refrat sianida dan arsen
DESCRIPTION
jkgaklasTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam pemeriksaan forensik terdapat dua tujuan pembuktian keracunan
atau intoksikasi. Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian dan
yang kedua untuk mengetahui seberapa jauh racun atau keracunan mempengaruhi
terjadinya suatu peristiwa semisal kecelakaan lalu lintas, pembunuhan dan
perkosaan. Pendekatan yang dilakukan pada kedua tujuan ini berbeda. Untuk
tujuan yang pertama perlu dibuktikan adanya racun dalam jumlah yang
mematikan tidak demikian halnya dengan tujuan kedua. Tujuan kedua lebih
mementingkan rekontruksi kasus dan pembuktian bahwa racun memang berperan
dalam peristiwa tersebut.
Dalam masyarakat dikenal berbagai jenis racun dan akibatnya terhadap
tubuh manusia. Untuk mengenali racun apa yang terlibat dalam suatu peristiwa
diperlukan pengetahuan khusus tentang jenis dan penempakan racun baik di
dalam maupun diluar tubuh. Toksikologi adalah ilmu khusus yang mempelajari
sumber, sifat dan khasiat racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan
serta kelainan yang didapatkan pada korban meninggal.
Racun adalah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan secara
faali, yang dalam dosis toksik, selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh yang
dapat berakhir dengan penyakit atau kematian. Racun dapat masuk ke dalam
tubuh melalui udara yang dihirup pada saat bernafas (inhalasi), ditelan (peroral),
melalui penyutikan (parenteral atau injeksi), penyerapan melalui kulit yang sehat
atau sakit, atau dapat pula melalui anus atau vagina. Setelah masuk ke dalam
tubuh racun dapat bereaksi secara lokal, sistemik atau keduanya. Racun dapat
bekerja secara lokal dan akan menimbulkan rasa nyeri yang hebat, tidak jarang
disertai dengan perforasi. Sebagian dari racun dapat masuk ke dalam darah dan
menimbulkan efek sistemik seperti penekanan pusat nafas. Efek sistemik ini
dikarenakan racun mempunyai afinitas terhadap salah satu organ atau sistem.
Yang termasuk dalam golongan ini yaitu narkotika, barbiturat, alkohol, digitalis,
asam oksalat, karbon monoksida, sianida, dan intektisida golongan “chlorinated
hydrocarbon”.
Sianida adalah zat beracun yang sangat mematikan yang telah digunakan
sejak ribuan tahun yang lalu. Sianida banyak digunakan pada saat perang dunia
pertama. Efek dari sianida ini sangat cepat dan dapat mengakibatkan kematian
dalam jangka waktu beberapa menit. Sianida terdapat dalam berbagai bentuk,
salah satu nya adalah hidrogen sianida yang berbentuk cairan tidak berwarna atau
pada suhu kamar berwarna biru pucat. Bentuk lain sianida ialah sodium sianida
dan potassium sianida yang berbentuk serbuk dan berwarna putih.
Sianida dalam dosis rendah dapat ditemukan di alam dan ada pada setiap
produk yang biasa kita makan atau gunakan. Sianida dapat diproduksi oleh
bakteri, jamur dan ganggang. Sianida ditemukan pada rokok, asap kendaraan
bermotor, dan makanan seperti bayam, bambu, kacang, tepung tapioka dan
singkong. Sianida banyak digunakan pada industri terutama dalam pembuatan
garam seperti natrium, kalium atau kalsium sianida.
Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan
sendiri (70% dalam 1 seri).5 Gejala yang ditimbulkan oleh keracunan zat kimia
sianida bermacam-macam; mulai dari rasa nyeri pada kepala, mual muntah, sesak
nafas, dada berdebar, selalu berkeringat sampai korban tidak sadar dan apabila
tidak segera ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian. Penatalaksaan
dari korban keracunan ini harus cepat, karena prognosis dari terapi yang
diberikan juga sangat tergantung dari lamanya kontak dengan zat toksik tersebut.
Dalam pemeriksaan forensik, diagnosis keracunan sianida pada orang hidup
terutama tergantung dari riwayat kontak dengan racun sianida atau yang dicurigai
sumber racun sianida dan gejala serta tanda yang diperlihatkan pasien. Sementara
pada postmortem pembuktiannya melalui pemeriksaan dari jaringan-jaringan
yang dilalui oleh sianida sesuai dengan rute masuknya ke dalam tubuh.
