya penyakit-penyakit tertentu. Seperti contohnya adanya pembangunan lembah sungai menimbulkan tumbuh suburnya penyakit cacing pita karena keberadaan parasit menjadi lebih dekat dengan manusia dengan adanya kontak langsung. Contoh lain adalah pembukaan hutan menjadi hunian masyarakat atau sering dikatakan dengan membudidayaan tanah menyuburkan penyakit malaria, karena sarang-sarang nyamuk yang asalnya terdapat jauh di dalam hutan menjadi semakin dekat dengan keberadaan manusia tinggal. Demikian pula dengan pembangunan jalan raya akhirnya selain mempunyai efek positif juga mempunyai efek negatif yaitu adanya penyakit menyebar ke daerah yang semula bebas penyakit karena situasi daerah yang terisolasi, seperti penyakit AIDS tidak saja di

8

Page 9: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

daerah perkotaan namun juga di pedesaan demikian pula dengan penyebaran narkoba yang sudah menyebar diantara remaja yang tinggal di desa sekalipun. Selain itu pengaruh urbanisasi yang tidak direncanakan dengan tepat akan mengakibatkan sebagian masyarakat menjadi kelompok kurang beruntung karena faktor ekonomi dan pendidikan sehingga akan sangat mudah bagi kelompok tersebut untuk terpapar dengan beberapa kondisi seperti kurang gizi.

Program-program kesehatan masyarakat juga sangat memperhatikan timbal balik manusia dengan lingkungannya. Bahwa penyakit dipandang sebagai unsur dalam lingkungan manusia, dan selanjutnya penyakit akan mempengaruhi evolusi manusia. Contoh untuk manggambarkan kondisi ini adalah adanya sickle cell di kalangan penduduk Afrika Barat, proses ini merupakan suatu hal yang dimulai sebagai proses berlangsung begitu lama selama pewarisan beberapa generasi sehingga mengakibatkan suatu evolusi yang adaptif yaitu suatu sel yang imunitas terhadap malaria.

Aspek gizi atau nutrisi juga dipandang sebagai ciri lingkungan bio-budaya , yang selanjutnya nutrisi juga bagian dari lingkungan sosial budaya. Penelitian dan membuktikan lebih lanjut akan mengarahkan pada suatu kesempulan bahwa makanan dapat mempengaruhi evolusi. Kekurangan gizi menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, menyebabkan banyak penyakit kronis, dan akhirnya mengakibatkan individu-individu tersebut tidak bisa bekerja. Suatu dugaan sebagai contoh obginsos tentang bagaimana perbedaan pola menyusui adalah kemampuan ibu-ibu dalam memerikan ASI tidaklah sama antara satu kelompok dibandingkan kelompok lain yang dianggap kurang memproduksi kecukupan ASI.

Masalah gizi adalan kelaparan sebagai suatu hambatan besar bagi perbaikan kesehatan. Selain faktor sosial ekonomi, kelaparan juga dimungkinkan karena masalah: ketidakmampuan menghasilkan makanan atau kepercayaan-kepercayaan yang tidak tepat. Persoalan penyajian makanan merupakan faktor yang berkesinambungan dengan faktor sebelumnya yaitu persiapan masak. Akhirnya, kebiasaan makan dipengaruhi oleh suatu hal yang kompleks kegiatan masak memasak, masalah kesukaan dan ketidaksukaan, kepercayaan, pantangan, tahayul yang berkaitan dengan produksi, persiapan dan konsumsi makanan.

Makanan diartikan sebagai konsep budaya atau sesuatu yang dapat dimakan, sedangkan nutrimen merupakan konsep biokimia, zat yang mampu untuk memelihara dan menjaga kesehatan. Sehingga jika dikaitkan dengan kebiasaan makan dalam suatu budaya adakalanya kedua konsep ini tidak berada dalam satu kondisi, seperti orang ingin makan supaya kenyang tanpa mempertimbangkan apakah makanan yang dikonsumsi mempunyai kecukupan gizi yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Karena itu tidak mudah meyakinkan orang untuk menyesuaikan makanan tradisional demi kepentingan gizi yang baik. Terlebih lagi, pengalaman masa kecil, mempengaruhi kegemaran terhadap suatu pilihan makanan pada usia dewasa.

