refrat stres manajemen

71
BAB I PENDAHULUAN A.latar Belakang Kata stres merupakan kata yang paling sering digunakan dalam banyak konteks dan memiliki berbagai makna. Hal ini sering digunakan tidak hanya untuk menggambarkan situasi yang ditandai dengan ancaman nyata atau perasaan terancam pada seseorang saja, tetapi juga sering digunakan untuk merujuk kepada respon tubuh terhadap ancaman tersebut. Jadi, stres digunakan baik untuk menggambarkan peristiwa lingkungan (stres) yang memicu respon dan mengacu pada perubahan yang terjadi (respon stres) di otak dan seluruh tubuh. Menurut Thompson 2002, pengalaman terhadap stres ini adalah umum terjadi pada semua makhluk hidup, tidak hanya individual, tetapi organisasi dan pemerintah (dalam Muller 2007). Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. Stres dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akut dan kronik (Wheaton, 1983), sedangkan dalam penelitian Ross dan Viowsky (1979) menyatakan bahwa efek psikologi tidak tergantung pada jumlah stres maupun beratnya stres yang terjadi, akan tetapi tergantung pada status stres itu sendiri, apakah stres tersebut diinginkan (desirable stress) atau tidak diinginkan (undesirable stress). Stres yang tidak diinginkan mempunyai potensi yang lebih besar dalam menimbulkan efek psikologis. Gangguan atau persepsi terhadap perubahan lingkungan baik itu yang negatif (ancaman) maupun positif (hadiah) akan menyebabkan serangkaian perubahan fisiologis organisme untuk beradaptasi, yang paling penting adalah aktivasi dari sumbu HPA. Sumbu HPA memediasi 1

Upload: carleslika

Post on 18-Dec-2015

29 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

jiwa dan rumah sakit

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

A.latar BelakangKata stres merupakan kata yang paling sering digunakan dalam banyak konteks dan memiliki berbagai makna. Hal ini sering digunakan tidak hanya untuk menggambarkan situasi yang ditandai dengan ancaman nyata atau perasaan terancam pada seseorang saja, tetapi juga sering digunakan untuk merujuk kepada respon tubuh terhadap ancaman tersebut. Jadi, stres digunakan baik untuk menggambarkan peristiwa lingkungan (stres) yang memicu respon dan mengacu pada perubahan yang terjadi (respon stres) di otak dan seluruh tubuh. Menurut Thompson 2002, pengalaman terhadap stres ini adalah umum terjadi pada semua makhluk hidup, tidak hanya individual, tetapi organisasi dan pemerintah (dalam Muller 2007). Stres dapat mengenai semua orang dan semua usia. Stres baik ringan, sedang maupun berat dapat menimbulkan perubahan fungsi fisiologis, kognitif, emosi dan perilaku. Stres dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu akut dan kronik (Wheaton, 1983), sedangkan dalam penelitian Ross dan Viowsky (1979) menyatakan bahwa efek psikologi tidak tergantung pada jumlah stres maupun beratnya stres yang terjadi, akan tetapi tergantung pada status stres itu sendiri, apakah stres tersebut diinginkan (desirable stress) atau tidak diinginkan (undesirable stress). Stres yang tidak diinginkan mempunyai potensi yang lebih besar dalam menimbulkan efek psikologis.Gangguan atau persepsi terhadap perubahan lingkungan baik itu yang negatif (ancaman) maupun positif (hadiah) akan menyebabkan serangkaian perubahan fisiologis organisme untuk beradaptasi, yang paling penting adalah aktivasi dari sumbu HPA. Sumbu HPA memediasi pelepasan glukokortikoid dari glandula adrenal, dimana glukokortikoid tersebut menyebabkan organisme lebih waspada terhadap perubahan lingkungan atau fisiologis dan untuk mempertahankan homeostatis (Kollack-walker 2006). Sayangnya, tidak adekuatnya kontrol glukokortikoid pada respon stres akan menyebakkan suatu ancaman bagi kesehatan dan kebahagian organisme. Hipersekresi glukokortikoid menyebabkan disfungsi perkembangan fisiologis dan psikologis (Asma, Hipertensi, Depresi, Demensia Alzheimer).Stres yang dialami seseorang sangat sulit untuk dihilangkan seluruhnya, karena itu penting untuk mengelola stres dengan baik agar tidak mengganggu kehidupan seseorang. Reaksi stres yang dialami seseorang merupakan sesuatu yang wajar. Namun, reaksi-reaksi tersebut bisa menjadi suatu yang perlu mendapat perhatian serius apabila dialami secara berkepanjangan sehingga mengganggu kehidupan atau interaksi sosial seseorang. Stres yang terus menerus dialami dan dikembangkan dapat mengakibatkan konsekuensi buruk bagi yang mengalaminya, yaitu masalah psikologis yang semakin parah dan berkepanjangan. Dengan manajemen stres, konsekuensi buruk tersebut diharapkan tidak terjadi pada seseorang. Manajemen stres merupakan suatu intervensi yang diciptakan untuk menghambat perjalanan stres menjadi suatu masalah serius.Usaha-usaha yang dilakukan seseorang untuk menghambat atau mengurangi reaksi negatif terhadap stres dan mencegah munculnya masalah yang lebih serius merupakan suatu bentuk dalam mengatasi stres. Manajemen stres merupakan cara bagaimana mencegah, menunda, menghindari, atau mengelola stres. Sebenarnya, ada berbagai macam cara yang dapat dilakukan seseorang sebagai bentuk upaya dalam mengatasi stres diantaranya adalah berdoa, bermain, berbicara tentang masalah yang dihadapi, bernyanyi, memasak, membaca buku, maupun rekreasi. Secara garis besar manajemen stres meliputi; 1). Identifikasi masalah, 2). Membuat dan melakukan intervensi, dan 3). Mengevaluasi intervensi (Sauter 1998). Bila dilihat dari dampaknya pada seseorang, mengatasi stres dapat bersifat positif maupun negatif.Begitu beragamnya persepsi seseorang terhadap stres, respon setiap orang yang berbeda saat mengalami stres dan juga manajemen stres yang tidak mudah mendorong penulis untuk membuat tulisan mengenai Apakah yang dimaksud dengan stres?, Bagaimana patofisiologi stres tersebut? dan Bagaimana caranya memanajemen stres tersebut?B.permasalahanDari uraian latar belakang tersebut di atas permasalaan yang diajukan penulis adalah: Apakah yang dimaksud dengan stres?, Bagaimana patofisiologi stres tersebut?, serta Bagaimana memanajemen stres tersebut?

C.tujuanTujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui Apakah yang dimaksud dengan stres tersebut?, Bagaimana patofisiologi stres?, Bagaimana cara memanajemen stres tersebut?D.manfaatStudi referensi ini dibuat diharapkan dapat bermanfaat untuk membantu mengetahui apa yang dimaksud dengan stres, Patofisiologi stres dan Bagaimana manajemen stres tersebut.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA.Apa itu stres?

Stres adalah fakta kehidupan sehari-hari, tidak hanya menyebabkan penurunan produktifitas individu tetapi juga menyebabkan ketegangan dalam keluarga (Hoisington,1998). Kita sering berurusan dengan keadaan, situasi, dan stres dalam kehidupan yang membuat kita merasa kewalahan secara emosional dan fisik. Banyak orang merasa bahwa mereka sangat sedikit memiliki sumber daya atau keterampilan untuk menangani stres yang mereka alami. Meskipun kita semua berbicara tentang stres, sering tidak jelas apa yang dimaksud dengan stres. Banyak orang menganggap stres sebagai sesuatu yang terjadi pada mereka, seperti cedera atau kehilangan pekerjaan. Orang lain berpikir bahwa stres adalah apa yang terjadi pada tubuh, pikiran, dan perilaku dalam menanggapi suatu peristiwa (Misalnya; jantung berdebar, kecemasan, atau menggigit kuku).

Manusia dalam hidupnya tidak pernah lepas dari masalah. Jika hal tersebut dirasakan menekan, mengganggu dan mengancam maka keadaan ini dapat disebut stres. menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ada 2 pengertian stress: (1).Gangguan atau kekacauan mental dan emosional (2).Tekanan. Menurut Levy, Dignan, dan Shifers, mengatakan bahwa stres merupakan beberapa reaksi fisik dan psikologis yang ditunjukkan seseorang dalam merespon beberapa perubahan yang mengancam dari lingkungannnya yang disebut stressor. Selye mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dialami individu.

Secara teknis psikologik, stres didefinisikan sebagai suatu respon penyesuaian seseorang terhadap situasi yang dipersepsinya menantang atau mengancam kesejahteraan orang bersangkutan. Stress is an adaptive response to a situation that is perceived as challenging or threatening to the persons well-being, jadi stres merupakan suatu respon fisiologik ataupun perilaku terhadap stressor, hal yang dipandang sebagai menyebabkan cekaman, gangguan keseimbangan (homeostasis), baik internal maupun eksternal. Dalam pengertian ini, peristiwa atau kejadian dan respon kita terhadap stres bukan faktor yang paling penting. Pikiran kita tentang situasi tersebutlah yang terpenting (Dantzer 2006). Stres bersifat subjektif sesuai persepsi orang yang memandangnya. Dengan perkataan lain apa yang mencekam bagi seseorang belum tentu dipersepsi mencekam bagi orang lain.

Selye menggolongkan stres menjadi 2 golongan. Penggolongan ini didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya :a. Distress (stres negatif)

Distress merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindari. Terkadang digunakan untuk menggambarkan simptom perilaku dan medis (Matthews 2006).

b. Eustress ( stres postif)

Selye menyebutkan bahwa eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman yang memuaskan. Misalnya; kelahiran seorang anak, dipromosikan di tempat kerja, atau pindah ke rumah baru. Eustress dapat meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi, dan performa individu. Eustress dapat juga meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni.

Stres bisa datang dari situasi atau pemikiran yang membuat kita merasa frustrasi, marah, atau cemas. Semua orang melihat situasi secara berbeda dan memiliki keterampilan coping yang berbeda. Ketika sesuatu terjadi pada kita, kita otomatis mengevaluasi situasi mental, memutuskan apakah situasi itu mengancam, bagaimana harus berurusan dengan situasi tersebut , dan keterampilan apa yang bisa kita gunakan. Jika kita memutuskan bahwa situasi melebihi kemampuan yang kita miliki, maka kita menyebutnya stressful dan reaksinya sebagai respon stres. Untuk alasan ini, ada dua orang yang akan merespon dengan cara yang sama untuk situasi tertentu. Selain itu, tidak semua situasi yang diberi label stres adalah negatif, ada juga stres yang positif. Kita merasa bahwa situasi yang stres karena kita tidak merasa sepenuhnya siap untuk berurusan dengan mereka.

B.Respon stres

Respon stres memungkinkan manusia dan organisme lain untuk bertahan hidup dalam kondisi tidak aman dan mengancam jiwa melalui respon "fight or flight," (McCarty 2006). Beberapa perubahan terjadi segera, dalam beberapa menit sampai beberapa jam, orang lain muncul setelah hari atau minggu, tergantung pada keparahan stressor itu (tabel 1). Respon stres ini sama baik pada manusia dan spesies lain. Salah satu langkah awal dalam respon stres adalah adanya persepsi pada otak bahwa terdapat peristiwa mengancam, yang menentukan bagaimana organisme merespon, baik itu respon fisiologis, emosional, dan perilaku terhadap stressor. Kemungkinan respon meliputi agresi, melarikan diri, kecemasan, dan fungsi eksekutif. Stressor manusia tidak hanya eksternal, mereka dapat internal, seperti khawatir, rasa bersalah, atau perenungan tentang peristiwa masa lalu atau masa depan. Baik Stres internal dan eksternal keduanya berkontribusi terjadinya allostatic overload (joshi 2005).Tabel 1. Perubahan fisiologis selama stres

Fase awal respon stres (menit jam)Fase lanjut dari respon stres (hari minggu)

Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah

Peningkatan pernapasan

Mobilisasi energi dari hati dan lemak tubuh

Penajaman atensi dan kognisi

Peningkatan kondisi takut

Nyeri yang tumpul

Penyimpangan gerakan usus Meningkatnya sistem imun

Penekenanan nafsu makan dan pencernaan

Hambatan pertumbuhan

Hambatan dari reproduksi

Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah

Peningkatan kortisol

Pelepasan hormon stres

Selama pikiran tidak menghentikan pengiriman tanda bahaya ke otak, mekanisme stres ini berjalan terus. Belakangan ini sejumlah penelitian bidang psikologi dan syaraf (Goleman, 2007) menemukan bahwa otak manusia memiliki banyak mirror neuron yang bekerja otonom menangkap signal pada saat kita berinteraksi sosial, kemudian membangun sistem sirkuit yang sesuai dengan bacaannya. Dengan perkataan lain, meskipun secara mental kita bisa melakukan penyesuaian, tetapi tubuh secara otonom melakukan mekanisme pertahanan atau perlindungan sesuai bacaan mirror neuron.