Arsen (As) adalah salah satu logam toksik yang sering diklasifikasikan
sebagai logam, Tetapi lebih bersifat nonlogam. Tidak seperti logam lain yang
membentuk kation, Arsen (As) dialam berbentuk anion, seperti H2AsO4
(Ismunandar, 2004). Arsen (As) tidak rusak oleh lingkungan, hanya berpindah
menuju air atau tanah yang dibawa oleh debu, hujan, atau awan. Beberapa
senyawa Arsen (As) tidak bisa larut di perairan dan akhirnya akan mengendap di
sedimen. Senyawa arsen pada awalnya digunakan sebagai pestisida dan hibrisida,
sebelum senyawa organic ditemukan, dan sebagai pengawet kayu (Copper
Chromated Arsenic (CCA)).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Sianida merupakan inhibitor nonspesifik enzim, meliputi asam suksinat
dehidrogenase, superoksida dismutase, karbonat anhidrase, sitokrom oksidase, dan
lain sebagainya. Oksidase merupakan enzim yang berperan mengkatalisis Hidrogen
yang ada dalam substrat dengan hasil berupa H2O dan H2O2. Enzim ini berfungsi
sebagai akseptor ion Hidrogen, banyak terdapat dalam mioglobin, hemoglobin, dan
sitokrom lain.
Arsen (As) merupakan unsur yang melimpah secara alami dengan nomor atom
33, berat atom 74,92 g/mol, memiliki 2 bentuk padatan, yaitu kuning kehitaman dan
abu-abu, termasuk dalam golongan semi-logam, dan mudah patah. Biasanya, bersama
dengan unsur lain yaitu oksugen, klor, sulfur, karbon, hydrogen, timbal, besi, emas.
Berbagai senyawa As ditemukan dialam biasanya bersama unsure lain, antara lain
perak, kobalt, nikel, besi, antimony, atau sulfur.
B. Pemeriksaan Jenazah Kasus Keracunan Sianida
1. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan bau sianida pada tubuh yang
dapat dikenali seperti bau almond akan tetapi banyak orang tidak bisa
mendeteksi bau ini sebagian karena kemampuan adaptasi indera penciuman
dengan cepat akan ‘menghilangkan’ bau tersebut. Selain itu, secara genetik
40% populasi tidak dapat mencium bau tersebut. Penampakan lebam mayat
pada kondisi ini cukup bervariasi. Yang klasik dikatakan menjadi berwarna
merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin atau sianmethemoglobin
(karena jaringan tidak dapat menggunakan oksigen). Banyak deskripsi lebam
mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau
bahkan merah terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang dapat
dibingungkan dengan karboksi hemoglobin (HbCO). Terdapat pula
kemungkinan muntahan hitam disekitar bibir. Hal lain dapat dilihat adanya
tanda-tanda sianosis seperti kebiruan pada bibir dan ujung jari-jari. Akan tetapi
jika lebih dari 24 jam maka tanda ini akan dikacaukan oleh perubahan
postmortal. Tanda lain adalah adanya perdarahan berbintik pada selaput biji
mata dan kelopak mata.
2. Pemeriksaan Dalam
Sebelum pemeriksaan dalam dilakukan sangat penting diketahui bahwa
pemeriksaan dalam (autopsi) korban dengan keracunan sianida cukup beresiko
karena pemeriksa akan terpapar sianida dalam waktu yang cukup lama.
Kematian oleh karena sianida disebabkan oleh karena histotoksik
hipoksia maka tanda-tanda asfiksia dapat dilihat pada pemeriksaan dalam
seperti adanya kongesti organ-organ dalam akibat perbendungan sistemik.
Organ dalam terlihat membesar dan jaringan di dalam mungkin juga menjadi
berwarna merah muda terang disebabkan karena oksi-hemoglobin yang tidak
dapat digunakan oleh jaringan - yang mungkin lebih umum terjadi dari pada
karena sianmethemoglobin. Selain itu terjadi kongesti pada paru-paru dan
dilatasi jantung kanan.
Striae pada lambung dapat mengalami kerusakan hebat dan terlihat
menutupi permukaan, selain itu terdapat resapan darah pada lekukan mukosa.