Jelaslah bahwa konsep makanan, kapan dimakan, terdiri dari apa, dan etiket makan akan dibatasi oleh budaya, termasuk diantaranya kapan merasa lapar dan berapa banyak harus makan. Penjelasan lain berkaitan dengan nafsu makan, dimana nafsu makan dan lapar adalah gejala yang berhubungan, tapi berbeda karena nafsu makan lebih dekat dengan konsep budaya sedangkapan rasa lapar merupakan suatu tanda yang berhubungan dengan konsep fisiologis. Dapat dilihat dari kebiasaan setiap budaya mempunyai makanan kecil ‘snack’ diantara dua atau tiga kali makan utama, seperti budaya minum teh di beberapa daerah di Indonesia juga merupakan adopsi dari budaya lain. Makanan utama di Indonesia selalu dikaitkan dengan karbohidrat berupa nasi, meskipun jika kita mengamati masyarakat di daerah daerah terpencil, di pegunungan seperti suku Tengger, Maumere, Alor tidak selalu mengkonsumsi nasi sebagai bahan manakan untuk pagi (sarapan) mereka lebih terbiasa menyediakan dalam bentuk pisang rebus, singkong atapun ubi. Bisa jadi istilah makanan kecil untuk suatu masyarakat akan

9

Page 10: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

berbeda dengan masyarakat lain, umumnya istilah makanan kecil ini lebih banyak diartikan sebagai bukan makanan karena berbeda dari makanan pada jam-jam makan. Akhirnya, kita tidak boleh melupakan bahwa masyarakat berbudaya di Indonesia sudah mempunyai makanan pokok diluar ‘beras’ atau’nasi’ yang harus kita hargai. Karena seringkali program nasional yang tidak tepat menjadi sangat bertentangan dengan kebiasaan, tidak saja menjadikan mereka tidak mengenali bahan makanan asli mereka bahkan yang lebih parah adalah kelaparan karena tidak semua tanah di wilayah Nusantara tepat untuk bercocok tanam padi. Oleh sebab itu penelitian-penelitian tentang gizi di masyarakat akan sangat dihargai dan diperlukan karena jika kita tidak berhati-hati membuat program yang makanan yang tepat sasaran akan banyak makanan bergizi terabaikan.

Dinamika Pelayanan Kesehatan

Dalam hal ini akan diuraikan tentang beberapa hal yang telah dipelajari oleh para antropolog mengenai dinamika dalam praktek pelayanan kesehatan di masyarakat, khususnya mengenai kecenderungan pengobatan yang berlaku serta implikasinya bagi kebijaksanaan dan perencanaan kesehatan. Terdapat suatu kecenderungan adanya peningkatan keberhasilan pengobatan modern secara ilmiah, sedangkan di lain pihak adalah cepatnya perkembangan sistem pengobatan alternatif. Sehingga permasalahan yang terjadi adalah bagaimana peranan sistem medis ilmiah dan sistem medis alternatif dalam memenuhi kebutuhan kesehatan serta bagaimana persepsi konsumen terhadap kondisi dinamika pelayanan kesehatan.

Masalah Kesehatan Masyarakat

Keunggulan pengobatan ilmiah adalah mencegah dan megobati penyakit infeksi, memusnahkan penyakit serta menurunkan angka kematian balita maupun perkembangan pengobatan bedah. Beberapa kebudayaan dan tingkatannya berhubungan dengan pengobatan ilmiah, meskipun di sisi lain masih terjadi penolakan program kesehatan modern yang dikenalkan pada masyarakat di daerah pengobatan tradisional ataupun sebaliknya. Contohnya adalah kerjasama pemerintah Amerika Serikat dengan badan kerjasama internasional untuk membuat program kesehatan yang tepat di AS mengenai pengobatan klinik, preventif, dan kuratif di masyarakat. Namun hasilnya masih terjadi kegagalan. Selanjutnya para antropolog berusaha membantu menggali informasi tentang proses pencarian pengobatan di masyarakat. Selain itu akhirnya juga untuk mengetahui bagaimana hambatan budaya, sosial, psikologi dan ekonomi yang ternyata tidak selamanya pengobatan ilmiah lebih berhasil di masyarakat.

Penolakan Masyarakat dalam Penerimaan Pelayanan Kesehatan yang Baru

Dalam sistem nilai dan kepercayaan yang ada di masyarakat agraris serta struktur nilai dan kognitif terdapat kecenderungan hambatan penerimaan terhadap pengobatan karena mereka masih terikat pada cara-cara tradisional. Terdapat beberapa model untuk menilai situasi masyarakat terhadap dinamika pelayanan kesehatan, yaitu:

(1) Model BerlawananMerupakan konflik antara sistem pengobatan tradisional dan sistem pengobatan ilmiah. Pengobatan tradisional dinilai sebagai pihak yang bertahan terhadap serangan pengobatan ilmiah, dimana akhirnya pengobatan tradisional sedikit demi sedikit akan menerima sistem pengobatan ilmiah. Contohnya di daerah bangsa Indian Guatemala, darah dipandang sebagai suat benda yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui

10

Page 11: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

sehingga jika terjadi kasus kecelakaan atau penyakit lain yang menyebabkan seseorang kehilangan banyak darah maka sulit bagi masyarakat tersebut untuk menerima bank darah melalui transfuse darah. Contoh ini juga pernah terjadi di suatu rumah sakit pemerintah di Bandung, dimana ada kepercayaan masyarakat untuk mengharamkan peneriman donor darah melalui trafusi karena darah dianggap sebagai sesuatu yang kotor dan tidak sepatutnya dipindahkan dari seorang ke orang lainnya.

