refrat-ppok

33
BAB I PENDAHULUAN Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara ini. Pasien 1

Upload: resti-fadya

Post on 14-Jan-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ppok

TRANSCRIPT

Page 1: refrat-ppok

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) diperkirakan mempengaruhi 32 juta

orang di Amerika Serikat dan merupakan penyebab utama keempat kematian di negara

ini. Pasien biasanya memiliki gejala bronkitis kronis dan emfisema. Penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok penyakit tidak menular

yang telah menjadi masalah kesehatan masyarakat diIndonesia.1 Hal ini disebabkan oleh

meningkatnya usia harapan hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti

1

Page 2: refrat-ppok

faktor pejamu yang diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya

jumlah perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di dalam

ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.2PPOK sering kali timbul pada usia

pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. Dampak PPOK pada setiap

individu tergantung derajat keluhannya (khususnya sesak dan penurunan kapasitas

latihan), efek sistemik dan gejala komorbid lainnya. Bronkitis kronik dan emfisema tidak

dimasukkan definisi PPOK karena emfisema merupakan diagnosis patologi, bronchitis

kronik merupakan diagnosis klinis. Selain itu keduanya tidak selalu mencerminkan

hmbatan aliran udara dalam saluran napas.1

Hasil survey penyakit tidak menular oleh Direktorat Jenderal PPM dan PL rumah

sakit provinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan

Sumatra Selatan) pada tahun 2004, menunjukkan PPOK menempati urutan pertama

penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronchial (33%), kanker paru (30%),

dan lainnya.

Data prevalens PPOK pada populasi dewasa saat ini bervariasi pada setiap negara

di seluruh dunia. Tahun 2000, prevalens PPOK di Amerika dan Eropa berkisar 5-9%

pada individu usia > 45 tahun. Untuk Indonesia, penelitian COPD working group tahun

2002 di 12 negara Asia Pasifik menunjukkan estimasi prevalens PPOK Indonesia sebesar

5,6%.. Prevalens PPOK diperkirakan akan meningkat sehubungan dengan peningkatan

usia harapan hidup penduduk dunia, pergeseran pola penyakit infeksi yang menurun

sedangkan penyakit degeneratif meningkat serta meningkatnya kebiasaan merokok dan

polusi udara. Merokok merupakan salah satu faktor risiko terbesar PPOK.3 Berdasarkan

hasil penelitian prevalens PPOK meningkat dari tahun ke tahun, dari sekitar 6% di

periode tahun 1960-1979 mendekati 10% di periode tahun 2000-2007. Penyakit paru

obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian

di seluruh dunia. Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) 2007, dibagi atas 4 derajat, yaitu : derajat 1 (PPOK ringan), derajat 2 (PPOK

sedang), derajat 3 (PPOK berat), derajat 4 (PPOK sangat berat).2

2

Page 3: refrat-ppok

Penderita PPOK akan datang ke dokter dan mengeluhkan sesak nafas, batuk-

batuk kronis, sputum yang produktif, faktor resiko (+). Sedangkan PPOK ringan dapat

tanpa keluhan atau gejala. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi : Edukasi,

berhenti merokok, obat – obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi mekanis, Nutrisi.

Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor polmunale.4

1.1 Tujuan Umum pembuatan referat ini untuk mengetahui secara umum penyakit paru

obstruksi kronis dan penatalaksanaannya.

1.2 Tujuan Khusus pembuatan referat ini untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan

hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan

aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru

terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya.1

3

Page 4: refrat-ppok

2.2 Prevalensi

Diperkirakan jumlah pasien PPOK sedang hingga berat asia tahun 2006 mencapai

56,6 juta pasien dengan prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar 3,5-6,7% seperti di

cina dengan angka kasus mencapai 38,160 juta jiwa, jepang sebanyak 5.014 juta jiwa,

dan Vietnam sebesar 2.068 juta jiwa. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta

pasien dengan prevalens 5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya

jumlah perokok karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok.3

2.3 Faktor Risiko 2

1. Asap rokok

2. Polusi udara

Polusi di dalam ruangan

o Asap rokok

o Asap kompor

Polusi di luar ruangan

o Gas buang kendaraan bermotor

o Debu jalanan

Polusi tempat kerja (bahan kimia,zat iritasi,gas beracun)

3. Gen

Factor resico genetic yang paling sering terjadi adalah α-1 antitrypsin sebagai

inhibitor dari protease serin.