Ini terutama disebabkan kekuatan alkali yang kuat dari hidrolisa garam-garam
natrium dan kalium sianida. Pada kasus keracunan berat, lambung akan
ditandai dengan striae berwarna merah gelap. Lambung dapat berisi darah
maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di dindingnya. Jika
sianida berada dalam larutan encer, kerusakan yang terjadi lebih minimal.
Apabila racun masuk secara oral maka kekuatan alkali dari sianida akan
mengiritasi saluran cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan, terutama
pada bagian mukosa pada sepertiga distal, terutama saat post mortem dimana
terjadi regurgitasi isi perut karena relaksasi dari sphincter. Organ lain tidak
menunjukkan perubahan yang spesifik dan diagnosis dibuat berdasarkan bau
dan warna kemerahan pada jaringan dalam tubuh.
Verslag dalam bukunya mengatakan terdapat beberapa perubahan
histologis yang mengindikasikan adanya kematian akibat defisiensi oksigen
melalui asfiksia yaitu:
1. Hilangnya lemak terutama pada vakuola sitoplasma dari epitel pada
jaringan hati, sel otot jantung, dan sel pada tubulus renal
2. Pembengkakan sel endotel pada otak dan otot jantung
3. Mobilisasi dan proliferasi dari makrofag alveolar dengan pembentukan
sel raksasa polinuklear (hanya terjadi pada paru-paru yang sehat)
4. Presipitasi droplet hialin pada epitel hati
5. Perdarahan pada paru-paru dan otak
6. Degenarasi sel ganglion dan hilangnya substansi Nissl terutama pada
girus hippocampus
7. Emfisema akut pada jaringan interstistial dan alveolar paru.
C. Pemeriksaan Toksikologi Kasus Keracunan Sianida
Jumlah sianida yang ditemukan dalam pemeriksaan tergantung jumlah sianida
yang masuk dalam tubuh dan waktu antara masuknya sianida dengan kematiannya.
Yang mana akhir-akhir ini biasanya diukur dalam menit, atau pada kasus dengan
dosis rendah dan sempat diterapi, korban dapat bertahan hidup dalam jam bahkan
hari. Sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida telah
masuk dalam tubuh yang mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai
barang bukti dari terjadinya keracunan. Akan tetapi, Karhunen et al telah melaporkan
kasus dimana seorang tersangka pembunuhan terbakar dan pada post mortemnya
menunjukkan tingkat sianida dalam darah 10 mg/l, yang diperkirakan sesuai dengan
difusi pasif dari sianida melalui seluruh cavitas tubuh yang terbuka saat terjadinya
kebakaran. Maka dari itu sangat penting untuk mengidentifikasi sumber pasti sianida
pada kasus- kasus keracunan dan rute masuknya zat ke dalam tubuh sehingga dapat
diketahui penyebab kematiannya.
Beberapa spesimen yang dapat diambil untuk pemeriksaan laboratorium adalah
1. Lambung (isi dan jaringannya). Material ini berguna untuk mengetahui
keracunan sianida peroral atau pada kasus mati mendadak dimana terdapat
sejumlah besar obat-obat yang tidak terabsorpsi pada lambung. Pada kasus-
kasus overdosis obat maka lambung harus diambil seluruhnya. Jika terdapat
tablet atau capsul pada lambung maka harus ditempatkan di kontainer terpisah
dan dikirim bersama specimen lambung.
2. Hati. Specimen ini berguna untuk kasus keracunan yang kompleks. Biasanya
diambil 100 gram pada dari lobus kanan karena tidak terkontaminasi dengan
empedu.
3. Darah. Dianjurkan untuk mengambil spesimen darah dari berbagai pembuluh
darah perifer. Khasnya, tingkat sianida darah dalam 1 serial kasus yang fatal
antara 1-53 mg/l, dengan rata-rata 12 mg/L.9 Kadar sianida normal dalam
darah sebesar 0,016-0,014mg/L.10 Selain pemeriksaan kadar sianida dapat juga
dilakukan pemeriksaan pH darah yang akan menjadi lebih asam karena
peningkatan asam laktat.
4. Otak. Pada kasus-kasus dimana sumber sianida tidak diketahui, dianjurkan
untuk mengambil sampel otak kurang lebih 20 gram dari bagian dalam untuk
mengkorfirmasi keberadaan sianida.