Secara fisiologis ada 3 tahap penyesuaian dilakukan tubuh , sering disebut GAS (

General Adaptation Syndrome), yaitu : Tahap pertama, tahap siaga ( alarm stage ) terjadi

saat mulai terasa sengatan cekaman, biasanya muncul reaksi darurat, respon fight or flight. Tahap kedua, tahap perlawanan ( resistance stage) , pada tahap ini tidak seheboh tahap pertama, tetapi reaksi hormonal tubuh masih tinggi, secara nyata orang ini melakukan upaya penanganan, bisa coping bisa juga fighting . Apabila stressor bisa ditiadakan, maka tubuh akan kembali ke keadaan normal. Respon stres dapat berhenti dengan lambat atau tidak sama sekali. Aktivasi jangka panjang dari respon stres lama setelah ancaman berhenti adalah yang menimbulkan risiko terbesar bagi kesehatan manusia, menyebabkan terjadinya Tahap ketiga, tahap kepayahan (Exhausted stage) dimana Individu tidak lagi memberikan respos stres karena kepayahan, kehabisan energi (dalam McCarty 2006). Kondisi ini agak berbahaya karena tubuh yang mengalami banyak goncangan keseimbangan menjadi terbiasa dengan kondisi tersebut, berakibat gangguan penyakit yang lebih parah, seperti gangguan lambung, hipertensi, penyakit cardiovascular,dst. Paradoknya, dalam jangka pendek respon stres manusia adalah untuk life saving (dan adaptif) ketika langsung berhadapan dengan stressor, tetapi dapat menyebabkan sakit atau penyakit ketika stres yang dihadapi berat, berulang, atau terus-menerus dalam jangka panjang (dan maladaptif ).

B.1. Allostasis (McEwen 2006)Respon klasik flight or flight memerlukan aktivasi epineprin dan kortisol dengan hasil peningkatan fungsi kekebalan tubuh, mobilisasi energi (dalam bentuk glukosa), dan peningkatan memori, yang membantu untuk menghindari ancaman di masa depan. Untuk mempertahankan homeostasis, otak mengatur respon stres dengan menginduksi tubuh untuk melepaskan bahan kimia mediator termasuk neurotransmiter, sistem messengers imune, dan hormon, termasuk kortisol dan epineprin. Suatu proses yang disebut allostasis. Homeostasis mengacu pada stabilitas karakteristik fisiologis yang berbeda, seperti suhu tubuh, pH, dan tekanan oksigen, yang diatur secara ketat dalam rentang sempit yang mempromosikan kelangsungan hidup.

Mediator kimia allostasis dilepaskan tidak hanya dari cabang simpatis dan parasimpatis dari sistem saraf, tetapi juga dilepaskan dari sistem kekebalan tubuh, jantung, dan metabolisme. Interaksi mereka terjadi melalui jaringan nonlinier, yaitu, mediator dari setiap sistem mengatur produksi lain dalam serangkaian checks and balances.

B.2. Allostatic Load and Overload (McEwen 2006)Allostatic load mengacu pada beban stres kronis dan gaya hidup sebagai akibat dari efek yang berlebihan dan disregulasi dari mediator allostasis (Gambar 1). Allostatic load sering dimanifestasikan oleh kelelahan, kemarahan, frustrasi, dan merasa di luar kendali. Perasaan itu dapat menyebabkan sulit tidur, kecemasan, depresi, dan perilaku merusak kesehatan seperti makan berlebihan, merokok, dan minum berlebihan. Perilaku tersebut, pada gilirannya, meningkatkan dan mendisregulasi mediator tubuh yang biasanya terlibat dalam allostasis. Ketika satu mediator, seperti kortisol, hadir dalam jumlah yang berlebihan atau tidak cukup, mediator lainnya juga berubah. Selama hari, minggu, dan lebih lama. Allostatic load akhirnya dapat mengganggu kesehatan, kondisi yang disebut allostatic overload atau respon stres kronik toksik. Allostatic overload adalah maladaptif: melayani yang tidak berguna dan predisposisi terjadinya penyakit.

gambar 1. bagaimana stres konik mempengaruhi perilaku dan kesehatan. Semua orang mempunyai beberapa beban awal terhadap pengelaman yang stressful yang direfleksikan di otak dan tubuh. Stressor kehidupan kronis (seperti konflik interpersonal, perawatan, tekanan kerja, dan tempat tinggal dan kondisi kerja yang ramai dan bising) dapat mempengaruhi orang melalui perasaan kacau, konflik, dan berkurangnya kontrol. Hasil dari stres kronik akan menyebabkan anxietas dan depresi kronik dengan menurunnya kualitas tidur. Anxietas, perubahan mood dan kurangnya tidur menyebabkan orang mengobati diri sendiri dengan makan, minum alkohol, merokok, menghindari olahraga. Bersama dengan anxietas, depresi dan kurangnya tidur. Perilaku ini mengakibatkan disregulasi aktifitas fisiologis normal dan membuat beban stres kronik (allostatic overload). Disregulasi dari respon stres melibatkan kortisol, insulin, and inflammatory cytokines, bersama dengan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, dan penurunan parasympathetic tone. Jika disregulasi abnormal ini bertahan sampai bulan dan tahun, menyebabkan penyimpangan kesehatan, seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, stroke, obesitas, diabetes, arthritis, major depression, gangguan gastrointestinal, nyeri kronis dan fatigue.

Allostatic load dan allostatic overload adalah suatu yang berkelanjutan. Pola, frekuensi, dan durasi stres merupakan faktor penting dari outcome yang jelek, seperti respon seseorang terhadap stres. Empat jenis respon fisiologis menyebabkan Allostatic load dan overload (Gambar 2). Dua dari mereka berkaitan dengan perbedaan respon stres individu: respon berkepanjangan (B) dan respon yang tidak memadai (C). Dua lainnya adalah berkaitan dengan karakteristik stressor kronis: paparan berulang (D dalam gambar) dan kurangnya adaptasi (E). Awalnya, konsekuensi kesehatan dari Allostatic load atau overload adalah indikator awal penyakit yang akan datang, seperti hipertensi, obesitas, peningkatan kolesterol, kehilangan mineral tulang, kehilangan protein otot, gangguan memori, dan kecemasan meningkat (gulf war and health 2008).

Gambar 6; stressor yang berkelanjutan. (A) menunjukkan respon stres normal yang dihidupkan oleh stressor dan berhenti ketika stressornya hilang. Respon stress individu dapat bertahan lama (B) atau tidak adekuat (C). Pengulangan kejadian yang stressful (D) dan kurangnya adaptasi terhadap stressor (E) dapat menyebabkan stres toksik dan beban stres kronik.

C.Patofisiologi stresStres digambarkan sebagai konsep multidimensi yang terdiri dari tiga komponen utama: stimulus input, proses evaluasi, dan respon output. stimulus input atau stressor, mengacu pada kejadian (misalnya suara bising, panas atau kepadatan tinggi) yang memunculkan respon tidak selektif (endokrin, perilaku, otonom) dimana targetnya beberapa jaringan dan organ dalam merespon atau mengantisipasi tantangan untuk homeostasis. Dalam banyak kasus, hubungan antara stimulus input dan respon output memerlukan persepsi terhadap peristiwa yang dianggap stressful. Proses evaluasi dapat mencakup tidak hanya memproses informasi stimulus yang spesifik dan pengkodean terhadap intensitas dan seringnya stressor, tetapi juga perbandingan situasi saat ini dengan pengalaman sebelumnya. Selain itu, proses evaluasi mencerminkan kemampuan organisme untuk mengatasi stressor. Respon output, atau respon stres, adalah adaptasi tubuh yang dirancang untuk membangun kembali keseimbangan fisiologis atau psikologis (Kollack-walker 2006). Tergantung pada stimulus input tertentu, jalur spesifik tertentu dimulai. (gambar 3).

gambar 3. Diagram ilustrasi yang menghubungkan antara stimulus input dan respon output Konsep stres telah dimodifikasi untuk merefleksikan gagasan bahwa terdapat beberapa stimulus input dapat menyebabkan respon stres tanpa memerlukan evaluasi. Akibatnya, berbagai penulis di lapangan telah menklasifikasikan stres dalam cara yang berbeda: fisik versus psikologis, atau sistemik dibandingkan neurogenik / processive. Elemen kunci yang terkait dengan perbedaan tersebut adalah kebutuhan stimulus input yang dianggap sebagai stres. Misalnya, pengalaman baru yang dianggap sebagai stressor ringan membutuhkan persepsi terhadap situasi tersebut, berbeda dengan stimulus yang berpotensi mengancam. Sebuah lingkungan baru akan diklasifikasikan sebagai processive, melibatkan pemprosesan lebih tinggi dari sistem saraf pusat untuk mengidentifikasi situasi sekarang sebagai suatu yang unik dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya. Sebaliknya, stimulus input lainnya menimbulkan respon stres tanpa evaluasi sebelumnya. Misalnya, perdarahan akan mengaktifkan berbagai reflek yang dirancang untuk mengembalikan volume darah ke nilai normal. Dalam hal ini, tidak perlu untuk melihat kehilangan darah sebagai respon stres, ini terjadi secara otomatis. Pendarahan dianggap sistemik, melibatkan gangguan homeostasis atau ancaman terhadap lingkungan internal individu.C.1. Pengaturan stres pusat dari otakSetelah otak menafsirkan situasi sebagai ancaman, dia segera mengontrol langsung sistem endokrin, sistem kardiovaskular, kekebalan tubuh, dan pencernaan. Otak menghubungkan suatu jaringan komunikasi yang rumit dan luas meliputi hormon, neurotransmiter, bahan kimia yang berhubungan dengan sistem kekebalan tubuh, dan sinyal molekul lainnya. Respon stres dipelopori oleh sumbu HPA di jalur respon stres perifer dan oleh sistem saraf simpatik di jalur respon stres pusat. Respon stres adalah adaptif (mempromosikan survival), tetapi menjadi maladaptif jika berlangsung dalam waktu yang lama. Aktivasi jangka panjang respon stres dapat menyebabkan kelainan di otak atau di bagian lain dari tubuh.Respon stres dimulai dengan informasi sensorik tentang stressor, yaitu visual, suara, bau, sentuhan, atau sensasi lain (Gambar 4). Informasi dari sel-sel saraf sensorik di jaringan perifer disampaikan ke beberapa daerah di otak, termasuk hipotalamus, thalamus, kortek somatosensori, nucleus of the solitary tract, ventrolateral medula, dan nucleus parabrachial dan korteks insular. Masing-masing daerah mengirimkan sinyal ke amigdala yang mengintegrasikan semua sinyal sensorik yang masuk dan hipotalamus. Amigdala terdiri dari nucleus sentral dan basolateral , dan bed nucleus of the stria terminalis (BNST) lateral (Fanselow 2006).

Gambar 4. Stress-response pathways. NOTE: ACTH = adrenocorticotrophic hormone, CRH = corticotropin-releasing hormone, RAS = reticular activating system.

BNST juga menerima input dari hippocampus. baik nucleus sentral amigdala dan BNST lateral, ketika teraktivasi, mengirimkan impuls ke beberapa daerah lain otak, termasuk locus coeruleus, yang menggunakan norepinefrin untuk mengirim sinyal ke beberapa bagian lain otak. Beberapa bagian dari hipotalamus dan banyak dari nucleus batang otak sama-sama mengaktifkan sistem saraf simpatik, yang dengan locus coeruleus merupakan bagian dari respon stres pusat, mempersiapkan fight or flight.

Koneksi anatomis antara amigdala, hippocampus, dan hipotalamus memfasilitasi aktivasi dari sumbu HPA. Informasi sensorik tiba di aspek lateral amigdala diproses dan disampaikan ke nucleus sentral, yang berproyeksi ke beberapa bagian otak yang terlibat dalam respon terhadap rasa takut. Pada hipotalamus, impuls takut mengaktifkan kedua sistem saraf simpatik dan sistem modulasi dari sumbu HPA.

C.1.1. excitation pathways (dalam herman 1997)

Eksitasi dari sumbu HPA dilakukan oleh sirkuit stres pusat, yang paling utama diantaranya adalah brainstem catecholamine producing pathway, yang mana berproyeksi langsung ke neuron corticotropin-releasing hormone (CRH) dari paraventricular nucleus (PVN) hipotalamus. Katekolamin merangsang aktifitas HPA dalam keadaan perdarahan, hipotensi dan distress respiratori. Efek eksitasi katekolamin dimediasi oleh -adrenoceptor PVN. Amigdala juga berperanan dalam aktivasi HPA, amigdala diketahui mendesak respon perilaku dan kardiovaskuler terhadap stres. Efek eksitasi dari amigdala pada fungsi HPA dimediasi oleh nucleus sentral, medial dan kortikal amigdala. Stimulasi dari nucleus tersebut menyebabkan sekresi kortikosteroid.