(2) Dikotomi kognitifKepercayaan masyarakat mengenai suatu penyakit dapat dilihat melalui etiologi penyakit, apakah dapat dicegah atau diobatioleh dokter atau penyembuh tradisional. Contoh penyakit yang dapat disembuhkan oleh dokter adalah penyakit infeksi, difteri, penyakit seksual, apendic, atau penyakit yang memerlukan upaya pembedahan. Sedangkan contoh penyakit yang disembuhkan secara medis adalah hipnotis, ketakutan, dan lainnya.

(3) Penolakan masuk rumah sakitAdakalanya masyarakat menolak masuk rumah sakit karena mereka menilai rumah sakit adalah tempat persiapan meninggal dan anggapan prosedur rumah sakit yang menakutkan. Hal tersebut sanat berbeda dengan bentuk perawatan dan pengobatan tradisional. Contohnya tentang penelitian pada beberapa ibu yang menolak di rawat di rumah sakit karena kekhawatiran tidak dapat memperlakukan ari-ari dengan tepat seperti proses penguburan atau pembuangannya.

(4) Persepsi tentang Perilaku PeranSaat pengobatan ilmiah pertama kali, masyarakat sangat tergantung pengobatan tradisional sehingga pada saat mereka harus berhubungan dengan rumah sakit terjadi persepsi dan harapan yang akhirnya menimbulkan perbedaan penerimaan. Hal ini tidak saja membingungkan pasien tetapi juga menjadi masalah bagi dokter, dimana para dokter diajarkan tentang obyektifitas dan impersonal, efisiensi professional serta hak mengajari pasien. Contohnya seorang pasien yang mengalami problem kulit di kaki sehingga membutuhkan penisilin, perlu dikaji bahwa pasien tidak sekedar berespon pada bahan yang disuntikkan namun juga terhadap penyuntiknya sehingga jika terjadi hal yang tidak memuaskan maka akan menghambat pertemuan pengobatan berikutnya. Para ahli antropologi kesehatan mempunyai pendapat bahwa terapi antar budaya atau antar lapisan sosial akan efektif jika dokter memahami konsep dan kepercayaan kesehatan di masyarakat.

(5) Pengobatan, pencegahan dan pemeliharaanPandangan etiologi khusus pada masyarakat tradisional kecenderungan mengerucut pada hal yang sama bahwa sakit adalah perasaan ketidaknyamanan, sebaliknya orang dikatakan sehat jika secara umum kondisi tubuhnya adalah normal. Sedangkan saat yang tepat untuk mencari pengobatan adalah jika tubuh tidak lagi berfungsi secara normal. Hal ini agak berbeda dengan pola preventif dimana filosofinya adalah bertindak sebelum munculnya penyakit, misalnya dengan imunisasi. Penolakan juga ditemukan pada promosi kesehatan di masyarakat.

11

Page 12: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

IV. SISTEM KESEHATAN TRADISIONAL

Pengobatan Tradisional

Dalam puluhan tahun terakhir, beberapa istilah muncul berkenaan dengan pengobatan tradsisional diantaranya: traditional medicine, ethnomedicine, traditional healing, folk medicine, alternative medicine, indigenous medicine. Menurut WHO pengobatan tradisional adalah ilmu dan seni pengobatan berdasarkan himpunan pengetahuan dan pengalaman praktek, baik yang dapat diterangkan secara ilmiah ataupun tidak dalam melakukan diagnosis, prevensi dan pengobatan terhadap ketidakseimbangan fisik, mental ataupun sosial.

Pengobat tradisional (batra) adalah orang-orang yang diakui oleh masyarakat dan lingkungan sebagai orang yang mampu melakukan tindakan pengobatan dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat. Batra yang popular di Indonesia antara lain: dukun, tabib, shaman, sinshe, dan lainnya.

Obat tradisional adalah obat yang dibuat dari bahan atau paduan bahan-bahan yang diperoleh dari tanaman, hewan atau mineral yang belum berupa zat murni. Obat tradisional meliputi simplisia, jamu gendong, kelompok fitoterapi.

