pengaruh pelatihan manajemen stres terhadap kesejahteraan

219
PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN HIPERTENSI SKRIPSI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi Oleh : Nuzul Putri Maulina 15320341 PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2019

Upload: others

Post on 24-Oct-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN HIPERTENSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

Nuzul Putri Maulina

15320341

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2019

Page 2: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

i

PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN HIPERTENSI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi

Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia

Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Guna Memperoleh

Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

Nuzul Putri Maulina

15320341

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2019

Page 3: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

ii

Page 4: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

iii

Page 5: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji dan syukur dipanjatkan kepada Sang Pencipta alam semesta ini, Allah

subhanahu wa ta‘ala atas segala rahmat, hidayat, nikmat, serta ridho-Nya

sehingga karya sederhana ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam selalu

tercurahkan kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, keluarga, sahabat

serta para pengikutnya.

Karya sederhana ini peneliti persembahkan kepada :

Bapak Akhmad Seksiono dan Ibu Puji Hartati

Terimakasih untuk kasih sayang, perhatian, dukungan, bimbingan, nasihat serta

doa yang tiada henti yang telah diberikan kepada peneliti selama ini. Terimakasih

juga atas semua perjuangan dan pengorbaban yang telah Bapak Ibu berikan.

Semoga karya sederhana ini dapat menjadi salah satu kebanggaan dan

kebahagiaan untuk Bapak dan Ibu.

Fikri Fachrezi

Terimakasih untuk semua doa dan dukungan tak terhingga yang telah diberikan

kepada peneliti selama mengerjakan skripsi ini.

Page 6: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

v

HALAMAN MOTTO

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya

bersama kesulitan itu ada kemudahan”

(QS. Al-Insyirah 5-6)

“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala

orang-orang yang berbuat kebaikan”

(QS. Hud 115)

Karunia Allah yang paling lengkap adalah kehidupan yang didasarkan pada ilmu

pengetahuan

(Ali bin Abi Thalib)

Bukanlah ilmu yang seharusnya mendatangimu, tetapi kamulah yang harus

mendatangi ilmu

(Imam Malik)

Ilmu itu bagaikan binatang buruan, sedangkan pena adalah pengikatnya. Maka

ikatlah binatang buruanmu dengan ikatan yang kuat

(Imam Syafi’i)

Page 7: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

vi

PRAKATA

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala atas berkat

rahmat, hidayat, dan ridho-Nya skripsi yang dikerjakan selama beberapa bulan ini

dapat diselesaikan dengan lancar. Saya menyadari bahwa selama proses pengerjaan

skripsi ini ada banyak bantuan, dorongan, dukungan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak. Terimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti.

Dengan segenap kerendahan hati, saya mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Dr. H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si, Psikolog selaku Dekan Fakultas

Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

2. Ibu Yulianti Dwi Astuti, S.Psi., M.Soc.Sc selaku Ketua Program Studi

Psikologi, Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam

Indonesia.

3. Ibu Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi., MA., Psikolog selaku dosen pembimbing

skripsi. Terimakasih atas waktu, kesabaran, bimbingan, arahan, motivasi, dan

saran yang telah diberikan selama bimbingan skripsi. Mohon maaf apabila

selama proses bimbingan dengan Bunda terdapat perkataan maupun perilaku

yang kurang berkenan. Semoga Bunda selalu dalam lindungan Allah

subhanahu wa ta’ala.

4. Ibu Rumiani, S.Psi., M.Psi., Psikolog selaku fasilitator dalam pemberian

intervensi pada penelitian ini. Terimakasih atas waktu, kesediaan, bantuan, dan

masukan yang diberikan sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas kebaikan Ibu.

Page 8: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

vii

5. Bapak H. Akhmad Seksiono dan Ibu Hj. Puji Hartati selaku orang tua.

Terimakasih yang sangat dalam atas segalanya yang telah diberikan kepada

peneliti. Maaf apabila selama ini Uti masih banyak sekali kekurangan,

kekhilafan, kesalahan yang Uti perbuat sehingga membuat Ibu dan Bapak

kecewa. Uti berjanji akan memperbaiki kesalahan Uti dan membahagiakan Ibu

Bapak. Sehat selalu, dan bahagia selalu, Bu Pak. Semoga Allah subhanahu wa

ta’ala selalu melindungi keluarga kami.

6. Siblings (Selvi, Musdalifah Aulia) yang selama ini menjadi sahabat sekaligus

keluarga di kota rantau. Walaupun nantinya kita akan berpisah setelah

menyelesaikan kuliah ini, tetapi peneliti berharap komunikasi dan

persaudaraan kita akan tetap terjalin. Terimakasih atas kenangan, dukungan,

pengalaman, doa, bantuan, masukan dan saran yang telah kalian berikan

kepada peneliti. Semoga persahabatan ini tidak berhenti sampai disini, dan

semoga kalian selalu dalam lindungan Allah subhanahu wa ta’ala.

7. Mamah, Pakdhe, Mamas, Mba Erna, Mba Efry, Mba Jar. Terimakasih telah

memberikan dukungan dan dorongan yang tidak pernah putus kepada peneliti.

Tanpa dukungan kalian, mungkin sekarang Uti belum menyelesaikan skripsi

ini. Kalian selalu memberikan support disaat Uti lengah dalam proses

menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas

kebaikan kalian dan senantiasa melindungi kalian.

8. Teman-teman Pengurus PSC periode 2017/2018 terimakasih telah memberikan

pengalaman yang luar biasa dalam hal teamwork, leadership, time management

kepada peneliti. Semoga kita dapat sukses bersama-sama.

Page 9: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

viii

9. Teman-teman PSC angkatan 2012, 2013, 2014 yang tidak dapat disebutkan

satu per satu. Terimakasih telah memberikan pengalaman, kesan, dan kenangan

yang baik selama peneliti kuliah di Psikologi. Peneliti merasa memiliki

keluarga baru setelah mengenal kalian. Semoga kekeluargaan kita akan tetap

terjalin walaupun sudah berada di kota masing-masing.

10. Angga Aldino Apriawan Adha selaku partner skripsi. Terimakasih telah

membantu peneliti dalam menyelesaikan penelitian ini. Maaf apabila selama

ini belum menjadi partner yang baik, masih sering ngambek, mutung jika ada

hal yang tidak sesuai dengan harapan peneliti, tapi kamu selalu sabar

menghadapi keegoisan ini.

11. Nisa, Elsa, Ega, Hilda, Ika. Terimakasih telah berjuang bersama dari zaman

SMA hingga sekarang. Walaupun kita berada di kota yang berbeda, tetapi

peneliti yakin dukungan, dorongan, dan doa kalian sampai kepada peneliti.

Semoga persahabatan ini akan terus terjalin sampai kapanpun.

12. Teman-teman seperjuangan di bimbingan Bunda, terimakasih untuk doa,

dukungan dan dorongan selama ini.

13. Mba Lisa, Mba Santi, dan Ibu Partini, terimakasih telah membantu peneliti

dalam mencari subjek penelitian. Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Allah

subhanahu wa ta’ala dan selalu dalam lindunganNya.

14. Seluruh responden yang terlibat dalam penelitian ini, terimakasih atas waktu

dan kesediaan yang diberikan. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala membalas

kebaikan Bapak Ibu, semoga Bapak Ibu selalu diberi kesehatan dan diridhoi

oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Page 10: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

ix

15. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu,

mendukung, dan memotivasi peneliti khususnya co-fasilitator. Terimakasih

atas segala bantuan, dukungan, dorongan, dan doa yang diberikan kepada

peneliti.

Peneliti menyadari bahwa karya ini jauh dari kata sempurna, untuk itu segala

bentuk kritik, saran, dan masukkan sangat diharapkan agar dapat memperbaiki

karya ini. Akhirnya, peneliti berharap karya ini dapat bermanfaat bagi berbagai

pihak terutama pihak-pihak yang terkait.

Yogyakarta, 26 Mei 2019

Nuzul Putri Maulina

Page 11: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

x

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN............................................................................. iii

HALAMAN PERSEMBAHAN .......................................................................... iv

HALAMAN MOTTO .......................................................................................... v

PRAKATA ......................................................................................................... vi

DAFTAR ISI ....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiii

DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xv

DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi

INTISARI ........................................................................................................ xvii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1

B. Tujuan Penelitian ............................................................................... 11

C. Manfaat Penelitian ............................................................................. 11

D. Keaslian Penelitian............................................................................. 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 19

A. Kesejahteraan Psikologis.................................................................... 19

Page 12: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xi

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis ............................................... 19

2. Aspek Kesejahteraan Psikologis .................................................. 20

3. Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ................. 23

B. Manajemen Stres................................................................................ 26

1. Definisi Stres .............................................................................. 26

2. Definisi Manajemen Stres ........................................................... 27

3. Pelatihan Manjemen Stres ........................................................... 28

C. Hipertensi .......................................................................................... 31

1. Definisi Hipertensi ...................................................................... 31

2. Jenis-jenis Hipertensi .................................................................. 33

D. Pengaruh Pelatihan Manajemen Stres terhadap Kesejahteraan Psikologis

pada Pasien Hipertensi ....................................................................... 34

E. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 43

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 44

A. Identifikasi Variabel Penelitian .......................................................... 44

B. Definisi Operasional .......................................................................... 44

C. Desain Penelitian ............................................................................... 45

D. Subjek Penelitian ............................................................................... 47

E. Prosedur Pemberian Perlakuan ........................................................... 47

F. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 51

G. Validitas dan Reliabilitas ................................................................... 53

H. Metode Analisis Data ......................................................................... 54

Page 13: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xii

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 56

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian ......................................... 56

1. Orientasi Kancah .......................................................................... 56

2. Persiapan Penelitian ..................................................................... 57

B. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 66

1. Pelaksanaan Sebelum Pelatihan ................................................... 66

2. Pelaksanaan Pelatihan Manajemen Stres ..................................... 70

3. Pelaksanaan Setelah Pelatihan ..................................................... 82

4. Pelaksanaan Follow-up................................................................ 82

5. Pelaksanaan terhadap Kelompok Kontrol .................................... 84

C. Hasil Penelitian .................................................................................. 85

1. Deskripsi Subjek Penelitian ......................................................... 85

2. Analisis Kuantitatif ..................................................................... 85

3. Analisis Kualitatif ....................................................................... 96

D. Pembahasan ..................................................................................... 107

E. Evaluasi .......................................................................................... 125

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 128

A. Kesimpulan ...................................................................................... 128

B. Saran................................................................................................ 128

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 130

LAMPIRAN .................................................................................................... 136

Page 14: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rancangan Penelitian ............................................................................ 46

Tabel 2 Rancangan Pelatihan Manajemen Stres ................................................. 49

Tabel 3 Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis .............................................. 52

Tabel 4 Blueprint Perceived Stress Scale ........................................................... 53

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis ................................... 59

Tabel 6 Distribusi Aitem Perceived Stress Scale ................................................ 60

Tabel 7 Pelaksanaan Pelatihan Manajemen Stres ................................................ 62

Tabel 8 Standar Penilaian Modul Intervensi yang Diberikan kepada Peserta Uji

Coba .................................................................................................... 67

Tabel 9 Hasil Penilaian Uji Coba Modul Pelatihan ............................................. 67

Tabel 10 Kriteria Kategorisasi Skala Kesejahteraan Psikologis pada Subjek ...... 68

Tabel 11 Kriteria Kategorisasi Perceived Stress Scale ........................................ 69

Tabel 12 Kategorisasi Data Penelitian Skala Kesejahteraan Psikologis ............... 69

Tabel 13 Kategorisasi Data Penelitian Perceived Stress Scale ............................ 69

Tabel 14 Deskripsi Subjek Penelitian ................................................................. 85

Tabel 15 Deskripsi Subjek Penelitian Kelompok Eksperimen ............................ 86

Tabel 16 Deskripsi Data Pengukuran Tekanan Darah Kelompok Eksperimen .... 87

Tabel 17 Deskripsi Subjek Penelitian Kelompok Kontrol ................................... 88

Tabel 18 Deskripsi Data Pre-test, Post-test dan Follow-up Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol ....................................................................... 89

Tabel 19 Hasil Uji Normalitas ............................................................................ 90

Tabel 20 Hasil Uji Homogenitas ........................................................................ 91

Page 15: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xiv

Tabel 21 Uji Beda Skor Kesejahteraan Psikologis Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol Menggunakan Gained Score ................................ 92

Tabel 22 Uji Beda Skor Kesejahteraan Psikologis Kelompok Eksperimen ......... 93

Tabel 23 Uji Beda Skor Kesejahteraan Psikologis Kelompok Kontrol ................ 94

Tabel 24 Uji Beda Tekanan Darah Pasien Hipertensi Kelompok Eksperimen ..... 95

Page 16: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xv

DAFTAR BAGAN

Grafik 1 Data Kelompok Eksperimen................................................................. 87

Grafik 2 Data Kelompok Kontrol ....................................................................... 88

Grafik 3 Mean Skor Kesejahteraan Psikologis antara Kelompok Eksperimen dan

Kelompok Kontrol ............................................................................... 89

Grafik 4 Skor Subjek 1 (HW) pada saat Pre-test, Post-test, dan Follow-up......... 98

Grafik 5 Skor Subjek 2 (JM) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up ........ 100

Grafik 6 Skor Subjek 3 (MS) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up ........ 103

Grafik 7 Skor Subjek 4 (AT) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up ........ 105

Grafik 8 Skor Subjek 5 (SS) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up ......... 107

Page 17: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Modul Pelatihan ............................................................................ 136

Lampiran 2 Professional Judgement ................................................................ 137

Lampiran 3 Informed Consent .......................................................................... 138

Lampiran 4 Skala Penelitian............................................................................. 139

Lampiran 5 Uji Coba Modul Pelatihan ............................................................ 140

Lampiran 6 Data Penelitian .............................................................................. 141

Lampiran 7 Hasil Analisis Data........................................................................ 142

Lampiran 8 Lembar Tugas Peserta ................................................................... 143

Lampiran 9 Daftar Hadir Peserta ...................................................................... 144

Lampiran 10 Lembar Evaluasi Pelatihan .......................................................... 145

Page 18: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xvii

PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP

KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PADA PASIEN HIPERTENSI

Nuzul Putri Maulina

Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi., M.A., Psikolog

INTISARI

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh pelatihan

manajemen stres terhadap peningkatan kesejahteraan psikologis pada pasien

hipertensi. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 10 pasien hipertensi yang terbagi

menjadi 5 subjek dalam kelompok control dan 5 subjek kelompok eksperimen.

Rancangan penelitian ini adalah kuasi eksperimen dengan pretest-posttest control

group design. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala

kesejahteraan psikologis yang dikembangkan oleh Prameswari (2016). Modul

penelitian disusun berdasarkan teori Taylor (2009) yang dimodifikasi oleh Putrikita

(2018). Hasil analisis data menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan skor yang

signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah pelatihan

manajemen stres pada kelompok eksperimen dengan nilai p=1,000 (p>0,05).

Berdasarkan analisis kualitatif, subjek kelompok eksperimen mengalami perubahan

yang positif yaitu peningkatan fungsi psikologis dan kesehatan yang baik,

Kata kunci : Manajemen Stres, Kesejahteraan psikologis, Hipertensi

Page 19: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

xviii

THE EFFECT OF STRESS MANAGEMENT TRAINING ON

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING IN HYPERTENSION PATIENT

Nuzul Putri Maulina

Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi., M.A., Psikolog

ABSTRACT

This study aims to understanding the effect of stress management training to

increase the psychological well-being of hypertension patients. The subjects in this

study were 10 patients with hypertension that divided into 5 subjects in

experimental group and 5 others in control group. The design of this study was

quasi-experimental research with pretest-posttest control group design. The

measuring instrument used to measure was a scale of psychological well-being

developed by Prameswari (2016). The intervention module used was arranged

based on the theory management stress of Taylor (2009) which has been modified

by Putrikita (2018). The result of data analysis showed that there was no significant

impact in psychological well-being scores between the experimental and control

group after stress management training in the experimental group with a value of

p=1,000 (p>0,05). Based on qualitative analysis, subjects of experimental group

experience positive changes such as increasing of psychological function and

physical health.

Keywords : Stress Management, Psychological Well-Being, Hypertension

Page 20: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang Masalah

Hipertensi saat ini menjadi salah satu masalah kesehatan yang serius di

berbagai belahan dunia. Hipertensi terjadi akibat adanya peningkatan tekanan darah

yang dipompa keseluruh tubuh berada diatas batas normal yang ditunjukkan oleh

angka sistolik dan diastolik. Tekanan darah dianggap normal apabila angka sistolik

dan diastoliknya kurang dari 135/85 mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi jika

melebihi angka 140/90 mmHg (Wahdah, 2011). Hipertensi juga terjadi ketika

suplai darah yang melalui pembuluh darah terlalu berlebihan, sehingga ketika darah

yang keluar dari jantung terlalu banyak maka menekan pembuluh darah dan

mengakibatkan aliran darah meningkat (Taylor, 2009).

Adib (2009) mengatakan bahwa hipertensi merupakan penyakit yang tidak

mengenal usia maupun golongan dan bisa menyerang siapa saja. Hipertensi

merupakan salah satu penyakit yang mematikan di dunia, namun tidak dapat secara

langsung membunuh pasiennya. Penyakit ini biasa disebut “the silent killer” atau

pembunuh diam-diam. Individu dapat mengidap hipertensi secara bertahun-tahun

tanpa menyadarinya bahkan sampai memicu terjadinya penyakit lain yang

tergolong berat dan mematikan. Sebagian besar individu tidak merasakan gejala

apapun, bahkan tidak mengetahui bahwa dirinya terkena hipertensi.

Dari tahun ke tahun jumlah pasien hipertensi semakin meningkat. Hal

tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia. Data World Health Organization

Page 21: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

2

(WHO) tahun 2011 menunjukkan bahwa hipertensi telah menyerang satu milyar

orang di dunia. Negara berkembang dan berpenghasilan rendah sampai sedang

sangat rentan terkena hipertensi bahkan mencapai 2/3 dari populasi. Diprediksi

pada tahun 2025, prevalensi hipertensi akan terus meningkat tajam dan sebanyak

29% orang dewasa di seluruh dunia terkena hipertensi. Hipertensi telah

mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian

terjadi di Asia Tenggara yang 1/3 populasinya menderita hipertensi (Riskesdas,

2018).

Di Indonesia khususnya di Yogyakarta, prevalensi pasien hipertensi dari

tahun ke tahun juga semakin mengalami peningkatan. Data yang diperoleh dari

Puskesmas Ngemplak 2 menunjukkan bahwa terjadi kenaikan jumlah pasien

hipertensi dari tahun 2016 ke 2017. Pada tahun tahun 2016 terdapat 339 pasien baru

yang berkunjung ke puskesmas. Tahun 2017, pasien baru yang berkunjung ke

puskesmas mengalami kenaikan yang signifikan yaitu sebanyak 549 orang.

Berbeda halnya dengan pasien lama yang berkunjung untuk berobat, jumlah pasien

hipertensi justru mengalami penurunan. Pada tahun 2016 sebanyak 1161 pasien

berobat ke puskesmas setelah mengetahui diagnosa dokter bahwa dirinya terkena

hipertensi. Kemudian, tahun 2017 mengalami penurunan jumlah pasien lama yang

berkunjung ke puskesmas yaitu hanya sebanyak 918. Rudianto (2013) menyatakan

bahwa sebelum dokter memberikan diagnosa kepada pasien hipertensi, kebanyakan

dari mereka tidak mengetahui risiko penyakit hipertensi. Baru setelah bertemu

dengan dokter dan mendapatkan diagnosis, orang-orang sadar akan ancaman

penyakit hipertensi dan bagaimana menyikapi penyakit tersebut.

Page 22: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

3

Berikut ini gambaran pasien hipertensi di lapangan berdasarkan hasil

wawancara. MA (45 tahun) merasa sangat bergantung pada obat walaupun sudah

menerapkan pola makan yang dianjurkan oleh dokter. Setiap hari MA harus selalu

minum obat dan tidak boleh terlewat. MA merasa bahwa penyakit hipertensi tidak

dapat dihilangkan dan tidak ada obat yang bisa untuk mengangkat penyakit

tersebut. Menurut MA, obat bersifat sementara karena jika berhenti meminum obat

maka tekanan darahnya akan kembali naik dan tidak normal.

MA juga mengatakan setelah MA terkena hipertensi ada perubahan yang

terjadi yaitu sering merasa lelah, emosi menjadi tinggi dan tidak terkontrol.

Disamping itu, tekanan darah akan cepat meningkat ketika MA terbawa emosi

sehingga menyebabkan penyakitnya kambuh. Reaksi tubuh yang terjadi ketika

tekanan darah mulai naik yaitu kaget, sakit kepala yang luar biasa, mual, telinga

terasa panas, mata menjadi perih saat dipejamkan dan sesak nafas. MA menjadi

pribadi yang sangat memikirkan suatu permasalahan hingga membuat tekanan

darahnya mudah meningkat, sehingga setiap kali MA memiliki masalah MA selalu

menceritakannya kepada suaminya. MA sangat bergantung kepada suaminya

karena MA harus selalu meminta bantuan suami untuk menyelesaikan

permasalahannya (Wawancara, 25 Maret 2018).

Sejalan dengan MA, ST (40 tahun) juga mengalami hal yang sama ketika

pertama kali mengetahui penyakit hipertensi yang dialami. Pada saat mengetahui

ST terkena hipertensi di usia 35 tahun, ST mengaku bahwa tidak dapat menerima

hal tersebut. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa penyakit hipertensi tidak dapat

disembuhkan dan harus selalu mengkonsumsi obat setiap hari untuk meminimalisir

Page 23: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

4

kekambuhan penyakit tersebut. ST sempat terpuruk dan tidak akan bertemu dengan

orang lain karena ST tidak dapat menerima bahwa ST terkena hipertensi di usia

yang masih produktif. ST bahkan merasa iri kepada teman-temannya yang masih

sehat, bebas melakukan aktivitas, bebas makan makanan apapun tanpa pantangan,

sedangkan ST harus mulai merubah pola hidupnya agar penyakit hipertensinya

tidak mudah kambuh.

ST mengatakan apabila tekanan darah sedang naik, ST kesulitan untuk

mengontrol sehingga aktivitas menjadi terganggu bahkan sering kali ST

meninggalkan aktivitasnya dan memilih tidur. Sebelum ST mengalami hipertensi,

ST merupakan individu yang aktif, mudah bersosialisasi dengan orang lain, bahkan

ST merupakan kader kesehatan di desanya. Namun, setelah mengalami hipertensi

ST menjadi kurang aktif di berbagai acara kesehatan di desa dan lebih banyak waktu

yang dihabiskan di rumah karena penyakit hipertensi yang sering kambuh. ST

memilih lebih banyak di rumah karena apabila penyakit hipertensi yang sedang

kambuh kemudian dibawa untuk mengikuti kegiatan, ST kesulitan mengontrol

emosinya dan selalu ingin marah terhadap orang lain yang sedang berbicara dengan

ST.

Sebelum mengalami hipertensi, ST selalu semangat dalam mengikuti

berbagai acara terkait kesehatan di desanya dan memiliki tujuan ingin membantu

mensejahterakan masyarakat sekitar, disela-sela pekerjaan ST. Namun, setelah

mengalami hipertensi ST mengaku tujuan yang sudah dibuat tidak ingin ST lakukan

karena ST masih beranggapan bahwa kader kesehatan seharusnya individu yang

sehat jasmani dan rohani. ST mengaku bahwa penyakit hipertensi yang dialami

Page 24: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

5

menghambat semua keinginan dan tujuan yang telah direncanakan sebelumnya.

Kegiatan terkait kader kesehatan menjadi terganggu, pekerjaan juga menjadi tidak

maksimal, serta hubungan sosial dengan orang lain terganggu (Wawancara, 15

September 2018).

Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa salah satu permasalahan

yang dimiliki oleh pasien hipertensi adalah rendahnya kesejahteraan psikologis

(Manju & Singh, 2014). Hal tersebut ditandai dengan adanya kesehatan fisik dan

psikis yang kurang begitu baik. Berdasarkan kasus MA dan ST, kesehatan fisik

yang mudah lelah, sakit kepala yang luar biasa, muncul perasaan sedih dan emosi

negatif, membutuhkan dukungan dan dorongan dari orang lain dalam karena terus

menerus mengkonsumsi obat semasa hidupnya. Selain itu, pasien hipertensi

cenderung kehilangan kepercayaan diri. Penerimaan diri pasien hipertensi juga

kurang baik karena berhubungan dengan sakit yang tidak dapat disembuhkan dan

harus mengkonsumsi obat setiap hari, apabila obat tidak dikonsumsi dengan rutin

dan tidak melakukan pengelolaan emosi serta pola makan dengan baik akibatnya

akan menyebabkan penyakit seperti jantung koroner, stroke, dan serangan jantung.

Hubungan sosial dengan orang lain yang terganggu juga merupakan salah satu

dampak yang dialami oleh pasien hipertensi, karena setelah mengalami hipertensi

pasien cenderung sulit untuk mengontrol emosinya terlebih ketika tekanan

darahnya naik, sehingga lebih mudah tersinggung dan marah ketika berinteraksi

dengan orang lain. Aktivitas yang terhambat juga menjadi hal yang sering dialami

oleh pasien hipertensi ketika tekanan darah sedang naik karena kondisi fisik yang

tidak memungkinkan. Faktor-faktor diatas menunjukkan bahwa pasien hipertensi

Page 25: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

6

memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah. Individu yang memiliki

kesejahteraan psikologis yang baik ialah ketika individu mampu untuk membentuk

hubungan dengan orang lain, menciptakan dan menguasai lingkungan dengan yang

baik, tidak mudah bergantung, mampu menerima diri sendiri apa adanya, memiliki

tujuan hidup, serta mampu terbuka dengan pengalaman baru.

Keluhan mengenai permasalahan fisik yang dialami oleh pasien hipertensi

seperti pening, telinga berdengung, rasa mual, pandangan kabur, sakit kepala

kronis, mimisan, peningkatan rasa dahaga, rasa berat di tengkuk, detak jantung

meningkat sehingga pasien akan mengalami kesulitan bernafas atau sesak nafas

serta mudah merasakan lelah. Selain kesehatan fisik yang terganggu, penyakit

hipertensi juga dapat mengganggu kesehatan mental, yaitu penurunan pada dimensi

mental seperti gelisah akibat kurang tidur (Purnomo dalam Anggraieni & Subandi,

2014). Akibat yang ditimbulkan adalah para pasien hipertensi akan kehilangan

semangat, memiliki emosi yang meledak-ledak serta amarah yang tertekan (Taylor,

2009).

Fitzgerald, Boehm, Kivimaki, Laura, dan Kubzansky (2014) menyebutkan

bahwa kesejahteraan psikologis berdampak pada tekanan darah individu. Tekanan

darah individu tetap memberikan pengaruh terhadap kebahagiaan, walaupun

individu tersebut sudah menerapkan perilaku sehat dan menghindari suasana hati

yang negatif. Steptoe, Dockray, Wardle (Fitzgerald, dkk, 2014) mengatakan bahwa

diperlukan teknik pengobatan yang lain mengingat perilaku sehat tidak dapat

mengubah hubungan antara emosi seseorang dengan hipertensi yaitu respon

fisiologis (neuroendokrin, daya tahan, dan proses inflammatori) atau modifikasi

Page 26: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

7

faktor psikososial (dukungan sosial, strategi koping) yang harus dipelajari lebih

lanjut.

Berkaitan dengan rendahnya tingkat kesejahteraan psikologis pada pasien

hipertensi, Manju dan Singh (2014) menjelaskan bahwa pasien yang mengalami

hipertensi tidak mampu menghadapi tekanan sosial, merasa menjadi pribadi yang

stagnan, tidak memiliki peningkatan dari waktu ke waktu, merasa bosan dan tidak

memiliki ketertarikan dengan kehidupannya, merasa sulit untuk menjadi hangat,

terbuka, peduli tentang orang lain, frustrasi dalam hubungan interpersonal, tidak

memiliki makna hidup, tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas serta tidak

memiliki keyakinan tentang kehidupan yang berarti. Manju dan Singh (2014)

menyimpulkan bahwa individu yang mengalami hipertensi memiliki efek negatif

pada kesejahteraan psikologis sehingga individu tersebut mengalami kesulitan

untuk mengontrol tekanan darah.

Adanya tekanan darah yang meningkat dan tidak dapat diprediksi kapan

datangnya membuat menarik untuk dicermati, bagaimana bisa beberapa pasien

mampu untuk berjuang dengan berbagai tantangan dan kesulitan yang dihadapinya

untuk mencapai kesejahteraan dalam hidupnya (Taylor, 2009). Secara

konseptualisasi dan pengukuran kesejahteraan, kesejahteraan psikologis telah

menjadi konsep yang populer dalam memahami kesejahteraan individu. Ryff

(1995) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai hasil yang dicapai secara

penuh dari berbagai potensi psikologis seseorang dan merupakan keadaan dimana

individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri secara apa adanya, memiliki

tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi

Page 27: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

8

pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan dan terus betumbuh

secara personal.

Peneliti tertarik untuk meneliti kasus penderita hipertensi dalam perspektif

psikologis. Semakin tahun penderita hipertensi terus mengalami peningkatan di

Indonesia, namun banyak diantara mereka yang cenderung tidak sadar akan

penyakit tersebut. Wahdah (2011) menyebutkan bahwa penanganan yang diberikan

oleh dokter untuk membantu mengatasi penyakit hipertensi diantaranya dengan

menggunakan pengobatan non farmakologis dan farmakologis. Pengobatan non

farmakologis dengan cara modifikasi gaya hidup pasien hipertensi. Terdapat pula

beberapa pengobatan non farmakologis yang diberikan pada pasien hipertensi

diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Putra, Nashori dan Sulistyarini

(2012) mengenai terapi kelompok untuk mengurangi kesepian dan menurunkan

tekanan darah pada lansia penderita hipertensi. Hasil penelitian tersebut adalah

terapi kelompok dapat mengurangi kesepian pada lansia, namun kesepian tidak

mempengaruhi penurunan tekanan darah secara signifikan pada lansia penderita

hipertensi. Penelitian lain mengenai terapi tawa untuk menurunkan stres pada

penderita hipertensi oleh Desinta dan Ramdhani (2013) menunjukkan bahwa terapi

tawa efektif menurunkan stres pada penderita hipertensi. Ada pula penelitian lain

yang dilakukan oleh Sulistyarini (2013) mengenai terapi relaksasi untuk

menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kualitas hidup penderita hipertensi.

Hasil dari penelitian tersebut adalah terapi relaksasi dapat menurunkan tekanan

darah baik sistolik maupun diastolik pada penderita hipertensi. Penurunan tekanan

Page 28: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

9

darah pada penderita hipertensi juga mempengaruhi peningkatan kualitas hidup

yang ditandai dengan berkurangnya keluhan fisik.

Berdasarkan beberapa uraian penelitian diatas, dapat dilihat bahwa terapi

yang diberikan pada pasien hipertensi sangatlah beragam, mulai dari terapi

kelompok, terapi tawa, serta terapi relaksasi. Peneliti menawarkan sebuah

intervensi lain yang lebih menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis pada pasien hipertensi yaitu manajemen stres. Pelatihan manajemen stres

perlu dilakukan karena stres merupakan salah satu faktor pemicu kekambuhan

penyakit hipertensi (Brannon & Feist, 2010). Menurut Smet (1994), stres dapat

menyebabkan penyimpangan fisiologis pada penyakit kronis, seperti hipertensi,

asma, rematik artritis, jantung koroner bahkan kanker. Hasil wawancara yang

dilakukan oleh MA juga menunjukkan bahwa kekambuhan penyakit hipertensi

paling sering terjadi ketika MA sedang stres, terlebih lagi jika dihadapkan pada

situasi yang menekan. Stres menurunkan kesehatan individu sehingga menurunkan

kesejahteraan psikologis. Manajemen stres merupakan rangkaian pelatihan yang

mencakup edukasi mengenai teori stres, menumbuhkan kesadaran terhadap faktor-

faktor pemicu stres, dan memberikan pelatihan mengenai strategi-strategi untuk

mengurangi stres (Ogden, 2007).

Penelitian-penelitian mengenai manajemen stres terhadap individu dengan

penyakit kronos menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, bahwa manajemen

stres akan meningkatkan kesejahteraan psikologis individu. Surwit, dkk (2002)

memberikan pelatihan manajemen stres kepada penderita diabetes tipe dua. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa pelatihan manajemen stres merupakan

Page 29: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

10

pelatihan yang komprehensif, sehingga dapat meningkatkan fungsi psikologis

individu. De Brouwer, dkk (2011) memberikan pelatihan manajemen stres kepada

pasien rheumatoid arthritis. Pelatihan manajemen stres terbukti meningkatkan

fungsi psikologis, fungsi fisik, dan respon psikofisiologis pada individu. Fungsi

psikologis yang meningkat berkaitan dengan meningkatnya kesejahteraan

psikologis individu. Berdasarkan hal tersebut, maka pelatihan manajemen stres

perlu diberikan kepada pasien hipertensi untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis.

Taylor (2009) yang mengatakan bahwa manajemen stres dapat membantu

individu yang mengalami kesulitan dalam mengendalikan stres. Pelatihan

manajemen stres juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis individu.

Putrikita (2018) mengungkapkan bahwa pelatihan manajemen stres merupakan

salah satu bentuk pelatihan yang berbasis cognitive behavioral therapy. Melalui

pendekatan CBT, individu akan dilatih untuk yang mengendalikan stres melalui

kognitif individu serta memunculkan perilaku adaptif yang sesuai untuk

menghadapi kondisi yang menekan dan menimbulkan stres. Pelatihan ini bersifat

menyeluruh apabila dibandingkan dengan pelatihan dan intervensi dalam penelitian

sebelumnya yang hanya fokus pada satu aspek saja. Hal tersebut enjadi salah satu

kelebihan dari pelatihan ini dibandingkan dengan penelitian yang lain. Kelebihan

kedua, pelatihan manajemen stres bertujuan melatih responden untuk mengontrol

stress secara mandiri, sehingga teknik manajemen stres yang diajarkan oleh trainer

dapat dipraktekkan secara mandiri setelah sesi pelatihan berakhir. Hal tersebut

dimaksudkan agar kesejahteraan psikologis individu tidak menurun setelah

Page 30: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

11

pelatihan berakhir. Ketiga, manajemen stres merupakan bentuk pelatihan yang

mampu meningkatkan fungsi psikologis dan fungsi fisik sekaligus. Berdasarkan

pemaparan diatas, diharapkan kesejahteraan psikologis pasien hipertensi meningkat

melalui pelatihan manajemen stres.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan

manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis pada pasien hipertensi .

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis

maupun praktis, seperti :

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

untuk memperkaya pengetahuan, khususnya di bidang psikologi klinis.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti lain

yang ingin meneliti dengan tema yang sama.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada masyarakat terutama para pasien hipertensi agar dapat memanajemen

tingkat stres dengan baik. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah

satu referensi intervensi bagi pasien hipertensi.

Page 31: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

12

D. Keaslian Penelitian

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian-penelitian sebelumnya

karena adanya tingkat kesamaan dalam variabel yang digunakan. Adapun penelitian

sebelumnya yang dijadikan acuan serta pembanding yang berkaitan dengan

kesejahteraan psikologis adalah Relationships Between Psychological Well-Being

And Resilience In Middle And Late Adolescents oleh Sagone dan Carli (2014).