Bed nucleus of the stria terminalis juga berperanan dalam eksitasi sumbu HPA. Struktur limbik forebrain ini menghubungkan amigdala dan hippocampus dengan hipotalamus dan daerah yang mengontrol fungsi homeostatis vital. Ablasi dari divisi lateral daerah ini menyebabkan penurunan ekspresi CRH di PVN dan melemahkan sekresi kortikosteroid yang disebabkan kondisi takut, sedangkan stimulasi menyebabkan peningkatan sekresi kortikosteroid.

Aktivasi dari sumbu stres juga dipengaruhi oleh input ascendens dari locus coeruleus dan raphe nuclei. Neuron-neuron yang berisi glutamat dan asetilkolin juga berperanan dalam eksitasi dari PVN.

C.1.2. Inhibitory pathways (dalam herman 1997)Penting adanya mekanisme yang efektif untuk mempertahankan sekresi glukokortikoid dalam batas yang bisa ditoleransi, proses tersebut dilakukan dengan beberapa jalur. Injeksi glukokortikoid ke regio PVN menyebabkan downregulasi CRH, penurunan sekresi ACTH. Diduga bahwa negatif feedback dari glukokortikoid beraksi pada neuron PVN itu sendiri.

Inhibisi sumbu HPA bisa berasal dari beberapa sumber, yang paling banyak di teliti adalah hippocampus. Hippocampus mempunyai ikatan glukokortikoid, reseptor glukokortikoid (GR) dan mineralokortikoid yang tinggi. Stimulasi dari hippocampus menyebabkan penurunan aktifitas HPA baik pada tikus dan manusia. Struktur lain yang berperanan adalah kortek prefrontal, kerusakan dari kortek prefrontal atau septum lateral mengakibatkan peningkatan respon dari HPA terhadap stres akut. PVN juga menerima neuron inhibitory dari sirkuit hipotalamus lokal. Penelitian lesi menunjukkan bahwa beberapa grup sel yang berproyeksi dengan PVN (BST, area preoptik, dan hipotalamus) mempunyai kapasitas untuk menghambat aktivasi HPA. Ablasi dari nucleus arkuata, area preoptik medial, nucleus ventromedial atau nucleus suprachiasma meningkatkan ACTH basal atau sekresi kortikosteron, dan besarnya serta durasi respon stres HPA.

C.1.3. processive vs systemik stress Aktivasi sirkuit stres oleh stressor tertentu tergantung dari sifat stimulusnya. Secara umum, limbic stress pathways adalah yang paling sensitif dengan stressor yang melibatkan pemprosesan oleh struktur yang lebih tinggi. Misalnya, respon HPA terhadap restraint, fear conditioning atau terpapar dengan kondisi baru di pengaruhi oleh kortek prefrontal, hippocampus atau amigdala. Stressor ini mempunyai gambaran umum:

Semuanya membutuhkan sekumpulan dan pemprosesan sinyal dari bermacam macam modaliti sensori sebelum memulai respon stres. Tidak satupun dari stressor yang terlibat adalah ancaman segera bagi keseimbangan fisiologis, tetapi lebih kepada stimulus yang menjadi stressful (atau tidak stressful) setelah dibandingkan dengan stimulus yang sebelumnya.

Respon stres yang mengancam kesimbangan fisiologis, seperti hipoksia tidak dipengaruhi oleh lesi pada sistem limbik. Stressor ini mempunyai gambaran umum;

Diarahkan secara langsung ke PVN melalui visceral afferent pathways Merupakan ancaman langsung terhadap survival. C.2. Hypothalamus Pituitary Adrenal Axis Hypothalamus Pituitary Adrenal Axis (sumbu HPA) adalah bagian utama dari sistem neuroendokrin yang mengontrol reaksi terhadap stres dan memiliki fungsi penting dalam mengatur berbagai proses tubuh seperti pencernaan, sistem kekebalan tubuh ,suasana hati, emosi, seksualitas, dan penyimpanan penggunaan energi. Ini adalah mekanisme untuk satu kumpulan interaksi antara kelenjar, hormon dan bagian otak pertengahan yang memediasi sindrom adaptasi umum (Watts 2006). Aktivasi sistem stres meningkatkan kewaspadaan, mempercepat refleks motorik, meningkatkan perhatian dan fungsi kognitif, menurunkan nafsu makan dan gairah seksual, dan meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit. Sistem yang telah diaktifkan juga menimbulkan perubahan fungsi kardiovaskuler, perantara metabolisme dan menghambat inflamasi yang dimediasi imun.

Sumbu HPA juga terlibat dalam gangguan kecemasan, gangguan bipolar, pasca-traumatic stress disorder, depresi klinis, kelelahan dan sindrom iritasi usus besar. Komponen utama dari sistem ini terletak di hipotalamus dan batang otak (Gambar 5). Sistem stres aktif ketika tubuh sedang beristirahat, menanggapi berbagai sirkadian berbeda, neurosensorik, berhubungan dengan darah dan sinyal limbik. Sinyal-sinyal ini termasuk sitokin yang diproduksi oleh reaksi inflamasi yang dimediasi imun, seperti tumor necrosis factor , IL-1, dan IL-6.Elemen-elemen kunci dari sumbu HPA adalah PVN dari hipotalamus, yang berisi neuron neuroendokrin yang mensintesis dan mengeluarkan vasopresin serta corticotropin-releasing hormon (CRH) (Ziegler 2002). Setiap PVN memiliki tiga divisi parvicellular : kelompok medial yang sebagian besar menghasilkan CRH dan mengeluarkan ke dalam sistem portal hipofisis; kelompok intermedial yang mengeluarkan AVP ke sistem portal hipofisis, dan kelompok lateral yang terutama menghasilkan CRH dan menginervasi noradrenergik dan neuron sistem stres lainnya di batang otak (Gambar 5). Beberapa neuron parvicellular mengandung dan mengeluarkan baik CRH maupun arginin vasopresin (AVP) (Swanson 2007). Secara khusus, CRH dan AVP merangsang sekresi hormon adrenokortikotropik (ACTH). ACTH pada gilirannya bekerja pada kortek adrenal yang menghasilkan hormon glukokortikoid (terutama kortisol pada manusia).

CRH dan APV yang dilepaskan dari terminal saraf neurosecretori di eminensia median diangkut ke hipofisis anterior melalui sistem pembuluh darah portal dari tangkai hipofisis (Fink 2007). CRH dan APV bertindak sinergis untuk merangsang sekresi ACTH yang tersimpan dari sel corticotrope. Ketika CRH tidak ada, hanya sedikit ACTH yang disekresikan. AVP sendiri memiliki sedikit efek untuk sekresi ACTH tetapi bertindak secara sinergis dengan CRH. ACTH diangkut oleh darah ke kortek adrenal kelenjar adrenal, di mana ia cepat merangsang biosintesis kortikosteroid dari kolesterol. Kortisolmemiliki efek. pada banyak jaringan dalam tubuh, termasuk pada otak. Di otak, kortisol bekerja pada dua jenis reseptor, reseptor mineralokortikoid dan reseptor glukokortikoid, dan ini diungkapkan oleh berbagai jenis neuron. Salah satu target penting dari glukokortikoid adalah hippocampus, yang merupakan pusat pengendali utama dari sumbu HPA.

Pelepasan CRH dari hipotalamus dipengaruhi oleh stres, tingkat kortisol darah dan siklus tidur / bangun. Pada individu sehat, kortisol meningkat pesat setelah bangun tidur hingga mencapai puncaknya dalam waktu 30-45 menit, kemudian secara bertahap Gambar 5. Komponen Utama Sistem Stress Sentral dan Perifer.

Nucleus paraventrikular dan locus coeruleus (sistem noradrenergik) ditunjukkan bersama dengan komponen perifernya, sumbu pituitari-adrenal, dan adrenomedullar serta sistem simpatik sistemik. Hipothalamic corticotropin-releasing hormon (CRH) dan neuron noradrenergik sistem saraf pusat menginervasi dan mengaktifkan satu sama lain, selain itu melepaskan autoinhibition presinaptik melalui serat kolateral. Arginin vasopressin (AVP) dari nucleus paraventrikular bertindak secara sinergis dengan CRH dalam merangsang sekresi kortikotropin. Kedua komponen sistem stres pusat distimulasi oleh neurotransmitter kolinergik dan serotonergik serta dihambat oleh -aminobutyric acid (GABA) - benzodiazepin dan arkuata nucleus proopiomelanocortin (POMC) peptida. Peptida ini langsung diaktifkan oleh sistem stres dan sangat penting sebagai komponen tambahan analgesia yang terjadi selama stres. Kortikotropin (panah padat) merangsang korteks adrenal untuk menghasilkan kortisol. Kortisol (panah putus-putus) menghambat produksi CRH, AVP, dan kortikotropin.

Gambar 6. Nucleus Paraventrikularis Hipotalamus Neuron parvicellular mensekresi corticotropin-releasing hormone (CRH) dan arginine vasopresin (AVP) diproyeksikan menuju dan disekresikan ke dalam sistem portal hypophysial. Neuron parvicellular CRH juga diproyeksikan ke batang otak untuk menginervasi neuron locus coeruleus (sistem noradrenergik). Magnicellular AVP yang mensekresi neuron berhenti dalam hipofisis posterior dan mensekresikan ke dalam sirkulasi sistemik, mereka juga memiliki kolateral terminal dalam sistem portal. CRH memungkinkan dan menstimulasi sekresi kortikotropin hipofisis, dan AVP memiliki peran sinergis dengan CRH dalam sekresi kortikotropin. Para arkuata nucleus proopiomelanocortin (POMC) ditampilkan, bersama dengan persarafan mutual antara CRH dan neuron POMC yang mensekresi peptida.

berkurang sepanjang hari, naik lagi pada sore hari. Tingkat kortisol kemudian jatuh pada larut malam, mencapai titik terendah selama tengah malam.Pagi-pagi sekali, ketika irama ini berada pada puncaknya, mereka meningkatkan besaran denyut/irama ACTH dan kortisol. Amplitudo denyut ini juga meningkat selama stres akut, tetapi di bawah kondisi ini, sistem stres merekrut tambahan hasil sekresi CRH, AVP, atau ACTH, seperti AVP magnicellular dan angiotensin II. ACTH merupakan regulator kunci sekresi glukokortikoid oleh kelenjar adrenal. Hormon lain, termasuk yang berasal dari medula adrenal, dan saraf otonom yang dimasukkan ke kortek adrenal juga dapat mengatur sekresi kortisol (Dallman 2006).