Etiologi Penyakit pada Pengobatan Tradisional

Terdapat dua macam etiologi penyakit (illness dan sickness) yang umumnya ditemukan pada pengobatan tradisional, yaitu: (1) Personalistik, yaitu penyakit yang disebabkan dari suatu agen yang aktif yang berupa mahluk supranatural (gaib, dewa), mahluk bukan manusia (non human) seperti hantu, roh leluhur, roh jahat serta penyakit yang disebaban oleh manusia (human) seperti tukang sihir, tukang tenung. Sebab penyakit karena personalistik banyak dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat ‘magical’ (tata kehidupan yang melewati batas alam); (2) Naturalistik, yaitu penyakit yang disebabkan karena terganggunya model keseimbangan dalam tubuh seseorang seperti panas, dingin, cairan tubuh (humor, dosha), yin-yang, usia dan kondisi tubuh individu, makanan yang tidak dapat dicerna, suhu yang tida-tiba berubah, angin kencang, darah dan udara yang terjebak dalam tubuh. Sebab naturalistik penyakit sering dikaitkan dengan masalah ‘empirical’ (sesuatu yang alamiah atau dalam batas alam).

Sistem Pengobatan Tradisional di Indonesia

Sistem pengobatan tradisional diartikan sebagai suatu pola pikir dan praktek yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit yang dihasilkan dari perkembangan budaya asli dan tidak mengambil pola pengobatan modern. Contoh penyembuhan tradisional, pengobatan ramuan (jamu). Berbeda dengan pengobatan modern atau sistem biomedis yang didefinisikan sebagai suatu pola pikir dan praktek yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit yang dihasilkan dari perkembangan budaya kosmopolitan dan dipengaruhi oleh pengobatan modern. Pengobatan biomedis ini juga didasari oleh sistem pengobatan Yunani dari Hippocrates dan Aristoteles. Istilah lain pengobatan modern adalah pengobatan konvensional, pengobatan kosmopolitan, ilmu dan teknologi kesehatan, ilmu kedokteran dan keperawatan. Sedangkan yang disebut sebagai pengobatan transisional adalah pengobatan yang mengadopsi sebagian tidak secara utuh atau tidak sempurna) suatu bentuk pengobatan modern. Contoh penjual obat warung, dukun bayi yang menggunakan praktek dengan obat dan teknik modern.

12

Page 13: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

V. METODE PENELITIAN ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI

Etnografis

Etnografis berasal dari bahasa Yunani, ethnos (orang-orang) dan graphein (menulis). Etnografi berarti menuliskan atau menjelaskan orang dan kebudayaan. Etnografi adalah ilmu dan seni yang dibunakan untuk menulis dan mempelajari serta bertindak sensitif sebagai kajian situasi terhadap perilaku masyarakat disekitarnya. Etnografi didasarkan pada observasi yang teliti mengenai apa yang sedang terjadi. Etnografi memungkinkan studi ilmiah terhadap kebudayaan yang memberikan kita pandangan baru ke dalam masalah dan solusi.

Etnografi sebenarnya menggunakan banyak metode yang berbeda seperti wawancara, observasi, sejarah lisan, analisis cerita, diskusi kelompok terfokus, dan survei. Metode ini saling melengkapi untuk memperkuat validitas informasi yang diperoleh.

Pertanyaan selanjutnya: “Apa beda wawancara etnografi dengan survei yang menggunakan kuesioner?”. Studi-studi etnografis sering memerlukan waktu lebih banyak dalam lapangan untuk mendapatkan informasi. Ini dikarenakan peneliti etnografi tertarik dalam mengumpulkan informasi serinci mungkin. Karena masalah waktu dan masalah dana dapat memberikan batasan lapangan maka terdapat upaya-upaya untuk mengembangkan metode yang masih menggunakan teknik etnografi tetapi melibatkan waktu yang lebih pendek seperti Rapid Appraisal Assessment. ‘Jalan pintas’ ini melibatkan satu fokus dibanding mengumpulkan semua data yang ada. Dua bentuk etnografi cepat dalam tekniknya adalah wawancara etnografi terfokus dan diskusi kelompok terfokus.

Teknik-teknik etnografis melibatkan observasi dalam konteks kehidupan manusia yang lebih luas, termasuk lingkungan alam dan sosial. Bahkan jika dilakukan penelitian cepat aspek ini harus diiukutsertakan dalam analisis. Penting bagi peneliti untuk mengumpulkan informasi dasar sebanyak mungkin dengan menjaga pada fokus tertentu. Etnografis juga mngunakan sudut pandang emic native. Serta menggunakan bahasa lokal yang menjadi media sekaligus informasi itu sendiri. Penterjemah dapat diberikan saat melakukan penulisan tapi kata kunci harus dibatasi dalam bahasa asli. Karena kepentingan sudut pandang native, penelitian etnografi diprioritaskan untuk tidak berbicara seorang ‘pewawancara’ dan seorang ‘responden’ tapi ‘etnografer’ dan’ informan’nya.