5. Paru-paru. Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen
sianida, paru-parunya harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang
terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).
6. Limpa merupakan jaringan dengan konsentrasi sianida yang paling tinggi,
diperkirakan karena limpa banyak mengandung sel darah merah, dalam 1
serial seperti diatas, tingkat sianida limpa berkisar antara 0,5-398 mg/l, dengan
rata-rata 44 mg/l. Dalam serial lain, tingkat sianida darah rata-rata 37 mg/l.
7. Urine. Ekskresi sianida pada urine dalam beberapa bentuk salah satunya
adalah tiosianat.9 Pada orang yang tidak merokok konsentrasi tiosianat
berkisar antara 1-4mg/L sementara pada perokok konsentrasinya hingga 3-
12mg/L.
Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam
beberapa hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi
dalam sampel darah yang telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu
ruangannya, sehingga jika ada penundaan, sampel darah dan jaringan sebaiknya
disimpan pada suhu 4 derajat celcius dan harus dianalisa sesegera mungkin. Akan
tetapi kualitas sampel telah menurun walaupun dengan adanya pendingin. Lebih dari
70% isi sianida dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan
komponen jaringan dan konversi menjadi thiosianad. Sebaliknya, sampel postmortem
yang terlalu lama disimpan dapat menghasilkan sianida akibat reaksi dari bakteri.
Pencegahan terhadap hal ini dengan mempergunakan kontainer yang berisi 2%
sodium flourida.
D. Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik
Lebih baik mengambil bahan dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu
autopsi daripada kemudian harus mengadakan penggalian kubur untuk mengambil
bahan-bahan yang diperlukan dan melakukan analisis toksikologik atas jaringan yang
sudah busuk atau sudah diawetkan.
Pengambilan darah dari jantung dilakukan secara terpisah dari sebelah kanan
dan sebelah kiri masing-masing sebnayak 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml,
diambila dari vena iliaka komunis bukan darah dari vena porta. Pada korban yang
masih hidup, darah adalah bahan yang terpenting, diambil 2 contoh darah masing-
masing 5 ml, yang pertama diberi pengawet NaF 1% dan yang lain tanpa pengawet.
Urin dan bilasan lambung diambil semua yang ada didalam kandung kemih
untuk pemeriksaannya. Pada mayat diambil lambung beserta isinya. Usus beserta
isinya berguna terutama bila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah
menelan racun sehingga dapat diperkirakan saat kematian dan dapat pula ditemukan
pil yang tidak hancur oleh lambung.
Organ hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi
dengan alasan takaran forensik kebanyakan racun sangat kecil, hanya beberapa mg/kg
sehingga kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan untuk menemukan racun, bahan
pemeriksaan harus banyak, serta hati merupakan tempat detoksikasi tubuh terpenting.
Ginjal harus diambil keduanya, organ ini penting pada keadan intoksikasi
logam, pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus dimana secara histologik
ditemukan Ca-oksalat dan sulfo-namide. Pada otak, jaringan lipoid dalam otak
mampu menahan racun. Misalnya CHCI3 tetap ada walaupun jaringan otak telah
membusuk. Otak bagian tengah penting pada intoksikasi CN karena tahan terhadap
pembusukan. Untuk menghidari cairan empedu mengalir ke hati dan mengacaukan
pemeriksaan, sebaiknya kandung empedu jangan dibuka.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk mengambil sampel selain dengan cara
yang telah disebutkan, adalah :
1. Tempat masuknya racun (lambung, tempat suntikan)
2. Darah
3. Tempat keluar (urin, empedu)
Wadah Bahan Pemeriksaan Toksikologi Idealnya terdiri dari 9 wadah
dikarenakan masing-masing bahan pemeriksaan diletakkan secara tersendiri, yaitu :
1. 2 buah toples a 2 liter untuk hati dan usus
2. 3 peles @ 1 liter untuk lambung beserta isinya, otak dan ginjal
3. 4 botol @ 25 ml untuk darah (2 buah), urin dan empedu
4. Wadah harus dibersihkan dahulu dengan mencucinya memakai asam kromat
hangat dan dibilas dengan aquades serta dikeringkan.