Kortisol didistribusikan ke jaringan tubuh di mana ia melayani beberapa fungsi, seperti mengembalikan energi yang hilang dengan cara lonjakan epinefrin, meningkatkan cardiovaskular tone, mensiagakan memori untuk menghindari bahaya di masa depan, melestarikan energi, dan, jika perlu, mengaktifkan migrasi sel imun ke daerah tubuh di mana ada infeksi atau cedera. Kortisol juga memiliki fungsi penting dalam otak: bertindak untuk meningkatkan gairah, kewaspadaan, perhatian, dan pembentukan memori. juga dapat beraksi di amigdala dan BNST untuk meningkatkan produksi dan pelepasan CRH dari hipotalamus. Kortisol juga memfasilitasi fear conditioning. Namun, jika lonjakan kortisol yang besar dan berkepanjangan, dapat menekan pertumbuhan, perbaikan jaringan, reproduksi, pencernaan, dan peradangan (Buckingham 2006). Ketika kortisol mencapai otak, dia memberikan negatif feedback pada sumbu HPA. Pertama, ia mengikat reseptor glukokortikoid dalam hippocampus, yang proyeksi ke hipotalamus, dan mengikat reseptor glukokortikoid di hipotalamus. Kortisol yang mengikat baik dalam hippocampus dan hipotalamus bertindak untuk menghentikan produksi CRH dan pelepasan oleh hipotalamus. Konsentrasi kortisol tinggi yang mencapai otak akan menghambat sumbu HPA . Glukokortikoid, seperti kortisol, meningkatkan CRH di amigdala dan membantu untuk menghidupkan sumbu HPA ketika teraktivasi oleh stres, dan mematikan mekanisme negatif feedback sumbu HPA pada tingkat hipotalamus dan hipofisis. Keseimbangan antara aktivasi melalui amigdala dan penghambatan melalui hipotalamus, korteks prefrontal, dan hippocampus yang menentukan aktivitas HPA dan seberapa cepat itu dihidupkan dan dimatikan (Antoni 2007).D.Modifikasi respon stresBanyak faktor yang dapat mengubah respon seseorang terhadap stres, termasuk genetik, riwayat awal kehidupan, dan sejauh mana stressor dapat dikendalikan. Penelitian ini berlangsung pada semua orang, terutama pada hewan model. Masing-masing dibahas di bawah iniD.1. GenetikBanyak aspek dari respon stres, seperti takut yang didapat dan bawaan, hadiah, perilaku sosial, dan ketahanan yang cenderung berada di bawah pengaruh gen tertentu. Tidak begitu lama yang lalu, para peneliti mencoba mencari abnormalitas genetik tunggal yang diperkirakan menyebabkan gangguan spesifik psikiatri. Pada beberapa gangguan seperti penyakit huntingtons dan cystic fibrosis, hal tersebut dapat terbukti. Kenapa gen untuk penyakit mental sangat sulit ditemukan?. Jawabannya adalah gen tidak menyandikan penyakit mental. Gen menyandikan protein, dan pada penyakit mental, kode gen untuk abnormalitas molekul disebabkan oleh penyimpangan protein yang diwariskan secara genetik. Ini termasuk protein yang mengatur perkembangan neuron, seperti seleksi neuron, migrasi, differensiasi, atau sinaptogenesis, juga termasuk protein untuk enzim transporter pada molekul signal transduksi, sinaptic plasticity, protein transport axon dan dendrit dan banyak lainnya. Gen menentukan protein mana yang akan dibuat dan di mana mereka akan dibuat (stahl 2008). Gen yang sama mungkin memiliki urutan yang sedikit berbeda (alel) yang mengubah produksi protein. Contoh variasi alel terjadi pada gen yang mengkode protein serotonin-transporter. Sebuah alel pendek membuat berkurangnya protein ini dibandingkan dengan alel panjang yang ditemukan pada kebanyakan orang, sehingga mengubah transmisi serotonin. Dalam beberapa penelitian, orang dengan alel pendek rentan terhadap kecemasan berlebihan dan lebih mungkin untuk mendapatkan respon takut. Selain itu, mereka lebih mungkin untuk mengalami depresi tetapi hanya jika mereka dianiaya di masa kecil. Dengan demikian, hanya memiliki alel pendek tidak selalu menyebabkan depresi, namun dikombinasikan dengan stres kehidupan awal dapat meningkatkan risiko depresi. Sebaliknya, orang dengan alel panjang (dan tingkat yang lebih tinggi dari transporter serotonin) kurang mungkin mengalami depresi bahkan jika mereka telah dianiaya di masa kecil, alel yang lebih panjang melindungi mereka. Itu adalah contoh dari interaksi gen-lingkungan di mana kondisi medis tidak dapat diprediksi hanya dengan gen atau hanya oleh peristiwa kehidupan yang serius, tetapi memerlukan kombinasi dari faktor genetik dan lingkungan untuk terjadinya hasil (Davis 2006).

D.2. Stres awal kehidupanPada tahun 1950, Harlow menemukan bahwa kurangnya perawatan dan penanganan maternal adalah stres awal kehidupan yang berat. Monyet rhesus yang telah dibesarkan oleh ibu buatan (terbuat dari kabel telanjang) mengalami teror ketika ditempatkan dalam situasi baru, dan yang dibesarkan oleh rekan-rekan mereka menunjukkan lebih banyak kecemasan dan hyperarousal daripada monyet yang dibesarkan oleh ibu biologis mereka. (Gulf war Health 2008).Stres awal kehidupan adalah paparan kejadian tunggal atau multipel pada masa kanak-kanak yang melebihi kemampuan koping anak dan menyebabkan stres berkepanjangan (Pechtel 2011). Stres awal kehidupan dikaitkan dengan perubahan dalam sumbu HPA (dalam Korosi 2010) . Pada tikus, penanganan maternal normal selama masa bayi menyebabkan peningkatan seumur hidup dalam jumlah reseptor glukokortikoid dalam hippocampus, sedangkan kurangnya penanganan maternal mengurangi jumlah reseptor glukokortikoid pada hewan yang stres, dan penurunan bertahan sampai dewasa dan usia tua. Kepadatan yang lebih besar dari reseptor glukokortikoid setelah penanganan normal diharapkan dapat meningkatkan negatif feedback antara hippocampus dan HPA dan mengakibatkan penghambatan lebih besar dari sumbu HPA setelah kejadian stres, yang pada gilirannya akan menyebabkan kurang reaktifnya sumbu HPA, konsentrasi kortisol lebih rendah, dan pemulaian lebih cepat dari respon stres. Kepadatan reseptor yang lebih rendah dapat mengurangi negatif feedback dan menyebabkan reaktivitas lebih besar dari sumbu HPA, konsentrasi kortisol lebih tinggi, dan respon stres yang lebih lama. Konsentrasi kortisol lebih tinggi, yang bertahan dari masa muda sampai usia tua, memang ditemukan di nonhandled (stres) hewan. Dengan kata lain, anak-anak yang terutama beradaptasi dengan hyperarousal pada saat terkena stressor akut, akan berkembang menjadi simptom hyperarousal kronik seperti respon terkejut, anxietas, hiperaktifitas motorik, gangguan tidur, atau takikardi (Sandberg 2006). Pada usia yang lebih besar, sekresi berlebihan kortisol dikaitkan dengan perubahan struktural dalam hippocampus dan defisit dalam memori spasial. Perawatan maternal yang normal menyebabkan konsentrasi yang lebih rendah dari kortikotropin dan kortisol, indikasi dari sumbu HPA kurang reaktif.Bukti overaktifnya sumbu HPA pada stres awal kehidupan datang juga dari studi CRH. Seperti dijelaskan sebelumnya, CRH dilepaskan oleh hipotalamus di bawah pengaruh regulasi dari hippocampus, kortek prefrontal, dan amigdala, dan sinyal kelenjar hipofisis untuk melepaskan corticotropin, yang memimpin pelepasan kortisol oleh kelenjar adrenal. Primata yang dipelihara dalam kondisi stres pada awal kehidupan menunjukkan kenaikan terus-menerus CRH sepanjang masa dewasa. Waktu paparan stressor itu penting, CRH menurun saat kondisi stres terjadi kemudian pada masa bayi. Penelitian tersebut telah membantu untuk menetapkan bahwa stres awal kehidupan memiliki efek permanen pada peraturan dari sumbu HPA (Huot 2006).Penelitian pada manusia menunjukkan hubungan yang tampaknya konsisten dengan temuan stres awal kehidupan pada hewan percobaan. Dalam sebuah studi tentang efek dari pelecehan anak di Selandia Baru diikuti dari lahir sampai usia 30an, sebuah hubungan ditemukan antara abuse masa kanak-kanak dan peradangan kronis di masa dewasa. Para marker inflamasi C-reactive protein ditemukan di atas normal pada banyak dewasa muda yang mengalami abuse. Hubungan dosis respon terlihat antara tingkat penyalahgunaan dan konsentrasi C-reaktif protein.

Terdapat beberapa bukti penting bahwa stres awal kehidupan mempengaruhi perkembangan fungsi sistem serotonin di otak dan bahwa mungkin menjelaskan beberapa kelainan perilaku, termasuk konsumsi alkohol yang lebih besar, agresifitas, dan gangguan kontrol impuls (Kusljic 2007). Studi tersebut dapat menjelaskan sirkuit saraf yang mengatur respon stres dan bagaimana mereka berinteraksi dengan lingkungan dan pada beberapa variasi dalam respon terhadap stres. Pada hewan, serotonin yang rendah dihubungkan dengan peningkatan sensitivitas terhadap ancaman lingkungan dan respon terhadap ancaman yang lebih besar (Gitlin 2007)D.3. ControllabilitySalah satu yang penting dari respon stres adalah sejauh mana stressor diterima sebagai sesuatu yang dapat dikendalikan. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa sense of control merupakan aspek penting dari daya tahan. Percobaan telah menunjukkan bahwa hewan dengan kemampuan kontrol melebihi jumlah kejutan yang mereka terima bernasib jauh lebih baik daripada mereka yang kehilangan kontrol.

Tikus yang kurang memiliki kontrol pada kejutan yang mereka terima akan kurang makan, kehilangan berat badan lebih banyak, ulkus yang lebih banyak, memiliki tekanan darah yang lebih tinggi dan kortisol plasma istirahat lebih tinggi, kurang agresif dalam menghadapi penyusup, kurang responsif pada nyeri, dan memiliki lebih imunosupresi. Mereka juga memiliki perubahan epinefrin di locus coeruleus dan hipotalamus. Eksperimen serupa pada anjing menemukan bahwa mereka yang diberikan shock tak terhindarkan gagal menghindari shock lanjutan bahkan ketika mereka mampu, perilaku yang disebut ketidakberdayaan yang dipelajari.