Penelitian ini membahas mengenai hubungan antara kesejahteraan psikologis pada

remaja tengah dan remaja akhir dengan resiliensi. Subjek pada penelitian ini terdiri

dari 224 remaja tengah dan akhir (109 laki-laki dan 115 perempuan). Hasil dari

penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara kesejahteraan psikologis

dengan resiliensi pada remaja tengah dan akhir dimana remaja laki-laki memiliki

kesejahteraan psikologis yang lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan.

Selain itu, remaja akhir juga menunjukkan well-being yang lebih besar

dibandingkan dengan remaja tengah.

Peningkatan kesejahteraan psikologis pada pasien diabetes mellitus tipe 2

dengan menggunakan group positive psychotherapy oleh Sujana, Wahyuningsih

dan Uyun (2015). Penelitian yang bersifat eksperimental ini bertujuan untuk

mengetahui peningkatan kesejahteraan psikologis dengan menggunakan group

positive psychotherapy pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Subjek yang mengikuti

pelatihan ini berjumlah 12 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

dengan rentang usia antara 47 sampai 64 tahun. Penelitian ini membagi subjek

menjadi dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hal

tersebut bertujuan untuk melihat perbedaan kesejahteraan psikologis pada kedua

Page 32: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

13

kelompok tersebut. Hasil yang ditunjukkan pada penelitian ini yaitu group positive

psychotherapy dapat meningkatan kesejahteraan psikologis pada pasien diabetes

mellitus tipe 2. Group positive psychotherapy membuat para pasien diabetes

mellitus tipe 2 untuk selalu berpikir positif dan mengenali potensi positif dalam diri

mereka.

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Hasanvandi, dkk (2013) dengan

judul Effectiveness of Stress Management on Mental Health of Divorced Women.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pelatihan cognitive

behavioral stress management (CBSM) untuk meningkatkan kesehatan mental

pada wanita yang becerai. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 42 wanita bercerai

yang telah dipilih dan secara acak dibagi kedalam dua kelompok yaitu kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan

manajemen stres dianggap sebagai bagian penting dalam sebuah tritmen

penyembuhan karena dapat menurunkan gejala-gejala fisik seperti kecemasan,

insomnia, dan depresi.

Penelitian mengenai pelatihan manajemen stres kepada penderita diabetes

tipe dua yang dilakukan oleh Surwit, dkk (2002) bertujuan untuk mengetahui

apakah pelatihan manajemen stres dapat meningkatkan metabolisme glukosa pada

penderita diabetes tipe dua. Subjek penelitian berjumlah 108 penderita diabetes tipe

dua yang berusia lebih dari 30 tahun, berjenis kelamin laki-laki dan perempuan di

Duke University Outpatient Clinic. Alat ukur dalam penelitian ini adalah HbA1C,

Spielberger State-Trait Anxiety Inventory (STAI), Perceived Stress Scale (PSS),

General Health Questionnare (GHQ), BMI, dietary intake, dan Duke Active Status

Page 33: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

14

Index (DASI). Hasil dari penelitian ini adalah pelatihan manajemen stress

menurunkan HbA1C serta meningkatkan fungsi psikologis subjek.

Prameswari (2016) melakukan penelitian mengenai pengaruh terapi zikir

dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis pada penderita hipertensi. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris mengenai pengaruh terapi zikir

dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis pada penderita hipertensi. Subjek

yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 18 orang penderita hipertensi yang

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu 9 orang berada pada kelompok eksperimen dan

9 orang pada kelompok kontrol. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ada

perbedaan kesejahteraan psikologis yang sangat signifikan antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Kelompok yang mendapat terapi zikir

mengalami peningkatan dalam kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan

kelompok kontrol.

Fitri (2019) melakukan penelitian mengenai terapi kelompok suportif

terhadap peningkatan kesejahteraan psikologis pada pasien gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

psikologis pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dengan

memberikan intervensi terapi kelompok suportif. Subjek penelitian ini terdiri dari

8 pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis dan terbagi menjadi dua

kelompok, 4 subjek pada kelompok eksperiman dan 4 subjek pada kelompok

kontrol. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan psikologis adalah

skala kesejahteraan psikologis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat

pengaruh yang signifikan dari terapi kelompok suportif dalam meningkatkan

Page 34: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

15

kesejahteraan psikologis pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis

pada subjek kelompok eksperimen dibandingkan dengan subjek pada kelompok

kontrol yang tidak mendapatkan intervensi.

Putrikita (2018) melakukan penelitian mengenai pelatihan manajemen stres

terhadap kesejahteraan psikologis pada penderita asma. Tujuan dari penelitian ini

adalah untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen stres terhadap

peningkatan kesejahteraan psikologis pada penderita asma. Subjek dalam penelitian

ini adalah mahasiswa penderita asma berusia 19-24 tahun di Yogyakarta, berjenis

kelamin laki-laki dan perempuan, serta memiliki skor kesejahteraan psikologis dan

stres dalam kategori sedang. Hasil analisis data menunjukkan tidak ada perbedaan

skor kesejahteraan psikologis yang signifikan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Namun, hasil analisis kualitatif menunjukkan subjek pada

kelompok eksperimen mengalami perubahan positif yaitu peningkatan fungsi

psikologis dan kesehatan yang membaik.

Berikut adalah beberapa keaslian data yang digunakan sebagai orisinalitas

penelitian, antara lain :

1. Keaslian Topik

Topik dalam penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian Sujana,

Wahyuningsih dan Uyun (2015) yang meneliti mengenai peningkatan

kesejahteraan psikologis dengan menggunakan group positive psychotherapy

pada pasien diabetes mellitus tipe 2. Variabel bebas dalam penelitian tersebut

adalah group positive psychotherapy. Penelitian lainnya yaitu mengenai

efektivitas pelatihan cognitive behavioral stress management (CBSM) untuk

Page 35: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

16

meningkatkan kesehatan mental pada wanita yang becerai oleh Hasanvandi,

dkk (2013). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah

cognitive behavioral stress management (CBSM). Peneliti melakukan

penelitian yang menggunakan variabel bebas manajemen stres serta

kesejahteraan psikologis sebagai variabel tergantung.

2. Keaslian Teori

Sagone dan Carli (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Relationships

Between Psychological Well-Being And Resilience In Middle And Late

Adolescents menggunakan teori dari Ryff (1989) yang menyebutkan bahwa

kesejahteraan psikologis merupakan satu set karakteristik psikologis yang

terlibat pada suatu fungsi manusia secara positif yang mencakup beberapa

aspek. Karakteristik kesejahteraan psikologis yang paling sering dikaitkan

dengan perasaan individu adalah penerimaan diri yang didefinisikan sebagai

salah satu ciri utama kesehatan mental.

Penelitian yang dilakukan oleh Hasanvandi, Valizade, Honarmand dan

Mohammadesmaeel (2013) dengan judul Effectiveness of Stress Management

on Mental Health of Divorced Women menggunakan teori Daubenmier,

Weidner, Summer, Mendell, Merritt-Worden, dan Studley (2007).

Teori yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sintesa dari teori-

teori yang digunakan dalam penelitian sebelumnya. Sedikit berbeda dengan

penelitian yang sebelumnya, pada variabel manajemen stres ini teori yang

digunakan adalah teori dari Taylor (2009) yang mengatakan bahwa manajemen

Page 36: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

17

stres dapat membantu individu yang mengalami kesulitan dalam mengelola

stres.

3. Keaslian Alat Ukur

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sagone dan Carli (2014), alat ukur

yang digunakan merupakan adaptasi dari alat ukur Ryff dan Keyes (1995) yang

dimodifikasi oleh Zani dan Cicognani (1999) menjadi versi yang lebih pendek

dan menggunakan bahasa Italia. Alat ukur tersebut terdiri dari 18 aitem yang

mencakup 6 subskala kesejahteraan psikologis.

Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Skala

Kesejahteraan psikologis yang merupakan hasil pengembangan skala Ryff

(1989) yang berjumlah 42 aitem kemudian dimodifikasi dan diadaptasi oleh

Prameswari (2016) menjadi 19 aitem yang meliputi 6 aspek kesejahteraan

psikologis. Skala ini menggunakan model likert yang terdiri atas 4 alternatif

jawaban yaitu sangat tidak setuju hingga sangat setuju.

4. Keaslian Subjek

Sagone dan Carli (2014) dalam penelitiannya yang berjudul Relationships

Between Psychological Well-Being And Resilience In Middle And Late

Adolescents mengambil subjek penelitian yang berjumlah 224 remaja Italia

(109 laki-laki dan 115 perempuan). Peningkatan kesejahteraan psikologis pada

pasien diabetes mellitus tipe 2 dengan menggunakan group positive

psychotherapy oleh Sujana, Wahyuningsih dan Uyun (2015) mengambil subjek

penelitian sebanyak 12 pasien diabetes mellitus tipe 2 yang berjenis kelamin

laki-laki dan perempuan. Subjek terbagi kedalam dua kelompok, yaitu

Page 37: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

18

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selain itu, penelitian yang

dilakukan oleh Hasanvandi, Valizade, Honarmand, dan Mohammadesmaeel

(2013) dengan judul Effectiveness of Stress Management on Mental Health of

Divorced Women menggunakan 42 orang wanita yang bercerai sebagai subjek

penelitian dan terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, pada penelitian

kali ini subjek yang diambil oleh peneliti adalah pasien hipertensi yang berusia

diatas 35 tahun.

Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dijabarkan diatas, maka

keaslian yang ditawarkan dalam studi eksperimen ini adalah dalam konteks topik,

alat ukur, dan subjek penelitian. Peneliti belum mendapati penelitian yang serupa

dengan pengaruh pelatihan manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis

pada pasien hipertensi.

Page 38: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

19

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kesejahteraan Psikologis

1. Definisi Kesejahteraan Psikologis

Schultz (1991) mendefinisikan kesejahteraan psikologis sebagai fungsi

positif individu, dimana fungsi positif individu merupakan arah atau tujuan

yang diusahakan untuk dicapai oleh individu yang sehat. Sama halnya dengan

yang diungkapkan oleh Ryff dan Keyes (1995) bahwa kesejahteraan psikologis

tidak hanya terdiri dari efek positif, efek negatif, dan kepuasan hidup,

melainkan paling baik dipahami sebagai sebuah konstruk multidimensional

yang terdiri dari sikap hidup yang terkait dengan dimensi kesejahteraan

psikologis itu sendiri yaitu mampu merealisasikan potensi diri secara kontinu,

mampu membentuk hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki

kemandirian terhadap tekanan sosial, maupun menerima diri apa adanya,

memiliki arti dalam hidup, serta mampu mengontrol lingkungan eksternal.

Snyder dan Lopez (2002) mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis

bukan hanya ketiadaan beban, namun kesejahteraan psikologis juga meliputi

keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup, serta hubungan

seseorang dalam obyek ataupun orang lain. Kesejahteraan psikologis

merupakan suatu pencapaian penuh dari potensi psikologis individu, serta

merupakan suatu situasi dimana individu dapat menerima kelebihan dan

kekurangan diri secara apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan

Page 39: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

20

relasi positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu

mengendalikan lingkungan serta dapat terus tumbuh secara personal (Ryff,

1989). Huppert (2009) mengemukakan bahwa kesejahteraan psikologis

merupakan kehidupan yang berjalan dengan baik serta merupakan

penggabungan dari perasaan yang positif yang dapat berfungsi secara efektif.

Berdasarkan pemaparan beberapa tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa

kesejahteraan psikologis merupakan situasi dimana individu merasakan

perasaan yang bersifat positif dan telah menerima segala sesuatu yang dimiliki.

Hal tersebut juga meliputi perasaan bahagia karena telah memiliki tujuan hidup

yang jelas dan pertumbuhan pribadi yang maksimal.

2. Aspek-aspek Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1998) mendefinisikan 6 aspek yang membentuk kesejahteraan

psikologis, yaitu:

a. Penerimaan diri (self-acceptance)

Aspek ini merupakan karakteristik utama dari kesejahteraan psikologis

yang menekankan pada penerimaan diri individu terhadap pengalaman di

masa lalu, baik pengalaman pribadi maupun orang lain (Ryff & Singer,

1996). Individu yang memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mampu

mengakui dan menerima berbagai aspek dalam kehidupannya bahkan yang

bersifat kurang menyenangkan serta dapat memandang masa lalu sebagai

sesuatu yang positif merupakan indikator individu tersebut memiliki

penerimaan diri yang tinggi. Sebaliknya, individu yang memiliki

penerimaan diri yang rendah akan merasa tidak puas dengan dirinya, merasa

Page 40: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

21

kecewa atas apa yang terjadi pada kehidupannya di masa lalu serta memiliki

perasaan ingin menjadi orang lain.

b. Tujuan hidup (purpose in life)

Individu yang memiliki tujuan dalam hidupnya akan merasa bahwa

kehidupan yang dijalaninya memiliki sebuah makna, merasa bahwa

kehidupan sekarang dan masa lalunya memberikan pelajaran yang berarti.

Sementara itu, individu yang tidak memiliki tujuan dalam hidupnya, tidak

memiliki cita-cita, serta tidak memiliki keyakinan merasa bahwa

kehidupannya tidaklah berarti dan bermakna.

c. Hubungan positif dengan orang lain (positive relation with others)

Aspek ini menekankan pada pentingnya keakraban dalam hubungan

interpersonal dimana kemampuan untuk menyayangi dipandang sebagai

salah satu karakteristik dari kesehatan mental (Ryff & Singer, 1996).

Individu yang menjalin hubungan hangat dengan orang lain, mampu

menunjukkan rasa empati dan keprihatinan terhadap kesejahteraan orang

lain, serta mampu membangun keintiman yang kuat merupakan indikator

bahwa individu tersebut memiliki hubungan yang positif dengan orang lain.

Sebaliknya, individu yang tidak mampu menjalin hubungan dengan dengan

orang lain merasa sulit untuk terbuka, hangat, dan peduli kepada orang lain

serta tidak dapat berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan

orang lain.

d. Pertumbuhan personal (personal growth)

Page 41: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

22

Individu dengan personal growth yang baik akan mampu terbuka dengan

pengalaman baru, memiliki kesadaran atas potensi yang dimilikinya serta

mampu melakukan perbaikan-perbaikan dalam perilaku dan kehidupannya.

Sementara itu, individu yang mudah merasa bosan, tidak melakukan

perbaikan-perbaikan dalam hidupnya, serta tidak mampu mengembangkan

sikap atau perilaku yang baru merupakan individu yang memiliki personal

growth yang rendah.

e. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Environmental mastery menekankan pada kemampuan individu dalam

menciptakan dan menguasai lingkungan yang sesuai dengan kondisi

psikologisnya. Individu memiliki penguasaan lingkungan yang baik apabila

mampu mengelola dan mengendalikan lingkungan sosialnya, mampu

memanfaatkan peluang di sekitarnya secara efektif serta mampu mengontrol

aktivitas-aktivitas eksternal yang bersifat kompleks. Sebaliknya, individu

yang memiliki kesulitan dalam mengelola kebutuhan sehari-hari, kurang

mampu menyadari berbagai kesempatan yang ada di sekitarnya, serta

kurang memiliki kendali terhadap dunia luar pada umumnya memiliki

pengendalian lingkungan yang kurang baik.

f. Kemandirian (autonomy)

Autonomy adalah aspek yang menekankan pada kualitas individu dalam

menentukan nasibnya sendiri, kebebasan, pengaturan perilaku, memiliki

tujuan hidup serta mandiri. Individu yang memiliki autonomy tinggi akan

menjadi pribadi yang dapat menentukan nasibnya sendiri, dapat bertahan

Page 42: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

23

dari tekanan di lingkungan sekitar dan dapat membuat suatu keputusan

tanpa pertimbangan dari orang lain. Sementara itu, individu yang memiiki

autonomy rendah mudah untuk bergantung kepada orang lain dalam

membuat keputusan serta membutuhkan penilaian orang lain.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan

psikologis terbentuk atas enam aspek yaitu self-acceptance, purpose in life,

positive relation with others, personal growth, environmental mastery,

autonomy. Jika individu mampu memenuhi keenam aspek di atas, maka

individu tersebut memiliki kesejahteraan psikologis. Individu yang memiliki

skor tinggi pada keenam aspek tersebut akan memiliki kesejahteraan psikologis

yang baik

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan psikologis

Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis menurut Ryff

dan Keyes (1995), yaitu:

a. Faktor demografis

Faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis

individu diantaranya usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi, dan budaya.

b. Dukungan sosial

Dukungan sosial sering diartikan sebagai perasaan nyaman, perhatian,

penghargaan atau pertolongan yang dipersepsikan oleh individu dari

berbagai sumber diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter

atau bahkan organisasi sosial.

c. Evaluasi terhadap pengalaman hidup

Page 43: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

24

Pengalaman dalam hidup yang mencakup berbagai bidang dan periode

selama proses kehidupanya.

d. Locus of control

Diartikan sebagai keyakinan individu mengenai pengendalian terhadap

penguatan (reinforcement) yang berasal dari tindakan sendiri atau

bergantung pada tindakan orang lain dan pengaruh lain diluar kendali

individu tersebut.

Menurut Snyder dan Lopez (2002) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi

kesejahteraan psikologis, yaitu:

a. Kesehatan

Kesejahteraan psikologis merupakan salah satu indicator kesehatan

mental, dan kesehatan mental berkaitan dengan kesehatan fisik individu.

Ketika individu mengalami permasalahan dalam hal kardiovaskular,

metabolisme, saraf, otak, dan imun, maka hal tersebut tidak hanya

mempengaruhi individu secara fisik, melainkan secara psikologis.

Munculnya perasaan tidak berharga, tidak percaya diri, menarik diri dari

lingkungan sosial, bahkan kehilangan tujuan hidup merupakan indikator

terganggunya kesejahteraan psikologis individu.

b. Kualitas hubungan dengan orang lain

Hubungan yang baik dengan orang lain merupakan salah satu syarat

penting untuk memenuhi kehidupan yang optimal, sedangkan hubungan

Page 44: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

25

sosial yang kurang baik merupakan salah satu permasalahan yang dapat

menyebabkan kesejahteraan psikologis individu terganggu.

c. Stres kronis dan berulang

Paparan situasi yang penuh tekanan dan tuntutan secara terus menerus

akan memunculkan stres kronis pada individu. Stres kronis yang tidak dapat

di atasi akan menyebabkan kelelahan (allostatic load). Survey yang

dilakukakn kepada 57 pria dan 49 wanita menunjukkan bahwa subjek yang

memenuhi seluruh aspek kesejahteraan psikologis memiliki allostatic load

yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan subjek yang tidak

memenuhi seluruh aspek kesejahteraan psikologis.

Berdasarkan pemaparan yang dikemukakan oleh Ryff dan Keyes (1995)

serta Snyder dan Lopez (2002), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat tujuh

faktor yang mepengaruhi kesejahteraan psikologis individu. Ketujuh faktor

tersebut mempengaruhi tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis pada

individu. Faktor-faktor di atas juga memberikan kontribusi dalam perubahan

kesejahteraan psikologis pada individu sepanjang proses kehidupannya.

B. Manajemen Stres

1. Definisi Stres

Stres merupakan keadaan disaat individu merasa tegang dan tidak nyaman

yang disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengatasi berbagai tuntutan

Page 45: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

26

yang ada di lingkungannya. Stres tidak hanya merupakan suatu respon dan

stimulus tetapi melebihi sebuah proses yaitu individu sebagai perantara yang

dapat mempengaruhi stresor melalui perilaku, pikiran, dan strategi emosional

(Sarafino & Smith, 2012). Stres merupakan pengalaman mengenai emosi

negatif seseorang yang disertai dengan perubahan secara biokimia, fisiologis,

kognitif, serta perubahan perilaku yang dapat disebabkan oleh situasi-situasi

yang menekan dan membuat stres (Taylor, 2009).

Selye (Brannon & Feist, 2010) terkenal sebagai peneliti yang meneliti dan

mengemukakan bahwa stres merupakan suatu sindrom yang bersifat biologis

atau jasmaniah. Selain itu, Selye juga memberikan penekanan bahwa stres

merupakan suatu reaksi penyesuaian diri terhadap stimulus yang berbeda-beda.

Smet (1994) menyebutkan bahwa stres dapat menyebabkan penyimpangan

fisiologis, seperti asma, penyakit kepala kronis, rematik artritis, dan beberapa

penyakit kulit. Penyakit kronis lainnya seperti hipertensi, jantung koroner

bahkan kanker juga dapat disebabkan oleh stres.

Stres merupakan emosi negatif yang diperoleh dari perubahan biokimia,

kognitif, fisiologis serta behavioral yang bertujuan untuk mengubah peristiwa

stressfull dan mengakomodasi akibat yang ditimbulkan. Ketika dalam kondisi

stres, tubuh memproduksi hormon adrenalin yang berfungsi untuk pertahanan

diri (Lukaningsih & Bandiyah, 2011).

2. Definisi Manajemen Stres

Manajemen stres merupakan salah satu upaya untuk mengelola stres yang

dilakukan melalui suatu pelatihan (Taylor, 2009). Menurut Surwit, dkk (2002)

Page 46: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

27

manajemen stres merupakan bentuk pelatihan yang biasanya melibatkan

Progressive Muscle Relaxation (PMR), mental imagery, diaphragmatic

breathing, dan psikoedukasi mengenai cara memodifikasi respon terhadap stres

baik secara fisiologis, kognitif, dan perilaku. Quick dan Cooper (Saraei,

Hatami & Bagheri, 2016) mengemukakan bahwa manajemen stres merupakan

serangkaian teknik atau metode yang digunakan untuk mengurangi stres pada

individu serta meningkatkan kemampuan untuk mengatasi situasi-situasi yang

menekan.

Smet (1994) mengatakan bahwa manajemen stres berfokus pada

berkurangnya reaksi stres. Teknik-teknik yang digunakan dalam manajemen

stres antara lain relaksasi, biofeedback, restrukturisasi kognitif, stress-

inoculation training, meditasi, dan hipnosa. Individu juga dapat belajar

mengenai penggunaan gaya koping yang lebih sesuai dengan situasi yang

sedang dihadapi. Manajemen stres dapat digunakan untuk mengurangi risiko

penyakit jantung dengan mengubah faktor risikonya seperti kepribadian tipe A

dan hipertensi. Hal itu juga dapat digunakan untuk mengontrol stres sehingga

tidak menyebabkan bahaya dan tidak bersifat mengancam.

Evers, dkk (2006) mengemukakan bahwa pada umumnya perlakuan

manajemen stres meliputi 3 bentuk, yaitu :

1. Primary intervention yaitu perlakuan yang dapat mengubah kondisi

lingkungan, seperti tuntutan pekerjaan yang dapat mengakibatkan stres.

2. Secondary intervention yaitu program yang dirancang untuk membantu

individu menerapkan perilaku manajemen stres secara lebih efektif, seperti

Page 47: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

28

relaksasi, olahraga, meditasi, dan cognitive reframing. Perlakuan inilah

yang paling sering digunakan untuk membantu individu dalam mengelola

stres agar menjadi lebih efektif.

3. Tertiary intervention yaitu perlakuan yang dirancang untuk individu yang

mengalami gangguan klinis, seperti kecemasan, depresi, atau

penyalahgunaan obat. Bentuk dari perlakuan tersier ini berupa konseling

dan psikoterapi.

Pelatihan manajemen stres juga meliputi beberapa teknik, yaitu relaksasi

yoga, relaksasi otot, latihan pernafasan, meditasi dan mental imagery

(Daubenmier dkk, 2007). Teknik-teknik dalam manajemen stres memiliki cara

yang berbeda dalam mengontrol dan meminimalisir stres. Teknik pelatihan ini

menyesuaikan kondisi serta kebutuhan pada masing-masing individu.

3. Pelatihan Manajemen Stres

Taylor (2009) menjelaskan bahwa pelatihan manajemen stres terdiri atas

delapan tahapan, yaitu :

a. Identifying stressors (Identifikasi stresor)

Pada tahap ini, para peserta diberikan pemahaman mengenai apa itu stres

dan bagaimana dampak stres tersebut terhadap individu. Selain itu, mereka

juga akan melakukan proses identifikasi untuk mengetahui kondisi-kondisi

tertentu yang dapat memunculkan stres. Para peserta diharapkan dapat

memahami bahwa stres bukanlah sebuah faktor yang menyatu pada suatu

Page 48: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

29

peristiwa, melainkan sebuah proses penilaian psikologis. Hal tersebut

terjadi karena penyebab stres pada setiap individu dapat berbeda.

b. Monitoring stress (Memantau stres)

Para peserta dilatih untuk mengamati respon-respon yang muncul ketika

dalam keadaan yang membuatnya stres. Selanjutnya, mereka juga diminta

untuk menuliskan berbagai macam respon baik secara fisik, emosional, dan

perilaku saat mereka mengalami stres tersebut.

c. Identifying stress antecedents (Identifikasi penyebab stres)

Tahap ini menuntut peserta untuk memikirkan dan fokus pada perasaan

sebelum terjadinya peristiwa yang menyebabkan stres. Ketika para peserta

memahami dengan tepat kondisi yang dapat memicu stres, maka akan lebih

mudah dalam mengidentifikasi dan menemukan titik permasalahan mereka

sendiri.

d. Avoiding negative self-talk (Menghindari berbicara negatif terhadap diri

sendiri)

Pikiran-pikiran negatif dan negative self-talk memberikan kontribusi

terhadap perasaan-perasaan tidak rasional yang dapat menyebabkan

kemunculan stres. Para peserta diminta untuk mengakui dan mengingat

pikiran-pikiran negatif dan negative self-talk yang biasa dilakukan ketika

berada dalam kondisi tertekan serta diharapkan bisa melawannya.

e. Completing take-home assignment (Menyelesaikan tugas rumah)

Page 49: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

30

Para peserta pelatihan diberi tugas rumah berupa worksheet kemudian

peserta diminta untuk menuliskan kondisi-kondisi menekan yang dapat

memunculkan stres. Peserta juga diminta untuk menuliskan penyebab stres

baik yang bersumber dari pikiran-pikiran negatif maupun negative self-talk.

Fasilitator juga mengharapkan agar para peserta dapat mempraktekkan

avoiding negative self-talk yang telah dipelajari pada sesi sebelumnya.

f. Acquiring skills (Memperoleh keterampilan baru)

Para peserta pada tahap ini diajak untuk melaksanakan teknik

manajemen stres yang adaptif. Teknik tersebut dipilih dan disesuaikan

dengan kebutuhan serta kondisi yang dialami para peserta.

g. Setting new goals (Membuat tujuan baru)

Pada tahap ini, para peserta diminta untuk menuliskan tujuan secara

spesifik mengenai penurunan stres serta menuliskan perilaku yang spesifik

agar terpenuhinya tujuan tersebut. Para peserta juga diajak untuk melakukan

analisis tentang urgensi dilaksanakannya manajemen stres demi tercapainya

tujuan tersebut.

h. Engaging in positive self-talk and self-instruction (Terlibat dalam

pembicaraan yang positif pada diri sendiri dan memberikan instruksi pada

diri sendiri)

Tahap terakhir adalah melakukan positive self-talk dan self-instruction

dimana sebelumnya para peserta telah menuliskan perilaku spesifik yang

harus dilakukan guna mencapai tujuan akhir yaitu menurunkan stres.

Positive self-talk dan self-instruction akan membantu para peserta untuk

Page 50: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

31

mengendalikan stres yang dialaminya agar tidak berlanjut menjadi stres

kronis.

Berdasarkan paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada proses

manajemen stres, individu dibimbing untuk dapat menghadapi serta

mengendalikan stres melalui proses kognitif dan perilaku. Proses kognitif yang

diberikan berupa psikoedukasi serta pengubahan pikiran-pikiran yang negatif

agar menjadi semakin positif. Di sisi lain, individu juga mendapatkan pelatihan

keterampilan baru yang dapat dilakukan untuk menghadapi kondisi-kondisi

yang menekan dan menimbulkan stres.

C. Hipertensi

1. Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang memiliki tekanan

darah yang tinggi secara konsisten dalam jangka waktu beberapa minggu

ataupun lebih dan menjadi faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner,

stroke dan gagal ginjal (Sarafino & Smith, 2012). Hipertensi terjadi ketika

suplai darah yang melalui pembuluh darah terlalu berlebihan, sehingga ketika

darah yang keluar dari jantung terlalu banyak maka akan menekan pembuluh

darah dan mengakibatkan aliran darah meningkat (Taylor, 2009). Selain itu,

hipertensi juga dapat terjadi akibat adanya peningkatan tekanan darah yang

dipompa keseluruh tubuh berada di atas batas normal. Peningkatan tekanan

darah tersebut ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik. Tekanan darah

dianggap normal apabila angka sistolik dan diastoliknya kurang dari 135/85

Page 51: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

32

mmHg, sedangkan dikatakan hipertensi jika melebihi angka 140/90 mmHg

(Wahdah, 2011).

Secara umum, angka normal tekanan darah seseorang jika dilihat dari tinggi

badan, berat badan, tingkat aktivitas serta kesehatan adalah 120/80 mmHg.

Ketika seseorang melakukan aktivitas sehari-hari, tekanan darahnya akan stabil

pada kisaran normal, tetapi ketika seseorang tidur dan diukur tekanan darahnya

maka akan mengalami penurunan. Sebaliknya, jika seseorang berolahraga atau

melakukan aktivitas yang berlebihan, maka tekanan darah akan mengalami

peningkatan (Rudianto, 2013).

Rudianto (2013) menyebutkan bahwa seseorang dengan tekanan darah

tinggi harus rutin melakukan check up kesehatan untuk menghindari kasus-

kasus yang lebih serius bahkan bisa menyebabkan kematian. Tekanan darah

yang tinggi dan dibiarkan terus menerus menyebabkan jantung bekerja dengan

keras sehingga akan mengakibatkan kerusakan pada pembuluh darah di daerah

jantung, ginjal, otak serta mata.

2. Jenis-jenis Hipertensi

Wahdah (2011) mengklasifikasikan hipertensi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer merupakan salah satu jenis hipertensi yang tidak

diketahui jelas penyebabnya, tetapi ada kemungkinan dipengaruhi oleh

faktor keturunan atau genetik (Adib, 2009). Penyakit ini biasanya

disebabkan oleh faktor-faktor yang saling berkaitan yaitu bukan faktor

tunggal atau khusus serta memiliki populasi kira-kira 90% dari seluruh

Page 52: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

33

pasien hipertensi (Wahdah, 2011). Gaya hidup seseorang dan faktor

lingkungan juga dapat menyebabkan terjadinya hipertensi primer ini

(Rudianto, 2013).

b. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder disebabkan oleh penyakit-penyakit lain seperti

kerusakan ginjal, diabetes, kerusakan vaskuler. Menyumbang 10% dari

seluruh populasi pasien hipertensi (Wahdah, 2011). Rudianto (2013)

mengemukakan bahwa hipertensi sekunder merupakan kondisi dimana

terjadi peningkatan tekanan darah tinggi yang diakibatkan oleh penyakit lain

seperti gagal jantung, gagal ginjal, maupun kerusakan sistem hormon

didalam tubuh.

D. Pengaruh Pelatihan Manajemen Stres terhadap Kesejahteraan Psikologis

pada Pasien Hipertensi

Hipertensi atau biasa disebut dengan tekanan darah tinggi merupakan salah

satu penyakit kardiovaskuler yang disebabkan oleh penyempitan pembuluh

darah sehingga aliran darah menjadi tidak teratur serta menimbulkan tekanan

yang besar pada pembuluh darah (Shadine, 2010). Penyakit hipertensi adalah

suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah di atas normal yang

ditunjukkan oleh angka sistolik dan diastolik pada pemeriksaan tekanan darah

menggunakan sphygmomanometer (Rudianto, 2013). Rahmanita (2016)

berpendapat bahwa pasien hipertensi tidak menyadari dan tidak merasakan

Page 53: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

34

tanda-tanda kedatangan penyakit tersebut. Hipertensi dapat menjadi ancaman

tersendiri bagi para pasiennya karena kemunculannya yang tiba-tiba.

Rudianto (2013) menyebutkan kebanyakan pasien hipertensi tidak

mengetahui bahwa pasien tersebut mengidap penyakit hipertensi sebelum

memeriksakan tekanan darahnya. Hal tersebut menjadikan hipertensi

dikategorikan sebagai the silent disease. Penyakit hipertensi bila dibiarkan

terus menerus dapat memicu penyakit lain seperti stroke, serangan jantung,

gagal jantung, serta merupakan penyebab utama penyakit gagal ginjal kronik

bahkan hingga menyebabkan kematian.

Muchlas (Kumala, Kusprayogi & Nashori, 2017) menjelaskan bahwa

pasien hipertensi atau penyakit kardiovaskular lainnya secara subjektif merasa

bahwa penyakitnya akan sulit disembuhkan serta memerlukan waktu

pengobatan yang lama bahkan seumur hidupnya selalu bergantung pada obat,

sehingga menimbulkan stres dalam kehidupannya. Stres memiliki pengaruh

yang kurang baik terhadap fungsi kekebalan tubuh sehingga dapat

memunculkan berbagai penyakit fisik, diantaranya asma, hipertensi, dan sakit

kepala akut (Fausiah & Widury, 2008)

Wang dkk (2008) menyebutkan bahwa kemunculan dan kambuhnya suatu

penyakit kronis secara intens akan berpengaruh pada kondisi fisik, psikologis

dan sosial bagi para pasiennya. Perubahan yang terjadi secara psikologi pada

pasien penyakit kronis meliputi perasaan tidak percaya diri, malu, menjaga

jarak bahkan menarik diri dari lingkungan sosial, atau semakin menurunnya

semangat hidup merupakan beberapa indikator menurunnya kesejahteraan

Page 54: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

35

psikologis. Sujana, Wahyuningsih dan Uyun (2015) menyebutkan bahwa

kesehatan fisik individu akan berpengaruh juga pada kesejahteraan psikologis

individu tersebut. Apabila kesehatan fisik individu dalam keadaan yang kurang

baik, maka akan menimbulkan perasaan sedih, hilang semangat akan masa

depan, serta mengalami penurunan kepercayaan diri dan disiplin diri.

Selain kondisi fisik dan psikologis, pikiran atau kognitif juga merupakan

faktor yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis salah satunya yaitu

stres (Putrikita, 2018). Stres dapat menurunkan tingkat kesejahteraan

psikologis individu. Snyder dan Lopez (2002) menjelaskan bahwa menurunnya

kesejahteraan psikologis disebabkan oleh stres kronis dan berulang sehingga

memunculkan kelelahan pada individu. Oleh karena itu, stres perlu

dikendalikan dengan tepat agar dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis

pada individu.

Nevid, Rathus dan Greene, (2005) mengemukakan bahwa stres

disebabkkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah faktor kognitif.

Putrikita (2018) menyebutkan bahwa pelatihan manajemen stres perlu

dilakukan untuk mengendalikan stres karena teknik ini berbasis cognitive

behavioral therapy yang mengendalikan stres melalui kognitif individu serta

memunculkan perilaku adaptif yang sesuai untuk menghadapi kondisi-kondisi

yang menekan dan menimbulkan stres. Pelatihan ini diharapkan mampu

mengendalikan stres individu melalui pikiran-pikiran dan perilakunya

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan psikologis pada individu.