5. Bahan Pengawet
Yang terbaik adalah tanpa bahan pengawet, bila terpaksa dapat digunakan bahan
pengawet :
1. Alkohol absolut
2. Larutan garam dapur jenuh
3. Larutan NaF 1 %
4. Larutan NaF + Na sitrat
5. Na benzoat + fenil merkuri nitrat
Volume pengawet sebaiknya dua kali volume bahan pemeriksaan.
E. Diagnosa Kasus Keracunan Sianida
Untuk menentukan diagnosa kasus keracunan diperlukan
1. Anamnesa kontak antara korban dengan sianida atau yang dicurigai
sebagai sumber sianida
2. Ada gejala dan tanda keracunan sianida
3. Dari benda bukti, harus dapat dibuktikan bahwa benda bukti tersebut
memang mengandung racun sianida
4. Dari bedah mayat, dapat ditemukan adanya perubahan atau kelainan
yang sesuai dengan keracunan sianida dan tidak ditemukan adanya
penyebab kematian lain
5. Analisa kimia atau pemeriksaan toksikologi harus dapat dibuktikan
adanya racun sianida dan atau metabolitnya, dalam tubuh atau cairan
tubuh korban secara sistemik.
F. Manifestasi Klinik Intoksikasi Sianida
Efek utama dari racun sianida adalah timbulnya hipoksia jaringan yang timbul
secara progresif. Akan tetapi, gejala dan tanda fisik yang ditemukan sangat tergantung
dari dosis sianida, banyaknya paparan, jenis paparan, dan bentuk dari sianida. Sianida
berefek pada banyak sistem organ, seperti pada tekanan darah, penglihatan, paru,
saraf pusat, jantung, sistem endokrin, sistem otonom dan sistem metabolisme.
Penderita akan mengeluh timbul rasa pedih dimata karena iritasi dan kesulitan
bernafas karena mengiritasi mukosa saluran pernafasan. Hal yang khusus yang dapat
diperhatikan pada penderita dengan keracunan sianida adalah adanya warna merah
terang pada arteri dan vena retinal pada pemeriksaaan dengan funduskopi.
Dalam konsentrasi rendah, efek dari sianida baru muncul sekitar 15-30 menit
kemudian, sehingga masih bisa diselamatkan dengan pemberian antidote. Tanda awal
dari keracunan sianida adalah hiperpnea sementara, nyeri kepala, dispnea, kecemasan,
perubahan perilaku seperti agitasi dan gelisah, berkeringat banyak, warna kulit
kemerahan atau cherry red karena darah vena banyak mengandung oksigen, tubuh
terasa lemah dan vertigo juga dapat muncul.
Pada paparan sianida dengan konsentrasi tinggi, hanya dalam jangka waktu 15 detik
tubuh akan merespon dengan hiperpnea, 15 detik setelah itu seseorang akan
kehilangan kesadarannya. 3 menit kemudian akan mengalami apnea yang dalam
jangka waktu 5-8 menit akan mengakibatkan aktifitas otot jantung terhambat karena
hipoksia dan berakhir dengan kematian. Tanda akhir sebagai ciri adanya penekanan
terhadap CNS adalah koma dan dilatasi pupil, tremor, aritmia, kejang-kejang, koma
penekanan pada pusat pernafasan, gagal nafas sampai henti jantung, tetapi gejala ini
tidak spesifik bagi mereka yang keracunan sianida sehingga menyulitkan
penyelidikan apabila penderita tidak mempunyai riwayat terpapar sianida.
G. Penatalaksanaan Keracunan Sianida
Prinsip pertama dari terapi ini adalah mengeliminasi sumber-sumber yang terus-
menerus mengeluarkan racun sianida. Pertolongan terhadap korban keracunan sianida
sangat tergantung dari tingkat dan jumlah paparan dengan lamanya waktu paparan.
Segera menjauh dari tempat atau sumber paparan. Jika korban berada di dalam
ruangan maka segera keluar dari ruangan.
Jika tempat yang menjadi sumber berada diluar ruangan, maka sebaiknya tetap
berada di dalam ruangan.Tutup pintu dan jendela, matikan pendingin ruangan,
kipas maupun pemanas ruangan sampai bantuan datang.