2.4 Patogenesis

Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK. Inhalasi asap

rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel epitel untuk

melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak makrofag dan neutrofil.1

Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan protease yang merusak elemen

struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya dapat diatasi dengan antiprotease

4

Page 5: refrat-ppok

endogen namun tidak berimbangnya antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease

yang pada akhirnya akan menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK.

Pembentukan spesies oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas

hydroxyl dan hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi

terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran

antiprotease.3

Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel bronchial,

hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis. Terdapat pula

disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens produksi mucus yang

berlebihan. Secara klinis, proses inilah yang bermanifestasi sebagai bronchitis kronis,

ditandai oleh batuk produktif kronis. Pada parenkim paru, penghancuran elemen

structural yang dimediasi protease menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar

menyebabkan berkurangnya elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika

saluran udara akibat rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago.

Keseluruhan proses ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan

timbulnya gejala patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.2

Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau

kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan

hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah (V/Q

tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang berperfusi

meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2 yang tidak efisien.

Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi keadaan ini, yang

kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk mengatasi resistensi

saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses ini gagal, dan terjadilah

retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan PPOK berat.2

2.5 Klasifikasi 2

5

Page 6: refrat-ppok

Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007,

dibagi atas 4 derajat :

1. Derajat I: PPOK ringan

Dengan atau tanpa gejala klinis (batuk produksi sputum). Keterbatasan aliran

udara ringan (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 > 80% Prediksi). Pada derajat ini, orang

tersebut mungkin tidak menyadari bahwa fungsi parunya abnormal.

2. Derajat II: PPOK sedang

Semakin memburuknya hambatan aliran udara (VEP1 / KVP < 70%; 50% < VEP1

< 80%), disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas. Dalam tingkat ini

pasien biasanya mulai mencari pengobatan oleh karena sesak nafas yang

dialaminya.

3. Derajat III: PPOK berat

Ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara yang semakin memburuk

(VEP1 / KVP < 70%; 30% < VEP1 < 50% prediksi). Terjadi sesak nafas yang

semakin memberat, penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang

yang berdampak pada kualitas hidup pasien.

4. Derajat IV: PPOK sangat berat

Keterbatasan / hambatan aliran udara yang berat (VEP1 / KVP < 70%; VEP1 <

30% prediksi) atau VEP1 < 50% prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas

kronik dan gagal jantung kanan.

Terdapat ketidak sesuaian antara nilai VEP1 dan gejala penderita, oleh

sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak napas mungkin tidak bisa

diprediksi dengan VEP1:

2.6 Diagnosis 2

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanda dan gejala ringan hingga

berat. Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan sampai ditemukan kelainan

yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK dipertimbangkan bila timbul

tanda dan gejala seperti pada tabel berikut :

6

Page 7: refrat-ppok

Tabel 1. Indikator kunci untuk mendiagnosis PPOK

Gejala Keterangan

Sesak Progresif (sesak bertambah berat

seiring berjalannya waktu)

Bertambah berat dengan aktivitas

Persisten (menetap sepanjang hari)

Pasien mengeluh berupa “perlu usaha

untuk bernapas”

Berat, sukar bernapas, terengah-engah

Batuk Kronik Hilang timbul dan mungkin tidak

berdahak

Batuk kronik berdahak Setiap batuk kronik berdahak dapat

mengindikasikan PPOK

Riwayat terpajan factor resiko Asap rokok

Debu

Bahan kimia di tempat kerja

Asap dapur

1. Gambaran klinis :

a. Anamnesis:

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan

Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja

Riwayat penyakit emfisema pada keluarga

7

Page 8: refrat-ppok

Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misal berat badan lahir

rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan

polusi udara

Batuk berulang dengan atau tanpa dahak

Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

b. Pemeriksaan fisik

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan

Inspeksi

- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

- Penggunaan otot bantu napas

- Hipertropi otot bantu napas

- Pelebaran sela iga

- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis di leher

dan edema tungkai

- Penampilan pink puffer atau blue bloater

Gejala bronchitis (Blue Bloater)

1. Sesak nafas pada saat istirahat, yang memburuk

dengan aktivitas ringan

2. Batuk berdahak terutama pada pagi hari

3. Mengi ketika saat bernafas

8

Page 9: refrat-ppok

4. Kelihatan lelah

5. Obesitas

Gejala Emfisema (pink puffer)

1. Sesak nafas

2. Batuk dengan atau tanpa

dahak

3. Kelelahan

4. Penurunan berat badan

5. Cachexia

Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

Auskultasi

1. Suara napas vesikuler normal, atau melemah

2. Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

3. Ekspirasi memanjang

4. Bunyi jantung terdengar jauh

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan rutin:

a. Faal paru

Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP)

- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP

(%).

Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75

%

9

Page 10: refrat-ppok

- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai

beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit.

- Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE

meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan

memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%

Uji bronkodilator

- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE

meter.

- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit

kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau

APE < 20% nilai awal dan < 200 ml

- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil

b. Darah rutin

Hb, Ht, leukosit

c. Radiologi

Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru

lain.

Pada emfisema terlihat gambaran :

- Hiperinflasi

- Hiperlusen

- Ruang retrosternal melebar

- Diafragma mendatar

- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop

appearance)

Pada bronkitis kronik :

- Normal

- Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus

Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan tubular shadow

berupa bayangan garis-garis yang paralel keluar dari hilus menuju apeks paru

dan corakan paru yang bertambah.

10

Page 11: refrat-ppok

Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi dengan

gambaran diafragma yang rendah dan datar, penciutan pembuluh darah

pulmonal, dan penambahan cortakan ke distal.

Pemeriksaan khusus (tidak rutin)

a. Faal paru

- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti Paru

Total (KPT), VR/KRF,VR/KPT meningkat

- Raw meningkat pada bronkitis kronik

- Sgaw meningkat

- Variabiliti Harian APE kurang dari 20 %

b. Uji latih kardiopulmoner

- Sepeda statis (ergocycle)

- Jentera (treadmill)

- Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal

c. Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK

terdapat hipereaktivitas bronkus derajat ringan.

d. Uji coba kortikosteroid

Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison

atau metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu

peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada

11

NormalNormal HyperinflationHyperinflation

Page 12: refrat-ppok

PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian

kortikosteroid.

e. Analisis gas darah

Terutama untuk menilai :

- Gagal napas kronik stabil

- Gagal napas akut pada gagal napas kronik

f. Radiologi

- CT - Scan resolusi tinggi

Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau

bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos.

- Scan ventilasi perfusi

Mengetahui fungsi respirasi paru

g. Elektrokardiografi

Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan

hipertrofi ventrikel kanan.

h. Ekokardiografi

Menilai funfsi jantung kanan

i. Bakteriologi

Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur resistensi

diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang

tepat. Infeksi saluran napas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi

akut pada penderita PPOK di Indonesia.

j. Kadar alfa-1 antitripsin

Kadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia

muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di Indonesia. riwayat

penyakit yang ditandai dengan gejala-gejala diatas.

12

Page 13: refrat-ppok

PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan batuk dengan

dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor resiko. Diagnosis dipastikan

dengan pemeriksaan obyektif adanya hambatan aliran udara (dengan spirometri).

2.7 Diagnosa Banding

2.8 Penatalaksanaan2

Tujuan dari manajemen PPOK adalah untuk meningkatkan status fungsional

pasien dan kualitas hidup dengan menjaga fungsi paru-paru yang optimal,

menurunkan gejala, menurunkan kematian,mencegah dan menangani

komplikasi dan mencegah kekambuhan eksaserbasi. Setelah diagnosis PPOK

ditegakkan, penting untuk memberitahu pasien tentang penyakit dan untuk

mendorong partisipasi aktif dalam terapi.

Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

1. Edukasi

2. Berhenti merokok

3. Obat – obatan

4. Rehabilitasi

13

Page 14: refrat-ppok

5. Terapi oksigen

6. Ventilasi mekanis

7. Nutrisi

5. Edukasi

Secara Umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah :

a. Pengetahuan dasar tentang PPOK

b. Obat – obatan, manfaat dan efek sampingnya

c. Cara pencegahan perburukan penyakit

d. Menghindari pencetus

6. Berhenti merokok

Berhenti merokok merupakan satu-satunya intervensi yang paling efektif

dalam mengurangi risiko berkembangnya PPOK dan memperlambat

progresivitas penyakit.

7. Obat – obatan

Bronkodilator

Macam – macam bronkodilator ;

Golongan antikolinergik

Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping

bronkodilator juga mengurangi sekresi mucus.

Golongan agonis β-2

Bentuk inhaler digunakan untuk menatasi sesak, peningkatan

jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. 14

Page 15: refrat-ppok

Sebaai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan tablet yang berefek

panjang. Bentuk nebulizer dapat digunakan untuk mengatasi

eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka

panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi

eksaserbasi berat.