Mekanisme biologis yang mendasari bagaimana stres tak terkendali mengakibatkan defisit dalam menghindar tampaknya karena aktivasi abnormal dari dua nucleus batang otak: raphe nuclei dorsal dan locus coeruleus. Aktivasi neuron tersebut menyebabkan pelepasan neurotransmiter serotonin dan norepinefrin ke hampir seluruh bagian otak, di mana mereka mengubah aktivitas sel. Namun, mekanisme dimana nucleus batang otak primitif tersebut memediasi proses kognitif yang kompleks yang diperlukan untuk menilai stressor yang tidak terkontrol belum jelas. Baru-baru ini terbukti pada tikus yang stres selalu mengaktifkan nucleus batang otak, namun aktivasi dihambat oleh kortek prefrontal, struktur otak yang tampaknya mengalami disregulasi pada orang dengan PTSD. Dengan demikian, disfungsi kortek prefrontal dalam PTSD mungkin bisa memperburuk perasaan berada di luar kendali. Penelitian pada hewan menggambarkan peran potensial persepsi kontrol dalam proses respon stres.E.Stres kronis dan kesehatanAktivasi dari respon stres menjamin kelangsungan hidup dalam jangka pendek, tetapi menjadi maladaptif ketika aktivasi bertahan sebagai akibat dari stres kronis, berat, atau berulang. Stres kronis dapat menyebabkan hasil yang merugikan kesehatan yang mempengaruhi beberapa sistem tubuh seperti SSP dan endokrin, kekebalan tubuh, pencernaan, dan sistem kardiovaskular. Stres yang disebabkan kelainan karena disregulasi beberapa mediator: kortisol, epinefrin, dan sistem kekebalan sitokin. Model stres yang berhubungan dengan penyakit dibangun pada bukti keterkaitan antara hormon stres dan sistem lainnya, termasuk endokrin dan sistem kekebalan tubuh. Hormon stres dapat memicu interaksi antara endokrin dan sistem kekebalan tubuh yang berujung pada keadaan peradangan kronis. Stres yang merangsang peradangan kronis tampaknya menjadi kekuatan pendorong di belakang luas kondisi terkait dengan stres, seperti obesitas, penyakit jantung, diabetes, dan sakit kronis. Penelitian tentang peran peradangan dengan SSP adalah memfokuskan pada hubungan timbal balik antara sel-sel kekebalan tubuh, sitokin, dan neuron terdekat terletak di daerah otak yang terlibat dalam stres yang terkait gangguan.Dalam otak, terdapat bukti perubahan struktural dan fungsional sebagai akibat langsung dari stres kronis atau berat. Perubahan tersebut berkaitan dengan perubahan dari fungsi yang paling besar dari otak: memori dan pengambilan keputusan. Mereka juga berhubungan dengan simptom takut dan kecemasan, dan otak yang peka untuk penyalahgunaan zat dan meningkatkan risiko gangguan penggunaan zat. Memori dan kognisi telah dipelajari secara ekstensif di tiga wilayah otak: hippocampus, korteks prefrontal, dan amigdala. Hippocampus, pusat memori eksplisit, tampaknya sangat rentan terhadap stres kronis. menurut model binatang, stres berulang , merubah struktur dan hubungan antara neuron di hippocampus yang ditujukan untuk menerima sinyal dari sel saraf lainnya. Ketika neuron hippocampus yang direnovasi oleh glukokortikoid bekerja sama dengan beberapa zat kimia saraf, mereka kehilangan plastisitas mereka. Plastisitas sangat penting untuk encoding memori dan proses belajar dari mereka, dan kehilangan tersebut yang menyebabkan penurunan fungsi kognitif penting dari otak. Disfungsi kognitif terlihat pada orang yang menggunakan glukokortikoid kronis sebagai pengobatan untuk gangguan autoimun atau inflamasi, pada orang yang mengeluarkan kortisol berlebihan, dan pada sukarelawan sehat yang diberikan glukokortikoid.Plastisitas dalam hippocampus diperkirakan tergantung sebagian pada produksi sel-sel saraf baru oleh proliferasi dan diferensiasi stem sel atau sel progenitor dalam proses yang dikenal sebagai neurogenesis. Dalam model hewan, stres kronis menghambat neurogenesis di hippocampus dan dapat mengurangi jumlah neuron. Peningkatan glukokortikoid, opioid endogen, dan asam amino exitatory berperan dalam inhibisi tersebut. Penghambatan neurogenesis juga mungkin dimediasi sebagian oleh sitokin proinflamasi yang memerintah stem sel tumbuh menjadi sel non saraf di otak dengan mengorbankan menghasilkan sel-sel saraf baru. Efek tersebut dapat diblokir oleh anti-inflamasi.Kortek prefrontal merupakan daerah otak yang paling berkembang, melayani kemampuan kognitik manusia. Bagaimanapun kortek prefrontal adalah daerah yang paling sensitif terhadaf efek merusak dari paparan stres (Arnsten 2009). Kortek prefrontal mengintegrasikan beberapa informasi seperti apakah suara yang tiba-tiba menimbulkan ancaman dan memodulasi aktivitas sumbu HPA. Stres akut melemahkan sementara koneksi jaringan kortek prefrontal, sementara stres berulang menyebabkan renovasi struktural dari neuron di axis yang mengurangi kemampuan mereka untuk menerima sinyal dari neuron lainnya (Arnsten 2011). Perubahan di korteks prefrontal yang kemungkinan besar didorong oleh meningkatnya konsentrasi glukokortikoid dan oleh zat kimia saraf lain di otak yang meningkat oleh paparan berulang terhadap stresor; perubahan mengganggu fleksibilitas kognitif.Amigdala mengalami perubahan struktural yang merupakan kebalikan dari yang terlihat di hippocampus dan korteks prefrontal. Dalam model hewan, perubahan yang diakibatkan oleh meningkatnya perilaku pengkondisian ketakutan dan kecemasan, juga tampak pada manusia, veteran dengan PTSD dievaluasi dengan teknik pencitraan otak menunjukkan aktivasi amigdala setelah terkena gambar traumatis. Memori yang terbentuk berhubungan dengan stres kehidupan dapat dihilangkan dan dapat dipicu, bahkan bertahun-tahun kemudian, dengan isyarat yang berhubungan dengan kejadian aslinya. Memori dapat dipicu oleh rangsangan yang berhubungan dengan peristiwa traumatik asli (kilas balik) dan pada beberapa orang begitu mengganggu sehingga fungsi normal tidak mungkin lagi. Kenangan traumatis yang kuat sering diekspresikan dalam bentuk ingatan mengganggu, kilas balik, dan mimpi buruk berulang.BAB IIIMANAGEMEN STRESStres merupakan bagian dari kehidupan normal. Dalam jumlah kecil, stres yang baik, yang dapat memotivasi dan membantu kita menjadi lebih produktif. Namun, terlalu banyak tekanan, atau respon yang kuat terhadap stres bisa berbahaya. Bagaimana kita melihat stres dan bagaimana kita bereaksi terhadap hal itu menentukan dampaknya terhadap kesehatan kita. Kita dapat termotivasi dan disegarkan oleh peristiwa-peristiwa dalam hidup kita, atau kita dapat melihatnya sebagai stres dan merespon dengan cara yang mungkin memiliki efek negatif pada fisik, mental, dan kesejahteraan sosial. Jika kita selalu merespon dengan cara yang negatif, kesehatan dan kebahagiaan kita mungkin menderita. Untuk beberapa orang, mempunyai terlalu banyak stres dapat mempengaruhi kemampuan terbaiknya (Mun 2010)Dengan memahami diri kita sendiri dan reaksi kita terhadap keadaan yang membuat stres, kita dapat belajar untuk mengatasi stres lebih efektif. Yang lebih penting lagi, persepsi kita tentang bagaimana dampak negatif stres akan berpengaruh signifikan dengan derajat stres yang kita alami (brunero 2006). Dalam arti yang paling akurat, manajemen stres bukan tentang belajar bagaimana untuk menghindari atau melarikan diri dari tekanan dan turbulensi kehidupan modern, melainkan belajar untuk menghargai bagaimana tubuh bereaksi terhadap tekanan, dan belajar bagaimana mengembangkan keterampilan yang meningkatkan penyesuaian tubuh. Untuk mempelajari manajemen stres adalah belajar tentang hubungan pikiran tubuh dan sejauh mana kita dapat mengontrol kesehatan kita dalam arti positif.Ada ratusan cara untuk mengelola stres. Strategi yang digunakan akan tergantung pada situasi tertentu yang kita hadapi. Namun, secara garis besar semua manajemen stres dapat dipisahkan ke dalam 2 kategori umum (concordia university health services):

1. Strategi yang mengatasi gejala stres

Strategi manajemen stres yang mengatasi gejala stres biasanya strategi relaksasi. Respon fight or flight merangsang tubuh dengan meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, pernapasan, dan banyak lagi. Ini adalah keadaan yang berkelanjutan dari stimulus yang memberikan kontribusi pada masalah kesehatan. Strategi relaksasi dapat membantu menghilangkan rangsangan yang disebabkan oleh respon stres. Oleh karena itu, mereka dapat mengurangi risiko kesehatan yang berhubungan dengan masalah stres. Penting untuk dicatat bahwa strategi relaksasi dapat berguna untuk mengelola stres dalam jangka pendek, tetapi karena mereka tidak sampai ke inti penyebab stres (tidak menghapus bahaya), mereka tidak berguna untuk mengelola stres dalam jangka panjang. 2. Strategi yang menangani stressor

Stres merupakan respon terhadap bahaya. Secara umum, kita melihat situasi berbahaya ketika kita menilai bahwa kita tidak memiliki sumber daya cukup untuk menghadapi tuntutan situasi yang dihadapi. Dengan kata lain, ketika sumber daya dirasakan kurang dari tuntutan yang dirasakan, kita mengevaluasinya sebagai bahaya. Ada dua kategori strategi manajemen stres yang sesuai dengan dua kategori bahaya:

Pendekatan pemecahan masalah (untuk bahaya nyata)

Pendekatan kognitif (untuk membayangkan bahaya)

Tujuan dari kedua pendekatan ini adalah untuk mengurangi tuntutan, membangun sumber atau kombinasi keduanya, sehingga situasi tidak lagi dilihat sebagai berbahaya. Dalam pendekatan pemecahan masalah kita melakukan sesuatu untuk menghilangkan bahaya, sedangkan dalam pendekatan kognitif kita mengubah cara berpikir sehingga tidak lagi memikirkan situasi sebagai berbahaya. Karena strategi ini bertujuan untuk menghilangkan bahaya, mereka merupakan strategi jangka panjang. Setelah bahaya hilang, begitu juga stres. Strategi ini lebih efektif daripada strategi relaksasi, tetapi membutuhkan waktu untuk mempelajari keterampilan dan menguasainya.

Pendekatan pemecahan masalah efektif dalam situasi di mana stressor adalah nyata. Tujuan dari strategi ini adalah untuk melakukan tindakan dalam rangka menghilangkan stres, yang juga harus menghapus stres. Tindakan diperlukan baik mengurangi tuntutan atau meningkatkan sumber daya. Tindakan yang diambil dalam pendekatan pemecahan masalah kemungkinan akan mengharuskan kita membangun dan menerapkan keterampilan. Ada banyak ketrampilan yang dapat digunakan untuk pendekatan manajemen stres. Ketrampilan yang akan digunakan tergantung pada stressor.

A.Strategi yang mengatasi gejala stres

Berikut ini merupakan berbagai macam strategi yang telah terbukti efektif untuk manajemen stres:A.1. RelaksasiPada akhir 1960-an, di Harvard Medical School, Herbert Benson, MD menemukan bahwa ada mekanisme penyeimbang respon stres. Dengan merangsang daerah hipotalamus dapat menyebabkan respon stres, mengaktifkan daerah lain dari otak dapat menguranginya. Dia menyebutnya respon relaksasi. Respon relaksasi adalah keadaan fisik dari istirahat yang dalam yang mengubah respon fisik dan emosional terhadap stres. Ketika respons relaksasi muncul: 1. Metabolisme menurun2. Jantung berdetak lebih lambat dan otot rileks3. Pernapasan menjadi lebih lambat4. Tekanan darah menurun5. Kembali menjadi ke keadaan tenang6. Jika dilakukan secara teratur, dapat memiliki efek abadi.

Mendapatkan respon relaksasi sebenarnya cukup mudah. Ada dua langkah penting:1. Pengulangan kata, suara, frase, doa, atau aktivitas otot.2. Secara Pasif mengabaikan pikiran sehari-hari yang pasti datang ke pikiran Mendapatkan respon relaksasi reguler telah terbukti secara ilmiah menjadi pengobatan yang efektif untuk berbagai macam gangguan yang terkait stres. Bahkan, sampai penyakit yang disebabkan atau diperparah oleh stres, respon relaksasi bisa membantu. Asumsi dasar yang melatarbelakangi teknik relaksasi adalah bahwa individu memiliki kecemasan-kecemasan yang timbul dari keadaan fisik maupun psikisnya, sehingga diperlukan usaha untuk menyalurkan kelebihan energi dalam dirinya melalui suatu kegiatan yang menyenangkan dan menenangkan. Tekhnik relaksasi adalah salah satu bentuk terapi yang berupa pemberian instruksi kepada seseorang dalam bentuk gerakan-gerakan yang tersusun secara sistematis untuk merilekskan pikiran dan anggota tubuh seperti otot-otot dan mengembalikan kondisi dari keadaan tegang ke keadaan rileks, normal dan terkontrol, mulai dari gerakan tangan sampai kepada gerakan kaki (Whitehouse 2007).Terapi relaksasi mempunyai dua fungsi; 1). Latihan relaksasi meningkatkan aktfitas sistem saraf parasimpatis, dengan demikian sebaliknya menurunkan aktifitas sistem saraf simpatis dan menurunkan arousal. 2). Siklus tegang dan relaks yang diajarkan pada pasien untuk membedakan perasaan tegang dalam tubuhnya, berguna untuk mengurangi stresnya. Efek terapi relaksasi menjadi nyata setelah empat sampai lima sesi latihan, dan ketika efektif, relaksasi dapat lebih menurunkan dan lebih merelaksasi pernapasan dan denyut jantung. Dapat juga menghambat kondisi autonom yang tidak menyenangkan.Tujuan relaksasi adalah untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Seperti dengan latihan pernapasan, teknik ini bervariasi tetapi esensi dari latihan tetap sama: untuk semakin menegangkan dan kemudian merilekskan kelompok otot. Sebelum dikendorkan, penting dirasakan ketegangan tersebut, sehingga kita dapat membedakan antara otot yang yang tegang dan rileks. Ketika kita belajar untuk membedakan antara otot tegang dan rileks maka kita akan menjadi lebih efisien dalam mendorong keadaan relaksasi pada kelompok otot yang kita fokuskan.

Terdapat bermacam-macam tekhnik relaksasi, Bernstein dan Borkovec,1973; Goldfried dan Davidson,1976; Walker dkk,1981 merumuskan relaksasi otot menjadi tiga macam tipe yaitu :

1. Relaxation via tension- Relaxation. Relaksasi otot bertujuan untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan dengan cara melemaskan otot-otot badan. Disini pasien diberitahu bahwa pada fase menegangkan akan membantu dirinya untuk lebih menyadari sensasi yang berhubungan dengan kecemasan dan sensasi-sensasi tersebut bertindak sebagai isyarat atau tanda untuk melemaskan ketegangan. Pasien dilatih untuk melemaskan otot yang tegang dengan cepat seolah-olah mengeluarkan ketegangan dari badan sehingga pasien akan merasa rileks. Pada mulanya prosedur pelemasan otot-otot dengan cepat ini dikenalkan oleh Lazarus dan Paul. Otot yang dilatih adalah otot lengan, tangan, bisep, bahu, leher, wajah, perut, dan kaki.

2. Relaxation via Letting Go. Metode ini bertujuan memperdalam relaksasi pasien. Pasien dilatih untuk menyadari ketegangannya dan berusaha sedekat mungkin untuk mengurangi serta menghilangkan ketegangan tersebut dengan demikian, pasien akan lebih peka terhadap ketegangan dan lebih ahli dalam mengurangi ketegangan.