Wawancara etnografi berarti membuat kategori makna menangkap apa yang sedang dipikirkan orang, bagaimana persepsi seorang dibandingkan dengan persepsi lainnya. Tujuannya adalah untuk memetakan nilai dalam komunitas dan lebih khususnya nilai yang mengandung tingkah laku. Kualitas informasi yang diperoleh dari wawancara etnografi tergantung seberapa banyak struktur dan fokus dapat disusun dalam metodologi. Terdapat 3 elemen yang memungkinkan struktur dan focus ini, yaitu: (1) Adanya suatu tujuan yang jelas. Keduanya, baik etnografer dan informan sadar akan topik yang menjadi perhatian. Meskipun peneliti fleksibel untuk memindahkan topik lain yang dirasa penting dan masih relevan namun tetap menjaga diskusi selalu fokus. Menjelaskan tujuan penelitian merupakan pertimbangan etika yang sangat penting. Sebaiknya memperkenalkan diri sendiri, tujuan penelitian yang memungkinkan untuk mendapat izin; (2) Kegunaan dari penjelasan etnografis. Etnografer memperkenalkan tujuan wawancara pada permulaan pertemuan atau mengulangi tujuan pada pertemuan berikut agar diskusi terkendali atau untuk mengantarkan pertanyaan baru. Misalnya dalam melakukan penelitian terhadap status ekonomi wanita, pertanyaan yang dapat mengawali diskusi adalah ‘pernikahan’. Tetapi etnografer harus menjelaskan tujuan untuk mendiskusikan pernikahan dalam rangka menghasilkan pandangan terhadap status ekonomi

13

Page 14: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

wanita. Tanpa menjelaskan fokus penelitian maka orang yang diwawancara akan merasa bahwa pertanyaan tidak relevan. Seorang etnografer yang baik juga harus menjelaskan apa yang sedang dia lakukan. Jika dilakukan pencatatan atau tape recorder harus dijelaskan alasannya. Hal ini penting apabila kita bekerja di berbagai area dengan banyak kepentingan politik; (3) Kegunaan pertanyaan etnografis. Terdapat tiga tipe pertanyaan etnografis yaitu: pertanyaan struktural, pertanyaan deskriptif dan pertanyaan perbandingan. Pertanyaan –pertanyaan ini saling melengkapi, tidak ada urutan yang tepat karena semua pertanyaan bergerak dan berlanjut sesuai diskusi dan wawancara. Dalam situasi wawancara yang nyata, pertanyaan harus ditempatkan dalam suatu pola yang bersifat percakapan secara alamiah.

Observasi Partisipasi

Etnografi tidak hanya melibatkan wawancara, hal lain adalah observasi partisipasi. Obeservasi partisipasi merupakan alat pelengkap untuk wawancara. Observasi partisipasi juga penting untuk memeriksa dan mengevaluasi data utama informan. Sebuah proyek lapangan bisa terdiri dari suatu interaksi antara observasi partisipasi dan metode pengumpulan data lainnya.

Pada awalnya, gaya penelitian ilmu sosial melibatkan ‘orang luar’ untuk datang ke sebuah tempat dan mengobservasi aktifitas yang menjadi tujuan dan hanya melibatkan interaksi sedikit dengan masyarakat. Yang berkembang dalam penelitian juga adanya antropolog yang bekerja di lapangan dalam jangka waktu lama untuk mendapatkan informasi lebih banyak. Karena dengan berpartisipasi diantara masyarakat setempat dan aktifitas dengan penduduk asli akan dapat belajar, melihat dan menafsirkan fenomena dari perspektif orang lain melalui interaksi intensif. Pengamat partisipan masuk ke dalam sebuah situasi sosial dengan dua tujuan yaitu untuk terlibat dalam aktifitas yang sesuai dengan situasi serta untuk mengamati aktifitas orang, fisik dari situasi tersebut. Partisipan biasa dalam sebuah situasi sosial biasanya mengalami cara yang subyektif, sebagai partisipan kita ‘memasuki’ situasi. Pengamat partisipan di sisi lain akan mengalami sebagai ‘orang luar’ dan ‘orang dalam’ secara bersamaan. Melakukan etnografi melibatkan perpindahan pengalaman sebagai ‘orang dalam’ dan ‘orang luar’ sekaligus.