Kombinasi antikolinergik dan agonis β-2

Kombinasi kedua obat golongan ini akan memperkuat efek

bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang

berbeda. Disamping itu penggunaan obat kombinasi lebih

sederhana dan mudah digunakan.

Golongan xantin

Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak, bentuk

suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut.

Antiinflamasi

Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi

intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan

metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka

panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat

perbaikan VEP1 pascabronkodilator meningkat > 20% dan minimal 250

mg.

Antibiotic

Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan untuk

lini pertama adalah amoksisilin dan makrolid. Dan untuk lini kedua

diberikan amoksisilin dikombinasikan dengan asam klavulanat,

sefalosporin, kuinolon dan makrolid baru.

Antioksidan

15

Page 16: refrat-ppok

Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup.

Digunakan N-asetilsistein, dan dapat diberikan pada PPOK dengan

eksaserbasi yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin.

Mukolitik (pengencer dahak)

Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut, karena akan

mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik

dengan sputum yang kental. Tetapi obat ini tidak dianjurkan untuk

pemakaian jangka panjang.

Antitusif

Diberikan dengan hati-hati

8. Rehabilitasi PPOK 4

Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi terhadap

latihan dan memperbaiki kualitas hidup pasien PPOK. Pasien yan

dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yan tlah

mendapatkan pengobatan optimal yang disertai :

Simptom pernapasan berat

Beberapa kali masuk ruang gawat darurat

Kualitas hidup yang menurun

9. Terapi oksigen

Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang

mengakibatkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen

merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi

dalam sel dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ

lainnya.

a. Manfaat Oksigen :

16

Page 17: refrat-ppok

1. Mengurangi sesak

2. Memperbaiki aktivitas

3. Mengurangi hipertensi pulmoner

4. Mengurangi vasokontriksi

5. Mengurangi hematokrit

6. Memperbaiki fungsi neuropsikiatri

7. Meningkatkan kualitas hidup

b. Indikasi :

1. Pa02 < 60 mmHg atau Sat O2 < 90 %

2. PaO2 diantara 55-59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai

korpulmonale, perubahan P pumonal, Ht > 55 % dan tanda-tanda

gagal jantung kanan, sleep apnea, dan penyakit paru.

c. Macam terapi oksigen :.

1. Pemberian oksigen jangka panjang

2. Pemberian oksigen pada waktu aktivitas

3. Pemberian oksigen pada waktu timbul sesak mendadak

4. Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal napas

10. Ventilasi Mekanik

Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal

napas akut, atau pada penderita PPOK derajat berat dengan gagal napas

kronik. Ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan intubasi

atau tanpa intubasi..

11. Nutrisi

Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya

kebutuhan energi akibat muskulus respirasi yang meningkat karena

hipoksemia kronik dan hiperkapnia menyebabkan terjadinya

17

Page 18: refrat-ppok

hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortalitas PPOK

karena berkolaborasi dengan derajat penurunan faal paru dan perubahan

analisis gas darah.

Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah

karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat

meningkatkan ventilasi semenit oxigen comsumption dan respons ventilasi

terhadap hipoksia dan hiperkapni. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas

kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan.

Malnutrisi dapat dievaluasi dengan :

1. Penurunan berat badan

2. Kadar albumin darah

3. Antropometri

Gizi penting sebagai penentu gejala, cacat, dan prognosis dalam PPOK,

baik kelebihan dan kekurangan berat badan bisa menjadi masalah. Kira –

kira 25% dari pasien PPOK derajat II sampai IV menunjukkan penurunan

baik indeks massa tubuh dan massa lemak bebas.

12. Terapi Pembedahan 1,4

Bertujuan untuk :

a. Memperbaiki faal paru

b. Memperbaiki mekanik paru

c. Meningkatkan toleransi terhadap eksaserbasi

d. Memperbaiki kualitas hidup

Operasi paru yang dapat dilakukan yaitu :

18

Page 19: refrat-ppok

a. Bulektomi

b. Bedah reduki volume paru (BRVP) / lung volume reduction surgery

c. Transplantasi paru

2.9 Penatalaksanaan pada eksaserbasi akut

Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan

dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan dengan kondisi

sebelunya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau factor lainnya seperti

polusi udara, kelelahan, atau timbulnya komplikasi.