Page 55: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

36

Menurut Taylor (2009), pelatihan manajemen stres melatih individu untuk

mengolah dan mengendalikan stres secara kognitif. Smet (1994) menjelaskan

bahwa manajemen stres berfokus pada reduksi reaksi stres sehingga mampu

mengurangi risiko terjadinya penyakit jantung dan hipertensi. Terdapat delapan

tahapan dalam melakukan teknik manajemen stres (Taylor, 2009). Pertama

mengidentifikasi stresor (identifying stressor), yaitu pemberian edukasi

mengenai stres dan dampaknya bagi tubuh. Taylor (2009) mengemukakan

bahwa pemberian edukasi tersebut merupakan langkah awal bagi para pasien

hipertensi untuk mengubah pola pikir agar menjadi lebih positif. Pemberian

edukasi bertujuan untuk membuka wawasan dan pikiran individu sehingga

menjadi lebih terbuka. Ryff dan Singer (1995) mengemukakan bahwa

kesejahteraan psikologis yang baik berkaitan dengan semakin tingginya tingkat

pendidikan dan pengetahuan pada individu. Berdasarkan hal tersebut, maka

pemberian edukasi meningkatkan kesejahteraan psikologis individu melalui

wawasan atau pengetahuan baru yang didapatkan oleh individu.

Kedua yaitu memantau stres (monitoring stress), merupakan proses

observasi dan pencatatan respon yang dapat menimbulkan stres baik respon

secara fisik, emosi, maupun perilaku (Taylor, 2009). Individu dilatih untuk

lebih sadar dan paham terhadap respon maupun dampak yang ditimbulkan dari

stres tersebut. Putrikita (2018) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis

berkaitan dengan pemahaman yang dimiliki oleh individu. Ketika individu

semakin memahami apa yang sedang terjadi pada dirinya, maka semakin tinggi

pula tingkat kesejahteraan psikologis individu tersebut. Berdasarkan hal di atas,

Page 56: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

37

maka pemantauan stres (monitoring stress) dapat meningkatkan kesejahteraan

psikologis melalui peningkatan pemahaman terhadap apa yang terjadi pada

individu tersebut.

Tahapan pelatihan manajemen stres yang ketiga yaitu identifikasi

penyebab stres (identifying stress antecedents). Identifikasi penyebab stres

merupakan sebuah pemahaman individu terhadap hal-hal yang dapat

menyebabkan stres serta perasaan yang dirasakan sebelum terjadinya situasi

stres (Taylor, 2009). Pemahaman individu semakin diperdalam pada tahap

ketiga ini. Individu diajarkan untuk dapat memahami dan mengidentifikasi

penyebab-penyebab stres serta mengetahui dampak yang ditimbulkan dari

situasi stres tersebut. Ramadi, Posagi, dan Kaatuk (2017) mengemukakan

bahwa pemahaman mengenai stres dan emosi negatif yang terjadi pada diri

individu berkaitan dengan kesejahteraan psikologis. Individu yang dapat

memahami situasi stres yang dialaminya mulai dari penyebab stres, respon-

respon yang timbul akibat stres serta dampak yang dari stres akan semakin

meningkatkan fungsi psikologis individu yang terkait dengan kesejahteraan

psikologis. Berdasarkan hal tersebut, identifikasi penyebab stres dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis melalui pemahaman lebih mendalam

mengenai penyebab, respon dan dampak yang ditimbulkan oleh situasi stres

yang sedang dialaminya.

Keempat yaitu menghindari perkataan-perkataan negatif pada diri sendiri

(avoiding negative self-talk). Taylor (2009) menyebutkan bahwa avoiding

negative self-talk merupakan proses identifikasi pikiran-pikiran negatif dan

Page 57: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

38

negative self-talk yang sering dilakukan serta upaya untuk menghindari hal

tersebut. Menurut Putrikita (2018) negative self-talk yang sering muncul dapat

menimbulkan situasi stres. Kesejahteraan psikologis merupakan pencapaian

penuh dari suatu keadaan ketika individu dapat menerima kelebihan dan

kekurangan diri secara apa adanya (Sujana, Wahyuningsih & Uyun, 2015).

Individu yang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi akan

dengan mudah menerima berbagai aspek dalam kehidupannya bahkan yang

bersifat menyenangkan serta dapat memandang masa lalu sebagai sesuatu yang

positif. Penerimaan terhadap diri sendiri dapat dilakukan dengan cara

meminimalisir bahkan menghindari pikiran-pikiran yang negatif dan negative

self-talk yang ada pada diri individu saat berada pada situasi yang menekan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka avoiding negative self-talk dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis individu melalui pemahaman

mengenai pencapaian penuh yang telah diraih oleh individu selama ini

sehingga dapat menerima apa pun yang terjadi pada dirinya.

Tahapan yang kelima adalah menyelesaikan tugas rumah (completing

take-home assignment). Pada tahap ini, individu diminta untuk mengisi lembar

kerja dengan menuliskan respon yang muncul saat berada pada kondisi yang

menekan dan menimbulkan stres (Taylor, 2009). Tugas rumah tersebut

diharapkan mampu memberikan pemahaman yang semakin mendalam melalui

pelaksanaan praktik langsung. Pemahaman mengenai stres dan emosi negatif

yang terjadi pada diri individu berkaitan dengan kesejahteraan psikologis

(Ramadi, Posagi & Kaatuk, 2017). Individu yang dapat memahami apa yang

Page 58: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

39

sedang terjadi pada dirinya cenderung memiliki tingkat kesejahteraan

psikologis yang tinggi. Pemahaman tersebut diharapkan akan semakin

meningkatkan kesejahteraan psikologis apabila individu juga mempraktekkan

avoiding negative self-talk yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya.

Berdasarkan hal di atas, maka kesejahteraan psikologis dapat mengalami

peningkatan melalui pemberian tugas-tugas rumah yang disertai dengan

praktek langsung.

Keenam, memperoleh keterampilan baru (acquiring skills) yaitu individu

diminta untuk melaksanakan teknik mengelola dan mengendalikan stres secara

adaptif (Taylor, 2009). Teknik yang diberikan pada pelatihan manajemen stres

ini menyesuaikan kebutuhan dari masing-masing individu. Tujuannya adalah

agar masing-masing individu dapat menurunkan dan menghilangkan stres yang

disebabkan oleh situasi-situasi menekan yang dialaminya. Teknik manajemen

stres yang diberikan pada dalam penelitian ini adalah relaksasi deep-breathing,

karena teknik relaksasi jenis ini cocok bagi penderita gangguan pernafasan dan

kardiovaskular. Selain itu, relaksasi deep-breathing juga membantu individu

untuk memunculkan perasaan nyaman dan tenang sehingga dapat menurunkan

stres (Hockemeyer & Smyth, 2002). Snyder dan Lopez (2002) menjelaskan

bahwa penurunan stres serta meningkatnya fungsi psikologis dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis individu. Berdasarkan hal tersebut,

maka kesejahteraan psikologis individu akan meningkat melalui pemberian

teknik manajemen stres yang tepat sesuai dengan kebutuhan individu.

Page 59: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

40

Tahap yang ketujuh adalah membuat tujuan baru (setting new goals).

Taylor (2009) menyatakan bahwa individu diminta untuk menuliskan harapan

yang berisi perilaku ataupun pikiran adaptif yang dapat mengendalikan stres

yang sering dialaminya. Memiliki tujuan hidup merupakan salah satu aspek

dari kesejahteraan psikologis. Ryff (1998) menjelaskan bahwa salah satu aspek

dari kesejahteraan psikologis adalah purpose of life yang mengarah pada tujuan

hidup, makna hidup, serta keyakinan hidup individu. Indikator penting dalam

meningkatkan kesejahteraan psikologis adalah tujuan hidup (Ryff & Singer,

1996). Berdasarkan hal tersebut, maka psychological well-being individu dapat

ditingkatkan dengan cara meyakinkan individu agar memiliki tujuan hidup

serta memintanya untuk menuliskan tujuan-tujuan tersebut sehingga lebih

mudah untuk mengingatnya.

Tahapan manajemen stres yang terakhir yaitu terlibat dalam pembicaraan-

pembicaraan yang positif dan pemberian instruksi pada diri sendiri (engaging

in positive self-talk and self-instruction). Taylor (2009) menyatakan bahwa

stres perlu dikendalikan dan dikontrol agar tidak menjadi stres kronis. Pada

tahap ini, individu diajak untuk berlatih mengendalikan situasi stres yang

dialami sehingga tidak menimbulkan stres kronis. Positive self-talk merupakan

salah satu cara pengendalian pola pikir yang digunakan untuk merubah pikiran-

pikiran negatif menjadi lebih positif. Pikiran yang positif dapat meningkatkan

kesejahteraan psikologis melalui avoiding negative self-talk atau menghindari

monolog yang berisi perkataan-perkataan yang negatif.

Page 60: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

41

Secara keseluruhan, hal yang dapat menurunkan kesejahteraan psikologis

pada individu ialah stres. Stres kronis akan mengakibatkan kelelahan apabila

tidak segera di atasi sehingga dapat menurunkan kesejahteraan psikologis pada

individu yang mengalaminya (Snyder & Lopez, 2002). Gangguan-gangguan

psikofisiologis seperti asma, hipertensi, dan sakit kepala akut juga dapat

disebabkan oleh stres dan bahkan dapat membuat gangguan tersebut semakin

parah (Fausiah & Widury, 2008). Oleh karena itu, pelatihan manajemen stres

perlu untuk dilakukan guna meningkatkan kesejahteraan psikologis pada

pasien hipertensi. Penjelasan lebih lanjut akan ditunjukkan pada bagan berikut:

Kondisi fisik :

Pening, telinga berdenging, rasa mual,

pandangan kabur, sakit kepala

berlebihan, mimisan, tengkuk merasa

sakit yang berlebihan, detak jantung

meningkat, sesak nafas, dan mudah

lelah (Purnomo dalam Anggraieni &

Subandi, 2014)

Kondisi psikologis :

Kehilangan semangat, memiliki emosi

yang meledak-ledak, amarah yang tertekan

(Taylor, 2009)

Kesejahteraan psikologis

yang rendah :

- Muncul perasaan dan

emosi negatif

- Hilang semangat akan

masa depan

- Sulit terbuka dengan

pengalaman baru

- Mudah bergantung

- Kurang mampu untuk

mengendalikan diri dan

lingkungan

1. Pelatihan manajemen stres dilakukan untuk

mengendalikan stres karena teknik ini

berbasis cognitive behavioral therapy yang

mengendalikan stres melalui kognitif individu

serta memunculkan perilaku adaptif yang

sesuai untuk menghadapi kondisi-kondisi

yang menekan dan menimbulkan stres.

2. Pelatihan ini diharapkan mampu

mengendalikan stres individu melalui pikiran-

pikiran dan perilakunya sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis pada

individu (Putrikita, 2018).

Hipertensi

Page 61: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

42

Keterangan :

: Pelatihan manajemen stres

: Setelah pemberian pelatihan

: Sebelum diberi pelatihan

: Dampak

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh

pelatihan manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis pasien hipertensi.

Kelompok yang mendapatkan perlakuan berupa pelatihan manajemen stres

akan mengalami peningkatan kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan

kelompok yang tidak mendapatkan perlakuan.

Meningkatkan kesejahteraan psikologis pasien hipertensi

Perilaku yang muncul normal, emosi stabil, memiliki semangat akan masa depan,

memiliki tujuan hidup yang baik, penguasaan lingkungan yang baik dan menerima diri

dengan baik.

Page 62: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

44

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel Penelitian

Terdapat dua variabel dalam penelitian ini, yaitu :

1. Variabel tergantung : Kesejahteraan psikologis

2. Variabel bebas : Pelatihan manajemen stres

B. Definisi Operasional

1. Kesejahteraan Psikologis

Kesejahteraan psikologis adalah skor penelitian subjek pada skala

kesejahteraan psikologis (Prameswari, 2016). Skala ini terdiri dari 19 aitem

yang meliputi enam aspek dari kesejahteraan psikologis yaitu autonomy,

personal growth, environmental mastery, self-acceptance, purpose in life, dan

positive relation with others. Skala ini bertujuan untuk mengungkap kondisi

kesejahteraan psikologis para pasien hipertensi. Semakin tinggi skor yang

menunjukkan semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis yang dialami

oleh pasien hipertensi. Sebaliknya, semakin rendah skor semakin rendah pula

kesejahteraan psikologis yang dialami oleh pasien hipertensi.

2. Manajemen Stres

Pelatihan manajemen stres merupakan pelatihan yang berbasis cognitive

behavioral therapy (CBT) yang bertujuan untuk mengatur dan meminimalisir

stres melalui pemberian psikoedukasi mengenai stres. Pelatihan manajemen

Page 63: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

45

stres didasarkan pada tahapan pelatihan manajemen stres yang dikemukakan

oleh Taylor (2009) dan penelitian mengenai pelatihan manajemen stres pada

penderita asma yang dilakukan oleh Putrikita (2018). Pelatihan ini diawali

dengan pemberian pemahaman mengenai stres dan dampaknya,

mengidentifikasi stres dan sumber-sumber stres, mengubah pikiran-pikiran

yang negatif menjadi lebih positif, pemberian tugas rumah, pelatihan

keterampilan coping stress yang kemudian diakhiri dengan membuat tujuan

baru yang disertai dengan penguatan pikiran positif.

Pelatihan manajemen stres dilakukan selama dua kali pertemuan. Setiap

pertemuan terdiri dari 5 sesi. Pertemuan pertama membutuhkan waktu 100

menit yang terdiri atas 20 menit pada sesi pertama, 20 menit pada sesi kedua,

20 menit pada sesi ketiga, 20 menit pada sesi keempat, dan 20 menit pada sesi

kelima. Pada pertemuan kedua membutuhkan waktu 130 menit yang terdiri dari

30 menit sesi pertama, 25 menit sesi kedua, 25 menit pada sesi ketiga, 20 menit

pada sesi keempat, 15 menit pada sesi kelima, dan 15 menit pada sesi keenam.

Terdapat pula tugas rumah yang diberikan diakhir pertemuan kedua, sehingga

jumlah total sesi pada pelatihan ini sebanyak 10 sesi, yang diawali dari

pembukaan hingga terminasi. Namun, waktu pelaksanaan serta banyaknya

pertemuan akan disesuaikan kembali dengan kondisi subjek dan fasilitator.

C. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang bertujuan untuk

mengetahui pengaruh pelatihan manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis

Page 64: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

46

pada penderita hipertensi. Menurut Shaughnessy, Zechmeister dan Zechmeister

(2006), penelitian eksperimen melibatkan manipulasi satu faktor atau lebih. Faktor

yang dimanipulasi oleh peneliti untuk melihat efeknya disebut variabel bebas,

sedangkan variabel tergantung adalah variabel yang diukur berdasarkan akibat dari

manipulasi variabel bebas.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment. Menurut

Seniati, Yulianto, dan Setiadi (2014) quasi experiment merupakan penelitian

eksperimen tanpa melakukan randomisasi dalam meneliti hubungan sebab akibat.

Manipulasi terhadap variabel bebas masih dapat dilakukan walaupun tanpa

randomisasi. Penelitian quasi experiment biasanya menggunakan desain non-

equivalent control group design atau biasa dikenal dengan two group pretest-

posttest design. Desain tersebut merupakan salah satu jenis desain eksperimen yang

digunakan untuk membandingkan efek suatu perlakuan terhadap variabel

tergantung. Pengukuran tersebut dilakukan dengan cara membandingkan variabel

tergantung pada kelompok eksperimen setelah mendapat perlakuan dengan

kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan (Azwar, 1998).

Tabel 1 Rancangan Penelitian

Kelompok Pre-test Perlakuan Post-test Follow-up

KE O1 X O2 O3

KK O1 -X O2 O3

Keterangan :

KE : Kelompok eksperimen

KK : Kelompok kontrol

O1 : Pengukuran pre-test

O2 : Pengukuran post-test

O3 : Pengukuran follow-up

X : Perlakuan

Page 65: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

47

-X : Tidak diberikan perlakuan

D. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini berjumlah 30 orang dengan karakteristik subjek

sebagai berikut :

1. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan.

2. Berusia diatas 35 tahun karena hipertensi esensial lebih banyak menyerang

orang dewasa.

3. Memiliki skor kesejahteraan psikologis dan skor perceived stress scale dengan

kategori sedang atau rendah

4. Bersedia mengikuti pelatihan.

E. Prosedur Pemberian Perlakuan

1. Persiapan Penelitian

a. Kompetensi fasilitator

1) Fasilitator adalah seorang psikolog.

2) Fasilitator memiliki pengetahuan mengenai kesejahteraan psikologis.

3) Fasilitator memiliki pengetahuan mengenai manajemen stres dan

memiliki pengalaman melakukan pelatihan manajemen stres, baik

sebagai fasilitator maupun co-fasilitator.

4) Fasilitator memili kemampuan intrapersonal yang baik, seperti ramah,

empati, mampu beradaptasi dengan baik, dan mampu membimbing

subjek dalam melakukan pelatihan manajemen stres.

Page 66: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

48

b. Kompetensi co-fasilitator dan co-observer

1) Mahasiswa S1 Psikologi.

2) Memiliki kemampuan interpersonal yang baik, seperti ramah, empati,

mampu beradaptasi dengan baik.

c. Seleksi subjek penelitian

1) Pasien hipertensi di Yogyakarta

2. Alat dan Materi

a. Skala Kesejahteraan psikologis

Skala yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan psikologis pada

pasien hipertensi merupakan skala yang dikembangkan oleh Ryff (1989)

yang kemudian dimodifikasi oleh Prameswari (2016) menjadi skala

kesejahteraan psikologis. Skala kesejahteraan psikologis ini terdiri atas 19

aitem yang mencakup keenam aspek kesejahteraan psikologis.

b. Informed consent

Lembar informed consent berisi tentang identitas subjek, pernyataan

persediaan subjek mengikuti pelatihan manajemen stres, serta hak dan

kewajiban subjek selama proses pelatihan berlangsung. Lembar informed

consent ini diberikan sebelum proses pelatihan.

c. Modul pelatihan

Modul pelatihan pada penelitian ini menggunakan modul yang

disusun oleh Putrikita (2018). Modul tersebut disusun berdasarkan teori

dan tahapan manajemen stres yang dikembangkan oleh Taylor (2009).

Page 67: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

49

d. Lembar kerja

Lembar kerja diberikan kepada subjek berisi tugas-tugas yang harus

dikerjakan oleh subjek. Subjek harus mengerjakan seluruh tugas selama

mengikuti pelatihan manajemen stres, baik tugas selama proses pelatihan

maupun tugas rumah.

e. Lembar evaluasi pelatihan

Lembar evaluasi pelatihan akan diisi oleh subjek setelah mengikuti

proses pelatihan manajemen stres guna mengevalusi pelatihan manajemen

stres yang telah dilakukan.

f. Alat tulis

Alat tulis digunakan digunakan baik oleh fasilitator, co-fasilitator, co-

observer maupun subjek penelitian.

3. Pelaksanaan Perlakuan

a. Rancangan pelatihan manajemen stres

Tabel 2 Rancangan Pelatihan Manajemen Stres

Pert/

Sesi Kegiatan Tujuan Waktu

I/1 Pembukaan Perkenalan

20’ Building rapport

Penjelasan pelatihan

I/2 Identifying stressor Pemberian edukasi

mengenai stres dan dampak

stres 20’

Peserta mengetahui situasi

penyebab stres pada diri

sendiri

I/3 Monitoring stress Peserta memahami respon

stres secara fisik, emosi dan

perilaku

20’

Page 68: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

50

Peserta menganalisis

perasaan yang muncul

terhadap situasi stressfull

I/4 Identifying stress

antecedents

Peserta memahami mengapa

suatu situasi bisa

memunculkan stres 20’

Peserta mengidentifikasi

penyebab stres sebenarnya

I/5 Avoiding negative

self-talk

Peserta menyadari dan

mengidentifikasi negative

self-talk dan pikiran-pikiran

negatif yang sering

dilakukan 20’

Peserta mampu melawan

negative self-talk dan

pikiran negatif

Take home

assignment

Peserta melakukan praktek

langsung dalam identifikasi

penyebab stres serta

perasaan dan pikiran yang

muncul pada situasi tersebut

Peserta mempraktekkan

avoiding negative self-talk

dalam kehidupan nyata

II/1 Skill Acquisition :

relaksasi deep

breathing

Merilekskan dada, perut,

dan seluruh tubuh

30’

Memperkuat sistem saraf

Memunculkan perassaan

tenang dan nyaman

Membantu untuk

meningkatkan oksigen serta

menurunkan karbondioksida

di salam paru-paru dan

darah

II/2 Setting new goal Peserta memiliki tujuan

yang jelas dalam hidup

25’ Peserta memiliki rencana

yang akan dilakukan untuk

mencapai tujuan tersebut

Page 69: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

51

II/3 Positive self-talk Merubah pikiran-pikiran

negatif menjadi lebih positif 25’

Memperkuat pikiran-pikiran

positif

II/4 Evaluasi Memastikan peserta

memahami pelatihan yang

telah dilakukan 20’

Mengetahui pendapat

peserta setelah melakukan

pelatihan

II/5 Pengisian lembar

posttest

Mengetahui tingkat

kesejahteraan psikologis

peserta setelah melakukan

pelatihan

15’

III/6 Terminasi Mengakhiri sesi pelatihan 15’

b. Follow-up

Follow-up dilakukan dua minggu setelah subjek mengikuti pelatihan

manajemen stres. Follow-up bertujuan guna mengetahui konsistensi dari

manfaat pelatihan manajemen stres yang telah diberikan pada pasien

hipertensi serta mengetahui seberapa besar pengaruh pelaatihan

manajemen stres tersebut.

F. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan

menggunakan skala kesejahteraan psikologis, perceived stress scale, observasi, dan

wawancara.

1. Skala Kesejahteraan Psikologis

Ryff & Singer (1995) mengembangkan kesejahteraan psikologis Scale yang

bertujuan untuk mengukur tingkat kesejahteraan psikologis pada individu.

Page 70: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

52

Skala kesejahteraan psikologis tersebut kemudian diadaptasi dan dimodifikasi

oleh Prameswari (2016) menjadi 23 aitem yang merupakan penjabaran dari 6

aspek kesejahteraan psikologis, yaitu autonomy, personal growth, self-

acceptance, environmental mastery, positive relation with others, dan purpose

in life. Setelah dilakukan uji coba hanya terdapat 19 aitem yang dapat

digunakan untuk pengambilan data. Skala tersebut terdiri dari 10 aitem

favorable dan 9 aitem unfavorable. Skor bergerak dari 1 (sangat tidak sesuai)

sampai 4 (sangat sesuai). Pada aitem favorable skor tidak berubah, sedangkan

pada aitem unfavorable skor dibalik.

Tabel 3 Blueprint Skala Kesejahteraan Psikologis

Aspek Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Autonomy 9, 10 6 3

Personal growth 12, 18 13 3

Self-acceptance 1, 2 8 3

Environmental mastery 11 7, 14 3

Positive realtion with others 3, 19 4, 5 4

Purpose in life 16 15, 17 3

Total Aitem 19

2. Perceived Stress Scale

Alat ukur Perceived Stress Scale dikembangkan oleh Cohen dan

Williamson (1998) yang bertujuan untuk mengetahui tingkat stres pada

individu. Skala tersebut terdiri dari 10 aitem dengan skala likert yang terdiri

atas 5 pilihan jawaban, yaitu 0 (tidak pernah), 1 (jarang), 2 (kadang-kadang), 3

(sering), dan 4 (sangat sering). Terdapat 6 aitem favorable dan 4 aitem

unfavorable pada skala PSS ini. Skor minimal yang diperoleh subjek adalah 0,

sedangkan skor maksimal adalah 40.

Page 71: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

53

Tabel 4 Blueprint Perceived Stress Scale

Aspek Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Unpredictable 1, 6 5 3

Uncontrolable 2, 9 4, 7 4

Overload 3, 10 8 3

Total Aitem 10

3. Observasi

Observasi dilakukan guna mendapatkan tambahan data dan informasi

selama proses pelatihan berlangsung. Observasi ini menggunakan motode non

partisipan, dimana peserta dan pengamat tidak terlibat secara langsung. Data

yang didapatkan dari hasil observasi tersebut digunakan untuk melengkapi data

dalam penelitian ini.

4. Wawancara

Wawancara yang dilakukan adalah wawancara semi terstruktur yang

dilakukan setelah proses pelatihan manajemen stres. Wawancara ini bertujuan

untuk mengetahui perasaan, kondisi dan dampak dari pelatihan manajemen

stres yang telah diikuti. Data yang didapatkan selama wawancara dapat

menjadi data tambahan sekaligus menjadi prediktor dalam menentukan

seberapa besar pengaruh manajemen stres dapat meningkatkan kesejahteraan

psikologis pada pasien hipertensi.

G. Validitas dan Reliabilitas

Azwar (2005) menyebutkan bahwa validitas merupakan aspek kecermatan

dalam pengukuran. Validitas juga berarti sejauh mana ketepatan alat ukur dalam

melakukan fungsinya. Validitas dalam penelitian eksperimen merujuk pada sejauh

Page 72: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

54

mana pengaruh variabel dependen akibat dari manipulasi variabel independen yang

diberikan, bukan karena faktor lain diluar hal tersebut (Coolican, 2009). Pada

penelitian ini, peneliti menggunakan validitas isi terhadap modifikasi Skala

Kesejahteraan psikologis. Validitas isi merupakan salah satu tipe validitas yang

menunjukkan sejauh mana sebuah alat tes dapat mengungkap suatu konstrak yang

akan diukur dengan cara melakukan analisis rasional oleh orang-orang yang

berkompeten atau profesional judgement (Azwar, 2012).

Reliabilitas merupakan sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya

(Azwar, 2012). Reliabilitas dapat diartikan sebagai konsistensi atau keajegan.

Pengukuran dilakukan menggunakan Alpha Cronbach untuk mengetahui koefisien

reliabilitas. Azwar (2005) menyebutkan bahwa koefisien reliabilitas bergerak dari

angka 0,00 sampai 1,00. Koefisien reliabilitas yang semakin mendekati 1,00

menunjukkan bahwa aitem tersebut semakin reliabel.

H. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif dan kualitatif. Analisis

data kuantitatif dilakukan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan beberapa

teknik. Teknik pertama yang digunakan adalah analisis Mann-Whitney untuk

mengetahui perbedaan kesejahteraan psikologis para subjek kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol antara sebelum pelatihan, setelah pelatihan dan pada saat

follow-up. Kedua adalah analisis Wilcoxon sign rank-test untuk mengetahui

perbedaan antara dua kelompok penelitian, yaitu kelompok eksperimen dan

Page 73: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

55

kelompok kontrol. Proses analisis dilakukan menggunakan bantuan program

komputer Statistical Product and Service Solution (SPSS) for windows versi 20.0.

Analisis data secara kualitatif dilakukan secara individual dan bertujuan untuk

menjelaskan perasaan yang dirasakan oleh subjek penelitian selama mengikuti

pelatihan manajemen stres. Proses analisis dilakukan dengan analisis deskriptif

yaitu dengan cara mengolah data yang diperoleh dari hasil observasi dan

wawancara pada seluruh subjek penelitian, serta dari hasil tugas rumah yang

dikerjakan oleh subjek pada kelompok eksperimen selama mengikuti pelatihan

manajemen stres. Hasil analisis kualitatif tersebut digunakan sebagai data

pendukung hasil analisis kuantitatif mengenai pengaruh pelatihan manajemen stres

terhadap kesejahteraan psikologis pada pasien hipertensi.

Page 74: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

56

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah

Penelitian ini mengambil subjek pasien hipertensi di wilayah

kecamatan Ngaglik dan Ngemplak dengan rentang usia 38-75 tahun.

Peneliti memilih rentang usia 38-75 tahun untuk dijadikan subjek

penelitian karena resiko individu terkena hipertensi akan semakin

meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan Riskesdas

(2018), prevalensi hipertensi semakin meningkat seiring pertambahan

usia. Puncaknya ada pada usia diatas 75 tahun yang mencapai 69,5%.

Karakteristik tersebut dipilih karena sebagian besar subjek sudah tidak

bekerja di instansi pemerintahan atau memiliki pekerjaan yang menuntut

harus datang setiap hari, sehingga memudahkan peneliti dalam

berkoordinasi dengan para subjek.

Di wilayah Ngemplak, jumlah pasien hipertensi dari tahun ke tahun

semakin meningkat. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas

Ngemplak 2 terjadi kenaikan jumlah pasien hipertensi dari tahun 2016 ke

2017. Pada tahun 2016 terdapat 339 pasien baru yang berkunjung ke

puskesmas, tahun 2017 terdapat 549 pasien baru. Hal tersebut

menunjukkan kenaikan yang signifikan dari tahun 2016 ke 2017.

Page 75: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

57

Berdasarkan hasil wawancara dengan subjek, beberapa di antaranya

mengeluhkan mengenai penyakit hipertensi yang tiba-tiba muncul.

Awalnya hanya sering merasakan sakit kepala, namun setelah diperiksa

oleh dokter ternyata tekanan darahnya meningkat dan sejak saat itu

tekanan darahnya menjadi sulit untuk dikontrol. Subjek lain mengatakan

bahwa penyakit hipertensi merupakan akibat dari kejadian yang dialami

beberapa tahun yang lalu yaitu terjatuh di kamar mandi yang

mengakibatkan kepalanya terbentur. Sebagian besar subjek mengatakan

bahwa penyakit hipertensi muncul karena gaya hidup dan pola makan yang

tidak diatur, serta terlalu banyak pikiran yang menekan.

2. Persiapan Penelitian

Peneliti melakukan beberapa persiapan penelitian dilakukan

sebelum memulai pelatihan manajemen stres. Persiapan yang dilakukan

oleh peneliti di antaranya persiapan administrasi, persiapan alat ukur,

persiapan modul penelitian, serta menentukan fasilitator dan co-fasilitator.

Adapun rincian kegiatan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Persiapan Adminstrasi

Sebelum pelatihan manajemen stres dimulai, peneliti terlebih

dahulu mengurus perizinan peminjaman ruangan Laboratorium

Psikologi UII. Pada tanggal 13 Maret 2019, peneliti melakukan

persiapan administrasi dengan mengajukan surat izin peminjaman

ruangan kepada Kepala Laboratorium Psikologi UII. Sementara bagi

Page 76: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

58

para subjek, peneliti menggunakan informed consent sebagai kontrak

persetujuan sebelum mengikuti pelatihan manajemen stres.

b. Persiapan Alat Ukur Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan dua alat ukur yaitu skala

kesejahteraan psikologis dan perceived stress scale. Alat ukur tersebut

digunakan untuk menentukan subjek penelitian dan membaginya

kedalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol (uji coba

terpakai). Pada saat pengukuran dengan diberikan pelatihan

manajemen stres, alat ukur yang digunakan hanya satu yaitu skala

kesejahteraan psikologis. Peneliti telah melakukan penyebaran alat

ukur kepada 37 pasien hipertensi, kemudian dilakukan uji reliabilitas

dan uji validitas alat ukur tersebut dengan menggunakan program

SPSS versi 20,0. Berdasarkan pengujian tersebut diperoleh hasil

sebagai berikut:

1) Skala Kesejahteraan psikologis

Skala kesejahteraan psikologis yang dimodifikasi oleh

Prameswari (2016) terdiri atas 23 aitem. Berdasarkan uji validitas

yang dilakukan oleh Prameswari (2016) didapatkan hasil bahwa

dari 23 aitem tersebut empat di antaranya dinyatakan gugur

berdasarkan koefisien korelasi minimal 0,25. Aitem-aitem yang

gugur yaitu aitem nomor 4, 17, 22, dan 23 sehingga hanya 19

aitem yang memenuhi koefisien korelasi minimal yang digunakan

untuk mengukur tingkat kesejahteraan psikologis. Koefisien

Page 77: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

59

validitas skala kesejahteraan psikologis bergerak dari 0,304

hingga 0,684. Hasil uji reliabilitas menunjukkan koefisien alpha

reliabilitas sebesar 0,850. Peneliti menggunakan skala

kesejahteraan psikologis Prameswari (2016) yang telah di uji

validitas dan reliabilitasnya yang terdiri dari 19 aitem. Berikut

rincian aitem skala kesejahteraan psikologis yang digunakan

peneliti dalam bentuk tabel.

Tabel 5 Distribusi Aitem Skala Kesejahteraan Psikologis

No Aspek Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

1 Autonomy 9, 10 6 3

2 Environmental

mastery 11 7, 14 3

3 Personal growth 12,18 13 3

4 Positive

relations 3, 19 4, 5 4

5 Purpose in life 16 15, 17 3

6 Self-acceptance 1, 2 8 3

Total aitem 19

2) Perceived Stress Scale

Cohen dan Williamson (1998) mengembangkan Perceived

Stress Scale yang terdiri dari 10 aitem, yang kemudian diadaptasi

oleh Putrikita (2018). Berdasarkan uji validitas dan reliabilitas

yang telah dilakukan oleh Putrikita (2018), 2 dari 10 aitem

dinyatakan gugur karena tidak memenuhi koefisien korelasi

minimal yaitu sebesar 0,25. Aitem yang dinyatakan gugur adalah

aitem nomor 1 dan 2, sementara itu kedelapan sisanya merupakan

aitem yang valid. Koefisien validitas alat ukur perceived stress

Page 78: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

60

scale bergerak dari 0,275-0,585 sedangkan koefisien alpha untuk

nilai reliabilitas sebesar 0,753. Berikut rincian aitem perceived

stress scale dalam bentuk tabel :

Tabel 6 Distribusi Aitem Perceived Stress Scale

Aspek Aitem

Jumlah Favorable Unfavorable

Unpredictable

Uncontrolable

Overload

4

7

1, 8

3

2, 5

6

2

3

3

Total aitem 8

c. Persiapan Modul Pelatihan

Modul pelatihan manajemen stres yang disusun oleh Putrikita

(2018) mengacu pada tahapan manajemen stres yang dikemukakan

oleh Taylor (2009). Modul ini juga mengacu pada penelitian

mengenai pelatihan manajemen stres terhadap penderita asma yang

dilakukan oleh Hockemeyer dan Smyth (2002). Pelatihan manajemen

stres yang diberikan kepada subjek meliputi psikoedukasi,

rekonstruksi pikiran, dan relaksasi yang berupa deep-breathing.

Peneliti berharap pelatihan manajemen stres ini dapat memberikan

pengetahuan dan pengalaman baru bagi pada pasien hipertensi.

Selama proses pelatihan manajemen stres berlangsung, fasilitator

akan memberikan materi, memberikan keterampilan baru, serta

memberikan fasilitas kepada para responden.