3. Differential Relaxation. Merupakan salah satu penerapan keterampilan relaksasi progesif. Latihan relaksasi ini dapat dilakukan dengan cara merangsang pasien untuk relaksasi yang dalam pada otot-otot yang tidak diperlukan untuk melakukan aktivitas tertentu, kemudian mengurangi ketegangan yang berlebihan pada otot-otot yang diperlukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas tersebut. Latihan relaksasi ini dapat dilakukan apabila subjek telah mencapai keadaan yang rileks. Latihan Differential Relaxation yang teratur akan menghasilkan penurunan tingkat ketegangan secara umum. Hal ini akan menghasilkan berkurangnya ketegangan dan meningkatkan rasa nyaman sewaktu individu melakukan aktivitas sehari-hari. Program yang dilakukan untuk Differential Relaxation, meliputi suatu seri latihan yang dimulai dari situasi yang hanya sendiri di ruang sunyi sampai pada situasi dengan orang lain di tempat yang ramai, dari posisi duduk sampai posisi berdiri, dari aktivitas yang sederhana sampai aktivitas yang kompleks. Dalam teknik ini pasien diberi sutu seri pertanyaan yang tidak dapat dijawab secara lisan, tetapi dirasakan sesuai dengan apa yang dapat atau tidak dapat dialami oleh pasien pada waktu instruksi dilakukan.

Ada beberapa manfaat dari penggunaan teknik relaksasi. Burn melaporkan beberapa keuntungan yang diperoleh dari latihan relaksasi, antara lain:

Relaksasi akan membuat individu lebih mampu menghindari reaksi yang berlebihan karena adanya stres.

Masalah-masalah yang berhubungan dengan stres seperti hipertensi, sakit kepala, insomnia dapat dikurangi atau diobati dengan relaksasi.

Mengurangi tingkat kecemasan.

Mengurangi kemungkinan gangguan yang berhubungan dengan stres dan mengontrol anticipatory anxiety sebelum situasi yang menimbulkan kecemasan, seperti pada pertemuan penting, wawancara atau sebagainya.

Penelitian menunjukkan bahwa perilaku tertentu dapat lebih sering terjadi selama periode stres, misalnya naiknya jumlah rokok yang dihisap, konsumsi alkohol, pemakaian obat-obatan, dan makanan yang berlebih-lebihan.

Meningkatkan penampilan kerja, sosial, dan penampilan fisik.

Kelelahan, aktivitas mental dan atau latihan fisik yang tertunda dapat diatasi dengan menggunakan ketrampilan relaksasi.

Kesadaran diri tentang keadaan fisiologis seseorang dapat meningkat sebagai hasil dari relaksasi, sehingga memungkinkan individu untuk menggunakan ketrampilan relaksasi untuk timbulnya rangsangan fisiologis.

Relaksasi merupakan bantuan untuk menyembuhkan penyakit tertentu dalam operasi, seperti pada persalinan yang alami, relaksasi tidak hanya mengurangi kecemasan tetapi juga memudahkan pergerakan bayi melalui cervix.

Konsekuensi fisiologis yang penting dari relaksasi adalah bahwa tingkat harga diri dan keyakinan diri individu meningkat sebagai hasil kontrol yang meningkat terhadap reaksi stres.

Meningkatkan hubungan antar personal.

Menurut Welker, dkk, penggunaan teknik relaksasi memiliki beberapa manfaat sebagai berikut:

Memberikan ketenangan batin bagi individu.

Mengurangi rasa cemas, khawatir dan gelisah.

Mengurangi tekanan dan ketegangan jiwa.

Mengurangi tekanan darah, detak jantung jadi lebih rendah dan tidur menjadi nyenyak.

Memberikan ketahanan yang lebih kuat terhadap penyakit.

Kesehatan mental dan daya ingat menjadi lebih baik.

Meningkatkan daya berfikir logis, kreativitas dan rasa optimis atau keyakinan.

Meningkatkan kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain.

Bermanfaat untuk penderita neurosis ringan, insomnia, perasaan lelah dan tidak enak badan.

Mengurangi hiperaktif pada anak-anak, dapat mengontrol gagap, mengurangi merokok, mengurangi phobia, dan mengurangi rasa sakit sewaktu gangguan pada saat menstruasi serta dapat menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi ringan.

Terapi relaksasi dilakukan untuk mencegah dan mengurangi ketegangan pikiran dan otot-otot akibat stres, karena ketegangan dapat mempengaruhi keseimbangan tubuh. Bila ketegangan terjadi maka tubuh akan menjadi lemah dan akibatnya tubuh tidak dapat melakukan fungsinya secara optimal. Relaksasi penting apabila anda mempunyai gejala seperti berikut:

Berdebar-debar.

Sakit kepala.

Berkeringat

Susah untuk bernafas.

Kadar glukosa darah yang tidak terkontrol.

Gangguan pencernaan.

Kepenatan atau susah untuk tidur.

Ketegangan otot terutama otot ditengkuk dan otot bahu.

Mudah risau, kurang sabar, mudah tersinggung dan cepat marah.

Hilang selera makan atau makan berlebihan.

Hilang minat terhadap seks.Dalam menerapkan teknik relaksasi kita perlu mempertimbangkan beberapa persiapan yang harus diperhatikan seperti setting lingkungan yang tenang atau tidak mengganggu, pakaian yang longgar atau tidak mengikat, perut yang tidak sedang kelaparan atau kekenyangan, serta tempat yang nyaman dan tepat untuk mengambil posisi tubuh. Bisa pula ditambahkan aromatherapy dan alunan musik klasik dalam pelaksanaan teknik relaksasi.

Selain lingkungan fisik yang harus dipersiapkan. Untuk dapat melakukan teknik relaksasi secara efektif, pasien harus terlebih dahulu dipersiapkan. Mengenal secara baik bagian-bagian dari tubuhnya. Tubuh adalah satu kesatuan sistem unik yang terdiri dari beberapa subsistem seperti sistem pencernaan, sistem pernafasan, sistem saraf, sistem rangka, dan sebagainya. Posisi atau postur untuk relaksasi bebas, dapat dengan duduk di lantai atau kursi, berdiri ataupun berbaring, yang penting dapat membawa pasien ke keadaan rileks atau istirahat serta berguna untuk memperbaiki postur tubuh yang salah. Secara umum pelaksanaan relaksasi atau penenangan dilakukan dengan cara mengendurkan urat-urat seluruh bagian badan secara berangsur-angsur sehingga tidak ada lagi bagian tubuh yang kejang atau kaku.Hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien dalam latihan relaksasi antara lain;

Latihan relaksasi merupakan ketrampilan yang harus dipelajari, yaitu belajar untuk tegang dan belajar untuk rileks. Belajar relaksasi ini dilakukan sedikit demi sedikit, tidak dapat diharapkan agar dilakukan dalam waktu yang cepat. Oleh karena itu praktek dengan teratur dan disiplin merupakan hal yang penting.

Selama fase permulaan latihan relaksasi dapat dilakukan paling sedikit 30 menit setiap hari, selama fase tengah dan lanjut dapat dilakukan selama 15 sampai 20 menit. Latihan dapat dilakukan dua sampai tiga kali setiap minggu. Jumlah session tergantung pada keadaan individu dan stressor yang dialami dalam kehidupannya.

Ketika latihan relaksasi, maka harus diobservasi bahwa bermacam-macam otot secara sistematis tegang dan rileks. Ketegangan harus dikendorkan dengan segera, dan tidak boleh dihilangkan secara perlahan-lahan.

Dalam melakukan proses latihan relaksasi, yang penting individu dapat membedakan perasaan tegang dan rileks pada otot-ototnya. Selama otot-ototnya ditegangkan atau dirilekskan, perasaan-perasaannya harus dimonitor. Setelah suatu kelompok otot rileks penuh, apabila individu mengalami ketidakenakkan sebaiknya kelompok otot tersebut tidak digerakkan meskipun individu mungkin merasa bebas bergerak posisinya.

Pada waktu belajar relaksasi, mungkin individu mengalami perasaan yang tidak umum, misalnya gatal pada jari-jari, sensasi yang mengambang di udara, perasaan berat pada bagian-bagian badan dan sebagainya. Apabila terjadi reaksi tersebut, maka tidak perlu takut, karena hal tersebut menandakan adanya relaksasi. Akan tetapi seandainya perasaan-perasaan tersebut masih mengganggu proses relaksasi, maka perasaan tersebut dapat diatasi dengan cara membuka mata, bernafas sedikit lebih dalam dan pelan-pelan, mengkontraksikan seluruh badan. Kemudian latihan relaksasi dapat diulangi.

Pada waktu relaksasi individu tidak perlu takut kehilangan kontrol karena ia tetap berada dalam kontrol yang dasar. Untuk mendapat kontrol terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan cara membiarkan segala sesuatunya terjadi. Seperti orang yang mengambang di air, supaya dapat mengambang secara efektif, maka dia harus diam saja dan membiarkan daya hanyut alami tubuhnya berinteraksi dengan daya tarik air.

Dianjurkan latihan relaksasi tidak dilakukan dalam waktu satu jam sebelum tidur karena dalam latihan terdapat kecenderungan untuk tertidur. Hal ini harus dihindari, tujuan latihan adalah untuk rileks sementara tetap terjaga ( kecuali tujuannya untuk mengatasi insomnia). Perlu dimengerti bahwa kemampuan untuk rileks dapat bervariasi dari hari ke hari, tergantung pada keadaan fisiologis dan psikologis waktu itu.

Relaksasi akan menjadi efektif apabila relaksasi dilakukan sebagai metode kontrol diri.

Contoh skrip relaksasi (dalam Utami 2002);

Tutup mata anda dan dengarkan apa yang akan saya katakan pada Anda. Saya akan membuat Anda menyadari sensasi-sensasi tertentu pada badan anda, dan kemudian menunjukkan pada anda bagaimana cara untuk mengurangi sensasi itu.

Sekarang arahkan perhatian anda pada tangan kiri anda, terutama lengan kiri anda. Genggamlah dan buat suatu kepalan, keraskan genggaman sekuat anda, rasakan dan pelajarilah ketegangan pada tangan dan lengan bawah kiri anda. Tahan 5-10 detik lepaskan kepalan. Lemaskan tangan kiri anda dan biarkan istirahat di kursi atau tempat berbaring anda. Rasakan perbedaannya antara ketegangan dan relaksasi (sekitar 10 detik). Ulangi genggam atau kepalkan tangan kiri keras-keras, biarkan beberapa detik, rasakan ketegangannya dan sekarang lepaskan. Biarkan jari-jari tangan anda membuka rileks, perhatikan perbedaan antara ketegangan otot dan relaksasi otot (10 detik).

Sekarang lakukan hal yang sama pada tangan kanan anda. Genggamlah tangan kanan anda sekuat anda, tahan beberapa saat (10detik), rasakan sensasi ketegangannya, lalu lemaskan tangan anda, biarkan rileks di kursi atau tempat berbaring anda, rasakan sensasinya dan bandingkan rasa ketegangan dengan rileks nya, nikmati kontras antara ketegangan dengan relaksasi (10 detik). Ulangi sekali lagi, genggam kuat-kuat tangan anda, tahan 10 detik, rasakan ketegangannya, dan sekarang lepaskanlah dan rileks, biarkan jari-jari anda lurus diatas tempat anda berbaring atau duduk. Nikmati sensasi kontras antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Cobalah untuk melemaskan lebih lanjut. Walaupun tampaknya anda melemaskan sebanyak mungkin, tampaknya selalu akan ada relaksasi lebih banyak. Perhaitkan sekali lagi perbedaan antara ketegangan dengan relaksasi. Perhatikan rasa santai yang mulai berkembang di lengan kiri, tangan kiri dan tangan kanan. Kedua lengan, tangan kiri dan kanan sekarang lebih rileks.

Sekarang tekuklah kedua tangan ke belakang pada pergelangan tangan, sehingga anda menegangkan otot-otot ditangan bagian belakang dan lengan bawah. Jari-jari menunjuk ke langit-langit. Pelajarilah ketegangan tersebut beberapa saat (10 detik). Biarkan tangan anda kembali keposisi istirahat dan perhatikan perbedaan antara ketegangan dengan relaksasi (10 detik). Lakukan sekali lagi. Jari-jari menunjuk ke atas, tegangkan sekuat-kuatnya tahan beberapa saat (10 detik) rasakan sensasi ketegangannya. Selanjutnya lemaskanlah biarkan tangan anda lemas lurus lagi, rasakan dan pelajari perbedaannya antara tegang dan rileks, terus lemaskan dan terus lemaskan, biarkan sensasinya beberapa saat (10 detik).