Gejala eksaserbasi :

Sesak bertambah

Produksi sputum meningkat

Perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen)

a. Penatalaksanaan PPOK eksaserbasi akut di rumah : bronkodilator

nebulizer, oksigen selama aktivitas dan tidur, mukolitik, ekspektoran.

b. Terapi eksaserbasi akut di rumah sakit:

Terapi oksigen terkontrol, melalui kanul nasal atau venturi mask

Bronkodilator: inhalasi agonis β2 (dosis & frekwensi ditingkatkan) +

antikolinergik. Pada eksaserbasi akut berat: + aminofilin (0,5

mg/kgBB/jam)

Steroid: prednisolon 30-40 mg PO selama 10-14 hari.

Steroid intravena: pada keadaan berat

Antibiotika terhadap S pneumonie, H influenza, M catarrhalis.

19

Page 20: refrat-ppok

Ventilasi mekanik pada: gagal akut atau kronik

2.10 Komplikasi4

1. Gagal napas

a. Gagal napas kronik

Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH

normal, penatalaksanaan :

1. Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2

2. Bronkodilator adekuat

3. Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur

4. Antioksidan

5. Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing

b. Gagal napas akut pada gagal napas kronik

1. Sesak napas dengan atau tanpa sianosis

2. Sputum bertambah dan purulen

3. Demam

4. Kesadaran menurun

2. Infeksi berulang

Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan

terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada

kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan

menurunnya kadar limposit darah.

3. Kor polmunale

Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai

gagal jantung kanan.

2.11 Pencegahan 4

20

Page 21: refrat-ppok

- Hindari asap rokok

- Hindari polusi udara

- Hindari infeksi saluran napas berulang

2.12 Prognosis2

Makin cepat diagnosis bisa ditegakkan, maka prognosis penderita baik,

dengan catatan etiologinya bisa di hilangkan. Bila etiologi tidak dapat

disinggirkan, maka penderita bukan hanya mendapatkan kekambuhan,

tetapi juga perjalanan penyakitnya akan melaju terus menerus dengan

pesat. Semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek prognosis

penderita. Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya elastisitas

paru, semakin luasnya kerusakan silia secara irreversible dan semakin

tebalnya mukosa saluran pernapasan. Kalau penderita tidak meninggal

karena kegagalan pernapasan, maka sebab kematian yang lain adalah

karena salah satu atau lebih komplikasi yang dapat timbul setiap saat.

21

Page 22: refrat-ppok

BAB III

KESIMPULAN

Penyakit paru obstruksi kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai

dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya

reversible. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta pasien dengan prevalens

5,6%. Angka ini bisa meningkat dengan makin banyaknya jumlah perokok

karena 90% pasien PPOK adalah perokok atau mantan rokok. Berdasarkan

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2007, dibagi

atas 4 derajat yaitu Derajat I: PPOK ringan dengan atau tanpa gejala klinis

(batuk produksi sputum). Derajat II: PPOK sedang semakin memburuknya

hambatan aliran udara disertai dengan adanya pemendekan dalam bernafas.

Derajat III: PPOK berat ditandai dengan keterbatasan / hambatan aliran udara

yang semakin memburuk . Terjadi sesak nafas yang semakin memberat,

penurunan kapasitas latihan dan eksaserbasi yang berulang yang berdampak

pada kualitas hidup pasien. Derajat IV: PPOK sangat berat keterbatasan /

hambatan aliran udara yang berat prediksi ditambah dengan adanya gagal nafas

kronik dan gagal jantung kanan. Diagnosa PPOK dari anamnesa pasien,

22

Page 23: refrat-ppok

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang faal paru, pemeriksaan darah,

dan pemeriksaaan radiologi. Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :

Edukasi, berhenti merokok, obat – obatan , rehabilitasi, terapi oksigen, ventilasi

mekanis, Nutrisi. Komplikasi PPOK gagal nafas, infeksi berulang, dan cor

polmunale. Prognosis semakin lambat diagnosis ditegakkan, maka makin jelek

prognosis penderita. Hal ini di akibatkan sudah semakin berkurangnya

elastisitas paru, semakin luasnya kerusakan silia secara irreversible dan semakin

tebalnya mukosa saluran pernapasan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Medscape and reference drugs deseases & produceres, 2012. Chronic Obstructive

Pulmonary Disease.di akses pada tanggal 5 oktober 2012.

http://emedicine.medscape.com/article/297664-overview

2. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2011.Penyakit Paru Obstruksif

Kronik. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta.

3. Danusantoso Halim,2000. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Hipokrates.Jakarta

4. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), 2003. Penyakit Paru Obstruksif

Kronik (PPOK) Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Diindonesia. Jakarta.

5. http://www.daynightclinic.com/COPD.aspx

23