Modul pelatihan manajemen stres ini kemudian dimodifikasi oleh

peneliti guna menyesuaikan karakteristik subjek yaitu pasien

hipertensi. Modifikasi dilakukan pada bagian metode dan aktivitas

yang digunakan pada setiap sesi pelatihan manajemen stres. Sebelum

Page 79: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

61

modul pelatihan manajemen stres digunakan pada pelaksanaan

penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba modul kepada

lima pasien hipertensi. Uji coba tersebut dilakukan guna mengetahui

gambaran pemahaman subjek mengenai perlakuan yang akan didapat

pada saat penelitian. Hasil uji coba modul menunjukkan bahwa secara

garis besar materi yang diberikan sudah sesuai dengan tujuan

pelatihan. Selain melakukan uji coba modul kepada pasien hipertensi,

peneliti juga melakukan penilaian dan masukan dari profesional

(professional judgement) untuk menyempurnakan modul penelitian

tersebut. Penilaian tersebut dilakukan oleh dua orang dosen psikologi

UII bidang yang paham mengenai manajemen stres.

d. Seleksi Fasilitator dan Co-Fasilitator

Peneliti melakukan seleksi terhadap fasilitator yang telah

memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti di antaranya telah

berpengalaman dalam melakukan pelatihan, khususnya pelatihan

manajemen stres. Fasilitator juga telah menyelesaikan studi magister

profesi psikologi minimal lima tahun yang lalu. Fasilitator yang

memenuhi kriteria tersebut adalah seorang psikolog sekaligus dosen

di Psikologi Universitas Islam Indonesia yaitu Ibu Rumiani, S.Psi.,

M.Psi., Psikolog. Tugas seorang fasilitator yaitu untuk memberikan

pengetahuan serta keterampilan baru bagi para peserta, serta

memfasilitasi para perserta dalam mempelajari hal tersebut selama

proses pelatihan berlangsung. Fasilitator dibantu oleh co-fasilitator

Page 80: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

62

selama proses pelatihan. Co-fasilitator yang terlibat dalam pelatihan

ini adalah mahasiswa Psikologi Universitas Islam Indonesia yang

memiliki keterampilan dalam melakukan observasi. Hal tersebut

dikarenakan tugas co-fasilitator selain membantu fasilitator adalah

melakukan observasi kepada para peserta pelatihan. Berdasarkan

professional judgement yang telah dilakukan, berikut adalah rincian

pelatihan manajemen stres yang akan diberikan kepada subjek:

Tabel 7 Pelaksanaan Pelatihan Manajemen Stres

Pertemuan Waktu Kegiatan Tujuan Tahapan

Psikoterapi

I

15-03-2019

10’ Pembukaan Membuka sesi

pelatihan

Membangun

hubungan yang baik

antara fasilitator, co-

fasilitator, dan

peserta

20’ Perkenalan Building rapport Menciptakan

suasana akrab

selama pelatihan

berlangsung serta

mempertahankan

hubungan yang baik

antara fasilitator dan

peserta

10’ Penjelasan

pelatihan

Peserta

memahami

maksud, tujuan,

dan manfaat

pelatihan

Membangun dan

mempertahankan

hubungan yang baik

antara fasilitator dan

peserta

30’ Identifiying

stressor

1. Pemberian

edukasi

mengenai stres

dan dampak

stres

Membuka pemikiran

para peserta

mengenai arti dari

stress yang

sebenarnya melalui

edukasi dan

identifikasi situasi

yang paling sering

memunculkan

perasaan dan pikiran

tidak nyaman

2. Peserta

mengetahui

situasi

penyebab stres

pada diri

sendiri

Page 81: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

63

20’ Monitoring

stress

1. Peserta

memahami

respon stres

secara fisik,

emosi, dan

perilaku

Membantu peserta

untuk mengenali

sensasi-sensasi dan

perasaan tidak

nyaman yang

dirasakan ketika

berada dalam situasi

stressfull dan

memahami bahwa

hal tersebut

merupakan dampak

dari stres yang

paling nyata dan

dapat langsung

dirasakan

2. Peserta

menganalisis

perasaan yang

muncul

terhadap situasi

stressfull

20’ Identifying

stress

antecendents

1. Peserta

memahami

mengapa suatu

situasi dapat

memunculkan

stres

Membuka pemikiran

para peserta melalui

identifikasi pada diri

sendiri bahwa

penyebab stres yang

paling utama bukan

situasinya,

melainkan apa yang

dipersepsikan atau

dipikirkan oleh

peserta terhadap

situasi tersebut

2. Peserta

mengidentifika

si penyebab

stres

sebenarnya

20’ Avoiding

negative self-

talk

1. Peserta

menyadari dan

mengidentifika

si negative self-

talk dan pikiran

negatif yang

sering

dilakukan.

Memberikan

pemahaman kepada

para peserta bahwa

stres yang dirasakan

merupakan akibat

pikiran negatif dan

negative self-talk

yang dikembangkan,

padahal pikiran

negatif tersebut

belum tentu benar

apabila dibenturkan

dengan bukti-bukti

atau kejadian nyata

pada situasi

stressfull yang

dialami.

2. Peserta mampu

melawan

negative self-

talk.

Satu

minggu

Take home

assignment

1. Peserta

melakukan

Meningkatkan

pemahaman

Page 82: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

64

praktik

langsung dalam

identifikasi

penyebab stres

serta perasaan

dan pikiran

yang muncul

pada situasi

tersebut

mengenai penyebab

stres (pikiran negatif

yang kadang tidak

disertai bukti nyata)

melalui praktik

mandiri di luar sesi

pelatihan, serta

melatih peserta

untuk melawan

sendiri pikiran

negatifnya dengan

memunculkan

pikiran positif agar

peserta terlatih

untuk melakukan

rekonstruksi pikiran

secara mandiri

ketika menghadapi

stres

2. Peserta

mempraktikkan

avoiding

negative self-

talk secara

mandiri

II

21-03-2019

15’ Evaluasi

tugas rumah

Mengevaluasi

sejauh mana

peserta

melakukan

avoiding negative

self-talk secara

mandiri

Melatih peserta

untuk melawan

sendiri pikiran

negatifnya dengan

memunculkan

pikiran positif agar

peserta terlatih

untuk melakukan

rekonstruksi pikiran

secara mandiri

ketika menghadapi

stres

20’ Skill

acquisition:

deep-

breathing

relaxation

1. Merilekskan

dada, perut,

dan seluruh

tubuh.

Memberikan

kesadaran kepada

peserta bahwa dalam

kondisi stres, yang

terjadi adalah

jantung berdetak

lebih cepat dan

nafas menjadi lebih

cepat akibatnya

dapat memunculkan

perasaan tidak

nyaman, baik secara

fisik atau psikologis,

sehingga deep-

breathing penting

2. Memperkuat

sistem saraf.

3. Memunculkan

perasaan

tenang dan

nyaman.

4. Membantu

untuk

meningkatkan

oksigen serta

menurunkan

Page 83: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

65

karbondioksida

didalam paru-

paru dan darah.

untuk merilekskan

tubuh

20’ Setting new

goal

1. Peserta

memiliki

tujuan hidup

yang jelas.

Mempertahankan

keterampilan

manajemen stres

yang telah diberikan

melalui rencana-

rencana konkret

yang akan dilakukan

untuk tujuan

mengikuti pelatihan

2. Peserta

memiliki

rencana-

rencana yang

akan dilakukan

untuk

mencapai

tujuan tersebut

20’ Positive self-

talk

1. Mengubah

pikiran-pikiran

negatif menjadi

lebih positif.

Melatih peserta

untuk memberikan

pujian atau apresiasi

terhadap diri sendiri

dan apa yang

dicapai sehingga

secara otomatis akan

meminimalisir

negative self-talk

2. Memperkuat

pikiran-pikiran

positif.

20’ Evaluasi 1. Memastikan

peserta

memahami

pelatihan yang

telah

dilakukan.

Mempertahankan

dan memperkuat

keterampilan yang

telah diberikan

untuk memanajemen

dan meminimalisir

stres 2. Mengetahui

pendapat

peserta setelah

melakukan

pelatihan.

10’ Pengukuran

kesejahteraan

psikologis

Mengetahui

tingkat

kesejahteraan

psikologis peserta

setelah pelatihan

15’ Terminasi Mengakhiri sesi

Tindak

lanjut

04-03-2019

20’ Evaluasi Mengetahui

perkembangan

peserta setelah

Page 84: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

66

mengikuti

pelatihan

10’ Pengukuran

kesejahteraan

psikologis

Mengetahui

tingkat

kesejahteraan

psikologis peserta

setelah pelatihan

B. Pelaksanaan Penelitian

1. Pelaksanaan Sebelum Pelatihan

Peneliti menggunakan modul pelatihan manajemen stres yang disusun

oleh Putrikita (2018) kemudian dimodifikasi guna menyesuaikan karakteristik

subjek. Modul pelatihan yang telah dimodifikasi oleh peneliti selanjutnya

dilakukan penilaian oleh professional judgement, yaitu dua orang dosen

psikologi di bidang klinis yang memahami manajemen stres. Setelah dilakukan

penilaian, peneliti melakukan uji coba modul penelitian kepada lima orang

subjek. Subjek uji coba tersebut memiliki karakteristik yang sama dengan

subjek penelitian yaitu usia dewasa. Kendati demikian, karena keterbatasan

peneliti dalam mendapatkan pasien hipertensi, maka subjek dalam penelitian

ini tidak semuanya merupakan pasien hipertensi. Subjek dalam uji coba ini

terdiri dari pasien hipertensi dan ibu rumah tangga.

Uji coba modul pelatihan manajemen stres ini dilakukan guna mengetahui

kejelasan dan kesesuaian penyampaian tujuan pelatian dengan pelaksanaan

pelatihan tersebut. Selain itu, ketepatan bahasa yang digunakan selama

pelatihan berlangsung serta kesesuaian dengan modul intervensi manajemen

stres. Hasil dari uji coba modul pelatihan manajemen stres adalah sebagai

berikut :

Page 85: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

67

Tabel 8 Standar Penilaian Uji Coba Modul Pelatihan Manajemen Stres

Aspek Skor

Apakah tujuan penelitian

dapat dipahami dengan jelas?

1 (sangat

tidak jelas)

2 (tidak

jelas)

3 (jelas) 4 (sangat

jelas)

Apakah materi yang

disampaikan dalam pelatihan

sesuai dengan tujuan

penelitian?

1 (sangat

tidak

sesuai)

2 (tidak

sesuai)

3 (sesuai) 4 (sangat

sesuai)

Menurut saudara/i, apakah

materi yang disampaikan

dalam pelatihan ini menarik?

1 (sangat

tidak

menarik)

2 (tidak

menarik)

3

(menarik )

4 (sangat

menarik)

Apakah bahasa yang

digunakan dalam pelatihan

ini mudah untuk dipahami?

1 (sangat

sulit

dipahami)

2 (sulit

untuk

dipahami)

3 (mudah

dipahami)

4 (sangat

mudah

dipahami)

Apakah materi pelatihan

disampaikan dalam jumlah

waktu yang ideal?

1 (sangat

tidak

ideal)

2 (tidak

ideal)

3 (ideal) 4 (sangat

ideal)

Rerata skor masing-masing peserta didapatkan dengan cara membagi skor

total dengan jumlah aitem pertanyaan. Skor rerata maksimal yang didapatkan

adalah 4. Hasil rerata penilaian uji coba modul pelatihan manajemen stres

adalah sebagai berikut :

Tabel 9 Hasil Penilaian Uji Coba Modul Pelatihan

Nama Kuantitatif

(Rerata Skor) Kualitatif

DN 3,0 Pelatihan manajemen stres ini sangat menarik

karena dapat mengurangi tingkat stres dan dapat

membuat pikiran menjadi rileks

S 3,0 Membuat tubuh menjadi lebih segar, nyaman,

pikiran juga menjadi lebih tenang

K 3,2 Materinya menarik karena didukung dengan

adanya slide presentasi dan bisa diterapkan di

rumah secara mandiri

AL 2,8 Waktunya terlalu singkat, padahal materinya

menarik

RR 3,0 Ada keterampilan baru yang sangat bermanfaat

yang didapat dari pelatihan manajemen stres ini

Page 86: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

68

Berdasarkan hasil uji coba modul yang dilakukan kepada lima orang, dapat

diketahui bahwa tujuan yang disampaikan fasilitator sudah sesuai dengan

pelatihan, materi yang disampaikan jelas karena dibantu dengan adanya slide

presentasi. Meskipun demikian, ada beberapa yang mengeluhkan waktu

pelaksanaan yang kurang panjang. Hal tersebut dapat dimaklumi karena

memang waktu yang digunakan untuk uji coba cenderung lebih singkat jika

dibandingkan dengan waktu pelaksanaan pelatihan yang sesungguhnya.

Setelah melakukan uji coba modul, peneliti juga melakukan uji coba skala

penelitian yaitu skala kesejahteraan psikologis dan perceived stress scale.

Setelah mendapatkan hasil dari kedua uji coba tersebut (uji coba skala

terpakai), peneliti melakukan kategorisasi guna menentukan subjek yang akan

mengikuti pelatihan manajemen stres. Peneliti membagi hasil tersebut kedalam

lima kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Subjek yang akan mengikuti pelatihan merupakan subjek yang memiliki

kategori sedang, rendah, dan sangat rendah untuk skala kesejahteraan

psikologis. Berdasarkan skala kesejahteraan psikologis, hasil kategorisasi

dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 10 Kriteria Kategorisasi Data Penelitian skala kesejahteraan psikologis

Kategori Rumus Norma

Sangat Tinggi

Tinggi

Sedang

Rendah

Sangat Rendah

X > µ + 1.8σ

µ + 0.6σ ≤ X ≤ µ + 1.8σ

µ - 0.6σ ≤ X < µ + 1.8σ

µ - 1.8σ ≤ X < µ - 0.6σ

X < µ - 1.8σ

Keterangan :

X = Skor Total Data

µ = Mean

σ = Standar Deviasi (SD)

Page 87: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

69

Tabel 11 Kriteria kategorisasi data penelitian perceived stress scale

Kategori Rumus Norma

Tinggi X > µ + 1 σ

Sedang µ - 1 σ ≤ X < µ + 1 σ

Rendah X < µ - 1 σ

Keterangan :

X = Skor Total Data

µ = Mean

σ = Standar Deviasi (SD

Mengacu pada norma kategorisasi data penelitian dalam tabel 10 dan 11,

maka subjek penelitian dapat dikelompokkan kedalam beberapa kategori,

yaitu:

Tabel 12 Kategorisasi Data Penelitian Skala Kesejahteraan psikologis

Kategori Skor Jumlah

Sangat Tinggi X > 64,6 1

Tinggi 53,2 ≤ X ≤ 64,6 21

Sedang 41,8 ≤ X < 53,2 15

Rendah 30,4 ≤ X < 41,8 -

Sangat Rendah X < 30,4 -

Jumlah 37

Keterangan :

X = Skor subjek

Tabel 13 Kategorisasi data penelitian perceived stress scale

Kategori Skor Jumlah

Tinggi X > 21,33 5

Sedang 10,67 ≤ X < 21,33 27

Rendah X < 10,67 5

Jumlah 37

Keterangan :

X = Skor subjek

Berdasarkan tabel 12, terdapat 15 subjek yang memenuhi syarat untuk

mengikuti pelatihan manajemen stres, yaitu subjek yang memiliki skor pada

skala kesejahteraan psikologis dalam kategori sedang. Terdapat 27 subjek yang

memenuhi syarat untuk mengkuti pelatihan manajemen stres berdasarkan tabel

Page 88: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

70

13, yaitu subjek yang memiliki skor sedang pada perceived stress scale.

Peneliti kemudian meminta kesediaan masing-masing subjek untuk mengikuti

pelatihan manajemen stres. Dari 15 subjek yang memenuhi kriteria yang

bersedia mengikuti pelatihan manajemen stres berjumlah 10 orang. Peneliti

kemudian membagi 10 subjek tersebut menjadi dua kelompok yaitu lima

subjek kedalam kelompok eksperimen, dan lima subjek kedalam kelompok

kontrol.

2. Pelaksanaan Pelatihan Manajemen Stres

Pelatihan manajemen stres dilakukan selama dua kali pertemuan dalam

kurun waktu dua minggu. Seluruh rangkaian pertemuan pelatihan manajemen

stres dilakukan di salah satu ruangan laboratorium psikologi UII. Berikut ini

merupakan penjelasan pelaksanaan pelatihan manajemen stres pada setiap

pertemuan.

a. Pertemuan Pertama

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Jumat, 15 Maret 2019 di

ruang Laboratorium Psikologi UII. Pelatihan manajemen stres dimulai

pada pukul 13.30 dan selesai pada pukul 16.00. Terdapat sepuluh orang

subjek yang mengikuti pelatihan manajemen stres, tetapi subjek yang

sebenarnya yang masuk dalam pengukuran hanya lima orang. Lima orang

tersebut terdiri dari satu orang laki-laki dan empat orang perempuan.

Peneliti mengundang sepuluh orang subjek karena berasal dari lingkungan

yang sama sehingga peneliti merasa khawatir akan menimbulkan

kecemburuan sosial. Kelima subjek yang masuk dalam kelompok

Page 89: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

71

eksperimen yaitu HW (perempuan), JM (perempuan), MS (laki-laki), AT

(perempuan), dan SS (perempuan).

Setelah seluruh peserta datang, co-fasilitator membuka pertemuan

dengan salam dan doa bersama. Co-fasilitator kemudian memperkenalkan

diri beserta teman-teman yang akan membersamai selama proses pelatihan

manajemen stres berlangsung. Co-fasilitator juga mengucapkan

terimakasih kepada para peserta yang telah bersedia untuk hadir mengikuti

pelatihan manajemen stres. Setelah proses perkenalan selesai, salah satu

co-fasilitator memanggil fasilitator yang merupakan salah satu dosen

psikologi UII di ruang dosen lantai 2. Kemudian, fasilitator

memperkenalkan diri dan meminta para peserta untuk memperkenalkan

diri pula.

Fasilitator kemudian menjelaskan maksud, tujuan, dan manfaat dari

pelatihan manajemen stres. Setelah memastikan seluruh peserta

memahami maksud, tujuan, dan manfaat, selanjutnya fasilitator memasuki

sesi identifying stressor yang diawali dengan pemberian psikoedukasi

mengenai stres. Sebelumnya, fasilitator bertanya mengenai kondisi para

peserta saat ini, apakah saat ini sedang dalam kondisi stres. Sebagian

peserta menjawab sedang stres dan sebagian lagi mengatakan dalam

kondisi yang biasa saja. Fasilitator menanyakan kepada para peserta

apakah ketika dalam keadaan stres penyakit hipertensinya mengalami

kekambuhan. Hampir seluruh peserta mengatakan bahwa hal itu sering

terjadi.

Page 90: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

72

Fasilitator kemudian menampilkan slide mengenai stress dan

menjelaskan bahwa hipertensi merupakan salah satu jenis penyakit yang

sangat dipengaruhi oleh faktor psikologis seperti stres. Fasilitator juga

menjelaskan mengenai dampak stres pada individu, penyebab stres, serta

masalah-masalah yang muncul pada saat stres yang berkepanjangan dan

tidak dikelola dengan baik. Fasilitator menekankan bahwa stres tidak

hanya bersifat negatif, tetapi ada juga stres yang bersifat positif.

Fasilitator kemudian menunjukkan beberapa gambar di slide.

Gambar-gambar tersebut merupakan gambaran kehidupan sehari-hari

yang sering terjadi di masyarakat dan menyebabkan situasi yang menekan.

Kemudian fasilitator mengatakan kepada para peserta apakah pernah

mengalami hal seperti yang ada pada slide. Seluruh peserta mengatakan

bahwa sering mengalami hal tersebut. Fasilitator meminta para peserta

untuk menceritakan apa yang dirasakan setelah melihat gambar pada slide

didepan. Sebelum para peserta mengemukakan pendapat, fasilitator

membagi menjadi dua kelompok agar memudahkan para peserta untuk

berdiskusi. Masing-masing kelompok didampingi oleh co-fasilitator yang

bertugas untuk mencatat respon jawaban setiap peserta.

Fasilitator memastikan seluruh peserta sudah memahami instruksi

yang diberikan, sehingga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

diberikan oleh co-fasilitator. Pada saat diskusi dalam kelompok, MS tidak

banyak memberikan kontribusi berupa jawaban, hanya menyetujui

jawaban peserta yang lain. Fasilitator menjelaskan bahwa penyebab situasi

Page 91: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

73

yang tampak pada gambar di slide bisa bermacam-macam dan berbeda-

beda setiap setiap orang. Setelah memastikan semua peserta menjawab

penyebab dari situasi yang menekan berdasarkan gambar, fasilitator

melanjutkan ke sesi selanjutnya.

Fasilitator meminta peserta untuk berdiskusi mengenai pikiran,

perasaan dan respon emosional yang muncul berdasarkan gambar-gambar

pada slide. Co-fasilitator membantu menuliskan jawaban-jawaban yang

disebutkan oleh para peserta. Dari kedua kelompok kecil yang dibentuk,

hanya beberapa peserta yang berperan aktif dalam mengemukakan

pendapat. Peserta lainnya ada yang menjawab sama dengan yang telah

disebutkan, tetapi ada pula yang tidak menjawab apapun. Hal tersebut

dapat dimaklumi oleh peneliti karena beberapa subjek sudah memasuki

usia lanjut. Setelah itu, fasilitator menjelaskan mengenai pikiran, perasaan,

serta respon emosional yang biasa muncul apabila dihadapkan pada

stimulus-stimulus yang ada pada slide. Fasilitator juga menanyakan

kepada para perserta apakah pernah mengalami hal yang serupa, kemudian

para peserta mulai mengemukakan pendapat masing-masing. Hal tersebut

dilakukakan untuk memancing peserta mengemukakan pendapatnya yang

lain. Setelah masing-masing peserta mengemukakan pendapat, fasilitator

melanjutkan ke sesi berikutnya.

Sesi berikutnya adalah pemberian tugas rumah kepada para peserta,

namun sebelumnya fasilitator mengulang kembali materi yang telah

dijelaskan. Fasilitator mengulangi dari awal materi mengenai stres,

Page 92: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

74

penyebab stres, situasi yang menyebabkan stress, respon yang diberikan

ketika menghadapi stressor, pikiran, perasaan dan respon emosional yang

muncul. Para peserta tampak menyimak dengan baik review yang

diberikan oleh fasilitator. Setelah fasilitator memberikan review materi dan

memastikan seluruh peserta memahami materi tersebut, fasilitator

kemudian menjelaskan tentang tugas rumah yang harus dilakukan oleh

peserta. Fasilitator meminta para pesera untuk mengidentifikasi stress

yang muncul selama satu pekan kedepan, pikiran dan perasaan apa yang

muncul setelah dihadapkan pada situasi yang menekan. Fasilitator juga

meminta para peserta untuk hadir kembali pekan depan dan menceritakan

pengalaman selama satu pekan kepada fasilitator. Para peserta tampak

bersemangat untuk hadir kembali pekan depan di pertemuan selanjutnya.

Fasilitator menutup sesi terakhir ini dengan memberikan tugas rumah

kepada para peserta. Fasilitator juga meminta para peserta untuk

mengaplikasikan apa yang telah didapat pada pertemuan ini dalam

kehidupan sehari-hari. Kemudian, fasilitator mengembalikan forum

kepada co-fasilitator, tetapi sebelumnya fasilitator pamit kepada para

peserta meminta maaf apabila banyak kekurangan. Para peserta merasa

sangat senang dan mengucapkan terima kasih berkali-kali kepada

fasilitator. Fasilitator meninggalkan ruangan pelatihan dengan menyalami

para peserta satu per satu. Selanjutnya, forum diambil alih oleh co-

fasilitator dan co-fasilitator mengucapkan banyak terima kasih kepada

para peserta. Selain itu, co-fasilitator juga meminta kesediaan para peserta

Page 93: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

75

untuk datang kembali pekan depan di UII guna melanjutkan sesi pelatihan

manajemen stres. Pertemuan ditutup dengan membaca doa dan bersalaman

dengan para peserta.

b. Pertemuan Kedua

Pertemuan kedua dilaksanakan pada hari Kamis, tanggal 21 Maret

2019 di ruangan Laboratorium Psikologi UII. Pertemuan kedua ini dimulai

pada pukul 13.00 WIB dan selesai pada pukul 15.30 WIB. Pada pertemuan

ini, jumlah peserta yang hadir masih sama dengan pertemuan sebelumnya,

yaitu sepuluh orang. Pertemuan kedua ini sekaligus menjadi pertemuan

terakhir dari proses pelatihan manajemen stres. Co-fasilitator membuka

pertemuan ini dengan mengucapkan salam dan menanyakan kabar para

peserta. Kemudian, salah satu co-fasilitator memanggil fasilitator untuk

memulai sesi pertama di pertemuan kedua.

Fasilitator memasuki ruangan pelatihan dan menyalami seluruh

peserta. Kemudian, fasilitator menanyakan kabar dan perasaan yang

sedang dialami saat itu. Seluruh peserta mengatakan bahwa saat ini dalam

keadaan yang baik-baik saja, namun ada peserta yang mengatakan bahwa

selama satu pekan terakhir perasaan yang dirasa adalah cemas. Sebelum

menanyakan lebih lanjut mengenai perasaan tersebut, fasilitator

mengingatkan tugas rumah yang telah diberikan pada pertemuan

sebelumnya. Fasilitator membantu para peserta untuk me-recall peristiwa-

peristiwa menekan yang terjadi selama satu pekan terakhir. Fasilitator

meminta para peserta untuk menceritakan pengalaman tersebut, namun

Page 94: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

76

tidak semua peserta berkenan menceritakan pengalaman mengenai

peristiwa menekan yang terjadi selama satu pekan terakhir. Peserta yang

berkenan menceritakan pengalaman tersebut justru bukan dari kelompok

yang akan diukur, melainkan peserta yang memiliki tingkat kesejahteraan

psikologis tinggi yang memang diundang oleh peneliti karena alasan takut

terjadi kecemburuan sosial. Peserta yang lain hanya menyetujui maupun

menambahkan sedikit cerita karena seluruh peserta sedang dalam kondisi

yang sama yaitu sedang dalam masa panen padi di sawah. Fasilitator

memberikan apresiasi kepada peserta yang berkenan menceritakan

pengalaman yang dialami dan memberikan beberapa feedback kepada para

peserta.

Fasilitator memulai sesi berikutnya yaitu avoiding negative self-talk.

Fasilitator meminta para peserta untuk mengingat kembali situasi menekan

yang dialami selama sepekan terakhir. Selain meminta mengingat,

fasilitator juga menayangkan kembali slide yang berisi gambar-gambar

yang telah ditayangkan pada pertemuan berikutnya. Kemudian, fasilitator

juga meminta peserta mengingat kembali penyebab dari situasi tersebut

dan pikiran apa yang muncul saat melihat gambar dalam tayangan. Setelah

itu, fasilitator meminta peserta untuk mengungkapkan perkataan-

perkataan negatif pada diri sendiri (negative self-talk) yang muncul dalam

situasi tersebut. Fasilitator juga meminta para peserta untuk memberikan

bukti penguat atas pikiran negatif dan perkataan negatif pada diri sendiri.

Para peserta juga diminta untuk menganalisis kembali apakah pikiran

Page 95: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

77

negatif yang selama ini muncul benar-benar terjadi atau hanya ada di

pikiran para peserta (distorsi kognitif). Fasilitator meminta para peserta

untuk mendiskusikan hal tersebut bersama peserta lain.

Kemudian, fasilitator meminta para peserta untuk memunculkan

pikiran positif (pikiran alternatif) guna melawan atau membantah pikiran

negatif yang selama ini muncul. Fasilitator menjelaskan bahwa pikiran

alternatif harus diciptakan agar situasi menekan yang sedang dialami tidak

memperburuk keadaan karena terus menerus berpikiran negatif. Fasilitator

juga menjelaskan bahwa memunculkan pikiran alternatif juga dapat

dibarengi dengan melakukan relaksasi pernafasan (deep-breathing

relaxation) agar hasilnya semakin maksimal.

Selanjutnya, fasilitator melanjutkan ke sesi berikutnya yaitu relaksasi

pernafasan. Relaksasi tersebut bertujuan untuk merilekskan dada, perut,

dan seluruh tubuh. Selain itu, memunculkan perasaan tenang dan nyaman

saat dihadapkan pada situasi-situasi yang menekan. Fasilitator mengatakan

bahwa relaksasi ini sangat mudah dilakukan dan dapat dipraktikkan sendiri

di rumah. Fasilitator meminta para peserta untuk duduk di posisi senyaman

mungkin kemudian meletakkan tangan kanan di dada dan tangan kiri di

perut. Para peserta juga diminta untuk memejamkan mata dan mengikuti

instruksi fasilitator. Fasilitator meminta para peserta untuk menarik nafas

panjang dari hidung dan mengeluarkannya secara perlahan dari mulut. Hal

tersebut dilakukan secara berulang hingga para peserta merasa lebih

tenang dan rileks.

Page 96: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

78

Fasilitator menjelaskan bahwa relaksasi pernafasan ini dapat

dilakukan secara mandiri di rumah ketika menghadapi situasi-situasi yang

menekan. Relaksasi ini dapat mengurangi perasaan-perasaan tidak nyaman

yang muncul akibat situasi yang menekan. Fasilitator menjelaskan bahwa

relaksasi pernafasan ini dapat digabungkan dengan pikiran positif (pikiran

alternatif) seperti yang telah dijelaskan diatas agar hasilnya lebih maksimal

dan menyeluruh. Fasilitator kembali meminta para peserta untuk

melakukan relaksasi pernafasan, nemun kali ini dibarengi dengan pikiran

positif.

Fasilitator kemudian menanyakan bagaimana perasaan para peserta

setelah melakukan relaksasi pernafasan yang disertai dengan pikiran

positif. Seluruh peserta mengatakan bahwa setelah melakukan relaksasi

pernafasan, perasaan menjadi lebih tenang, pikiran-pikiran negatif menjadi

berkurang dan tubuh merasa nyaman. HW yang semula merasa kurang

nyaman saat melakukan relaksasi kemudian dibantu oleh fasilitator agar

mendapatkan posisi yang nyaman dan kini merasa lega dan tenang setelah

melakukan relaksasi. Begitu pula dengan JM yang mengatakan bahwa

lebih tenang setelah melakukan relaksasi deep-breathing yang dibarengi

dengan pikiran positif. MS merasa lebih tenang, rileks, dan lebih lega.

Pada awalnya AT merasa sedikit tegang tetapi lama kelamaan AT merasa

lebih nyaman dan lebih tenang. SS merasa lebih bias bernafas dengan lega

setelah melakukan relaksasi pernafasan tersebut. Fasilitator mengapresiasi

pencapaian yang luar biasa dari para peserta.

Page 97: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

79

Fasilitator mengajak para peserta untuk beralih ke sesi selanjutnya

yaitu setting new goal. Para peserta diminta untuk menceritakan tujuan

masing-masing ketika bersedia untuk mengikuti pelatihan manajemen

stres. HW mengatakan bahwa tujuannya datang mengikuti pelatihan

manajemen stres adalah HW ingin mendapat ilmu mengenai bagaimana

menghadapi pikiran sehari-hari. Menurut JM, tujuan mengikuti pelatihan

manajemen stress adalah agar pikirannya menjadi lebih tenang, lebih

tentram, dan badan menjadi lebih sehat. MS mengikuti pelatihan

manajemen stres dengan harapan badannya menjadi lebih baik lagi karena

penyakit asam urat yang sering kambuh dan membuat penyakit

hipertensinya menjadi kambuh juga. AT mengatakan bahwa tujuan

mengikuti pelatihan manajemen stres adalah agar kekhawatiran yang

selama ini muncul dalam pikirannya segera hilang. Tujuan mengikuti

pelatihan manajemen stres bagi SS adalah mendapat pengalaman dan

keterampilan baru dalam menghadapi stres.

Fasilitator juga menanyakan sejauh mana pelatihan manajemen stres

berpengaruh terhadap pencapaian tujuan yang telah dikemukakan oleh

para peserta. HW mengatakan bahwa hal yang didapatkan dari pelatihan

manajemen stres ini adalah HW belajar untuk mengendalikan emosi,

mencoba untuk lebih rileks, dan tidak memikirkan segalanya. Menurut JM

adanya pelatihan manajemen stres dapat membantunya menjadi lebih

sehat. AT mengatakan bahwa pelatihan manajemen stres sangat penting

karena dapat menghadapi stres pada situasi-situasi yang menekan dan

Page 98: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

80

dapat menghilangkan kekhawatiran-kekhawatiran yang selama ini

muncul. MS mengatakan bahwa pelatihan manajemen stres harus

dilakukan di rumah karena dapat mengurangi terjadinya kekambuhan

penyakit. SS mengaku bahwa dengan melakukan salah satu teknik

manajemen stres yang berupa relaksasi deep-breathing karena dapat

membuka jalan nafas sehingga lebih tubuh menjadi lebih segar dan rileks.

Fasilitator mengapresiasi seluruh pendapat peserta dan mengatakan bahwa

untuk membiasakan diri dengan manajemen stres, para peserta perlu

melakukannya kapan saja dan dan dimana saja dalam kondisi apapun agar

terbiasa.

Fasilitator mengajak peserta untuk memasuki sesi positive self-talk.

Pada sesi ini, fasilitator meminta para peserta untuk memunculkan

perkataan positif pada diri sendiri di masing-masing situasi yang menekan.

Fasilitator menjelaskan perbedaan pikiran alternatif dan positive self-talk.

Pikiran alternatif bersifat lebih general, sedangkan pikiran positive self-

talk lebih bersifat ke ‘aku’ atau ditujukan pada diri sendiri. Fasilitator juga

menjelaskan bahwa dalam situasi yang menekan sangat wajar ketika

perkataan negatif pada diri sendiri yang lebih sering muncul, oleh karena

itu para peserta perlu untuk melawannya. Ketika positive self-talk lebih

dikuasai, maka para peserta akan merasa lebih nyaman, dapat berpikir

jernih, memunculkan perilaku yang lebih baik, serta lebih mudah untuk

menghadapi situasi-situasi yang menekan dalam kehidupan sehari-hari.

Positive self-talk yang dikembangkan dalam pikiran diharapkan dapat

Page 99: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

81

menekan negative self-talk sehingga tidak muncul lagi. Fasilitator

mempersilakan para peserta untuk bertanya.

Pertemuan ini diakhiri dengan sesi positive self-talk. Fasilitator

menutup pertemuan dengan mengucapkan terimakasih kepada para peserta

karena para peserta merupakan sosok yang luar biasa yang berani

mengemukakan pendapatnya mengenai hal yang mungkin tidak

menyenangkan. Fasilitator mewakili tim meminta maaf apabila selama

pelatihan manajemen stres berlangsung ada hal-hal yang menyinggung

atau kurang berkenan bagi para peserta. Sekali lagi fasilitator

mengucapkan terimakasih atas kesediaan peserta mengikuti pelatihan

manajemen stres dari awal hingga selesai. Fasilitator berharap bahwa apa

yang telah disampaikan dapat bermanfaat dan dapat dilakukan secara

mandiri oleh peserta. Fasilitator kemudian mengembalikan forum kepada

co-fasilitator dan sebelum meninggalkan ruangan fasilitator berfoto

bersama dengan para peserta dan co-fasilitator. Fasilitator kemudian

meninggalkan ruangan dan menyalami para peserta. Co-fasilitator

kemudian meminta para peserta untuk mengisi lembar post-test dengan

dibantu co-fasilitator. Setelah memastikan seluruh peserta telah

menyelesaikan lembar post-test, co-fasilitator menutup pelatihan

manajemen stres dengan doa dan salam.