Sekarang genggam kepalan kedua tangan, bawa ke bahu, terus arahkan ke bahu sekuat-kuatnya, sehingga anda menegangkan otot-otot bisep, otot besar di bagian atas lengan anda. Biarkan beberapa saat (10 detik), rasakan ketegangan otot-otot tersebut. Dan sekarang rileks. Bukalah kepalan dan lemaskan jari-jari anda. Biarkan lengan anda jatuh di sisi tubuh anda dan perhatikan perbedaan ketegangan dengan relaksasi otot-otot yang anda rasakan, terus lemaskan dan terus lebih lemas lagi, biarlah rileks beberapa saat (10 detik). Sekarang lakukan sekali lagi, kepalkan tangan anda dan arahkan ke bahu anda sekuat-kuatnya seakan ingin menyentuh bahu anda, biarkan beberapa saat (10 detik), rasakan sensasi ketegangnnya, sekarang lepaskan kepalan dan biarkan lengan anda jatuh di samping tubuh anda, teruslah rileks dan terus lebih rileks, rasakan sensasi perbedaan saat tegang dengan rileks, pelajari sensanyinya sampai anda menyadari perbedaanya, biarkan anda menikmatinya beberapa saat (10detik).

Sekarang kita tujukan pada daerah bahu. Gerakkan kedua bahu, bawa keduanya sampai ketelinga seakan-akan anda akan menyentuh telinga dengan bahu anda, rasakan ketegangan dibahu dan leher anda. Lebih kuat lagi dekatkan bahu ke telinga, tahan beberapa saat (10 detik), rasakan ketegangan di bahu dan leher anda. Sekarang rileks. Biarkan bahu kembali keposisi istirahat. Lemaskan semua ketegangan, lebih lemaskan lagi ketegangannya, lebih lanjut lagi. Biarkan beberapa saat anda mengenali sensasi yang muncul saat tegang dan rileks (10 detik). Sekarang lakukan sekali lagi, gerakkan bahu ke telinga yang kuat tahan beberapa saat (10 detik), rasakan ketegangan yang anda rasakan di otot leher dan bahu, lebih lanjut dan lebih lanjut. Sekarang rileks. Biarkan bahu kembali keposisi istirahat. Resakan dan pelajari perbedaan antara ketegangan dan relaksasi otot-otot tersebut. Lebih lanjut anda rasakan (10detik).

Sekarang kita akan menuju otot-otot wajah. Sekarang kerutkanlah dahi dan alis. Kerutkanlah keduanya sampai anda merasa dahi anda sangat berkerut, otot-ototnya tegang dan kulitnya keriput, tahan beberapa saat (10 detik). Dan sekarang rileks. Licinkan dahi anda biarkan otot-otot tadi menjadi lemas (10 detik). Lakuakan sekali lagi. Kerutkan dahi anda perhatiakn ketegangan pada otot-otot di sekitar mata dan sekitar dahi. Tahan beberapa saat (10detik). Sekarang licinkanlah dahi anda. Lemaskanlah otot-otot tadi, dan sekali lagi perhatikan kontras antara ketegangan dan relaksasi (10 detik).

Sekarang tutup mata anda sekuatnya. Tutup mata anda dengan kuat, sehingga anda merasakan ketegangan disekitar mata dan otot-otot yang menggerakkan mata, pertahankan beberapa saat (10 detik). Dan sekarang lepaskan. Biarkan otot-otot anda rileks. Rasakan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Sekali lagi, tutup mata anda dengan kuat dan pelajari ketegangannya, pertahankan (5 detik). Sekarang lepaskan dan rileks. Biarkan mata anda terpejam dengan nyaman (10 detik).

Sekarang tutuplah rahang anda, gigi anda saling nekan sekuatnya. Perhatiakn ketegangan disekitar rahang (10 detik). Lemaskan rahang sekarang. Bibirkan bibir anda terbuka sedikit. Perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi di sekitar rahang (10 detik). Sekali lagi katupkan rahang anda. Sekuatnya dan tahan beberapa saat (10 detik) dan sekarang lemaskanlah, lebih lanjut dan lebih lanjut. Lanjutkan rileks (10 detik).

Moncongkan kedua bibir anda. Yah seperti itu, yang kuat lagi, rasakan ketegangangnya di sekitar bibir, tahan beberapa saat (10 detik). Sekarang rileks lemaskan otot-otot sekitar mulut, dan biarkan pipi dan otot lain istirahat dengan nyaman (10 detik). Lakukan sekali lagi, moncongkan kedua bibir anda sekuatnya, tekan terus bibir anda tahan beberapa saat (10 detik), rasakan ketegangan otot-ototnya. Sekarang lemaskanlah dan biarkan otot-otot yang tandi tegang rileks, dan lebih rileks, lebih rileks lagi biarkan beberapa saat (10 detik) rasakan perbedaan kontras antar ketegangan dan relaksasi otot.

Sekarang anda memperhatikan berapa banyak otot-otot yang telah lemas. Dibagian yang telah kita tegangkan. Tangan anda, lengan bawah, bahu atas, bahua bawah dan otot-otot wajah. Anda bisa merasakan sensasinya dari saat anda tegangkan dengan saat anda riliks.

Sekarang kita akan melatih otot-otot leher, tekan kepala anda ke belakang tempat anda bersandar, sehingga akan terasa ketegangan otot-otot dibagian belakang leherdan punggung atas, terus tekan sekuat anda, sehingga terasa ketegangannya, tahan beberapa saat (10 detik). Sekarang lemaskan. Biarkan kepala anda beristirahat dengan nyaman. Nikmati kontras antara ketegangan dan relaksasi yang anda rasakan, lepaskan lebih lanjut, yah lebih lanjut (10 detik). Sekarang lakukan sekali lagi, tekan kepala anda kebelakang sekuat anda mampu, tahan beberapa saat (10 detik). Rasakan ketegangan yang anda rasakan pada leher bagian belakang dan bahu bagian atas. Dan sekarang lepaskan dan rileks. Rasakan kontras antara ketegangan dan relaksasi. Ya terus lemaskan, terus lemaskan (10 detik).

Sekarang saya ingin anda membawa kepala anda ke muka. Benamkan dagu ke dada, yah seperti itu sekuatnya, tahan beberapa saat (10 detik) dan rasakan ketegangan di leher depan. Dan sekarang lepaskan, lebih rileks, lebih rileks (10 detik). Rasakan kontras saat tegang dengan saat rileks, pelajari sensasinya. Lakukan sekali lagi, arahkan dagu anda ke dada sekuatnya, tahan beberapa saat (10 detik), dan lepaskan, rileks, yah lebih rileks lagi, lebih lagi (10 detik).

Sekarang otot-otot punggung anda. Lengkungkan punggung anda, dengan membusungkan dada dan perut, sehingga anda merasakan ketegangan di punggung terutama punggung atas. Perhatikan ketegangan, pertahankan beberapa saar (10 detik), dan sekarang rileks. Biarkan badan anda beristirahat di tempat anda berbaring. Perhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi. Biarkan otot-otot tersebut lemas (10 detik). Lakukan sekali lagi, lengkungkan punggung anda sekuatnya, dengan mebusungkan dada dan perut tahan beberapa saat (10 detik) yah benar seperti itu, sambil anda rasakan ketegangan otot punggung atas anda. Sekarang lemaskanlah dengan beristirahat senyaman mungkin di tempat anda berbaring, terus lebih rileks dan lebih rilek lagi, biarkan beberapa saat anda menikmati rilesasi otot-otot punggung anda (10 detik).

Sekarang ambil nafas panjang. Isi paru-paru anda. Tahan, tahan dan perhatikan ketegangan di bagian dada dan turun ke perut. Tahan beberapa saat, perhatikan ketegangan yang anda rasakan dan sekarang rileks. Lepaskan dan keluarkan nafas dan lanjutkan bernafas seperti biasa. Perhatikan sekali lagi perbedaan ketegangan dan relaksasi (10 detik). Lakukanlah sekali lagi, tarik nafas panjang dan tahan. Perhatikan ketegangan. Perhatikan otot-otot menegang. Sekarang lanjutkan bernafas seperti biasa. Bernafas dengan nyaman. Biarkan otot-otot dada dan beberapa otot-otot di perut rileks. Lebih rileks dan lebih rileks tiap kali anda mengeluarkan nafas (10 detik).

Sekarang kencangkan otot-otot di perut anda, tarik perut anda ke dalam. Tegangkan otot-otot perut tersebut. Tahn. Buatlah perut menjadi keras, sangat keras, dan sekarang rileks. Biarkan otot-otot tadi menjali lemas. Lemaskan dan rileks (10 detik). Lakukan sekali lagi. Keraskan otot-otot perut. Perhatikan ketegangan (5 detik), dan sekarang rileks. Lepaskan lebih lanjut, dan lanjut. Lagi, dan lagi. Hilangkan ketegangan dan perhatikan kontras antara ketegangan dan rilaksasi (10 detik).

Sekarang luruskan kedua telapak kaki. Luruskan sehingga anda dapat merasakan ketegangan di paha. Luruskan lebih lanjut tahan beberapa saat (5 detik). Dan sekarang rileks. Biarkan kaki anda rileks dan perhatikan beda antara ketegangan dan rilaksasi relatif yang anda rasakan (10 detik). Lakukanlah sekali lagi. Kunci lutut anda, luruskan kedua kaki anda sehingga anda dapat merasakan otot-otot tadi, rasa ketegangan di otot-otot betis anda. Anda rasakan tarikan ketegangan, kontraksi di otot-otot betis dan tulang kering. Perhatikan ketegangan tadi dan sekarang rileks. Biarkan kaki anda rileks. Dan perhatikan antara ketegangan dan relaksasi (10 detik). Sekali lagi sekarang. Tekuklah kaki anda di bagian pergelangan kaki. Jari-jari menghadap ke kepala. Perhatikan ketegangan. Tahan. Dan sekarang lepaskan. Lemaskan otot-otot tadi lebih lanjut, lebih lanjut, lagi dan lagi, lebih rileks (10 detik).

Bila anda menegangkan otot-otot anda, anda juga telah melemaskannya. Anda telah memperhatikan perbedaan antara ketegangan dan relaksasi otot. Anda dapat mengenal apakah ada ketegangan di otot-otot anda. Dan apabila ada anda dapat berkonsentrasi pada bagian tersebut, perintahkan otot-otot tadi untuk lemas, untuk rileks. Apabila anda berfikir untuk melemaskan otot tadi sebenarnya anda dapat melakukannya walaupun sedikit.

Sekarang saat anda duduk atau berbaring, saya akan mengulang berbagai kelompok otot yang telah dilemaskan. Perhatikan apakah masih ada ketegangan pada otot-otot. Apabila ada cobalah berkonsentrasi pada otot-otot tersebut dan perintahkan untuk rileks, untuk lemas (5detik). Lemaskan otot-otot di bagian bawah anda. Lemaskan dibagian badan anda sebelah bawah (5 detik). Punggung atas, dada dan bahu (5 detik). Pantat dan pinggul (5 detik). Lemaskan lengan atas, bawah, dan tangan sampai ujung jari-jari anda (5 detik). Biarkan semua otot di tenggorokan dan leher lemas (5 detik). Lemaskan rahang dan otot-otot wajah anda ( 5detik). Biarkan semua otot di badan anda menjadi lemas. Sekarang duduk dan berbaring dengan tenang mata tertutup untuk beberapa menit (2 menit).

Sekarang saya akan menghitung dari lima sampai satu. Bila saya mencapai angka satu, bukalah mata anda, rentangkan badan anda dan bangun. Lima,....., empat....., tiga...... dua..... dan satu..... Mata anda membuka dan bangun.