Observasi partisipasi dibangun pada prinsip dasar cultural relativism. Ini berarti suatu pendekatan yang menilai kebudayaan yang berbeda memiliki cara yang berbeda dalam menafsirkan dunia sekeliling kita. Pendekatan relatifitas kebudayaan membimbing perilaku partisipan dengan kemampuan introspectiveness yaitu melihat kemampuan diri dalam merasakan pengalaman tertentu. Dalam hal ini diri peneliti akan menjadi instrumen penelitian karena instropeksi ini tidak akan terlihat ‘obyektif’ namun merupakan alat untuk mendapatkan keahlian dalam mengikuti aturan kebudayaan di daerah penelitian. Hal ini merupakan perbedaan antara partisipan biasa dengan partisipan sebagai observer. Perbedaan lain bahwa partisipan observasi akan membuat dokumen dari observasi obyektif dan perasaan subyektif dalam rincian aktifitas rutin.

14

Page 15: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Terdapat beberapa tipe partisipasi berdasarkan proses keterlibatan, yaitu terlihat pada table 1.1.

Tabel 1.1. Tingkat partisipasi berdasarkan keterlibatanTingkat keterlibatan Tipe partisipasiTinggi Lengkap

AktifRendah Moderat

PasifTidak terlibat Tidak ada partisipasi

Dalam partisipasi pasif, etnografer berada pada tempat aksi tapi tidak berpartisipasi atau berinteraksi dengan orang yang terlibat. Partisipan pasif hanyalah ‘orang yang berdiri di dekat’ atau ‘penonton’. Sering partisipan aktif mencoba melakukan yang dilakukan orang lain, tidak hanya untuk mendapatkan penerimaan tetapi untuk lebih mempelajari aturan tingkah laku dalam suatu kebudayaan. Ini tergantung pada tujuan proyek penelitian yang tipe partisipasinya diinginkan atau mudah dikerjakan. Partisipan lengkap misalnya, akan tidak mungkin dilakukan kecuali anda adalah anggota kelompok atau komunitas yang sedang dipelajari. Partisipasi aktif sering tidak mungkin jika ingin mempelajari interaksi antara dokter dengan pasien dalam sebuah klinik, kecuali anda adalah dokter atau pasien.

Partisipasi seharusnya tidak mekanis. Observasi partisipan seharusnya tidak manipulatif dalam hal berpartisipasi dalam komunitas untuk mengekstrak informasi. Dalam penelitian kesehatan masyarakat, perlu untuk melibatkan komunitas pada seluruh prosesnya diantaranya dalam merumuskan metode dan instrumen, karena akan menghasilkan informasi yang relevan dan sesuai dengan kondisi yang ada di masyarakat.

Karakteristik sosial, gaya presentasi dan hal lain dari seorang etnografer memiliki pengaruh penting pada informan. Trelebih lagi kontak jangka panjang yang terjalin juga akan memberikan warna pada informasi yang diberikan. Dengan melakukan kombinasi, berbagai metode (triangulasi) informasi dari berbagai sumber dapat divalidasikan.

Dokumen etnografi

Sebuah dokumen etnografi terdiri dari catatan lapangan, audio dan video, gambar foto, artifak (obyek material). Semua catatan lapangan ini akan membentuk dokumen etnografis. Catatan lapangan juga merekam observasi, percakapan, interpretasi dan saran atau informasi selanjutnya yang harus diperoleh. Tidak semua peristiwa dapat dicatat secara serius, namun catatan harus bisa membantu dalam hal penulisan laporan. Untuk membedakan antara kejadian sebenarnya atau kesimpulan peneliti terhadap suatu peristiwa, yang paling baik adalah menjelaskan peristiwa itu sendiri. Catatan lapangan bisa sama dengan sebuah buku harian berisi informasi konkrit, deskriptif, kontekstual seperti tanggal, tempat, nama orang dan informasi umum. Catatan lapangan juga bisa bersumber dari dokumen lain seperti buku, jurnal, pengumuman, iklan radio, televise ataupun brosur lain.

Selain catatan lapangan, boleh ada jurnal lapangan yang berisi catatan tambahan, termasuk pengalaman peneliti, perasaan peneliti, evaluasi kesalahan peneliti, tempat dan pertanyaan tambahan untuk meningkatkan kerja lapangan.

15

Page 16: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion)

Kegunaan

Diskusi Kelompok Terarah atau FGD awalnya dikembangkan oleh sosiolog yang bekerjasama dengan militer tahun 1940-an untuk menilai efektifitas materi propaganda untuk meningkatkan moral militer. Sejak itu metode diskusi ini digunakan secara luas untuk penelitian dalam hal membantu mengevaluasi strategi periklanan dan pemasaran. Metode ini, baru-baru digunakan oleh antropolog untuk menerapkan penelitian intervensi.