Page 100: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

82

3. Pelaksanaan Setelah Pelatihan

Pelaksanaan setelah pelatihan (post-test) dilakukan pada hari yang sama

dengan pertemuan kedua yaitu tanggal 21 Maret 2019, para peserta pelatihan

masing-masing diberikan skala kesejahteraan psikologis untuk dilengkapi.

4. Pelaksanaan Follow-up

Pelaksanaan follow-up dilaksanakan dua minggu setelah pelatihan

manajemen stres selesai dilakukan. Pada hari Kamis, 4 April 2019 peneliti

mendatangi rumah masing-masing peserta pelatihan untuk melaksanakan

follow-up. Semua peserta pelatihan manajemen stres dapat ditemui dalam hari

yang sama. Pelaksanaan follow-up diawali dengan menceritakan perasaan yang

saat ini sedang dirasakan oleh peserta pelatihan. Kemudian, peserta pelatihan

diminta untuk menceritakan pengalaman-pengalaman setelah mengikuti

pelatihan manajemen stres. Selanjutnya, peserta diminta untuk mengisi skala

kesejahteraan psikologis.

HW mengatakan bahwa perasaannya saat ini biasa saja sama dengan hari-

hari biasanya. Tekanan darah HW saat ini juga dalam keadaan yang normal

yaitu 120/90 mmHg. HW mengaku pernah melakukan relaksasi deep-

breathing selama dua minggu ini. Hal tersebut dilakukan ketika HW

menghadapi situasi stressfull yaitu anaknya yang sulit untuk diatur. Setelah

melakukan relaksasi deep-breathing, HW merasa lebih tenang sehingga tidak

mudah terpancing emosi dan dapat berpikir positif.

Selama dua minggu setelah pelatihan manajemen stres, JM mengatakan

bahwa beberapa kali melakukan relaksasi deep-breathing dan merasa lebih

Page 101: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

83

baik. Tekanan darah JM saat ini juga dalam keadaan yang normal yaitu 130/90

mmHg. Sementara untuk positive self-talk, JM juga kerap melakukannya dalam

berbagai situasi ketika pikiran negatif itu muncul. JM mengaku setelah

mengubah pikiran negatif menjadi pikiran-pikiran positif membuat JM dapat

berpikir lebih baik dan lebih tenang.

MS mengatakan bahwa selama dua minggu terakhir tidak melakukan

relaksasi deep-breathing karena merasa baik-baik saja, tidak ada situasi yang

menekan. Tekanan darah MS juga berada dalam kategori normal yaitu 130/90

mmHg. Meskipun demikian, MS merasa bahwa melawan pikiran negatif dan

relaksasi deep-breathing merupakan hal yang akan MS lakukan ketika

menghadapi situasi yang menekan.

AT merasa selama dua minggu terakhir ini banyak pikiran yang

mengganggu, antara lain suami yang sedang sakit, padi di sawah yang sudah

menguning tetapi belum dipanen. Saat pikiran-pikiran tersebut muncul, AT

kerap melakukan deep-breathing relaxation dan avoiding negative self-talk.

Setelah melakukan kedua hal tersebut, AT mengaku lebih baik dan lebih tenang

sehingga dapat berpikir secara jernih, tidak tergesa-gesa dalam mengambil

keputusan. Tekanan darah AT selama dua minggu terakhir ini mengalami

fluktuasi, kadang normal tetapi pernah juga mencapai 160/90 mmHg.

Selama dua minggu terakhir, SS merasakan ketenangan dalam hidupnya

karena kerap melakukan relaksasi deep-breathing. Menurut SS, dengan

melakukan relaksasi deep-breathing tubuhnya menjadi lebih sehat dan

pikirannya menjadi lebih tenang. SS mengatakan bahwa relaksasi deep-

Page 102: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

84

breathing yang dilakukan juga harus diimbangi dengan pikiran-pikiran yang

positif. Menghindari pikiran negatif dapat membuat SS merasa lebih tenang

dan lebih baik sehingga tekanan darahnya tetap normal.

5. Pelaksanaan terhadap Kelompok Kontrol

Pengukuran kesejahteraan psikologis pada kelompok kontrol dilakukan

pada waktu yang sama dengan pengukuran pre-test pada kelompok

eksperimen, yaitu sebelum dilaksanakannya pelatihan manajemen stres.

Pengukuran post-test dilakukan satu hari setelah dilaksanakan pengukuran

post-test pada kelompok eksperimen, yaitu pada hari Jumat, 22 Maret 2019.

Pengukuran follow-up pada kelompok kontrol dilaksanakan pada hari Jumat, 5

April 2019 yaitu satu hari setelah pengukuran follow-up pada kelompok

eksperimen.

Pelatihan manajemen stres memang tidak diberikan secara lengkap pada

kelompok kontrol karena keterbatasan waktu subjek yang cukup padat dan

cukup sulit untuk ditemui, sehingga tidak ada waktu yang selaras untuk

dilaksanakannya pelatihan manajemen stres. Peneliti kemudian memberikan

materi pada masing-masing subjek sebagai ganti dari pelatihan manajemen

stres. Materi tersebut diberikan langsung oleh peneliti secara perorangan

kepada masing-masing subjek. Materi yang diberikan berupa pengertian stres,

respon stres, penyebab stres, dampak stres yang berkepanjangan, cara

mengatasi stres seperti melawan pikiran negatif, serta melakukan relaksasi

pernafasan guna menenangkan diri ketika menghadapi situasi yang menekan.

Page 103: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

85

C. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian merupakan pasien yang mengalami hipertensi dengan

usia diatas 35 tahun, serta memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang

berada pada kategori sedang. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 10 orang

yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu 5 orang menjadi subjek dalam

kelompok eksperimen sedangkan 5 orang menjadi subjek dalam kelompok

kontrol.

Tabel 14 Deskripsi Subjek Penelitian

Kelompok Subjek Jenis

Kelamin

Usia Riwayat Kategori

Psychological

Wel-Being

Eksperimen Subjek 1 (HW)

Subjek 2 (JM)

Subjek 3 (MS)

Subjek 4 (AT)

Subjek 5 (SS)

P

P

L

P

P

38

62

71

64

77

1-6 bln

>2thn

>2 thn

1-6 bln

>2 thn

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Kontrol Subjek 6 (PT)

Subjek 7 (SI)

Subjek 8 (SH)

Subjek 9 (SR)

Subjek 10 (SD)

P

P

P

P

L

50

52

66

61

56

>2thn

>2 thn

>2 thn

1-6 bln

>2 thn

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

Sedang

2. Analisis Kuantitatif

a. Deskripsi Data Kelompok Eksperimen

Data tersebut diperoleh dari 5 orang subjek penelitian yang termasuk

dalam kelompok eksperimen dan mendapatkan perlakuan berupa pelatihan

manajemen stres. Data ini disusun berdasarkan hasil dari skala

kesejahteraan psikologis subjek pada saat sebelum, sesudah, dan follow-up

Page 104: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

86

dari pelaksanaan pelatihan manajemen stres. Data dari kelompok

eksperimen tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 15 Deskripsi Data Kelompok Eksperimen

Subjek

Pengukuran Gained Score

Pre-test

(I)

Post-

test (II)

Follow-

up (III) I-II I-III II-III

Subjek 1 (HW) 50 51 59 1 9 8

Subjek 2 (JM) 53 63 63 10 10 0

Subjek 3 (MS) 51 51 54 0 3 3

Subjek 4 (AT) 52 60 64 8 12 4

Subjek 5 (SS) 51 55 61 4 10 6

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek 1 (HW), subjek 2

(JM), subjek 4 (AT), dan subjek 5 (SS) mengalami peningkatan skor

kesejahteraan psikologis, sedangkan subjek 3 (MS) tidak mengalami

perubahan skor. Perubahan kategori juga terjadi pada subjek setelah

mendapatkan pelatihan manajemen stres. Pada saat pelaksanaan follow-up

hampir seluruh subjek mengalami peningkatan skor kesejahteraan

psikologis, tetapi ada pula yang tidak mengalami peningkatan skor. Jika

digambarkan melalui grafik, maka kondisi kelompok eksperimen adalah

sebagai berikut:

Page 105: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

87

Grafik 1 Data Kelompok Eksperimen

Tabel 16 Deskripsi Data Pengukuran Tekanan Darah Kelompok

Eksperimen

Subjek

Pengukuran

Pre-test (I) Post-test (II) Follow-up

(III)

Subjek 1 (HW) 140/80 mmHg 130/90 mmHg 120/90 mmHg

Subjek 2 (JM) 180/90 mmHg 160/90 mmHg 140/90 mmHg

Subjek 3 (MS) 180/130 mmHg 140/90 mmHg 130/90 mmHg

Subjek 4 (AT) 180/90 mmHg 140/90 mmHg 120/90 mmHg

Subjek 5 (SS) 140/80 mmHg 140/90 mmHg 140/90 mmHg

b. Deskripsi Data Kelompok Kontrol

Data ini diperoleh dari kelompok kontrol yang terdiri dari 5 orang

subjek penelitian. Kelompok kontrol ini tidak mendapatkan perlakuan

berupa pelatihan manajemen stres seperti kelompok eksperimen tetapi

menjadi kelompok waiting list. Data pada kelompok ini disusun berdasarkan

skala kesejahteraan psikologis subjek pada sebelum, sesudah, dan follow-up

0

10

20

30

40

50

60

70

Subjek 1 (HW) Subjek 2 (JM) Subjek 3 (MS) Subjek 4 (AT) Subjek 5 (SS)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 106: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

88

dari serangkaian pelaksanaan penelitian. Data kelompok kontrol dapat

dilihat pada tabel berikut :

Tabel 17 Deskripsi Data Kelompok Kontrol

Subjek

Pengukuran Gained Score

Pre-test

(I)

Post-

test (II)

Follow-

up (III) I-II I-III II-III

Subjek 6 (PT)

Subjek 7 (SI)

Subjek 8 (SH)

Subjek 9 (SR)

Subjek 10 (SD)

52

51

50

47

52

55

55

55

52

54

60

59

58

55

58

3

4

5

5

2

8

8

8

8

6

5

4

3

3

4

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa subjek 6 (PT), subjek 7

(SI), subjek 8 (SH), subjek 9 (SR), subjek 10 (SO), dan subjek 11 (SD)

mengalami peningkatan skor kesejahteraan psikologis. Perubahan kategori

juga terjadi pada semua subjek. Pada saat pelaksanaan follow-up, seluruh

subjek mengalami peningkatan skor kesejahteraan psikologis. Jika

digambarkan melalui grafik, maka kondisi kelompok kontrol adalah sebagai

berikut :

Grafik 2 Data Kelompok Kontrol

0

10

20

30

40

50

60

70

Subjek 6 (PT) Subjek 7 (SI) Subjek 8 (SH) Subjek 9 (SR) Subjek 10 (SD)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 107: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

89

c. Deskripsi Data Pre-test, Post-test, dan Follow-up Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol

Tabel 18 Deskripsi Data Pre-test, Post-test, dan Follow-up Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol

Klasifikasi Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Min Max Mean SD Min Max Mean SD

Pre-test

Post-test

Follow-up

50

51

54

53

63

64

51,40

56,00

60,20

1,140

5,385

3,962

47

52

55

52

59

62

50,40

54,20

58,00

2,073

1,303

1,870

Keterangan :

Min : Nilai minimum

Max : Nilai maksimum

Mean : Nilai rata-rata

SD : Standar deviasi

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada saat pelaksanaan pre-

test, post-test, dan follow-up terdapat perbedaan nilai mean antara

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol, keduanya mengalami peningkatan skor pada saat

pre-test, post-test, dan follow-up. Kondisi mean pada masing-masing

kelompok jika digambarkan melalui grafik adalah sebagai berikut:

Grafik 3 Mean Skor Kesejahteraan psikologis antara Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol

44

46

48

50

52

54

56

58

60

62

Pre-test Post-test Follow-up

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Page 108: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

90

Berdasarkan tabel dan grafik diatas dapat diketahui bahwa pada pre-test

(sebelum diberi pelatihan pada kelompok eksperimen) nilai rata-rata

kesejahteraan psikologis pada kelompok eksperimen sebesar 51,40 lebih

tinggi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 50,40.

Hasil dari post-test (setelah kelompok eksperimen mandapatkan pelatihan)

dapat diketahui bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen sebesar 56,00

sedangkan kelompok kontrol sebesar 54,20. Hal tersebut menunjukkan

bahwa nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih tinggi jika dibandingkan

dengan kelompok kontrol. Pada follow-up (dua minggu setelah kelompok

eksperimen mendapatkan pelatihan) dapat diketahui bahwa nilai rata-rata

pada kelompok eksperimen lebih tinggi yaitu sebesar 60,20 jika

dibandingkan dengan kelompok kontrol yaitu sebesar 58,00.

d. Hasil Uji Hipotesis Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol

1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui sebaran data

berdistribusi normal atau tidak. Sebaran data dikatakan berdistribusi

normal apabila nilai p>0,05. Begitu pula sebaliknya, apabila nilai

p<0,05 maka sebaran data dikatakan tidak normal. Hasil uji normalitas

yang telah dilakukan dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 19 Hasil Uji Normalitas

Data P Normalitas

Kesejahteraan psikologis kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol

(post-test)

0,007 Tidak normal

Page 109: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

91

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa nilai p=0,007 (p<0,05)

sehingga dapat disimpulkan bahwa data kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol pada saat post-test tidak berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah kedua kelompok

memiliki varian yang sama atau tidak. Apabila nilai p<0,05 maka varian

dari dua atau lebih kelompok populasi adalah tidak sama. Namun,

apabila nilai p>0,05 maka varian dari dua atau lebih kelompok populasi

adalah sama. Hasil uji homogenitas telah dilakukan dapat dilihat dalam

tabel berikut:

Tabel 20 Hasil Uji Homogenitas

Data P Homogenitas

Kesejahteraan psikologis kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol

(post-test)

0,010 Tidak homogen

Berdasarkan hasil dari uji homogenitas yang ada pada tabel diatas

menunjukkan nilai p=0,010 (p<0.05), sehingga dapat dikatakan bahwa

kelompok eksperimen dan kelompok kontrol pada saat post-test

memiliki varian yang tidak sama atau tidak homogen.

3) Uji Hipotesis

Berdasarkan uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji

homogenitas, diketahui bahwa data penelitian memiliki sebaran data

yang tidak normal dan varian yang tidak sama, sehingga uji hipotesis

dilakukan dengan metode nonparametrik. Uji hipotesis bertujuan guna

Page 110: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

92

mengetahui apakah ada perbedaan antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

ada perbedaan kesejahteraan psikologis antara kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol pada pasien hipertensi. Kelompok yang

mendapat perlakuan berupa pelatihan manajemen stres akan mengalami

peningkatan dalam kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan

kelompok kontrol. Analisis data yang digunakan untuk melakukan uji

hipotesis adalah Mann-Whitney dan Wilcoxon.

a. Uji Beda Skor Kesejahteraan psikologis Kelompok Eksperimen

dan Kelompok Kontrol

Tabel 21 Hasil Uji Beda Skor Kesejahteraan psikologis Kelompok

Eksperimen dan Kelompok Kontrol Menggunakan Gained

Score

Pengukuran P

Gained score I-II 1,000

Gained score I-III 0,105

Gained score II-III 0,748

Keterangan :

Gained score I-III : selisih skor pre-test dan post-test

Gained score I-III : selisih skor pre-test dan follow-up

Gained score II-III : selisih skor post-test dan follow-up

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa tidak ada

perbedaan gained score kesejahteraan psikologis yang signifikan

antara subjek pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Skor dengan nilai p<0,05 dapat dikatakan ada perbedaan,

sedangkan skor dengan nilai p>0,05 dikatakan tidak ada

perbedaan. Hasil uji beda gained score pada saat pre-test dan

post-test adalah p=1,000 (p>0,05). Hal tersebut menunjukkan

Page 111: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

93

tidak ada perbedaan yang signifikan pada skor kesejahteraan

psikologis antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol

sebelum maupun setelah pelatihan. Hasil uji beda gained score

pada saat pre-test dan follow-up yaitu p=0,105 (p>0,05), artinya

tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen

dan kelompok kontrol sebelum pelatihan maupun tindak lanjut.

b. Uji Beda Skor Kesejahteraan psikologis Kelompok Eksperimen

Tabel 22 Uji Beda Skor Kesejahteraan Psikologis Kelompok

Eksperimen

Pengukuran P

Pengukuran I 0,068

Pengukuran II 0,042

Pengukuran III 0,068

Keterangan:

Pengukuran I : pengukuran antara skor pre-test dan post-test

Pengukuran II : pengukuran antara skor pre-test dan follow-up

Pengukuran III : pengukuran antara skor post-test dan follow-up

Berdasarkan tabel 21 dapat diketahui bahwa pada pengukuran

I (pengukuran antara skor pre-test dan post-test) dan pengukuran

III (pengukuran antara skor post-test dan follow-up) tidak ada

perbedaan skor kesejahteraan psikologis yang signifikan. Hal

tersebut dapat dilihat dari nilai signifikasi pengukuran I yaitu

p=0,068 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

skor kesejahteraan psikologis saat pre-test dan post-test pada

kelompok eksperimen. Selanjutnya, nilai signifikansi pada

pengukuran III yaitu p=0,068 (p>0,05), artinya tidak ada perbedaan

skor kesejahteraan psikologis saat post-test dan follow-up pada

Page 112: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

94

kelompok eksperimen. Namun, pada pengukuran II nilai p=0,042

(p<0,05), artinya ada perbedaan skor kesejahteraan psikologis saat

pre-test dan post-test pada kelompok eksperimen.

c. Uji Beda Skor Kesejahteraan Psikologis Kelompok Kontrol

Tabel 23 Uji Beda Skor Kesejahteraan Psikologis Kelompok

Kontrol

Pengukuran P

Pengukuran I 0,042

Pengukuran II 0,034

Pengukuran III 0,041

Keterangan:

Pengukuran I : pengukuran antara skor pre-test dan post-test

Pengukuran II : pengukuran antara skor pre-test dan follow-up

Pengukuran III : pengukuran antara skor post-test dan follow-up

Tabel diatas menunjukkan bahwa ada perbedaan skor

kesejahteraan psikologis pada pengukuran I (pengukuran antara

skor pre-test dan post-test), pengukuran II (pengukuran antara skor

pre-test dan follow-up), dan pengukuran III (pengukuran antara

skor post-test dan follow-up). Hasil uji beda skor kesejahteraan

psikologis pada pengukuran I adalah p=0,042 (p<0,05). Hal

tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan skor kesejahteraan

psikologis pada kelompok kontrol saat pre-test dan post-test.

Kemudian, hasil uji beda skor kesejahteraan psikologis pada

pengukuran II adalah p=0,034 (p<0,05), artinya ada perbedaan skor

kesejahteraan psikologis saat pre-test dan follow-up pada

kelompok kontrol. Pengukuran III memiliki nilai p=0,041

(p<0,05), artinya ada perbedaan skor kesejahteraan psikologis saat

post-test dan follow-up pada kelompok kontrol.

Page 113: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

95

d. Uji Beda Tekanan Darah Pasien Hipertensi Kelompok Eksperimen

Tabel 24 Uji Beda Tekanan Darah Pasien Hipertensi Kelompok

Eksperimen

Pengukuran P

Pengukuran I 0,066

Pengukuran II 0,068

Pengukuran III 0,063

Keterangan:

Pengukuran I : pengukuran antara skor pre-test dan post-test

Pengukuran II : pengukuran antara skor pre-test dan follow-up

Pengukuran III : pengukuran antara skor post-test dan follow-up

Tabel diatas menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tekanan

darah pasien hipertensi pada pengukuran I (pengukuran antara skor

pre-test dan post-test), pengukuran II (pengukuran antara skor pre-

test dan follow-up), dan pengukuran III (pengukuran antara skor

post-test dan follow-up). Hasil uji beda tekanan darah pasien

hipertensi pada pengukuran I adalah p=0,066 (p<0,05). Hal

tersebut menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan tekanan darah

pada kelompok eksperimen saat pre-test dan post-test. Kemudian,

hasil uji beda tekanan darah pada pasien hipertensi pada

pengukuran II adalah p=0,068 (p<0,05), artinya tidak ada

perbedaan tekanan darah saat pre-test dan follow-up pada

kelompok eksperimen. Pengukuran III memiliki nilai p=0,063

(p<0,05), artinya tidak ada perbedaan tekanan darah pada pasien

hipertensi saat post-test dan follow-up pada kelompok eksperimen.

Page 114: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

96

3. Analisis Kualitatif

a. Subjek 1 (HW)

Subjek 1 (HW) berusia 38 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan hasil pengisian skala kesejahteraan psikologis sebelum

pelaksanaan pelatihan manajemen stres (pre-test) diketahui bahwa skor

kesejahteraan psikologis subjek 1 (HW) termasuk dalam kategori sedang

dengan jumlah skor 50. Selain itu, tekanan darah subjek 1 (HW) pada saat

pre-test adalah 140/80 mmHG. Subjek 1 (HW) tidak menjalani

pemeriksaan rutin di Puskesmas dan tidak mengkonsumsi obat hipertensi.

Menurut subjek 1 (HW), penyakit hipertensi yang dialaminya

disebabkan karena kecelakaan yang pernah dialami oleh subjek 1 (HW).

Subjek 1 (HW) mengatakan bahwa setelah mengalami kecelakaan,

kepalanya sering merasa pusing dan sakit. Kemudian, setelah diperiksa

oleh dokter ternyata tekanan darah subjek 1 (HW) meningkat. Sejak saat

itulah subjek 1 (HW) kerap merasakan sakit kepala dan tekanan darahnya

meningkat. Setelah mengetahui penyakit hipertensi yang dialaminya,

subjek 1 (HW) tidak lantas mengontrol makanan dan menghindari

makanan yang menyebabkan tekanan darah meningkat.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama dua kali

pelaksanaan pelatihan manajemen stres di ruang Laboratorium Psikologi

UII, terlihat bahwa subjek 1 (HW) dapat mengikuti pelaksanaan kegiatan

dengan baik. Subjek 1 (HW) dapat fokus ketika fasilitator sedang

menjelaskan materi dan mengamati peserta yang lain ketika sedang

Page 115: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

97

memberikan pendapatnya. Selain itu, subjek 1 (HW) juga dapat

membagikan pengalamannya kepada para peserta yang lain. Selama

pelaksanaan pelatihan manajemen stres, subjek 1 (HW) juga sempat

mengajukan beberapa pertanyaan kepada fasilitator.

Pada saat pelaksaan pelatihan manajemen stres pertemuan kedua (post-

test), kesejahteraan psikologis subjek 1 (HW) mengalami sedikit

peningkatan. Hal tersebut dapat dilihat dari skor yang diperoleh yaitu 51

dan masih termasuk dalam kategori sedang. Tekanan darah subjek 1 (HW)

pada saat post-test juga mengalami penurunan menjadi 130/90 mmHG.

Pada saat follow-up (tindak lanjut), subjek 1 (HW) memiliki skor

kesejahteraan psikologis 59. Hal tersebut menunjukkan peningkatan skor

dan kategori yang dialami oleh subjek 1 (HW). Tekanan darah pada saat

follow-up subjek 1 (HW) adalah 120/90 mmHG. Subjek mulai mengalami

penurunan pada tekanan darahnya.

Setelah pelaksanaan kegiatan, subjek 1 (HW) terkadang melakukan

relaksasi deep-breathing dan berusaha selalu berpikiran positif. Subjek 1

(HW) merasakan adanya perbedaan kondisi antara sebelum dan sesudah

mengikuti pelatihan manajemen stres. Tubuhnya menjadi lebih nyaman,

pikiran menjadi lebih tenang, suasana hati juga menjadi lebih tenang dan

nyaman sehingga tidak mudah terpancing emosi ketika anak-anaknya

melakukan kesalahan. Selain itu, tekanan darahnya menjadi lebih dapat

dikontrol semenjak mulai melaksanakan relaksasi deep-breathing dan

melawan pikiran-pikiran negatif. Kondisi ini membuat subjek 1 (HW)

Page 116: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

98

menjadi semakin termotivasi untuk terus menerapkan relaksasi deep-

breathing dan mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif ketika

dihadapkan pada situasi yang menekan. Subjek 1 (HW) mengatakan

bahwa ada banyak manfaat yang dapat dirasakan ketika menerapkan kedua

hal tersebut.

Grafik 4 Skor Subjek 1 (HW) pada saat Pre-test, Post-test, dan Follow-up

b. Subjek 2 (JM)

Subjek 2 (JM) berusia 62 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan hasil pengisian skala kesejahteraan psikologis sebelum

pelaksanaan pelatihan manajemen stres (pre-test) diketahui bahwa subjek

termasuk dalam kategori sedang dengan jumlah skor 53. Selain itu, tekanan

darah sujek 2 (JM) pada saat pre-test adalah 180/90 mmHG. Subjek 2 (JM)

tidak menjalani pemeriksaan rutin di fasilitas kesehatan dan tidak

mengkonsumsi obat hipertensi. Menurut subjek 2 (JM), awal mula penyakit

hipertensi yang dialaminya disebabkan karena sering merasakan pusing

dan ketika diperiksa oleh dokter tekanan darahnya tinggi. Semenjak saat itu

hingga sekarang tekanan darahnya tidak stabil dan didiagnosis hipertensi

44

46

48

50

52

54

56

58

60

Subjek 1 (HW)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 117: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

99

oleh dokter. Ketika ditanya mengenai gaya hidup dan pola makan di masa

lalu, subjek 2 (JM) mengaku bahwa gaya hidup dan pola makannya baik-

baik saja.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama 2 kali pertemuan

pelatihan manajemen stres di Laboratorium Psikologi UII, terlihat bahwa

subjek 2 (JM) dapat mengikuti pelaksanaan kegiatan dengan baik. Subjek

2 (JM) juga terlihat antusias ketika fasilitator meminta untuk berdiskusi

dengan peserta lainnya. Subjek 2 (JM) termasuk peserta yang aktif dalam

berbagi pengalaman kepada peserta lainnya ketika ditanya oleh fasilitator.

Subjek 2 (JM) juga bersemangat ketika menjawab lembar pre-test, post-

test, maupun follow-up walaupun sedikit kesulitan untuk membaca dan

menjawabnya sehingga harus dibantu oleh co-fasilitator.

Pada saat pelaksanaan pertemuan ke-2 (post-test), skor kesejahteraan

psikologis subjek mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari skor

yang diperoleh subjek yaitu 63, yang termasuk dalam kategori tinggi.

Tekanan darah subjek pada saat post-test adalah 160/90mmHg. Pada saat

follow-up, skor kesejahteraan psikologis subjek tetap berada pada angka

63. Tekanan darah yang dimiliki subjek 2 (JM) pada saat follow-up adalah

140/90 mmHg. Subjek 2 (JM) merasakan adanya perbedaan kondisi antara

sebelum dan sesudah mengikuti pelaksanaan pelatihan manajemen stres.

Sebelum mengikuti pelatihan manajemen stres, subjek 2 (JM) merasa

bahwa selalu bersikap negatif ketika menghadapi situasi yang menekan

sehingga kurang dapat mengontrol emosi dan perasaannya. Selain itu,

Page 118: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

100

subjek 2 (JM) mengaku mudah merasa tersinggung dengan perkataan orang

lain. Setelah mengikuti pelatihan manajemen stres, subjek 2 (JM) merasa

lebih baik karena dapat memahami penyebab datangnya situasi menekan

yang selama ini dirasakan. Subjek 2 (JM) menyadari bahwa penyebab

tersebut berasal dari pikirannya sendiri sehingga subjek 2 (JM) merasa

perlu untuk melawan pikiran negatif yang muncul tersebut.

Setelah pelaksanaan kegiatan, subjek 2 (JM) masih tetap melaksanakan

teknik relaksasi deep-breathing dan berusaha melawan pikiran negatif

ketika berhadapan dengan situasi yang menekan. Menurut subjek 2 (JM),

hal tersebut cukup efektif karena membuat tubuhnya menjadi lebih segar

dan pikirannya menjadi lebih tenang sehingga dapat berpikir jernih. Subjek

2 (JM) juga mengaku bahwa saat ini tidak mudah tersinggung dengan

perkataan orang lain dan lebih mudah memaafkan orang lain.

Grafik 5 Skor Subjek 2 (JM) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up

48

50

52

54

56

58

60

62

64

Subjek 2 (JM)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 119: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

101

c. Subjek 3 (MS)

Subjek 3 (MS) berusia 71 tahun dan berjenis kelamin laki-laki.

Berdasarkan hasil pengisian skala kesejahteraan psikologis sebelum

pelaksanaan pelatihan manajemen stres (pre-test) diketahui bahwa

kesejahteraan psikologis subjek termasuk dalam kategori sedang dengan

jumlah skor sebesar 51. Selain itu, tekanan darah subjek 3 (MS) pada saat

pre-test adalah 180/130 mmHg. Subjek 3 (MS) tidak menjalani

pemeriksaan rutin di fasilitas kesehatan dan tidak mengkonsumsi obat

hipertensi. Menurut subjek 3 (MS), penyakit hipertensi yang dialaminya

disebabkan karena gaya hidup terutama pola makan ketika masih muda.

Semenjak subjek 3 (MS) berusia lanjut, tekanan darah yang dimilikinya

sering tidak stabil bahkan cenderung tinggi, apalagi jika subjek 3 (MS)

mengalami sulit tidur dan kelelakan. Subjek 3 (MS) juga mengatakan

bahwa ada penyakit lain yang dialaminya yaitu asam urat yang

menyebabkan tangan dan kaki subjek 3 (MS) menjadi kaku dan sulit untuk

digerakkan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama 2 kali pelaksanaan

pertemuan pelatihan manajemen stres di Laboratorium Psikologi, terlihat

bahwa subjek 3 (MS) dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Subjek 3

(MS) dapat fokus ketika fasilitator sedang menjelaskan materi dan

mengamati peserta yang lainnya ketika sedang memberikan pendapatnya.

Terkadang subjek 3 (MS) terlihat menggerakkan tangan karena terasa kaku

dan sulit untuk digerakkan. Subjek 3 (MS) termasuk peserta yang pasif

Page 120: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

102

karena akan mengemukakan pendapatnya hanya ketika ditanya oleh

fasilitator saja. Meskipun demikian ketika ditanya oleh fasilitator, subjek 3

(MS) terlihat antusias saat membagikan pengalaman terkait dengan apa

yang pernah dialaminya.

Pada saat pelaksanaan pertemuan ke-2 (post-test), skor kesejahteraan

psikologis subjek 3 (MS) tidak mengalami peningkatan. Hal ini dapat

dilihat dari skor yang diperoleh subjek yaitu 51 dan masih termasuk dalam

kategori sedang. Tekanan darah subjek pada saat post-test adalah 140/90

mmHg. Sedangkan pada saat follow-up, skor kesejahteraan psikologis

subjek mengalami peningkatan sebanyak 3 angka yaitu 54. Tekanan darah

yang dimiliki subjek 3 (MS) pada saat follow-up adalah 120/90 mmHg.

Subjek 3 (MS) merasakan adanya perbedaan kondisi antara sebelum dan

sesudah mengikuti pelaksanaan pelatihan manajemen stres. Sebelumnya,

subjek 3 (MS) mengaku bahwa apabila asam uratnya sedang kambuh,

kedua tangan dan kedua kakinya tidak dapat digerakkan sehingga

menghambat kegiatannya sehari-hari. Saat asam urat tersebut sedang

kambuh, subjek 3 (MS) sering berpikiran negatif, merasa tidak berdaya,

sehingga muncullah emosi negatif yang mengakibatkan tekanan darahnya

juga mengalami peningkatan. Setelah mengikuti pelatihan manajemen

stres, subjek 3 (MS) merasakan adanya ketenangan dalam dirinya dan lebih

dapat mengontrol emosinya ketika asam uratnya sedang kambuh. Subjek 3

(MS) juga mengaku pikirannya lebih tenang dan lebih nyaman ketika

melakukan relaksasi deep-breathing

Page 121: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

103

Grafik 6 Skor Subjek 3 (MS) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up

d. Subjek 4 (AT)

Subjek 4 (AT) berusia 64 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan hasil pengisian skala kesejahteraan psikologis sebelum

pelaksanaan pelatihan manajemen stres (pre-test) diketahui bahwa skor

kesejahteraan psikologis subjek termasuk dalam kategori sedang dengan

jumlah skor sebesar 51. Selain itu, tekanan darah subjek 4 (AT) pada saat

pre-test adalah 180/90 mmHg. Subjek 4 (AT) tidak menjalani pemeriksaan

rutin di fasilitas kesehatan serta tidak mengkonsumsi obat hipertensi.

Menurut subjek 4 (AT), penyakit hipertensi yang dialaminya disebabkan

karena banyaknya pikiran yang muncul beberapa bulan terakhir mengenai

kesembuhan suaminya. Kecelakaan yang dialami subjek 4 (AT) juga

menjadi salah satu penyebabnya munculnya penyakit hipertensi.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama dua kali pertemuan

pelatihan manajemen stres di Laboratorium Psikologi UII, terlihat bahwa

subjek 4 (AT) dapat mengikuti pelaksanaan kegiatan dengan baik. Subjek

4 (AT) dapat fokus ketika fasilitator sedang menjelaskan materi dan

49

50

51

52

53

54

55

Subjek 3 (MS)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 122: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

104

memperhatikan peserta lain ketika sedang memberikan pendapatnya.

Selain itu, subjek 4 (AT) juga membagikan pengalamannya kepada peserta

yang lainnya mengenai penyakit hipertensi yang dialaminya. Jika

dibandingkan dengan peserta yang lainnya, subjek 4 (AT) termasuk

peserta yang aktif.

Pada saat pelaksanaan pertemuan ke-2 (post-test), skor kesejahteraan

psikologis subjek 4 (AT) mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari

skor yang diperoleh subjek yaitu 60, yang termasuk dalam kategori tinggi.

Tekanan darah yang dimiliki oleh subjek pada saat post-test yaitu 140/90

mmHg. Sedangkan pada saat follow-up, skor kesejahteraan psikologis

yang dimiliki subjek mengalami peningkatan yaitu 64. Tekanan darah

subjek pada saat follow-up adalah 120/90 mmHg. Subjek 4 (AT)

merasakan adanya perbedaan kondisi antara sebelum dan sesudah

mengikuti pelatihan manajemen stres. Menurut subjek 4 (AT), pelatihan

manajemen stres ini berdampak positif pada diri subjek, karena subjek 4

(AT) mampu mengatasi masalah yang cukup menekan.

Setelah pelaksanaan pelatihan manajemen stres, subjek 4 (AT)

mengaku telah mencoba menerapkan teknik relaksasi deep-breathing dan

avoiding negative self-talk di rumah ketika dihadapkan pada situasi-situasi

yang menekan. Subjek 4 (AT) merasa hati dan pikirannya menjadi lebih

tenang setelah melakukan relaksasi deep-breathing. Selain itu, subjek 4

(AT) merasa menjadi tidak tergesa-gesa dalam melakukan dan

memutuskan sesuatu.

Page 123: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

105

Grafik 7 Skor Subjek 4 (AT) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up

e. Subjek 5 (SS)

Subjek 5 (SS) berusia 77 tahun dan berjenis kelamin perempuan.