A.2.Meditasi

Kata meditasi berasal dari meditatum Latin, yang berarti "untuk merenungkan". Ini melibatkan fokus perhatian dan kesadaran sehingga kita mendapatkan kontrol lebih besar atas pikiran kita. Tujuan orang melaksanakan meditasi cukup beragam. Dalam tradisi keagamaan tertentu, meditasi dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan kehidupan rohani, mendekatkan diri pada Tuhan atau mencapai kesadaran mistik atau penyatuan mistik transendental dengan Tuhan. Secara psikologis, menurut Walsh ada 2 tujuan akhir dari praktek meditasi, yaitu pertama agar seseorang dapat memiliki perkembangan insight yang paling dalam tentang proses mental dalam dirinya, insight tentang kesadaran, identitas dan realitas. Kedua agar seseorang memperoleh perkembangan kesejahteraan psikologis dan kesadaran optimal. Selain tujuan akhir itu, Walsh juga mengatakan bahwa banyak orang yang melaksanakan meditasi untuk mencapai tujuan-tujuan sementara, misalnya untuk tujuan psikoterapi dan keuntungan psikofisiologis yang lain. Meditasi merupakan salah satu cara untuk menenangkan diri sekaligus mengatasi beragam gangguan. Studi-studi mengklaim bahwa teknik relaksasi ini bisa meredakan depresi, menurunkan tekanan darah, mengatasi rasa sakit kronis dan meningkatkan konsentrasi (dalam Subandi 2002),.Ada beberapa metode yang berbeda dari berlatih meditasi. Sebagian besar orang melaksanakan meditasi dengan posisi duduk di lantai dan bersila. Secara tradisional bahkan dianjurkan untuk posisi padmasana, kaki kanan diletakkan di atas paha kiri dan kaki kiri diletakkan di atas paha kanan. Sikap ini dianggap dapat menyebabkan konsentrasi lebih mendalam, karena tumit yang memberikan tekanan pada paha, maka fungsi pusat-pusat tubuh bagian bawah menjadi berhenti, sehingga energi yang biasanya digunakan untuk mengaktifkan tubuh bagian bawah dapat diarahkan ke atas untuk mencapai konsentrasi yang lebih baik. Tradisi meditasi, menurut Gauding bermacam-macam, mulai dari meditasi tradisi Timur, Barat, keagamaan dan sekular. Akan tetapi, sebagian besar meditasi melibatkan empat teknik berikut: 1. Menggunakan fokusTeknik pertama adalah belajar untuk fokus dan berkonsentrasi. Dengan melatih pikiran untuk fokus pada satu objek (seperti sebuah lilin, tarikan napas, atau gerakan seperti jalan), kita menjadi sadar akan pola pikiran-pikiran normal yang tidak terkontrol. Pada akhirnya, kita akan belajar untuk rileks dan menenangkan pikiran. Ini merupakan awal yang baik dan penting sebagai dasar untuk meditasi selanjutnya (Krebs 2007). 2. Menggunakan kehati-hatian (mindfulness)Teknik kedua adalah belajar mengenai diri sendiri dan dunia di sekelilingnya. Kita menjadi sadar akan isi pikiran dan perasan-perasaan halus dalam tubuh, kemudian kita mulai mengamati kebiasaan dan pola mental yang akan membawa kembali ke dalam kehidupan. Melalui proses ini, kita belajar menghadirkan mental, menyadari apa yang sedang dilakukan dan dipikirkan. Selain itu, kita juga menyadari dunia di sekeliling sambil mempertahankan sikap tidak menghakimi dan penuh belas kasih. Latihan mindfulness bertujuan untuk mengurangi stres, meningkatkan produktifitas dan kewaspadaan melalui tekhnik relaksasi, latihan fisik dan pendeketan cognitive behavioral (health advocate,inc)3. Menggunakan topikCara ketiga untuk bermeditasi adalah merenungkan topik. Orang-orang Islam misalnya, merenungkan ayat-ayat suci Al-Quran, Orang-orang Kristen merenungkan kata dari Kitab Perjanjian Baru, sedang warga Budha Tibet merenungkan topik seperti belas kasih. Selain itu, masyarakat spiritual dari semua tradisi Timur dan Barat seringkali merenungkan kematian untuk membantu mengenali kualitas sekilas dan sifat mulia kehidupan manusia. 4. Menggunakan indera Teknik meditasi berikutnya melibatkan indera. Sebagai contoh, dengan menggunakan indera pendengaran dan suara, kita bisa menyanyikan atau mengucapkan mantra dan mendengarkan musik dan suara alam.Esensi dari semua latihan meditasi adalah pemusatan perhatian, berhenti berpikir dan hanya bertindak (Rosenthal 2002). Untuk itu pada tahap awal latihan meditasi dibutuhkan sebuah stimulus yang disebut objek stimulus. Stimulus ini diperhatikan secara terus menerus dalam jangka waktu yang lama, kemudian kita dengan lembut menutup mata dan mulai mengendurkan otot. Langkah berikutnya adalah untuk menjernihkan pikiran, tempatkan semua pikiran kita ke samping, jangan memikirkan masa lalu atau masa depan: hanya fokus pada saat ini. Sebuah cara yang populer untuk melakukan ini adalah untuk fokus pada nafas. Tujuannya adalah untuk mencapai titik di mana pikiran kita menghilang.Tujuan dari latihan meditasi adalah untuk mengembangkan kemampuan agar kesadaran tetap stabil dan tidak reaktif terhadap pengalaman eksternal maupun internal dan kemudian mencapi kesadaran yang tinggi untuk mengontrol respon dan reaksi (Kristeller 2007). Belajar teknik meditasi yang efektif membutuhkan waktu dan usaha. Relaksasi mengurangi stres dan mempersiapkan kita melakukan meditasi. Biokimia tubuh memberikan respon yang sama terhadap ancaman nyata atau sekedar bayangan, mereka melepaskan zat kimia ke dalam aliran darah untuk menyampaikan informasi agar tubuh dan otak bersiap-siap menghadapi bahaya. Efek meditasi sangatlah banyak dan tidak tergantung dengan tekhnik meditasi yang digunakan (dalam Subandi 2002), efeknya adalah;

Meditasi menimbulkan sinkronitas yang semakin meningkat pada gelombang otak.

Penurunan denyut jantung dan ketegangan otot

Menurunkan kadar kolesterol

Meditasi juga bermanfaat untuk penderita asma dan hipertensi

Orang yang melakukan meditasi

Lebih rendah taraf kecemasannya,

Kontrol dirinya lebih internal

Aktualisasi dirinya lebih tinggi

Peningkatan harga diri, kekuatan ego, kepuasan dan percaya pada orang lain. Meditasi juga efektif untuk orang-orang yang mengalami stres, depresi, phobia, insomnia dan sebagai terapi untuk menghilangkan ketergantungan terhadap obat dan alkohol.

Latihan meditasi dapat mengurangi keluhan fisik yang dialami pasien.

Menurunkan agresifitas.

Berikut ini disajikan salah satu instruksi melaksanakn meditasi dengan memperhatikan pernapasan. Instruksi ini dapat digunakan untuk sesi psikoterapi (angka detik pada setiap instruksi menunjukkan waktu jeda yang sebaiknya digunakan)Duduklah dengan sikap sesantai mungkin. Usahakan punggung tegak. Pandangan lurus kedepan, lalu pelan-pelan pejamkan mata anda (5)

Tetaplah duduk tenang dan santai.(10) usahakan mengosongkan pikiran (10). Bersikaplah pasif dan diam tanpa bernuat apa-apa. Tanpa berpikir apa-apa (10)

Sekarang pusatkan perhatian pada pernapasan anda(10). Sadarilah udara yang keluar masuk lewat hidung anda (30). Janganlah memperhatikan gerakan dada anda yang naik turun, yang disebabkan mengembang dan mengempisnya paru-paru anda ketika bernafas(10). Tetaplah memperhatikan udara yang keluar masuk lewat hidung anda(30).

Janganlah berusaha mengatur pernapasan anda(10). Ini bukanlah latihan pernapasan, tetapi latihan penyadaran. Oleh karena itu tugas anda hanyalah mengamati keluar masuknya udara dari hidung (30)

Tetaplah bersikap pasif sebagai pengamat. Jangan berusaha mengubah jalannya pernapsan anda (5) jika pernapasan anda cepat, biarkan saja. Jangan dirubah (5) demikian pula jika pernapasan anda lemah, biarkan saja(5), tetaplah mengamatinya dengan tenang (60)Jika perhatian pada pernapasan anda terganggu, kembalikanlah segera(5). Bulatkanlah tekad anda untuk hanya memperhatikan ja;annya pernapasan dari hidung anda(5). Setiap kali pernapasan anda berubah cepat kembalikan. Jangan sampai ada satu tarikan napaspunyang lepas dari perhatian anda (20)

Lakukan terus menerus latihan penyadaran pernapasan ini sampai saya memberi aba-aba selesai....

Latihan hampir berakhir. Saya akan menghitung satu sampai tiga secara ter sampai saya memberi aba-aba selesai....

Latihan hampir berakhir. Saya akan menghitung satu sampai tiga secara terbalik. Setelah selesai, anda boleh membuka mata(5). Tiga...dua...satu. silahkan membuka mata kembali dan latihan ini selesai sampai disiniB.Pendekatan pemecahan masalah

B.1. Pemecahan masalah

Kesulitan psikologis dapat diakibatkan pengguanaan metode yang tidak efektif dalam menghadapi masalah dan tantangan (Stanley 2009). Pemecahan masalah melibatkan beberapa langkah dasar. Yang pertama adalah identifikasi masalah. Dalam langkah ini, seseorang mencoba mengidentifikasi aspek penting masalah dari kejadian yang penuh stres seperti masalah perilaku, pikiran, perasaan, dan respon fisiologis. Contohnya; berhadapan dengan gempa bumi dapat diterima sebagai sesuatu yang stressful karena dihubungkan dengan 1) masalah perilaku; harus mengungsi dimana pada waktu bersamaan harus mengasuh anaknya, 2) pikiran negatif yang berlebihan: kita tidak dapat recovery dari kejadian ini.3). perasaan negatif; takut, marah , dan depresi 4). Respon fisiologis: otot tegang, capek, gangguan tidur. Membantu individu untuk mengerti berbagai macam respon terhadap masalah mereka berguna untuk menyarankan keahlian apa yang akan dipakai dalam psikoterapi mereka. Contohnya, jika masalah utama adalah keluhan somatik, maka strategi relaksasi adalah yang paling efektif.Langkah kedua dalam pemecahan masalah adalah mencari alternatif. Brainstorming telah digunakan secara luas dalam mencari alternatif pemecahan masalah. Aturan brainstorming meliputi; (1) Individu menawarkan solusi sebanyak yang mereka bisa, bahkan jika solusi tidak segera tampak wajar, (2) Kritik tidak diperbolehkan, dan (3) Harus ada upaya untuk mencampur dan mencocokkan solusi dengan cara yang kreatif.Langkah ketiga dalam pemecahan masalah adalah mengevaluasi alternatif dan memilih solusi yang terbaik. Untuk memulai proses ini, peserta dapat diminta untuk menilai kemungkinan setiap solusi akan memiliki hasil yang positif. Hal ini sering membantu untuk membahas beberapa faktor yang mempengaruhi bagaimana peserta yang membuat peringkat (misalnya, biaya, ketersediaan sumber daya, dampak dari solusi pada orang lain). Biasanya, salah satu solusi keluar sebagai yang terbaik dan paling praktis. Langkah terakhir dari pemecahan masalah adalah mengimplementasikan solusi. Peserta pada dasarnya mencoba untuk menerapkan solusi terbaik dalam situasi masalah dan kemudian meninjau kemajuan mereka dengan terapis.Ada pengakuan yang berkembang bahwa pengembangan keterampilan pemecahan masalah sangat penting untuk pencegahan kambuh dan maintenance efek CBT. Peserta yang belajar bagaimana pendekatan dalam situasi masalah dan merumuskan dan menerapkan manfaat yang efektif mengatasi pilihan dalam beberapa hal penting. Pertama, mereka sering mampu mengantisipasi masalah dan membuat rencana untuk menghindarinya. Kedua, mereka mengatasi kemunduran lebih efektif dan bisa mendapatkan upaya mereka mengatasi kembali ke jalur setelah kemunduran sehingga mencegah kekambuhan utama. Akhirnya, mereka lebih siap untuk penghentian terapi karena mereka telah belajar untuk terlibat dalam bentuk terapi diri, di mana mereka dapat menemukan dan mengatasi masalah mereka sendiri.

B.2. Manajemen Waktu Salah satu sumber stres bagi banyak orang adalah memiliki terlalu banyak hal yang harus dilakukan dan tidak memiliki cukup waktu untuk melakukannya. Kita tidak dapat meningkatkan jumlah waktu yang ada dalam sehari, kita hanya memiliki 24 jam, kita tidak dapat meningkatkan sumber daya kita, oleh karena itu, strategi manajemen waktu berusaha untuk membuat penggunaan waktu yang kita miliki secara efektif . Agar efektif, kita harus memodifikasi tuntutan pada waktu kita.

Manajemen waktu adalah mengelola waktu hingga dapat hasil optimal. Sebagaimana pernyataan dari Julie-Ann Ramos: Anda tidak hanya datang dan mulai tugas-tugas Anda, Anda harus berhenti sejenak dan mengevaluasi. Apa penting? Apa mendesak? Apa yang terlewatkan? Pada dasarnya kita perlu menggunakan waktu untuk benar-benar melakukan banyak hal, yaitu mencapai sesuatu, bukan sekedar sibuk. Siapapun bisa sibuk, tapi sibuklah untuk hal yang tepat. Ada sebuah aturan yang sering kita dengar, Aturan Pareto, menyatakan 80% aktivitas kita hanya menghasilkan imbalan yang kurang signifikan (20% hasil). Untuk mengatasi hal ini, kita bisa mendelegasikan pekerjaan yang menurut kita kurang penting kepada orang lain, negosiasikan untuk dapat dikerjakan secara bersama-sama, berhentilan jika menurut kita aktivitas itu tidak berguna, tundalah sampai pekerj