Cepat buka dan jauhkan semua pakaian yang mungkin telah terkontaminasi
oleh sianida. Letakkan pakaian itu di dalam kantong plastik, ikat dengan kuat
dan rapat. Jauhkan ke tempat aman yang jauh dari manusia, terutama anak-
anak.
Segera cuci sisa sianida yang masih melekat pada kulit dengan sabun dan air
yang banyak.
Tindakan kedua adalah segera cari udara segar. Jika berada di dekat balai
pengobatan tertentu maka dapat diberikan oksigen murni. Berikan antidotum untuk
mencegah keracunan yang lebih serius. Penambahan tingkat ventilasi oksigen ini akan
meningkatkan efek dari antidotum. Asidosis laktat yang berasal dari metabolisme
anaerobik dapat diterapi dengan memberikan sodium bikarbonat secara intravena dan
bila penderita gelisah dapat diberikan obat-obat antikonvulsan seperti diazepam.
Perbaikan perfusi jaringan dan oksigenisasi adalah tujuan utama dari terapi ini. Selain
itu juga, perfusi jaringan dan tingkat oksigenisasi sangat mempengaruhi tingkat
keberhasilan pemberian antidotum. Bila korban dalam keadaan tidak sadar maka
harus segera ditatalaksana di rumah sakit karena bila terlambat dapat berakibat
kematian.
Terdapat beberapa antidote yang dapat dipergunakan pada kasus keracunan
sianida.Masing-masing antidote bekerja pada bagian tertentu pada proses reaksi
sianida dan menghambat reaksi tersebut. Beberapa agent tersebut adalah
1. Agent yang menginduksi pembentukan MetHb. Contoh ini adalah nitril
yang dapat merubah ion ferous (fe2+) dari hemoglobin menjadi ion
ferric (Fe3+). MetHb yang dihasilkan berikatan kuat dengan sianida
menjadi cyanmetHb. Preparat yang tersedia adalah sodium nitrit (i.v),
amil nitrit (inhale) dan dimetil aminofenol (i.v atau i.m)
2. Agent yang berikatan secara langsung seperti cobalt yang langsung
memotong dan berikatan dengan ion sianida. Dicobalt edetate
(Kelocyanor) dan hydroxocobalamin (Cyanokit) keduanya dalam
sediaan i.v.
3. Agent yang bekerja sebagai pendonor sulfur. Jalur detoksifikasi sianida
normalnya melalui konversi sianida menjadi tiosianat, dengan gugus
sulfur yang diberikan oleh glutatione. Maka dari itu sodium tiosulfat
akan berkontribusi terhadap reaksi ini dengan memberikan gugus sulfur.
Agent ini diberikan dalam bentuk i.v.
Pada beberapa negara terjadi prosedur penenganan terhadap keracunan sianida
mempergunakan antidote yang berbeda-beda karena perbedaan pendapat tentang
keefektifan dari masing-masing antidote.
1. Di USA. Sodium nitrit adalah obat pilihan karena mempunyai range
dosis terapeutik yang lebar. Akan tetapi diperlukan monitoring metHb
jika diberikan dalam jumlah yang besar.
2. UK lebih memilih dicobalt edetate karena efeknya yang cepat, walaupun
bahan ini mempunyai toksisitas yang cukup signifikant. Maka dari itu
penegakan diagnosis pasti keracunan sianida sangat diperlukan.
3. Dimetil aminofenol direkomendasikan di Jerman. Obat ini menginduksi
pembentukan metHb dengan cepat. Monitoring metHb sangat diperlukan
dan perlu dipertimbangkan reversal dengan metilen blue. Preparat ini
diberikan i.m maka dari itu dapat diberikan oleh paramedis akan tetapi
pada tempat injeksi akan terjadi nekrosis. Kelemahan lain adalah obat ini
adalah penyerapannya yang buruk terutama dalam keadaan toksikasi
akut/kolaps.
4. Prancis telah merekomendasikan antidote terbaru sianida yaitu
hydroxicobalamin. Preparat ini adalah prekursor dari vitamin B12 yang
mempunyai toksisitas minimal. Hydroxicobalamin merupakan molekul
yang besar dan hanya akan berikatan dengan sianida pada molar yang
sama. Preparate yang tersedia harus diencerkan terlebih dahulu sebelum
diberikan. Satu-satunya kelemahan dari obat ini hanyalah kesulitan
dalam pemberiannya dan harganya yang masih mahal.