Berdasarkan hasil pengisian skala kesejahteraan psikologis sebelum

pelaksanaan pelatihan manajemen stres (pre-test) diketahui bahwa

kesejahteraan psikologis subjek termasuk dalam kategori sedang dengan

jumlah skor sebesar 51. Selain itu, tekanan darah subjek 5 (SS) pada saat

pre-test adalah 140/80 mmHg. Subjek 5 (SS) tidak menjalani pemeriksaan

rutin di fasilitas kesehatan dan tidak mengkonsumsi obat hipertensi.

Menurut subjek 5 (SS), penyakit hipertensi yang dialaminya disebabkan

karena gaya hidup terutama pola makan ketika masih muda. Semenjak

subjek 5 (SS) berusia lanjut, tekanan darah yang dimilikinya sering tidak

stabil bahkan cenderung tinggi, apalagi jika subjek 5 (SS) mengalami sulit

tidur dan kelelakan.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan selama 2 kali pelaksanaan

pertemuan pelatihan manajemen stres di Laboratorium Psikologi, terlihat

0

10

20

30

40

50

60

70

Subjek 4 (AT)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 124: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

106

bahwa subjek 5 (SS) dapat mengikuti pelatihan dengan baik. Subjek 5 (SS)

dapat fokus ketika fasilitator sedang menjelaskan materi. Terkadang subjek

5 (SS) terlihat mengamati peserta yang lainnya ketika sedang memberikan

pendapatnya. Subjek 5 (SS) termasuk peserta yang pasif karena akan

mengemukakan pendapatnya hanya ketika ditanya oleh fasilitator saja.

Meskipun demikian ketika ditanya oleh fasilitator, subjek 5 (SS) terlihat

antusias saat membagikan pengalaman terkait dengan apa yang pernah

dialaminya.

Pada saat pelaksanaan pertemuan ke-2 (post-test), skor kesejahteraan

psikologis subjek 5 (SS) mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari

skor yang diperoleh subjek yaitu 55 dan termasuk dalam kategori tinggi.

Tekanan darah subjek pada saat post-test adalah140/90 mmHg. Sedangkan

pada saat follow-up, skor kesejahteraan psikologis subjek mengalami

peningkatan sebanyak 5 angka yaitu menjadi 61. Tekanan darah yang

dimiliki subjek 5 (SS) pada saat follow-up adalah 140/90 mmHg. Subjek 5

(SS) merasakan adanya perbedaan kondisi antara sebelum dan sesudah

mengikuti pelaksanaan pelatihan manajemen stres. Sebelumnya, subjek 5

(SS) mengaku bahwa sedang dalam situasi yang sangat menekan, subjek 5

(SS) sering menyalahkan keadaan di sekitarnya. Setelah mengikuti

pelatihan manajemen stres, subjek 5 (SS) merasa lebih dapat memahami

orang lain maupun keadaan di sekitarnya ketika dihadapkan pada situasi

yang menekan. Subjek 5 (SS) juga mengaku pikirannya lebih tenang dan

lebih nyaman ketika melakukan relaksasi deep-breathing. Selain itu, subjek

Page 125: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

107

5 (SS) mengaku lebih sehat dan segar setelah melakukan relaksasi deep-

breathing.

Grafik 8 Skor Subjek 5 (SS) pada Saat Pre-test, Post-test dan Follow-up

D. Pembahasan

Penyakit kronis yang dialami oleh individu dapat menyebabkan banyak

munculnya permasalahan psikologis bagi penderitanya termasuk pada

pasien hipertensi. Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa salah satu

permasalahan yang dimiliki oleh pasien hipertensi adalah rendahnya

kesejahteraan psikologis (Manju & Singh, 2014). Rendahnya tingkat

kesejahteraan psikologis pada pasien hipertensi dapat dilihat dari adanya

penolakan terhadap sakit yang diderita, penguasaan lingkungan dan

pengembangan diri yang rendah, kurangnya interaksi dengan orang lain,

kurangnya kepatuhan dalam menjalani pengobatan dan perawatan, serta

tujuan hidup yang terhalang atau tidak tercapai (Manju & Singh, 2014).

Kondisi kesejahteraan psikologis tersebut dapat dilihat dari skor yang

dimiliki masing-masing subjek. Berdasarkan hasil skor kesejahteraan

46

48

50

52

54

56

58

60

62

Subjek 5 (SS)

Pre-test Post-test Follow-up

Page 126: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

108

psikologis, pada kelompok eksperimen baik secara rerata maupun secara

individu pada masing-masing subjek, dapat diketahui bahwa terdapat

peningkatan skor pada seluruh responden setelah mengikuti pelatihan

manajemen stres. Selain itu, para subjek juga mengalami peningkatan

kategori skor kesejahteraan psikologis dari sedang menjadi tinggi setelah

mengikuti pelatihan manajemen stres. Hal tersebut sesuai dengan

pernyataan subjek penelitian baik pada saat pelatihan maupun follow-up.

Seluruh subjek menunjukkan respon yang positif serta perubahan diri

menjadi lebih baik setelah mengikuti pelatihan manajemen stres. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Brown dan Vanable (2008)

yang mengatakan bahwa pelatihan manajemen stress memberikan

perubahan yang positif pada diri individu yang ditandai dengan peningkatan

fungsi psikologis secara umum.

Subjek 1 (HW) menyatakan bahwa pelatihan manajemen stres sangat

efektif dan dapat membuat subjek 1 (HW) merasa jauh lebih baik. Hal

tersebut ditandai dengan tubuh menjadi lebih nyaman, pikiran menjadi lebih

tenang, suasana hati lebih tenang dan nyaman sehingga tidak mudah

terpancing emosi. Menurut subjek 2 (JM), pelatihan manajemen stres sangat

baik dalam membantu subjek 2 (JM) menjadi pribadi yang lebih positif.

Setelah melakukan pelatihan manajemen stres secara mandiri, subjek 2 (JM)

merasa lebih baik karena dapat memahami penyebab datangnya situasi yang

menekan sehingga perlu untuk melawan pikiran-pikiran negatif yang

Page 127: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

109

muncul. Selain itu, subjek 2 (JM) tidak lagi mudah tersinggung dengan

perkataan orang lain dan lebih mudah memaafkan orang lain.

Subjek 3 (MS) mengatakan bahwa pelatihan manajemen stres

memberikan dampak positif bagi diri subjek. Subjek 3 (MS) yang semula

merasa tidak berdaya, mudah berpikiran negatif dan muncul emosi negatif

ketika penyakit asam uratnya kambuh sehingga tekanan darah menjadi naik.

Setelah mengikuti pelatihan manajemen stres, subjek 3 (MS) lebih dapat

mengontrol emosinya, pikirannya lebih tenang dan perasaannya lebih

nyaman. Menurut subjek 4 (AT), pelatihan manajemen stres memiliki

dampak yang positif bagi diri subjek karena mampu mengatasi masalah

yang cukup menekan. Selain itu, subjek 4 (AT) mengatakan bahwa

pikirannya menjadi lebih tenang, tidak tergesa-gesa dalam melakukan dan

memutuskan sesuatu setelah mengikuti pelatihan manajemen stres. Subjek

5 (SS) juga mengatakan bahwa pelatihan manajemen stres sangat efektif

karena subjek 5 (SS) merasa lebih dapat memahami orang lain maupun

keadaan disekitarnya. Pikiran dan perasaan subjek 5 (SS) menjadi lebih

tenang setelah mengikuti pelatihan manajemen stres.

Perubahan positif mengacu pada salah satu aspek kesejahteraan

psikologis yaitu pengembangan diri (Ryff & Keyes, 1995). Pengalaman

para subjek setelah mengikuti pelatihan manajemen stres menunjukkan

bahwa ada pengembangan diri kearah positif melalui pelatihan manajemen

stres. Pengembangan diri mengacu pada perasaan bahwa diri individu selalu

mengalami pertumbuhan dan perkembangan kearah positif setiap hari

Page 128: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

110

secara terus menerus (Ryff & Singer, 2006). Andrew, Fisk, dan Rockwood

(2012) melakukan penelitian mengenai pengembangan diri yang memiliki

kaitan dengan kesehatan psikologis individu. Selain aspek pengembangan

diri, terdapat aspek lain dalam kesejahteraan psikologis menurut Ryff dan

Keyes (1995) yaitu hubungan positif dengan orang lain, tujuan hidup,

penerimaan diri, penguasaan lingkungan, serta kemandirian juga

mempengaruhi perubahan-perubahan yang terjadi pada subjek.

Perubahan positif pada diri subjek juga dipengaruhi oleh proses

pelatihan manajemen stres yang dilakukan secara kolektif, bukan individu.

Terdapat penelitian yang mengatakan bahwa hubungan dengan orang lain

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis

(Snyder & Lopez, 2002). Subjek 2 (JM) mengatakan bahwa melalui

pelatihan manajemen stres, subjek 2 (JM) belajar untuk mengontrol

perasaan dan emosinya sehingga tidak mudah tersinggung dengan perkataan

orang lain. Ketika dihadapkan pada sebuah situasi yang menekan, subjek 2

(JM) mengaku selalu berpikiran negatif dan mudah tersinggung dengan

perkataan orang lain. Kemudian subjek 2 (JM) mulai menyadari bahwa

sikapnya selama ini tidak benar dan mulai mempraktekkan manajemen stres

secara mandiri sehingga subjek 2 (JM) lebih dapat memaafkan orang lain

dan tidak mudah tersinggung. Hubungan dengan orang lain yang menjadi

semakin positif sejalan dengan peningkatan fungsi psikologis secara umum

pada individu (Andrew, Fisk & Rockwood, 2012).

Page 129: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

111

Pada sesi avoiding negative self-talk, subjek 3 (MS) merasa lebih dapat

untuk mengontrol emosinya ketika dihadapkan pada situasi yang menekan,

seperti penyakit asam urat yang sering kambuh. Subjek 3 (MS) mengatakan

bahwa kambuhnya penyakit asam urat membuat aktivitasnya menjadi

terhambat, kemudian muncul pikiran dan emosi negatif, perasaan tidak

berdaya, sehingga tekanan darah meningkat akibatnya penyakit

hipertensinya juga akan kambuh. Setelah mengikuti pelatihan manajemen

stres, subjek 3 (MS) merasa bahwa ada ketenangan yang di rasakan dalam

diri subjek 3 (MS) ketika mencoba menghilangkan pikiran-pikiran negatif

yang muncul. Selain itu, subjek 3 (MS) juga masih pergi ke sawah untuk

mencari rumput sebagai pakan ternak walaupun penyakit asam uratnya

sering kambuh. Menurut subjek 3 (MS) penyakitnya ini harus dilawan

karena jika tidak maka ternak-ternaknya tidak bisa makan karena tidak ada

yang mencari rumput. Hal tersebut sejalan dengan salah satu aspek dari

kesejahteraan psikologis yaitu penerimaan diri (Ryff & Keyes, 1995).

Pelatihan manajemen stres membantu para subjek untuk menerima segala

hal baik kelebihan maupun kekurangan yang dimiliki. Salah satu indikator

penting untuk menunjukkan fungsi psikologis yang positif yaitu penerimaan

diri (Wolgast, Lundth & Viborg, 2011).

Setting new goal adalah salah satu sesi yang ada dalam pelatihan

manajemen stres (Taylor, 2009). Sesi tersebut sesuai dengan salah satu

aspek kesejahteraan psikologis yaitu tujuan hidup. Penentuan tujuan hidup

membantu individu memiliki rencana-rencana yang akan dilakukan untuk

Page 130: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

112

meraih tujuan hidupnya serta memiliki keyakinan pasti mengenai arah

kehidupan yang akan dijalani (Ryff & Keyes, 1995). Pada sesi setting new

goal, seluruh subjek menyebutkan dan menceritakan tujuan hidup yang

berkaitan dengan pelatihan manajemen stres. Boudreaux dan Ozer (2013)

mengatakan bahwa individu yang memiliki tujuan hidup yang jelas akan

berdampak secara positif dalam diri individu. Penentuan tujuan dalam

pelatihan manajemen stres ini dapat membuat subjek memiliki target yang

jelas dalam kehidupan yang dijalani.

Keterampilan yang diberikan dalam pelatihan manajemen stres

mempengaruhi dua aspek dari kesejahteraan psikologis yaitu kemandirian

dan penguasaan lingkungan. Melalui pelatihan manajemen stres, subjek

mampu mengatur dirinya sendiri dan menyesuaikan diri dalam kondisi

apapun. Subjek 2 (JM) mengatakan bahwa setelah mengikuti pelatihan

manajemen stres, subjek 2 (JM) mempraktekkan keterampilan tersebut

ketika dihadapkan pada situasi yang menekan. Hasilnya adalah subjek 2

(JM) merasa tubuhnya menjadi lebih segar, pikirannya tenang sehingga

dapat berpikir jernih, tidak mudah tersinggung, dan lebih mudah

memaafkan orang lain. Hal tersebut juga diungkapkan oleh subjek 4 (AT)

yang telah mempraktekkan manajemen stres secara rutin. Menurut subjek 4

(AT), setelah melakukan manajemen stres secara mandiri, subjek

merasakan adanya perubahan kearah positif karena pikirannya menjadi

lebih tenang, tidak tergesa-gesa dalam melakukan dan memutuskan sesuatu.

Pengalaman-pengalaman subjek tersebut menunjukkan bahwa subjek

Page 131: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

113

memiliki kemandirian. Kemandirian mengacu pada kemampuan untuk

melakukan segala sesuatu seorang diri (self-determining) serta mampu

menempatkan diri pada segala bentuk kondisi yang ada (Ryff & Keyes,

1995).

Pada saat dalam kondisi sakit maupun kondisi yang penuh dengan

tekanan, para subjek mampu untuk mengatur dirinya sendiri. Hal tersebut

juga menunjukkan bahwa para subjek memenuhi aspek kesejahteraan

psikologis yaitu penguasaan lingkungan. Penguasaan lingkungan mengacu

pada kemampuan untuk menguasai dan mengatur diri bahkan ketika berada

dalam lingkungan yang sulit (Ryff & Keyes, 1995). Para subjek mampu

menguasai dirinya sendiri dalam berbagai situasi kehidupan, sehingga tidak

terpuruk meskipun dalam situasi yang tidak menyenangkan. Menurut

Hidalgo, dkk (2010), pemahaman individu terhadap permasalahan yang

sedang dialami berkaitan dengan kesejahteraan psikologis pada individu

tersebut. Pelatihan manajemen stres membantu para subjek untuk dapat

memahami dirinya sendiri, sehingga para subjek mampu untuk mengelola

permasalahan-permasalahan tersebut.

Pelatihan manajemen stres selain berdampak secara psikologis, juga

memiliki dampak positif terkait dengan kondisi kesehatan individu.

Penelitian yang dilakukan oleh Varvogli dan Darviri (2011) menunjukkan

bahwa pelatihan manajemen stres merupakan keterampilan yang mudah

untuk dipelajari dan dipraktekkan oleh subjek, sehingga berdampak positif

bagi subjek yang sehat maupun yang subjek yang memiliki masalah

Page 132: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

114

kesehatan tertentu. Menurut penelitian-penelitian sebelumnya yang dikaji

ulang oleh Varvogli dan Darviri (2011), pelatihan manajemen stress

cenderung meningkatkan kesehatan bagi subjek penderita penyakit kronis,

salah satunya adalah hipertensi.

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis

individu adalah kesehatan (Ryff & Keyes, 1995). Pada subjek 3 (MS),

sumber stressfull utama yang selama ini dialami adalah masalah kesehatan

yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit asam urat. Setelah

mengikuti pelatihan manajemen stres, tingkat kesejahteraan psikologis

subjek mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil wawancara pada saat

follow-up, subjek 3 (MS) mengatakan bahwa setelah mengikuti pelatihan

manajemen stres sakit yang diderita subjek 3 (MS) mulai berkurang,

sehingga penyakit hipertensi yang dideritanya tidak mudah kambuh lagi.

Penelitian yang dilakukan oleh Green dan Elliott (2009) menunjukkan hasil

yang sama, bahwa kesehatan memiliki korelasi dengan kesehatan psikologis

subjek, semakin baik kesehatan individu, maka semakin meningkatkan

fungsi psikologis subjek secara umum. Hal tersebut menunjukkan bahwa

kesehatan subjek pada kelompok eksperimen yang semakin membaik

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan positif pada

diri subjek.

Secara kualitatif, pelatihan manajemen stress mempengaruhi

perubahan-perubahan positif pada fungsi psikologis dan fisiologis sehingga

mempengaruhi peningkatan skor kesejahteraan psikologis pada seluruh

Page 133: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

115

subjek dalam kelompok eksperimen. Selain itu, secara raw score seluruh

subjek juga mengalami peningkatan skor kesejahteraan psikologis setelah

mengikuti pelatihan manajemen stres. Akan tetapi, secara analisis statistik

yang telah dilakukan, tidak ada perbedaan yang signifikan antara sebelum

dan setelah pelatihan manajemen stres pada kelompok eksperimen. Pada

kelompok eksperimen, terlihat perbedaan yang signifikan antara sebelum

pelatihan dan tindak lanjut (dua minggu setelah pelatihan). Namun, pada

kelompok kontrol terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan

setelah pelatihan, sebelum pelatihan dan tindak lanjut serta setelah pelatihan

dan tindak lanjut.

Terdapat variabel lain yang masuk ke dalam penelitian yang dapat

mempengaruhi hasil pengukuran skor kesejahteraan psikologis pada subjek.

Hal lain selain variabel independen yang dapat mempengaruhi hasil

penelitian disebut extraneous variable (Kantowitz, Roediger III & Elmes,

2009). Menurut Myers dan Hensen (2006), extraneous variable merupakan

ancaman terhadap validitas internal pada suatu penelitian. Validitas internal

membahas mengenai bagaimana perubahan pada variabel dependen benar-

benar disebabkan oleh manipulasi variabel independen (Coolican, 2009).

Peneliti berharap perubahan skor kesejahteraan psikologis subjek pada

penelitian ini benar-benar disebabkan oleh pelatihan manajemen stres. Akan

tetapi, masuknya hal-hal lain atau extraneous variable selain pelatihan

manajemen stress mempengaruhi hasil pengukuran kesejahteraan

psikologis selama penelitian berlangsung.

Page 134: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

116

Myers dan Hansen (2006) menjelaskan bahwa dalam penelitian

eksperimen yang melibatkan manusia, terdapat hal-hal yang tidak dapat

dikontrol oleh peneliti sehingga mengancam validitas internal yang

akhirnya mempengaruhi hasil penelitian. Terdapat delapan macam

extraneous variable yang dapat mengancam validitas internal dalam

penelitian eksperimen yaitu maturation, history, instrumentation, testing,

selection, statistic regression, subject mortality dan selection interaction

(Campbell, 1957). Pada penelitian pengaruh pelatihan manajemen stres

terhadap kesejahteraan psikologis pada pasien hipertensi, terdapat tiga

ancaman validitas internal yang masuk ke dalam penelitian yaitu history,

selection dan selection interaction yang mempengaruhi hasil penelitian.

History merupakan kejadian-kejadian yang tidak dapat dikendalikan

oleh peneliti yang terjadi selama proses penelitian berlangsung (Myers &

Hensen, 2006). History yang mengancam validitas internal pada penelitian

ini adalah kondisi subjek yang berbeda-beda pada setiap pengukuran.

Permasalahan utama atau situasi menekan yang dialami subjek pada

kelompok kontrol adalah kesibukan masing-masing subjek. Hal tersebut

dikarenakan pekerjaan yang berbeda-beda dari masing-masing subjek pada

kelompok kontrol. Pada pengukuran pertama, para subjek sedang berada

dalam kondisi yang banyak tuntutan dalam hal pekerjaannya yang membuat

diri subjek menjadi tertekan. Akan tetapi, pada pengukuran kedua dan

ketiga para subjek berada dalam kondisi netral, sedang tidak banyak

tuntutan dalam pekerjaan dan kehidupan sehari-hari. Hal tersebut

Page 135: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

117

mempengaruhi kenaikan skor kesejahteraan psikologis pada pengukuran

kedua dan ketiga.

Pada kelompok eksperimen, kondisi yang menekan yang dialami oleh

satu orang subjek terkait dengan penyakit lain yang dideritanya, satu orang

subjek terkait dengan pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan

dalam hal gaya hidup dan pola makan. Kemudian, satu orang subjek

mengatakan bahwa sering mengalami sakit kepala, serta dua orang subjek

terkait dengan kecelakaan yang pernah dialami. Kondisi yang berbeda-beda

dari setiap subjek dalam menghadapi situasi yang menekan dapat

mempengaruhi perubahan skor kesejahteraan psikologis subjek pada

kelompok eksperimen setelah mengikuti pelatihan manajemen stres. Hal

tersebut sejalan dengan penjelasan Snyder dan Lopez (2002) bahwa kondisi

yang penuh dengan tekanan atau stres cenderung menurunkan kesejahteraan

psikologis individu. Kenaikan maupun penurunan skor kesejahteraan

psikologis pada subjek tidak hanya dipengaruhi oleh pelatihan manajemen

stres, tetapi juga dipengaruhi oleh situasi atau kondisi yang menekan yang

berbeda-beda pada setiap subjek.

History lain yang mengancam validitas pada penelitian ini adalah

interaksi yang terjadi pada subjek kelompok kontrol selama pelatihan

manajemen stres berlangsung. Selama penelitian, subjek pada kelompok

kontrol melakukan berbagai aktivitas antara lain melakukan kunjungan

wisata dengan sesama pasien hipertensi. Para subjek bertemu dengan teman

sesama pasien hipertensi, sharing pengalaman mengenai masalah-masalah

Page 136: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

118

atau kondisi menekan yang dialami, saling memberi penguatan terhadap

satu sama lain sehingga terbangun ikatan yang kuat antar sesama pasien

hipertensi. Kualitas hubungan sosial dengan orang lain mempengaruhi

kondisi psikologis individu karena memberikan kepuasan yang lebih besar

yang berkitan dengan kualitas hidup (Novita, 2017). Hubungan sosial yang

negatif akan memunculkan respon negatif, begitu pula sebaliknya hubungan

sosial yang positif akan memunculkan respon yang positif pula (Haczku &

Panettieri, 2010). Hubungan positif dengan orang lain merupakan salah satu

aspek kesejahteraan psikologis (Ryff & Keyes, 1995). Hubungan positif

dengan orang lain pada kelompok kontrol merupakan salah satu hal yang

dapat mempengaruhi peningkatan skor kesejahteraan psikologis subjek

pada pengukuran kedua tanpa diberi perlakuan berupa pelatihan manajemen

stres.

Ancaman terhadap validitas internal selanjutnya adalah selection.

Menurut Myers dan Hensen (2006), selection disebabkan oleh perbedaan

jumlah subjek yang terlalu jauh antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Selain itu, selection juga disebabkan oleh tidak adanya pembagian

secara random antara subjek pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Pada penelitian ini, selection terjadi pada pembagian kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol tanpa adanya randomisasi. Pada awalnya,

peneliti sudah membagi subjek kedalam kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol sesuai dengan ketentuan, namun hal tersebut tidak dapat

dilakukan karena kesibukan masing-masing subjek dan perbedaan jadwal.

Page 137: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

119

Hal tersebut menyebabkan pembagian subjek pada kelompok eksperimen

dan kelompok konrol dilakukan berdasarkan area wilayah subjek.

Pembagian subjek dengan cara seperti itu menyebabkan terjadi

perbedaan skor kesejahteraan psikologis yang tidak seimbang antara

kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol. Skor kesejahteraan

psikologis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol sama-sama

mengalami peningkatan dari sebelum pelatihan, setelah pelatihan, maupun

tindak lanjut. Ketika dilakukan analisis statistik, tidak terdapat perbedaan

yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kontrol setelah pelatihan

manajemen stres.

Selection interaction merupakan kombinasi dari ancaman selection

yang dikombinasikan dengan ancaman lain dalam penelitian (Myers &

Hensen, 2006). Ancaman selection interaction yang mempengaruhi

validitas internal pada penelitian yang berjudul pengaruh pelatihan

manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis pada pasien hipertensi

adalah kombinasi dari ancaman selection dan history. Pembagian kelompok

eksperimen dan kelompok konrol pada kelompok ini tidak menggunakan

teknik randomisasi. Selain itu, subjek pada kedua kelompok tersebut sama-

sama mengalami kenaikan skor kesejahteraan psikologis pada pengukuran

kedua (setelah dilakukan pelatihan manajemen stres pada kelompok

eksperimen). Setelah digali lebih lanjut, ternyata sejak awal responden

kelompok kontol memiliki skor kesejahteraan psikologis yang hampir sama

dengan kelompok eksperimen.

Page 138: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

120

Kondisi yang penuh dengan tekanan dari para subjek yang berbeda-

beda pada setiap pengukuran juga mempengaruhi hasil pada masing-masing

kelompok. Kondisi yang berbeda pada setiap pengukuran, ditambah dengan

skor kesejahteraan psikologis kelompok kontrol menyebabkan adanya

peningkatan skor kesejahteraan psikologis pada pengukuran kedua dan

ketiga karena kondisi yang lebih kondusif. Perubahan skor tersebut tidak

dipengaruhi oleh pelatihan manajemen stres. Begitu pula dengan subjek

pada kelompok eksperimen. Perubahan skor kesejahteraan psikologis selain

disebabkan oleh pelatihan manajemen stres juga dipengaruhi oleh kondisi

tersebut. Kombinasi pembagian kelompok antara kelompok eksperimen dan

kelompok kontrol tanpa randomisasi dan kondisi lain pada subjek

merupakan ancaman validitas internal yang menyebabkan perubahan skor

kesejahteraan psikologis selain dipengaruhi oleh pelatihan manajemen stres

yang dilakukan.

Masuknya faktor dari kesejahteraan psikologis ke dalam penelitian juga

menyebabkan kenaikan skor yang signifikan pada kelompok kontrol. Faktor

dari kesejahteraan psikologis antara lain religiusitas. Subjek 6 (PT)

mengatakan bahwa akhir-akhir ini subjek 6 (PT) menambah intensitas

ibadah sunnahnya, karena pada awal tahun 2019 subjek 6 (PT) mengalami

hal yang membuatnya ingin selalu dekat dengan Sang Pencipta. Namun

subjek 6 (PT) tidak mengatakan peristiwa seperti apa karena menurut subjek

6 (PT) itu tidak untuk diberitahukan kepada siapapun. Setelah mengalami

peristiwa yang membuat subjek 6 (PT) ingin selalu dekat dengan Allah,

Page 139: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

121

subjek 6 (PT) menjadi lebih sering melakukan sholat tahajud, sholat dhuha,

puasa sunnah. Subjek 6 (PT) mengatakan bahwa puasa juga merupakan

salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan kekambuhan penyakit

hipertensi. Dokter telah menyarankan subjek 6 (PT) untuk melakukan diet

agar kemungkinan kekambuhan semakin kecil, namun subjek 6 (PT) belum

menemukan cara yang tepat untuk diet. Barulah di awal tahun 2019 subjek

6 (PT) menyadari bahwa puasa merupakan salah satu cara untuk

mendekatkan diri dengan Allah dan juga merupakan diet yang tepat. Hal

tersebut sejalan dengan pendapat Ellison (Taylor, 2009) bahwa agama dapat

meningkatkan kesejahteraan psikologis dalam diri individu. Selain itu,

Parveen & Maqbool (2016) juga menyebutkan bahwa spiritualitas dan

kesejahteraan psikologis memiliki hubungan yang positif, artinya ketika

individu memiliki hubungan yang baik dengan Tuhan, rajin beribadah dan

selalu taat dengan segala perintahNya, maka individu tersebut memiliki

kesejahteraan psikologis yang baik.

Faktor lain dari kesejahteraan psikologis ialah dukungan sosial

khususnya dari keluarga. Dukungan sosial keluarga dapat meningkatkan

kesejahteraan psikologis individu. Subjek 6 (PT) mengatakan bahwa

penyakit hipertensi yang dialami oleh subjek 6 (PT) salah satu penyebabnya

yaitu anak. Subjek 6 (PT) terlalu memikirkan anak bungsunya yang agak

sulit untuk dikendalikan dan melakukan sesuatu sesuai dengan

keinginannya sendiri. Subjek 6 (PT) dan suami menginginkan agar anak

bungsunya melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, namun anak

Page 140: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

122

bungsunya tidak mau mengikuti keinginan orangtuanya dan memilih

menganggur di rumah dan meminta kepada orangtuanya untuk dibelikan

motor ninja. Subjek 6 (PT) merasa gagal dalam mendidik anak,

menyalahkan diri sendiri dan selalu memendam kekesalan kepada sang

anak. Setelah satu tahun anak bungsunya menganggur di rumah, tiba-tiba

anak bungsunya tersebut meminta izin kepada subjek 6 (PT) untuk bekerja.

Kemudian dengan senang hati subjek 6 (PT) mengizinkan putranya untuk

bekerja, beberapa bulan kemudian subjek 6 (PT) mendapatkan hadiah dari

sang anak. Anak bungsu subjek 6 (PT) juga sudah mampu membayar cicilan

motor ninja kepada subjek 6 (PT) karena dulu subjek 6 (PT) memberinya

motor ninja saat belum bekerja.

Subjek 6 (PT) merasa sangat senang karena akhirnya anak bungsunya

sudah menemukan jalan yang diinginkan walaupun tidak sesuai dengan

harapan subjek 6 (PT) tetapi setidaknya anak bungsunya tidak menganggur

di rumah. Subjek 6 (PT) mengatakan semenjak anak bungsunya bekerja,

pikiran subjek 6 (PT) menjadi lebih tenang, hidupnya menjadi lebih damai

dan tentram, serta keluarganya semakin harmonis. Hal tersebut sesuai

dengan penelitian Desiningrum (2010) bahwa dukungan sosial sangat erat

kaitannya dengan hubungan yang harmonis dengan orang lain sehingga

individu tersebut mengetahui bahwa orang lain peduli, menghargai, dan

mencintai dirinya. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa semakin tinggi

dukungan keluarga yang diberikan kepada ibu, maka semakin tinggi pula

kesejahteraan psikologis yang didapatkan (Adha, 2018).

Page 141: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

123

Faktor lain dari kesejahteraan psikologis adalah usia. Usia subjek

kelompok eksperimen yang paling sedikit adalah 38 tahun, sedangkan usia

yang paling banyak adalah 77 tahun. Perbedaan usia yang relatif jauh pada

subjek kelompok eksperimen menjadikan salah satu penyebab tidak adanya

pengaruh pelatihan manajemen stres. Usia produktif masyarakat Indonesia

menurut Kemenkes RI (2018) adalah 15-64 tahun, karena jumlah penduduk

pada usia tersebut jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan usia anak-

anak dan lansia. Aisyah dan Chisol (2018) mengungkapkan bahwa pada

aspek penguasaan lingkungan akan mengalami peningkatan seiring

bertambahnya usia, karena individu semakin mengetahui keadaan yang

terbaik bagi dirinya sehingga individu akan semakin mampu mengatur

lingkungannya. Pada aspek tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi,

menunjukkan penurunan yang drastis seiring dengan bertambahnya usia.

Modifikasi modul pelatihan manajemen stres juga mempengaruhi hasil

penelitian, selain karena ancaman-ancaman validitas internal dengan

masuknya extraneous variable. Modul pelatihan manajemen stres yang

digunakan dalam penelitian ini merupakan modifikasi dari modul pelatihan

manajemen stres yang disusun oleh Putrikita (2018) berdasarkan tahapan

manajemen stres yang dikemukakan oleh Taylor (2009). Berdasarkan

modul yang disusun oleh (Putrikita, 2018), terdapat empat kali pertemuan,

dimana masing-masing pertemuan dilakukan setiap minggu, sehingga jarak

antara pertemuan pertama dengan pertemuan berikutnya adalah satu

minggu. Peneliti melakukan modifikasi modul dengan jumlah pertemuan

Page 142: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

124

yang berbeda yaitu hanya dua kali pertemuan, dalam dua minggu. Jarak

antara pertemuan pertama dengan pertemuan kedua adalah satu minggu.

Peneliti menganggap bahwa empat kali pertemuan terlalu banyak bagi

subjek yang memiliki usia lanjut dan dengan penyakit hipertensi, tetapi

setelah dipersingkat menjadi dua pertemuan dan diterapkan ke subjek, hal

tersebut menjadi kelemahan karena materi yang disampaikan terlalu cepat.

Pelatihan manajemen stres yang dilakukan terhadap kelompok

eksperimen membawa dampak positif terhadap subjek pada kelompok

tersebut. Subjek mengalami perubahan-perubahan positif baik secara

psikologis maupun fisiologis. Secara raw score dan hasil kualitatif

menunjukkan adanya peningkatan skor kesejahteraan psikologis pada

kelompok eksperimen setelah mengikuti pelatihan. Berdasarkan hal

tersebut, pelatihan manajemen stres penting dilakukan terhadap pasien

hipertensi karena memunculkan hal-hal positif. Setelah mengikuti pelatihan

manajemen stres dan melakukannya secara mandiri di rumah, para subjek

merasa lebih baik. Perubahan positif baik secara psikologis maupun

fisiologis diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan psikologis secara

menyeluruh seiring berjalannya waktu. Pelatihan manajemen stres ini perlu

untuk dilakukan secara mandiri dan terus menerus guna menciptakan

kesejahteraan psikologis yang baik bagi individu.

Page 143: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

125

E. Evaluasi

Secara garis besar, penelitian yang berjudul pengaruh pelatihan

manajemen stres terhadap kesejahteraan psikologis pasien hipertensi

berjalan dengan lancar. Fasilitator memperhatikan para peserta secara

seksama satu per satu, sehingga memahami berbagai respon yang muncul

dari para peserta. Fasilitator juga menjawab seluruh pertanyaan dari para

peserta pelatihan dengan baik. Pengalaman-pengalaman yang dibagikan

oleh para peserta didalam forum juga ditanggapi dengan baik oleh

fasilitator. Co-fasilitator tanggap terhadap kebutuhan fasilitator dan peserta.

Pelatihan manajemen stres secara umum dilaksanakan sesuai dengan

jadwal, begitu juga dengan pelaksanaan follow-up. Pelaksanaan follow-up

berlangsung dua minggu setelah pertemuan terakhir pelaksanaan pelatihan

manajemen stres. Selama pelaksanaan pelatihan manajemen stres, jumlah

peserta pelatihan tidak mengalami perubahan, baik pada kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen, jumlah

peserta yang hadir pada pertemuan pertama dan kedua sebanyak sepuluh

orang, namun yang diukur dan dijadikan subjek penelitian hanya lima

orang. Hal tersebut disebabkan karena subjek penelitian pada kelompok

eksperimen berasal dari satu daerah yang sama sehingga peneliti khawatir

akan terjadi kecemburuan sosial apabila hanya sebagian saja yang diminta

untuk mengikuti pelatihan di kampus UII. Lima dari sepuluh subjek

penelitian memiliki skor kesejahteraan psikologis yang tinggi, sedangkan

lima lainnya berada dalam kategori sedang.

Page 144: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

126

Pada kelompok kontrol, jumlah subjek tidak mengalami perubahan

yaitu sebanyak lima orang. Peneliti sebenarnya akan melakukan waiting list

pada kelompok kontrol setelah pengukuran selesai dilakukan, akan tetapi

kesibukan dan jadwal yang tidak dapat disamakan dari masing-masing

subjek membuat rencana ini tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, peneliti

memberikan materi sebagai ganti dari pelatihan manajemen stress kepada

masing-masing subjek. Materi tersebut berisi pengertian stres, respon stres,

penyebab stres, dampak stres yang berkepanjangan, cara mengatasi stres

seperti berpikir positif dan optimis, serta cara menenangkan diri dengan

relaksasi pernafasan ketika menghadapi situasi yang menekan.