Teknik FGD yang digunakan antara lain: (1) Memfokuskan penelitian dan mengembangkan hipotesis penelitian yang relevan. Metode ini memungkinkan mengeksplorasi masalah secara lebih mendalam untuk diteliti beserta kemungkinan dan sebab-sebabnya. Misalnya, seorang petugas kesehatan mengamati sedikitnya wanita pengguna jasa ANC (Ante Natal Care). Selanjutnya dilakukan diskusi kelompok terarah yang dipimpin oleh seorang kepala desa dengan peserta wanita usia melahirkan untuk mengetahui sebab masalah, keyakinan dan pilihan lokal. Selanjutnya informasi ini dapat digunakan untuk merumuskan rencana penelitian yang lebih intensif untuk intervensi yang tepat; (2) Merumuskan pertanyaan untuk survei terstruktur. Merancang suatu kuesioner memerlukan informasi pendahuluan dan konsep tentang suatu situasi. Misalnya, pemegang perencanaan tertarik untuk mengetetahui pola penggunaan obat. Diskusi kelompok terarah digunakan untuk mengetahui pengobatan yang paling umum digunakan di komunitas tersebut dan manfaat obat ini (termasuk nama lokal penyakit); (3) Melengkapi atau memperkuat informasi tentang pengetahuan, keyakinan, tindakan dan kebiasaan masyarakat. Misalnya dalam suatu survei diketemukan beberapa keluarga melakukan praktek persalinan sendiri. Diskusi dilakukan untuk mendapatkan informasi seperti pengalaman dalam melahirkan sendiri atau alasan mengapa memilih persalinan sendiri; (4) Mengembangkan pesan-pesan yang tepat untuk program-program pendidikan kesehatan. Misalnya usaha untuk kampanye solusi rehidrasi untuk bayi diare. Diskusi dilakukan untuk tujuan menggali konsep lokal yang relevan dengan draft pra uji materi; (5) Menggali topik yang kontroversi atau sensitif. Misalnya dalam survei rumah tangga, suami sebagai informan sering mengatakan bahwa istri mereka terlalu menghemat uang keluarga. Sebuah diskusi kelompok terarah berguna untuk mecari pola kompleks dan tanggungjawab finansial. Diskusi ini dapat melibatkan laki-laki dan perempuan bersama-sama.

Partisipan yang dilibatkan umumnya direkrut karena faktor kenyamanan dibanding secara acak sehingga metode ini tidak dapat digunakan untuk membuat kesimpulan umum pada populasi yang lebih luas. Sebuah diskusi kelompok terarah digunakan untuk menggali atau memperkuat hipotesis dalam kaitannya dengan penggunaan metode lain.

Keuntungan dan kerugian dari diskusi kelompok terarah

Diskusi Kelompok Terarah dapat dilakukan dengan relatif sedikit dana dan waktu yang cepat. Karena diskusi dilakukan secara kelompok, maka lebih ada interaksi intensif dan banyak informasi yang di dapat. Topik sensitif dan kontroversial dapat dilakukan jika para anggota kelompok merasa aman dan nyaman menyampaikan pendapatnya. Keuntungan lain dari diskusi ini, opini minoritas tidak terlalu muncul tetapi yang ada adalah situasi sosial yang ada di lingkungan mereka. Adapun kekurangannya adalah jika fasilitator terlalu dominan mengarahkan situasi atau ada partisipan yang cenderung lebih agresif dibandingkan lainnya.

16

Page 17: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

Sebagai bagian penelitian kualitatif, diskusi ini tidak mudah untuk ditafsirkan dan diproses. Untuk periode saat ini diskusi kelompok terarah menjadi sangat populer dan banyak digunakan oleh peneliti, namun sebagai suatu bagian metode FGD akan lebih tepat untuk menggali situasi dan memperkuat hipotesis yang dikaitkan dengan metode lain seperti wawancara, survei dan observasi dan tidak pernah digunakan sebagai metode utama atau satu-satunya metode penelitian.

Teknik Diskusi Kelompok

FGD tidak perlu diorganisir secara (terlalu) formal. Terutama dalam proses pelaksanaanya harus diupayakan se ‘alami’ mungkin mulai dari tahap awal sampai akhir. Dalam penelitian intervensi memungkinkan mengawali FGD sebelum memberikan pendidikan kesehatan, tahap awal ini bisa menjadikan partisipan merasa nyaman dalam mengungkapkan pandangan dan idenya.

Analisis jaringan sosial

Merupakan analisis penyusunan yang melibatkan suatu tabel tentang jaringan hubungan antar individu dalam suatu masyarakat. Perhatian utama adalah individu pada keluarga, teman, tetangga, pasangan, anggota klub yang sama dari tempat ibadah atau kombinasi tertentu. Manfaat utama dari jaringan sosial dapat mengusut penularan penyakit menular atau transmisi yang berhubungan dengan informasi kesehatan di suatu masyarakat. Misalnya tentang pola pencarian pelayanan kesehatan pada penyakit endemis GAKI (Gangguan Akibat Kekurangan Iodium) di Blitar, Jawa Timur dibuat suatu jaringan mulai pasien orang-orang rujukan sampai tahap pengambilan keputusan sehingga akan diketahui siapa key person atau leader yang berhubungan dengan kesehatan dalam suatu daerah.

Pemetaan dan Modeling

Teknik ini menitikberatkan bahwa suatu gambaran terhadap suatu fenomena ayau kejadian dengan cara menggambar, diagram, pekerja seni atau bahkan pahatan tentang suatu sistem kepercayaan atau kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini bisa dimanfaatkan untuk melihat situasi praktek kesehatan di masyarakat yang berkaitan dengan ritual tertentu dan bersifat positif atau negatif untuk kesehatan masyarakat tersebut.

Teknik Proyeksi

Teknik ini menggunakan pernyataan yang berguna untuk menyembunyikan asumsi tentang tingkat pemahaman. Dalam hal ini sekumpulan individu diminta untuk menunjukkan ke foto yang sama, slide, film, model atau sketsa yang telah ditulis diminta untuk menguraikan dan menafsirkannya. MIsalnya kasus aborsi yang dilakukan oleh seorang perempuan yang diantar keluarganya dimana akhirnya si perempuan menyetujui untuk dilakukan aborsi. Para pengamat diminta untuk memberikan jawaban dan komentarnya tentang hal-hal yang telah dilakukan oleh wanita yang melakukan aborsi tersebut. Dari penjelasan dan alasan yang dikumpulkan selanjutnya menjadi bahan interpretasi terhadap sesuatu hal yang terjadi di masyarakat.

17

Page 18: Bahan Buku Ajar Sosiso Antrop Med 2014

REFERENSI1. Cockerham, WC (1978) Medical Sociology. Prentice Hall. New Jersey, pp: 3-17, 65-

86, 87-114, 156-1952. Foster, G.M & Anderson, B.G. (diterjemahkan oleh Suryadarma, P.P & Swasono,

M.F.H.) Antropologi Kesehatan. Universitas Indonesia. 1986, hal: 1-96, 121-207, 243-262, 311-330

3. Manuaba, IBG (2002) Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia. EGC, Jakarta

Bacaan Penunjang1. Affandi, B. (1996) Kesehatan reproduksi, Hak Reproduksi, dan realitas Sosial,

dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 135-139

2. Boonmongkon, P., Nichter, M., Pylypa, J., Chantapasa, K. (1998) Understanding Women`s Experience of Gynecological Problems; An Ethnographic Case Study From Northeast Thailand. The Ford Foundation. Thailand, pp: 11-60

3. Djaelani, JSH. (1996) Kebijakan Pelayanan Kesehatan Reproduksi, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 307-316

4. Eisenberg, L. and Kleinman, A. (1981) The Relevance of Social Science for Medicine. D. Reidel Publishing Company. Holland.pp: 111- 164, 241-253, 307-329

5. Hardon, A., Boonmongkon, P., Streefland, P., Tan, ML., Hongvivatana, T., Geest, S., Staa, AL., Varkevisser, C. (1995) Applied Health Research Anthropology of Health and Health Care. Netherlands. pp: 1-42, 81-90

6. Helman, CG (2000) Culture, Health, and Illness. Fourth edition. Butterworth-Heinemann. Oxford. pp: 1-31, 108 – 127, 265 - 271

7. Katjasungkana, N. (1996) Hak Reproduksi di Indonesia: Antara Hukum dan Realitas Sosial, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 124-155

8. Kelly, W. (1996) Upaya Kesehatan Reproduksi Dalam Program Pembangunan Kesehatan, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 84-117

9. McElroy, A. And Townsend, P.K. (1996) Medical Anthropology in Ecological Perspective. Third Edition. Wadsworth Inc. Oxford. pp: 1 – 72, 203 - 236

10. Mohamad, K. (1996) Prioritas Pelayanan Kesehatan Reproduksi di Indonesia, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 73-81

11. Rahardjo, Y. (1996) Seksualitas Manusia dan Masalah gender: Dekonstruksi Sosial dan Reorientasi, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 259- 266

12. Ramonasari. (1996) Perilaku remaja dan Kesehatan Reproduksi, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 299-306

13. Sciortino, R. (1999) Menuju Kesehatan Madani. Pustaka Pelajar. Yogyakarta, hal: 141-193, 253-310

14. Singarimbun, M. (1996) Seksualitas dan Ketahanan Keluarga, dalam Seksualitas, kesehatan Reproduksi, dan Ketimpangan Gender. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta. hal: 267-273

15. Slikkerveer, LJ (1990) Plural Medical Systems in The Horn of Africa. Kegan Paul International. London and New York, pp: 164-23

18