Kelemahan dalam penelitian ini adalah masuknya extraneous variable

berupa history, selection, dan selection interaction ke dalam penelitian

sehingga mengancam validitas internal. Hal lain seperti kondisi subjek yang

berbeda-beda pada setiap pengukuran, interaksi para subjek dengan orang

lain selama proses pelatihan berlangsung, subjek yang memiliki skor tinggi

tetapi tetap mengikuti pelatihan merupakan variabel yang mempengaruhi

perubahan skor kesejahteraan psikologis subjek selain pelatihan manajemen

stres. Kelemahan lain dalan penelitian ini adalah jarak waktu yang terlalu

lama antara pelaksanaan pretest dan posttest sehingga mengakibatkan

masuknya faktor-faktor yang mempengaruhi meningkatnya kesejahteraan

psikologis. Kemudian, penelitian ini juga memiliki kelemahan yaitu modul

penelitian yang kurang sesuai dengan karakteristik subjek yaitu lansia.

Selain itu, jumlah pertemuan yang terlalu sedikit juga menyebabkan materi

Page 145: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

127

yang didapatkan oleh para subjek menjadi kurang maksimal karena

keterbatasan waktu.

Page 146: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

128

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol setelah melakukan

pelatihan manajemen stres. Meskipun demikian, pelatihan manajemen stres

memiliki dampak yang positif bagi para subjek penelitian, khususnya kelompok

eksperimen. Setelah mengikuti pelathan manajemen stress, seluruh subjek pada

kelompok eksperimen mengalami perubahan yang positif baik secara psikologis

maupun fisiologis, yaitu peningkatan fungsi psikologis dan kesehatan yang

membaik.

B. Saran

1. Penelitian Berikutnya

a. Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik

yang sama, disarankan untuk memberikan pelatihan manajemen stres

kepada kelompok kontrol dengan durasi yang sama apabila

memungkinkan.

b. Peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan penelitian terkait

dengan pelatihan manajemen stres disarankan untuk mengganti subjek

penelitian dengan penyakit kronis yang lain, karena pelatihan manajemen

Page 147: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

129

stres terbukti mampu mengurangi rasa sakit dan meminimalisir

kekambuhan.

c. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih ketat dalam mengendalikan ancaman-

ancaman terhadap validitas internal sehingga extraneous variable tidak

mempengaruhi hasil penelitian.

d. Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan modifikasi modul

penelitian yang disesuaikan dengan karakteristik subjek, menentukan

jumlah pertemuan dengan tepat dan melakukan uji coba modul kepada

subjek yang sesuai.

e. Peneliti selanjutnya diharapkan mampu memperhatikan jeda waktu

pelaksanaan pretest dan posttest. Sebaiknya dalam pengambilan data awal

(screening), subjek penelitian dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian

setelah memenuhi syarat penelitian baru diberikan kuisioner yang

digunakan sebagai pretest

2. Subjek Penelitian

a. Subjek pelatihan diharapkan untuk tetap melakukan manajemen stres

secara mandiri dan rutin agar semakin terbiasa.

b. Subjek penelitian diharapkan untuk menerapkan teknik relaksasi

pernafasan secara mandiri ketika menghadapi situasi yang menekan.

Page 148: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

130

DAFTAR PUSTAKA

Adha, H.D. (2018). Hubungan dukungan keluarga dan kesejahteraan psikologis ibu

pekerja paruh waktu. Skripsi. Universitas Islam Indonesia

Adib, M. (2009). Cara mudah memahami & menghadapi hipertensi, jantung &

stroke. Yogyakarta: Dianaloka Pustaka.

Alsairafi, M., Alshamali, K. & Al-rashed, A. (2010). Effect of physical activity on

controlling blood pressure among hypertensive patients from mishref area of

kuwait. Europe Journal Medical, 7 (4)

Andrew, M.K, Fisk, J.D., & Rockwood, K. (2012). Psychological well-being in

relation to frailty: a frailty identity crisis?. Journal of International

Psychogeriatric, 24 (8), 1347-1353

Anggraieni, W.N. & Subandi. (2014). Pengaruh terapi relaksasi dzikir untuk

menurunkan stres pada penderita hipertensi esensial. Jurnal Intervensi

Psikologi, 6 (1)

Aisyah, A., & Chisol, R. (2018). Rasa syukur kaitannya dengan kesejahteraan

psikologis pada guru honorer sekolah dasar. Proyeksi, 13 (2), 1-14

Azwar, S. (1998). Psikologi eksperimen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2005). Dasar-dasar psikometri. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Boudreaux, M.J., & Ozer, D.J. (2013). Goal conflict, goal striving, and

psychological well-being. Journal of motivation emotion, 37, 433-443

Brannon, L. & Feist, J. (2010). Health psychology, an introduction to behavior and

health seventh edition. USA: Wadsworth Cengage Learning

Brown, J.L., & Vanable, P.A. (2008). Cognitive-behavioral stress management

interventions for person living with HIV: A review and critique of the

literature. Journal of ann. behav. med., 3, 26-40

Campbell, D.T. (1957). Factors relevant to the validity of experiments in social

setting. Psychological Bulletin, 54, 297-312

Cohen, S., & Williamson, G. (1988). Perceived stress in a probability sample of the

U.S. In S. Spacapam & S. Oskamp (Eds.), The social psychology of health:

Claremont Symposium on Applied Social Psychology. Newbury Park, CA:

Sage

Page 149: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

131

Coolican, H. (2009). Research methods and statistics in psychology, fifth edition.

UK: Hooder Education

Daubenmier, J. J., Weidner, G., Sumner, M. D., Mendell, N., Merritt-Worden, T. &

Studley, J. (2007). The contribution of changes in diet, exercise, and stress

management to changes in coronary risk in women and men in the multisite

cardiac lifestyle intervention program. Behavioral Medicine 33, 57-68

De Brouwer, S.J.M, Kraaimaat, F.W., Sweep, F.C.G.J., Donders, R.T., Eijsbouts,

A., Van Koulil, S., Van Riel, P.L.C.M., & Evers, A.W.M. (2011).

Psychophysiological responses to stress after stress management training in

patient with rheumatoid arthritis. Journal of Plosone, 6 (12), 1-10

Desiningrum, D.R. (2010). Family’s social support and psychological well-being

of the elderly in tembalang. Anima, Indonesian Psychological Journal, 26 (1),

61-68

Desinta, S. & Ramdhani, N. (2013). Terapi tawa untuk menurunkan stres pada

penderita hipertensi. Jurnal Psikologi, 40 (1)

Evers, K.E., Prochaska, J.O. Johnson, J.L., Mauriello, L.M., Padula, J.A. &

Prochaska, J.M. (2006). A randomize clinical trial of a population- and

transtheoretical model─based stress-management intervention. Health

Psychology, 25 (4)

Fausiah, F., & Julianti, W. 2008. Psikologi abnormal klinis dewasa. Jakarta: UI

Press

Fitzgerald, C.T., Boehm, J.K, Kivimaki, M. & Kubzansky, L.D. (2014). Taking the

tension out of hypertension: a prospective study of psychological well-being

and hypertension. Hypertension, 32 (6)

Green, M., & Elliott, M. (2010). Religion, health, and psychological well-being.

Journal religion health, 49, 149-163

Haczku, A., & Panettiari, R.A. (2010). Social stress and asthma: The role of

corticosteroid insensitivity. Journal of American Academy of Allergy,

Asthma, & Imunnology, 125 (3). 550-559

Hasanvandi, S., Valizade, M., Honarmand, M.M. & Mohammadesmaeel, F. (2013).

Effectiveness of stress management on mental health of divorced women.

Procedia-Social and Behavioral Science. (84). 1559-1564

Page 150: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

132

Hildalgo, J.L., Bravo, B.N., Martinez, I.P., Pretel, F.A., Postigo, J.M.L., &

Rabadan, F.E. (2010). Psychological well-being, assessment tools and related

factors. Journal of psychological well-being, 77-113

Hockemeyer, J., & Smyth, J. (2002). Evaluating the feasibility and efficacy of a

self-administered manual-based stress management intervention for

individuals with asthma: result from a controlled study. Journal of behavioral

medicine, 27 (4). 161-172

Huppert, F.A. (2009). Psychological well-being: evidence regarding its causes and

consequences. Applied Psychology: Health and Well-Being, 1 (2)

Kementrian Kesehatan RI. (2018). Data dan informasi profil kesehatan Indonesia.

Diunduh dari http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-

kesehatan-indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-

2018.pdf pada Senin, 12 Agustus 2019

Jarden, A. (2011). Positive psychological assessment: a practical introduction to

empirically validated research tools for measuring wellbeing

Kantowitz, B.H., Roediger III, H.L., & Elmes, D.G. (2009). Experimental

psychology, ninth edition. USA: Wadsworth Cengage Learning

Kumala, O.D.K., Kusprayogi, Y. & Nashori, F. (2017). Efektivitas pelatihan dzikir

dalam meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia penderita hipertensi. Jurnal

Intervensi Psikologi, 4 (1)

Lukaningsih, Z.L. & Bandiyah, S. (2011). Psikologi Kesehatan. Yogyakarta: Nuha

Medika

Looker, T & Gregson, O. (2005). Managing stress, mengatasi stres secara mandiri.

Yogyakarta: BACA!

Manju. & Singh, R. (2014). Psychological well-being of hypertensive people.

Indian Journal of Health and Well-Being, 5 (2)

Myers, A., & Hansen, C. (2006). Experimental Psychology, Sixth Edition. USA:

Thomson Higher Education

Novita, D.A. (2017). Hubungan antara dukungan sosial dan kualitas hidup pada

remaja berkebutuhan khusus. Psikodimensia, 16 (1), 40-48

Nevid, J.S., Rathus, S.A. & Greene, B. (2005). Psikologi abnormal edisi kelima

jilid 1. Jakarta: Erlangga

Page 151: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

133

Parveen, F. & Maqbool, S. (2016). A comparative study of spirituality and

psychological well-being among senior secondary male and female students.

International Scholary and Scientific Research & Inovation, 4 (1)

Putra, A.A., Nashori, F. & Sulistyarini, I. (2012). Terapi kelompok untuk

mengurangi kesepian dan menurunkan tekanan darah pada lansia penderita

hipertensi. Jurnal Intervensi Psikologi, 4 (1)

Putrikita, K.A. (2018). Pengaruh pelatihan manajemen stres terhadap kesejahteraan

psikologis pada penderita asma. Thesis (Tidak dipublikasikan). Magister

Profesi Psikologi. Universitas Islam Indonesia

Prabowo, A. (2016). Kesejahteraan psikologis remaja di sekolah. Jurnal Ilmiah

Psikologi Terapan, 4 (2)

Prameswari, R. (2016). Pengaruh terapi zikir dalam meningkatkan kesejahteraan

psikologis pada penderita hipertensi. Thesis (Tidak dipublikasikan). Magister

Profesi Psikologi. Universitas Islam Indonesia

Rahmanita, A., Uyun, Q.& Sulistyarini, R.I. (2016). Efektivitas pelatihan

kebersyukuran untuk meningkatkan kesejahteraan subjektif pada penderita

hipertensi. Jurnal Intervensi Psikologi, 8 (2)

Riset Kesehatan Dasar. (2018). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018. Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia

Romadi, R. P., Posagi, J. & Katuuk, M.E. (2017). Hubungan psychological well

being dengan derajat hipertensi pada pasien hipertensi di puskesmas bahu

manado. e-Journal Keperawatan, 5 (1)

Rudianto, B.F. (2013). Menaklukan hipertensi & diabetes. Yogyakarta:

Sakkhasukma

Ryff, C.D. (1989). Happines is everything, or is it? Explorations on the meaning of

psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57

(6)

Ryff, C.D. & Singer, B.H. (1996). Psychological well-being: meaning,

measurement, and implications for psychotherapy research. Journal of

Psychotherapy and Psychosomatics, 65

Ryff, C.D. & Singer, B.H. (2006). Best news yet on the six-factor model of well-

being. Social research, 35 (4), 1103-1119

Page 152: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

134

Ryff, C.D. & Keyes, C.L.M. (1995). The structure of psychological well-being

revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (4)

Sagone, E. & Carli, M.E.D. (2014). Relationship between psychological well-being

and resilience in middle and late adolescents. Procedia-Social and Behavioral

Science. (141). 881-887

Saraei, F.H., Hatami, H. & Bagheri, F. (2016). Effectiveness of sress management

on glycemic control and change of some of mental health indicators

(depressin, anxiety, stress and quality of life) among patients with type 2

diabetes. Mediterranean Journal of Social Sciences, 7 (4), 258-265

Sarafino, E.P. & Smith, T.W. (2012). Health psychology biopsychosocial

interaction seventh edition. Asia: John Wiley & Sons

Scala, J. (2000). 25 natural ways to manage stress and prevent burnout. Los

Angles: Keats Publishing

Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan: Model-model Kepribadian Sehat.

Yogyakarta : Kanisius.

Seniati, L., Yulianto, A. & Setiadi, B.N. (2014). Psikologi eksperimen. Jakarta:

Indeks

Shadine, M. (2010). Mengenal penyakit hipertensi, diabetes, stroke & serangan

jantung. -:Keen books

Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E.B. & Zechmeister, J.S. (2007) Metodologi

penelitian psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Smet, B. (1994). Psikologi kesehatan. Jakarta: PT Grasindo

Snyder, C. R. & Lopez, S.J. (2002). Handbook of positive psychology. New York:

Oxford University Press

Sujana, R.C., Wahyuningsih, H. & Uyun, Q. (2015). Peningkatan kesejahteraan

psikologis pada penderita diabetes mellitus tipe 2 dengan menggunakan

group positive psychotherapy. Jurnal Intervensi Psikologi, 7 (2)

Sulistyarini, I. (2013). Terapi relaksasi untuk menurunkan tekanan darah dan

meningkatkan kualitas hidup penderinta hipertensi. Jurnal Psikologi, 40 (1)

Surwit, R.S., Van Tilburg, M.A.L., Zucker, N., McCaskill, C.A., Parekh, P.,

Feinglos, M.N, Edwards, C.L., Williams, P., & Lane, J.D. (2002). Stress

management improves long-term glycemic control in type 2 diabetes. Journal

of diabetes care, 25 (1), 30-34

Page 153: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

135

Taylor, S.E. (2009). Heatlh psychology seventh edition. Singapore: McGraw-Hill

Varvogli, L., & Darviri, C. (2011). Stress management technique: evidence-based

procedures that reduces stress and promote health. Health science journal, 5

(2), 74-89

Wahdah, N. (2011). Menaklukan hipertensi & diabetes. Yogyakarta: Multi Press

Wang, C.W., Chan, C.L.W., Ng, S.M. & Ho, A.H.Y. (2008). The impact of

spirituality on health-related quality of life among Chinese older adults with

vision impairment. Aging & mental health, 12 (2)

Wolgast, M., Lundh, L., & Viborg, G. (2011). Cognitive reappraisal and

acceptance: an experimental comparison of two emotion regulation strategies.

Journal of behavior research and therapy, 49, 858-866

Zani, B., & Cicognani, E. (1999). Le vie del benessere: eventi di vita e strategie di

coping. Roma, Italy: Carocci.

Page 154: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 1

Modul Pelatihan

Page 155: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

MODUL

PELATIHAN MANAJEMEN STRES UNTUK PASIEN HIPERTENSI

Oleh :

Nuzul Putri Maulina

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019

Page 156: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

A. Pengantar

Pelatihan manajemen stres ini didasarkan pada tahapan manajemen stres yang

dikemukakan oleh Taylor (2009). Stres merupakan salah satu faktor pemicu

kekambuhan penyakit hipertensi pada individu. Stres dapay menyebabkan gangguan

psikofisiologis seperti asma, hipertensi, dan sakit kepala akut, bahkan stres dapat

membuat gangguan-gangguan tersebut semakin parah (Fausiah & Widury, 2008).

Sarafino (1990) juga menyebutkan bahwa stres dapat memberikan dampak secara

langsung terhadap perubahan pada sistem fisik tubuh sehingga mempengaruhi

kesehatan. Berdasarkan teori yang dikemukakan, penelitian sebelumnya, serta

wawancara awal yang dilakukan, kekambuhan penyakit hipertensi dapat

menurunkan psychological well-being individu.

Berdasarkan hal tersebut, maka penyebab kekambuhan penyakit hipertensi perlu

diminimalisir agar tidak mudah kambuh sehingga psychological well-being individu

meningkat. Pelatihan manajemen stres perlu dilakukan untuk mengelola stres karena

teknik ini berbasis cognitive-behavioral therapy yang mengelola stres melalui

kognitif individu, kemudian memunculkan perilaku yang sesuai untuk menghadapi

situasi yang menekan, sehingga stres dapat diminimalisir. Stres yang berhasil

dikelola dengan baik diharapkan dapat meningkatkan atau menstabilkan sistem imun

tubuh sehingga hipertensi tidak kambuh. Kekambuhan hipertensi yang dapat

diminimalisir diharapkan mampu meningkatkan psychological well-being pada

pasien hipertensi.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan manajemen stres

terhadap kesejahteraan psikologis dan kesejahteraan subjektif pada pasien hipertensi.

C. Subjek Penelitian

1. Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan

2. Berusia diatas 35 tahun

3. Memiliki skor psychological well-being dengan kategori sedang atau rendah

Page 157: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 1

Pembukaan

Tujuan :

1. Perkenalan antara fasilitator dan peserta

2. Menciptakan suasana akrab antara fasilitator dengan peserta dan antar peserta

3. Menjelaskan proses dan tahapan yang akan dilakukan selama pelatihan manajemen

stres kepada para peserta

Alat dan Bahan :

1. Lembar informed consent

2. Skala psychological well-being

3. Alat tulis

Waktu : 20 menit

Metode : Ceramah

Prosedur :

1. Fasilitator membuka pelatihan dengan mengucapkan salam, memimpin doa,

kemudian memperkenalkan diri dan co-fasilitator

2. Fasilitator terlebih dahulu memperkenalkan diri kemudian dilanjutkan co-fasilitator

3. Fasilitator meminta peserta dalam kelompok untuk memperkenalkan diri

4. Fasilitator memberikan penjelasan mengenai tujuan dan manfaat pelatihan

manajemen stres yang akan dilakukan

a. Tujuan : membantu para peserta untuk melakukan manajemen stres secara

mandiri

b. Manfaat : mengelola dan meminimalisir stres yang biasa dialami oleh para

peserta

5. Fasilitator menjelaskan proses dan tahapan dalam pelatihan manajemen stres melalui

rundownyang sudah disusun

Pert/

Sesi Kegiatan Tujuan Waktu

I/1 Pembukaan Perkenalan 25’

Building rapport

Penjelasan pelatihan

I/2 Identifying stressor Pemberian edukasi

mengenai stres dan dampak

stres

30’

Page 158: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Peserta mengetahui situasi

penyebab stres pada diri

sendiri

I/3 Monitoring stress Peserta memahami respon

stres secara fisik, emosi dan

perilaku

25’

Peserta menganalisis

perasaan yang muncul

terhadap situasi stressfull

I/4 Identifying stress

antecedents

Peserta memahami mengapa

suatu situasi bisa

memunculkan stres

25’

Peserta mengidentifikasi

penyebab stres sebenarnya

I/5 Avoiding negative self-

talk

Peserta menyadari dan

mengidentifikasi negative

self-talk dan pikiran-pikiran

negatif yang sering

dilakukan

30’

Peserta mampu melawan

negative self-talk dan

pikiran negatif

Take home assignment Peserta melakukan praktek

langsung dalam identifikasi

penyebab stres serta

perasaan dan pikiran yang

muncul pada situasi tersebut

Peserta mempraktekkan

avoiding negativve self-talk

dalam kehidupan nyata

II/1 Skill Acquisition :

relaksasi deep breathing

Merilekskan dada, perut,

dan seluruh tubuh

30’

Memperkuat sistem saraf

Memunculkan perassaan

tenang dan nyaman

Membantu untuk

meningkatkan oksigen serta

menurunkan karbondioksida

di salam paru-paru dan

darah

II/2 Setting new goal Peserta memiliki tujuan

yang jelas dalam hidup

25’

Page 159: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Peserta memiliki rencana

yang akan dilakukan untuk

mencapai tujuan tersebut

II/3 Positive self-talk Merubah pikiran-pikiran

negatif menjadi lebih positif

30’

Memperkuat pikiran-pikiran

positif

II/4 Evaluasi Memastikan peserta

memahami pelatihan yang

telah dilakukan

20’

Mengetahui pendapat

peserta setelah melakukan

pelatihan

II/5 Pengisian lembar posttest Mengetahui tingkat

psychological well-being

peserta setelah melakukan

pelatihan

10’

II/6 Terminasi Mengakhiri sesi pelatihan 10’

6. Co-fasilitator memberikan lembar informed consent kepada para peserta dan

meminta peserta untuk melengkapi

7. Co-fasilitator membagikan skala Psychological Well-Being kepada para peserta dan

fasilitator meminta peserta untuk melengkapi

8. Fasilitator meminta para peserta untuk mengumpulkan lembar informed consent dan

skala Psychological Well-Being setelah memastikan tidak ada aitem yang terlewat

Page 160: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 2

Identifying Stressor

Tujuan :

1. Pemberian edukasi mengenai stres dan dampak stres

2. Peserta mengetahui situasi penyebab stres pada diri sendiri

Alat dan Bahan :

1. Worksheet

2. Alat tulis

Waktu : 35 menit

Metode : Ceramah, diskusi

Prosedur :

1. Fasilitator memberikan psikoedukasi mengenai stres dan dampak stres terhadap

individu. Materi yang disampaikan sebagai berikut:

Stres merupakan emosi negatif yang disertai dengan perubahan secara biokimia

(fisik), psikologis, kognitif, dan perilaku pada individu yang disebabkan oleh suatu

peristiwa yang menekan (Taylor, 2006). Stres merupakan suatu bentuk respon yang

muncul pada individu ketika menghadapi stimulus yang dipersepsi mengancam dan

tidak berhasil mengatasi ancaman tersebut (Brannon & Feist, 2010). Stres

merupakan suatu keadaan yang penuh tuntutan dan tekanan yang memaksa individu

untuk menyesuaikan diri, ketika individu gagal menyesuaikan diri maka akan

memunculkan distres (Nevid, Rathus & Greene, 2005).

Secara umum, terdapat empat reaksi yang muncul pada individu terhadap stres,

yaitu fisiologis, emosional, perilaku dan kognitif (Taylor, 2003). Fisiologis mengacu

pada respon fisik yang muncul akibat stres, meliputi keringat dingin, bicara terbata-

bata, gemetar, mual, nafas menjadi cepat dan perubahan fisik lainnya. Emosional

mengacu pada perubahan emosi yang terjadi akibat stres, meliputi lebih mudah

marah, tersinggung, sedih, dan rasa bersalah. Perilaku mengacu terhadap perubahan

perilaku yang muncul akibat stres, meliputi menangis, membanting atau merusak

barang, menghindari stimulus penyebab stres, merokok, dan penyalahgunaan napza.

Kognitif mengacu pada pikiran-pikiran yang muncul akibat stres, meliputi ketakutan

yang muncul dan pikiran negatif terhadap sesuatu.

2. Fasilitator memberikan tayangan berupa foto atau video mengenai kehidupan sehari-

hari yang berkaitan dengan stres dari berbagai aspek.

Page 161: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

3. Fasilitator bertanya kepada para peserta terkait dengan situasi apakah yang ada pada

tayangan tersebut.

4. Co-fasilitator memiliki lembar kerja masing-masing peserta

Situasi Apa yang dirasakan

Penyebab Pikiran yang

muncul

Negative self-talk

Bukti Pikiran alternatif

Bukti Positive self-talk

5. Co-fasilitator membantu menuliskan jawaban peserta pada lembar kerja tersebut

6. Fasilitator dan co-fasilitator memastikan bahwa semua peserta telah menjawab

pertanyaan dan lembar kerja masing-masing peserta telah terisi pada kolom pertama

Page 162: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 3

Monitoring Stress

Tujuan :

1. Peserta memahami respon stres secara fisik, emosi dan perilaku

2. Peserta menganalisis perasaan yang muncul terhadap situasi stressfull

Alat dan Bahan :

1. Worksheet

2. Alat tulis

3. Emoticon

Waktu : 25 menit

Metode : Diskusi

Prosedur :

1. Fasilitator meminta peserta untuk menceritakan apa yang dirasakan pada saat melihat

tayangan foto atau video. Sebelum menceritakan perasaannya, para peserta diminta

untuk memberikan respon emosional melalui emoticon yang telah disediakan diatas

meja.

2. Co-fasilitator mencatat respon emosional serta perasaan yang dialami oleh para

peserta ketika melihat tayangan foto atau video pada kolom kedua.

3. Fasilitator memastikan bahwa semua peserta telah memberikan respon dan telah

dicatat oleh co-fasilitator

4. Co-fasilitator membantu mengelompokkan foto atau video yang paling banyak

mendapat respon negatif dari para peserta. Kemudian, foto atau video yang telah

dipilih tersebut akan ditayangkan kembali pada sesi berikutnya

Page 163: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 4

Identifying Stress Antecedents

Tujuan :

1. Peserta memahami mengapa suatu situasi dapat memunculkan stres

2. Peserta mengidentifikasi penyebab stres sebenarnya

Alat dan Bahan :

1. Worksheet

2. Alat tulis

Waktu : 30 menit

Metode : Diskusi

Prosedur :

1. Fasilitator meminta peserta untuk kembali melihat situasi atau peristiwa yang ada

pada tayangan foto atau video yang dapat memunculkan stres, kemudian merasakan

kembali respon-respon yang muncul ketika peserta berada dalam situasi tersebut

2. Peserta diminta untuk memikirkan apa yang terjadi apabila berada pada situasi

tersebut. Peserta diminta untuk menganalisis penyebab kemunculan respon-respon

stres terhadap situasi stressfull

3. Fasilitator meminta peserta untuk menyebutkan kemungkinan penyebab yang

muncul pada situasi tersebut

4. Fasilitator menjelaskan bahwa penyebab tersebut bisa apa saja, seperti pikiran,

pengalaman, dan lain sebagainya

5. Peserta diperbolehkan untuk menyebutkan lebih dari satu penyebab stres dalam

situasi stressfull tersebut dan menjelaskannya secara detail

6. Co-fasilitator membantu untuk menuliskan jawaban dari para peserta di lembar kerja

masing-masing peserta

7. Fasilitator dan co-fasilitator memastikan semua peserta telah menyelesaikan sesi ini

sebelum melanjutkan ke sesi selanjutnya

Page 164: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 5

Avoiding Negative Self-talk

Tujuan :

1. Peserta menyadari dan mengidentifikasi negative self-talk dan pikiran negatif yang

sering dilakukan

2. Peserta mampu melawan negative self-talk dan pikiran negatif

Alat dan Bahan :

1. Worksheet

2. Alat tulis

Waktu : 30 menit

Metode : Menulis, praktek

Prosedur :

1. Fasilitator meminta peserta untuk mencermati kembali tayangan foto atau video yang

memunculkan stressfull, kemudian peserta diminta untuk mengungkapkan pikiran-

pikiran negatif yang sering muncul ketika peserta berada dalam situasi stressfull

tersebut. Apabila di kolom ketiga (penyebab) peserta telah menyebutkan pikiran

negatif yang muncul, peserta dapatmenyebutkan kembali

2. Peserta diperbolehkan untuk mengungkapkan lebih dari satu pikiran negatif yang

muncul dan diperbolehkan menjelaskan secara detail

3. Co-fasilitator membantu untuk menuliskan jawaban dari para peserta di lembar kerja

kolom keempat

4. Apabila peserta sudah mengungkapkan semua pikiran negatif, peserta diminta untuk

menceritakan perkataan negatif pada diri sendiri (negative self-talk) yang sering

muncul ketika dalam situasi stressfull

5. Peserta diperbolehkan menyebutkan lebih dari satu negative self-talk yang muncul

dalam situasi stressfull tersebut dan diperbolehkan menjelaskan secara detail

6. Co-fasilitator membantu para peserta untuk menuliskan jawaban di lembar kerja

masing-masing pada kolom kelima

7. Setelah memastikan seluruh peserta menyebutkan dan jawaban telah ditulis oleh co-

fasilitator, fasilitator meminta peserta untuk memposisikan diri ke dalam situasi

stressfull tersebut

8. Peserta diminta untuk kembali memikirkan respon, perasaan, pikiran, dan negative

self-talk tersebut secara mendalam

Page 165: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

9. Fasilitator meminta para peserta untuk menyebutkan bukti-bukti yang mendukung

pikiran negatif dan kemunculan negative self-talk jika memang ada

10. Peserta diperbolehkan menyebutkan bukti-bukti secara detail dan lebih dari satu

bukti

11. Co-fasilitator membantu menuliskan apa yang telah disebutkan oleh para peserta

mengenai bukti yang mendukung perkataan negatif pada diri sendiri

12. Fasilitator meminta peserta untuk menganalisis perbandingan antara pikiran negatif,

negative self-talk dengan bukti-bukti yang mendukung

13. Peserta diminta untuk menganalisis sejauh mana pikiran negatif dan negative self-

talk tersebut benar-benar terbukti atau hanya merupakan distorsi kognitif yang

dimunculkan oleh peserta sendiri

14. Fasilitator memunculkan pemahaman bahwa pikiran yang muncul tersebut

merupakan distorsi kognitif yang dimunculkan oleh peserta sendiri melalui diskusi

15. Fasilitator mengajak para peserta untuk melawan pikiran negatif dan negative self-

talk karena hal tersebut tidak didukung dengan bukti yang cukup

16. Setelah memastikan para peserta memahami bahwa pikiran negatif dan negative self-

talk merupakan distorsi kognitif yang dimunculkan oleh peserta sendiri, fasilitator

mengajak para peserta untuk melawan pikiran negatif tersebut, kemudian

menemukan pikiran positif yang berkebalikan dengan pikiran negatif (pikiran

alternatif)

17. Fasilitator memunculkan pikiran-pikiran alternatif para peserta melalui diskusi,

tanya jawab, socratic dialog, dan lain sebagainya

18. Peserta diminta untuk menyebutkan pikiran alternatif yang akan muncul ketika

dalam situasi stressfull dan diperbolehkan untuk menyebutkan pikiran alternatif

tersebut secara mendetail serta lebih dari satu

19. Co-fasilitator membantu para peserta untuk menuliskan respon pada lembar kerja

kolom ketujuh

20. Setelah seluruh peserta menyebutkan pikiran alternatif, fasilitator meminta peserta

untuk mengungkapkan bukti-bukti yang mendukung pikiran alternatif

21. Peserta diperbolehkan untuk mengungkapkan bukti-bukti pikiran alternatif lebih dari

satu dan secara detail

22. Co-fasilitator akan menuliskan respon dari masing-masing peserta di kolom

kedelapan

Page 166: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

23. Fasilitator kemudian meminta para peserta untuk membandingkan antara pikiran

negatif beserta buktinya dan pikiran alternatif beserta buktinya

24. Fasilitator menjelaskan bahwa bukti-bukti pikiran alternatif secara garis besar lebih

banyak dibandingkan dengan bukti-bukti pikiran negatif karena pikiran negatif

tersebut merupakan distorsi kognitif yang ada dalam pikiran peserta, bukan keadaan

yang sesungguhnya

25. Fasilitator kemudian menjelaskan bahwa negative self-talk muncul akibat pikiran

negatif dan sebaiknya dihindari karena negative self-talk hanya akan mendukung

pikiran negatif dan semakin meningkatkan stres

26. Fasilitator meminta para peserta untuk melawan negative self-talk yang sudah

disebutkan sebelumnya

27. Fasilitator menjelaskan bahwa para peserta sebaiknya melawan negative self-talk

jika mulai muncul, sebaiknya peserta tidak menuruti untuk melanjutkan negative

self-talk tersebut

Page 167: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 6

Take Home Assignment

Tujuan :

1. Peserta melakukan praktek langsung dalam identifikasi penyebab stres serta perasaan

dan pikiran yang muncul pada situasi tersebut

2. Peserta mempraktekkan avoiding negative self-talk dalam kehidupan nyata

Alat dan Bahan :

1. Worksheet

2. Alat tulis

Waktu : Satu minggu

Metode : Tugas rumah

Prosedur :

1. Selama satu minggu, peserta diminta untuk menemukan situasi penyebab stres,

pengalaman nyata, apa yang dirasakan, pikiran yang muncul dan negative self-talk

2. Peserta diperbolehkan menyebutkan situasi stressfull yang muncul selama satu

minggu atau situasi lain yang paling sering dirasakan apabila dalam satu minggu

tersebut tidak muncul situasi stressfull sama sekali

3. Peserta diminta mempraktekkan avoiding negative self-talk yang sudah dipelajari di

pertemuan sebelumnya secara mandiri

4. Avoiding negative self-talk bisa dilakukan dengan membantah pikiran negatif dan

negative self-talk melalui pikiran alternatif. Selain itu, peserta juga bisa

membandingkan antara bukti yang mendukung pikiran negatif dan bukti yang

mendukung pikiran alternatif untuk memperkuat avoiding negative self-talk yang

dilakukan

5. Peserta diminta menemukan bukti yang mendukung pikiran negatif, pikiran

alternatif, dan bukti yang mendukung pikiran negatif pada kolom yang telah

disediakan

6. Tugas rumah ini akan didiskusikan di pertemuan selanjutnya bersama fasilitator dan

peserta yang lain

Page 168: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 7

Skill Acquisition: Deep-breathing Relaxation

Tujuan :

1. Merilekskan dada, perut, dan seluruh tubuh

2. Memperkuat sistem saraf

3. Memunculkan perasaan tenang dan nyaman

4. Membantu untuk meningkatkan oksigen serta menurunkan karbondioksida di dalam

paru-paru dan darah

Alat dan Bahan : Musik

Waktu : 30 menit

Metode : Relaksasi

Prosedur :

1. Fasilitator dan co-fasilitator mengatur ruangan menjadi senyaman mungkin untuk

melakukan relaksasi, seperti menyiapkan musik, mematikan lampu, mengatur suhu

pendingin ruangan (jangan terlalu dingin atau terlalu panas) dan menutup pintu

sehingga tidak ada gangguan

2. Fasilitator memastikan suaranya didengar oleh seluruh peserta, kemudian meminta

peserta untuk memejamkan mata dan mengikuti instruksiyang akan diberikan

3. Co-fasilitator mulai memutar musik

4. Fasilitator mulai memberikan instruksi deep breathing relaxation. Instruksinya

sebagai berikut :

a. Silahkan duduk senyaman mungkin, posisikan diri anda senyaman mungkin.

Letakkan satu tangan di dada, dan tangan satunya di perut. Tarik nafas dalam

melalui hidung. Usahakan tangan anda dibagian perut naik karena perut anda

membesar akibat udara yang anda hirup. Sementara tangan anda dibagian dada

tidak berubah. Buang nafas melalui mulut, keluarkan udara sebanyak mungkin

melalui anda sementara otot-otot perut anda bekerja. Saat membuang nafas,

usahakan tangan anda dibagian perut turun, sementara tangan anda dibagian dada

naik sedikit, lanjutkan tarik nafas melalui hidung dan buang nafas melalui mulut.

Rasakan perut anda membesar saat anda menarik nafas dan mengempis saat

membuang nafas. Silahkan menghitung secara perlahan ketika anda membuang

nafas

Page 169: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

b. Silahkan melanjutkan bernafas sambil melepas tangan anda dari perut dan dada.

Posisikan tangan anda senyaman mungkin. Masih dengan bernafas secara dalam

c. Sekarang, silahkan anda memfokuskan diri anda untuk membuang ketegangan

anda, perasaan tertekan anda melalui nafas. Fokus pada kaki anda. Rasakan

semua sensasi dan ketegangan yang ada di kaku anda. Kaki, sepatu, tekanan ke

lantai, dan semuanya. Silahkan tarik nafas dalam melalui hidung, masukkan

semua sensasi dan ketegangan di kaki anda ke dalam paru-paru, kemudian buang

semuanya melalui mulut. Silahkan anda kembali fokus pada daerah pinggul,

panggul, sampai dengan kaki. Rasakan semua sensasi dan ketegangan yang ada.

Silahkan tarik nafas dalam melalui hidung, masukkan semua sensasi dan

ketegangan tersebut kedalam paru-paru, kemudian buang semuanya melalui

mulut. Kemudian, silahkan fokus pada leher, dagu, mata dan dahi anda. Rasakan

semua sensasi dan ketegangan yang ada. Silahkan tarik nafas dalam melalui

hidung, masukkan semua sensasi dan ketegangan tersebut kedalam paru-paru,

kemudian buang semuanya melalui mulut. Sekarang, silahkan fokus pada semua

masalah, ketegangan, perasaan tertekan dan tidak nyaman yang ada dalam diri

anda. Rasakan semua perasaan tersebut. Silahkan tarik nafas dalam melalui

hidung, masukkan semua sensasi dan ketegangan tersebut kedalam paru-paru,

kemudian buang semuanya melalui mulut. Silahkan lakukan sebanyak mungkin

sampai anda merasa lebih rileks.

d. Silakan lakukan pernafasan dalam sampai anda merasa jauh lebih nyaman,

tenang, dan rileks. Jika sudah, silahkan mulai bernafas secara normal. Rasakan

kenyamanan ini. Nikmati kenyamanan ini (beri waktu peserta untuk

merasakannya). Kemudian silahkan buka mata anda.

5. Failitator meminta para peserta untuk menceritakan apa yang dirasakan sebelum, saat

dan setelah melakukan deep breathing relaxation

6. Fasilitator menjelaskan tujuan dari deep-breathing relaxation dan menjelaskan

mengapa relaksasi jenis ini baik dilakukan oleh penderita hipertensi

7. Fasilitator menjelaskan bahwa para peserta bisa melakukan deep-breathing

relaxation secara mandiri. Ketika muncul perasaan tidak nyaman, tegang, atau

tertekan, para peserta bisa melakukan deep-breathing relaxation untuk mengurangi

perasaan tidak nyaman tersebut

8. Fasilitator menjelaskan bahwa para peserta bisa menggabungkan antara deep-

breathing relaxationdan avoiding negative self-talk ketika berada dalam situasi yang

Page 170: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

stressfull, sehingga perasaan tertekan bisa diminimalisir dan stres bisa dikelola

dengan baik

9. Fasilitator meminta peserta untuk mengingat kembali tayangan foto atau video, dan

memilih satu situasi yang paling sering dialami atau paling tidak nyaman atau yang

paling mengganggu. Situasi tersebut diperbolehkan melalui tugas rumah

10. Peserta diminta untuk memikirkan dan membayangkan bahwa peserta sedang berada

dalam situasi tersebut. Peserta diminta untuk memunculkan perasaan, pikiran, dan

semua sensasi tidak nyaman yang muncul dalam situasi tersebut

11. Fasilitator kembali mengajak para peserta untuk melakukan deep-breathing

relaxtion untuk mengeluarkan perasaan, pikiran, dan semua sensasi tidak nyaman

ketika peserta sedang dalam situasi stressfull. Peserta diajak membuang semua

ketidaknyamanan tersebut melalui nafas.

12. Setelah deep-breathing relaxation selesai dilakukan, peserta diminta untuk melawan

pikiran negatif tersebut dan menggantinya dengan pikiran alternatif yang sudah

disebutkan dalam pertemuan sebelumnya

13. Fasilitator mengajak para peserta untuk mendiskusikan efek dari deep-breathing

relaxation dalam menolak pikiran negatif dan menggantinya dengan pikiran

alternatif

Page 171: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 8

Setting New Goal

Tujuan :

1. Peserta memiliki tujuan hidup yang jelas

2. Peserta memiliki rencana-rencana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan

tersebut

Alat dan Bahan :

1. Kertas

2. Alat tulis

Waktu : 25 menit

Metode : Diskusi

Prosedur :

1. Co-fasilitator menyiapkan kertas kosong yang digunakan untuk mencatat setiap

respon dari masing-masing peserta

2. Fasilitator meminta para peserta untuk menyebutkan tujuan spesifik yang diinginkan

terkait dengan pelatihan manajemen stres yang telah dilakukan

3. Kemudian, peserta diminta untuk menyebutkan perilaku spesifik yang harus

dilakukan untuk meraih tujuan tersebut

4. Perilaku tersebut disebutkan secara rinci dan detail, kemudian para peserta

diperbolehkan untuk menyebutkannya lebih dari satu

5. Setelah memastikan peserta sudah memberikan tanggapannya, fasilitator meminta

para pesera untuk menganalisis pentingnya melakukan manajemen stres untuk

meraih tujuannya tersebut

6. Fasilitator mendiskusikan hal tersebut dengan para peserta

Page 172: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 9

Positive Self-Talk

Tujuan :

1. Merubah pikiran-pikiran negatif menjadi lebih positif

2. Memperkuat pikiran-pikiran positif

Alat dan Bahan :

1. Worksheet

2. Alat tulis

Waktu : 20 menit

Metode : Diskusi

Prosedur :

1. Peserta diminta mencermati pikiran negatif dan negative self-talk yang muncul

dalam situasi stressfull. Setelah itu, peserta diminta untuk mencermati pikiran

alternatif yang dimunculkan. Peserta juga diminta untuk mencermati bukti-bukti

yang mendukung pikiran negatif dan pikiran alternatif yang telah dituliskan

2. Melalui hal-hal tersebut, fasilitator meminta para peserta untuk memunculkan

positive self-talk pada masing-masing situasi stressfull untuk melawan pikiran

negatif dan negative self-talk

3. Setelah peserta berhasil memunculkan positive self-talk,peserta diminta

menyebutkannya

4. Peserta diperbolehkan menyebutkan positive self-talk secara detail dan lebih dari satu

5. Fasilitator menjelaskan bahwa positive sef-talk bisa dimunculkan untuk mendukung

pikiran alternatif dalam melawan pikiran negatif dan negative self-talk. Peserta bisa

memunculkan positive self-talk ketika merasa tertekan, sehingga negative self-talk

tidak muncul lagi

Page 173: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Sesi 10

Penutupan

Tujuan :

1. Memastikan peserta memahami pelatihan yang telah dilakukan

2. Mengetahui pendapat peserta setelah melakukan pelatihan

3. Mengetahui tingkat psychological well-being peserta setelah pelatihan

4. Mengakhiri sesi

Alat dan Bahan :

1. Skala Psychological Well-Being

2. Kertas

3. Alat tulis

Waktu : 20 menit

Metode : Diskusi, menulis

Prosedur :

1. Fasilitator memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya atau memberikan

saran terkait dengan pelatihan manajemen stres yang telah dilakukan

2. Setelah memastikan semua peserta memahami pelatihan yang telah dilakukan, co-

fasilitator membagikan kertas kepada para peserta

3. Fasilitator meminta peserta untuk menuliskan pendapat, apa yang dirasakan, dan

kesan selama mengikuti pelatihan manajemen stres. Kemudian peserta juga diminta

untuk menuliskan pengalaman dan perasaan yang dialami setelah mengikuti

pelatihan tersebut

4. Setelah memastikan peserta menyelesaikannya, co-fasilitator membagikan skala

psychological well-being kepada para peserta dan fasilitator meminta peserta untuk

mengisi dan melengkapi

5. Setelah selesai, fasilitator meminta peserta untuk mengumpulkan lembar kertas dan

skala psychological well-being

6. Fasilitator menjelaskan bahwa pelatihan manajemen stres telah selesai dilakukan.

Mewakili semua tim yang terlibat dalam pelatihan, fasilitator mengucapkan

terimakasih atas kesediaan peserta untuk mengikuti pelatihan dari awal sampai akhir.

Fasilitator juga meminta maaf apabila selama pelatihan fasilitator dan tim melakukan

kesalahan. Fasilitator berharap semoga pelatihan yang telah dilakukan bermanfaat

dan memberikan dampak positif kepada para peserta

Page 174: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

7. Fasilitator menutup pelatihan manajemen stres

Page 175: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 2

Professional Judgement

Page 176: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

SURAT PERNYATAAN

PROFESSIONAL JUDGEMENT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Lengkap :

Pekerjaan :

Pendidikan Akhir :

Alamat :

No HP / Email :

Telah menjadi penilai untuk Modul Pelatihan Manajemen Stres yang

digunakan dalam skripsi Nuzul Putri Maulina dengan judul “Pengaruh Pelatihan

Manajemen Stres terhadap Psychological Well-Being pada Pasien Hipertensi”.

Berikut ini beberapa saran atau masukan yang bisa dipertimbangkan :

.............................................................................................................................................

.............................................................................................................................................

.............................................................................................................................................

.............................................................................................................................................

.................................................................................................................. ...........................

.............................................................................................................................................

.............................................................................................................................................

.............................................................................................................................................

.........................................................

Yogyakarta, Maret 2019

( )

Page 177: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 3

Informed Consent

Page 178: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Informed consent

Penggunaan Riset Skripsi

Bapak/Ibu /Saudara yang saya hormati,

Saya adalah mahasiswa Program Studi Psikologi Universitas Islam Indonesia,

Nama : Nuzul Putri Maulina

No. Mahasiswa : 15320341

Mohon perkenannya akan melakukan serangkaian prosedur psikologi kepada

Bapak/Ibu/Saudara dalam rangka asesmen maupun intervensi untuk keperluan skripsi.

Biodata atau identitas diri Bapak/Ibu/ Saudara adalah :

Nama :

Jenis Kelamin :

Tanggal Lahir :

Alamat :

Tahap-tahap yang akan dilakukan dalam prosedur psikologis yang dimaksud

adalah :

Kegiatan Waktu Tujuan

Pertemuan 1 15 Maret 2019

Untuk melaksanakan

rangkaian kegiatan

pertemuan 1

Pertemuan 2 21 Maret 2019

Untuk melaksanakan

rangkaian kegiatan

pertemuan 2

Follow up (Tindak Lanjut)

2 minggu setelah

pelaksanaan

kegiatan

Untuk melaksanakan tindak

lanjut setelah pelaksanaan

rangkaian kegiatan

Demi memperlancar keseluruhan tahapan dalam prosedur tersebut di atas, sangat

dibutuhkan kerjasama dari pihak Bapak/Ibu/Saudara. Beberapa hal yang penting

diketahui adalah :

1. Prinsip kesukarelaan

Keterlibatan Bapak/Ibu/Saudara dalam prosedur ini adalah berdasarkan prinsip

kesukarelaan, tanpa ada paksaan atau ancaman dari siapapun.

2. Masalah kerahasiaan

Page 179: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Saya akan merahasiakan informasi Bapak/Ibu/Saudara dan saya berharap bahwa

informasi yang diberikan adalah kenyataan yang sebenarnya. Dalam prosedur diatas,

ada kemungkinan dari saya melakukan pengambilan gambar. Hasil dari

pengambilan gambar tersebut hanya akan saya sampaikan kepada rekan sesama dan

tidak akan saya sebarluaskan kepada khalayak.

3. Lingkup kompetensi

Saya dapat dikatakan masih seorang pemula, maka dari itu saya meminta

Bapak/Ibu/Saudara dapat memberikan komentar atas kegiatan yang kami lakukan

tersebut apabila masih banyak hal yang kurang berkenan. Saya juga berharap

Bapak/Ibu/Saudara dapat menyampaikan manfaat yang didapatkan.

4. Resiko

Apabila ditengah jalan dalam prosedur yang dijalankan ini, Bapak/Ibu/Saudara

merasa dirugikan, makan Bapak/Ibu/Saudara dapat menghubungi saya di nomor

085747575507 saya sebagai mahasiswa yang melakukan prosedur diatas, sanggup

untuk memperbaiki segala kemungkinan kerugian yang yang dialami, sehingga dapat

kembali pada keadaan semula. Apabila setelah itu kemudian merasa keberatan untuk

melanjutkannya, maka Bapak/Ibu/Saudara dapat menyatakan untuk berhenti.

Yogyakarta, 15 Maret 2019

Mahasiswa Klien

(Nuzul Putri Maulina) ( )

Pembimbing

(Rr. Indahria Sulistyarini, S.Psi., MA., Psikolog)

Page 180: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 4

Skala Penelitian

Page 181: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

SKALA PSIKOLOGIS

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2019

Page 182: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Perkenalkan, saya mahasiswa Psikologi Universitas Islam Indonesia angkatan

2015 memohon kesediaan Anda meluangkan waktu untuk mengisi skala psikologis ini.

Skala psikologis ini bertujuan untuk membantu Anda dalam mengenali diri Anda yang

sesungguhnya.

Skala ini menyajikan sejumlah pertanyaan yang berkaitan dengan keadaan diri

Anda. Bacalah setiap pertanyaan dengan teliti, kemudian tugas Anda adalah memilih

salah satu jawaban yang paling sesuai dengan keadaan diri Anda saat ini. Jawaban yang

Anda berikan tidak ada yang benar maupun salah. Data yang Anda berikan kepada saya

akan saya gunakan hanya untuk penelitian saja, serta akan kami jamin kerahasiaannya.

Saya sangat mengharapkan kejujuran dan keterbukaan diri Anda dalam mengisi

skala ini untuk proses data yang sempurna. Mohon untuk mengecek kembali setiap

jawaban guna meyakinkan tidak ada pernyataan yang terlewati.

Terimakasih atas kesediaan, kesungguhan, dan kejujuran Anda dalam menjawab setiap

pertanyaan. Semoga Allah memberikan balasan terbaik-Nya atas kebaikan yang Anda

lakukan. Aamiin.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

Hormat saya,

Nuzul Putri Maulina

Page 183: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Petunjuk Pengisian Skala I

1. Skala ini terdiri dari beberapa pertanyaan yang mencerminkan keadaan diri Anda

yang sesungguhnya. Setiap pernyataan hanya ada satu jawaban dan jawaban yang

Anda pilih tidak akan dinilai benar atau salah.

2. Baca dan pahamilah setiap pernyataan yang tertulis dalam skala, kemudian

pilihlah jawaban yang sesuai dengan keadaan diri Anda. Berikan tanda check list

(˅) pada setiap pilihan jawaban. Pilihan jawaban yang tersedia adalah sebagai

berikut :

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

SELAMAT MENGERJAKAN ☺ ☺

Page 184: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

SKALA I

Pertanyaan SS S TS STS

Saya dapat bersikap positif seperti orang lain yang bersikap

positif terhadap diri mereka sendiri

Saya tetap merasa percaya diri meskipun saya sakit

Saya merasa orang terdekat saya dapat memahami masalah

yang saya alami

Saya merasa sulit untuk terbuka dengan orang lain

Saya memiliki sedikit teman yang mau mendengarkan

keluhan saya

Saya merasa khawatir mengenai hal yang orang lain

pikirkan tentang saya

Saya tidak tertarik pada kegiatan yang dapat memperluas

wawasan

Saya merasa kecewa terhadap hasil yang telah saya capai

dalam hidup

Saya dapat mengambil keputusan sendiri

Saya berpegang teguh pada prinsip yang saya yakini

Dengan bertambahnya usia, saya merasa lebih kuat

menjalani hidup

Saya merasa bahwa diri saya banyak berkembang selama ini

Saya merasa hanya sedikit hal yang dapat saya pelajari dari

waktu ke waktu

Tuntutan hidup sehari-hari sering membuat saya terpuruk

Saya termasuk dalam kelompok orang yang berjalan tanpa

tujuan hidup

Saya merupakan orang yang aktif dalam melaksanakan

rencana yang telah saya buat sendiri

Saya merasa bingung dengan apa yang saya lakukan dalam

hidup ini

Memiliki pengalaman baru dalam hidup merupakan hal

yang penting bagi saya

Page 185: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Berbagi cerita dengan orang lain membuat saya merasa lebih

sehat

Page 186: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Petunjuk Pengisian Skala II

Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini berdasarkan perasaan dan pikiran Anda

selama satu bulan terakhir. Berilah tanda check list (˅) pada salah satu pilihan jawaban

terkait seberapa sering Anda merasakan dan memikirkannya. Pilihan jawaban yang

tersedia adalah sebagai berikut :

TP : Tidak Pernah

J : Jarang

K : Kadang-kadang

S : Sering

SS : Sangat Sering

Pertanyaan TP J K S SS

Seberapa sering Anda merasa

putus asa karena sesuatu yang

terjadi secara tidak terduga?

Seberapa sering Anda merasa

bahwa Anda tidak mampu

mengatur hal-hal penting

dalam hidup Anda?

Seberapa sering Anda merasa

cemas dan tertekan?

Seberapa sering Anda merasa

percaya diri bahwa Anda

mampu menangani

permasalahan-permasalahan

Anda?

Seberapa sering Anda merasa

bahwa sesuatu yang Anda

lakukan berjalan sesuai

dengan harapan Anda?

Seberapa sering Anda

merasakan bahwa Anda tidak

dapat menghadapi hal-hal

yang seharusnya Anda

lakukan?

Page 187: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Seberapa sering Anda mampu

mengontrol perasaan kesal,

tidak sabar, dan marah dalam

diri Anda?

Seberapa sering Anda merasa

bahwa Anda memahami diri

Anda?

Seberapa sering Anda merasa

marah akibat sesuatu yang

tidak bisa Anda kontrol?

Seberapa sering Anda merasa

tidak mampu mengatasi

permasalan-permasalahan

hidup Anda yang begitu

banyak dan menumpuk?

Silahkan periksa kembali dan pastikan semua pernyataan telah terisi

Terimakasih ☺☺☺

Page 188: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Identitas Diri

Nama (boleh inisial) :

Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan (Lingkari yang sesuai)

Usia :

Pendidikan Terakhir :

Alamat :

Nomor Telepon :

Riwayat Perjalanan Hipertensi : 1-6 bulan 7bulan-1 tahun

>1 tahun >2 tahun

(*Beri tanda ˅)

Tekanan Darah Terakhir Pemeriksaan :

Menyatakan dengan sukarela dan penuh kesadaran mengisi skala psikologis ini.

Informasi yang saya berikan sesuai dengan kondisi yang saya rasakan saat ini.

Yogyakarta, 2019

__________________

Contact Person :

Nuzul (085747575507)

Page 189: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 5

Uji Coba Modul Pelatihan

Page 190: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Lembar Penilaian Modul Penelitian

Nama :

Jenis Kelamin :

Aspek Kategori

Apakah tujuan penelitian dapat

dipahami dengan jelas?

Sangat

tidak jelas

Tidak jelas Jelas Sangat

jelas

Apakah materi yang disampaikan

dalam pelatihan sesuai dengan

tujuan penelitian?

Sangat

tidak

sesuai

Tidak

sesuai

Sesuai Sangat

sesuai

Menurut saudara/i, apakah materi

yang disampaikan dalam pelatihan

ini menarik?

Sangat

tidak

menarik

Tidak

menarik

Menarik Sangat

menarik

Apakah bahasa yang digunakan

dalam pelatihan ini mudah untuk

dipahami?

Sangat

sulit

dipahami

Sulit untuk

dipahami

Mudah

dipahami

Sangat

mudah

dipahami

Apakah materi pelatihan

disampaikan dalam jumlah waktu

yang ideal?

Sangat

tidak ideal

Tidak

ideal

Ideal Sangat

ideal

Masukan :

……………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………

……………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………

Yogyakarta, 2019

( )

Page 191: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 6

Data Penelitian

Page 192: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN
Page 193: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

No. Nama JK Usia

P-

1

P-

2

P-

3

P-

4

P-

5

P-

6

P-

7

P-

8

P-

9

P-

10

P-

11

P-

12

P-

13

P-

14

P-

15

P-

16

P-

17

P-

18

P-

19

Total

PWB

1 K P 71 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 2 2 4 2 3 3 3 3 3 58

2 I P 64 3 3 2 3 3 2 3 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 56

3 EL P 47 4 4 4 3 1 3 3 1 4 4 4 4 1 3 3 4 2 4 4 60

4 NE P 45 3 3 2 3 3 2 3 2 3 4 4 2 2 3 3 3 2 4 4 55

5 T P 38 3 3 2 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 4 3 4 3 3 55

6 PT P 50 3 3 3 1 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 51

7 SO L 52 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 51

8 IS P 46 3 3 4 2 2 2 3 3 2 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 53

9 SI P 52 3 3 3 2 2 2 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 51

10 PMW L 56 3 3 2 2 2 4 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 53

11 TG P 49 3 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 53

12 AS L 69 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 4 4 66

13 SMY P 48 4 2 3 3 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 62

14 SML P 63 3 3 3 3 3 1 4 3 3 3 3 2 3 3 4 3 3 4 4 58

15 SR P 45 3 3 3 3 3 1 2 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 4 4 61

16 SH P 66 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 2 50

17 SU P 70 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 55

18 KT P 66 4 4 3 1 2 3 4 2 4 3 1 4 2 4 2 2 2 4 4 55

19 TS L 74 3 3 2 3 4 4 1 3 3 3 1 2 4 2 2 3 3 4 4 54

20 FH P 55 4 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4 2 2 3 3 2 3 4 3 59

21 SN P 51 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 55

22 SR P 61 3 3 1 2 2 3 3 3 2 3 2 2 2 3 3 2 3 3 2 47

23 PM L 67 3 3 3 2 2 2 1 2 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 49

24 SR L 64 4 4 3 3 1 2 3 4 4 4 4 4 3 1 3 4 3 4 4 62

25 WS P 68 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 55

Page 194: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

26 SD L 56 3 3 3 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 52

27 HW P 38 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 50

28 JM P 62 3 2 3 3 2 3 3 1 3 3 3 2 3 3 3 4 3 3 3 53

29 MS L 71 4 4 4 2 2 2 2 3 3 3 3 3 1 2 2 3 2 3 3 51

30 AT P 64 3 4 3 2 1 3 3 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 4 4 52

31 SS P 77 3 2 3 1 2 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 51

32 TW P 67 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 64

33 SU L 78 3 3 2 3 2 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 61

34 SHR P 67 3 4 3 2 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 4 4 54

35 SLT P 50 4 4 4 3 4 3 3 2 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 64

36 BSU P 70 3 3 3 2 3 3 3 2 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 61

37 AW P 38 3 4 3 3 4 3 4 4 2 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 62

Page 195: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

No. Nama JK Usia

PSS-

1

PSS-

2

PSS-

3

PSS-

4

PSS-

5

PSS-

6

PSS-

7

PSS-

8

PSS-

9

PSS-

10

Total

PSS

1 K P 71 1 0 0 0 1 0 3 4 1 0 10

2 I P 64 1 1 1 1 1 1 3 1 1 1 12

3 EL P 47 2 4 4 1 3 1 4 1 4 4 28

4 NE P 45 1 2 2 2 3 2 0 1 2 3 18

5 T P 38 1 2 2 1 2 2 2 1 3 2 18

6 PT P 50 1 2 1 1 1 1 2 1 2 2 14

7 SO L 52 3 3 3 1 1 2 1 1 3 2 20

8 IS P 46 2 1 1 2 2 2 2 3 2 2 19

9 SI P 52 3 3 3 1 1 2 1 1 3 2 20

10 PMW L 56 1 2 3 2 2 2 2 1 2 3 20

11 TG P 49 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 21

12 AS L 69 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2

13 SMY P 48 1 1 2 2 1 1 2 0 1 1 12

14 SML P 63 0 1 1 1 1 1 2 1 2 1 11

15 SR P 45 0 0 1 2 1 0 2 1 0 0 7

16 SH P 66 1 1 2 1 1 2 1 1 4 1 15

17 SU P 70 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 15

18 KT P 66 2 1 3 1 2 3 1 0 3 3 19

19 TS L 74 2 2 2 1 2 3 2 1 2 3 20

20 FH P 55 0 0 0 2 2 0 2 2 1 0 9

21 SN P 51 1 2 2 2 3 1 2 2 2 2 19

22 SR P 61 1 1 2 1 1 2 1 2 4 1 16

23 PM L 67 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 17

24 SR L 64 1 1 2 4 2 2 1 2 2 2 19

Page 196: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

25 WS P 68 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 15

26 SD L 56 1 1 1 1 2 1 3 3 1 1 15

27 HW P 38 1 3 1 2 3 2 1 1 2 2 18

28 JM P 62 2 2 3 2 2 3 1 2 3 3 23

29 MS L 71 1 3 1 2 0 0 3 1 1 3 15

30 AT P 64 1 3 1 2 0 0 3 1 1 1 13

31 SS P 77 2 2 3 2 2 2 2 1 2 2 20

32 TW P 67 2 2 2 3 3 2 3 2 1 2 22

33 SU L 78 4 3 2 3 2 2 4 1 1 2 24

34 SHR P 67 1 2 1 2 1 1 2 2 1 2 15

35 SLT P 50 2 3 4 1 3 2 3 1 4 2 25

36 BSU P 70 0 0 0 1 1 0 1 4 0 0 7

37 AW P 38 2 1 2 2 1 2 2 3 2 1 18

Page 197: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

KELOMPOK EKSPERIMEN POST-TEST

No. Nama JK Usia P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 Total

1 HW P 38 4 3 3 2 2 2 3 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 4 4 51

2 JM P 62 3 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 4 3 3 3 63

3 MS L 71 3 3 3 3 1 4 1 2 2 4 3 4 2 2 3 4 3 1 3 51

4 AT P 64 3 3 3 3 3 4 2 2 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 60

5 SS P 77 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 1 1 3 3 3 3 3 55

Page 198: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

KELOMPOK EKSPERIMEN FOLLOW-UP

NO. Nama JK Usia P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 Total

1 HW P 38 4 4 3 3 3 3 2 2 4 4 4 4 3 2 3 3 2 3 3 59

2 JM P 62 4 4 3 3 3 3 4 2 4 4 4 4 2 1 4 4 3 4 3 63

3 MS L 71 3 4 3 2 1 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 2 4 4 54

4 AT P 64 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 64

5 SS P 77 3 3 2 3 2 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 61

Page 199: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

KELOMPOK KONTROL POST-TEST

No. Nama JK Usia P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 Total

1 PT P 50 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 55

2 SI P 52 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 55

3 SH P 66 4 4 3 1 2 3 4 2 4 3 1 4 2 4 2 2 2 4 4 55

4 SR P 61 3 3 3 1 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 52

5 SO L 52 4 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4 2 2 3 3 2 3 4 3 59

6 SD L 56 3 3 2 3 4 4 1 3 3 3 1 2 4 2 2 3 3 4 4 54

Page 200: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

KELOMPOK KONTROL FOLLOW-UP

No. Nama JK Usia P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 Total

1 PT P 50 4 4 4 3 1 3 3 1 4 4 4 4 1 3 3 4 2 4 4 60

2 SI P 52 4 4 4 3 1 3 3 3 4 4 4 2 2 3 3 2 3 4 3 59

3 SH P 66 3 3 3 3 3 1 4 3 3 3 3 2 3 3 4 3 3 4 4 58

4 SR P 61 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 55

5 SO L 52 4 4 3 3 1 2 3 4 4 4 4 4 3 1 3 4 3 4 4 62

6 SD L 56 3 3 3 3 3 1 4 3 3 3 3 2 3 3 4 3 3 4 4 58

Page 201: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 7

Hasil Analisis Data

Page 202: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

UJI BEDA KELOMPOK EKSPERIMEN DAN KELOMPOK KONTROL

MENGGUNAKAN GAINED SCORE

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Gain I-II

Kelompok Eksperimen 5 5.50 27.50

Kelompok Kontrol 5 5.50 27.50

Total 10

Test Statisticsa

Gain I-II

Mann-Whitney U 12.500

Wilcoxon W 27.500

Z .000

Asymp. Sig. (2-tailed) 1.000

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] 1.000b

a. Grouping Variable: Kelompok

b. Not corrected for ties.

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Gain I-III

Kelompok Eksperimen 5 7.00 35.00

Kelompok Kontrol 5 4.00 20.00

Total 10

Test Statisticsa

Gain I-III

Mann-Whitney U 5.000

Wilcoxon W 20.000

Z -1.622

Asymp. Sig. (2-tailed) .105

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .151b

a. Grouping Variable: Kelompok

b. Not corrected for ties.

Ranks

Kelompok N Mean Rank Sum of Ranks

Gain II-III

Kelompok Eksperimen 5 5.80 29.00

Kelompok Kontrol 5 5.20 26.00

Total 10

Page 203: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Test Statisticsa

Gain II-III

Mann-Whitney U 11.000

Wilcoxon W 26.000

Z -.321

Asymp. Sig. (2-tailed) .748

Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .841b

a. Grouping Variable: Kelompok

b. Not corrected for ties.

Page 204: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

UJI NORMALITAS

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Postest .310 10 .007 .860 10 .077

a. Lilliefors Significance Correction

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

Postest 10 100.0% 0 0.0% 10 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error

Postest

Mean 55.1000 1.20600

95% Confidence Interval for

Mean

Lower Bound 52.3718

Upper Bound 57.8282

5% Trimmed Mean 54.8889

Median 55.0000

Variance 14.544

Std. Deviation 3.81372

Minimum 51.00

Maximum 63.00

Range 12.00

Interquartile Range 4.50

Skewness 1.106 .687

Kurtosis .954 1.334

Page 205: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

UJI HOMOGENITAS

Test of Homogeneity of Variances

Postest

Levene Statistic df1 df2 Sig.

11.064 1 8 .010

ANOVA

Postest

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 8.100 1 8.100 .528 .488

Within Groups 122.800 8 15.350

Total 130.900 9

Page 206: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

UJI BEDA SKOR KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KELOMPOK

EKSPERIMEN

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post-test - Pre-test

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 4b 2.50 10.00

Ties 1c

Total 5

a. Post-test < Pre-test

b. Post-test > Pre-test

c. Post-test = Pre-test

Test Statisticsa

Post-test - Pre-

test

Z -1.826b

Asymp. Sig. (2-tailed) .068

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Follow-up - Pre-test

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 5b 3.00 15.00

Ties 0c

Total 5

a. Follow-up < Pre-test

b. Follow-up > Pre-test

c. Follow-up = Pre-test

Test Statisticsa

Follow-up - Pre-

test

Z -2.032b

Asymp. Sig. (2-tailed) .042

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Page 207: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Follow-up - Post-test

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 4b 2.50 10.00

Ties 1c

Total 5

a. Follow-up < Post-test

b. Follow-up > Post-test

c. Follow-up = Post-test

Test Statisticsa

Follow-up -

Post-test

Z -1.826b

Asymp. Sig. (2-tailed) .068

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Page 208: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

UJI BEDA SKOR KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS KELOMPOK KONTROL

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Post-test - Pre-test

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 5b 3.00 15.00

Ties 0c

Total 5

a. Post-test < Pre-test

b. Post-test > Pre-test

c. Post-test = Pre-test

Test Statisticsa

Post-test - Pre-

test

Z -2.032b

Asymp. Sig. (2-tailed) .042

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Follow-up - Pre-test

Negative Ranks 0a .00 .00

Positive Ranks 5b 3.00 15.00

Ties 0c

Total 5

a. Follow-up < Pre-test

b. Follow-up > Pre-test

c. Follow-up = Pre-test

Test Statisticsa

Follow-up - Pre-

test

Z -2.121b

Asymp. Sig. (2-tailed) .034

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Follow-up - Post-test Negative Ranks 0a .00 .00

Page 209: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Positive Ranks 5b 3.00 15.00

Ties 0c

Total 5

a. Follow-up < Post-test

b. Follow-up > Post-test

c. Follow-up = Post-test

Test Statisticsa

Follow-up -

Post-test

Z -2.041b

Asymp. Sig. (2-tailed) .041

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on negative ranks.

Page 210: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

UJI BEDA TEKANAN DARAH PASIEN HIPERTENSI PADA KELOMPOK

EKSPERIMEN

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

TD Posttest - TD Pretest

Negative Ranks 4a 2.50 10.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 1c

Total 5

a. TD Posttest < TD Pretest

b. TD Posttest > TD Pretest

c. TD Posttest = TD Pretest

Test Statisticsa

TD Posttest -

TD Pretest

Z -1.841b

Asymp. Sig. (2-tailed) .066

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on positive ranks.

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

TD Follow-up - TD Pretest

Negative Ranks 4a 2.50 10.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 1c

Total 5

a. TD Follow-up < TD Pretest

b. TD Follow-up > TD Pretest

c. TD Follow-up = TD Pretest

Test Statisticsa

TD Follow-up -

TD Pretest

Z -1.826b

Asymp. Sig. (2-tailed) .068

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on positive ranks.

Ranks

N Mean Rank Sum of Ranks

Page 211: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

TD Follow-up - TD Posttest

Negative Ranks 4a 2.50 10.00

Positive Ranks 0b .00 .00

Ties 1c

Total 5

a. TD Follow-up < TD Posttest

b. TD Follow-up > TD Posttest

c. TD Follow-up = TD Posttest

Test Statisticsa

TD Follow-up -

TD Posttest

Z -1.857b

Asymp. Sig. (2-tailed) .063

a. Wilcoxon Signed Ranks Test

b. Based on positive ranks.

Page 212: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 8

Lembar Tugas Peserta

Page 213: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LEMBAR KERJA

PELATIHAN MANAJEMEN STRES

Nama :

Usia :

Situasi Apa yang

Dirasakan Penyebab

Pikiran yang

Muncul

Negative

Self-Talk Bukti

Pikiran

Alternatif Bukti

Positive Self-

Talk

Page 214: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

Tujuan :

Yogyakarta, Maret 2019

( )

Page 215: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 9

Daftar Hadir Peserta

Page 216: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

DAFTAR HADIR

PELATIHAN MANAJEMEN STRES

Jum’at, 15 Maret 2019

NO NAMA TANDA TANGAN

Page 217: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

DAFTAR HADIR

PELATIHAN MANAJEMEN STRES

Kamis, 21 Maret 2019

NO NAMA TANDA TANGAN

Page 218: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LAMPIRAN 10

Lembar Evaluasi Pelatihan

Page 219: PENGARUH PELATIHAN MANAJEMEN STRES TERHADAP KESEJAHTERAAN

LEMBAR EVALUASI

Nama :

Usia :

1. Bagaimana kesan Anda setelah mengikuti pelatihan manajemen stres?

2. Apakah ada perbedaan antara sebelum dan setelah pelatihan?

3. Bagaimana pendapat Anda mengenai pelatihan manajemen stres?